asuhan keperawatan gerontik alzheimer

Upload: dwi-hariwiyati

Post on 16-Jul-2015

744 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK ALZHEIMERA. Konsep Dasar Penyakit a. Definisi / Pengertian Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan untuk merawat diri. ( Suddart, & Brunner, 2002 ). Alzheimer merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatan ditujukan untuk menghentikan progresivitas penyakit dan meningkatkan kemandirian penderita. (Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008) Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofiologi : konsep klinis proses- proses penyakit, juga merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang mengenai sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun. (Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003) Sehingga dengan demikian Alzheimer adalah penyakit kronik, degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual, kepribadian yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan merawat diri. Penyakit ini menyerang orang berusia 65 tahun keatas.

b. Epidemiologi / Insiden kasus Di Amerika, sekitar 4 juta orang menderita penyakit ini. Angka prevalansi berhubungan erat dengan usia. Sekitar 10% populasi diatas 65 tahun menderita penyakit ini. Bagi individu berusia diatas 85 tahun, angka ini meningkat sampai 47,2%. Dengan meningkatnya populasi lansia, maka penyakit alzheimer menjadi penyakit yang semakin bertambah banyak. Insiden kasus alzheimer meningkat pesat sehingga menjadi epidemi di Amerika dengan insiden alzheimer sebanyak 187 : 100.000 per tahun dan penderita alzheimer 123 : 100.000 per tahun. Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita lebih banyak tiga kali dibandingkan laki-laki. Hal ini mungkin refleksi dari usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan laki-laki.

c.

Penyebab/Etiologi Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus factor genetika.

d. Patofisiologi Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak. Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan biokimia pada neuron neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan

neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein tau. Dalam SSP, protein tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing masing terluka. Dengan kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan Alzheimer. Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat pada membrane neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel sel glia yang akhirnya membentuk fibril fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor. Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara neurokimia kelainan pada otak

athway

6. Gejala Klinis Berlangsung lama dan bertahap, sehingga pasien dan keluarga tidak menyadari secara pasti kapan timbulnya penyakit. y y y y y Terjadi pada usia 40-90 tahun. Tidak ada kelainana sistemik atau penyakit otak lainnya. Tidak ada gangguan kesadaran. Perburukan progresif fungsi bahasa, keterampilan motorik dan persepsi. Riwayat keluarga Alzheimer, parkinson, diabetes melitus, hipertensi dan kelenjar tiroid. (Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008 )

Gejala klinis dapat terlihat sebagai berikut : 1. Kehilangan daya ingat/memori Pada orang tua normal, dia tidak ingat nama tetangganya, tetapi dia tahu orang itu adalah tetangganya. Pada penderita Alzheimer, dia bukan saja lupa nama tetangganya tetapi juga lupa bahwa orang itu adalah tetangganya. 2. Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa Seperti tidak tahu bagaimana cara membuka baju atau tidak tahu urutan-urutan menyiapkan makanan. 3. Kesulitan berbahasa. Umumnya pada usia lanjut didapat kesulitan untuk menemukan kata yang tepat, tetapi penderita Alzheimer lupa akan kata-kata yang sederhana atau menggantikan suatu kata dengan kata yang tidak biasa. 4. Disorientasi waktu dan tempat. Kita terkadang lupa kemana kita akan pergi atau hari apa saat ini, tetapi penderita Alzheimer dapat tersesat pada tempat yang sudah familiar untuknya, lupa di mana dia saat ini, tidak tahu bagaimana cara dia sampai di tempat ini, termasuk juga apakah saat ini malam atau siang. 5. Penurunan dalam memutuskan sesuatu atau fungsi eksekutif Misalnya tidak dapat memutuskan menggunakan baju hangat untuk cuaca dingin atau sebaliknya.

6. Salah menempatkan barang. Seseorang secara temporer dapat salah menempatkan dompet atau kunci. Penderita Alzheimer dapat meletakkan sesuatu pada tempat yang tidak biasa, misal jam tangan pada kotak gula. 7. Perubahan tingkah laku. Seseorang dapat menjadi sedih atau senang dari waktu ke waktu. Penderita Alzheimer dapat berubah mood atau emosi secara tidak biasa tanpa alasan yang dapat diterima. 8. Perubahan perilaku Penderita Alzheimer akan terlihat berbeda dari biasanya, ia akan menjadi mudah curiga, mudah tersinggung, depresi, apatis atau mudah mengamuk, terutama saat problem memori menyebabkan dia kesulitan melakukan sesuatu. 9. Kehilangan inisiatif Duduk di depan TV berjam-jam, tidur lebih lama dari biasanya atau tidak menunjukan minat pada hobi yang selama ini ditekuninya.(Yulfran, 2009)

7. Pemeriksaan Diagnostik Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai berikut: a. Neuropatologi Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan : y atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh y berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr). Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari : 1) Neurofibrillary tangles (NFT) Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia. 2) Senile plaque (SP) Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amiloid prekusor protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque ini

terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. densitas Senile plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer. 3) Degenerasi neuron Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi merupakan harapan dalam pengobatan penyakit alzheimer. 4) Perubahan vakuoler Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak 5) Lewy body Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit alzheimer.

b. Pemeriksaan Neuropsikologik

y

Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi.

y Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting karena : 1) Adanya defisit kognisi: berhubungan dgn demensia awal yang dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal. 2) Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif : untuk membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan deficit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik, dan gangguan psikiatri 3) Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab.

c. CT Scan dan MRI Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem. CT Scan : y Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini y Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental MRI : y peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii. y MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.

EEG y Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit alzheimer didapatka perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik PET (Positron Emission Tomography) Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan : y y y penurunan aliran darah metabolisme O2 glukosa didaerah serebral

SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) y Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin. Laboratorium darah Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skrining antibody yang dilakukan secara selektif. (Yulfran, 2009)

8. Tindakan Penanganan/Penatalaksanaan Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Pengobatan simptomatik: 1) Inhibitor kolinesterase y Tujuan: Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral y Contoh: fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine), donepezil (Aricept), galantamin (Razadyne), & rivastigmin y Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung y ESO: memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita Alzheimer, mual & muntah, bradikardi, HCl, dan nafsu makan.

2) Thiamin Pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis. Contoh: thiamin hydrochloride Dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral Tujuan: perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama. 3) Nootropik y y Nootropik merupakan obat psikotropik. Tujuan: memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar. Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna. 4) Klonidin Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. y Contoh: klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis y Dosis : maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu y Tujuan: kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif 5) Haloperiodol Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi : y Gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku: Pemberian oral Haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut y Bila penderita Alzheimer menderita depresi berikan tricyclic anti depresant (amitryptiline 25100 mg/hari) 6) Acetyl L-Carnitine (ALC) Merupakan suatu substrat endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan enzym ALC transferase. y y y Tujuan : meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Dosis:1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan

Efek: memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif (Yulfran, 2009)

9. Pencegahan Para ilmuwan berhasil mendeteksi beberapa faktor resiko penyebab Alzheimer, yaitu : usia lebih dari 65 tahun, faktor keturunan, lingkungan yang terkontaminasi dengan logam berat, rokok, pestisida, gelombang elektromagnetic, riwayat trauma kepala yang berat dan penggunaan terapi sulih hormon pada wanita. Dengan mengetahui faktor resiko di atas dan hasil penelitian yang lain, dianjurkan beberapa cara untuk mencegah penyakit Alzheimer, di antaranya yaitu : y Bergaya hidup sehat, misalnya dengan rutin berolahraga, tidak merokok maupun mengkonsumsi alkohol. y Mengkonsumsi sayur dan buah segar. Hal ini penting karena sayur dan buah segar mengandung antioksidan yang berfungsi untuk mengikat radikal bebas. Radikal bebas ini yang merusak sel-sel tubuh. y Menjaga kebugaran mental (mental fitness). Istilah ini mungkin masih jarang terdengar. Cara menjaga kebugaran mental adalah dengan tetap aktif membaca dan memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan.

10. Kriteria Diagnosis Terdapat beberapa kriteria untuk diagnosa klinis penyakit Alzheimer, yaitu: Kriteria diagnosis tersangka penyakit alzheimer terdiri dari: y Demensia ditegakkan dengan pemeriksaan klinik dan pemeriksaan status mini mental atau beberapa pemeriksaan serupa, serta dikonfirmasikan dengan test neuropsikologik y Didapatkan gangguan defisit fungsi kognisi y Tidak ada gangguan tingkat kesadaran y Awitan antara umur 40-90 tahun, atau sering >65 tahun y Tidak ada kelainan sistematik atau penyakit otak lainnya Diagnosis tersangka penyakit alzheimer ditunjang oleh: y Perburukan progresif fungsi kognisi spesifik seperti berbahasa, ketrampilan motorik, dan persepsi y ADL terganggu dan perubahan pola tingkah laku

y y

Adanya riwayat keluarga, khususnya kalau dikonfirmasikan dengan neuropatologi Pada gambaran EEG memberikan gambaran normal atau perubahan non-spesifik seperti peningkatan aktivitas gelombang lambat

y

Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan atropi serebri

Gambaran lain tersangka diagnosa penyakit alzheimer setelah dikeluarkan penyebab demensia lainnya terdiri dari: y Gejala yang berhubungan dengan depresi, insomnia, inkontinentia, delusi, halusinasi, emosi, kelainan seksual, berat badan menurun y Kelainan neurologi lain pada beberapa pasien, khususnya penyakit pada stadium lanjut dan termasuk tanda-tanda motorik seperti peningkatan tonus otot, mioklonus atau gangguan berjalan y Terdapat bangkitan pada stadium lanjut

Gambaran diagnosa tersangka penyakit alzheimer yang tidak jelas terdiri dari: y y Awitan mendadak Diketemukan gejala neurologik fokal seperti hemiparese, hipestesia, defisit lapang pandang dan gangguan koordinasi y Terdapat bangkitan atau gangguan berjalan pada saat awitan

Diagnosa klinik kemungkinan penyakit alzheimer adalah: y Sindroma demensia, tidak ada gejala neurologik lain, gejala psikiatri atau kelainan sistemik yang menyebabkan demensia y Adanya kelainan sistemik sekunder atau kelainan otak yang menyebabkan demensia, defisit kognisi berat secara gradual progresif yang diidentifikasi tidak ada penyebab lainnya Kriteria diagnosa pasti penyakit alzheimer adalah gabungan dari kriteria klinik tersangka penyakit Alzheimer dan didapatkan gambaran histopatologi dari biopsy atau otopsi : y y autopsi tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetri, secara mikroskopik tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary 11. Prognosis Dari pemeriksaan klinis 42 penderita Alzheimer menunjukkan bahwa nilai prognostik tergantung pada 3 faktor yaitu : y Derajat beratnya penyakit

y y

Variabilitas gambaran klinis Perbedaan individual seperti usia, keluarga demensia dan jenis kelamin Ketiga faktor ini diuji secara statistik, ternyata faktor pertama yang paling mempengaruhi prognostik penderita alzheimer. Pasien dengan penyakit Alzheimer :

y y

Mempunyai angka harapan hidup rata-rata 4-10 tahun sesudah diagnosis Biasanya meninggal dunia akibat infeksi sekunder.

