acara 2 klimatologi
TRANSCRIPT
ACARA IIPENGAMATAN CUACA IKLIM MIKRO
A. TUJUAN
1. Mengenal cara-cara mengukur anasir cuaca mikro
2. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap cuaca mikro
3. Mengetahui cuaca mikro pada berbagai ekosistem
B. TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan luas wilayah sasaran, iklim dapat dipilih menjadi iklim
makro , iklim meso dan iklim mikro. Iklim makro meliputi wilayah yang sangat
luas, meliputi luasan suatu zona iklim, kontinen sampai pada bumi secara
keseluruhan (global), seperti lautan dan benua. Keragaman yang ditonjolkan
adalah keragaman antar zona iklim. Varisi iklim dalam skala kecil termasuk
dalam cakupan iklim mikro, misalnya keadaan udara di sekitar atau di bawah
kanopi pohon, atau keadaan udara di dalam rumah kaca. Pengukuran unsur-unsur
iklim di bawah kanopi pohon menunjukkan perbedaan yang cukup jelas
dibandingkan denga kondisi udara di sekitarnya yang tidk ternaungi oleh kanopi
pohon tersebut. Secara umum suhu akan lebih rendah di baqwah kanopi pohon
intensitas cahay lebih rendah dan kelembaban lebih tinggi (Lakitan, 1994).
Daya adaptasi manusia terdapat perubahan unsur-unsur iklim terbatas.
Kelebihan manusia dari tumbuhaan dan hewan adalah bahwa manusia dengan
akalnya mampu untuk memodifikasi iklim mikro sehingga lebih sesuai untuk
kebutuhan hidupnya. Memodifikasi iklim mikro di sekitar tanaman terutama
tanaman holtikultura merupakan suatu usaha yang telah banyak dilakukan agar
tanaman yang dibudidayakan dapat tumbuh berkembang dengan baik.
Kelembaban udara dan tanah, suhu udara dan tanah merupakan komponen iklim
mikro yang sangat mempengaruhii pertumbuhan tanaman dan masing-masing
berkaitan mewujudkan keadaan lingkungan optimal bagi tanaman (Widiningsih,
1985).
Iklim mikro merupakan kondisi iklim pada suhu ruang yang sangat
terbatas tetapi komponen iklim ini penting artinya bagi kehidupan tumbuhan
hewan dan manusia. Karena kondisi udara pada skala mikro ini akan berkontak
langsung dengan dan mempengaruhi secara langsung makhluk-makhluk hidup
tersebut. Makhluk hidup tanggap terhadap dinamika dan perubahan dari unsur-
unsur iklim sekitarnya. Keadaan unsur-unsur iklim ini akan mempengaruhi
tingkah langsung dan metabolisme yang berlangsung pada makhluk hidup.
Sebaliknya keberadaan makhluk hidup tersebut (terutama tumbuh-tumbuhan)
akan pula mengalami keadaan iklim mikro di sekitarnya. Antara makhluk hidup
dan udara di sekitarnya akan terjadi saling mempengaruhi atau interaksi satu
samalain (Prawirowardoyo, 1996).
Iklim mikro memang sangat penting untuk memperbesar peluang
keberhasilan budidaya tanaman. Salah satu caranya adalah dengan substitusi
unsur iklim partial. Substitusi unsur iklim partial tersebut dapat dilak sanakan
sampai batas tertentu. Walaupun begitu ada beberapa subtitusi unsur iklim partial
yang belum dapat dilalailkan . Hal tersebut mungkin dilaksanakan dengan biaya
yang cuku[p tinggi, tidak adanya unsur pengganti atau karena adanya unsur yang
berlebihan. Misalnya radiasi matahari yang telalu terik, suhu yang terlalu rendah,
atau hujan yang terlalu banyak dan merata. Dalam keadaan yang semacam itu
yang realistik dan relatif akan lebih mudah adalah modifikasi cuaca/iklim yang
semula tidak/kurang sesuai menjadi sesuai dengan tanaman tertentu. Misalnya
dengan membuat naungan yang baik , naungan fisik maupun naungan biologis
untuk radiasi matahari yang terlalu tinggi , membangun green house untuk suhu
yang terlalu rendah atau hujan yang terlalu banyak, meratakan angin dan lain-lain
(Wisnubroto,2000).
