8 kumpul abstrak mat s2 2

21
Kumpulan Abstrak Tesis Semester Genap 2008/2009 Pendidikan Matematika (MAT)

Upload: raisah-al-atiyah

Post on 23-Oct-2015

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 8 Kumpul Abstrak MAT S2 2

Kumpulan Abstrak Tesis

Semester Genap 2008/2009

Pendidikan Matematika (MAT)

Page 2: 8 Kumpul Abstrak MAT S2 2

294 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2008/2009

Strategi-Strategi REACT dengan Menggunakan Aktivitas Pemecahan Masalah pada Pembelajaran Materi Lingkaran Kelas VIIIg SMPN 13 Malang

Ari Kusumastuti

Abstrak

Hasil observasi awal yang dilaksanakan dalam penelitian ini mendapatkan informasi bahwa pada materi geometri lingkaran terdapat kendala dalam pengajarannya. Siswa selalu mengalami kesalahan dalam mentranser pemahaman mereka pada aktifitas pemecahan masalah. Metode belajar masih menggunakan pendekatan ceramah. Setting belajar juga masih individual dan siswa terkesan pasif. Penelitian ini berupaya memperbaiki pola pembelajaran yang lama dengan menerapkan strategi-strategi REACT dengan aktifitas pemecahan masalah. Materi yang dipilih adalah lingkaran.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Penelitian ini terdiri dari 7 tindakan. Ketujuh tindakan ini selanjutnya dibagi dalam dua siklus. Setiap akhir pembelajaran dilakukan wawancara dengan siswa untuk melihat pemahaman akan materi yang telah diberikan. Subjek wawancara dipilih dari 3 siswa yang terdiri dari 1 siswa berkemampuan tinggi, 1 siswa berkemampuan sedang, dan 1 siswa berkemampuan rendah. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu melalui tes, wawancara, observasi langsung, catatan lapangan, dan jurnal siswa. Tes dilakukan untuk memperoleh data non verbal aktifitas pemecahan masalah. Sedangkan observasi langsung, wawancara, catatan lapang dan jurnal siswa untuk memperoleh data verbal aktivitas bermatematika dan aktifitas pemecahan masalah serta respon siswa terhadap strategi-strategi REACT. Teknik analisis data, untuk data berupa bilangan dianalisis dengan menggunakan analisis prosentase, sedangkan untuk data kualitatif dianalisis sesuai dengan model Milles dan Huberman yang meliputi 3 tahap yaitu: (1) reduksi data, (2) menyajikan data, dan (3) menarik kesimpulan.

Implementasi pembelajaran dilaksanakan dalam 3 tahap yaitu tahap awal, inti, dan tahap akhir. Tahap awal guru menjalankan strategi relating dengan mengajukan pertanyaan kontekstual. Tahap inti guru menjalankan strategi experiencing, applying, cooperating dan transferring dengan aktifitas pemecahan masalah. Tahap akhir siswa menyimpulkan dan merefleksi hasil pembelajaran dengan bimbingan guru.

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan aktivitas bermatematika dan aktifitas pemecahan masalah siswa dengan strategi-strategi REACT ini. Peningkatan aktivitas dilihat dari analisis prosentase hasil pengamatan dan catatan lapangan selama proses pembelajaran. Respon siswa terhadap pembelajaran dengan strategi-strategi REACT pada materi lingkaran dalam penelitian ini sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis jurnal siswa.

Kata kunci: strategi-strategi REACT, aktivitas pemecahan masalah, sekolah menengah pertama

Penerapan Pembelajaran Melalui Pemecahan Masalah Bersetting Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Program Linear di Kelas X SMK

Negeri 8 Malang

Arlina Yuni Astutiek

Abstrak

Penelitian ini diawali dengan adanya kenyataan rendahnya kemampuan siswa SMK Negeri 8 Malang dalam memecahkan masalah pada materi program linear. Hal ini disebabkan karena selama ini pembelajaran mayoritas masih berpusat pada guru, guru masih mendominasi siswa. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk menerapkan suatu model pembelajaran yang memungkinkan siswa mengembangkan kemampuan pemecahan masalahnya. Salah satunya melalui:” Penerapan Pembelajaran Melalui Pemecahan Masalah Bersetting Kooperatif Tipe STAD”. Penerapannya ,mengikuti prosedur yang ada di STAD, tetapi dalam menyelesaikan masalah menggunakan empat langkah penyelesaian masalah menurut Polya. Dalam penerapannya siswa dibagi dalam 6 kelompok masing-masing beranggotakan 4 orang, siswa belajar dengan bantuan LKS secara berkelompok, berdiskusi untuk menemukan, memahami konsep serta memecahkan masalah. Dalam proses pemecahan masalah ini digunakan empat langkah menurut Polya.

Dalam penelitian ini pemecahan masalah didefinisikan sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mancapai suatu tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai. Dari pengertian yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah dalam matematika adalah suatu aktivitas psikologis

293

Page 3: 8 Kumpul Abstrak MAT S2 2

Program Studi S2 MAT 295

(khususnya intelektual) untuk mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi dengan menggunakan secara integratif semua bekal pengetahuan matematika yang telah dimiliki. Sedangkan kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan kemampuan untuk menyelesaikan pertanyaan matematika yang tidak bersifat rutin, artinya pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin. Dengan kata lain, siswa tidak mempunyai strategi tertentu yang segera dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan pembelajaran melalui pemecahan masalah bersetting kooperatif tipe STAD yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah program linear di kelas X SMK Negeri 8 Malang.

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian tindakan kelas. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas X METRO A yang berjumlah 24 orang, sedangkan subjek wawancaranya adalah 3 orang. yaitu siswa yang nilainya terendah saat itu/perolehan nilainya menurun dibandingkan dengan tes sebelumnya/yang nilainya tetap, tidak ada peningkatan dan pelaksanaannya setelah pembelajaran satu tindakan berlangsung.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah tentang program linear siswa meningkat dibandingkan dengan sebelum diterapkannya model pembelajaran ini. Hal ini terjadi karena siswa diberi kesempatan untuk mencari, dan mengkonstruk pengetahuan melalui pemecahan masalah. Siswa menjadi lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusi -kan masalah tersebut dengan temannya.

Berdasarkan penelitian ini, maka bagi penulis lain yang berminat mengadakan penelitian serupa hendaknya melakukan pada sekolah yang lain sehingga akan diperoleh gambaran lebih lanjut mengenai efektifitas pembelajaran melalui pemecahan masalah bersetting kooperatif tipe STAD pada materi program linear.

Kata kunci: masalah, pemecahan masalah, kemampuan pemecahan masalah, program linear

Peningkatan Kualitas Pembelajaran Statistika Dengan Pendekatan Realistik Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 4 Kota Bima

Daria Affani Hadi

Abstrak

Dalam proses pembelajaran statistika dengan menggunakan pendekatan realistik, siswa diarahkan dan diikutsertakan dalam kegiatan mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data dalam bentuk diagram garis, diagram batang dan diagram lingkaran, bukan sekedar pemerolehan informasi seperti yang terjadi selama ini yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher oriented) dan bukan berpusat pada siswa (student oriented). Dalam penelitian ini dirumuskan: (1) bagaimanakah deskripsi pendekatan realistik yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran materi statistika siswa kelas XI SMA Negeri 4 Kota Bima?, dan (2) apakah pendekatan realistik dapat meningkatkan kualitas pembelajaran materi statistika siswa kelas XI SMA Negeri 4 Kota Bima?. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian tindakan kelas kolaboratif. Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 4 Kota Bima. Sumber data dipilih kelas XI Program IPA 1 dengan subjek penelitian terdiri dari 6 orang siswa.

