laporan pendahuluan halusinasi
Post on 20-Jan-2016
142 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
PENDENGARAN
I. KASUS (MASALAH UTAMA)
Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
II. KONSEP DASAR HALUSINASI
1. Pengertian
Perubahan persepsi sensori adalah suatu keadaan di mana seseorang
mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat yang
diprakarsai secara internal atau eksternal disertai dengan pengurangan, melebih-
lebihkan, distorsi atau kelainan berespon terhadap stimulus (Stuart dan Sundeen,
1998).
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulasi yang
nyata (FKUI, 1998). Sedangkan menurut Wilson (1987), halusinasi adalah
gangguan penyerapan / persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar
yang terjadi pada sistem penginderaan di mana terjadi pada saat kesadaran
individu itu penuh atau tidak. Maksudnya rangsangan terjadi pada klien dalam
keadaan dapat menerima rangsangan dari luar tapi tidak dapat membedakan antara
rangsangan dari luar dan dari dalam individu. Dengan kata lain klien berespon
terhadap rangsangan yang tidak nyata, hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat
dibuktikan oleh orang lain.
Jadi, perubahan persepsi sensori: halusinasi adalah gangguan persepsi di mana
klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi, suatu penerapan
indera tanpa adanya rangsangan dari luar.
2. Etiologi
a. Faktor predisposisi
1) Faktor perkembangan terhambat
a) Usia sekolah (6-12 tahun) mengalami peristiwa yang tidak
menyenangkan selama sosialisasi dan kegiatan sekolah
b) Usia remaja (12-21 tahun) mengalami krisis identitas yang tidak
terselesaikan.
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
Komunikasi tertutup, tidak ada komunikasi, tidak ada kehangatan, orang
tua yang membandingkan anak-anaknya.
3) Faktor psikologis
Menutup diri, harga diri rendah, mudah kecewa dan putus asa.
4) Faktor genetik
Adanya keluarga yang menderita skizofrenia
b. Faktor presipitasi
1) Faktor social budaya
Kehilangan orang-orang yang dicintai dan lingkungan (permusuhan,
perceraian, dirawat di RS dan kematian)
2) Faktor biokimia
Stress yang mengakibatkan lepasnya dopamine atau zat halusinogenik
yang menyebabkan terjadinya halusinasi
3) Faktor psikologis
Kecemasan tinggi dan memanjang, tidak mampu mengataso masalah atau
kegagalan dalam hidup.
3. Proses terjadinya
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitasnya dan
keparahannya. Stuart dan Laraia (2001) membagi fase halusinasi dalam 4 fase
berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan
dirinya, semakin berat fase halusinasi klien, semakin berat mengalami ansietas
dan makin dikendalikan oleh halusinasinya.
Fase-fase halusinasi (Stuart dan Laraia, 2001)
a. Fase I : Comforting (ansietas sedang : halusinasi menyenangkan)
Karakteristik
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas kesepian, rasa
bersalah, takut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran menyenangkan
untuk meredakan ansietas. Individu mengenali bahwa oikiran-pikiran dan
pengalaman sensori berada dalam kendali kesadaran jika ansietas dapat
ditangani non psikotik.
Perilaku klien
Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa
suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat jika sedang
asyik sendiri, diam dan asyik sendiri.
b. Fase II : Condeming (ansietas berat : halusinasi menjadi menjijikan)
Karakteristik
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali
dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber
yang diperse[sikan. Klien mungkin mengalami dipermalukan oleh
pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain (psikotik ringan).
Perilaku pasien
Meningkatkan tanda-tanda sistem syarat otonom akibat ansietas seperti
peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah, rentang
perhatian menyempit, asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan
kemampuan membedakan halusinasi dengan realita.
c. Fase III : Controlling (ansietas berat : pengalaman sensori menjadi berkuasa)
Karakteristik
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik, klien
mungkin mengalami kesepian jika sensori halusinasi berhenti (psikotik).
Perilaku pasien
Kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti, kesukaran
berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian hanya beberapa detik
atau menit, adanya tanda-tanda fisik ansietas berat seperti : berkeringat,
tremor, tidak mampu mengikuti perintah.
d. Fase IV : Conquering (panic : umumnya menjadi melebur dengan
halusinasinya)
Karakteristik
Pengalaman sensori menjadi mengancam, jika klien mengikuti perintah
halusinasinya. Halusinasi berakhir dalam beberapa jam atau hari jika tidak
ada intervensi therapeutik (psikotik berat)
Perilaku klien
Perilaku teror akibat panik, potensi kuat suicide atau homicide, aktifirtas
fisik merefleksikan isi halusinasi seperti kekerasan, agitasi, menarik diri
atau katatonia, tidak mampu berespon terhadap perintah komplek.
4. Jenis halusinasi
Wilson dan Kneisl (1998) membagi halusinasi sebagai berikut :
a. Halusinasi dengar (Akustik, Auditorik)
Individu mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan atau
mengancam dirinya pada hal tidak ada suara di sekitarnya. Halusinasi dengar
sering terjadi pada skizoprenia.
b. Halusinasi lihat (Visual)
Individu melihat pemandangan orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada.
