makalah halusinasi

40
Daftar Isi Halaman Judul ....................................... Daftar Isi ..........................................1 BAB I PENDAHULUAN....................................2 A.Latar Belakang Masalah .........................2 B. Tujuan Penulisan ...............................2 C. Metode Penulisan ...............................3 D. Sistematika Penulisan ..........................3 BAB II KONSEP DASAR .................................4 A. Pengertian .....................................4 B. Klasifikasi ....................................4 C. Etiologi .......................................6 D. Patofisiologi ..................................9 E. Manifestasi Klinik ................................................ 10 F. Komplikasi ................................................ 11 G. Penatalaksanaan ................................................ 12 H. Pengkajian Fokus ................................................ 13 1

Post on 12-May-2017

293 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Daftar Isi

Halaman Judul ......................................................................................................

Daftar Isi ...............................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................2

A.Latar Belakang Masalah .............................................................................2

B. Tujuan Penulisan ......................................................................................2

C. Metode Penulisan ......................................................................................3

D. Sistematika Penulisan ...............................................................................3

BAB II KONSEP DASAR ...................................................................................4

A. Pengertian .................................................................................................4

B. Klasifikasi .................................................................................................4

C. Etiologi .....................................................................................................6

D. Patofisiologi ..............................................................................................9

E. Manifestasi Klinik ....................................................................................10

F.. .Komplikasi ................................................................................................11

G. Penatalaksanaan ........................................................................................12

H. Pengkajian Fokus ......................................................................................13

I. Pathway Keperawatan ..............................................................................18

J. Diagnosa Keperawatan .............................................................................19

K. Fokus Intervensi dan Rasional ..................................................................19

BAB III PENUTUP...............................................................................................24

A. Simpulan ...................................................................................................24

B. Saran .........................................................................................................24

Daftar Pustaka.......................................................................................................26

BAB I

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan jiwa merupakan gangguan pikiran, perasaan atau tingkah laku

sehingga menimbulkan penderitaan dan terganggunya fungsi sehari-hari.

Gangguan jiwa meskipun tidak menyebabkan kematian secara langsung tetapi

menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi individu serta beban berat

bagi keluarga (Townsend, 2002).

Salah satu bentuk gangguan jiwa yang umum terjadi adalah skizoprenia.

Sedangkan halusinasi merupakan gejala yang paling sering muncul pada pasien

skizoprenia, dimana sekitar 70% dari penderita skizoprenia mengalami

halusinasi (Mansjoer, 1999:196). Salah satu gejala psikosis yang dialami

penderita gangguan jiwa adalah halusinasi yang merupakan gangguan persepsi

dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi (Maramis,

2005).

Halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami perubahan dalam

jumlah atau pola dari stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara internal

atau eksternal) disertai dengan suatu pengurangan, berlebih-lebihan, distorsi

atau kelaianan berespon terhadap setiap stimulus (Townsend, 2006).

B. Tujuan Penulisan

Tujuan Insruksional Umum :

Mahasiswa mampu memahami dan mengaplikasikan asuhan keperawatan

gangguan jiwa Halusinasi

Tujuan Instruksional Khusus :

1. Mahasiswa mampu menjelaskan Pengertian Halusinasi

2. Mahasiswa mampu menjelaskan Etiologi Halusinasi

3. Mahasiswa mampu menjelaskan Patofisiologi Halusinasi

4. Mahasiswa mampu menjelaskan Manifestasi Klinik Halusinasi

5. Mahasiswa mampu menjelaskan Penatalaksanaan Halusinasi

6. Mahasiswa mampu menjelaskan Pengkajian Fokus Halusinasi

2

7. Mahasiswa mampu menjelaskan Pathway Keperawatan Halusinasi

8. Mahasiswa mampu merumuskan Diagnosa Keperawatan Halusinasi

9. Mahasiswa mampu menjelaskan Fokus Intervensi dan Rasional Halusinasi

C. Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode diskriptif yaitu

dengan penjabaran masalah-masalah yang ada dan menggunakan studi

kepustakaan dari literatur yang ada, baik dari perpustakaan, text book, atau dari

internet.