12. Komplikasi Infeksi Malnutrisi Kematian

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. PENGKAJIAN Adapun pengkajian yang dilakukan pada penyakit Alzheimer a. Aktifitas istirahat Gejala: Merasa lelah Tanda: Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur Letargi: penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi, ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti acara program televisi. Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk melakukan hal yang telah biasa yang dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat. b. Sirkulasi Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi, episode emboli (merupakan factor predisposisi). c. Integritas ego

Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang, penimbunan objek : meyakini bahwa objek yang salah penempatannya telah dicuri. kehilangan multiple, perubahan citra tubuh dan harga diri yang dirasakan. Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu untuk melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa membacanya) , duduk dan menonton yang lain, aktivitas pertama mungkin menumpuk benda tidak bergerak dan emosi stabil, gerakan berulang ( melipat membuka lipatan melipat kembali kain ), menyembunyikan barang, atau berjalan-jalan. d. Eliminasi Gejala: Dorongan berkemih Tanda: Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi dengan diare. e. Makanan/cairan Gejala: Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor predisposisi) perubahan dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan, mengingkari terhadap rasa lapar/ kebutuhan untuk makan. Tanda: Kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan

(mungkin mencoba untuk menyembunyikan keterampilan). dan tampak semakin kurus (tahap lanjut). f. Hiygene Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang kurang, kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat menemukan kamar mandi dan kurang berminat pada atau lupa pada waktu makan: tergantung pada orang lain untuk memasak makanan dan menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat makan. g. Neurosensori Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan kognitif,

dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan, pusing atau kadangkadang sakit kepala. adanya keluhan dalam kemampuan kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang berlalu, penurunan tingkah laku ( diobservasi oleh orang terdekat). Kehilangan

sensasi propriosepsi ( posisi tubuh atau bagian tubuh dalam ruang tertentu ). dan adanya riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang berlangsung secara periodic ( sebagai factor predisposisi ) serta aktifitas kejang ( merupakan akibat sekunder pada kerusakan otak ). Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam menemukan kata- kata yang benar ( terutama kata benda ); bertanya berulang-ulang atau percakapan dengan substansi kata yang tidak memiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar. Kehilangan kemampuan untuk membaca dan menulis bertahap ( kehilangan keterampilan motorik halus ). h. Kenyamanan Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi factor predisposisi atau factor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka bakar dan sebagainya). Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain i. Interaksi social Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. factor psikososial sebelumnya; pengaruh personal dan individu yang muncul mengubah pola tingkah laku yang muncul. Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat.

Pemeriksaan Fisik Keadaan umum: Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernafasan

B1 (Breathing) Gangguan fungsi pernafasan : Berkaitan dengan hipoventilasi inaktifitas, aspirasi makanan atau saliva dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran nafas. Inspeksi: di dapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan penggunaan otot Bantu nafas. Palpasi : Traktil premitus seimbang kanan dan kiri Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru

Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronkhi, pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien dengan inaktivitas.

B2 (Blood) Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh sistem persarafan otonom.

B3 (Brain) Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan dengan pengkajian pada sistem lainnya. Inspeksi umum, didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku. Pengkajian Tingkat Kesadaran: Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung pada perubahan status kognitif klien. Pengkajian fungsi serebral: Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan yang berhubungan dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Pengkajian Saraf kranial. Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII : Saraf I. Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak ada kelaianan fungsi penciuman Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, yaitu sesuai dengan keadaan usia lanjut biasanya klien dengan alzheimer mengalami keturunan ketajaman penglihatan Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada saraf ini Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis serta penurunan aliran darah regional Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan perubahan status kognitif

Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada vasikulasi dan indera pengecapan normal Pengkajian sistem Motorik Inspeksi umum pada tahap lanjut klien akan mengalami perubahan dan penurunan pada fungsi motorik secara umum. Tonus Otot. Didapatkan meningkat. Keseimbangan dan Koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena adanya perubahan status kognitif dan ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan.

Pengkajian Refleks Pada tahap lanjut penyakit alzheimer sering mengalami kehilangan refleks postural, apabila klien mencoba untuk berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan berjalan dengan gaya berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya keseimbangan (salah satunya ke depan atau ke belakang) dapat menyebabkan klien sering jatuh. Pengkajian Sistem sensorik Sesuai barlanjutnya usia, klien dengan penyakit alzheimer mengalami penurunan terhadap sensasi sensorik secara progresif. Penurunan sensori yang ada merupakan hasil dari neuropati perifer yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL 1. Perubahan pola eliminasi urine/alvi berhubungan dengan kehilangan fungsi neurologi/tonus otot, ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan 2. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori 3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan tonus atau kekuatan otot. 4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, keterbatasan fisik. 5. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi, transmisi, dan/atau integrasi. 6. Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuron irreversible 7. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan gangguan sensori, penurunan fungsi fisik

8. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan menyelesaikan masalah, perubahan intelektual 9. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan intelektual (pikun, disorientasi, penurunan kemampuan mengatasi masalah) 10. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan emosi (cepat marah, mudah tersinggung, kurang percaya diri) 11. Risiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan sensori, mudah lupa 12. Risiko trauma berhubungan dengan kelamahan, ketidakmampuan untuk mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan

3.RENCANA KEPERAWATAN

No. 1.

Diagnosa Keperawatan Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan kehilangan fungsi neurologi/tonus otot, ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan. -

Tujuan dan Kriteria Hasil Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan pola eliminasi terpenuhi dengan kriteria hasil : Mampu menciptakan pola eliminasi yang adekuat/sesuai Mandiri

Intervensi Mandiri

Rasional

a. Kaji pola sebelumnya dan bandingkan dengan pola yang sekarang b. Letakkan tempat tidur dekat dengan kamar mandi jika memungkinkan. Buatkan tanda tertentu atau pintu berkode khusus. Berikan cahaya yang cukup terutama malam hari. c. Buat program latihan defekasi atau kandung kemih. Tingkatkan partisipasi pasien sesuai tingkat kemampuannya. d. Anjurkan untuk minum adekuat selama siang hari (paling sedikit 2 liter sesuai toleransi). Diet tinggi serat dan sari buah. Batasi minum saat menjelang malam dan waktu tidur. e. Pantau penampilan atau warna urine, catat konsistensi dari feses.

a. Memberikan informasi mengenai perubahan yang munkin selanjutnya memerlukan pengkajian atau intervensi b. Meningkatkan orientasi atau penemuan kamar mandi. Inkontinensia mungkin disertai ketidakmampuan untuk menemukan tempat berkemih atau defekasi.

c. Menstimulasi kesadaran pasien, meningkatkan pengaturan fungsi tubuh.

d. Menurunkan resiko konstipasi atau dehidrasi. Pembatasan minum pada sore menjelang malam hari dapat menurunkan seringnya berkemih atau inkontinensia pada malam hari.

e. Pendeteksian memberikan kesempatan untuk mengubah intervensi, misalnya adanya konstipasi/infeksi kandung kemih dan

sebagainya. Kolaborasi a. Berikan obat pelembek feses metamacil, gliserin suppositoria sesuai dengan indikasi. a. Kolaborasi Mungkin diperlukan untuk memfasilitasi atau menstimulasi defekasi yang teratur 2. Perubahan tidur dengan pola Setelah diberikan asuhan andiri andiri

berhubungan keperawatan

diharapkan Berikan lingkungan yang nyaman untuk a. Hambatan kortikal pada informasi reticular a. akan berkurang selama tidur, meningkatkan respons otomatik, karenanya respons kardiovaskular terhadap suara meningkat selama tidur

perubahan perubahan pola tidur klien meningkatkan tidur (mematikan lampu, dapat teratasi dengan kriteria ventilasi ruang adekuat, suhu yang hasil : Tidak terjadi perubahan sesuai. Menghindari kebisingan) b. Anjurkan latihan saat siang hari dan turunkan aktivitas mental/fisik pada sore hari

pada sensori

tingkah laku dan penampilan (gelisah) Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan

b. Aktivitas fisik dan mental yang lama mengakibatkan kelelahan yang dapat meningkatkan kebingungan , aktivitas yang terprogram tanpa stimulasi berlebihan meningkatkan waktu tidur c. Meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk

penurunan terhadap pikiran c. Berikan makanan kecil sore hari, susu yang melayang-layang (melamun) Mampu menentukan penyebab tidur inadekuat hangat, mandi, dan masase punggung d. Turunkan jumlah minuman sore hari. Lakukan berkemih sebelum tidur e. Anjurkan klien untuk mendengarkan musik yang lembut

d. Menurunkan kebutuhan akan bangun untuk

olaborasi a. Berikan obat sesuai indikasi :

berkemih selama malam hari

- Antidepresi, seperti ;amitriptilin (elavil),e. Menurunkan stimulasi sensori dengan doksepin (senequan), trasolon (desyrel) - Oksazepam (serax), triazolam (halcion) menghambat suara lain dari lingkungan sekitar yang akan menghambat tidur.

olaborasi a. Efektif menangani pseudodemensia atau depresi, meningkatkan kemampuan untuk tidur, b. Hindari penggunaan difenhidramin (benadryl) tetapi antikolinergik dapat mencetuskan bingung, memperburuk kognitif dan efek samping hipotensi ortostatik Gunakan dengan hemat, hipnotik dosis rendah efektif mengatasi insomnia

b. Kontraindikasi karena mempengaruhi produksi assetilkolin yang sudah dihambat dalam otak.

