anestesi pada laparoskopi cholesistektomi

Upload: adika-perdana

Post on 03-Jun-2018

239 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • 8/12/2019 Anestesi Pada Laparoskopi Cholesistektomi

    1/7

    ANESTESI PADA LAPAROSKOPI CHOLESISTEKTOMI

    Dewasa ini penyakit batu empedu (cholelitiasis) yang terbatas pada kantung empedu biasanyaasimtomatis dan menyerang 1020 % populasi umum di dunia. Diagnosis biasanya ditegakkan

    dengan ultrasonografi abdomen.1 Kira-kira 20% wanita dan 10 % pria usia 55 sampai 65 tahun

    memiliki batu empedu.2

    Cholesistektomi diindikasikan pada pasien simtomatis yang terbukti menderita penyakit batu

    empedu (cholelitiasis). Indikasi laparoskopi untuk Cholesistektomi sama dengan indikasi open

    Cholesistektomi.3 Karena teknik minimal invasif memiliki aplikasi diagnosis dan terapi dibanyak pembedahan, bedah laparoskopi meningkat penggunaannya baik pada pasien rawat inap

    ataupun rawat jalan. Walaupun prosedur laparoskopi memiliki keuntungan untuk pasien, namunprosedur ini juga merupakan tantangan untuk spesialis anestesi.4

    Teknik laparoskopi atau pembedahan minimal invasif diperkirakan menjadi trend bedah masa

    depan. Bahkan pada 2010 mendatang, sekitar 70-80 persen tindakan operasi di negara-negara

    maju akan menggunakan teknik ini. Di Indonesia, teknik bedah laparoskopi mulai dikenal diawal 1990-an ketika tim dari RS Cedar Sinai California AS mengadakan live demo di RS

    Husada Jakarta. Selang setahun kemudian, Dr Ibrahim Ahmadsyah dari RS Cipto

    Mangunkusumo melakukan operasi laparoskopi pengangkatan batu dan kantung empedu

    (Laparoscopic Cholecystectomy) yang pertama. Sejak 1997, Laparoscopic Cholecystectomymenjadi prosedur baku untuk penyakit-penyakit kantung empedu di beberapa rumah sakit besar

    di Jakarta dan beberapa kota besar di Indonesia. 5

    Pada laparoskopi cholesistektomi, jenis anestesi yang direkomendasikan adalah anestesi umum

    dengan intubasi endotrakeal dengan antibiotic profilaksis preoperatif untuk mengatasi pathogen

    empedu. 3

    2.1 Laparoskopi

    2.1.1 Definisi Laparoskopi

    Laparoskopi adalah sebuah prosedur pembedahan minimally invasive dengan memasukkan gas

    CO2 ke dalam rongga peritoneum untuk membuat ruang antara dinding depan perut dan organviscera, sehingga memberikan akses endoskopi ke dalam rongga peritoneum tersebut.7 Tekniklaparoskopi atau pembedahan minimally invasive diperkirakan menjadi trend bedah masa depan.

    Di Indonesia, teknik bedah laparoskopi mulai dikenal di awal 1990-an ketika tim dari RS Cedar

    Sinai California AS mengadakan live demo di RS Husada Jakarta. Selang setahun kemudian, DrIbrahim Ahmadsyah dari RS Cipto Mangunkusumo melakukan operasi laparoskopi

    pengangkatan batu dan kantung empedu (Laparoscopic Cholecystectomy) yang pertama. Sejak

    1997, Laparoscopic Cholecystectomy menjadi prosedur baku untuk penyakit-penyakit kantung

    http://1.bp.blogspot.com/_cZuxSSr1YmE/SjiDa0Uj3mI/AAAAAAAAAxM/RcPQwk1JUxw/s1600-h/1234567.jpg
  • 8/12/2019 Anestesi Pada Laparoskopi Cholesistektomi

    2/7

    empedu di beberapa rumah sakit besar di Jakarta dan beberapa kota besar di Indonesia. 5