Mikroklimatologi ialah ilmu yang mempelajari tentang iklim mikro atau
iklim yang terdapat di dalam daerah yang cukup kecil. Salah satu perbedaan
pokok antara mikrometeorologi dan mikroklimatologi ialah mikrometeorologi
memerlukan dasar matematika dan fisika yang lebih kompleks sehingga dapat
mempelajari proses fisis atmosfer, lagipula mikro meteorologi tidak terbatas pada
atmosfer permukaan bumi, tetapi mungkin juga dapat mempelajari iklim
mikrofisika dari awan , sedangkan mikroklimatologi tidak hanya ditujukan kepada
ahli meteorologi saja. Tetapi juga disajikan untuk melayani ahli lain yang
berminat untuk mempelajari tentang hubungan antara kehidupan dengan iklim
mikro tanpa mempunyai dasar matematika dan fisika yang kokoh (Unwin , 1980).
C. METODOLOGI
Pengamatan cuaca mikro ini dilaksanakan hari Senin,14 September 2015
di daerah Lembah, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pengamatan
dilaksanakan di dua tempat dengan keadaan berbeda,yaitu daerah berkanopi dan
tidak berkanopi.
A. Alat- alat yang digunakan
1. Termohigrometer
2. Termometer udara
3. Lightmeter
4. Luxmeter
5. Biram anemometer
6. Stick anemometer
7. Statif
B. Metode kerja
Setelah dipilih tempat yang berkanopi dan tidak berkanopi,pertama-tama
statif dipasang dengan cara ditancapkan kedalam tanah ,kemudian termometer dan
termohigrometer dipasang pada statif dengan aras 25,75 dan 150 cm.Disiapkan
pula stick termometer,luxmeter/lightmeter,dan biram anemometer .Pengamatan
dilakukan pada saat membaca skala pada tiap-tiap alat secara bersamaan pada
semua strata, yaitu : kelembapan intensitas cahaya, dan suhu udara dibaca pada
saat yang telah ditentukan. Suhu tanah jeluk 0 cm dibaca tepat pada waktu yang
telah ditetapkan, kemudian stick termometer dimasukkan pada jeluk 10 cm dan
dibaca 2 menit kemudian .Selanjutnya stick termometer dimasukkan pada jeluk 20
cm dan dibaca 2 menit kemudian. Lalu biram anemometer disisapkan 5 menit
sebelum waktu pengamatan ditentukan dan dibaca 5 menit setelah pengamatan.
Pengamatan pada tiap-tiap strata diulangi untuk selang waktu 10 menit
sebanyak 8x lalu dicaatat pula keadaan tanah ,vegetasi,dan keadaan cuaca secara
kuantitatif ditempat pengamatan.Alat yang digunakankecuali Luxmeter/Light
meter harus terlindung dari sinar matahari dan hujan secara langsung.semua
pengamatan dicatat dan dipertukarkan antar kelompok strata.Lalu dibandingkan
keadaan suhu udara,kelembaban nisbiudara,dan suhu tanah pada ketiga aras dan
jeluk pada tiap-tiap strata dan antar srata.Hasil pengamatan disajikan dalam grafik
ayunan suhu udara,kelembaban nisbi udara ,dan suhu udara pada tiap-tiap
srata.Lalu digunakan data pendukung (intensitas penyinaran ,keadaan
tanah,kecepatan angin,dan vegetasi)dalam penyusunan pembahasan.