3.

Kerusakan mobilitas fisik

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan

Mandiri

Mandiri

a. kaji kekuatan motorik atau kemampuan a. menentukan perkembangan/munculnya

berhubungan penurunan

klien mampu rentang gerak optimal dengan criteria hasil

secara fungsional dengan menggunakan skala 0-5. Lakukan pengkajian secara teratur dan bandingkan dengan nilai dasarnya. b. Berikan posisi pasien yang menimbulkan rasa nyaman. Lakukan perubahan posisi dengan jadwal yang teratur sesuai kebutuhan secara individual. c. Lakukan latihan rentang gerak pasif. Hindari latihan aktif selama fase akut.

kembali tanda yang menghambat tercapainya tujuan atau harapan pasien.

tonus/kekuatan otot, - mempertahankan posisi kerusakan neuromuskuler dengan tak ada komplikasi (kontraktur,dekubitus) - mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan kembali aktifitas yang diinginkan

b. menurunkan kelelahan meningkatkan relaksasi, menurunkan resiko terjadinya iskemia atau kerusakan pada kulit.

c. menstimulasi sirkulasi, meningkatkan tonus otot dan meningkatkan mobilisasi sendi. Catatan:latihan yang dipaksakan dapat menimbulkan eksaserbasi gejala yang menyebabkan regresi fisiologis dan emosi. persendian juga dapat mengalami dislokasi sehingga otot mengalami flaksid secara total. Memaksimalkan tenaga dan mencegah kelelahan yang berlebihan.

Kolaborasi a. Konfirmasikan dengan/rujuk kebagian terapi fisik/terapi okupasi Kolaborasi a. bermanfaat dalam menciptakan kekuatan otot

secara individual atau latihan terkondisi dan program latihan berjalan dan mengidentifikasikan alat bantu atau brace untuk mempertahankan mobilisasi dan kemandirian dalam melakukan aktifitas sehari-hari

4.

Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, keterbatasan fisik.

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan terdapat perilaku peningkatan dalam pemenuhan perawatan diri dengan kriteria hasil: klien tampak bersih dan segar klien tidak pucat. a.

Mandiri Identifikasi kesulitan berpakaian/perawatan diri, seperti keterbatasan fisik; apatis/depresi atau temperatur ruangan. a.

Mandiri Memahami penyebab yang mempengaruhi pilihan intervensi/ strategi

b. Identifikasi kebutuhan akan kebersihan b. Sesuai dengan perkembangan penyakit, diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan dengan perawatan rambut/kuku/kulit, bersihkan kacamata dan gosok gigi. c. Gabungkan kegiatan sehari-hari kedalam jadwal aktivitas jika mungkin. c. Mempertahankan kebutuhan rutin dapat mencegah kebingungan yang semakin d. Kaji kemampuan dan tingkat itaspenurunan kemampuan ADL dalam memburuk dan meningkatkan partisipasi pasien. kebutuhan akan kebersihan dasar mungkin dilupakan.

skala 0 4. e. Rencanakan tindakan untuk defisit

d. Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual. Klien akan mampu melakukan aktivitas sendiri untuk memenuhi perawatan dirinya.

motorik seperti tempatkan makanan dane. peralatan di dekat klien agar mampu sendiri mengambilnya. f. Kaji kemampuan komnikasi untuk BAK. f. Kemampuan menggunakan urinal pispot. Antarkan ke kamar mandi bila kondisi memungkinkan . g. Identifikasi kebiasaan BAB . anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas. Kolaborasi : a. Pemberian suppositoria dan pelumas faeces / pencahar. b. Konsul ke dokter terapi okupasi. a.

Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan masalah pengososngan kandung kemih oleh karena masalah neurogenik.

g. Meningkatkan latihan dan menolong mencegah konstipasi

Kolaborasi : Pertolongan utama terhadap fungsi bowell atau BAB b. Untuk mengembangkan terapi dan melengkapi kebutuhan khusus.

5.

Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan

Setelah diberikan tindakan andiri keperawatan diharapkan perubahan persepsi sensori klien dapat berkurang atau

Mandiri

a. Kembangkan lingkungan yang suportif a. Meningkatkan kenyamanan dan menurunkan dan hubungan perawat-klien yang terapeutik. kecemasan pada klien.

persepsi, transmisi atau integrasi sensori

terkontrol dengan criteria hasil: - Mengalami penurunan halusinasi. - Mengembangkan strategi psikososial untuk mengurangi stress.

b. Bantu klien untuk memehami halusinasi. b.Meningkatkan koping dan menurunkan c. Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaiman hal tersebut mempengaruhi klien termasuk penurunan penglihatan atau pendengaran. halusinasi. c. Keterlibatan otak memperlihatkan masalah yang bersifat asimetris menyebabkan klien kehilangan kemampuan pada salah astu sisi tubuh. Klien tidak dapat mengenali rasa lapar, haus, Penerima nyeri eksternal. d. Untuk menurunkan kebutuhan akan halusinasi. e. piknik menunjukkan realitadan memberikan stimulasi sensori yang menurunkan perasaan curiga dan halusinasi yg disebabkan perasaan terkekang. f. Menjaga mobilitas yang dapat menurunkan f. Tingkatkan keseimbangan fisiologis dengan menggunakan bola lantai, tangan menari dengan disertai music. g. Libatkan dalam aktivitas sesuai indikasi g.Memberikan kesempatan terhadap stimulasi dengan keadaan tertentu, spt:terapi okupasi. partisipasi dengan orang lain dan dapat mempertahankan beberapa tingkat dari interaksi sosial. risiko terjadinya atrofi otot/ osteoporosis pada tulang.

- Mendemonstrasikan respons d. Ajarkan strategi untuk mengurangi yang sesuai stimulasi. stress. e. Ajak piknik sederhana, jalan-jalan kelilin rumah sakit. Pantau aktivitas.

6.

Perubahan proses pikir berhubungan

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan a.

Mandiri

Mandiri

Kaji derajat gangguan kognitif, seperti a. Memberikan dasar untuk

dengan degenerasi neuron irreversibel

gangguan proses pikir tidak bertambah buruk, dengan kriteria hasil: Klien mampu b.

perubahan orientasi terhadap orang, tempat waktu, rentang perhatian dan kemampuan berpikir Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang

evaluasi/perbandingan yang akan datang dan mempengaruhi pilihan terhadap intervensi.

b. Keramaian biasanya merupakan sensori yang berlebihan yang meningkatkan gangguan neuron

menginterpretasikan stimulus sedikit demi sedikit Klien mampu c.

Lakukan pendekatan dengan cara perlahan dan tenang

c. Pendekatan yang terburu-buru dapat mengancam pasien bingung yang mengalami kesalahan persepsi.

mengakomodasikan sedikit demi sedikit suatu ide/perintah -

d. Tatap wajah ketika bercakap-cakap dengan pasien

d. Menimbulkan perhatian, terutama pada orangorang dengan gangguan perceptual e. Sesuai dengan berkembangnya penyakit, pusat

Klien mampu mengenali

orang-orang terdekatnya, seperti nama keluarganya. e. Klien mampu mengenali Gunakan kata-kata yang pendek dan kalimat yang sederhana dan berikan instruksi sederhana. Ulangi instruksi tersebut sesuai dengan kebutuhan. Kolaborasi a. Antisiklotik, seperti halopiridol (Haldol) ; tioridazin (Mallril) b. Vasodilator, seperti siklandelat (Cyclospasmol)

komunikasi dalam otak mungkin saja terganggu.

tempat-tempat disekitarnya, seperti alamat rumah. Klien mampu mengenali

Kolaborasi a. Dapat digunakan untuk mengontrol agitasi, halusinasi. b. Dapat meningkatkan kesadaran mental tetapi memerlukan penelitian lebih lanjut. c. Lebih bermanfaat pada fase awal dan/atau fase

waktu seperti pagi, siang, dan malam.

c. Agen ansiolitik, seperti diazepam, lorazepam, oksazepam 7. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan gangguan sensori, penurunan fungsi fisik Setelah diberikan tindakan Mandiri keperawatan diharapkan klien dapat beradaptasi a. Jalin hubungan saling mendukung dengan klien.

sedang untuk menghilangkan kecemasan

Mandiri a. Untuk membangan kepercayaan dan rasa nyaman. b. Menurunkan kecemasan dan perasaan terganggu. c. Untuk menentukan persepsi klien tentang kejadian dan tingkat serangan.

dengan perubahan aktivitas b. Orientasikan pada lingkungan dan sehari- hari dan lingkungan dengan kriteria hasil : rutinitas baru. c. Kaji tingkat stressor (penyesuaian diri, perkembangan, peran keluarga, akibat perubahan status kesehatan)

- mengidentifikasi perubahan - mampu beradaptasi pada

perubahan lingkungan dan d. Tentukan jadwal aktivitas yang wajar aktivitas kehidupan seharihari - cemas dan takut berkurang - membuat pernyataan yang psitif tentang lingkungan yang baru. dan masukan dalam kegiatan rutin. e. Berikan penjelasan dan informasi yang menyenangkan mengenai kegiatan/ peristiwa. f. Pertahankan keadaan tenang. Tempatkan dalam lingkungan tenang yang memberikan kesempatan untuk beristirahat g. Atasi tingkah laku agresif dengan pendekatan yamg tenang. h. Rujuk ke sumber pendukung perawatan g. Rasa diterima menurunkan rasa takut dan respon agresif. e. Menurunkan ketegangan, mempertahankan rasa saling percaya, dan orientasi. f. Menenangkan situasi dan memberi klien waktu untuk memperoleh kendali terhadap prilaku dan emosinya. d. Konsistensi mengurangi kebingungan dan meningkatkan rasa kebersamaan.

diri.

h. Meningkatkan perasaan, dukungan selama penyesuaian

8.

Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan menyelesaikan masalah, perubahan intelektual -

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan koping individu menjadi efektif dengan kriteria hasil : Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa haraga diri yang negatif

Mandiri

Mandiri

a. Kaji perubahan dari gangguan persepsi a. Menentukan bantuan individual dalam dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan b. Dukung kemampuan koping menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi b. Kepatuhan terhadap program latihan dan berjalan membantu memperlambat kemajuan penyakit. Dukungan dan sumber bantuan dapat diberikan melalui ketekunan berdoa dan penekanan keluar terhadap aktivitas dengan mepertahankan patisipasi aktif c. Membantu klien untuk melihat bahwa perawat c. Pernyataan pengakuan terhadap penolakan tubuh, mengingatkan kembali fakta kejadian tentang realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehat d. Beri dukungan psikologis secara menyeluruh d.Klien Alzheimer sering merasa malu, apatis, tidak adekuat, bosan dan merasa sendiri. Perasaan ini dapat disebabkan akibat keadaan menerima kedua bagian sebagai bagian dari seluruh tubuh. Mengizinkan klien untuk merasakan adanya harapan dan mulai menerima situasi baru.

fisik yang lambat dan upaya yang besar dibutuhkan terhadap tugas-tugas kecil. Klien dibantu dan didukung untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (seperti meningkatnya mobilitas) e. Bentuk program aktivitas pada keseluruhan hari e. Bentuk program aktivitas pada keseluruhan hari untuk mencegha waktu tidur yang terlalu banyak yang dapat mengarah padda tidak adanya keinginan dari apatis. Setiap upaya dibuat untuk mendukung klien keluar darii tugas-tugas yang termasuk koping dengan kebutuhan mereka setiap hari dan untuk membentuk klien mandiri. Apapun yang dilakukan hanya untuk keamanan sewaktu mencapai tujuan dengan meningkatnya kemampuan koping. f. Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta f. Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan hal-hal untuk dirinya semaksimal mungkin g. Dukung perilaku atau usaha seperti mempengaruhi proses rehabilitasi. g. Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa mendatang.

peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi h. Monitor gangguan tidur peningkatan konsentrasi, letargi, dan witdhrawal Kolaborasi a. Rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi h. Dapat mengindikasikan terjadinya depresi dimana memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut Kolaborasi a. Dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan perasaan. Kerjasama fisioterapi, psikoterapi, terapi obatobatan, dan dukungan partisipasi kelompok dapat menolong mengurangi depresi yang juga sering muncul pada kejadian ini.

9.

Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan intelektual (pikun, disorientasi, penurunan kemampuan mengatasi masalah) -

Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan klien tidak mengalami hambatan komunikasi verbal dengan kriteria hasil : Membuat teknik/metode komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi a.

Mandiri Kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi. a.

Mandiri Untuk menentukan tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi. b. Untuk membantu proses berkomunikasi dengan klien, dan agar tidak terjadi miskomunikasi.

b. Menentukan cara-cara berkomunikasi seperti mempertahankan kontak mata, pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak, menggunakan kertas dan pensil/bolpoint, gambar, atau papan tulis; bahasa isyarat, penjelas arti dari

komunikasi yang disampaikan. c. Letakkan bel/lampu panggilan di tempat c. mudah dijangkau dan berikan penjelasan cara menggunakannya. Jawab panggilan tersebut dengan segera. Penuhi kebutuhan klien. Katakan kepada klien bahwa perawat siap membantu jika dibutuhkan. Kolaborasi olaborasi Memberikan terapi bicara pada klien. Mandiri a. Agar individu terstimulasi untuk melakukan interaksi social. b. Bantu mengidentifikasi alternative tindakan. c. Bantu menganalisis pendekatan yang berfungsi paling baik. b. Agar klien mampu mengidentifikasi tindakan yang baik. c. Agar klien mampu melakukan interaksi dengan orang lain dengan baik. d. Untuk merangsang klien untuk menjawab d. Gunakan pertanyaan dan observasi untuk mendorong individu dengan keterbatasan keterampilan interaksi e. Bantu anggota keluarga dalam pertanyaan perawat secara tidak langsung menstimulasi klien untuk berinteraksi. e. Dukungan keluarga sangat membantu dalam melakukan interaksi social. Untuk memudahkan klien dalam memanggil perawat saat membutuhkan bantuan.

a. Kolaborasi dengan ahli wicara bahasa. a. 10. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan emosi (cepat marah, mudah tersinggung, kurang percaya diri)Setelah diberikan Asuhan Keperawatan diharapkan klien mampu melakukan interaksi social, dengan criteria hasil : klien mampu berinteraksi dengan orang disekitarnya dengan baik. klien tidak memiliki rasa bermusuhan/menyerang orang. Mandiri a. Beri individu hubungan suportif.

memahami dan memberi dukungan.

11.

Risiko perubahan kurang kebutuhan berhubungan dengan

tinggi Setelah

diberikan

asuhan andiri

andiri a. Identifikasi kebutuhan untuk membantu perencanaan pendidikan b. Klien tidak mampu menentukan pilihan kebutuhan nutrisi

nutrisi keperawatan dari tidak tubuh nutrisi terjadi

diharapkan Kaji pengetahuan klien/keluarga a. perubahan mengenai kebutuhan makan b. dari Usahakan/ berikan bantuan dalam

kurang

kebutuhan dengan kriteria memilih menu

perubahan hasil : Klien mendapat diet nutrisi yang seimbang -

c. Berikan makanan kecil setiap jam sesuaic. Makan makanan kecil meningkatkan masukan kebutuhan d. Hindari makanan yang terlalu panas yang sesuai d. Makan panas mengakibatkan mulut terbakar atau menolak untuk makan

sensori, mudah lupa-

Mempertahankan/ mendapat kembali BB yang sesuai olaborasi

-

Klien dapat mengubah polaa. asupan yang benar

Rujuk atau konsultasikan dengan ahli olaborasi gizi a. Bantuan diperlukan untuk mengembangkan keseimbangan diet dan menemukan kebutuhan / makan yang disukai

12.

Resiko trauma berhubungan dengan kelemahan, ketidakmampuan untuk mengenali/ mengidentifikasi

Setelah diberikan asuhan

Mandiri

andiri a. Mengidentifikasi risiko potensial di lingkungan dan mempertinggi kesadaran sehingga pemberi asuhan lebih sadar akan bahaya. Pasien yang memperlihatkan tingkah laku impulsive menghadapi peningkatan resiko trauma kerena

keperawatan jam diharapkan Kaji derajat a. klien tidak mengalami kemampuan/kompetensi,munculnya

trauma dengan kriteria hasil : tingkah laku yang impulsive dan - Keluarga mengenali resiko potensial di lingkungan dan penurunan persepsi-visual,bantu orang terdekat untuk mengidentifikasi resiko

bahaya dalam lingkungan

mengidentifikasi tahap-tahap untuk memperbaikinya.

terjadinya bahaya yang mungkin timbul

mereka murang mampu mengendalikan perilaku/kegiatannya sendiri. Penurunan persepsi visual meningkatkan risiko terjauh b. Seseorang dengan gangguan kognitif dan

b. Hilangkan /minimalkan sumber bahaya dalam lingkungan

gangguan persepsi merupakan awal untuk mengalami trauma sebagai akibat ketidakmampuan untuk bertanggung jawab terhadap kebutuhan keamanan yang dasar atau mengevaluasi keadaan tertentu,misalnya api dari kompor/rokok dan lupa akan hal tersebut,berusaha untuk makan buah dari plastic,salah menilai letak kursi dan tangga. c. Mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang dapat meningkatkan perilaku/meningkatkan risiko terjadinya trauma.

c. Alihkan perhatian pasien ketika perilaku teragitasi atau berbahaya,seperti keluar d. Menfasilitasi keamanan untuk kembali jika dari tenpat tidur dengan memanjat pagar tempat tidur tersebut. d. Berikan gelang identifikasi yang memperlihatkan nama,nomor hilang. Karena penurunan kemampouan verbal dan kebingungan,pasien mungkin tidak dapat menyebutkan alamat,nomor telepon dan sebagainya. Pasien mungkin ngeluyur dan

telepon,dan diagnose,jangan memposisikan dekat pintu keluar untuk tangga

ditangkap oleh polisi,yang memperlihatkan kebingungan,peka rangsang : mngkin mempunyai tingkah laku bermusuhan dan memperlihatkan kemiskinan pengambilan keputusan. e. Perlambatan proses metabolism secara umum mengakibatkan penurunan suhu tubuh. Hipotalamus dipengaruhi oleh proses penyakit yang menyebabkan seseorang merasa kedinginan. Pasien mungkin mengalami

e. Kenakan pakaian sesuai lingkungan fisik/kebutuhan individu

disorientasi mengenai cuaca dan mungkin ngeluyur keluar dalam keadaan dingin. Catatan : penyebab kematian seringkali adalah pneumonia/kecelakaan. f. Pasien mungkin tidak melaporkan tanda/gejala dan obat dapat dengan mudah menimbulkan kadar toksisitas pada lansia. Ukuran dosis/penggantian obat mungkin diperlukan untuk mengurangi gangguan. g. Membahayan individu untuk melepaskan

f. Lakukan pemantauan terhadap efek samping obat,tanda-tanda adanya takar

restrain tersebut secara parsial. Dapat meningkatkan agitasi dan timbul resiko fraktur

lajak,seperti tanda ekstrapiramidal,hipotensi ortostatik,gangguan penglihatan,gangguan gastrointestinal. g. Hindari penggunan restrain secara terus menerus. Berikan kesempatan orang terdekat tinggal bersama pasien selama periode agitasi akut.

pada pasien lansia (berhubungan dengan penurunan kalsium tulang) h. Sesuai dengan memburyknya penyakit itu,pasien mungkin gugup terhadap benda/kunci atau meletakan benda-benda kecil dalam mulut yang sangat berpotensi terhadap trauma kecelakaan atau kematian.

h. Rekomendasi penggunaan kunci child proof untuk mengamankan obat,zat racun alat-alat tajam

4.EVALUASI

1.

Perubahan pola eliminasi urine/alvi berhubungan dengan kehilangan fungsi neurologi/tonus otot, ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan Klien menciptakan pola eliminasi yang adekuat/sesuai

2. -

Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori Tidak terjadi perubahan tingkah laku dan penampilan (gelisah) Klien menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang melayang-layang (melamun) Klien menentukan penyebab tidur inadekuat

3. -

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan tonus atau kekuatan otot. Klien mempertahankan posisi dengan tak ada komplikasi (kontraktur,dekubitus) Klien mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan kembali aktifitas yang diinginkan

4. -

Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, keterbatasan fisik. Klien tampak bersih dan segar Klien tidak pucat

5. -

Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi, transmisi, dan/atau integrasi. Klien Mengalami penurunan halusinasi. Klien Mengembangkan strategi psikososial untuk mengurangi stress.

