alzheimer dis ease

15
BAB I PENDAHULUAN Penyakit Alzheimer pertama kali diperkenalkan pada tahun 1907 oleh seorang berkewarganegaraan Jerman bernama Alois Alzheimer pada wanita berusia 50 tahun dengan gangguan memori dan waham paranoid, serta terdapat afasia yang sifatnya progresif (Machfoed et al, 2011). Alzheimer adalah penyakit degenerative otak yang progresif lambat. Awitannya samar-samar dengan gejala khas berupa gangguan memori, bingung, gangguan fungsi mental, dan berbagai gangguan fungsi kognitif (Harsono, 2011).

Upload: tanrw

Post on 16-Jan-2016

224 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

blok 17

TRANSCRIPT

Page 1: Alzheimer dis ease

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Alzheimer pertama kali diperkenalkan pada tahun 1907 oleh seorang

berkewarganegaraan Jerman bernama Alois Alzheimer pada wanita berusia 50 tahun dengan

gangguan memori dan waham paranoid, serta terdapat afasia yang sifatnya progresif

(Machfoed et al, 2011).

Alzheimer adalah penyakit degenerative otak yang progresif lambat. Awitannya

samar-samar dengan gejala khas berupa gangguan memori, bingung, gangguan fungsi mental,

dan berbagai gangguan fungsi kognitif (Harsono, 2011).

Page 2: Alzheimer dis ease

BAB II

ISI

Definisi

Alzheimer adalah penyakit degenerative otak yang progresif lambat. Awitannya

samar-samar dengan gejala khas berupa gangguan memori, bingung, gangguan fungsi mental,

dan berbagai gangguan fungsi kognitif (Harsono, 2011).

Epidemiologi

Alzheimer terjadi pada usia 40 tahun, tetapi paling banyak terjadi pada usia diatas 60

tahun. Alzheimer merupakan jenis demensia terbanyak. Di USA, 50-60% pasien demensia

kelompok usia diatas 60 tahun disebabkan oleh penyakit alzheimer. Frekuensi penyakit pada

pria dan wanita sama. Insidensinya mencapa 123 kasus per 100.000 penduduk. Insidensi

meningkat dengan bertambahnya anga harapan hidup (Harsono, 2011).

Etiologi

Terdapat dua faktor yang mendasari penyebab dari alzheimer, yaitu (Machfoed et al,

2011):

1. Pengaruh Genetik

Ada empat gen yang teridentifikasi dan umumnya terdapat pada alzheimer, yaitu :

Gen presenilin (PSEN1) sebagai penyebab onset dini dan kejang, klonus otot,

dan gangguan Bahasa

Gen presenelin 2( PSEN2) sebagai penyebab onset dini

Amyloid precursor protein (APP) berkaitan dengan alzheimer

Apolipoprotein E e4 (APOE e4) yang menyebabkan onset lambat dan

sporadic

2. Faktor-faktor lain

Beberapa faktor yang berkaitan dengan alzheimer antara lain lingkungan

sistemik, dan perilaku. Faktor ini juga bisa dibedakan menjadi faktor yang merugikan

dan faktor bermanfaat.

Page 3: Alzheimer dis ease

Tabel 1. Faktor-faktor yang berkaitan dengan penyakit alzheimer yaitu (Machfoed et al,

2011):

Faktor Merugikan Faktor Menguntungkan

Stroke, hipertensi, diabetes mellitus,

hiperlipidemi, merokok, penyakit

sistemik, trauma kepala

Pendidikan, pemanfaatan waktu luang

untuk aktivitas intelektual, dan olahraga

Patofisiologi

Secara maskroskopik, perubahan otak pada penyakit Alzheimer melibatkan kerusakan

berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah

intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan biokimia

pada neuron-neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya

berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada

AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan

sebagian besar terdiri dari protein “tau”. Dalam sistem saraf pusat, protein tau sebagian besar

sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan

merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi

abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak

dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama-sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke

filament heliks ganda yang sekelilingnya masing-masing terluka. Dengan kolapsnya system

transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan

akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron

yang rusak menyebabkan alzheimer (Price & Wilson, 2012).

Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang

terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah

fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat pada membrane

neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi

fragmen – fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang

menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel – sel

glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat

larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta

Page 4: Alzheimer dis ease

menghasilkan radikal bebas sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan

respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor.

Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD (Price &

Wilsosn, 2012).

Manifestasi Klinis

Tahap pejalanan penyakit Alzheimer dimulai bertahap sejak masa muda. Diawali

dengan forgetfulness, berkembang menjadi mild cognitive impairement (MCI) dan akhirnya

berlanjut menjadi penyakit Alzheimeer (Machfoed et al, 2011).

Gejala forgetfulness ditandai sebagai berikut (Machfoed et al, 2011):

1. Lupa menaruh benda, lupa terhadap nama, wajah, janji, dan sebagainya.

2. Ada gangguan dalam mengingat kembali

3. Terdapat gangguan dalam mengambil kembali informasi yang tersimpan dalam

memori

4. Tidak ada gangguan dalam mengenali suatu isyarat

5. Lebih sering menjabarkan fungsi suatu benda daripada namanya

Selanjutnya, hal ini dapat berkembang menjadi MCI dengan tanda sebagai berikut

(Machfoed et al, 2011):

1. Keluhan memori yang diungkapkan penderita atau keluarganya

2. Aktivitas hidup yang sederhana tidak bermasalah

3. Aktivitas sehari-hari yang kompleks dapat terganggu

4. Fungsi kognitif masih normal

Apabila tidak segera ditangani, MCI dapat berlanjut menjadi penyakit Alzheimer.

Berdasarkan Clinical Dementia Rating Scale (CDR), Alzheimer dibagi menjadi 3 kelompok,

antara lain (Machfoed et al, 2011):

1. Mild alzheimer dengan ciri khusus kemunduran pada pekerjaan dan hubungan social,

tetapi pasien dapat mandiri. Judgment masih baik walaupun penderita mengalami

kesulitan terhadap tugas yang kompleks seperti mengurus keuangan, jadwal, dan

perencanaan belajar. Gangguan perilaku yang dapat muncul berupa apati, depresi, dan

menarik diri.

Page 5: Alzheimer dis ease

2. Moderate alzheimer ditandai dengan adanya kemunduran recent memory, orientaasi,

dan insight. Aktivitas harian mulain terganggu, seperti memakai pakaian. Gangguan

perilaku yang dapat muncul berupa agitasi, waham, gangguan pola tidur, dan suka

keluyuran.

3. Severe alzheimer ditandai dengan kemunduran bermakna pada kegiatan sehari-hari

seperti, makan, berpakaian, mandi, bahkan BAB. Komunikasi sangat terbatas.

Diagnosis

NINCDS-ADRDA telah mengklasifikasikan alzheimer disease menjadi 3 kategori

yakni

Definite : diagnosis alzheimer disease ditegakkan dengan gambaran patologis yakni

adanya deposit peptida beta amyloid, mikrogliosis, dan kehilangan neuron yang

meluas.

Probable: Demensia yang ditegakkab oleh pemeriksaan klinisa dan tercatat dengan

pemeriksaan klinis dan tercatat dengan pemeriksaan the mini mental test, Blessed

Dementia scale, atau pemeriksaan sejenis dan dikonfirmasi dngan tes neuropsikologis,

defisit pada dua area kognitif atau lebih, tidak ada gangguan kesadaran, serta tidak

adanya penyakit kelainan sistemikk pada otak yang menyebabkan defisit progresif

pada memori dan kognitif.

Possible: adanya sindrom demensia tanpa adanya gangguan neurologis psikiatrik atau

sistemik lain yang dapat menyebabkan demensia serta dibuat berdasarkan adanya

gangguan otak atau sistemik sekunder yang cukup menyebabkan demensia namun

penyebab primernya bukan penyebab demensia.

Untuk mendiagnosis AD, riwayat klinis yang didapat harus lengkap. Pemeriksaan

pada saraf dan fisik harus dilakukan pada semua pasien demensia. Gangguan panurunan

fungsi kognitif merupakan bagian pnting dari kriteria diagnostik. Penilaian terhadap fungsi

kognitif harus dilakukan pada semua pasien. Pengujian neuropsikologi kuantitatif harus

dilakukan pada pasien dengan penyakit AD awal. Penilaian fungsi kognitif harus mencakup

ukuran umum kognitif dan pengujian yang lebih rinci dari domain kognitif utama. Penilaian

BPSD (behavioral and psychological symptoms of dementia) harus dilakukan di masing-

masing pasien. Informasi harus dikumpulkan dari seorang informan menggunakan skala

penilaian yang sesuai (Hort, J et al. 2010).