Kata kunci: peningkatan, pembelajaran, statistika, pendekatan realistik

Penerapan Pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik (PMR) melalui Learning Cycle untuk Meningkatkan Pemahaman dan Aplikasi Konsep Peluang Siswa SMAN 1 Plosoklaten

Kediri

Eni Titikusumawati

Abstrak

Penelitian ini bertujuan menghasilkan model pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik (PMR) yang diimplementasikan melalui strategi Learning Cycle. Bertolak dari permasalahan pembelajaran real di kelas XI IPA1 SMAN 1 Plosoklaten Kediri, yaitu banyak siswa masih kesulitan membedakan bilangan bulat

Page 4: 8 Kumpul Abstrak MAT S2 2

296 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2008/2009

dengan bilangan faktorial, siswa kesulitan membedakan permasalahan yang diselesaikan dengan permutasi atau kombinasi, serta siswa tidak bisa memberikan jawaban ketika diberi pertanyaan tentang permutasi siklis.

Permasalahan-permasalahan pembelajaran di atas disebabkan oleh lemahnya kemampuan siswa dalam aspek domain kognitif, terutama ranah pemahaman dan aplikasi. Kelemahan tersebut, diduga disebabkan oleh penggunaan model pembelajaran konvensional oleh guru, dengan ciri utama, cenderung berpusat pada guru, monoton, dan lebih menitikberatkan pendekatan komputasi yang membosankan.

Reorientasi pembelajaran matematika oleh guru dari pembelajaran konvensional menuju pembelajaran metematika yang lebih banyak ‘memberdayakan’ dan ‘melaparkan’ rasa ingin tahu siswa sangat dibutuhkan, yaitu model pembelajaran yang student centered dan konstruktivis, yang menekankan konteks sebagai starting point pembelajaran. Model pembelajaran yang dimaksud adalah Pendidikan Matematika Realistik (PMR). Model pembelajaran PMR mungkinkan siswa belajar matematika lebih bermakna melalui kegiatan menemukan matematika untuk dirinya sendiri. Pengelolaan pembelajaran PMR mengacu pada strategi Learning Cycle, langkah ini ditempuh untuk memberi kekuatan yang lebih besar kepada siswa sehingga ide yang dimiliki dapat dikembangkan melalui penalarannya.

Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK), dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) plan, (2) action, (3) observation, (4) reflection. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, masing-masing siklus terdiri dari 3 pertemuan pembelajaran. Data penelitian meliputi: (1) pengamatan terhadap proses pembelajaran, (2) tes kognitif siswa untuk aspek pemahaman dan aplikasi, dan (3) respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran PMR melalui learning cycle.

Penerapan model pembelajaran PMR melalui learning cycle dapat meningkatkan hasil belajar siswa baik proses maupun produk. Ketuntasan klasikal pengamatan proses pembelajaran meningkat sebesar 5,1%. Peningkatan ketuntasan klasikal dari siklus 1(66,67%) ke siklus 2(84,6%) sebesar 17,93%. Respon siswa terhadap penerapan model PMR melalui Learning cycle menunjukkan respon yang positif. Skor rata-rata angket umpan balik siswa terhadap penerapan model pembelajaran PMR melalui learning cycle adalah 2,8 masuk dalam kategori Setuju(S).

Peningkatan pemahaman dan aplikasi siswa di atas karena siswa belajar dalam bingkai pendekatan realistik, pada tahap eksplorasi siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan model mereka sendiri(the use of contex and the use of models), model pemecahan informal(model-of). Selanjutnya tahap eksplanasi terjadi interaksi melalui diskusi dan negosiasi antar siswa maupun interaksi siswa dengan guru (student contribution and interactivity), maka salah satu pemecahan yang dikemukakan siswa akan berkembang menjadi model yang formal(model-for). Keterkaitan atau pegintegrasian antar konsep-konsep atau materi pelajaran dalam matematika harus dieksplorasi untuk mendukung proses pembelajaran matematika yang lebih bermakna. Tahap ekspansi dilakukan siswa melalui pengintegrasian(interwinning) antar konsep, topik dan materi pelajaran tersebut akan membantu siswa dalam memecahkan masalah dan pembelajaran menjadi lebih efektif.

Proses di atas tidak terlepas dari tahap pematematikaan horizontal, yaitu siswa dengan pengetahuan yang dimilikinya(math tools) dapat mengorganisasikan dan memecahkan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan tahap pematematikaan vertikal berkenaan dengan pemrosesan atau proses reorganisasi dalam matematika itu sendiri. Jadi jelas bahwa, pada awalnya siswa memecahkan masalah secara informal dengan menggunakan bahasa atau kata-kata mereka sendiri. Kemudian setelah beberapa waktu, setelah mereka familiar dengan proses/strategi pemecahan yang serupa melalui penyederhanaan (simplifikasi) dan formalisasi, siswa mulai menggunakan bahasa yang lebih formal dan diakhir proses siswa akan menemukan suatu algoritma. Temuan penelitian ini memberikan beberapa saran terkait dengan penerapan model pembelajaran yaitu: (1) bagi para guru dan praktisi pendidikan yang akan menerapkan model pembelajaran PMR melalui learning cycle ini untuk menerapkannya pada tahap yang lebih tinggi, misalnya tahap kemampuan berpikir tinggi (analisis dan sintesis); (2) memberikan pengalaman belajar yang bervariasi akan sangat membutuhkan inovasi dan kreativitas guru untuk mengeksplorasi kemampuannya terhadap konsep yang akan diajarkan.

Kata kunci: pembelajaran, pendidikan matematika realistic (PMR), learning cycle, pemahaman, aplikasi, peluang

Page 5: 8 Kumpul Abstrak MAT S2 2

Program Studi S2 MAT 297

Meningkatkan Hasil Belajar Trigonometri Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Jailolo Melalui Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw

Iswan Hanan

Abstrak

Berdasarkan pengalaman peneliti, hasil diskusi dengan guru matematika SMA Negeri 1 Jailolo, dan hasil tes menunjukan bahwa hasil belajar siswa disekolah tersebut belum baik, artinya belum memenuhi kriteria ketuntasan minimalkan (KKM) di sekolah tersebut. Oleh karena itu diperlukan usaha yang serius dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa salah satunya melalui pembelajaran koopertif model jigsaw.

Tujuan penelitian adalah mendiskripsikan langkah-langkah pembelajaran kooperatif model jigsaw yang dapat meningkatkan hasil belajar trigonometri siswa kelas X SMA Negeri 1 Jailolo dan meningkatkan hasil belajar trigonometri siswa kelas X SMA Negeri 1 Jailolo.