Halusinasi lihat sering terjadi pada gangguan mental organic (Acute organic
brain syndrome).
c. Halusinasi bau atau hirup (Olfatorik)
Halusinasi ini jarang ditemukan, individu yang mengalami halusinasi bau
mengatakan mencium bau-bauan seperti : bau bunga, bau kemenyan, bau
mayat yang tidak ada sumbernya.
d. Halusinasi kecap (Gustatorik)
Individu merasa mengecap suatu rasa di mulutnya. Halusinasi ini sering terjadi
pada seizure disorders.
e. Halusinasi raba / singgungan (Taktil)
Individu yang bersangkutan merasa binatang merayap pada kulitnya. Bila
rabaan ini merupakan rangsangan seksual maka halusinasi ini disebut
halusinasi haptik.
f. Halusinasi Chenes Thetik
Individu merasakan fungsi tubuhnya seperti aliran darah di vena atau arteri.
g. Halusinasi Kinestetik
Individu merasakan pergerakan sementara individu berdiri tanpa bergerak.
5. Tanda dan Gejala
Tanda atau gejala yang muncul pada klien halusinasi adalah bicara kacau,
senyum dan tertawa sendiri, mengatakan mendengar suara-suara yang tidak jelas
dari mana sumbernya, menarik diri, mudah tersinggung, jengkel, marah, ekspresi
wajah tegang tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata.
6. Penatalaksanaan medis
a. Farmakoterapi
Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita
skizoprenia yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi
dalam dua tahu penyakit.
Neoruleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada penderita
dengan psikomotorik yang meningkat.
b. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektroda
yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan
pada skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau
injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
c. Psikoterapi dan Rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena
berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan klien kembali ke
masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong klien bergaul
dengan orang lain, klien lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya klien
tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik,
dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti therapy
modalitas.
7. Respon neurobiologis
Rentang respon neurobiologis dari keadaan respon persepsi adaptif hingga
keadaan ppersepsi maladaptive, dapat dilihat pada gambar rentang respon seperti
di bawah ini.
RENTANG RESPON NEUROBIOLOGIS
Respon adaptif Respon Maladaptif
Pemikiran logis Distorsi pikiran Kelainan
ikiran/delusi
Persepsi akurat ilusi Halusinasi
konsiten dgn pengalaman Reaksi emosional berlebihan atau kurang Ketidakmampuan
mengalami emosi
Perilaku sesuai Perilaku ganjil / tak lazim Ketidakberaturan
Hubungan social Menarik diri Isolasi sosial
III. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI
DENGAR
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan dan merupakan
proses yang sistematis untuk mengumpulkan data, menganalisa dan menentukan
diagnosa keperawatan (Depkes RI, 1991).
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenisnya.
Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda-tanda dan perilaku halusinasi,
maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui
jenis halusinasinya saja, validasi informasi tentang halusinasinya sangat
diperlukan, yang meliputi :
a. Isi halusinasi yang dialami klien
Dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar oleh klien.
b. Waktu dan frekuensi halusinasi
Dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman
halusinasi muncul, berapa kali, seminggu atau sebulan pengalaman halusinasi
itu muncul. Bila memungkinkan klien diminta menjelaskan kapan persisnya
waktu terjadi halusinasi tersebut. Informasi ini penting untuk mengidentifikasi
pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu diperhatikan saat
mengalami halusinasi.
c. Situasi pencetus halusinasi
Perwat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami klien sebelum
mengalami halusinasi, ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien
kejadian yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga
dapat mengobservasi apa yang dialami klein menjelang muncul halusinasi
untuk memvalidasi pernyataan klien.
d. Respon klien
Adapun data yang didapatkan pada klien dengan perubahan persepsi
sensori antara lain :
1) Data subyektif
Menyatakan mendengar suara-suara, tidak percaya terhadap lingkungan,
sulit tidur, tidak dapat memusatkan perhatian dan konsentrasi, merasa
berdosa, menyesal dan bingung terhadap halusinasinya, perasaan tidak
aman, merasa cemas, takut dan kadang-kadang panik, kebingungan.
2) Data obyektif
Tidak dapat membedakan hakl yang nyata dan tidak nyata,pembicaraan
kacau kadang tidak masuk akal, sulit membuat keputusan, tidak perhatian
terhadap perawatan dirinya, sering menyangkal dirinya sakit atau kurang
menyadari adanya maslah, ekspresi wajah sedih, ketakutan atau gembira,
klien tampak gelisah, insight kurang, tidak minat untuk makan.