    2.1.2 Prosedur Laparoskopi

    Prosedur praoperasi laparoskopi hampir sama dengan operasi konvensional. Pasien harus puasa

    empat hingga enam jam sebelumnya, dibuat banyak buang air besar agar ususnya mengempis.Sebelum puasa pasien laparoskopi diberikan makanan cair atau bubur, makanan yang mudahdiserap, tapi rendah sisa, untuk mengurangi jumlah kotoran di saluran cerna.8

    Setelah pasien teranestesi, tindakan operasi pertama yang dilakukan adalah membuat sayatan dibawah lipatan pusar sepanjang 10 mm, kemudian jarum veres disuntikkan untuk memasukkan

    gas CO2 sampai batas kira-kira 12-15 milimeter Hg. Dengan pemberian gas CO2 itu, perut

    pasien akan menggembung. Itu bertujuan agar usus tertekan ke bawah dan menciptakan ruang di

    dalam perut. Setelah perut terisi gas CO2, alat trocar dimasukkan. Alat itu seperti pipa denganklep untuk akses kamera dan alat-alat lain selama pembedahan. Ada empat trocar yang dipasang

    di tubuh. Pertama, terletak di pusar. Kedua, kira-kira letaknya 2-4 cm dari tulang dada (antara

    dada dan pusar) selebar 5-10 mm. Trocar ketiga dipasang di pertengahan trocar kedua agak kesebelah kanan (di bawah tulang iga), selebar 2-3 atau 5 mm. Trocar keempat, bilamana

    diperlukan, akan dipasang di sebelah kanan bawah, selebar 5 mm. Melalui trocar inilah alat-alat,

    seperti gunting, pisau ultrasonik, dan kamera, dimasukkan dan digerakkan. Trocar pertama

    berfungsi sebagai mata dokter, yaitu tempat dimasukkannya kamera. Dokter akan melihatorgan-organ tubuh kita dan bagian yang perlu dibuang melalui kamera tersebut yang disalurkan

    ke monitor. Sementara itu, trocar kedua sampai keempat merupakan trocar kerja.8

    Dalam tayangan video terlihat bagaimana jarum untuk menjahit organ-organ yang dipotong atau

    mengalami pendarahan dimasukkan melalui trocar. Selain itu, ada pula klip-klip dari titanium,

    yang aman dan bisa digunakan sebagai ganti jahitan. Klip itu berfungsi menyambungkan dua

    bagian yang terpisah. Klip dari titanium akan dipasang dalam tubuh secara permanen, seumurhidup. Sebelumnya, dokter harus mengatakan kepada pasien dan keluarganya kalau ada benda

    asing yang akan ditinggalkan di dalam tubuh pasien.8

    Posisi peralatan juga penting untuk diperhatikan agar mudah untuk dilihat oleh semua operator

    karena menggunakan berbagai peralatan penunjang. Operator harus melihat jelas video monitor

    dan pengaliran insuflasi CO2 sehingga dia bisa memonitor tekanan intra abdomen dan laju gas. 3

    2.1.3 Penggunaan Gas CO2 dalam Laparoskopi

    CO2 adalah gas pilihan untuk insuflasi karena tidak mudah terbakar, tidak membantupembakaran, mudah berdifusi melewati membrane, mudah keluar dari paru-paru, mudah larut

    dalam darah dan risiko embolisasi CO2 kecil. Level CO2 dalam darah mudah diukur, dan

    pengeluarannya dapat ditambah dengan memperbanyak ventilasi. Selama persediaan O2 cukup,

    konsentrasi CO2 darah dapat ditolelir.7

    Kerugian utamanya adalah fakta bahwa CO2 lembam. Hal ini menyebabkan iritasi peritoneal

    langsung dan rasa sakit selama laparoskopi karena CO2 membentuk asam karbonat saat kontakdengan permukaan peritoneum. CO2 tidak terlalu larut pada darah bila terjadi kekurangan sel