D. HASIL PENGAMATAN
Pengamatan Iklim MikroHari, tanggal : Senin, 14 September 2015Golongan : A.1Kelompok : I
E. PEMBAHASAN
A. Antar Strata
1. Suhu Udara (25 Cm)
Grafik 1. Suhu Udara (25 cm)
Pada ketinggian 25 cm di atas permukaan tanah terlihat bahwa terdapat
perbedaan suhu antara suhu udara di tempat yang memiliki kanopi dengan tempat
yang tidak berkanopi. Pada grafik di atas terlihat bahwa daerah tanpa kanopi
memiliki suhu udara yang lebih tinggi di bandingkan dengan daerah yang
berkanopi. Hal ini disebabkan oleh sinar matahari yang menghantarkan panas
melalui radiasi pada daerah bekanopi tertahan oleh kanopi-kanopi pohon sehingga
sinar radiasi matahari tidak datang secara langsung untuk mencampai ketinggian
25 cm di atas permukaan tanah, berbeda dengan daerah tanpa kanopi radiasi
matahari datang secara langsung tanpa tertahan oleh kanopi sehingga memiliki
suhu yang lebih tinggi. Pada 10 menit pertama terlihat bahwa suhu di tempat yang
tidak berkanopi lebih rendah daripada daerah dengan kanopi, hal ini disebabkan
oleh faktor mekanisme suhu udara pada daerah yang tidak berkanopi lebih cepat
dan lancar karena tidak dipengaruhi kanopi sehingga suhu udaranya dapat berubah
secara drastis, tetapi hal tersebut tidak terjadi pada suhu udara pada daerah
berkanopi, karena pada daerah yang memiliki kanopi memiliki mekanisme udara
yang cenderung konstan sehingga suhu udara pada daerah yang berkanopi tidak
terlalu mengalami perubahan yang berarti dan cenderung bernilai kionstan, salah
satu faktornya adalah keberadaan kanopi yang menghambat datangnya radiasi
panas sinar matahari dan menjaga suhu udara yang berada di bawah kanopi.
2. Suhu Udara (75 Cm)
Grafik 2. Suhu Udara (75 cm)
Pada ketinggian 75 cm di atas permukaan tanah terlihat bahwa perbedaan
suhu antara daerah berkanopi dan tidak berkanopi hampir sama, tetapi terdapat
perbedaanya adalah pada daerah tidak berkanopi pada 10 menit yang keempat
memiliki suhu yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena pertukaran udara yang
memiliki suhu udara yang panas dan dingin pada daerah yang berkanopi
berlangsung sangat lambat karena udara panas yang diterimanya tidak dapat
secara bebas berpindah karena terhambat oleh kanopi sehingga suhu udaranya
bergerak turun lebih lambat daripada daerah yang tidak berkanopi karena pada
grafik terlihat bahwa pada daerah yang tidak berkanopi memiliki perubahan suhu
dari suhu yang tinggi menjadi suhu yang rendah berlangsung sanagat cepat karena
tidak memiliki penghalang yang berupa kanopi sehingga udara dingin dan panas
dapat secara bebas bergerak keluar masuk yang mempengaruhi perubahan suhu
yang terjadi.
3. Suhu Udara (150 Cm)
Grafik 3. Suhu Udara ( 150 cm )
Pada ketinggian 150 cm di atas permukaan tanah terlihat dari grafik bahwa
daerah yang memiliki kanopi ataupun yang tidak berkanopi memiliki suhu udara
yang secara garis besar hampir sama. Hal ini disebabkan karena pada daerah
berkanopi dan memiliki tinggi 150 cm sinar radiasi matahari masih memberikan
pengaruhnya terhadap suhu udara yang snagat tinggi. Perbedaan yang menonjol
dari suhu udara pada daerah berkanopi dan tidak berkanopi adalah pada daerah
yang memiliki kanopi perubahan suhu udara cenderung konstan, pada percobaan
kali ini yang berbeda dengan daerah yang tidak memiliki kanopi terlihat bahwa
perubahan suhu yang terjadi cukup besar. Hal ini disebabkan oleh faktor
mekanisme uadar pada daerah yang tidak berkanopi sangat ekstrim karena
dipengaruhi secara langsung oleh salah satunya yaitu radiasi sinar matahari yang
datang sedikit banyak terlebih dahulu melewati kanopi pada pepohonan, sehingga
suhunya tidak mengalami perubahan yang cukup besar.