-

Klien Mendemonstrasikan respons yang sesuai stimulasi.

6. -

Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuron irreversible Klien menginterpretasikan stimulus sedikit demi sedikit Klien mengakomodasikan sedikit demi sedikit suatu ide/perintah Klien mengenali orang-orang terdekatnya, seperti nama keluarganya. Klien mengenali tempat-tempat disekitarnya, seperti alamat rumah. Klien mengenali waktu seperti pagi, siang, dan malam.

7. -

Sindrom stress relokasi berhubungan dengan gangguan sensori, penurunan fungsi fisik Klien mengidentifikasi perubahan Klien beradaptasi pada perubahan lingkungan dan aktivitas kehidupan sehari-hari cemas dan takut klien berkurang Klien membuat pernyataan yang psitif tentang lingkungan yang baru.

8. -

Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan menyelesaikan masalah, perubahan intelektual Klien menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi Klien menyatakan penerimaan diri terhadap situasi Klien Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa haraga diri yang negative

9.

Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan intelektual (pikun, disorientasi, penurunan kemampuan mengatasi masalah) teknik/metode klien komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi

10. -

Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan emosi (cepat marah, mudah tersinggung, kurang percaya diri) Klien mampu berinteraksi dengan orang disekitarnya dengan baik. Klien tidak memiliki rasa bermusuhan/menyerang orang.

11. -

Risiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan sensori, mudah lupa Klien mendapat diet nutrisi yang seimbang Mempertahankan/ mendapat kembali BB yang sesuai Klien dapat mengubah pola asupan yang benar

12. -

Risiko trauma berhubungan dengan kelamahan, ketidakmampuan untuk mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan Keluarga mengenali resiko potensial di lingkungan dan mengidentifikasi tahap-tahap untuk memperbaikinya.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta:EGC Lumbantobing, Prof.DR.dr.SM. 2006. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta : FKUI Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Salemba Medika: Jakarta Stanley, Mickey & Patricia Gauntlett Beare. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC.

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Ny. S DENGAN MASALAH KESEHATAN TB PARU PADA KLIEN Tn. I DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KELURAHAN CIPINANG BESAR UTARA KECAMATAN JATINEGARA (Tanggal 2 s.d 13 Mei 2011)

LAPORAN KASUSDalam laporan kasus ini penulis akan menguraikan tentang asuhan keperawatan keluarga dengan masalah kesehatan TB Paru pada Tn. I dalam konteks keperawatan yang dilaksanakan pada tanggal 2 s.d 13Mei 2011, dengan pendekatan proses asuhan keperawatan pada keluarga.

A. KARAKTERISTIK Tanggal 2 Mei 2011, penulis melakukan pengkajian pada keluarga Ny. S dan dari hasil pengkajian telah diperoleh data sebagai berikut:

1. Kepala Keluarga Nama kepala keluarga adalah Ny. S dengan jenis kelamin perempuan, berusia 68 tahun, agama Islam. Pendidikan terakhir tidak sekolah. Pekerjaan sebagai terima pesanan kue. Tempat tinggal di Jln. Cipinang Pulo Maja RT 06, RW 012, No 13, kelurahan Cipinang Besar Utara, kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur.

2. Susunan Anggota Keluarga

NO

NAMA

UMUR

SEX

HUBUNGAN DENGAN Ka.KELUARGA

PENDIDIKAN

PEKERJAAN

KET

1 2 3 4 5 6

Tn. Iwan Ny. Ade An. Oman Ny. Norma Tn. Rosidin An. Taflan

35 Th 29 Th

L P

Anak ke-11 Istri Tn.Iwan Anak Tn.Iwan Anak ke-12 Suami Ny.Norma Anak Ny.Norma

SD SD SD SD SD -

BURUH IRT PELAJAR BURUH BURUH -

7 Th L 28 Th 41 Th P L

2 Th L

3.

Genogram

1. Tipe Keluarga Keluarga inti (Nuclear Family) yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak dalam satu rumah.

2. Pemeriksaan Fisik Anggota Keluarga Ny. S usia 68 tahun, berat badan 46 kg, tinggi badan 147 cm, kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/70 mmHg, Nadi 80 x/menit, frekuensi pernafasan 20 x/menit, Suhu 36.40C, warna kulit sawo matang, rambut putih beruban, konjungtiva an-anemis, sklera an-ikterik, mulut tidak terdapat sariawan, gigi karies, telinga, hidung, dan tenggorokan tidak ada kelainan, tidak ada pembesaran

kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening. Hasil auskultasi bunyi paru vesikuler, tidak ada bunyi gallop dan murmur pada jantung, pada palpasi perut datar dan lemas, tidak ada benjolan di kepala.

Tn. I usia 35 tahun, jenis kelamin laki-laki, berat badan 45 kg, tinggi badan 175 cm, kesadaran compos mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 88x/menit, Suhu 36,80C,frekuensi pernafasan 25x/menit, irreguler. Pada inspeksi rambut pendek ikal, warna hitam, rambut kusam. Tn. I tampak sekali-kali batuk dan sesak, dada sedikit kiposis, mata simetris, sklera an-ikterik, konjungtiva ananemis, tidak menggunakan alat bantu penglihatan, ekstremitas atas bawah tidak ada kelainan, hasil pemeriksaan auskultasi, bunyi jantung tidak terdengar gallop atau murmur, bunyi nafas vesikuler namun ronki terdengar halus. Bunyi wheezing tidak ada. Pada palpasi abdomen datar dan lemas, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan tiroid.

Ny. Ade usia 29 tahun, jenis kelamin perempuan. Berat badan 45 kg, tinggi badan 152 cm. Tekanan darah 110/80 mmHg, Nadi 80x/menit, suhu tubuh 35,90C, frekuensi pernafasan 20x/menit, reguler. Pada pemeriksaan inspeksi kepala: rambut panjang, hitam dan ikal, tidak ada ketombe. Mata simetris, sklera tidak ikterik, konjungtiva an-anemis, ekstremitas atas dan bawah tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan auskultasi, bunyi paru tidak terdengar wheezing dan ronki. Palpasi abdomen teraba janin usia 5 bulan. Bunyi pernafasan vesikuler, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan tiroid.

An. O usia 7 tahun, jenis kelamin laki-laki. Pekerjaan sebagai pelajar kelas 2 SD.tinggi badan 104 cm, berat badan 20 kg, denyut nadi 88x/menit, frekuensi pernafasan 18x/menit, reguler, suhu tubuh 35,90C. Tampak kurus, rambut pendek ikal, warna hitam, tidak berketombe. Kulit sawo matang. Mata simetris, sklera an-ikterik, konjungtiva an-anemis, ekstremitas atas bawah tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan auskultasi bising usus positif normal, bunyi jantungtidak terdengar gallop dan murmur. Palpasi abdomen datar dan lemas, hepar dan spleen tidak teraba. Tidak ada pembesaran pada kelenjar getah bening dan tiroid. Pada pemeriksaan perkusi, abdomen terdengar bunyi tympani.

Ny. N usia 28 tahun jenis kelamin perempuan, berat badan 51 kg, tinggi badan 152 cm, tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 80x/menit, suhu 360C, pernafasan 20x/menit, reguler. Pada pemeriksaan inspeksi didapat data rambut pendek ikal, warna hitam, tidak berketombe. Kulit sawo matang. Mata simetris, sklera an-ikterik, konjungtiva an-anemis, ekstremitas atas bawah tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan auskultasi bising usus positif normal, bunyi jantungtidak terdengar gallop dan murmur. Palpasi abdomen datar dan lemas, hepar dan spleen tidak teraba. Tidak ada pembesaran pada kelenjar getah bening dan tiroid. Pada pemeriksaan perkusi, abdomen terdengar bunyi tympani.

Tn. R usia 41 tahun jenis kelamin laki-laki, berat badan 50 kg, tinggi badan 155 cm, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 84x/menit, pernafasan 22x/menit, reguler, suhu 360C. Pada pemeriksaan inspeksi didapat data rambut pendek ikal, warna hitam, tidak berketombe. Kulit sawo matang. Mata simetris, sklera an-ikterik, konjungtiva an-anemis, ekstremitas atas bawah tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan auskultasi bising usus positif normal, bunyi jantungtidak terdengar gallop dan murmur. Palpasi abdomen datar dan lemas, hepar dan spleen tidak teraba. Tidak ada pembesaran pada kelenjar getah bening dan tiroid. Pada pemeriksaan perkusi, abdomen terdengar bunyi tympani.

An. T usia 2 tahun jenis kelamin laki-laki, berat badan 13 kg, tinggi badan 88 cm. Hasil inspeksi rambut lurus, berwarna hitam dan pendek. Tidak berketombe. Kulit sawo matang. Mata simetris, sklera an-ikterik, konjungtiva an-anemis, ekstremitas atas bawah tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan auskultasi bising usus positif normal, bunyi jantungtidak terdengar gallop dan murmur. Palpasi abdomen datar dan lemas, hepar dan spleen tidak teraba. Tidak ada pembesaran pada kelenjar getah bening dan tiroid. Pada pemeriksaan perkusi, abdomen terdengar bunyi tympani. A. RIWAYAT DAN TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA 1. Tahap Perkembangan Keluarga Saat Ini

Tahap perkembangan keluarga saat ini yaitu keluarga melepas anak usia dewasa. Tugas perkembangan keluarga yaitu memperluas siklus keluarga dengan masuknya keluarga baru dan perkawinan anak ke-2, melanjutkan menyesuaikan kembali hubungan perkawinan, membantu orang tua usia lanjut dan mulai menurun status kesehatannya. (Perkembangan keluarga berada pada tahap IV yaitu keluarga melepas anak usia dewasa). 2. Tugas Keluarga Yang Belum Terpenuhi/Terlaksana Pada Tahap Perkembangan Tidak ada tugas keluarga yang belum terpenuhi/terlaksana pada tahap perkembangan. 3. Riwayat Keluarga Inti Keluarga inti yang terdiri dari Ny. S yang berperan sebagai kepala keluarga yang berusia 68 tahun dan 2 orang anak kandung yang terdiri dari 1 anak laki-laki dan 1 anak perempuan, 2 cucu laki-laki, dan 2 menantu yaitu 1 laki-laki dan 1 perempuan. B. STRUKTUR KELUARGA 1. Komunikasi Dalam Keluarga 1.1 Pola Interaksi Pola interaksi paling sering terjadi dalam keluarga yaitu saat pagi hari dan malam hari, biasanya interaksi terjadi saat menonton TV. Dalam komunikasi, yang paling dominan adalah Tn. I dengan menggunakan bahasa Indonesia. Komunikasi dalam keluarga saling tertutup satu sama lain. Interaksi yang berlangsung biasanya hanya sekedar. Tidak ada konflik dalam keluarga tentang pola interaksi.