Hasi Penelitian di SMA Negeri 1 Jailolo pada kelas XB menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif model jigsaw dengan langkah-langkah pembentukan kelompok asal, pembentukan kelompok ahli, penyajian materi oleh guru, penyajian tugas oleh guru, diskusi kelompok ahli, diskusi kelompok asal, kuis/tes, dan pemberian penghargaan kelompok dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan trigonometri, khususnya sub pokok bahasan pengukuran sudut dengan derajat dan radian, perbandingan trigonometri segitiga sikus-siku, serta sudut berelasi dan sudut diberbagai kuadran. Pada siklus I hasil pengamatan aktivitas siswa sebesar 76% atau berada pada kategori cukup, sedangkan pada siklus II aktivitas siswa sebesar 83% atau berada pada kategori baik. Ketrampilan kooperatif siswa pada siklus I sebesar 71% atau berada pada kategori cukup sedangkan pada siklus II sebesar 92% atau berada pada kategori sangat baik. Sedangkan skor tes pada siklus I siswa yang tuntas adalah 75%, sedangkan pada siklus II siswa yang tuntas adalah 90,62%.

Saran yang dapat dikemukakan adalah (1) diharapkan kepada pengajar (guru) untuk menggunakan model pembelajaran tersebut dalam proses pembelajaran dikelas dengan mempertimbangkan hal-hal seperti kesiapan, ketersediaan waktu untuk menyusun pembelajaran jigsaw, dan (2) bagi peneliti lain pembelajaran jigsaw dapat dikembangkan lebih lanjut untuk pelajaran matematika pada pokok bahasan yang lain.

Kata kunci: hasil belajar, kooperatif, model jigsaw, trigonometri

Pembelajaran Teorema Pythagoras Dengan Strategi Inquiry Untuk Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah Siswa Kelas VIII MTs Diponegoro Tumpang

Joko Suprapto

Abstrak

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pembelajaran yang terjadi pada siswa MTs Diponegoro Tumpang. Pembelajaran yang terjadi tidak sesuai dengan harapan guru, siswa tidak aktif dalam pembelajaran dan tidak mengerjakan tugas yang dibebankan padanya. Berdasarkan pengamatan peneliti, pembelajaran pada MTs tersebut masih berpusat pada guru artinya guru lebih mendominasi aktivitas pembelajaran di kelas. Tugas guru menjelaskan materi pelajaran, menulis materi, memberi contoh soal dan latihan, sedangkan tugas siswa hanya memperhatikan penjelasan guru, mencatat materi pelajaran dan mengerjakan latihan. Karena pembelajaran yang dilakukan oleh guru kurang variatif, menyebabkan siswa mudah jenuh dan bosan.

Untuk menjawab permasalahan di atas, peneliti melakukan penelitian tindakan partisipan dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di MTs Diponegoro Tumpang. Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan langkah-langkah pembelajaran teorema Pythagoras dengan strategi inquiry yang dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah siswa kelas VIII.

Pembelajaran teorema Pythagoras dengan strategi inquiry, adalah suatu model pembelajaran yang dilakukan dengan langkah-langkah: orientasi, merumuskan masalah, membuat hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis dan membuat kesimpulan. 1) orientasi bertujuan untuk memotivasi siswa dengan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran, 2) merumuskan masalah pada langkah ini siswa merumuskan masalah yang diberikan dengan memperhatikan pertanyaan yang diberikan oleh guru, 3) membuat hipotesis siswa membuat jawaban sementara dari pertanyaan yang diberikan, 4) mengumpulkan data siswa memanipulasi alat peraga

Page 6: 8 Kumpul Abstrak MAT S2 2

298 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2008/2009

sehingga siswa dapat menentukan panjang dan luas masing-masing bangun yang diberikan, 5) menguji hipotesis siswa menguji data yang telah dikumpulkan, 6) membuat kesimpulan siswa membuat kesimpulan tentang konsep teorema Pythagoras.

Setelah siswa terlatih belajar dengan strategi inquiry dimana siswa lebih banyak melakukan aktivitas belajar, merasa senang dalam belajar dan mampu memecahkan masalah. Terbukti dengan meningkatnya tes hasil belajar pada siklus I dan siklus II. Persentase ketuntasan tes hasil belajar secara klasikal pada siklus I adalah 30,77% dan tes hasil belajar pada siklus II adalah 88,46%. Peningkatan kemampuan memecahkan masalah siswa juga didukung oleh hasil kerja siswa dalam bentuk LKS dan lembar observasi aktivitas siswa. Terbukti cara kerja siswa semakin terarah dari LKS I sampai dengan LKS IV. Hasil observasi aktivitas siswa dari keempat pengamat, siklus I adalah 69,64% dan siklus II adalah 76,78%, ini artinya pembelajaran siklus II siswa lebih aktif dalam belajar jika dibandingkan dengan siklus I.

Dari hasil angket respon siswa terhadap pembelajaran teorema Pythagoras dengan strategi inquiry, diperoleh skor rata-rata perolehan dari 30 item pernyataan yang diberikan adalah 3,35. Hal ini menunjukkan bahwa respon siswa terhadap pembelajaran teorema pythagoras dengan strategi inquiry dalam kategori sangat positif. Bertitik tolak dari temuan penelitian ini, disaran kepada guru matematika dalam melakukan pembelajaran sebagai berikut. (1) menjadikan pembelajaran dengan strategi inquiry sebagai suatu pembe-lajaran alternatif yang layak dipertimbangkan, (2) mengembangkan penelitian ini di kelas atau jenjang lainnya dengan mengambil materi yang lebih luas lagi agar hasil penelitian ini lebih lengkap dan mendalam. (3) membantu siswa dalam belajar melalui penggunaan alat peraga atau benda-benda konkrit untuk dimanipulasi.

Kata kunci: pembelajaran teorema Pythagoras, strategi inquiry kemampuan memecahkan masalah

Pembelajaran Interaktif Konsep Barisan Konvergen Bagi Mahasiswa

Lalu Sucipto

Abstrak

Pembelajaran matematika di perguruan tinggi menuntut mahasiswa untuk memahami konsep–konsep dasar. Matematika dilandasi dari definisi, teorema yang menyajikan konsep–konsep yang berkaitan dengan masalah yang terjadi dalam memahami kasus–kasus matematika. Analisis real merupakan bekal bagi mahasiswa matematika sebagai calon guru untuk mengajar materi pelajaran matematika khususnya tentang konsep barisan konvergen. Meskipun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penguasaan mahasiswa terhadap materi konsep barisan konvergen masih rendah. Mahasiswa cenderung menghafal definisi dan tidak mampu menerapkan dalam memecahkan kasus. Oleh karena itu diperlukan usaha yang serius dalam membangun pemahaman mahasiswa terhadap barisan konvergen dengan pembelajaran interaktif.