4. Suhu Tanah (0 Cm)
Grafik 4. Suhu Tanah 0 cm
Pada grafik aras 0 cm perbedaan suhu tertinggi antara daerah berkanopi dan
tidak berkanopi tidak begitu jauh. Daerah berkanopi suhunya selalu mengalami
penurunan yang tidak terlalu signifikan. Hal ini dikarenakan radiasi matahari
diterima secara tidak langsung, sementara itu di daerah tidak berkanopi suhunya
cenderung konstan dan pada ulangan kelima suhu naik menjadi 33 0C. Hal ini
dikarenakan radiasi matahari diterima secara langsung. Suhu tanah pada jeluk 0
cm pada daerah berkanopi lebih kecil daripada daerah tak berkanopi. Hal ini
dikarenakan pada daerah berkanopi, panas dari radiasi matahari sukar untuk
dibebaskan karena adanya pohon yang mempunyai daun yang membentuk kanopi
dan kanopi tersebut dapat menahan panas matahari. Pada daerah tidak berkanopi,
panas dari sinar matahari mudah diterima dan dilepaskan. Hal itu karena daerah
tidak berkanopi mempunyai vegetasi yang berupa rumput dan tumbuhan semak
yang tidak dapat menahan panas.
5. Suhu Tanah ( 10 Cm )
Grafik 5. Suhu Tanah 10 cm
Pada grafik aras 10 cm, perbedaan suhu yang tertinggi antara daerah
berkanopi dan tidak berkanopi sebesar 40C dan yang terendah sebesar 3,50C.
dimana didaerah berkanopi mula-mula naik kemudian turun pada ulangan kelima.
Sementara itu untuk daerah yang tidak berkanopi cenderung stabil pada 32-330C.
hal ini dipengaruhi oleh radiasi matahari yang diterima, jumlah vegetasi yang
tumbuh, struktur tanah, kadar air, dan kemiringan tanah. Semakin rimbun
vegetasinya, semakin banyak kandungan airnya, dan semakin ratanya tanah jeluk
akan mudah ditancapkan dan suhunya rata.
6. Suhu Tanah (20 Cm)
Grafik 6. Suhu Tanah 20 cm
Pada grafik aras 20 cm, rata-rata suhu tanah di daerah berkanopi sebesar
28,760C dan suhu rata-rata tanah daerah tidak berkanopi adalah 34,120C. Keadaan
suhu tanah pada aras 20 cm dapat dipengaruhi oleh tekstur tanah, kadar air tanah,
kandungan bahan organik tanah, serta kepadatan tanah. Variasi suhu tanah harian
ditentukan oleh variasi penerimaan radiasi sinar matahari yang mempengaruhi
pertukaran panas antar lapisan. Suhu maksimum yang dicapai oleh tanah
mengalami keterlambatan kurang lebih 1 jam setelah puncak radiasi maksimum
dicapai. Dari fluktuasi grafik dapat kita katakan bahwa secara umum amplitudo
pada tanah berkanopi lebih cepat dan banyak menyerap serta melepaskan panas
daripada lahan yang bervegetasi rumput, atau tidak berkanopi.
7. Kelembaban Nisbi Udara (25 Cm)
Grafik 7. Kelembaban Nisbi Udara 25 cm
Pada grafik kelembaban nisbi udara 25 Cm, perbedaan suhu antara daerah
berkanopi dan tidak berkanopi tertinggi adalah 4% dan terendah sebesar 0%.