  • 8/12/2019 Anestesi Pada Laparoskopi Cholesistektomi

    3/7

    darah merah, oleh karena itu CO2 bisa tersisa di intraperitoneum dalam bentuk gas setelah

    laparoskopi, sehingga menyebabkan sakit pada bahu. Hiperkarbia dan respiratory acidosis terjadi

    saat kapasitas CO2 dalam darah melampaui batas. Selain itu, CO2 dapat menimbulkan efek lokalmaupun sistemik, sehingga dapat terjadi hipertensi, takikardi, vasodilatasi pembuluh darah

    serebral, peningkatan CO, hiperkarbi, dan respiratory acidosis.7

    2.1.4 Keuntungan Prosedur Laparoskopi

    Dibandingkan dengan bedah terbuka, laparoskopi lebih menguntungkan karena insisi yang kecil

    dan nyeri pasca operasi yang lebih ringan. Fungsi paru pasca operasi tidak terganggu dan sedikitkemungkinan terjadi atelektasis setelah prosedur laparoskopi. Setelah operasi fungsi pencernaan

    pasien pulih lebih cepat, masa rawat inap rumah sakit pendek, serta lebih cepat kembali

    beraktivitas. Keuntungan ini bervariasi tergantung pasien dan tipe prosedur.4

    2.1.5 Kerugian Prosedur Laparoskopi

    Komplikasi selama prosedur laparoskopi dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsungkarena kebutuhan insuflasi CO2 untuk membuat ruang operasi. CO2 masuk kedalam pembuluh

    darah secara cepat. Gas yang tidak larut terakumulasi didalam jantung kanan menyebabkan

    hipotensi dan cardiac arrest. Emboli CO2 yang masif bisa dideteksi dengan murmur precordial,

    transesofugeal echocardiografi, dan end tidal CO2 monitoring (CO2 meningkat secara sementarakemudian turun kembali). Pengobatan dilakukan dengan menghentikan insuflasi CO2,

    hiperventilasi dengan 100% O2 dan resusitasi cairan, merubah posisi pasien right side up dan

    memasang kateter vena central untuk aspirasi gas.4

    Jika gas yang ditujukan untuk membuat pneumoperitoneum keluar atau prosedur laparoskopi

    meliputi insuflasi ekstra peritoneal (prosedur untuk adrenalectomy atau perbaikan hernia)

    emfisema subkutan bisa terjadi, volume tidal CO2 akhir (end tidal CO2) meningkat mencapailevel tinggi dan terdapat krepitus yang biasanya dapat sembuh tanpa intervensi. Hal serius lain

    adalah pneumothorak, jika gas masuk ke dalam rongga thorax melalui luka atau insisi yang

    dibuat sewaktu pembedahan atau dari jaringan cervikal subkutan. Intervensi tidak selalu harus,karena pneumothorax biasanya pulih jika insuflasi dihentikan.4

    2.1.6 Respon Fisiologi Selama Bedah Laparoskopi

    Goncangan hemodinamik dan ventilasi dapat terjadi pada pasien yang menjalani prosedur

    laparoskopi. Penyebab utama perubahan fisiologis pada prosedur laparoskopi ini adalah insuflasi

    CO2. Insuflasi CO2 ke dalam rongga peritoneum menyebabkan terjadinya pneumoperitoneumyang bermanfaat untuk visualisasi selama prosedur laparoskopi. Insuflasi CO2 ini juga

    meningkatkan tekanan intraabdomen dan meningkatkan resistensi pembuluh darah sehingga

    curah jantung menjadi turun sementara tekanan darah meningkat. Posisi pasien bisa merubah

    respon ini. Pada saat posisi tredelenburg penurunan preload dan peningkatan afterload tidakterlalu mencolok dibandingkan posisi anti tredelenburg.4

    Selama prosedur Laparoskopi, efek respirasi yang disebabkan oleh insuflasi CO2 memegangperanan utama. Setelah insiflasi CO2 terjadi hiperkapnia selama beberapa menit dimana