Penelitian ini bertujuan menghasilkan prosedur pembelajaran interaktif konsep barisan konvergen bagi mahasiswa semester IV offering C Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Kanjuruhan Malang tahun ajaran 2008/2009. Pembelajaran interaktif memiliki ciri-ciri yaitu: intervensi, kalaborasi, negosiasi dan evaluasi. Pada intervensi, mahasiswa diberikan permasalahan konsep barisan konvergen, sedangkan dosen berperan memberi intervensi dengan memberikan permasalahan. Pada negosiasi, mahasiswa mendiskusikan hasil temuan, dosen berperan sebagai mediator dalam kegiatan diskusi. Pada kalaborasi mahasiswa dengan teman sebangku bekerjasama untuk menyelesaikan masalah, selain berkalaborasi mahasiswa juga saling negosiasi dan evaluasi terhadap hasil-hasil negosiasi. Pada evaluasi, dosen melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pembelajaran interaktif konsep barisan konvergen bagi mahasiswa semester IV offering C Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Kanjuruhan Malang dapat membangun kemampuan analisis matematika. Prosedur pembelajaran interaktif terdiri dari 10 tahap yaitu: (1) memberikan orientasi tentang pembelajaran; (2) menyampaikan tujuan pembelajaran; (3) memotivasi dan apersepsi; (4) dosen memberikan intervensi kepada mahasiswa; (5) negosiasi dosen dengan mahasiswa; (6) kalaborasi mahasiswa dengan mahasiswa; (7) negosiasi mahasiswa dengan mahasiswa; (8) dosen memberikan intervensi pada saat mahasiswa melakukan kalaborasi dan negosiasi; (9) dosen dan mahasiswa bernegosiasi untuk membuat kesimpulan; dan (10) dosen melakukan evaluasi.

Hasil penelitian dilihat dari hasil observasi, hasil tes akhir siklus, dan wawancara. Hasil observasi menunjukkan bahwa yang dilakukan pada kategori sangat baik. Dari hasil tes akhir siklus persentasi

Page 7: 8 Kumpul Abstrak MAT S2 2

Program Studi S2 MAT 299

presentase ketuntasan klasikal (TB) sebesar 91%, dengan presentase sebesar 91% menujukkan bahwa dapat membangun kemampuan analisis matematika mahasiswa tentang konsep barisan konvergen. Dari hasil wawancara menujukkan bahwa mahasiswa senang belajar dengan pembelajaran interaktif melalui lembar kerja.

Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa bentuk pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini berhasil sebagai suatu bentuk pembelajaran yang dapat membangun kemampuan analisis matematika mahasiswa tentang barisan konvergen.

Kata kunci: interaktif, konsep barisan konvergen

Proses Berpikir Siswa Dalam Mengkonstruksi Pengetahuan Himpunan Dalam Aktivitas Think Pair Share

Lutfiyah

Abstrak

Pembelajaran matematika tidak cukup diukur hanya dari keberhasilan siswa menyelesaikan mata pelajaran, melainkan bagaimana seorang pendidik mampu mentransformasikan makna-makna yang terkandung dalam bidang studi matematika itu sendiri. Tetapi masih banyak pendidik yang menganut model pembelajaran yang didasarkan atas asumsi tersembunyi, bahwa “pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa”. Berarti tidak terjadi perkembangan struktur kognitif pada diri siswa.

Konsep dasar matematika merupakan masalah yang penting, sehingga siswa tidak hanya sekedar menghafal, melainkan mengerti apa yang terjadi dalam matematika itu. Salah satu konsep dasar matematika adalah materi Himpunan. Materi Himpunan ini berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga mempermudah siswa untuk diajak berpikir, dan tidak sekedar menghafal.

Menurut Slavin (2000:255) salah satu prinsip dalam psikologi pendidikan adalah guru tidak mudah menyampaikan pengetahuan kepada siswa, siswa harus mengkonstruksi pengetahuan dalam benaknya. Berkaitan dengan siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika, terdapat kesamaan pendapat antara Piaget dan Vygotsky yaitu bahwa perubahan struktur kognitif terjadi jika konsepsi baru masuk ke benak seseorang. Vygotsky menekankan pada interaksi sosial dalam mengkonstruksi pengetahuan matematika dan maknanya. Sedangkan Piaget lebih menekankan pada kerja individu dalam mengkonstruksi pengetahuan matematika dan maknanya berdasar pada pengalaman siswa sendiri.

Vygotsky mengatakan bahwa siswa memiliki dua tingkat perkembangan yang berbeda yaitu (1) tingkat perkembangan aktual dan (2) tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual merupakan fungsi intelektual individu saat ini dan kemampuannya untuk mempelajari sendiri hal-hal tertentu. Sedangkan tingkat perkembangan potensial didefinisikan sebagai tingkat yang dapat difungsikan atau dicapai oleh individu dengan bantuan orang lain. Dalam penelitian ini yang dimaksud bantuan orang lain yaitu teman sebaya yang lebih mampu. Zona yang terletak diantara tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial siswa disebut Zone of Proximal Development.

Proses konstruksi dalam penelitian ini berada dalam aktivitas Think Pair share. Proses aktivitas Think Pair Share dilakukan dengan cara memberikan lembar tugas yang diselesaikan secara individu dan lembar tugas yang diselesaikan secara berkelompok (berpasangan). Hasil penyelesaian siswa tersebut untuk menjelaskan konstruksi pengetahuan yang terjadi pada masing-masing siswa. Mengkonstruksi pengetahuan merupakan hal yang penting dalam pembelajaran, karena pengetahuan tidak bisa dengan sekedar dihafal, melainkan harus dikontruksi dalam pikiran siswa.

Think Pair Share adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa (Trianto, 2007:61). Dengan pola interaksi ini diharapkan terjadi proses berpikir dalam mengkonstruksi pengetahuan Himpunan. Interaksi dengan teman sebayanya yang lebih mampu dapat mempermudah siswa untuk memahami atau menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Penelitian ini dilaksanakan di kelas VII-A SMP PGRI Bangsalsari Jember. Subjek penelitian sebanyak 4 siswa diantaranya 2 siswa berkemampuan tinggi, 1 siswa berkemampuan sedang, dan 1 siswa berkemampuan rendah. Dari keempat subjek penelitian, dibentuk menjadi dua kelompok yaitu kelompok 1 terdiri dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki kamampuan sedang, kelompok 2 terdiri dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki kamampuan rendah. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif yaitu mendeskripsikan hasil eksplorasi proses

Page 8: 8 Kumpul Abstrak MAT S2 2

300 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2008/2009

berpikir. Metode yang digunakan untuk mengambil data adalah Think out louds untuk mengungkapkan proses berpikir siswa.

Subjek penelitian yang memiliki kemampuan tinggi, ketika menyelesaikan lembar tugas 1 dan lembar tugas 2 proses berpikirnya sesuai dengan struktur masalah, ketika berpasangan pada lembar tugas 1 maupun lembar tugas 2 berada di wilayah Zona of Proximal Development untuk memberikan Scaffolding. Untuk subjek penelitian yang memiliki kemampuan sedang, ketika menyelesaikan lembar tugas 1 secara individu proses berpikirnya sesuai dengan struktur masalah, ketika berpasangan tidak membutuhkan scaffolding, sedangkan pada lembar tugas 2 ketika individu proses berpikirnya tidak sesuai dengan struktur masalah, ketika berpasangan berada di wilayah Zona of Proximal Development untuk mendapatkan Scaffolding. Untuk subjek penelitian yang memiliki kemampuan rendah, ketika menyelesaikan lembar tugas 1 maupun lembar tugas 2 Proses berpikirnya tidak sesuai dengan struktur masalah, ketika berpasangan pada lembar tugas 1 maupun lembar tugas 2 berada di wilayah Zona of Proximal Development untuk mendapatkan Scaffolding dari temannya yang lebih mampu.