Dimana dari keduanya daerah berkanopi mempunyai kelambaban tertinggi. Hal
ini disebabkan oleh vegetasi yang banyak dijumpai di daerah berkanopi yang
mampu menyerap radiasi matahari dan memperlambat proses evaporasi sehingga
penguapan pada daerah ini rendah (intensitas penyinaran rendah) maka
kelembaban nisbi udaranya tinggi. Sedangkan pada daerah tak berkanopi cuaca
relatif cerah ketika diamati sehingga uap air yang ada digunakan untuk proses
presipitasi, penyerapan radiasi matahari dan bumi dan untuk melepaskan energi
laten sebagai energi internal panas. Karena vegetasi didaerah ini jarang maka
proses penguapan tersebut tidak terhambat dan kelembaban nisbi udara
kelembaban nisbi udara didaerah tak berkanopi lebih rendah serta fluktuasinya
cenderung konstan.
8. Kelembaban Nisbi Udara (75 Cm)
Grafik 8. Kelembaban Nisbi Udara 75 cm
Pada grafik kelembaban nisbi udara 75 Cm, perbedaan suhu antara daerah
berkanopi dan tidak berkanopi tertinggi adalah 3% dan terendah sebesar 1%.
Dimana kelembaban nisbi tertinggi terdapat pada daerah berkanopi yaitu 38%.
Adanya komunitas vegetatif yang menahan uap air sehingga menyebabkan
kelembaban nisbi udaranya tinggi. Sedangkan pada daerah tak berkanopi cuaca
relatif cerah ketika diamati sehingga uap air yang ada digunakan untuk proses
presipitasi, penyerapan radiasi matahari dan bumi dan untuk melepaskan energi
laten sebagai energi internal panas. Karena vegetasi di daerah ini jarang maka
proses penguapan tersebut tidak terhambat dan kelembaban nisbi udara
kelembaban nisbi udara didaerah tak berkanopi lebih rendah serta fluktuasinya
cenderung konstan.
9. Kelembaban Nisbi Udara (150 Cm)
Grafik 9. Kelembaban Nisbi Udara 150 cm
Pada grafik kelembaban nisbi udara 150 Cm, perbedaan suhu antara daerah
berkanopi dan tidak berkanopi tertinggi adalah 3% dan terendah sebesar 1%.
Dimana kelembaban nisbi tertinggi terdapat pada daerah berkanopi yaitu sebesar
37%. Adanya komunitas vegetatif yang menahan uap air sehingga menyebabkan
kelembaban nisbi udaranya tinggi. Sedangkan pada daerah tak berkanopi cuaca
relatif cerah ketika diamati sehingga uap air yang ada digunakan untuk proses
presipitasi, penyerapan radiasi matahari dan bumi dan untuk melepaskan energi
laten sebagai energi internal panas. Karena vegetasi didaerah ini jarang maka
proses penguapan tersebut tidak terhambat dan kelembaban nisbi udara
kelembaban nisbi udara didaerah tak berkanopi lebih rendah serta fluktuasinya
cenderung konstan.
B. Antar Aras
1. Suhu Udara (Berkanopi)
Pada percobaan yang dilakukan pada daerah yang berkanopi terlihat
bahwa terdapat perbedaan suhu udara pada tiap-tiap tinggi dari permukaan tanah
yang diukur,pada grafik di atas terlihat bahwa pada ketinggian 25 cm dari
permukaan tanah suhu udara yang dihasilkan konstan, tidak terjadi perubahan
suhu yang ekstrim, hal ini terjadi karena kanopi merupakan salah satu modifikasi
suhu pada iklim mikro, pada ketinggian 75 cm dan 150 cm suhu udara yang
diperoleh lebih panas dari pada ketinggian 25 cm,hal ini dikarenakan salah
satunya oleh radiasi sinar matahari memberikan pengaruhnya pada ketinggian 75
cm ke atas, hal ini terlihat pada pengamatan dengan ketinggian 150 cm yang
memiliki suhu terpanas. Dari keadaan di atas lapisan udara panas berada di atas
lapisan udara dingin,keadaan ini sering disebut inversi suhu.