1.2 Cara Berkomunikasi Dalam Keluarga Cara berkomunikasi yang sering diterapkan dalam keluarga yaitu secara langsung, sifat komunikasi yang sering diterapkan dalam keluarga secara tertutup. Anggota keluarga yang paling dominan berbicara adalah Tn. I, bahasa yang sering digunakan oleh anggota keluarga yaitu bahasa Indonesia.

2. Struktur Keluarga

2.1 Pengambilan Keputusan Cara atau metode pengambilan keputusan di keluarga yaitu secara musyawarah. Di dalam keluarga ini yang mengambil keputusan dalam keluarga adalah Tn. I. Didalam masalah kesehatan dalam keluarga, diperlukan tenaga kesehatan seperti dokter/perawat untuk memecahkan masalah kesehatan keluarga. Anggota keluarga yang paling dipercaya kepada keluarga adalah ibu.

2.2 Hubungan Dalam Keluarga Hubungan antara anggota keluarga adalah kurang harmonis dan tidak saling percaya.

3. Struktur Nilai-Nilai/Values 3.1 Sistem Nilai Ny. S bersuku Betawi. Budaya yang dominan dalam keluarga adalah budaya betawi. Dalam keluarga tidak ada nilai-nilai tertentu dan nilai agama yang bertentangan dengan kesehatan karena menurut keluarga kesehatan merupakan hal yang penting. Ketaatan keluarga dalam menjalankan kegiatan agama adalah kurang taat. Yang paling taat beribadah dan selalu mengikuti pengajian adalah Ny. S.

4. Struktur Peran 4.1 Pembagian Peran Dalam Anggota Keluarga Pembagian peran dalam anggota keluarga yaitu Ny. S sebagai kepala keluarga, sebagai ibu untuk anak-anak,dan sebagai nenek dari cucu-cucunya. Sedangkan anak sebagai anggota keluarga dan sebagaiistri/suami bagi pasangannya, serta menjadi orangtua dari anakanaknya. Ny. S berperan sebagai ibu dan nenek, Tn. I berperan sebagai pencari nafkah dan dibantu oleh Ny. N dan Tn. R. Tidak ada perubahan peran ataupun konflik ketidaksesuaian peran dalam keluarga.

C. FUNGSI KELUARGA 1. Fungsi Afektif Semua anggota keluarga saling menyayangi dan keluarga merasa bangga apabila salah satu anggota keluarga berhasil. Respon keluarga terhadap kehilangan yaitu berduka, namun selama ini keluarga saling menguatkan dan menjaga satu sama lain. 2. Fungsi Sosial Anggota keluarga tidak ada yang ikut dalam keanggotaan organisasi masyarakat dan tidak ada yang cukup berpengaruh di masyarakat di keluarga Ny. S. Terdapat konflik di masyarakat yaitu An. T nakal sehingga dijauhi oleh tetangga. Keluarga mengggunakan faktorfaktor penunjang untuk memecahkan masalah kesehatannya yaitu dengan cara berobat ke Puskesmas Cipinang Besar Utara atau ke Puskesmas Jatinegara. Anggota keluarga yang mempunyai keterampilan khusus adalah Ny. S yaitu terampil membuat kue. Anggota keluarga yang tidak bisa membaca dan menulis adalah Ny. S karena tidak pernah sekolah. 3. Fungsi Reproduksi Keluarga Ny. S, khususnya Ny. M dahulu tidakmengikuti keluarga berencana (KB). Jumlah anak dalam keluarga Ny. S berjumlah 13 orang. Anggota keluarga ada yang mengikuti program KB yaitu Ny. N yaitu menggunakan suntik KB dalam 3 bulan sekali. Efek sampingnya berat badan menjadi lebih gemuk. 4. Fungsi Ekonomi Penghasilan keluarga didapat dari hasil Ny.S menerima pesanan kue dan anaknya dengan pendapatan kurang lebih Rp1.000.000,- / bulan. Uang ini digunakan setiap bulannya untuk kebutuhan harian, kebutuhan bulanan, kebutuhan makan, bayar pajak, bayar rekening listrik, dan biaya transportasi. Penghasilan keluarga sudah cukup memenuhi kebutuhan karena dibantu oleh anak perempuan yang ke-10 sebesar Rp200.000,- dan anak laki-laki ke-11 sebesar Rp200.000,-, dan anak perempuan ke-12 sebesar Rp200.000,-. Dalam keluarga Ny. S tidak terdapat anggota keluarga yang mempunyai tabungan. 5. Fungsi Pemeliharaan Kesehatan 1.1 Pemenuhan Kebutuhan Makan Menurut Ny. S pengadaan makanan sehari-hari dalam keluarga dengan membeli. Komposisi jenis makanannya adalah nasi, lauk pauk, protein hewani, dan protein nabati, sayuran, dan susu. Cara penyajian makanan yaitu tertutup. Dalam keluarga Ny. S tidak terdapat pantangan terhadap makanan. Pengelolaan air minum dalam keluarga dengan cara membeli air aqua, kebiasaan keluarga dalam mengelola makanan yaitu dipotong dahulu kemudian dicuci. Kebiasaan makan dalam keluarga yaitu sendiri-sendiri.

1.2 Pemenuhan Kebutuhan Istirahat dan Tidur Dalam keluarga Ny. S, anggota keluarga mempunyai kebiasaan tidur pada siang hari. Keluarga Ny. S tidak memiliki kamar tidur masing-masing namun hanya memiliki dua kamar tidur. Kamar yang ada di depan ditempati olehkeluarga Tn. I sedangkan kamar yang ada ditengah ditempati oleh Ny.N, Ny. S, dan An. T. Selama ini tidak ada anggota keluarga yang mengalami kesulitan tidur. 1.3 Pemenuhan Kebutuhan Rekreasi dan Eksercise Keluarga tidak mempunyai kebiasaan rekreasi yang teratur karena tidak memiliki dana. Dalam keluarga Ny. S memanfaatkan waktu luangnya denganmengikuti pengajian didaerah rumahnya. Keluarga Ny. S tidak memiliki waktu khusu untuk berolahraga, biasanya olahraga yang dilakukan dengan jalan-jalan kecil ke pasar setiap pagi. 1.4 Pemenuhan Kebutuhan Kebersihan Diri Pemeliharaan kebersihan diri dalam anggota keluarga yaitu mandi 2x/hari, sikat gigi 3x/hari, cucui rambut1x/hari. Keluarga mandi dengan menggunakan sabun, sikat gigi menggunakan pasta gigi, dan cuci rambut menggunakan shampo. Jika terdapat anggota keluarga yang sakit, biasanya keluarga membawa ke fasilitas kesehatan seperti puskesmas, dokter praktek, bidan/mantri praktek. Jika hanya sakit biasa, keluarga membeli obat warung seperti bodrex, komix, dan paramex karena sudah mengetahui obatnya. D. STRESSOR DAN KOPING Stress yang dihadapi keluarga Tn. K adalah apabila keluarga tidak memiliki dana pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan terdapat anggota keluarga yang sakit. Penanggulangan masalah kesehatan dalam keluarga diatasi secara bersama-sama. Jika terdapat anggota keluarga yang mengalami masalah, keluarga berusaha mencari jalan keluar dengan membicarakannya dengan anggota keluarga yang lain.

E. DERAJAT KESEHATAN 1. Kejadian Kesakitan Saat Ini Tn. I menderita penyakit TB Paru 2 tahun yang lalu, kemudian sudah minum obat OAT selama 6 bulan, namun Tn. I tidak pernah cek kesehatan lagi apakah kuman TB sudah benar-benar hilang atau tidak. Sedangkan An. O termasuk dalam gizi kurang karena sulit makan.

2. Kejadian Kecacatan Tidak ada anggota keluarga yang menderita cacat fisik. 3. Kejadian Kematian Satu Tahun Terakhir Terdapat anggota keluarga yang meninggal dunia pada satu tahun terakhir yaitu adik dari bapak mertua Tn. I yang berusia 60 tahun meninggal dunia karena sakit stroek. 4. Kejadian Penyakit Kronis Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit kronis. 5. Kejadian Sakit Satu Tahun Terakhir Tn.I menderita penyakit TB Paru sejak 2 tahun yang lalu.

F. KESEHATAN LINGKUNGAN 1. Perumahan Jenis rumah permanen denga luas bangunan 40 m2. Status rumah milik pribadi dengan atap rumah menggunakan asbes. Ventilasi rumah dengan luas < 10% luas lantai dengan pencahayaan kurang, yaitu cahaya tidak dapat masuk ke rumah pada siang hari. Penerangan di rumah menggunakan listrik. Lantai di rumah menggunakan ubin. Kondisi kebersihan rumah secara keseluruhan kotor. Bagian-bagian rumah terdapat ruang tamu, ruang tidur, dapur, dan kamar mandi yang bergabung dengan WC tampak gelap, tidak ada ahaya yang dapat masuk, lembab.

2. Denah Rumah

1. Pengelolaan Sampah Keluarga mempunyai pembuangan sampah terbuka. Biasanya sampah-sampah rumah tangga tersebut di ikat dengan kantong plastik hitam dan setiap pagi di buang ditempat pembuangan sampah yang ada di daerah rumahnya.

2. Sumber Air Keluarga mempunyai sumber air pompa tangan. Untuk keperluan air minum keluarga Ny. S membeli air minum yang sudah matang diwarung. Keadaan air tidak berwarna, tidak berasa, tidak ada endapan, dan tidak berbau.

3. Jamban Keluarga Keluarga mempunyai WC sendiri dengan jenis leher angsa dan pembuangan tinja dengan sumber air yaitu 10 meter.

4. Pembuangan Air Limbah Keluarga mempunyai saluran pembuangan air limbah dengan kondisi mengalir melalui selokan dan berakhir ke sungai/kali.