D. Sistematika Penulisan

Dari makalah yang kami buat, kami menggunakan sistematika yang terdiri dari

tiga bab yaitu pendahuluan, konsep dasar dan penutup. Bab I pendahuluan

yang terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penulisan, metode penulisan,

sistematika penulisan. Bab II konsep dasar yang terdiri dari pengertian

Halusinasi, etiologi Halusinasi, patofisiologi Halusinasi, manifestasi klinik

Halusinasi, penatalaksanaan Halusinasi, pengkajian fokus Halusinasi, pathway

keperawatan Halusinasi, diagnosa keperawatan Halusinasi, fokus intervensi

dan rasional Halusinasi. Bab III penutup yang terdiri dari simpulan dan daftar

pustaka.

3

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien

mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca

indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu

persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu yang

terjadi dalam kehidupan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik,

fungsional, psikopatik ataupun histerik (Maramis, 2005).

Kemudian Sunaryo (2004) menjelaskan bahwa halusinasi merupakan bentuk

kesalahan pengamatan tanpa pengamatan objektivitas penginderaan dan tidak

disertai stimulus fisik yang adekuat.

Halusinasi adalah satu persepsi yang salah oleh panca indera tanpa adanya

rangsang (stimulus) eksternal (Cook & Fontain, 1987).

Halusinasi adalah salah persepsi yang diterima pancaindera dan berasal dari

stimulus eksternal yang biasanya tidak diinterpretasikan kedalam pengalaman

(Brooker, 2005).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan halusinasi adalah suatu keadaan

dimana seseorang mengalami satu gangguan sensori persepsi terhadap

lingkungan sekitar tanpa ada stimulus luar baik secara penglihatan,

pendengaran, pengecapaan, perabaan dan penciuman.

B. Klasifikasi

Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan

karakteristik tertentu, diantaranya :

a. Halusinasi pendengaran : karakteristik ditandai dengan mendengar suara,

teruatama suara – suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang

sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan

untuk melakukan sesuatu.

4

b. Halusinasi penglihatan : karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan

dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau

panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau

menakutkan.

c. Halusinasi penghidu : karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk,

amis dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang –

kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor,

kejang dan dementia.

d. Halusinasi peraba : karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau

tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik

datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

e. Halusinasi pengecap : karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu

yang busuk, amis dan menjijikkan.

f. Halusinasi sinestetik : karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi

tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau

pembentukan urine.Cook & Fountaine (1987).

Menurut Sunaryo, (2004) jenis-jenis halusinasi yaitu :

a. Halusinasi pengelihatan (halusinasi optik):

Apa yang dilihat seolah-olah berbentuk orang, binatang, barang, atau

benda.

Apa yang dilihat seolah-olah tidak berbentuk: sinar, kilatan, atau pola

cahaya.

Apa yang dilihat seolah-olah berwarna dan tidak berwarna.

b. Halusinasi auditif/halusinasi akustik adalah halusinasi yang seolah-olah

mendengar suara manusia, suara hewan, suara mesin, suara musik, atau suara

kejadian yang dialami.

c. Halusinasi olfaktorik (halusinasi penciuman) adalah halusinasi yang

seolah-olah mencium suatu bau tertentu.

d. Halusinasi gustatorik (halusinasi pengecap) adalah halusinasi yang seolah-

olah mengecap suatu zat atau rasa tentang suatu yang dimakan.

5

e. Halusinasi taktil (halusinasi peraba) adalah halusinasi yang seolah-olah

merasa diraba-raba, disentuh, dicolek-colek, ditiup, dirambati ulat, dan disinari.

f. Halusinasi kinetik (halusinasi gerak) adalah halusinasi yang seolah-olah

badanya bergerak disebuah ruangan tertentu da merasa anggota badanya

bergerak dengan sendirinya.

g. Halusinasi viseral adalah halusinasi alat tubuh bagian dalam yang timbul

seolah-olah ada perasaan tertentu yang timbul dibagian dalam (mis: lambung

seperti ditusuk-tusuk jarum).

h. Halusinasi hipnagogik adalah persepsi sensorik bekerja yang salah yang

terdapat pada orang normal, terjadi sebelum tidur.

i. Halusinasi hipnopompik adalah persepsi bekerja yang salah, pada orang

normal, terjadi tepat sebelum tidur.

j. Halusinasi histerik adalah halusinasi yang timbul pada neurosis histerik

karena konflik emosional.