Kata kunci: proses berpikir, konstruktivisme sosial, aktivitas TPS

Penerapan Pendekatan Open-Ended untuk Meningkatkan Pemahaman Ilmu Ukur Siswa Kelas VII D SMPK Kolese Santo Yusup 1 Malang

Morinaga Hadi

Abstrak

Ilmu Ukur merupakan salah satu mata pelajaran matematika tambahan yang diajarkan di SMPK Kolese Santo Yusup 1 Malang. Saat belajar Ilmu Ukur, semua siswa akan dilatih untuk berpikir tentang segala hal yang berkaitan dengan bidang datar, antara lain membuktikan, menghitung dan melukis. Dengan mempelajari Ilmu Ukur semua siswa diharapkan dapat memperkuat pengetahuan matematis mereka. Namun Ilmu Ukur merupakan salah satu pelajaran yang sulit dipahami oleh siswa. Di SMPK Kolese Santo Yusup 1 Malang, metode pembelajaran yang digunakan oleh semua guru Ilmu Ukur adalah konvensional, yang bersifat teacher-centered. Sehingga banyak siswa yang tidak mau mempelajarinya.

Pendekatan open-ended merupakan salah satu metode yang dapat menjadikan siswa bisa berpikir kreatif, logis, dan kritis. Hal ini sangat mungkin terjadi karena dalam metode pengajaran pendekatan open-ended mula-mula siswa akan dihadapkan pada soal open-ended, yang dirancang untuk mempunyai banyak jawaban, berupa strategi penyelesaian atau hasil akhir, yang benar. Sehingga hal ini dapat menyediakan pengalaman dalam mencari sesuatu yang baru dan mengkombinasikan pengetahuan, kemampuan, atau cara-cara berpikir yang telah siswa pelajari. Metode ini diharapkan bisa menggantikan metode pembelajaran konvensional, yang selama ini diterapkan, serta meningkatkan pemahaman siswa.

Untuk mengetahui langkah-langkah apa sajakah yang harus dilaksanakan dalam menyampaikan materi Ilmu Ukur dengan pendekatan open-ended dan apakah pendekatan open-ended dapat meningkatkan pemahaman siswa, maka penelitian ini dilaksanakan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian tindakan kelas serta dilaksanakan di kelas VII D. Penelitian ini menggunakan lembar observasi aktivitas guru dan siswa, lembar tes hasil belajar serta angket respon siswa sebagai instrumen dalam pengumpulan data.

Berdasarkan hasil penelitian ini, langkah-langkah pendekatan open-ended untuk mengajar Ilmu Ukur adalah membagikan soal open-ended, meminta siswa berdiskusi dalam kelompok dan kelas, serta memberikan latihan dan tes. Juga ditemukan bahwa sebagian besar siswa memilih metode ini untuk mempelajari Ilmu Ukur dan terjadi peningkatan pemahaman di antara siswa.

Saran-saran yang diusulkan pada para guru antara lain, agar menyusun lembar validasi yang lebih spesifik, berdiskusi dengan guru kelas dalam menyusun soal, memberi kesempatan bagi guru kelas untuk melaksanakan pembelajaran dan menggunakan pendekatan open-ended ketika mengajar Ilmu Ukur.

Kata kunci: meningkatkan, peningkatan, pemahaman, ilmu ukur

Page 9: 8 Kumpul Abstrak MAT S2 2

Program Studi S2 MAT 301

Peningkatan Penguasaan Konsep Volume Bangun Ruang dengan Metode Penemuan Terbimbing Berkelompok di MTs. Darussa’adah Gubugklakah Kec. Poncokusumo Kab.

Malang

Pa’is

Abstrak

Volume bangun ruang mempunyai peranan penting dalam bidang matematika dan banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, penguasaan terhadap volume bangun ruang perlu ditekankan pada siswa sejak dini. Meskipun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penguasaan siswa terhadap volume bangun ruang masih rendah. Siswa cenderung menghafal rumus volume bangun ruang. Siswa tidak diberi kesempatan untuk menemukan sendiri rumus volume bangun ruang. Oleh karena itu diperlukan usaha yang serius dalam membangun penguasaan siswa terhadap volume bangun ruang dengan metode penemuan terbimbing berkelompok. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menjelaskan pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing berkelompok yang dapat meningkatkan penguasaan konsep volume bangun ruang, (2) menjelaskan peningkatan hasil belajar siswa pada konsep volume bangun ruang melalui pembelajaran metode penemuan terbimbing berkelompok, dan (3) mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran metode penemuan terbimbing berkelompok pada konsep volume bangun ruang bagi siswa kelas VIII MTs Darussa’adah Gubugklakah Kec. Poncokusumo Kab. Malang tahun pelajaran 2008/2009.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan penelitian tindakan kelas. Penelitian dilaksanakan pada siswa kelas VIII MTs Darussa’adah Gubugklakah Kec. Poncokusumo Kab. Malang. Subyek wawancara 4 siswa yang terdiri dari 1 siswa berkemampuan tinggi, 2 siswa berkemampuan sedang, dan 1 siswa berkemampuan rendah. Pemilihan subyek wawancara berdasarkan hasil tes awal dan pertimbangan bahwa siswa-siswa tersebut mudah diajak komunikasi.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa metode penemuan terbimbing berkelompok yang dapat meningkatkan penguasaan volume bangun ruang pada siswa kelas VIII MTs Darussa’adah Gubugklakah Kec. Poncokusumo Kab. Malang terbagi dalam tiga tahap pembelajaran, yaitu (1) tahap awal meliputi menyampaikan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa tentang pentingnya volume bangun ruang, mengingatkan kembali materi prasyarat, pembentukan kelompok, dan pemberian alat peraga, (2) tahap inti meliputi pelaksanaan investigasi oleh kelompok dan presentasi hasil diskusi, dan (3) tahap akhir meliputi membuat kesimpulan dan evaluasi. Respon siswa terhadap pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing berkelompok pada materi volume bangun ruang sangat positif.

Berdasarkan penelitian ini, maka bagi peneliti lain yang berminat mengadakan penelitian serupa hendaknya melakukan pada sekolah yang lain sehingga akan diperoleh gambaran lebih lanjut mengenai efektifitas pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing berkelompok pada materi volume bangun ruang.

Kata kunci: volume bangun ruang, penemuan terbimbing berkelompok

Proses Berpikir Mahasiswa dalam Mengkonstruksi Bukti Keterbagian

Patma Sopamena

Abstrak

Konsepsi siswa dan guru tentang bukti telah dikaji oleh banyak peneliti (Erick J Knuth, 2002, Lulu Healey & Celia Hoyles, 2000), demikian halnya dengan proses berpikir khususnya mengkonstruksi grafik (Subanji, 2007). Namun kajian-kajian tersebut belum mengkaji pada masalah “bagaimana proses berpikir mahasiswa dalam mengkonstruksi bukti”. Karena itu dalam penelitian ini akan dikaji proses mengkonstruksi bukti.

Konteks yang digunakan untuk mengkaji proses berpikir dalam mengkonstruksi bukti adalah masalah keterbagian. Diambilnya masalah bukti keterbagian dalam penelitian ini, terinspirasi dari masalah yang dikaji oleh Erick J Knuth, yakni bagaimana kosepsi guru tentang masalah jika jumlah dari semua digit bilangan dapat dibagi 3, maka bilangan itu sendiri terbagi oleh 3.