  • 8/12/2019 Anestesi Pada Laparoskopi Cholesistektomi

    4/7

    kenaikan CO2 biasanya mencapai 30%, namun keadaan ini akan menjadi stabil kembali selama

    satu jam sewaktu operasi. Hiperkapnia ini dapat menimbulkan stimulasi simpatis dan berpotensi

    untuk terjadi disritmia dan respiratori asidosis. Hal ini dapat dikoreksi dengan meningkatkanventilasi. Pengaruh tambahan dari pneumoperitoneum adalah efek mekanik dari peningkatan

    tekanan intra abdomen yang menyebabkan penurunan pulmonary compliance dan kapasitas

    residu fungsional serta peningkatan dead space.4

    2.2. Laparoskopi Cholesistektomi

    Cholesistektomi diindikasikan pada pasien simtomatis yang terbukti menderita penyakit batuempedu (cholelitiasis). Indikasi laparoskopi untuk Cholesistektomi sama dengan indikasi open

    Cholesistektomi.3 Keuntungan melakukan prosedur laparoskopi pada cholesistektomi yaitu:

    laparoscopic cholesistektomi menggabungkan manfaat dari penghilangan gallblader dengan

    singkatnya lama tinggal di rumah sakit, cepatnya pengembalian kondisi untuk melakukanaktivitas normal, rasa sakit yang sedikit karena torehan yang kecil dan terbatas, dan kecilnya

    kejadian ileus pasca operasi dibandingkan dengan teknik open laparotomi. Namun kerugiannya,

    trauma saluran empedu lebih umum terjadi setelah laparoskopi dibandingkan dengan opencholesistektomi dan bila terjadi pendarahan perlu dilakukan laparotomi.9

    Kontra indikasi pada Laparoskopi cholesistektomi antara lain: penderita ada resiko tinggi untuk

    anestesi umum; penderita dengan morbid obesity; ada tanda-tanda perforasi seperti abses,peritonitis, fistula; batu kandung empedu yang besar atau curiga keganasan kandung empedu;

    dan hernia diafragma yang besar. 3

    2.3. Manajemen Anestesi pada Laparoskopi

    Pemilihan jenis anestesi memperhatikan beberapa faktor, antara lain : umur, jenis kelamin, status

    fisik, jenis operasi, ketrampilan operator dan peralatan yang dipakai, ketrampilan/kemampuanpelaksana anestesi dan sarananya, status rumah sakit, dan permintaan pasien. Saat ini sekitar 70-

    75 % operasi pada rumah sakit, dilakukan di bawah anestesi umum (general anesthesia). Operasi

    sekitar kepala, leher, dada, dan abdomen sangat baik dilakukan dengan anestesi umum inhalasidengan pemasangan pipa endotrakheal, sejak diketahui bahwa dengan metode ini jalan nafas

    dapat dikontrol dengan baik sepanjang waktu.1

    Anestesi regional tidak digunakan rutin pada prosedur laparoskopi, karena iritasi yang mengenai

    diafragma dari insuflasi CO2. bisa menyebabkan sakit pada pundak, ditambah lagi waktu

    penyembuhan untuk pengembalian fungsi yang lengkap bisa lama. Dengan lidocaine dosis

    rendah dan teknik spinal opioid, salah satu studi menemukan bahwa nyeri pasca operasi setelahlaparoskopi ginekologi lebih sedikit dibandingkan dengan general anestesi dengan desflurane.1

    2.3.1 Evaluasi Preoperasi

    Secara umum sebelum memulai anestesi, dilakukan terlebih dulu anamnesis dan pemeriksaan

    fisik. Karena perubahan tekanan hemodinamik dan respirasi terjadi pada pasien selama prosedur

    laparoskopi, evaluasi sebelum operasi difokuskan untuk mengidentifikasi pasien dengan penyakitparu berat dan gangguan fungsi jantung.4