(Sunaryo, 2004)

C. Etiologi

1. Faktor Predisposisi

Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:

a. Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan

respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini

ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:

1. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang

lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,

temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.

2. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang

berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin

dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.

3. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan

terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi

6

otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral

ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil

(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh

otopsi (post-mortem).

b. Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan

kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat

mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan

kekerasan dalam rentang hidup klien.

c. Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:

kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan

kehidupan yang terisolasi disertai stress.

Menurut Yosep (2009) faktor predisposisi penyebab dari halusinasi adalah:

a. Faktor Perkembangan

Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan

kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,

mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.

b. Faktor Sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan

merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.

c. Faktor Biokimia

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress

yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan

suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress

berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.

d. Faktor Psikologis

7

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus

pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan

klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien

lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam

hayal.

e. Faktor Genetik dan Pola Asuh

Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua

skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan

bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh

pada penyakit ini.

2. Faktor Presipitasi

Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi

adalah:

a. Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur

proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam

otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif

menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.

b. Stress lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor

lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

c. Sumber koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi

stressor. (Stuart & Sundeen, 2007)

Penyebab halusinasi :

- Keadaan-keadaan emosi yang sifatnya sementara dan tidak harus

merupakan indikasi dari gangguan mental yang berat (Semiun, 2006)

- Penderita skizofrenia

- Konsumsi alcohol (Davey P. , 2005)

- Penggunaan kokain / obat-obatan terlarang (Joewana S. , 2005)

8

- Panik

- Menarik diri

- Stres berat yang mengancam ego yang lemah Townsend ( 1998 ).

D. Patofisiologi

Halusinasi pendengaran paling sering terdapat pada klien Skizoprenia.

Halusinasi terjadi pada klien Skizopreniadan gangguan manik. Halusinasi

dapat timbul pada Skizoprenia dan pada psikosa fungsional yang lain, pada

sindroma otak organik, epilepsi ( sebagai aura ), nerosa histerik, intoksinasi

atropin atau kecubung, zat halusinogenik dan pada deprivasi sensorik,

(Maramis, 2005).

Menurut Barbara (1997), klien yang mendengar suara-suara misalnya suara

Tuhan, iblis atau yang lain. Halusinasi yang dialami berupa dua suara atau

lebih yang mengomentari tingkah laku atau pikiran klien. Suara-suara yang

terdengar dapat berupa perintah untuk bunuh diri atau atau membunuh orang

lain.

• Proses terjadinya halusinasi

Halusinasi berkembang melalui empat fase (Haber, dkk, 1982. hal. 607-608)

1. Fase pertama

Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stres, perasaan yang terpisah,

kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokuskan pikiran pada hal yang

menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stres. Cara ini menolong

sementara. Klien masih dapat mengontrol kesadarannya dan mengenal

pikirannnya namun intensitas persepsi meningkat.

2. Fase kedua

Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan

eksternal, klien berada pada tingkat listening pada halusinasi. Pemikiran

internal menjadi menonjol seperti gambaran suara dan sensasi. Halusinasi

dapat meruopa bisikan yang tidak jelas. Klien takut apabila orang lain

mendsengar, klien merasa tidak mampu mengontrolnmya. Klien membuat

9

jarak anatara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah

halusinasi datang dari orang lain atau tempat lain.

3. Fase ketiga

Halusinasi lebih menonjol, mengusai dan mengontrol. Klien menjadi terbiasa

dan tidak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan

rasa aman yang sementara.