Page 6: Alzheimer dis ease

Penilaian co-morbiditas penting pada pasien AD, baik pada saat diagnosis dan

sepanjang perjalanan penyakit dan harus selalu dianggap sebagai kemungkinan penyebab

BPSD. Kadar folat, vitamin B12, tiroid stimulating hormon, kalsium, glukosa, jumlah sel

darah lengkap, ginjal dan tes fungsi hati harus dievaluasi pada saat mendiagnosis (Hort, J et

al. 2010).

CT-scan dan MRI dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab yang dapat

diobati. Multislice CT-scan dan MRI koronal dapat digunakan untuk menilai atrofi pada

hippocampal untuk mendukung diagnosis klinis AD. FDG, PET dan SPECT adalah

pemeriksaan tambahan yang berguna ketika diagnosis masih diragukan. Dopaminergik

SPECT berguna untuk membedakan AD dari DLB. Menindaklanjuti dengan menggunakan

MRI berguna dalam mendokumentasikan perkembangan penyakit (Hort, J et al. 2010).

Tatalaksana

Cholinesterase inhibitor (donepezil, rivastigmine, dan galantamine) dan N-metil-d-aspartat

antagonis reseptor memantine adalah satu-satunya pengobatan untuk penyakit Alzheimer

yang telah disetujui oleh FDA (Mayeux, 2010).

Strategi Pengobatan Yang Lain

Penggunaan obat NSAID, terapi estrogen, vitamin antioksidan, atau statin dapat

digunakan untuk pencegahan penyakit Alzheimer, namun hasi dari percobaan secara acak

adalah tidak konsisten atau negatif. Demikian pula, efikasi untuk terapi komplementer

(misalnya, ginkgo biloba, asetil-L-karnitin, lesitin, huperzine A, piracetam, kurkumin,

periwinkle, dan phosphatidylserine) belum dapat dibuktikan. Pelatihan kognitif dan terapi

rehabilitasi yang digunakan untuk mengatasi hilangnya memori dan fungsi intelektual lainnya

tidak menunjukkan efek yang signifikan (Mayeux, 2010).

Manajemen Gejala Psikiatri

Gejala perilaku dan kejiwaan biasanya meningkatkan seiring dengan perkembangan

penyakit. Namun, depresi dan kecemasan sering bahkan di awal penyakit Alzheimer. Dalam

sebuah penelitian, 25% dari pasien dengan penyakit Alzheimer dilaporkan telah di diagnosis

depresi pada saat atau sebelum timbulnya gejala . serotonin- selektif reuptake inhibitor yang

umum digunakan dan trisiklik antidepresan umumnya dihindari, karena efek

Page 7: Alzheimer dis ease

antikolinergiknya dapat menyebabkan atau memperburuk gejala kebingungan pada pasien

(Mayeux, 2010).

Psikosis yang ditandai dengan halusinasi dan delusi dapat terjadi namun jarang pada

pasien dengan penyakit Alzheimer. terjadinya agitasi, delusi, halusinasi, dan iritabilitas pada

awal perjalanan penyakit juga menimbulkan kemungkinan diagnosis alternatif, seperti

dementia dengan badan Lewy. Pengobatan dengan konvensional atau agen antipsikotik

atipikal mungkin membantu, tetapi obat tersebut harus digunakan dengan hati-hati karena

efek samping yang potensial (misalnya, parkinsonisme, tanda-tanda ekstrapiramidal, sedasi,

dan kebingungan) (Mayeux, 2010)

Komplikasi

Penyakit Alzheimer memiliki banyak komplikasi, yang masing-masing dapat

menyebabkan berbagai masalah kepada pasien. Dengan demikian, penting untuk dilakukan

pengawasan yang ketat untuk penyakit ini dan tahu bagaimana memperlakukan pasien

dengan benar. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita alzheimer antara lain

(Serraro-Pozo, 2011):

1. Pneumonia

Banyak penderita alzheimer yang mengalami kesulitan menelan makanan atau cairan,

yang berpotensi dapat menyebabkan pneumonia. Ini cenderung terjadi pada tahap

akhir dari penyakit ketika mereka tidak dapat secara verbal berkomunikasi untuk

memberitahu rasa sakit atau ketidaknyamanan yang dialami.

