alzheimer dis ease
DESCRIPTION
blok 17TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Alzheimer pertama kali diperkenalkan pada tahun 1907 oleh seorang
berkewarganegaraan Jerman bernama Alois Alzheimer pada wanita berusia 50 tahun dengan
gangguan memori dan waham paranoid, serta terdapat afasia yang sifatnya progresif
(Machfoed et al, 2011).
Alzheimer adalah penyakit degenerative otak yang progresif lambat. Awitannya
samar-samar dengan gejala khas berupa gangguan memori, bingung, gangguan fungsi mental,
dan berbagai gangguan fungsi kognitif (Harsono, 2011).
BAB II
ISI
Definisi
Alzheimer adalah penyakit degenerative otak yang progresif lambat. Awitannya
samar-samar dengan gejala khas berupa gangguan memori, bingung, gangguan fungsi mental,
dan berbagai gangguan fungsi kognitif (Harsono, 2011).
Epidemiologi
Alzheimer terjadi pada usia 40 tahun, tetapi paling banyak terjadi pada usia diatas 60
tahun. Alzheimer merupakan jenis demensia terbanyak. Di USA, 50-60% pasien demensia
kelompok usia diatas 60 tahun disebabkan oleh penyakit alzheimer. Frekuensi penyakit pada
pria dan wanita sama. Insidensinya mencapa 123 kasus per 100.000 penduduk. Insidensi
meningkat dengan bertambahnya anga harapan hidup (Harsono, 2011).
Etiologi
Terdapat dua faktor yang mendasari penyebab dari alzheimer, yaitu (Machfoed et al,
2011):
1. Pengaruh Genetik
Ada empat gen yang teridentifikasi dan umumnya terdapat pada alzheimer, yaitu :
Gen presenilin (PSEN1) sebagai penyebab onset dini dan kejang, klonus otot,
dan gangguan Bahasa
Gen presenelin 2( PSEN2) sebagai penyebab onset dini
Amyloid precursor protein (APP) berkaitan dengan alzheimer
Apolipoprotein E e4 (APOE e4) yang menyebabkan onset lambat dan
sporadic
2. Faktor-faktor lain
Beberapa faktor yang berkaitan dengan alzheimer antara lain lingkungan
sistemik, dan perilaku. Faktor ini juga bisa dibedakan menjadi faktor yang merugikan
dan faktor bermanfaat.
Tabel 1. Faktor-faktor yang berkaitan dengan penyakit alzheimer yaitu (Machfoed et al,
2011):
Faktor Merugikan Faktor Menguntungkan
Stroke, hipertensi, diabetes mellitus,
hiperlipidemi, merokok, penyakit
sistemik, trauma kepala
Pendidikan, pemanfaatan waktu luang
untuk aktivitas intelektual, dan olahraga
Patofisiologi
Secara maskroskopik, perubahan otak pada penyakit Alzheimer melibatkan kerusakan
berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah
intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan biokimia
pada neuron-neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya
berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada
AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan
sebagian besar terdiri dari protein “tau”. Dalam sistem saraf pusat, protein tau sebagian besar
sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan
merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi
abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak
dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama-sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke
filament heliks ganda yang sekelilingnya masing-masing terluka. Dengan kolapsnya system
transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan
akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron
yang rusak menyebabkan alzheimer (Price & Wilson, 2012).
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang
terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah
fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat pada membrane
neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi
fragmen – fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang
menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel – sel
glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat
larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta
menghasilkan radikal bebas sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan
respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor.
Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD (Price &
Wilsosn, 2012).
Manifestasi Klinis
Tahap pejalanan penyakit Alzheimer dimulai bertahap sejak masa muda. Diawali
dengan forgetfulness, berkembang menjadi mild cognitive impairement (MCI) dan akhirnya
berlanjut menjadi penyakit Alzheimeer (Machfoed et al, 2011).