4. Fase keempat

Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepasakan diri dariu kontrol

halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi

mengancam, memerintah dan memarahi. Klien tidak dapat berhubungan

dengan orang lain karena terlaslu sibuk dengan halusinasinya. Klien mungkin

berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu yang singkat, beberap a

jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.

E. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala dari halusinasi menurut Budi Anna Keliat, (2006) yaitu:

1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri

2. Menarik diri dan menghindar dari orang lain

3. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata

4. Tidak dapat memusatkan perhatian

5. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya),

takut

6. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung

Tanda gejala lain menurut Rasmun,(2001) adalah :

Tahap I

a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai

b. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara

c. Gerakan mata yang cepat

d. Respon verbal yang lambat

e. Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan

10

Tahap II

a. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya

peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah

b. Penyempitan kemampuan konsenstrasi

c. Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan

untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.

Tahap III

a. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya

daripada menolaknya

b. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain

c. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik

d. Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan

untuk mengikuti petunjuk

Tahap IV

a. Prilaku menyerang teror seperti panik

b. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain

c. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi,

menarik diri atau katatonik

d. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks

e. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu oran

(Rasmun, 2001)

F. Komplikasi

Dampak dari gangguan sensori persepsi : Halusinasi ( Stuart and Laraia, 2005)

a. Risiko perilaku kekerasan

Hal ini terjadi bahwa klien dengan halusinasinya cenderung untuk marah-

marah dan mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

b. Isolasi sosial

Hal ini terjadi karena prilaku klien yang sering marah-marah dan risiko

prilaku kekerasan maka lingkungan akan menjauh dan mengisolasi.

11

c. Harga diri rendah

Hal ini terjadi karena klien menjauhi dan mengisolasi dari lingkungan klien

beranggapan dirinya merasa tidak berguna dan tidak mampu.

d. Defisit perawatan diri : kebersihan diri

Hal ini terjadi karena klien mersa tidak berguna dan tidak mampu sehingga

klien mengalami penurunan motivasi dalam hal kebersihan dirinya.

Gail W. Stuart & Laraia(2005),

Principles and practice of psychiatric Nursing,

Edition 8.Missouri : Mosby. Years Book

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan menurut Videbeck, (2008) kepda penderita halusinasi yaitu:

1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik untuk mengurangi tingkat

kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya

pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar

terjadi kontak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien

jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke

kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila

akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu

tindakan yang akan di lakukan.

2. Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang

perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas,

misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.

3. Melaksanakan program terapi dokter

Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan

rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara

persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan

betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.

4. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada

Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali

masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta

12

membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat

melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan

pasien.

5. Memberi aktivitas pada pasien misalnya pasien di ajak mengaktifkan diri

untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau

melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke

kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak

menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.

6. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan. Keluarga

pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada

kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya

dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering

mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya

suara-suara itu tidak terdengar jelas.

7. Sebaiknya perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan

menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini

hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak

membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.

(Videbeck, 2008).

H. Pengkajian Fokus

1)   Pengkajian Primer

Isi pengkajian primer meliputi :

a)    Identitas klien

Nama, umur, tanggal masuk, tanggal pengkajian, informan, No. RM.

b)   Keluhan utama/alasan masuk

Apa penyebab klien masuk RS, apa yang telah dilakukan untuk

mengatasi masalah klien dan bagaimana hasilnya.

13

c)    Faktor predisposisi

1.    Apakah    klien    pernah   mengalami   gangguan   jiwa   dimasa  

lalu.

2.    Pengobatan yang pernah dilakukan, riwayat penganiayaan fisik,

seksual, penolakan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal,

baik itu dilakukan, dialami, disaksikan oleh klien, apakah ada anggota

keluarga yang mengalami gangguan jiwa, pengalaman yang tidak

menyenangkan.

d)   Aspek fisik / biologis

Ukur tanda vital, TB, BB. Tanyakan apakah ada keluhan fisik yang

dirasakan.

e)    Aspek psikososial

1.    Genogram

Pembuatan genogram minimal 3 generasi yang menggambarkan

hubungan klien dengan keluarga, masalah yang terkait dengan

komunikasi, pengambilan keputusan, pola asuh, pertumbuhan individu

dan keluarga.

