paper rinitis alergi cek
Post on 28-Dec-2015
50 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Rinitis adalah inflamasi mukosa yang melapisi hidung yang ditandai dengan
adanya kongesti nasal, rhinore, bersin-bersin, dan gatal pada hidung. Rinitis alergi
adalah suatu inflamasi mukosa hidung yang melibatkan reaksi alergi dari mediator
kimia ketika terjadi paparan ulang terhadap individu yang telah tersensitisasi
sebelumnya.1 Angka kejadian rinitis alergi cukup sering terjadi, baik di Indonesia
maupun luar negeri. Rata-rata rinitis alergi terjadi pada usia 8-11 tahun, dan 80%
kasus rinitis alergi berkembang pada usia 20 tahun. Biasanya rinitis alergi timbul
di usia muda.2
Rinitis alergi biasanya disebabkan adanya paparan alergen tertentu secara spesifik.
Rinitis alergi diawali oleh sensitisasi dan selanjutnya diikuti oleh reaksi alergi. 1,2
Pada beberapa kasus, rinitis alergi juga disertai dengan gejala pada mata, telinga,
sinus, dan tenggorokan. Untuk menimbulkan reaksi alergi harus dipenuhi 2 faktor,
yaitu adanya sensitivitas terhadap suatu alergen (atopi), yang biasanya bersifat
herediter dan adanya kontak ulang dari alergen tersebut.1
Gambaran klinik rinitis alergi meliputi empat gejala klasik, yaitu bersin, hidung
gatal, rinore, dan kongesti hidung, serta gejala-gejala lainnya, baik nasal maupun
non-nasal. Pemeriksaan rutin yang dilakukan untuk mendiagnosis rinitis alergi
meliputi anamnesis, pemeriksaan THT dengan/tanpa naso-endososkopi, dan tes
alergi. Pada anamnesis perlu ditanyakan gejala-gejala spesifik yang mengganggu
pasien (seperti hidung tersumbat, gatal-gatal pada hidung, rinore, bersin), pola
gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi
faktor predisposisi, kondisi lingkungan dan pekerjaan. Pada pemeriksaan fisik
pemeriksaan yang diutamakan adalah pemeriksaan hidung yaitu rinoskopi
anterior. Pada pemeriksaan penunjang, dilakukan uji sensitivitas alergi yaitu
pemeriksaan IgE spesifik.
Prinsip penatalaksanaan rinitis alergi terutama adalah menghindari faktor pencetus
utama, yaitu agen penyebab alergi yang bersifat spesifik pada masing-masing
individu. Kemudian untuk mempercepat resolusi dari gejala dapat didukung
1
dengan terapi farmakologi, baik dengan obat-obatan, pembedahan, maupun
imunoterapi.1 Terapi farmakologis diberikan untuk mengatasi gejala yang
ditimbulkan rinitis alergi, dapat berupa antihistamin, dekongestan, dan lain-lain.
Rinitis alergi memiliki beberapa diagnosis banding, yakni Rinitis Akut, Rinitis
Medikamentosa dan Rinitis Vasomotor.1,2,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Rinitis Alergi merupakan suatu reaksi hipersensitifitas tipe I yang
diperantarai oleh Ig E pada sel mast dimana mukosa hidung sebagai organ
sasaran. Reaksi ini timbul akibat reaksi abnormal atau hipersensitifitas
mukosa hidung terhadap suatu alergen spesifik, yang mana pada orang
normal tidak akan menyebabkan reaksi apapun. Rhinitis Alergika secara
klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung, terjadi setelah paparan
alergen melalui peradangan mukosa hidung yang diperantarai IgE. Menurut
WHO ARIA (Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah
kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rhinore, rasa gatal, dan
tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh
IgE.3
2
2.2 Etiologi
Rinitis alergi biasanya disebabkan karena adanya paparan alergen tertentu.
Berdasarkan cara masuknya, alergen dapat dibagi menjadi :1,4
1. Alergen inhalan, yaitu alergen yang masuk bersama dengan udara
pernapasan, misalnya tungau debu rumah (D. pteronyssinus, D. farinae,
B. tropicalis), kecoa, serpihan epitel kulit binatang (kucing, anjing),
rerumputan (Bermuda grass) serta jamur (Aspergillus, Alternaria).
2. Alergen ingestan, yaitu alergen yang masuk ke saluran cerna berupa
makanan, misalnya susu, sapi, telur, coklat, ikan laut, udang, kepiting,
dan kacang-kacangan.
3. Alergen injektan, yaitu alergen yang masuk melalui suntikan atau
tusukan, misalnya penisilin dan sengatan lebah.
4. Alergen kontaktan, yaitu alergen yang masuk melalui kontak kulit atau
jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik, dan perhiasan.
Selain alergen, polutan dapat memperberat rhinitis alergi Polutan dalam
ruangan terutama gas dan asap rokok, sedangkan polutan di luar termasuk
gas buang disel, karbon oksida, nitrogen, dan sulfur dioksida.