Gejala forgetfulness ditandai sebagai berikut (Machfoed et al, 2011):
1. Lupa menaruh benda, lupa terhadap nama, wajah, janji, dan sebagainya.
2. Ada gangguan dalam mengingat kembali
3. Terdapat gangguan dalam mengambil kembali informasi yang tersimpan dalam
memori
4. Tidak ada gangguan dalam mengenali suatu isyarat
5. Lebih sering menjabarkan fungsi suatu benda daripada namanya
Selanjutnya, hal ini dapat berkembang menjadi MCI dengan tanda sebagai berikut
(Machfoed et al, 2011):
1. Keluhan memori yang diungkapkan penderita atau keluarganya
2. Aktivitas hidup yang sederhana tidak bermasalah
3. Aktivitas sehari-hari yang kompleks dapat terganggu
4. Fungsi kognitif masih normal
Apabila tidak segera ditangani, MCI dapat berlanjut menjadi penyakit Alzheimer.
Berdasarkan Clinical Dementia Rating Scale (CDR), Alzheimer dibagi menjadi 3 kelompok,
antara lain (Machfoed et al, 2011):
1. Mild alzheimer dengan ciri khusus kemunduran pada pekerjaan dan hubungan social,
tetapi pasien dapat mandiri. Judgment masih baik walaupun penderita mengalami
kesulitan terhadap tugas yang kompleks seperti mengurus keuangan, jadwal, dan
perencanaan belajar. Gangguan perilaku yang dapat muncul berupa apati, depresi, dan
menarik diri.
2. Moderate alzheimer ditandai dengan adanya kemunduran recent memory, orientaasi,
dan insight. Aktivitas harian mulain terganggu, seperti memakai pakaian. Gangguan
perilaku yang dapat muncul berupa agitasi, waham, gangguan pola tidur, dan suka
keluyuran.
3. Severe alzheimer ditandai dengan kemunduran bermakna pada kegiatan sehari-hari
seperti, makan, berpakaian, mandi, bahkan BAB. Komunikasi sangat terbatas.
Diagnosis
NINCDS-ADRDA telah mengklasifikasikan alzheimer disease menjadi 3 kategori
yakni
Definite : diagnosis alzheimer disease ditegakkan dengan gambaran patologis yakni
adanya deposit peptida beta amyloid, mikrogliosis, dan kehilangan neuron yang
meluas.
Probable: Demensia yang ditegakkab oleh pemeriksaan klinisa dan tercatat dengan
pemeriksaan klinis dan tercatat dengan pemeriksaan the mini mental test, Blessed
Dementia scale, atau pemeriksaan sejenis dan dikonfirmasi dngan tes neuropsikologis,
defisit pada dua area kognitif atau lebih, tidak ada gangguan kesadaran, serta tidak
adanya penyakit kelainan sistemikk pada otak yang menyebabkan defisit progresif
pada memori dan kognitif.
Possible: adanya sindrom demensia tanpa adanya gangguan neurologis psikiatrik atau
sistemik lain yang dapat menyebabkan demensia serta dibuat berdasarkan adanya
gangguan otak atau sistemik sekunder yang cukup menyebabkan demensia namun
penyebab primernya bukan penyebab demensia.
Untuk mendiagnosis AD, riwayat klinis yang didapat harus lengkap. Pemeriksaan
pada saraf dan fisik harus dilakukan pada semua pasien demensia. Gangguan panurunan
fungsi kognitif merupakan bagian pnting dari kriteria diagnostik. Penilaian terhadap fungsi
kognitif harus dilakukan pada semua pasien. Pengujian neuropsikologi kuantitatif harus
dilakukan pada pasien dengan penyakit AD awal. Penilaian fungsi kognitif harus mencakup
ukuran umum kognitif dan pengujian yang lebih rinci dari domain kognitif utama. Penilaian
BPSD (behavioral and psychological symptoms of dementia) harus dilakukan di masing-
masing pasien. Informasi harus dikumpulkan dari seorang informan menggunakan skala
penilaian yang sesuai (Hort, J et al. 2010).