2.    Konsep diri

a)   Citra tubuh

Tanyakan dan observasi tentang persepsi klien terhadap tubuhnya,

bagian yang disukai dan tidak disukai.

b)    Identitas diri

Tanyakan dan observasi tentang status dan posisi klien sebelum

dirawat, kepuasan terhadap status dan sebagai laki-laki atau

perempuan.

c)   Peran

Tanyakan tugas yang diemban dalam keluarga, kelompok,

masyarakat dan kemampuan klien melaksanakannya.

d)  Ideal diri

Tanyakan harapan terhadap tubuh klien, posisi, status, tugas/peran.

e)   Harga  diri

14

Tanyakan dan nilai melalui observasi lingkungan hubungan klien

dengan orang lain sesuai dengan   kondisi nomor 2 (a), (b), (c) dan

penilaian/penghargaan orang lain terhadap diri dan kehidupan

klien.

3.    Hubungan sosial

Tanyakan siapa orang terdekat dalam kehidupan klien, kegiatan di

masyarakat.

4.    Spiritual

Tanyakan nilai dan keyakinan serta kegiatan ibadah klien.

5.    Status mental

a. Penampilan: penggunaan dan ketepatan cara berpakaian.

b. Pembicaraan: cepat, keras, gagap, membisu, apatis, lambat,

inkoheren, atau tidak dapat memulai pembicaraan.

c. Aktivitas motorik: nampak adanya kegelisahan, kelesuan,

ketegangan, gelisah, agitasi, tremor, TIK, grimasum, kompulsif

d. Alam perasaan:sedih, putus asa, gembira, ketakutan, khawatir.

e. Afek: datar, tumpul, labil, tidak sesuai.

f. Interaksi selama  wawancara: bermusuhan, kooperatif / tidak,

mudah tersinggung, curiga,kontak mata kurang, defensif.

g. Persepsi : Klien mendengar suara dan bunyi yang tidak

berhubungan dengan stimulus nyata dan orang lain tidak

mendengar, kadang suara yang didengar bisa menyenangkan tetapi

kebanyakan tidak menyenangkan, menghina bisa juga perintah

untuk melakukan sesuatu yang berbahaya baik diri sendiri, orang

lain, maupun lingkungan. Biasanya terjadi pada pagi, siang, sore,

malam hari atau pada saat klien sedang sendiri.

h. Proses pikir: sirkumstansial, tangensial, kehilangan asosiasi, flight

of ideas, bloking, perseverasi.

i. Isi pikir: obsesi, phobia, hipokondria, depersonalisasi, waham,

pikiran magis, ide yang terkait.

15

j. Tingkat kesadaran: orientasi orang, waktu, tempat jelas, bingung,

sedasi, stupor.

k. Memori: apakah klien mengalami gangguan daya ingat jangka

panjang, jangka pendek, saat ini, ataupun konfabulasi.

l. Kemampuan penilaian; berikan pilihan tindakan yang sederhana. 

apakah klien membuat keputusan atau harus dibantu.

m. Daya tilik diri: apakah klien menerima atau mengingkari

penyakitnya, menyalahkan orang lain atas penyakitnya.

n. Kebutuhan persiapan pulang

6.    Mekanisme koping

Tanyakan tentang koping klien dalam mengatasi masalah baik yang

adaptif maupun yang maladaptif.

7.    Masalah psikososial dan lingkungan

Apakah ada masalah dengan dukungan kelompok, lingkungan,

pendidikan, pekerjaan, perumahan, ekonomi, dan pelayanan

kesehatan.

8.    Pengetahuan

Mengkaji kurang pengetahuan klien tentang penyakit jiwa, faktor

presipitasi, koping, sistem pendukung, penyakit fisik, obat-obatan.

9.    Aspek medik

Tuliskan diagnosa medik klien, tulis obat-obatan klien.