2.3 Klasifikasi
Dahulu rinitis alergi diklasifikasikan menjadi dua berdasar sifat
berlangsungnya, yaitu:1,5
1. Musiman (seasonal): Penyakit ini timbul periodik, sesuai dengan musim
dimana pada waktu terjadi konsentrasi alergen terbanyak di udara. Dapat
mengenai semua golongan umur dan biasanya mulai timbul pada anak-
anak dan dewasa muda. Berat ringannya gejala penyakit bervariasi dari
tahun ke tahun tergantung pada banyaknya alergen di udara. Faktor
herediter pada penyakit ini sangat berperan. Hanya ada di negara yang
mempunyai 4 musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu tepung sari
(pollen) dan spora jamur. Oleh karena itu dinamakan pollinosis
2. Sepanjang tahun (perennial): Gejala penyakit ini timbul intermiten atau
terus-menerus, tanpa variasi musim, jadi dapat ditemukan sepanjang
3
tahun. Penyebab yang paling sering yaitu alergen inhalan, terutama pada
orang dewasa dan alergen ingestan yang merupakan penyebab pada anak-
anak, biasanya diikuti dengan gejala alergi lainnya seperti urtikaria,
gangguan pencernaan. Selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh fakor
non spesifik pun dapat memperberat gejala, seperti asap rokok, bau
merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban yang tinggi.
Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari
WHO Initiative ARIA tahun 2008, yakni berdasarkan sifat berlangsungnya,
dibagi menjadi:1,5
1. Intermiten (kadang-kadang): bila gejala muncul kurang dari 4
hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.
2. Persisten (menetap): bila gejala muncul lebih dari 4 hari/minggu dan
lebih dari 4 minggu.
Sedangkan menurut berat ringannya penyakit, dibagi menjadi:1,5
1. Ringan: bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas sehari-
hari, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja, dan hal-hal lain yang
mengganggu.
2. Berat: bila ditemukan satu atau lebih gangguan di atas.
2.4 Epidemiologi
Rinitis merupakan penyakit yang terjadi sebanyak 40% dari populasi.
Rinitis alergi adalah jenis rinitis yang paling banyak terjadi di dunia. Angka
prevalensi rinitis alergi mencapai 10-20% dan menurut studi epidemiologi
prevalensinya terus mengalami peningkatan. 6
20-40 juta penduduk amerika menderita rhinitis alergi, dimana 10-30%
dialami oleh penduduk dewasa dan 40% dialami oleh anak-anak. Menurut
sebuah studi epidemiologi, prevalensi rhinitis alergi lebih banyak terjadi
pada anak-anak berjenis kelamin laki-laki, namun pada usia dewasa
prevalensi rhinitis alergi tersebut mempunyai prevalensi yang sama baik
pada laki-laki maupun perempuan.7
4
Menurut International Study of Asthma and Allergies in Children (ISAAC,
2006), Indonesia bersama-sama dengan negara Albania, Rumania, Georgia
dan Yunani memiliki prevalensi rinitis alergi yang rendah yaitu kurang dari
5%. 8
2.5 Patofisiologi
Terdapat dua fase dalam satu kejadian rinitis alergi, dimana fase pertama
merupakan fase sensitisasi lalu diikuti dengan fase provokasi atau fase
dimana reaksi alergi muncul. Reaksi alergi dalam rinitis alergi terbagi
menjadi dua yaitu Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) dan Reaksi Alergi Fase
Lambat (RAFL). RAFC terjadi dalam kurun waktu kurang dari satu jam
sejak paparan alergen terjadi sedangkan RAFL terjadi rata-rata diatas 2-4
jam dan biasanya bertahan hingga 24 jam atau lebih.1
Fase pertama dalam kejadian rinitis alergi merupakan fase sensitisasi atau
fase saat kontak pertama dengan alergen. Makrofag yang berperan sebagai
Antigen Presenting Cell (APC) akan menangkap alergen yang menempel
pada mukosa hidung. Makrofag dan alergen ini akan membentuk fragmen
pendek peptida yang akan berikatan dengan HLA kelas II sehingga
menghasilkan Major Histocompatibility (MHC) kelas II. MHC kelas II akan
dipresentasikan pada sel T helper (Th 0). Makrofag atau APC akan
melepaskan sitokin (IL 1) yang bertugas mengaktivasi sel T helper untuk
berproliferasi. T helper yang berproliferasi akan membentuk Th 1 dan Th
2.1,6
Th 2 dapat menghasilkan berbagai macam sitokin, diantaranya IL 3, IL 4, IL
5 dan IL 13. IL 4 dan IL 13 kemudian akan diikat di permukaan sel limfosit
B. Sitokin yang terikat ini akan mengaktifkan sel limfosit B sehingga
menghasilkan immunoglobulin E (Ig E). Ig E yang beredar dalam sirkulasi
darah akan masuk ke jaringan dan diikat di permukaan sel mediator, yaitu
sel mastosit dan basofil, untuk mengaktifkan kedua sel tersebut. Rentetan
fase tersebut merupakan fase sensitisasi dimana hasil dari fase tersebut
adalah sel mediator yang telah tersensitisasi.6
5
Bila terjadi paparan ulang alergen pada mukosa yang telah tersensitisasi
maka rantai Ig E akan mengikat alergen tersebut dan terjadi degranulasi
mastosit dan basofil akibat banyaknya mediator kimia yang terbentuk,
terutama histamin. Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf
vidianus sehingga memunculkan gejala klinis berupa rasa gatal pada hidung
dan bersin-bersin. Bersamaan dengan itu, histamin juga menyebabkan
kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan meningkatkan
permeabilitas kapiler, sehingga terjadi rinore. Histamin juga merangsang
mukosa hidung untuk mengeluarkan Inter Celluler Adhesion Molecule 1
(ICAM 1).