  • 8/12/2019 Anestesi Pada Laparoskopi Cholesistektomi

    5/7

    2.3.2 Manajemen Intraoperatif.

    Pasien biasanya menjalani prosedur laparoskopi dengan anestesi umum dengan menggunakan

    monitor standar. Pengukuran tekanan darah noninvasive dan kapnografi penting untuk mengikuti

    efek hemodinamik dan pneumoperitoneum pada respirasi dan perubahan posisi. Dalam situasitertentu, monitor pengukuran tekanan arteri sebaiknya dilakukan. Indikasi tindakan monitortekanan arteri secara invasif antara lain: penyakit paru berat, end tidal CO2. arteri yang sangat

    tinggi, dan fungsi ventrikel yang menurun. Sama halnya dengan monitor pengukuran tekanan

    vena sentral, pemasangan kateter arteri paru atau transesofageal echocardiografi bisa bergunauntuk pasien dengan gangguan fungsi jantung atau hipertensi paru.1

    Akses untuk memasukkan obat secara intravena harus memadai pada prosedur laparoskopi,

    seperti pada keadaan kehilangan darah. Akses untuk memasukkan obat secara intravena yangadekuat adalah kunci dari resusitasi cairan yang tepat untuk keadaan pendarahan yang tidak

    terkontrol atau emboli gas. Akses ke vena sentral harus dipertimbangkan pada pasien dengan

    gangguan vena perifer.1

    Untuk mencegah aspirasi paru dan menjaga jalan nafas, perlu pemasangan pipa endotrakeal.

    Pemasangan sebuah pipa orogastrik atau nasogastrik setelah jalan nafas dikuasai dapat

    mengurangi tekanan udara lambung, menurunkan resiko kerusakan gaster, dan memperbaikivisualisasi selama operasi. Pada saat tekanan intraabdomen meningkat karena

    pneumoperitoneum, pipa endotracheal dapat digunakan untuk memberikan tekanan ventilasi

    yang positif untuk mencegah hipoksemia dan untuk mengekskresikan kelebihan CO2 yangdiabsorbsi. Pneumoperitoneum dapat menyebabkan perubahan posisi pipa endotrakeal pada

    pasien dengan trakea yang pendek, dimana ketika carina bergerak ke atas pipa endotrakeal bisa

    masuk ke salah satu bronkus, sehingga memasang pipa endotrakeal sebaiknya pada pertengahan

    trakea dan disarankan untuk lebih sering mengecek posisi pipa endotrakeal pada pasien.1

    Obat anestesi yang digunakan biasanya berupa volatile agent, opioid intravena, dan obat

    pelumpuh otot. Ada studi yang mengatakan bahwa N2O sebaiknya dihindari selama prosedurlaparoskopi karena ini akan meningkatkan pelebaran usus dan resiko mual pasca operasi.

    Penggunaan klinis N2O ini masih menjadi perdebatkan.1

    Selama prosedur laparoskopi, pasien biasanya diposisikan Trendelenburg atau Reverse

    Trendelenburg. Trauma saraf pada pasien sebaiknya dihindari dengan mengamankan dan

    membantali seluruh ekstremitas. Tekanan pernafasan bisa meningkat dengan perubahan posisi

    dan ventilasi, biasanya butuh penyesuaian.1

    Dua tujuan utama selama pemeliharaan pasien selama bedah laparoskopi dengan anestesi umum

    adalah menjaga agar tetap normokapnia dan mencegah ketidakseimbangan hemodinamik.

    Hiperkapnia biasanya berawal beberapa menit setelah insuflasi CO2.. Untuk menormalkankembali CO2 ini, ventilasi ditingkatkan biasanya dengan meningkatkan RR (respiratory rate)

    dengan volume tidal yang tetap. Jika hiperkapnia memburuk, misalnya pada kasus sulit prosedur

    bedah diubah menjadi prosedur bedah terbuka. 1

  • 8/12/2019 Anestesi Pada Laparoskopi Cholesistektomi

    6/7

    Perubahan hemodinamik harus diantisipasi dan dimanajemen selama prosedur laparoskopi. Jika

    tekanan darah meningkat maka pemberian kadar obat anestesi inhalasi dapat ditingkatkan dan

    dapat ditambahkan dengan pemberian obat seperti nitropusside (nitropusside menyebabkanreflek tackikardi, berpotensi untuk menimbulkan keracunan sianida), esmolol, atau calcium