2)   Pengkajian Sekunder

a)    Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)

1.    Tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernapasan dan tekanan darah)

2.    Berat badan

3.    Tinggi badan

4.    Keluhan fisik yang dirasakan pasien

b)   Pemeriksaan Penunjang

1. Hospitalisasi perawatan rumah sakit

2. Pemberian obat-obatan seperti halkoperidol, cpz, diazepam,

amitriptylin, dan lain-lain

16

3. Terapi ECT, merupakan kejang listrik dan pengobatan fisik dengan

mengunakan arus listrik antara 70-150 volt

4. Psikotrapi (menurut Dadang Hawari,2001)

a. Psikoanalisa psikoterapi

Tujuan psikoterapi

- Menurukan rasa takut klien

- Mengembalikan proses pikiran yang luhur

b. Psikoterapi Re-edukatif memberikan pendidikan ulang yang

maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu dan

juga mengubah pola pendidikan yang lama dengan yang baru

sehingga penderita lebih adaftif dengan dunia luar.

c. Psikoterapi rekonstruktif memperbaiki kembali (re-konstruksi)

kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi kepribadian

yang utuh seperti semula sebelum sakit.

d. Psikoterapi Kognetif : memulihkan kembali fungsi kognitif ( daya

pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu

membedakan nilai-nilai moral etika, mana yang baik dan yang

buruk, yang boleh dan tidak.

e. Psikoterapi Psiko-dinamik : menganalisa dan menguraikan proses

dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit

dan upaya untuk mencari jalan keluarnya.

f. Psikoterapi Perilaku : memulihkan ganguan perilaku yang

terganggu (maladaptife) menjadi perilaku yang adaptif (mampu

menyesuaikan diri).

g. Psikoterapi keluarga ; memulihkan hubungan penderita dengan

keluarganya.

h. Terapi psikososial : dimaksudkan penderita agar mampu kembali

beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu

merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain

sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat.

17

i. Terapi Psikoreligius : dimaksudkan agar keyakinan atau keimanan

penderita dapat di pulihkan kembali.

3)   Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk RS (apa yang terjadi)

4)   Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu,

pengobatan yang pernah dilakukan, riwayat penganiayaan fisik, seksual,

penolakan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal, baik itu

dilakukan, dialami, disaksikan oleh klien, pengalaman yang tidak

menyenangkan yang pernah dialami.

5)   Riwayat Penyakit Keluarga

Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang

lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetik maupun tidak, apakah

ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.

I. Pohon Masalah

Pohon Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi (Keliat, 2005)

18

Resiko tinggi perilaku kekerasan

Perubahan persepsi sensori : halusinasi

Isolasi sosial : Menarik diri

J. Diagnosa Keperawatan

Menurut Stuart dan Laraia yang dikutip oleh Keliat (2005) diagnosa

keperawatan adalah identifikasi atau penilaian terhadap pola respons klien baik

aktual maupun potensial.

Adapun diagnosa keperawatan yang muncul klien dengan masalah utama

perubahan persepsi sensori : halusinasi menurut Yosep (2009) adalah sebagai

berikut :

1. Resiko perilaku kekerasan.

2. Perubahan persepsi sensori : halusinasi

3. Isolasi sosial : Menarik diri

K. Fokus Intervensi dan Rasional

Diagnoasa 1:

Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain : halusinasi

Tujuan : Tidak terjadi perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain.

Kriteria Hasil :

a. Pasien dapat mengungkapkan perasaannya dalam keadaan saat ini secara

verbal.

b. Pasien dapat menyebutkan tindakan yang biasa dilakukan saat halusinasi,

cara memutuskan halusinasi dan melaksanakan cara yang efektif bagi pasien

untuk digunakan

c. Pasien dapat menggunakan keluarga pasien untuk mengontrol halusinasi

dengan cara sering berinteraksi dengan keluarga.

Intervensi :

a. Bina Hubungan saling percaya

b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.

c. Dengarkan ungkapan klien dengan empati

d. Adakan kontak secara singkat tetapi sering secara bertahap (waktu

disesuaikan dengan kondisi klien).

e. Observasi tingkah laku : verbal dan non verbal yang berhubungan dengan

halusinasi.