Pada RAFC sel mastosit akan melepaskan molekul kemotaktik yang akan
mengakumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respon ini akan
terus berlangsung dan mencapai puncak pada 6 hingga 8 jam setelah paparan
terjadi. Pada RAFL terjadi penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi di
mukosa hidung dan peningkatan sitokin pada sekret hidung.1
2.6 Manifestasi Klinis
Rinitis alergi ditandai dengan adanya empat gejala klasik yaitu bersin,
hidung gatal, rinore, dan kongesti hidung. Gejala rinitis alergi yang khas
adalah terjadinya serangan bersin berulang. Bersin merupakan gejala yang
normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah
besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologis yaitu proses
membersihkan diri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila
terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan, sebagai akibat dilepaskannya
histamin.9
Gejala lain adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung
tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan
banyak keluar air mata (lakrimasi). Tanda-tanda alergi juga terlihat di
hidung, mata, telinga, faring atau laring. Tanda hidung termasuk garis hitam
melintang pada tengah punggung hidung akibat sering menggosok hidung
ke atas (allergic salute dan allergic crease), pucat dan edema mukosa
6
hidung yang dapat muncul kebiruan disertai dengan sekret mukoid atau cair.
Tanda di mata termasuk edema kelopak mata, kongesti konjungtiva, lingkar
hitam dibawah mata (allergic shiner).8 Tanda pada telinga termasuk retraksi
membran timpani atau otitis media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba
eustachius. Tanda faringeal termasuk faringitis granuler akibat hiperplasia
submukosa jaringan limfoid. Tanda laringeal termasuk suara serak dan
edema pita suara.9
Gejala rinitis sangat mempengaruhi kualitas hidup penderita. Tanda-tanda
fisik yang sering ditemui juga meliputi perkembangan wajah yang
abnormal, maloklusi gigi, allergic gape (mulut selalu terbuka agar bisa
bernafas), allergic shiners (kulit berwarna kehitaman dibawah kelopak mata
bawah), lipatan tranversal pada hidung (transverse nasal crease), edema
konjungtiva, mata gatal dan kemerahan. Pemeriksaan rongga hidung dengan
spekulum sering didapatkan sekret hidung jernih, membrane mukosa edema,
basah dan kebiru-biruan (boggy and bluish).
Seringkali gejala rhinitis alergika yang timbul tidak lengkap, terutama pada
anak-anak. Pada anak-anak yang berumur kurang dari 2 tahun jarang
disebabkan oleh alergen inhalan, gejala yang timbul pada anak-anak lebih
sering disebabkan oleh alergi makanan. Kadang-kadang keluhan hidung
tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang
diutarakan pasien.1,2,5
Tanda pada rinitis alergi biasanya dapat ditemukan pada pemeriksaan
kepala-leher. Pasien dengan obstruksi jalan nafas dapat menunjukkan open-
mouthed adenoid facies. Gejala spesifik lain pada anak-anak adalah
terdapatnya bayangan gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena statis
vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala ini disebut allergic shiner.
Gatal pada mukosa hidung menyebabkan anak menggosok-gosok hidungnya
dengan menggunakan punggung tangan yang disebut allergic salute.
Keadaan menggosok-gosok hidung ini akan mengakibatkan timbulnya garis
melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah, yang disebut allergic
crease.
7
Gejala lain yang tidak khas dapat berupa batuk, sakit kepala, masalah
penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, dan post nasal
drip. Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah,
kesulitan dalam konsentrasi, kewaspadaan berkurang, dan psikomotor yang
terganggu, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur.9,10
2.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Mayoritas dari kasus rinitis alergi dapat ditegakan melalui anamnesis
terperinci dan mendalam. Anamnesis dilakukan dengan menggunakan
sacred seven dan basic four. Hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis
adalah Kualitasnya, yaitu tingkat keparahan penyakit menurut pasien
seperti bagaimana bersinnya, jika keluar ingus (rinore) bagaimana
konsistensinya, apakah encer dan banyak dan jika hidung tersumbat
tanyakan seberapa mengganggunya gejala tersebut. Kuantitasnya, yaitu
berapa kali gejala tersebut timbul dalam waktu seminggu, apakah terus
menerus, kadang-kadang (intermitten) atau hanya pada saat tertentu.
Onsetnya, tanyakan kapan, dan pada saat apa gejala tersebut mulai
muncul. Lokasinya, selain gejala utama pada hidung apa ada timbul
gejala pada tempat lain yang berhubungan dengan keluhan utama.
Kronologinya dapat ditanyakan bagaimana awal mulanya gejala tersebut
dapat muncul, tanya juga apakah ada gejala lain yang menyertai selain
keluhan utama pasien seperti lemas dan sakit kepala dan faktor-faktor
apa saja yang memperberat maupun memperingan tanda dan gejala
pasien.
Hal lain yang perlu ditanyakan yaitu riwayat penyakit dan pengobatan
sebelumnya, yaitu apakah pasien memiliki riwayat alergi dan penyakit
lain seperti asma dan eksim dan apakah pasien pernah berobat
sebelumnya serta tanyakan responnya. Riwayat penyakit alergi pada
keluarga juga penting untuk ditanya. Selain itu tanyakan juga mengenai
riwayat pekerjaan dan lingkungan pasien. Apakah ada eksposur bahan
tertentu pada saat bekerja dan bagaimanakah kondisi lingkungan pasien.