    channel blocker. Pengobatan dengan alpha agonist seperti clonidine atau dexmedetomidine

    adalah strategy lain (alpha agonist dapat menyebabkan penurunan MAC untuk anestesi inhalasi,berpotensi menjadi bradikardi). Walaupun pasien yang sehat dapat mentoleransi perubahanhemodinamik, namun pasien dengan fungsi jantung yang buruk bisa dipengaruhi menjadi lebih

    buruk. Hal ini dapat dicegah dengan penggunaan monitor secara invasif (arterial line, central

    line, transesofageal ochocardiografi) selama prosedur berlangsung.1

    2.3.3 Manajemen Pasca Operasi

    Pada ruang pemulihan pasca anestesi, hiperkapnia bisa tetap terjadi selama 45 menit setelahprosedur selesai.1 Insiden mual muntah pasca operasi laparoskopi dilaporkan cukup tinggi yaitu

    mencapai 42%.7 Mual muntah pasca operasi setelah prosedur laparoskopi dipengaruhi oleh tipe

    dari prosedur, sisa dari pneumoperitoneum, dan karakteristik pasien. Beberapa obat baik itutunggal maupun dalam kombinasi untuk mencegah dan mengobati komplikasi ini meliputi

    metoclopramide, ondansentron, dan dexamethasone. Untuk menurunkan insiden mual dan

    muntah pasca operasi dapat dilakukan dengan meminimalkan dosis opioid dan

    mempertimbangkan pemberian propofol untuk anestesi. Karena banyak prosedur laparoskopidirencanakan pada pasien rawat jalan, evaluasi pada saat pasien akan pulang juga diperlukan.1

    Penggunaan analgetik setelah prosedur laparoskopi umumnya lebih sedikit dibandingkan dengansesudah bedah terbuka. Modalitas penggunaan analgesik harus menghilangkan nyeri yang bisa

    terjadi karena insisi, visceral, atau akibat gas residu dan pneumoperitoneum. Manajemen nyeri

    diawali sebelum atau selama prosedure pembedahan. Pemberian opioid intravena (fentanyl,

    morfine) dalam kombinasi dengan NSAID intravena membantu agar pasien nyaman pada akhirdari prosedur. Infiltrasi dari anestesi lokal, seperti bupivacaine pada port sites kulit dan

    peritoneum memblock nyeri somatik dan visceral.1

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Morgan GE, Mikhail MS, J.Murray M., Clinical Anesthesiology 4th edition. McGraw Hill.

    New York. 2006.

    2. Sdrales, Loraine M., Miller, R D., Anesteshia Review: A Study Guide to Anesthesia, fifthedition and basic of anesthesia forth edition. Churchill Livingstone, USA. 2001

    3. Zollinger, Robert M., Zollingers Atlas of Surgical Operations 8th edition, international

    edition: McGraw Hill. United State Of America. 2003

    4. Cole, D.J., Schlunt, M., Adult Perioperative Anesthesia: The Requisites in Anesthesiology.

    Mosby. 2004

  • 8/12/2019 Anestesi Pada Laparoskopi Cholesistektomi

    7/7

    5. Anonynim, Laparoskopi Cikal Bakal Bedah Masa Depan available:

    http://www.kompas.com/LaparoskopiCikalBakalBedahMasaDepan.asp (Accessed: 2008,

    January 22)

    6. Major Classification of Anesthetic Agents. ( 2007, april 15 last update). Available:

    http://images.google.com.hk/blockspinal (accessed : 2008, january 15).

    7. Yao, F.S.F, Artusio, Anesthesiology, Problem Oriented Patient Management. Lippincott

    Williams and Wilkins, USA. 2001

    8. Errawan, Laparoscopyc surgery available: http://www.mediaonline.com/Laparoscopyc

    surgery.asp (Accessed: 2008, January 22)

    9. Barash, P.G., Cullen, B.F., Stoelting, R.K., Handbook of Clinical Anesthesia, 4th edition.Lippincott Williams and Wilkins, USA. 2001