19

f. Jelaskan pada klien tanda-tanda halusinasi dengan menggambarkan tingkah

laku halusinasi.

g. Identifikasi bersama klien situasi yang menimbulkan dan tidak

menimbulkan halusinasi, isi, waktu, frekuensi.

h. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya saat alami

halusinasi.

i. Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan bila sedang mengalami

halusinasi.

j. Diskusikan cara-cara memutuskan halusinasi

k. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan cara memutuskan

halusinasi yang sesuai dengan klien.

l. Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok

m. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga ketika mengalami halusinasi.

n. Diskusikan dengan klien tentang manfaat obat untuk mengontrol halusinasi.

o. Bantu klien menggunakan obat secara benar.

Diagnosa 2:

Perubahan persepsi sensorik : halusinasi berhubungan dengan menarik diri

Tujuan : Klien mampu mengontrol halusinasinya

Kriteria Hasil :

a. Pasien dapat dan mau berjabat tangan.

b. Pasien mau menyebutkan nama, mau memanggil nama perawat dan mau

duduk bersama.

c. dapat menyebutkan penyebab klien menarik diri.

d. Pasien mau berhubungan dengan orang lain.

e. Setelah dilakukan kunjungan rumah klien dapat berhubungan secara

bertahap dengan keluarga

Intervensi :

a. Bina hubungan saling percaya.

b. Buat kontrak dengan klien.

c. Lakukan perkenalan.

20

- Panggil nama kesukaan.

- Ajak pasien bercakap-cakap dengan ramah.

d. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya,

serta beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaan penyebab pasien

tidak mau bergaul/menarik diri.

e. Jelaskan pada klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta yang

mungkin jadi penyebab.

f. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaan.

g. Diskusikan tentang keuntungan dari berhubungan.

h. Perlahan-lahan serta pasien dalam kegiatan ruangan dengan melalui tahap-

tahap yang ditentukan.

i. Beri pujian atas keberhasilan yang telah dicapai.

j. Anjurkan pasien mengevaluasi secara mandiri manfaat dari berhubungan.

k. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan pasien mengisi waktunya.

l. Motivasi pasien dalam mengikuti aktivitas ruangan.

m. Beri pujian atas keikutsertaan dalam kegiatan ruangan.

n. Lakukan kungjungan rumah, bina hubungan saling percaya dengan

keluarga.

o. Diskusikan dengan keluarga tentang perilaku menarik diri, penyebab dan

car a keluarga menghadapi.

p. Dorong anggota keluarga untuk berkomunikasi.

q. Anjurkan anggota keluarga pasien secara rutin menengok pasien minimal

sekali seminggu.

Diagnosa 3.:

Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

Tujuan :

Pasien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.

21

Kriteria Hasil :

a. Pasien dapat menyebutkan koping yang dapat digunakan

b. Pasien dapat menyebutkan efektifitas koping yang dipergunakan

c. Pasien mampu memulai mengevaluasi diri

d. Pasien mampu membuat perencanaan yang realistik sesuai dengan

kemampuan yang ada pada dirinya

e. Pasien bertanggung jawab dalam setiap tindakan yang dilakukan sesuai

dengan rencanan

Intervensi :

a. Dorong pasien untuk menyebutkan aspek positip yang ada pada dirinya dari

segi fisik.

b. Diskusikan dengan pasien tentang harapan-harapannya.

c. Diskusikan dengan pasien keterampilannya yang menonjol selama di rumah

dan di rumah sakit.

d. Identifikasi masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh pasien

e. Diskusikan koping yang biasa digunakan oleh pasien.

f. Diskusikan strategi koping yang efektif bagi pasien.

g. Bersama pasien identifikasi stressor dan bagaimana penialian pasien

terhadap stressor.

h. Jelaskan bahwa keyakinan pasien terhadap stressor mempengaruhi pikiran

dan perilakunya.

i. Bersama pasien identifikasi keyakinan ilustrasikan tujuan yang tidak

realistic.

j. Bersama pasien identifikasi kekuatan dan sumber koping yang dimiliki

k. Tunjukkan konsep sukses dan gagal dengan persepsi yang cocok.

l. Diskusikan koping adaptif dan maladaptif.

m. Diskusikan kerugian dan akibat respon koping yang maladaptive.

n. Bantu pasien untuk mengerti bahwa hanya pasien yang dapat merubah

dirinya bukan orang lain

o. Dorong pasien untuk merumuskan perencanaan/tujuannya sendiri (bukan

perawat).