8
Selain itu, juga perlu ditanyakan seberapa besar rhinitis alergi ini
mempengaruhi kualitas hidup pasien. Pada dasarnya gejala khas rinitis
alergi adalah terdapat serangan bersin yang berulang diikuti gejalan-
gejala lainnya, yaitu keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung
tersumbat, hidung dan mata gatal, dan kadang-kadang disertai dengan
banyak air mata yang keluar (lakrimasi).1,2,7
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang difokuskan pada hidung harus dilakukan pada
pasien dengan riwayat rhinitis. Hal yang perlu diperhatikan adalah
saluran nafas, sekret, septum, dan terdapat polip atau masa atau tidak.
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior, dapat ditemukan mukosa hidung
yang bervariasi dari tampak normal sampai edema, basah, berwarna
pucat atau keabuan, terkadang hiperemi dan disertai rinore encer dengan
jumlah bervariasi. Cobblestoning atau penampakan dinding posterior
faring yang granuler dan edema mungkin bisa ditemukan. Pada edema
yang berat tampak mukosa hidung yang berwarna kebiruan. Kualitas dan
kuantitas sekret juga perlu diperhatikan mengingat pada rhinitis alergi
sekret bersifat encer dan banyak. Secara subjektif, pasien menunjukan
rasa yang tidak nyaman dan bernafas melalui mulut karena hidungnya
merasa tersumbat.7
Pada pemeriksaan kavum nasal dengan menggunakan spekulum juga
harus dievaluasi apakah terdapat polip, tumor atau deviasi septum untuk
melakukan diagnosa banding. Polip hidung biasanya terlihat putih,
mobile, dan tidak sensitif terhadap sentuhan. Untuk membedakan polip
atau bukan, biasanya dilakukan tes dengan menggunakan vasokonstriktor
topikal. Polip tidak akan mengecil ukurannya setelah diberikan
vasokonstriktor topikal.
Keadaan yang dapat dilihat pada pasien rinitis alergi adalah1 :
- Allergic shiner: bayangan gelap di daerah bawah mata, karena stasis
vena akibat obstruksi hidung.
9
- Allergic salute: anak tampak menggosok-gosok hidung dengan
punggung tangan karena gatal
- Allergic crease: tampak garis melintang di dorsum nasi bagian
sepertiga bawah karena terlalu sering menggosok
- Facies adenoid: mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit
tinggi, sehingga akan mengganggu pertumbuhan gigi geligi.
- Geographic tongue: lidah tampak seperti gambaran peta.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang rinitis alergi dapat secara in vitro maupun in
vivo. Pemeriksaan secara in vitro dapat dilakukan dengan hitung
eosinofil dalam darah tepi, apakah hasilnya normal atau meningkat.
Pemeriksaan igE total (prist-paper radio immunosorbent test) juga dapat
dilakukan meski hasilnya sering menunjukan nilai normal jika tanda
alergi tidak lebih dari satu macam penyakit. Hasil dapat meningkat pada
infeksi parasit dan infeksi kulit Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan
yaitu dengan RAST (Radio immuno sorbent test) dan ELISA (Enzyme
linked immuno sorbent assay test) meski jarang digunakan. Pemeriksaan
sitologi dari sekret hidung juga dapat dilakukan sebagai pemeriksaan
tambahan. Uji sitologi dilakukan dengan cara memeriksa mucus untuk
diamati jumlah eosinofil dan sel inflamasi lain. Peningkatan jumlah sel
inflamasi mengindikasikan adanya rhinitis alergi.11
Pada pemeriksaan in vivo, penyebab dapat dicari dengan mengunakan tes
cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal tunggal atau berseri.
Pemeriksaan IgE spesifik dengan menggunakan uji sensitivitas kulit
sangat penting untuk menentukan apakah pasien menderita rhinitis alergi
dan untuk mengetahui allergen spesifik yang dapat menimbulkan gejala
rhinitis alergi pada pasien. Uji sensitivitas kulit adalah pemeriksaan yang
murah, sederhana, mudah dilakukan, dapat menunjukan hasil yang cepat,
memiliki sensitivitas yang tinggi, dapat menentukan dosis inisial untuk
terapi dan dapat ditoleransi oleh sebagian besar pasien.1,2,14
10
Sebelum melakukan uji kulit, hentikan pemakaian anti-histamin selama
7-10 hari. Tidak diperlukan penghentian pemakaian kortikosteroid
intranasal, leukotrin inhibitor, decongestan dan kortikosteroid oral
sebelum uji kulit.b Uji sensitivitas kulit ini dilakukan dengan cara
memaparkan allergen pada kulit pasien yang sudah dicukit, kemudian
pada bagian kulit yang sudah terpapar ditandai dan diamati apakah
terdapat eritema dan indurasi.2
2.8 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan rhinitis alergi adalah untuk menurunkan gejala.