Penilaian co-morbiditas penting pada pasien AD, baik pada saat diagnosis dan
sepanjang perjalanan penyakit dan harus selalu dianggap sebagai kemungkinan penyebab
BPSD. Kadar folat, vitamin B12, tiroid stimulating hormon, kalsium, glukosa, jumlah sel
darah lengkap, ginjal dan tes fungsi hati harus dievaluasi pada saat mendiagnosis (Hort, J et
al. 2010).
CT-scan dan MRI dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab yang dapat
diobati. Multislice CT-scan dan MRI koronal dapat digunakan untuk menilai atrofi pada
hippocampal untuk mendukung diagnosis klinis AD. FDG, PET dan SPECT adalah
pemeriksaan tambahan yang berguna ketika diagnosis masih diragukan. Dopaminergik
SPECT berguna untuk membedakan AD dari DLB. Menindaklanjuti dengan menggunakan
MRI berguna dalam mendokumentasikan perkembangan penyakit (Hort, J et al. 2010).
Tatalaksana
Cholinesterase inhibitor (donepezil, rivastigmine, dan galantamine) dan N-metil-d-aspartat
antagonis reseptor memantine adalah satu-satunya pengobatan untuk penyakit Alzheimer
yang telah disetujui oleh FDA (Mayeux, 2010).
Strategi Pengobatan Yang Lain
Penggunaan obat NSAID, terapi estrogen, vitamin antioksidan, atau statin dapat
digunakan untuk pencegahan penyakit Alzheimer, namun hasi dari percobaan secara acak
adalah tidak konsisten atau negatif. Demikian pula, efikasi untuk terapi komplementer
(misalnya, ginkgo biloba, asetil-L-karnitin, lesitin, huperzine A, piracetam, kurkumin,
periwinkle, dan phosphatidylserine) belum dapat dibuktikan. Pelatihan kognitif dan terapi
rehabilitasi yang digunakan untuk mengatasi hilangnya memori dan fungsi intelektual lainnya
tidak menunjukkan efek yang signifikan (Mayeux, 2010).
Manajemen Gejala Psikiatri
Gejala perilaku dan kejiwaan biasanya meningkatkan seiring dengan perkembangan
penyakit. Namun, depresi dan kecemasan sering bahkan di awal penyakit Alzheimer. Dalam
sebuah penelitian, 25% dari pasien dengan penyakit Alzheimer dilaporkan telah di diagnosis
depresi pada saat atau sebelum timbulnya gejala . serotonin- selektif reuptake inhibitor yang
umum digunakan dan trisiklik antidepresan umumnya dihindari, karena efek
antikolinergiknya dapat menyebabkan atau memperburuk gejala kebingungan pada pasien
(Mayeux, 2010).
Psikosis yang ditandai dengan halusinasi dan delusi dapat terjadi namun jarang pada
pasien dengan penyakit Alzheimer. terjadinya agitasi, delusi, halusinasi, dan iritabilitas pada
awal perjalanan penyakit juga menimbulkan kemungkinan diagnosis alternatif, seperti
dementia dengan badan Lewy. Pengobatan dengan konvensional atau agen antipsikotik
atipikal mungkin membantu, tetapi obat tersebut harus digunakan dengan hati-hati karena
efek samping yang potensial (misalnya, parkinsonisme, tanda-tanda ekstrapiramidal, sedasi,
dan kebingungan) (Mayeux, 2010)
Komplikasi
Penyakit Alzheimer memiliki banyak komplikasi, yang masing-masing dapat
menyebabkan berbagai masalah kepada pasien. Dengan demikian, penting untuk dilakukan
pengawasan yang ketat untuk penyakit ini dan tahu bagaimana memperlakukan pasien
dengan benar. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita alzheimer antara lain
(Serraro-Pozo, 2011):
1. Pneumonia
Banyak penderita alzheimer yang mengalami kesulitan menelan makanan atau cairan,
yang berpotensi dapat menyebabkan pneumonia. Ini cenderung terjadi pada tahap
akhir dari penyakit ketika mereka tidak dapat secara verbal berkomunikasi untuk
memberitahu rasa sakit atau ketidaknyamanan yang dialami.