2. Suhu Udara (Tak Berkanopi)
Pada daerah yang tidak berkanopi terlihat data yang dihasilkan bahwa suhu
udaranya tinggi(panas) dan cenderung mengalami perubahan. Hal ini terjadi
karena pada daerah tidak berkanopi anasir-anasir iklim mikro memberikan
pengaruhnya secara langsung tidak seperti pada daerah yang berkanopi, bahwa
suhu udara cenderung konstan karena kanopi merupakan salah satu modifikasi
dari iklim mikro. Pada ketinggian 25 cm dari data yang diperoleh memiliki suhu
tertinggi dan kemudian diikuti dengan ketinggian 75 cm dan 150 cm yang
cenderung menurun. Menurut teori pada ketinggian yang rendah panas dari radiasi
matahari tidak sekuat pada ketinggian 75 cm dan 150 cm sehingga memiliki suhu
yang lebih rendah jika dibandingkan dengan ketinggian yang lebih tinggi. Tetap,
pada hasil pengamatan tidak didapatkan hasil yang sesuai dengan teori.
Kemungkinan terjadi kesalahan oleh praktikan dan bisa jadi kerusakan pada alat.
Hal ini juga membedakan jenis vegetasi yang tumbuh pada daerah yang tinggi dan
struktur tanahnya karena pengaruh dari suhu udara. Dari pengamatan suhu pada
arah vertikal didapat suatu angka kecepatan penurunan suhu udara dengan
ketinggian yang dinamai gradien suhu. Harga gradient suhu pada suatu tempat
sangat berbeda,akan tetapi bila dibuat rata-ratanya akan didapat suatu angka yang
dinamakan gradien suhu normal. Kadang-kadang terjadi sebaliknya, yaitu suhu
naik dengan kenaikan ketinggian,ini terjadi misalnya bila lapisan udara panas
berada di atas lapisan udara dingin.Keadaan ini sering disebut sebagai Inversi
Suhu yang dapat juga terjadi karena adanya turbulensi.
3. Suhu Tanah (Berkanopi)
Grafik fluktuasinya tidak stabil dapat disebabkan oleh penggunaan stick
termometer yang ditancapkan pada tanah yang berbeda untuk mendapatkan
kedalaman 10 cm atau 20 cm. Karena adanya perbedaan struktur tanah (ada yang
keras/padat, ada yang gembur/mudah untuk ditancapkan). Sehingga perbedaan
struktur tanah dapat dimungkinkan menyebabkan data suhu tanah dengan tempat
lain berbeda hanya sedikit sehingga fluktuasi tidak stabil. Fungsi dari kanopi
supaya panas dari radiasi matahari sukar untuk dibebaskan karena adanya pohon
yang mempunyai daun yang membentuk kanopi dan kanopi tersebut dapat
menahan panas matahari yang telah diterima. Sebaliknya pada daerah tidak
berkanopi, panas dari sinar matahari mudah diterima dan dilepaskan.
4. Suhu Tanah (Tak Berkanopi)
Grafik suhu tanah vs waktu pada strata tak berkanopi dapat kita perhatikan
bahwa rasio suhu tanah pada aras 0 cm, 10 cm, dan 20 cm tidak begitu jauh
perbedaannya. Rata-rata suhu tanah tertinggi terdapat pada aras 0 cm yaitu sebesar
31,740C, diikuti rata-rata suhu tanah pada aras 10 cm yaitu sebesar 32,840C, dan
rata-rata suhu tanah pada aras 20 cm memiliki suhu paling rendah 33,720C. Dari
data ini terlihat bahwa pada daerah tanah yang tidak berkanopi mendapat cahaya
langsung dari matahari pada aras 0 cm, dan butuh waktu untuk suhu tersebut
mencapai aras 10 cm dan 20 cm. Hal ini juga membuktikan bahwa suhu udara
pada permukaan tanah juga panas. Dapat dikatakan bahwa tiap lapisan tanah pada
berbagai kedalaman mencapai suhu tertentu dalam waktu yang tidak bersamaan,
melainkan terdapat time lag.