Beberapa pilihan pengobatan yang bisa dilakukan diantaranya adalah :
1. Menghindari Alergen
Merupakan terapi yang paling ideal pada rhinitis alergi, yaitu dengan
avoidance dan eliminasi. Pasien yang alergi debu rumah tangga
disarankan untuk memakaimasker dan menjaga kelembaban rumah
dibawah 50%. Pasien dengan alergi terhadap pollen dapat menghindari
paparan dengan cara tetap menutup jendela rumah, menggunakan AC
dan membatasi aktivitas diluar rumah pada saat musim tertentu. Pasien
dengan alergi terhadap animal dander disarankan untuk tidak memlihara
hewan dirumah, cara tersebut dapat menurunkan gejala secara signifikan
dalam waktu 4-6 bulan.6
2. Antihistamin
Antihistamin terbaru, yaitu generasi kedua yang bersifat non-sedasi
(loratadin, fexofenadin, desloratadin) merupakan farmakoterapi pilihan
utama dalam penatalaksanaan rhinitis alergi. Antihistamin generasi
pertama (klasik) juga memiliki efektifitas yang sama dalam menurunkan
gejala rhinitis, namun memiliki efek sedasi karena dapat menembus
sistem saraf pusat dan memiliki efek kolinergik. Penggunaan
antihistamin terbukti efektif menurunkan gejala rhinitis seperti bersin-
bersin, gatal dan rhinore. Untuk mendapatkan efek yang maksimal,
11
antihistamin ini bisa digunakan pada saat puncak gejala atau sebelum
mengalami paparan terhadap allergen.6
3. Dekongestan
Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai
sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan
antihistamin topikal. Obat ini menyebabkan vasokonstriksi karena
efeknya pada reseptor- α-adrenergik. Efek vasokonstriksi terjadi dalam
10 menit, berlangsung selama 1 sampai 12 jam. Pemakaian topikal sangat
efektif menghilangkan sumbatan hidung, tetapi tidak efektif untuk
keluhan bersin dan rinore. Pemakaiannya terbatas selama 3-5 hari untuk
mencegah rebound congestion dan rinitis medikamentosa. Kombinasi
antihistamin dan dekongestan oral dimaksud untuk mengatasi obstruksi
hidung yang tidak dipengaruhi oleh antihistamin.1,2,15
4. Kortikosteroid Intranasal
Preparat kortikosteroid dipilih pada rhinitis dengan derajat ringan yang
menetap atau pada rhinitis dengan derajat sedang-berat. Kortikosteroid
intranasal ini bisa digunakan baik sebagai kombinasi dengan oral
antihistamin atau digunakan sebagai terapi tunggal. Kortikosteroid
berfungsi untuk mengurangi respon epitel hidung terhadap alergen
dengan cara mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung,
mencegah pengeluaran protein sitotoksik dari eosinofil, mengurangi
aktivitas limfosit dan mencegah bocornya plasma. Penggunaan
kortikosteroid intranasal yang benar dan teratur dapat mengurangi
inflamasi mukosa dan memperbaiki kelainan mukosa. Selain itu,
kortikosteroid intranasal juga menunjukan dapat memperbaiki gejala
pada mata dan gejala pada saluran nafas bagian bawah.1,6
Kortikosteroid intranasal yang biasanya digunakan adalah
beclomethasone, fluticasone propionate, triamnicolone acetonide, dan
budesonide. Cara pemakaian yang baik adalah sebagai profilaksis dan
oleh karena efeknya akan terlihat dalam beberapa hari, maka
kortikosteroid harus digunakan secara teratur.6
12
Efek samping penggunaan kortikosteroid intranasal adalah iritasi, atropi
mukosa, tumbuh jamur dan stinging. Penggunaan kortikosteroid yang
benar dapat mengurangi resiko efek samping tersebut. Penggunaan
beclomethason diketahui dapat menghambat pertumbuhan pada anak-
anak apabila dibandingkan dengan placebo.6,15
5. Antagonis Reseptor Leukotriene (LTRAs)
Penggunaan LTRA seperti montelukast dan zafirlukast dalam pengobatan
rhinitis alergi dapat menurunkan gejala secara efektif, namun tidak
sebaik penggunaan kortikosteroid intranasal.6
Pilihan LTRA harus dipertimbangkan ketika terapi menggunakan
antihistamin oral dan kortikosteroid intranasal tidak menunjukan
perbaikan gejala. Apabila terapi kombinasi dengan ketiganya tetap tidak
bisa memperbaiki gejala, harus dipikirkan pengobatan dengan
menggunakan immunoterapi.6
6. Stabiliser Sel Mastosit
Sodium kromoglikat tersedia sebagai obat untuk rinitis alergi dari
golongan obat stabilisasi sel mastosit. Obat ini akan menstabilkan
membrane sel mastosit pada mukosa hidung, menurunkan potensinya
untuk degranulasi dan melepaskan histamin ke mukosa. Penggunaan obat
ini sebaiknya sebelum terkena paparan alergen karena obat ini tidak
efektif setelah sel mastosit terdegranulasi.2
7. Antikolinergik Topikal
Perangsangan saraf parasimpatis menyebabkan vasodilatasi dan sekresi
kelenjar. Antikolinergik menghambat aksi asetilkolin pada reseptor
muskarinik sehingga mengurangi volume sekresi kelenjar dan
vasodilatasi. Preparat antikolinergik topikal yang paling sering digunakan
yaitu ipatropium bromide nasal spray. Efek utamanya adalah mengatasi
rinore.2,15
8. Anti-IgE
13
Anti-IgE merupakan salah satu obat baru untuk mengobati rinitis alergi.