Page 10: 8 Kumpul Abstrak MAT S2 2

302 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2008/2009

Selanjutnya untuk mengkaji proses berpikir mahasiswa menggunakan kerangka kerja asimilasi dan akomodasi dari Piaget. Ketika seseorang menghadapi suatu masalah, maka akan terjadi proses adaptasi yang melibatkan proses asimilasi atau akomodasi. Menurut Piaget asimilasi merupakan proses pengintegrasian stimulus baru ke dalam skema yang sudah terbentuk. Akomodasi merupakan proses pengintegrasian stimulus baru melalui pengubahan skema lama atau pembentukan skema baru untuk menyesuaikan dengan stimulus yang diterima.

Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika IAIN Ambon yang sedang menempuh matakuliah teori bilangan. Diambilnya mahasiswa yang sedang menempuh matakuliah tersebut karena keterbagian adalah materi awal dari teori bilangan yang memungkinka mahasiswa sudah memahami keterbagian tersebut. Pengambilan data dilakukan dengan metode Think-Out-Loud (TOL) atau sering disebut Think Aloud. Dalam metode, TOL, mahasiswa diminta untuk mengungkapkan secara keras apa yang sedang dipikirkan. Data yang diperoleh dikodekan dan dijadikan dasar untuk menggambarkan struktur berpikir mahasiswa, ketika menghadapi masalah bukti.

Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa proses berpikir mahasiswa IAIN Ambon dalam mengkonstruksi bukti keterbagian memiliki dua karakteristik, yaitu: (a) hampir lengkap, yakni ketika mahasiswa mengkonstruksi bukti tetapi tidak sesuai dengan substruktur masalah (proses aljabar) dalam proses asimilasi dan akomodasi, (b) tidak lengkap karena ketidaksempurnaan proses asimilasi yang merupakan proses berpikir paling sederhana dan ketidaksempurnaan proses akomodasi.

Penelitian ini masih memiliki keterbatasan terutama dalam masalah dan konteksnya, karena itu perlu adanya penelitian yang memfokuskan pada: (1) bagaimana proses bernalar (resoning) mahasiswa ketika mengkonstruksi bukti selain materi keterbagian; (2) desain pembelajaran yang dapat mempermudah terjadinya asimilasi dan akomodasi terkait dengan proses pembuktian.

Kata kunci: proses berpikir, mengkonstruksi, bukti

Proses Terjadinya Kesalahan Dalam Penalaran Proporsional Berdasarkan Kerangka Kerja Asimilasi dan Akomodasi

Samsul Irpan

Abstrak

Penalaran proporsional merupakan aktivitas mental dalam mengkordinasikan dua kuantitas yang berkaitan dengan relasi perubahan (perbandingan senilai) suatu kuantitas terhadap kualitas yang lain. Hal tersebut berkaitan dengan perkembangan kognitif siswa dalam proses belajar. Dalam proses belajar, diharapkan siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan masalah yang dihadapi. Pada kenyataanya, ada masalah yang dapat diselesaikan sesuai dengan harapan dan ada juga masalah yang tidak bisa diselesaikan sesuai dengan apa yang diharapkan. Ini berarti struktur penalaran siswa tersebut belum cukup untuk menyelesaikan struktur masalah yang diberikan.

Penalaran proporsional telah dikaji oleh oleh beberapa peneliti misalnya Cramer,K. & Post,T. (1993), dan Rahma (2006). Namun kajian-kajian tersebut belum sampai pada masalah “proses terjadinya kesalahan penalaran proporsional”. Karena itu dalam penelitian ini akan dikaji proses terjadinya kesalahan dalam penalaran proporsional berdasarkan kerangka kerja asimilasi dan akomodasi.

Ketika seseorang menghadapi suatu masalah, maka akan terjadi proses adaptasi yang melibatkan proses asimilasi dan akomodasi. Menurut Piaget asimilasi merupakan proses pengintegrasian stimulus baru ke dalam skema yang sudah terbentuk. Akomodasi merupakan proses pengintegrasian stimulus baru melalui pengubahan skema lama atau pembentukan skema baru untuk menyesuaikan dengan stimulus yang diterima.

Penelitian ini dilakukan pada siswa MTs Surya Buana Kota Malang yang sudah mendapatkan materi perbandingan (proporsi). Pengambilan data dilakukan dengan metode Think-Out-Loud (TOL) atau sering disebut Think Aloud. Dalam metode TOL, siswa diminta untuk mengungkapkan secara keras apa yang sedang dipikirkan. Data yang diperoleh dikodekan dan dijadikan dasar untuk mengkaji terjadinya kesalahan, ketika mengerjakan masalah proporsi.

Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa proses terjadinya kesalahan dalam penalaran siswa MTs Surya Buana Kota Malang memiliki karakteristik, yaitu: (1) kekeliruan proses asimilasi yang terjadi pada subjek (S1), dan (2) ketidakcukupan struktur berpikir dalam proses asimilasi terjadi pada subjek kelompok sedang (S3 dan S4). Sedangkan untuk subjek (S2, S5 dan S6) memiliki konstruksi penalaran yang lengkap.

Page 11: 8 Kumpul Abstrak MAT S2 2

Program Studi S2 MAT 303

Penelitian ini masih terbatas pada proses terjadinya kesalahan dalam penalaran proporsional (khususnya perbandingan senilai), karena itu masih sangat terbuka penelitian lanjutan terutama berkaitan dengan: (1) bagaimana proses penalaran siswa, ketika memahami perbandingan berbalik nilai, dan (2) desain pembelajaran yang dapat mengurangi terjadinya kesalahan penalaran dalam menyelesaikan masalah matematika.

Kata kunci: penalaran proporsional, asimilasi, akomodasi

Implementasi Strategi Peta Konsep dalam Usaha Membangun Pemahaman Konsep Fungsi Komposisi Siswa Kelas XI-IPS1 SMAK St. Albertus Malang

Yanti Selfi Bali

Abstrak

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern. Perkembangan teknologi ini berkaitan erat dengan daya pikir manusia serta pengetahuan yang dimilikinya. Dalam mempelajari matematika tidak cukup hanya dengan menghafal rumus-rumus saja, tetapi membutuhkan pengertian, pemahaman dan ketrampilan secara mendalam. Berpikir tentang masalah memahami materi pembelajaran , peneliti mengambil langkah awal untuk meneliti keadaan ini. Peneliti melakukan wawancara ke beberapa guru SMA dan juga siswa-siswi SMAK St. Albertus Malang. Hasil yang diperoleh peneliti adalah bahwa pemahaman konsep masih sangat minim dimiliki oleh siswa dan bahkan ada yang sama sekali tidak paham akan konsep tetapi menghafal rumus matematika.

Bertolak dari masalah pemahaman konsep, diperlukan pembelajaran yang bermakna agar seorang siswa betul-betul memahami materi dari bahan ajar yang diberikan. Siswa diharapkan mampu mengkonstruk pengetahuan baru khususnya mampu mengaitkan antara konsep, prinsip dan fakta yang diperolehnya. Saling keterkaitan antara konsep, prinsip dan fakta dapat digambarkan seperti jaringan konsep. Jaringan konsep ini tidak terjadi secara acak, tetapi perlu dikonstruk. Jaringan konsep hasil dari konstruksi ini disebut dengan peta konsep.