22

p. Diskusikan konsekuensi dan realitas dari perencanaan / tujuannya.

q. Bantu pasien untuk menetpkan secara jelas perubahan yang diharapkan.

r. Dorong pasien untuk memulai pengalaman baru untuk berkembang sesuai

potensi yang ada pada dirinya.

BAB III

23

PENUTUP

A. Simpulan

Setelah menyusun makalah halusinasi penulis dapat menyimpulkan bahwa

Halusinasi adalah persepsi yang timbul tanpa stimulus eksternal serta

tanpa melibatkan sumber dari luar yang meliputi semua system panca

indra.

Factor predisposisi penyebab halusinasi seperti factor perkembangan,

sosialcultural, biokimia, psikologis, genetic dan pola asuh. Sedangkan

factor prepitasi dilihat dari perilaku dari segi dimensi fisik, emosional,

intelektual, social dan spiritual.

Tipe halusinasi ada beberapa macam yaitu halusinasi dengar, halusinasi

penglihatan, halusinasi penghidu, halusinasi perabaan, halusinasi

pengecapan dan halusinasi kinestik. Sedangkan tahap terjadinya halusinasi

terdiri dari empat fase.

Tindakan dalam melakukan pengkajian klien dengan halusinasi adalah

membina hubungan saling percaya, mengkaji data objektif dan subjektif,

mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi dan mengkaji

respons terhadap halusinasi.

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien halusinasi seperti

membantu klien mengenali halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi

dengan cara menghardik halusinasi, melatih bercakap-cakap, melatih

beraktivitas, melatih menggunakan obat secara teratur dan melibatkan

keluarga dalam tindakan.

B. Saran

Penulisan makalah ini telah dapat kami selesaikan tanpa ada halangan

suatu apapun. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih

banyak kekurangan. Oleh karena itu kami membutuhkan kritik dan saran

yang membangun untuk kesempurnaan makalah dan menambah

pengetahuan kami. Sebagai perawat harus siap dan sigap untuk

memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang menderita penyakit

jantung rematik. Pemberian edukasi pada pasien dengan penyakit jantung

24

rematik harus dilakukan oleh perawat untuk mengurangi resiko terjadinya

penyakit infeksi saluran pernapasan atas.

Daftar Pustaka

25

Brooker, C. (2005). Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC.

Davey, P. (2005). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.

Davey, P. (2005). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.

Fountaine, C. &. (1987). Essentials Mental Health Nursing. Addison-wesley: Company.

Joewana, S. (2005). Gangguan mental Dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif Edisi 2. Jakarta: EGC.

Joewana, S. (2005). Gangguan mental Dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif Edisi 2. Jakarta: EGC.

Keliat, B. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Maramis, W. f. (2005). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9. Surabaya: Airlangga University Press.

Rasmun. (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintograsi dengan Keluarga. Jakarta: CV Agung Seto.

Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Kanisius.

Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Kanisius.

Stuart, G. W., & Sundeen, S. J. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Jakarta: EGC.

Sunaryo. (2004). Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC.

Townsend, M. C. (2006). Buku saku diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri: pedoman untuk pembuatan rencana perawatan Edisi 5. Jakarta: EGC.

Videbeck, S. L. (2008). Buku Ajar Keerawatan Jiwa. (E. K. Pamilih, Penyunt., K. Renata, & H. Alfrina, Penerj.). Jakarta: EGC.

Yosep, I. (2009). Keperwatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika.

26