2. Infeksi saluran kemih

Komplikasi lain yang perlu diwaspadai adalah infeksi saluran kemih. Pada staidum

sedang atau berat kejadian yang umum terjadi pada pasien alzheimer adalah

inkontinensia urin. Hal ini disebabkan karena pasien yang tidak mampu

mengendalikan kandung kemih mereka. Akibatnya, banyak orang dengan penyakit ini

terpaksa menggunakan kateter. Sementara hal ini dapat mempermudah invasi bakteri

ke tubuh mereka dan berpotensi menyebabkan infeksi saluran kemih.

3. Cedera karena jatuh

Orang dengan penyakit Alzheimer cenderung jatuh, yang dapat menyebabkan cedera

serius, seperti patah tulang atau gegar otak. Banyak orang dengan penyakit Alzheimer

harus menggunakan tongkat atau pejalan kaki, tapi karena mereka mengalami

Page 8: Alzheimer dis ease

penurunan kognitif, mereka mungkin lupa untuk menggunakan perangkat ini. Ketika

itu terjadi, mereka berpotensi dapat memiliki jatuh serius.

Prognosis

Prognosis dan harapan hidup pasien Alzheimer tergantung pada kondisi fisik dan

mental pasien. Jika tidak ada penyakit fisik pasien dapat hidup sedikit lebih lama

dibandingkan dengan beberapa masalah medis. Pneumonia dan flu adalah komplikasi penting

yang pasien Alzheimer sering mati. Alzheimer menyebabkan kegagalan sistem tubuh dan ini

menyebabkan kematian pasien (Castellani 2010).

Page 9: Alzheimer dis ease

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Alzheimer adalah penyakit degenerative otak yang progresif lambat. Awitannya

samar-samar dengan gejala khas berupa gangguan memori, bingung, gangguan fungsi mental,

dan berbagai gangguan fungsi kognitif. Alzheimer paling banyak terjadi pada usia diatas 60

tahun.

Penyakit ini dipengaruhi oleh faktor genetic dan faktor lain seperti lingkungan,

perilaku, dan sistemik. Alzheimer diawali dengan gejala forgetfulness, berlanjut menjadi

MCI, dan apabila tidak segera ditangani akan menjadi penyakit alzheimer. Oleh karena itu

diperlukan tindakan yang segera agar tidak sampai timbul penyakit alzheimer. Apabila

alzheimer sudah terjadi, diharapkan bisa ditangani sedini mungkin agar prognosis pasien

semakin baik.

Page 10: Alzheimer dis ease

DAFTAR PUSTAKA

Castellani RJ, Rolston RK, Smith MA, 2010. Alzheimer Disease.Disease-a-Month :

DM, 56(9), 484–546. Accessed on April 27th 2015. Available from

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3234452/pdf/cshperspectmed-ALZ-

a006189.pdf

Harsono, 2011. Buku Ajar Neurologi Klinis, cetakan kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada

Press.

Machfoed MH, Hamdan M, Machin A, Wardah RI. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Syaraf.

Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair

Mayeux R, 2010. Early Alzheimer's Diseases. N Eng J Med 2010, 362; 2194-2201. Accessed

on April 27th 2015. Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20558370

Price SA, Wilson LM, 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:

EGC

Reitz C, Mayeux R, 2014. Alzheimer disease: Epidemiology, diagnostic criteria, risk factors

and biomarkers. Biochemical Pharmacology vol. 88 (4): 640-651. Accessed on April

27th 2015. Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24398425

Serrano-Pozo A, Frosch MP, Masliah E, Hyman BT, 2011. Neuropathological Alterations in

Alzheimer Disease. Cold Spring Harbor Perspectives in Medicine:, 1(1), a006189.

Accessed on April 27th 2015. Available from

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2941917/pdf/nihms230494.pdf