2. Infeksi saluran kemih
Komplikasi lain yang perlu diwaspadai adalah infeksi saluran kemih. Pada staidum
sedang atau berat kejadian yang umum terjadi pada pasien alzheimer adalah
inkontinensia urin. Hal ini disebabkan karena pasien yang tidak mampu
mengendalikan kandung kemih mereka. Akibatnya, banyak orang dengan penyakit ini
terpaksa menggunakan kateter. Sementara hal ini dapat mempermudah invasi bakteri
ke tubuh mereka dan berpotensi menyebabkan infeksi saluran kemih.
3. Cedera karena jatuh
Orang dengan penyakit Alzheimer cenderung jatuh, yang dapat menyebabkan cedera
serius, seperti patah tulang atau gegar otak. Banyak orang dengan penyakit Alzheimer
harus menggunakan tongkat atau pejalan kaki, tapi karena mereka mengalami
penurunan kognitif, mereka mungkin lupa untuk menggunakan perangkat ini. Ketika
itu terjadi, mereka berpotensi dapat memiliki jatuh serius.
Prognosis
Prognosis dan harapan hidup pasien Alzheimer tergantung pada kondisi fisik dan
mental pasien. Jika tidak ada penyakit fisik pasien dapat hidup sedikit lebih lama
dibandingkan dengan beberapa masalah medis. Pneumonia dan flu adalah komplikasi penting
yang pasien Alzheimer sering mati. Alzheimer menyebabkan kegagalan sistem tubuh dan ini
menyebabkan kematian pasien (Castellani 2010).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Alzheimer adalah penyakit degenerative otak yang progresif lambat. Awitannya
samar-samar dengan gejala khas berupa gangguan memori, bingung, gangguan fungsi mental,
dan berbagai gangguan fungsi kognitif. Alzheimer paling banyak terjadi pada usia diatas 60
tahun.
Penyakit ini dipengaruhi oleh faktor genetic dan faktor lain seperti lingkungan,
perilaku, dan sistemik. Alzheimer diawali dengan gejala forgetfulness, berlanjut menjadi
MCI, dan apabila tidak segera ditangani akan menjadi penyakit alzheimer. Oleh karena itu
diperlukan tindakan yang segera agar tidak sampai timbul penyakit alzheimer. Apabila
alzheimer sudah terjadi, diharapkan bisa ditangani sedini mungkin agar prognosis pasien
semakin baik.
DAFTAR PUSTAKA
Castellani RJ, Rolston RK, Smith MA, 2010. Alzheimer Disease.Disease-a-Month :
DM, 56(9), 484–546. Accessed on April 27th 2015. Available from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3234452/pdf/cshperspectmed-ALZ-
a006189.pdf
Harsono, 2011. Buku Ajar Neurologi Klinis, cetakan kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada
Press.
Machfoed MH, Hamdan M, Machin A, Wardah RI. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Syaraf.
Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair
Mayeux R, 2010. Early Alzheimer's Diseases. N Eng J Med 2010, 362; 2194-2201. Accessed
on April 27th 2015. Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20558370
Price SA, Wilson LM, 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC
Reitz C, Mayeux R, 2014. Alzheimer disease: Epidemiology, diagnostic criteria, risk factors
and biomarkers. Biochemical Pharmacology vol. 88 (4): 640-651. Accessed on April
27th 2015. Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24398425
Serrano-Pozo A, Frosch MP, Masliah E, Hyman BT, 2011. Neuropathological Alterations in
Alzheimer Disease. Cold Spring Harbor Perspectives in Medicine:, 1(1), a006189.
Accessed on April 27th 2015. Available from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2941917/pdf/nihms230494.pdf