Permasalahan mendasar penelitian ini adalah apa rancangan dan bagaimana pelaksanaan pembelajaran melalui strategi peta konsep yang dapat membangun pemahaman konsep Fungsi Komposisi siswa kelas XI-IS1 SMAK St. Albertus Malang. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh rancangan dan pelaksanaan pembelajaran melalui strategi peta konsep yang dapat membangun pemahaman konsep Fungsi Komposisi siswa kelas kelas XI-IS1 SMAK St. Albertus Malang. Penelitian difokuskan pada materi Fungsi Komposisi dengan menerapkan strategi peta konsep untuk membangun pemahaman konsep Fungsi Komposisi para peserta didik di kelas XI-IS1 SMAK St. Albertus Malang.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Langkah-langkah pembelajaran adalah: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi sebagai suatu siklus yang dapat dilaksanakan secara berulang sampai mencapai tujuan penelitian. Untuk penelitian ini, kegiatan pembelajaran dilaksanakan dalam dua siklus.

Kegiatan pembelajaran pada siklus I dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan dan siklus II terdiri dari satu kali pertemuan. Masing-masing pertemuan meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Kegiatan pendahuluan meliputi mengucapkan salam, berdoa bersama, menyampaikan maksud dan tujuan dari pembelajaran mengenai peta konsep, menyampaikan hal-hal yang akan dilakukan setiap pertemuan, menyampaikan tujuan pembelajaran, dan langkah-langkah pembelajaran. Kegiatan inti meliputi guru membagikan LKS, diskusi kelompok, serta tahap penyusunan peta konsep menurut petunjuk yang terdapat pada LKS. Kegiatan penutup meliputi pengumpulan hasi penyusunan peta konsep dan guru menutup pembelajaran pada pertemuan saat itu.

Penelitian ini menghasilkan temuan, yaitu (1) Strategi peta konsep yang diterapkan untuk pokok bahasan Fungsi Komposisi dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan pada siklus I dengan teknik diskusi kelompok yang membantu siswa untuk semakin aktif terlibat dalam diskusi yang berhubungan dengan konsep-konsep yang belum dipahami dengan benar, (2) lembar kerja siswa disiapkan dengan prosedur yang jelas untuk membuat peta konsep, (3) Siswa membutuhkan waktu 40 menit untuk satu lembaran kerja siswa pada siklus I, namun hal ini teratasi pada siklus II karena siswa sudah mampu memahami cara menyusun peta konsep, (4) siswa tidak memiliki pengetahuan awal tentang peta konsep sehingga mengalami kesulitan dalam membuat peta konsep serta terbatas dalam menggunakan kata-kata penghubung untuk mengaitkan konsep-konsep yang sudah dipelajari, sedangkan pada siklus II siswa dapat menggunakan kata-kata penghubung

Page 12: 8 Kumpul Abstrak MAT S2 2

304 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2008/2009

dengan lebih baik, (5) Hasil belajar menunjukkan bahwa 40% (12 siswa) mencapai skor dibawah 65 dan 60% (18 siswa) mencapai skor lebih atau sama dengan 65 pada siklus I, namun pada siklus II hasil belajar menunjukkan bahwa 87.5 % siswa mencapai skor 65 ke atas dan hal itu berarti bahwa kriteria keberhasilan sudah tercapai. Dengan demikian siklus pembelajaran sudah dapat dihentikan. Dalam hal ini, Siswa sudah memahami pengertian peta konsep dengan baik, hal ini tergambar dari hasil kerja yang ditunjukkan dan kesanggupan mengerjakan sendiri tanpa adanya diskusi kelompok.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, diberikan beberapa saran sebagai berikut : (1) perlu adanya kesiapan guru sebelum menyampaikan materi kepada siswa terutama dalam penyusunan peta konsep, (2) sebelum pembelajaran dimulai, siswa sudah mempersiapkan diri terlebih dahulu di rumah. Disamping itu, siswa juga diharapkan tidak mengulang kesalahan yang sama dalam pembuatan peta konsep, khususnya dalam menentukan kata penghubung dan konsep-konsep yang tepat, (3) Bagi para peneliti yang menginginkan penelitian yang sama, tesis ini dapat dijadikan referensi untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

Kata kunci: pemahaman, fungsi komposisi, strategi peta konsep

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model STAD dalam Meningkatkan Pemahaman Matematika pada Lingkaran Siswa Kelas VIII MTs Darussa’adah Poncokusumo Kabupaten

Malang

Tandrasokhi Halawa

Abstrak

Pembelajaran matematika yang digunakan selama ini adalah pem-belajaran konvensional, dimana metode tersebut pengetahuan lebih banyak ditransfer oleh guru kepada siswa. Pembelajaran konvensioanl didominasi oleh ceramah dan cara-cara yang mengedepankan pemberian pengetahuan prosedural. Dengan cara seperti itu, tidak akan cukup untuk membuat siswa memahami matematika secara bermakna.

Pembelajaran yang memberikan pebelajar aktif membangun pengetahuan matematika secara bermakna dapat terwujud dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif yang paling sederhana adalah pembelajaran kooperatif model STAD (Student Teams-Achievement Divisions). Pembelajaran kooperatif model STAD adalah pembelajaran kooperatif yang membagi siswa dalam kelompok kecil yang terdiri dari 5 orang siswa yang bersifat heterogen dalam kemampuan akademik, etnik dan jenis kelamin.

Adanya kenyataan nilai rata-rata matematika yang rendah berdasarkan pengalaman mengajar bertahun-tahun, motivasi belajar serta keaktifan siswa yang kurang dan pengakuan praktisi pendidikan matematika di lapangan, dapat diketahui bahwa siswa MTs Darussa’adah Poncokusumo kurang memahami secara baik dan benar materi “keliling dan luas bidang lingkaran”. Keprihatinan ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian tindakan partisipan dengan pendekatan kualitatif yang difokuskan pada (1) apakah rancangan dan bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif model STAD dalam meningkatkan pemahaman keliling dan luas bidang lingkaran siswa kelas kelas VIII MTs Darussa’adah Poncokusumo Kabupaten Malang serta (2) bagaimanakah aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung?.

Untuk menjawab pertanyaan di atas, penelitian ini dirancang dengan rancangan deskriptif serta dilaksanakan di MTs Darussa’adah Poncokusumo Malang di kelas VIII yang terdiri dari 35 siswa. Penelitian ini menggunakan lembar tes, lembar pengamatan dan wawancara sebagai instrumen dalam pengumpulan data. Wawancara dilakukan kepada 4 siswa yang terdiri dari 1 siswa berkemampuan tinggi, 2 siswa berkemampuan sedang dan 1 siswa ber-kemampuan rendah.

Pembelajaran kooperatif model STAD merupakan salah satu strategi pembelajaran konstruktivistik. Oleh karena itu, penyajian kelas diupayakan agar siswa aktif membangun pengetahuannya sendiri. Pengetahuan selanjutnya dibangun oleh siswa dengan cara bekerja sama dengan teman kelompoknya. Setiap siswa dituntut untuk saling bekerja sama. Setidaknya ada dua manfaat yang diperoleh dari belajar kooperatif yaitu manfaat akademik dan manfaat sosial. Secara akademis siswa meningkat pemahamannya dan prestasinya. Secara sosial siswa bisa belajar hidup bermasyarakat.

Setelah belajar dalam kelompok dilakukan kuis secara individu untuk mengetahui peningkatan individu dan untuk memotivasi siswa untuk belajar terus sekaligus sebagai pertimbangan bagi guru dalam meneruskan pembelajaran berikutnya. Akhirnya pembelajaran ditutup dengan pemberian penghargaan kepada kelompok yang mencapai prestasi dan predikat tertentu, yaitu baik, hebat dan super.