5. Fasilitas Sosial dan Fasilitas Kesehatan Terdapat perkumpulan kegiatan masyarakat di lingkungan Ny. S seperti arisan RT, pengajian RT, dan ibu-ibu PKK. Sedangkan fasilitas kesehatan di lingkungan rumah terdapat puskesmas, posyandu, balai pengobatan mandiri, dokter praktek, dan bidan/mantri praktek. Fasilitas kesehatan tersebut dapat terjangkau keluarga dengan berjalan kaki atau naik kendaraan bermotor.

A. MASALAH KESEHATAN KHUSUS 1. Ibu Hamil

Dalam keluarga Ny. S terdapat anggota keluarga yang sedang hamil yaitu Ny. A usia 29 tahun. Status kehamilan G2P1AO, usia kehamilan 5 bulan. Kehamilan diinginkan, ibu selalu memeriksakan kehamilan di bidan praktek sudah lebih dari 4x pemeriksaan, sudah mendapatkan imunisasi TT, berat badan 45 kg, tekanan darah 110/80 mmHg. Pada pemeriksaan inspeksi, didapat data konjungtiva an-anemis, sklera an-ikterik, muka tidak ada edema, abdomen tampak striae dan membuncit, payudara puting menonjol, tungkai tidak bengkak. Pada pemeriksaan auskultasi bunyi jantung normal, tidak terdengar bunyi gallop dan murmur. Bunyi paru normal, vesikuler. Pada palpasi abdomen teraba janin.

2. Balita Balita bernama An. T berusia 2 tahun, jenis kelamin laki-laki, sudah diberi imunisasi dasar lengkap kecuali imunisasi campak kerena keluarga takut akan efek sampingnya panas dan akibatnya anak bisa meninggal dunia. Anggota keluarga mendapatkan imunisasi di Puskesmas CBU. Berat badan 13 kg, tinggi badan 88 cm, balita mempunyai KMS (Kartu Menuju Sehat) dan Ny. N tidak mengerti cara membacanya. Kesimpulan grafik BB dalam KMS meningkat setiap bulannya dan berada dalam garis hijau. An. T tampak makan 2x sehari. Pengadaan bahan makanan dengan cara membeli di warung. Makanan yang dikonsumsi semua lengkap dan disertai susu. An. T mendapatkan vitamin A setiap bulannya.

3. Usila (Usia Lanjut usia diatas 60 tahun) Ny. S berusia 68 tahun, keluahan yang dialami sekarang adalah penglihatan sudah kurang tajam/menurun pada mata sebelah kiri. Ny. S tidak pernah mengikuti program pembinaan usila di Puskesmas karena malas dan tidak mempunyai waktu.

PENJAJAKAN II 1. Pengkajian Terhadap Masalah: Resiko Terjadinya Penularan TB Paru Pada Anggota Keluarga Lain

Dari hasil wawancara dengan Tn.I tentang TB Paru, Tn. I telah mengetahui penyakit TBC setelah diberitahu oleh dokter Puskesmas sejak 2 tahun yang lalu. Kemudian Tn. I minum obat OAT selama 6 bulan dengan teratur, namun Tn. I menganggap penyakitnya sudah sembuh total berkat minum obat tanpa mengecek dahak lagi ke Puskesmas setelah obat OAT habis. Pada saat ditanyakan apa itu TB, menurut Tn. I TB itu adalah penyakit paru-paru, tanda gejalanya batuk-batuk, nyeri dada, dan sesak nafas. Penyebabnya karena mencium aroma pentol korek api kayu. Akibat dari TB adalah dadanya terasa nyeri dan sesak nafas. Untuk mengatasi masalahnya Tn. I selama ini berobat ke Puskesmas, namun dalam 2 minggu ini Tn. I batuk-batuk dan tidak periksa ke Puskesmas, Tn. I hanya meminum obat yang di beli di warung. Tn. I juga mengatakan selama ini tidak pernah membuka jendela dan jarang merapikan kamar tidur. Sedangkan keluarga mensupport klien untuk segera berobat ke Puskesmas. Hasil observasi penulis terhadap lingkungan keluarga kadang Tn. I batuk dan tidak menutup mulutnya dan ruang tidur dikamar tampak tidak rapi, berdebu, lembab, kotor dan gelap. Selama ini Tn. I tidak memanfaatkan fasilitas kesehatan lagi yang ada di Puskesmas karena tidak ada dana untuk berobat rontgen dada dan tidak ada waktu. Klien mengatakan sudah sembuh dan mengatakan batuknya hanya masuk angin.

2. Pengkajian Terhadap Masalah Keluarga: Tidak Efektifnya Bersihan Jalan Nafas Pada Keluarga Ny. S akibat TB Paru Keluarga mengeluh Tn. I batuk-batuk sejak 2 minggu karena masuk angin. 2 tahun yang lalu Tn. I terdiagnosa TB Paru dan sudah menjalani pengobatan OAT selama 6 bulan namun tiak pernah cek kesehatan lagi setelah obat OAT 6 bulan itu habis. Pada saat ditanyakan apa itu TB, menurut Tn. I TB itu adalah penyakit paru-paru, tanda gejalanya batuk-batuk, nyeri dada, dan sesak nafas. Penyebabnya karena mencium aroma pentol korek api kayu. Akibat dari TB adalah dadanya terasa nyeri dan sesak nafas. Untuk mengatasi masalahnya Tn. I selama ini berobat ke Puskesmas, namun dalam 2 minggu ini Tn. I batuk-batuk dan tidak periksa ke Puskesmas, Tn. I hanya meminum obat yang di beli di warung. Tn. I juga mengatakan selama ini tidak pernah membuka jendela dan jarang merapikan kamar tidur. Sedangkan keluarga mensupport klien untuk segera berobat ke Puskesmas. Hasil observasi penulis terhadap lingkungan keluarga kadang Tn. I batuk dan tidak menutup mulutnya dan ruang tidur dikamar tampak tidak rapi, berdebu,

lembab, kotor dan gelap. Selama ini Tn. I tidak memanfaatkan fasilitas kesehatan lagi yang ada di Puskesmas karena tidak ada dana untuk berobat rontgen dada dan tidak ada waktu. Klien mengatakan sudah sembuh dan mengatakan batuknya hanya masuk angin.

3. Pengkajian Terhadap Masalah: Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Dari hasil wawancara dengan Ayah An. O (Tn. I) tentang masalah gizi kurang, Tn. I belum mengetahui tentang penyakit gizi kurang dan belum pernah periksa ke pelayanan kesehatan. Tn. I mengatakan tidak tahu mengenai kebutuhan nutrisi anaknya dan Tn. I juga mengatakan tidak merasa perlu untuk memantau berat badan anaknya ke pelayanan kesehatan. Pada saat ditanyakan penyebab gizi kurang pada Tn. I mengatakan penyebabnya adalah tidak nafsu makan. Dan akibat dari gizi kurang Tn. I tidak mengetahuinya. Untuk mengatasi masalah gizi kurang, Tn. I mengatakan harus banyak makan. Tn. I saat ditanyakan masalah makanan, Tn. I mengatakan harus banyak makan. Tn. I saat ditanyakan masalah makanan, Tn. I selalu membeli lauk yang sudah matang di warung. Hasil observasi penulis terhadap penyediaan makanan dikeluarga bila sedang ada uang biasanya Tn. I membeli makanan kesukaan An. O, tapi bila sedang tidak ada uang Tn. I hanya memberikan makanan mie ataupun telur. Tn. I mengatakan An. O makan hanya 2x sehari, yaitu makan siang dan sore, pada waktu pagi hari An. O jarang sarapan karena biasanya An. O bangun tidur sekitar jam 09.0010.00 pagi. Saat pemeriksaan fisik badan An. O tampak kurus, berat badan 20 kg, tinggi badan 104 cm. Berdasarkan hasil penghitungan IMT (Indeks Masa Tubuh), An. O berada dibawah standar gizi normal, yaitu 16,7. Yang artinya dalam batas standar gizi kurang dan kulit terlihat kering. Tn. I mengatakan An. O terlalu banyak bermain hingga lari-larian bersama temannya hingga lupa untuk makan. Selama ini Tn. I jarang memanfaatkan fasilitas kesehatan/sarana kesehatan dengan alasan malasa antri dan merasa belum perlu berobat.

ANALISA DATA & PERUMUSAN DIAGNOSA KEPERAWATAN Keluarga Ny. S Dengan Masalah Kesehatan TB Paru pada Tn. I

NO

DATA FOKUS

MASALAH KEPERAWATAN

KEMUNGKINAN ETIOLOGI

1

Data Subjektif: - Tn. I mengatakan sakit TB Paru sejak 2 tahu yang lalu - Tn. I mengatakan obatnya diminum secara teratur selama 6 bulan pada 2 tahun yang lalu, namun masih menjadi perokok aktif

Resiko terjadinya penularan TB Paru pada anggota keluarga yang lain

Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit

Klien mengatakan dalam 1 hari menghabiskan rokok 12 batang/hari - Tn. I mengatakan tidak pernah periksa ke Puskesmas lagi sejak obatnya habis 6 bulan. - Tn. I mengatakan saat ini sedang masuk angin, flu, dan batuk-batuk Data Objektif: - Kesadaran compos mentis - Tanda-tanda vital: TD 110/70 mmHg, Nadi 8ox/menit, Pernafasan 25x/menit, irreguler, bunyi nafas sedikit ronki, Suhu 360C - Berat Badan 45 kg, TB 175 cm - Tn. I tampak kurus, kondisi rumah sempit, pencahayaan redup, udara lembab, gelap, dan kotor

-

ANALISA DATA & PERUMUSAN DIAGNOSA KEPERAWATAN Keluarga Ny. S Dengan Masalah Kesehatan TB Paru pada Tn. I