5. Kelembaban Nisbi Udara (Tidak Berkanopi)
Pada grafik kelembaban nisbi udara tidak berkanopi dapat dilihat bahwa
kelembaban nisbi udara tertinggi terjadi pada aras 75 Cm, diikuti aras 150 Cm dan
terendah pada aras 25 Cm. Fluktuasi yang terjadi pada ketiga aras cenderung
konstan. Tidak ada vegetasi didaerah ini menyebabkan kelembaban nisbi udara
rendah. Namun pada aras 75 Cm dimana keadaan berada pada kondisi optimal
kelembaban nisbi udra tinggi. Karena pada aras 75 Cm pengaruh sinar matahari
minimal dan suhu udara maupun kecepatan anginnya pun dalam kondisi idela
untuk mencapai kelembaban nisbi udara yang tinggi.
6. Kelembaban Nisbi Udara (Berkanopi)
Dari grafik diatas terlihat bahwa kelemababan udara tertinggi terjadi pada
aras 25 Cm, diikuti aras 75 dan terendah pada 150 Cm. Kelembaban nisbi udara
yang tertinggi terjadi diaras 25 Cm disebabkan oleh tingginya kandungan uap air
didukung oleh keberadaan vegetasi didaerah ini yang menahan perginya uap air.
Fluktuasi yang terjadi pada kandungan uap air pada tiap aras cencerung konstan.
7. Kecepatan Angin
Pada tabel kecepatan angin pada strata berkanopi dan tidak berkanopi
dapat terlihat bahwa kecepatan angin pada daerah yang berkanopi memiliki rata-
rata kecepatan angin 27 m/s dan ini lebih tinggi dari kecepatan angin rata-rata
strata tidak berkanopi yang hanya sebesar 15,2 m/s. Dapat diketahui bahwa strata
berkanopi memiliki kecepatan angin lebih tinggi karena pada daerah itu memiliki
suhu yang lebih rendah dan tekanan yang lebih tinggi karena angin bergerak dari
tekanan tinggi ke tekanan rendah. Sehingga angin pada strata berkanopi terhalang
oleh pohon-pohon dan kecepatannya berkurang saat memasuki daerah tidak
berkanopi. Pada awalnya kecepatan angin di daerah berkanopi lebih rendah dari
daerah tidak berkanopi, hal ini dikarenakan angin pada strata berkanopi terhalang
oleh pohon-pohon.
F. KESIMPULAN
1. Adanya vegetasi, faktor kelembaban dan kecepatan angin mempengaruhi
suhu udara pada daerah berkanopi maupun tidak berkanopi. Vegetasi
yang tumbuh didaerah berkanopi menyebabkan suhu udara cenderung
konstan karena mempengaruhi sampainya sinar matahari
kepermukaan tanah.
2. kelembaban nisbi udara dipengaruhi oleh faktor vegetasi, kecepatan angin
dan jumlah uap air yang terkandung didalam udara.
3. Suhu tanah didaerah berkanopi dan tidak berkanopi lebih banyak
dipengaruhi oleh faktor vegetasi.
DAFTAR PUSTAKA
Lakitan,B.1994.Dasar-dasar klimatologi,Rajawali Press.Jakarta
Prawirowardoyo,S.1996.Meteorology,ITB.Bandung
Unwin,D.M.1980.Microclimate Measurement for Ecologist,Academic Press.London
Widiningsih,1985.Evaluasi Lahan.Faperta UNIBRAW.Malang
Winusbroto,200.Strategi memperkecil resiko iklim dalam produksi tanaman,Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan.2(2):47-52.