Obat ini diadministrasikan secara subkutan dan secara dramatis
menurunkan jumlah IgE bebas sehingga dapat mengatasi reaksi alergi. 2
9. Imunoterapi
Cara pengobatan ini dilakukan pada pasien alergi inhalan dengan gejala
yang berat dan sudah berlangsung lama serta apabila cara pengobatan
medikamentosa tidak memberikan hasil yang memuaskan. Tujuan dari
imunoterapi adalah pembentukan IgG blocking antibody dan penurunan
IgE. Imunoterapi dilakukan dengan cara mengadministrasikan sejumlah
kecil antigen secara subkutan untuk menurunkan responsivitas terhadap
antigen. Manfaat yang didapat tidak didapat secara cepat tetapi dalam
beberapa bulan pengobatan. Lama pengobatan yang dianjurkan untuk
dapat memperoleh manfaat yang diharapkan yaitu antara 3 sampai 5
tahun.1,2
10. Pembedahan
Pembedahan yang dilakukan untuk mengatasi komplikasi yang
ditimbulkan oleh rinitis alergi seperti polip hidung, sinusitis, otitis media,
dan hipertropi konka. Contoh pembedahan yaitu tindakan konkotomi
parsial (pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasti, inferior
turbinoplasty, dan polipektomi.1,2
2.9 Diagnosis Banding
1. Rinitis Akut
Rinitis akut adalah radang akut pada mukosa hidung yang disebabkan
oleh infeksi virus atau bakteri. Infeksi virus dapat menyebabkan
obstruksi hidung, rinore yang jernih dan bersin.13 Virus yang sering
menyebabkan rinitis akut yaitu rinovirus, virus influenza, dan adenovirus.
Gejala yang menyertai biasanya demam, kelemahan, sakit kepala dan
nafsu makan berkurang. Keluhan ini jarang terjadi pada rinitis alergi.
Bila sumber infeksinya dari bakteri, gejala khas yang muncul berupa
14
sekret hidung yang purulen, mukosa hiperemi dan pada pemeriksaan
sitologi sekret hidung ditemukan sel-sel PMN.
2. Rinitis Vasomotor
Rinitis vasomotor merupakan gangguan fungsi fisiologis lapisan mukosa
hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas saraf
parasimpatis.13 Dari anamnesis keluhan pasien biasanya hidung berair
disertai rasa gatal pada mata dan bersin-bersin. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan edema mukosa dan konka yang berwarna merah, tetapi pada
rinitis vasomotor sering ditemukan sekret yang mukoid.
3. Rinitis Medikamentosa
Rinitis medikamentosa adalah suatu kelainan pada hidung, berupa
gangguan respon normal vasomotor, karena pemakaian vasokontriktor
lokal dalam waktu lama dan berlebihan sehingga menyebabkan sumbatan
hidung yang menetap.h Dari anamnesis ditemukan adanya riwayat
pemakaian obat vasokontriktor topikal dalam waktu yang lama. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan edema konka yang tidak berkurang kalau
diberikan adrenalin dan sekret hidung yang berlebihan.
4. Sinusitis
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus pranasal.13
Penyebab utamanya adalah selesma (common cold) yang merupakan
infeksi virus, diikuti oleh infeksi bakteri. Dari anamnesis keluhan pasien
biasanya nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen yang seringkali
turun ke tenggorok (post nasal drip). Keluhan nyeri atau rasa tekanan
juga terkadang terasa di tempat lain (reffered pain). Pada pemeriksaan
fisik ditemukan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya pus di meatus
medius atau di meatus superior.1
2.10 Komplikasi
1. Polip
15
Polip antrokoanal terisolasi sebenarnya sering disebabkan oleh infeksi,
namun sekitar sepertiga kejadian polip berkaitan dengan alergi akibat
inhalan. Pasien dengan polip seharusnya dilakukan skrining untuk alergi.2
2. Rinosinusitis
Rinosinusitis adalah penyakit peradangan mukosa yang melapisi lubang
hidung dan sinus pranasal. Penyakit ini sekarang lebih sering disebut
daripada sinusitis sendiri karena gejala rinitis dan sinusitis bisanya
berkaitan (one airway disease). Penderita sinusitis biasanya juga
menderita rinitis. Hal ini dikarenakan membran mukosa hidung dan sinus
secara embriologi berhubungan satu sama lain. Disini dapat dilihat
penyakit di salah satu bagian nafas akan berkembang ke daerah lainnya.
Gejala utama rinosinusitis diantaranya nyeri/rasa berat di daerah wajah,
hidung buntu, adanya post nasal drip atau ingus yang purulen,
hiposmia/anosmia serta sakit kepala.1,16
3. Otitis Media
Beberapa faktor terlibat dalam otitis media rekuren dan efusi persisten,
termasuk obstruksi tuba eustasius fungsional oleh karena infeksi atau
alergi.1,2
16
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS
Nama : Ny. ND
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 49 tahun
Alamat : Br. Kaja Kerobokan
No. RM : 01542145
Tanggal Pemeriksaan : 3 – 5 – 2014
3.2 ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)
Keluhan Utama :
Bersin-bersin terus menerus sejak 2 tahun yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poliklinik THT karena bersin-bersin terus menerus setiap
hari sejak 2 tahun yang lalu. Setiap bersin dapat mencapai 5-6 kali. Bersin
didapatkan pada waktu yang tidak menentu, baik pagi siang ataupun malam.