Page 13: 8 Kumpul Abstrak MAT S2 2

Program Studi S2 MAT 305

Berdasarkan evaluasi proses dan evaluasi hasil pada setiap pembelajaran keliling dan luas bidang lingkaran dapat dikemukakan bahwa pembelajaran pada tindakan I, baik secara proses maupun hasil belajar sudah baik. Ini terlihat dari hasil pengamatan bahwa siswa bekerja sama dalam kelompok, siswa berani bertanya kepada sesama anggota kelompok dan pemahaman terhadap materi sudah baik. Demikian juga pada pembelajaran tindakan II, secara proses maupun hasil sangat baik. Siswa saling memberikan masukan dan saling memberi penjelasan kepada temannya.

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa siswa merasa senang dengan belajar kooperatif model STAD. Hal ini ditunjukkan dengan motivasi, aktivitas dan sikap antusis mereka ketika memanipulasi benda-benda konkret untuk menemukan keliling dan luas bidang lingkaran. Hasil belajar siswa yang diukur melalui tes setiap akhir tindakan telah menunjukkan bahwa siswa telah memahami materi dengan baik.

Bertitik tolak dari temuan penelitian ini, beberapa saran yang diperkirakan dapat meningkatkan pembelajaran sebagai berikut. (1) menjadikan pembelajaran kooperatif model STAD sebagai suatu pembelajaran alternatif yang layak diper-timbangkan. (2) mengembangkan penelitian ini di kelas atau jenjang lainnya dengan mengambil materi yang lebih luas lagi agar hasil penelitian ini lebih lengkap dan mendalam. (3) membantu siswa dalam belajar melalui penggunaan alat peraga atau benda-benda konkrit untuk dimanipulasi. Penggunaan alat peraga ini memungkinkan siswa terlibat secara fisik dan mental sehingga dapat menjadikan siswa lebih cepat memahami konsep matematika dengan baik. (4) penyusunan LKS harus secara cermat dan hati-hati karena memungkinkan LKS yang disusun justru dapat mematikan kreativitas siswa. Sebaiknya LKS hanya secara garis besar dan tidak terlalu menuntun langkah yang harus dilakukan siswa. (5) penelitian tindakan kelas ini dilakukan dengan waktu yang relatif singkat dan satu materi pelajaran sehingga perlu dilakukan penelitian dengan perencanaan waktu dan materi pelajaran yang lebih banyak agar proses dan produk pembelajaran lebih efektif, fungsional dan maksimal, dan (6) hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk melakukan pengembangan penelitian lebih lanjut sehingga semakin banyak fakta yang dapat mendukung rancangan penelitian ini untuk menjadi teori yang bisa membantu meningkatkan dunia pendidikan pada umumnya dan proses pembelajaran pada khususnya.

Kata kunci: pembelajaran, STAD, pemahaman, keliling dan luas bidang lingkaran

Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual untuk Membangun Pemahaman Siswa terhadap Konsep Volume Prisma dan Limas pada Siswa Kelas VIII SMP YPK 1

Kota Malang

Temaaro Tafonao

Abstrak

Geometri merupakan suatu pengetahuan yang berkaitan dengan bentuk (bangun), sifat-sifat bangun, dan hubungan-hubungan yang ada diantara sifat-sifat dari bangun-bangun tersebut. Oleh karena kehidupan dikelilingi dan dibentuk dari bangun-bangun (bangun ruang, serta permukaan), maka pembelajaran geometri perlu didasari dan diarahkan agar siswa mampu untuk memahami bangun-bangun yang ada di sekitarnya. Volume prisma dan limas yang merupakan salah satu bagian dari geometri mempunyai peranan penting dalam bidang matematika dan banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, penguasaan terhadap volume prisma dan limas perlu ditekankan pada siswa sejak dini. Meskipun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penguasaan siswa terhadap volume prisma dan limas masih rendah. Siswa cenderung menghafal rumus volume prisma dan limas. Siswa tidak diberi kesempatan untuk menemukan sendiri rumus volume prisma dan limas. Jadi, diperlukan usaha yang serius dalam membangun penguasaan siswa terhadap volume prisma dan limas dengan pendekatan CTL. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menghasilkan rancangan pembelajaran yang dapat membangun pemahaman siswa terhadap materi volume prisma dan limas dengan pendekatan CTL, dan (2) mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan CTL terhadap konsep volume prisma dan limas kepada siswa kelas VIII SMP YPK 1 Kota Malang.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan penelitian tindakan (action research). Penelitian dilaksanakan pada siswa kelas VIII SMP YPK 1 Kota Malang yang banyaknya 20 orang. Subjek wawancara 4 siswa yang terdiri dari 1 siswa berkemampuan tinggi, 2 siswa berkemampuan sedang, dan 1 siswa berkemampuan rendah. Pemilihan subjek wawancara dilakukan berdasarkan hasil tes awal dan pertimbangan bahwa siswa-siswa tersebut mudah diajak komunikasi.

Page 14: 8 Kumpul Abstrak MAT S2 2

306 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2008/2009

Penelitian ini terdiri dari 2 siklus. Pada siklus I diperoleh hasil bahwa ketuntasan siswa dalam pembelajaran volume prisma dan limas adalah 40%. Walaupun siswa menunjukkan respon yang positif, namun prestasi belajar mereka masih rendah. Hal ini disebabkan kurangnya ketajaman pemahaman siswa pada permasalahan tanpa bantuan benda konkrit. Di samping itu efisiensi waktu yang relatif kurang terhadap kegiatan pembelajaran sehingga ada beberapa kegiatan yang tidak terlaksana secara maksimal. Berdasarkan kekurangan yang terjadi pada siklus I, maka pembelajaran pada siklus II difokuskan pada kegiatan pengaplikasian rumus volume prisma dan limas dalam pemecahan masalah dan presentasi hasil kerja kelompok. Ketuntasan siswa dalam pembelajaran volume prisma dan limas pada siklus II mencapai 90%.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pembelajaran dengan pendekatan CTL yang dapat memba-ngun pemahaman konsep volume prisma dan limas pada siswa kelas VIII SMP YPK 1 Kota Malang terbagi dalam tiga tahap pembelajaran, yaitu (1) tahap awal meliputi menyampaikan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa tentang pentingnya volume pisma dan limas, mengingatkan kembali materi prasyarat, pembentukan kelompok, dan pembagian media belajar, (2) tahap inti meliputi pelaksanaan kegiatan menemukan rumus oleh setiap kelompok dan presentasi hasil diskusi, dan (3) tahap akhir meliputi membuat kesimpulan dan evaluasi. Respon siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan CTL pada materi volume prisma dan limas sangat positif.

Berdasarkan penelitian ini, maka disarankan pada guru matematika kelas VIII SMP YPK 1 Kota Malang mengajarkan konsep volume prisma dan limas dengan pendekatan CTL. Hal ini dapat dipahami karena terbukti dalam penelitian ini, pendekatan CTL dapat membangun pemahaman siswa terhadap rumus volume prisma dan limas.

Kata kunci: pembelajaran, volume prisma dan limas, pendekatan CTL (contextual teaching and learning)