NO

DATA FOKUS

MASALAH KEPERAWATAN

KEMUNGKINAN ETIOLOGI

2

Data Subjektif: - Tn. I mengatakan sudah lama batuk-batuk sudah 2 minggu karena masuk angin. - Tn. I mengatakan batuknya sudah sembuh dan kambuh lagi akibat masuk angin. - Tn. I mengatakan baru beli obat warung kalau batuknya dirasa agak parah. - Tn. I mengatakan mengetahui tentang penyakit TB Paru adalah penyakit batukbatuk yang disebabkan karena mencium aroma pentol korek api kayu. - Tn. I mengatakan tidak pernah membuka jendela karena sudah ada kipas angin. Data Objektif: - Tekanan Darah 110/70 mmHg, Nadi 86x/menit, Pernafasan 25x/menit, bunyi paru terdengar sedikit bunyi ronki, Suhu 360C - Berat Badan: 45 kg - Tinggi Badan: 175 cm - Kondisi rumah lembab, debu dan kitor. - Ventilasi rumah kurang dari10% luas lantai sehingga sirkulasi udara tidak bebas

Tidak efektifnya bersihan jalan nafas pada keluarga Ny. S khususnya Tn. I

Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit

NO

ANALISA DATA & PERUMUSAN DIAGNOSA KEPERAWATAN Keluarga Ny. S Dengan Masalah Kesehatan Gizi Kurang pada An. O DATA FOKUS MASALAH KEMUNGKINAN KEPERAWATAN ETIOLOGI Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada keluargaNy. S khususnya An.O Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan masalah gizi kurang

1

Data Subjektif: Tn. I mengatakan An. O makannya 2x/hari, sulit makan, dan mau makan bila ada makanan kesukaannya dagig ayam dan mie goreng. Tn.i mengatakan An. O kebanyakan bermain sam temannya sebelum dan sesudah pulang dari sekolah sampai lupa makan. - Tn. I mengatakan An. O terlalu banyak main play station diluar dan apabila tidak diberikan biasanya nangis dan tidak mau makan. - Tn. I mengatakan 2 tahun ini An. O tidak nafsu makan dan berat badan tidak bertambah. Data Objektif: - An. O tampak kurus - Berat badan 20 kg - Tinggi badan 104 cm - Kulit terlihat kering, warna sawo matang - An. O tampak tidak bisa tenang di rumah dan selalu bermain. - Tanda-tanda vital: Tekanan Darah 110/70 mmHg, Nadi 86x/menit, Pernafasan 20x/menit, Suhu 360C

- Berdasarkan perhitungan IMT, An. O termasuk dalam golongan anak dengan gizi kurang. IMT= BB (kg) : TB (m2) = 20: 1,2 = 16,7 PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN KELUARGA

1. Masalah Keperawatan Masalah keperawatan Resiko terjadinya penularan TB Paru pada anggota keluarga yang lain b.d Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.

NO

KRITERIA

PERHITUNGAN

SKOR

JUSTIFIKASI

1

Sifat masalah: Resiko

2/3 x1

2/3

2

Kemungkinan masalah dirubah: Mudah untuk

2/2x 2

1

Ditangani segera karena resiko penularan TB Paru pada anggota keluarga yang lain, Tn. I riwayat TB Paru 2 tahun yang lalu minum obat OAT selama 6 bulan, dan tidak pernah berobat lagi. Dapat dirubah dengan penyuluhan penularan TB Paru dengan menganjurkan Tn. I tidak membuang dahak sembarangan dan rajin membuka jendela pada pagi hari dan siang hari. Resiko penularan sulit dicegah karena kondisi rumah yang sempit dan interaksi antara anggota keluarga yang lain kurang dari 1 meter dan Tn. I lupa untuk menutup mulut jika batuk.

3

Potensi pencegahan masalah:

2/3 x 1

2/3

Sedang 4 Menonjolnya masalah: Masalah dirasakan dengan ada upaya/segera ditangani 2/2 x 1 1 Masalah perlu ditangani segera karena resiko penularan pada anggota keluarga yang lain dengan melakukan pemeriksaan pada anggota keluarga yang lain (screening kesehatan) dan anjurkan keluarga untuk memanfaatkan fasilitas (puskesmas) yang terdekat dan sesuai kemampuan.

TOTAL SKOR

3 1/3

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN KELUARGA

2. Masalah Keperawatan Masalah keperawatan Tidak efektifnya bersihan jalan nafas pada keluarga Ny. S khususnya Tn. I b.d Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.

NO

KRITERIA

PERHITUNGAN

SKOR

JUSTIFIKASI

1

Sifat masalah: Aktual

3/3 x1

1

Masalah ini bersifat aktual karena Tn. I mengeluh batuk-batuk selama 2 minggu, sesak nafas dan mudah lelah. Jika tidak ditangani segera dapat mengakibatkan penyakit menjadi

2

Kemungkinan masalah dirubah: Mudah untuk

2/2x 2

1

3

Potensi pencegahan masalah: Sedang

2/3 x 1

2/3

4

Menonjolnya masalah: Masalah dirasakan berat,harus segera ditanganiTOTAL SKOR

2/2 x 1

1

semakin parah. Pelayanan kesehatan dekat dari rumah dan terjangkau, dana untuk berobat tersedia karena murah. Dengan informasi yang diberikan keluarga dapat mngerti tentang TB Paru dan mencegah penularan. Tn. I adalah penderita TB Paru dengan minum obat OAT selam 6 bulan pada 2 tahun yang lalu dan sudah minum obat OAT selama 6 bulan. Saat ini Tn.I belum pernah kontrol kesehatan lagi di Puskesmas. Keluarga belum ada upaya untuk mengatasi masalah/kondisi Tn. I karena belum ada waktu sehingga kemungkinan penularan cukup tinggi. Keluarga merasa ada masalah dan perlu segera ditangani karena sudah merasakan gejala-gejala penyakit.

4 2/3

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN KELUARGA

3. Masalah Keperawatan

Masalah keperawatan Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada keluargaNy. S khususnya An.O b.d Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan masalah gizi kurang.

NO

KRITERIA

PERHITUNGAN

SKOR

JUSTIFIKASI

1

Sifat masalah: Aktual

3/3 x1

1

Hasil pemeriksaan fisik, An. O terlihat badannya kurus, kulit kering, warna sawo matang. Berat badan dibawah normal BB: 20 kg, TB: 104 cm. Perhitungan IMT: 16,7 (Artinya dalam batas kurang gizi). An. O terlihat banyak bermain. Disimpulkan: An. O mengalami gizi kurang.

2

Kemungkinan masalah dirubah: Sebagian untuk

x2

1

Tn. I mengetahui anaknya mengalami gizi kurang dan sudah mencoba memberikan makanan yang banyak, namun An. O hanya menghabiskan beberapa suap nasi saja, dan lebih suka jajan diluar. Penghasilan keluarga sebulan Rp1.000.000,- sangat kurang bila dibandingkan untuk kehidupan sehari-hari dan untuk biaya sekolahanak-anaknya. Puskesmas ada dan jaraknya cukup dekat dengan rumah keluarga Ny. S. Keluarga selalu membawa An. O ke puskesmas bila sakit.

3

Potensi pencegahan

2/3 x 1

2/3

Tn. I mengetahui anaknya mengalami gizi kurang

masalah: Cukup

4

Menonjolnya masalah: Masalah dirasakan berat, harus segera ditangani

2/2 x 1

1

An. O tidak nafsu makan. Tindakan yang dilakukan Tn. I yaitu dengan memberikan makanan kesukaan anaknya bila ada uang. Tapi bila tidak ada uang biasanya Tn. I memberikan makanan tempe orek, telor, dan mie goreng. Saat ditanyakan masalah mengolah makanan, Tn. I selalu membeli lauk matang di warung. Keluarga yaitu Tn. I mengatakan ada masalah gizi kurang pada An. O, sudah mencoba memberikan makanan yang banyak namun An. O tidak selalu habis makannya, dan An. O mau makan bila ada makanan kesukaannya. Tn. I juga mengatakan karena adanya faktor ekonomi yang kurang. Menurut keluarga, masalah harus ditangani dengan memberikan makanan yang bergizi dan seimbang kepada anaknya.

TOTAL SKOR

3 2/3

PERENCANAAN KEPERAWATANNO 1 DIAGNOSA KEPERAWATAN UMUM TUJUAN KHUSUS INTERVENSI KRITERIA EVALUASI STANDART

Resiko terjadinya penularan TB Paru pada anggota keluarga yang lain b.d Ketidakmampuan keluarga merawat

Setelah a. Setelah kunjungan 1. dilakukan selama 1x30 menit tindakan keluarga Ny.S dan keperawatan Tn. I mampu selama 2 mengenal masalah 2. minggu dengan menyebutkan diharapkan pengertian, tanda &

Menjelaskan pengertian dan gejala serta penyebab dari penyakit TB Paru Tanyakan kembali tentang pengertian, tanda dan gejala serta penyebab

Respon verbal1. dari keluarga dengan menyebutkan tentang 2. pengertian, penyakit TB

Keluarga mampu menyebutkan TB Paru adalah suatu penyakit yang menular. Tanda dan gejalanya adalah batuk terusmenerus dan berdahak,

anggota keluarga yang sakit

pengetahuan keluarga Ny. S bertambah/ teratasi

gejala, serta penyebab dari TB Paru

dan akibat dari penyakit TB Paru 3. Berikan pujian yang positif/jawaban yang tepat

Paru, tanda dan gejala serta penyebabnya

sesak nafas, keluar keringat dingin pada malam hari, berat badan menurun. 3. Keluarga menyebutkan penyebab T B paru adalah: kuman mikrobakteri tuberkulosa

b. Setelah diberikan penjelasan 1x30 keluarga: mengambil keputusan untuk mengatasi masalah TB Paru

1.Jelaskan pada keluarga Ny. S akibat dari penyakit TB Paru 2.Motivasi keluarga untuk mengambil keputusan 3.Tanyakan kembali pada keluarga akibat dari penyebab TB Paru 4.Berikan kesempatan keluarga untuk bertanya

Respon verbal keluarga mampu menjelaskan kembali akibat TB Paru dan mengambil keputusan untuk mengatasai TB Paru

1.Keluarga dapat menyebutkan akibat dari tidak minum obat secara teratur maka kumankuman TB akan kebal didalam tubuh, maka penyakit akan sulit disembuhkan

1.Menjelaskan cara perawatan TB Paru c. Setelah 1x30 diberikan penjelasan, keluarga mampu melakukan tindakan untuk merawat anggota keluarga yang menderita penyakit TB 2. Berikan contoh menu makanan yang bergizi 3.Tanyakan kembali tentang cara merawat TB Paru dan menu yang bergizi

Respon verbal keluarga