Bersin meningkat apabila terpapar debu, bau parfum, dan dingin. Bersin
didapatkan selama 3-4 hari dalam 1 minggu. Keluhan juga disertai dengan
pilek, hidung tersumbat, dan rasa gatal pada hidung. Pilek dengan cairan
berwarna bening, encer, dan banyak, namun tidak berbau. Terkadang sampai
dengan hidung tersumbat. Pasien juga sering merasakan gatal pada hidung,
dan kemudian menggaruk hidung dengan menggunakan punggung tangan.
Keluhan pada pasien tidak mengganggu aktivitas, karena pasien masih dapat
bekerja pada siang hari. Keluhan tidak disertai dengan batuk, nyeri tenggorok,
nyeri kepala dan penurunan fungsi pendengaran.
17
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien belum pernah mengalami keluhan hal yang sama sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Anak laki-laki pasien mengalami keluhan yang sama.
Riwayat Alergi :
Pasien memiliki alergi terhadap debu, parfum, dan udara yang dingin. Alergi
terhadap makanan, dan obat-obatan, disangkal.
Riwayat Pengobatan :
Sebelumnya pasien hanya mengobati keluhan hanya dengan menggunakan
obat yang dibeli pasien di apotek tanpa resep dokter.
Riwayat Sosial:
Pasien bekerja sebagai akuntan di salah satu hotel di daerah Seminyak. Di
lingkungan kerjanya, pasien mengatakan terdapat banyak debu. Pasien juga
mengatakan lingkungan kerjanya menggunakan AC dengan suhu yang cukup
dingin.
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : 130/90
Pernafasan : 20 x/ menit
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,7
VAS : 0
18
Mata : Anemis (-/-), ikterus (-/-), refleks pupil (+/+) diameter 3/3mm
isokor
Leher : PKBG (-/-)
Cor : S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-), besar : normal
Pulmo : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Hepar/lien: tidak teraba
Status Lokalis THT
Telinga
Status Kanan Kiri
Daun Telinga Normal Normal
Liang Telinga Lapang Lapang
Discharge - -
Membran TimpaniIntak, refleks cahaya (+),
hiperemi (-)
Intak, refleks cahaya (+),
hiperemi (-)
Tumor - -
Mastoid Normal Normal
Tes Pendengaran
Weber Tidak dievaluasi
Schwabach Tidak dievaluasi
Rinne Tidak dievaluasi
Hidung
Status Kanan Kiri
Hidung Luar Normal Normal
Kavum Nasi Menyempit Menyempit
Septum Deviasi (-) Deviasi (-)
Discharge - -
Mukosa hiperemis hiperemis
Tumor - -
Konka Kongesti kongesti
19
Sinus Normal Normal
Koana Normal Normal
Tenggorokan
Status Kanan Kiri
Tonsil T1 T1
Mukosa Merah muda
Dispneu -
Sianosis -
Stridor -
Suara Normal
Dinding belakang Post-nasal drip (-)
Laring
Status Kanan Kiri
Epiglotis Tidak dievaluasi
Plika Vokalis Tidak dievaluasi
Aritenoid Tidak dievaluasi
Plika Ventrikularis Tidak dievaluasi
Rimaglotis Tidak dievaluasi
3.4 RESUME
Pasien datang ke poliklinik THT karena bersin-bersin terus menerus
setiap hari sejak 2 tahun yang lalu. Setiap bersin dapat mencapai 5-6 kali.
Bersin didapatkan pada waktu yang tidak menentu, baik pagi siang ataupun
malam. Bersin meningkat apabila terpapar debu, bau parfum, dan dingin.
Bersin didapatkan selama 3-4 hari dalam 1 minggu. Keluhan juga disertai
dengan pilek, hidung tersumbat, dan rasa gatal pada hidung. Pilek dengan
cairan berwarna bening, encer, dan banyak, namun tidak berbau, terkadang
sampai dengan hidung tersumbat. Pasien juga sering merasakan gatal pada
hidung, dan kemudian menggaruk hidung dengan menggunakan punggung
tangan. Keluhan pada pasien tidak mengganggu aktivitas, karena pasien masih
20
dapat bekerja pada siang hari. Keluhan tidak disertai dengan batuk, nyeri
tenggorok, nyeri kepala dan penurunan fungsi pendengaran.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan koana nasalis sinistra & dekstra
menyempit, dan hiperemis pada konka nasalis inferior sinistra & dekstra.
3.5 DIAGNOSIS BANDING
Suspek Rhinitis Alergika
Rhinitis Sinusitis
Influenza
3.6 DIAGNOSIS KERJA
Suspek Rhinitis Alergika
3.7 PENATALAKSANAAN
Diagnosis
a. Tes Alergi (Skin Prick Test)
Non- Medikamentosa
a. KIE nenghindari allergen penyebab, dengan menggunakan masker saat
bekerja dan berkendara
Medikamentosa
a. Antihistamin H2 : Lorantadin 1 x 1
b. Dekongestan : Pseudoefedrin 3 x 1
3.8 PROGNOSIS
Ad vitam : dubius ad bonam
Ad fungsionam : dubius ad bonam
21
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus kali ini, seorang pasien perempuan berusia 49 tahun, beragama
Hindu, dan bekerja sebagai pegawai swasta datang Pasien datang ke poliklinik
THT karena bersin-bersin terus menerus setiap hari sejak 2 tahun yang lalu. Setiap
bersin dapat mencapai 5-6 kali. Bersin didapatkan pada waktu yang tidak
menentu, baik pagi siang ataupun malam. Bersin meningkat apabila terpapar debu,
bau parfum, dan dingin. Bersin didapatkan selama 3-4 hari dalam 1 minggu.