Pohon masalah
Menurut Budi Anna Keliat (1998), pohon masalah pada perubahan persepsi
sensori sebagai berikut :
Resiko kekerasan terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi Pendengaran
Kerusakan interaksi sosial
Harga diri rendah kronis
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul dari pohon masalah di atas
adalah:
a. Resiko kekerasan terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b. Ganguuan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran
c. Kerusakan interaksi sosial
d. Harga diri rendah kronis
3. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa keperawatan : Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
TUM :
Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya
TUK :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan kriteria hasil:
- Ekspresi wajah bersahabat
- Menunjukkan rasa senang
- Ada kontak mata, mau berjabat tangan
- Mau menyebutkan nama, menjawab salam
- Klien mau duduk berdampingan dengan perawat
- Mau mengutarakan masalah yang dihadapi
Intervensi :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
f. Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien
g. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya
h. Dengarkan ungkapan klien dengan sikap empati
2. Klien dapat mengenal halusinasinya, dengan kriteria hasil :
- Klien menyebutkan isi, waktu, frekuensi, situasi dan kondisi yang
menimbulkan halusinasi
- Klien menyatakan perasaan dan responnya saat mengalami halusinasi
Intervensi
2.1 Adakan kontak sering dan singkat secara jelas dan bertahap
2.2 Observasi tingkah laku pasien terkait dengan halusinasi, jika menemukan
klien yang sedang halusinasi :
- Tanyakan apakah klien mengalami sesuatu (halusinasi)
- Jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialaminya
- Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut,
namun perawat sendiri tidak mengalaminya. (dengan nada
bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi)
- katakan bahwa klien lain yang mengalami hal yang sama
- katakan bahwa perawat akan membantu klien
Jika klien tidak sedang berhakusinasi, klasifikasi tentang adanya
pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien :
- isi, waktu, dan frekuensi (pagi, siang, sore, malam, atau sering dan
kadang-kadang)
- situasi menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi
2.3 Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan
beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
2.4 Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan
tersebut
2.5 Diskusikan tentang cara yang dilakukan selama ini untuk mengontrol
halusinasinya
3. Klien dapat mengontrol halusinasi, dengan kriteria hasil :
- Klien menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk
mengendalikan halusinasinya
- Menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi
- Memilih dan memperagakan cara mengatasi halusinasi
Intervensi:
3.1 Identifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri, dll)
3.2 Diskusikan cara dan manfaat yang digunakan klien
3.3 Diskusikan cara baru untuk memutuskan atau mengontrol timbulnya
halusinasi
3.4 Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk
mencobanya
3.5 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih
3.6 Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri
pujian
3.7 Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orietasi realita,
stimulasi persepsi.
4. Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasi, dengan kriteria
hasil :
- Keluarga menyebutkan pengertian, tanda, dan gejala, proses terjadinya
halusinasi, dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi
Intervensi :
4.1 Buat kontrak dengan keluarga (waktu, tempat dan topic)
4.2 Diskusikan dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung atau
kunjungan rumah)
- pengertian halusinasi, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya
halusinasi, cara yang tepat dilakukan klien dan keluarga untuk
memutus halusinas, obat-obatan halusinasi
- cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah (beri
kegiatan, jangan dibiarkan sendiri, bepergian bersama, memantau
obat-obatan dan cara pemberiannya untuk mengatasi halusinasinya
- beri informasi waktu control ke rumah sakit dan bagaimana cara
mencari bantuan jika halusinasi tidak dapat diatasi di rumah.
4.3 Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain
4.4 Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik, dengan kriteria hasil :
- Klien menyebutkan manfaat minum obat; kerugian tidak minum obat;
nama, warna, dosis, efek samping obat dan efek terapi.
- Mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar
- Menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter
Intervensi :
5.1 Diskusi dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat,
nama, warna, cara, dosis, efek terapi, dan efek samping penggunaan
obat.
5.2 Pantau klien saat penggunaan obat.
5.3 Beri pujian bila klien dapat menggunakan obat dengan benar
5.4 Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter
5.5 Anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi hal-
hal yang tidak diinginkan
5. Pelaksanaan
Merupakan tahap pelaksanaan rencana tindakan yang telah ditentukan dengan
maksud agar kebutuhan klien terpenuhi secara optimal dalam pelaksanaan disesuaikan
dengan rencana keperawatan dan kondisi klien.
6. Evaluasi
Evaluasi yang ingin dicapai yaitu :
a. klien dapat membina hubungan saling percaya
b. klien mengenal halusinasinya
c. klien dapat mengontrol halusinasinya
d. klien mulai dan mempertahankan hubungan dengan orang lain
e. klien mengerjakan aktivitas sehari-hari dan aktivitas yang disenangi
f. klien dapat berinteraksi di dalam kelompok
DAFTAR PUSTAKA
Hawari, D. 2001. Pendekatan Holistic pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta:EGC.
Keliat, B.A. 2005. Proses Keperawatan Keseatan Jiwa. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Mansjoer, A. 1999. Kalita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.
Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Erlangga University
Press.
Stuart, G. W. dan Sundeen, S.J. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Bangli, 24 April 2013
Pembimbing Praktek Mahasiswa
Ns. I Made Murdana, S.Kep Komang Sri Lestari
NIP. 196004101990031015 NIM. P07120011102
Mengetahui
Pembimbing Akademik
Drs. IGN. Putra, M.Kes.
NIP . 195012311971091006
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
KLIEN “PM” DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI :
HALUSINASI PENDENGARAN
DI RUANG RSI BISMA RSJ PROVINSI BALI
PADA TANGGAL 22 – 24 APRIL 2013
OLEH :
KOMANG SRI LESTARI
P07120011102
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
top related