Keluhan juga disertai dengan pilek, hidung tersumbat, dan rasa gatal pada hidung.
Pilek dengan cairan berwarna bening, encer, dan banyak, namun tidak berbau.
Terkadang sampai dengan hidung tersumbat. Pasien juga sering merasakan gatal
pada hidung, dan kemudian menggaruk hidung dengan menggunakan punggung
tangan. Keluhan pada pasien tidak mengganggu aktivitas, karena pasien masih
dapat bekerja pada siang hari. Keluhan tidak disertai dengan batuk, nyeri
tenggorok, nyeri kepala dan penurunan fungsi pendengaran.
Pasien belum pernah mengalami keluhan hal yang sama sebelumnya. Anak laki-
laki pasien mengalami keluhan yang sama. Pasien memiliki alergi terhadap debu,
parfum, dan udara yang dingin. Alergi terhadap makanan, dan obat-obatan,
disangkal. Sebelumnya pasien hanya mengobati keluhan hanya dengan
menggunakan obat yang dibeli pasien di apotek tanpa resep dokter. Pasien bekerja
sebagai akuntan di salah satu hotel di daerah Seminyak. Di lingkungan kerjanya,
pasien mengatakan terdapat banyak debu. Pasien juga mengatakan lingkungan
kerjanya menggunakan AC dengan suhu yang cukup dingin.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini meliputi pemeriksaan tanda
vital, status general dan THT. Pada pemeriksaan fisik tidak terdapat
keabnormalan pada tanda vital dan status general pasien. Pada status THT, hasil
pemeriksaan telinga dalam batas normal. Pemeriksaan hidung ditemukan konka
yang mengalami kongesti di kedua sisi serta mukosa hidung yang tampak
hiperemis pada kedua rongga hidung. Pada pemeriksaan tenggorok didapatkan
mukosa yang merah muda tanpa disertai pembesaran tonsil. Hasil pemeriksaan
fisik yang didapatkan memperkuat diagnosis rinitis alergi.
22
Dalam penatalaksanaan pasien dengan rinitis alergi diperlukan pendekatan yang
komprehensif dalam meninjau permasalahan yang dialami oleh pasien. Selain
mencari tanda-tanda dan gejala penyakit yang diderita, diperlukan juga
penelusuran dan pemahaman terhadap kehidupan pribadi pasien seperti kondisi
tempat tinggal dan lingkungan kerja berhubung pasien bekerja sebagai pegawai
swasta. Dalam kasus ini, selain kondisi rumah yang kurang bersih, kondisi
lingkungan tempat pasien bekerja yang dikatakan oleh pasien berdebu, serta
kondisi tempat kerja yang dingin, dan bau-bauan dari parfum bukan tidak
mungkin merupakan salah satu faktor pencetus terjadinya reaksi alergi pada
pasien sehingga komunikasi, informasi, dan edukasi pada pasien mengenai
penyakitnya dan faktor-faktor pencetusnya disini sangatlah penting. Pasien
dihimbau untuk menjauhi faktor pencetus alergi yang dalam hal ini adalah debu,
udara dingin dan bau-bauan dari parfum. Pasien juga harus menjaga perilaku
hidup sehat seperti rajin berolahraga, makan makanan bergizi, dan istirahat yang
cukup. Pasien ianjurkan melakukan tes alergi untuk mengetahui penyebab pasti
dari pencetus dari penyakit yang dialami pasien. Pasien juga diwajibkan untuk
melakukan control berkala untuk memantau kemajuan pengobatan. Prognosis
pada penderita ini adalah ad vitam : dubius ad bonam dan ad functionam : dubius
ad bonam
23
BAB V
SIMPULAN
Rinitis alergi adalah peradangan atau inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi
pada pasien atopik yang sebelumnya telah tersensitisasi dengan alergen yang
sama. Rinitis alergi merupakan kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin,
rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang
diperantarai oleh IgE. Pada pasien atopik, terjadi pelepasan suatu mediator kimia
ketika terjadi paparan ulang dengan alergen spesifik tersebut. Angka kejadian
rinitis alergi cukup sering terjadi, baik di Indonesia maupun luar negeri.
Gambaran klinik rinitis alergi meliputi empat gejala klasik, yaitu bersin, hidung
gatal, rinore, dan kongesti hidung, serta gejala-gejala lainnya, baik nasal maupun
non-nasal. Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Prinsip manajemen rinitis alergi adalah
mencegah kejadian rinitis dan menghilangkan gejala serta penyebab rinitis alergi.
Terapi non-farmakologis dapat berupa saran untuk menjaga kondisi tubuh dengan
baik serta sebisa mungkin menjauhkan diri dari faktor pencetus ataupun penyebab
penyakit. Terapi farmakologis diberikan untuk mengatasi gejala yang ditimbulkan
rinitis alergi, sedangkan tindakan operasi kadang diperlukan untuk mengatasi
komplikasi yang terjadi.
24
top related