2. dalil ttg belajar.docx
TRANSCRIPT
KEWAJIBAN BELAJAR-MENGAJAR DALAM AL-QUR’AN
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Manusia diciptakan Allah dengan berbagai potensi yang dimilikinya, tentu dengan alasan yang
sangat tepat potensi itu harus ada pada diri manusia, sebagaimana sudah diketahui manusia
diciptakan untuk menjadi khalifatullah fil ardh. Potensi yang dimiliki manusia tidak ada artinya
kalau bukan karena bimbingan dan hidayah Allah yang terhidang di alam ini. Namun manusia
tidak pula begitu saja mampu menelan mentah-mentah apa yang dia lihat, kecuali belajar dengan
megerahkan segala tenaga yang dia miliki untuk dapat memahami tanda-tanda yang ada dalam
kehidupannya. Tidak hanya itu, manusia setelah mengetahui wajib mengajarkan ilmunya agar
fungsi kekhalifahan manusia tidak terhenti pada satu masa saja, Dan semua itu sudah diatur oleh
Allah SWT.
Menuntut ilmu merupakan kewajiban dan kebutuhan manusia. Tanpa ilmu manusia akan tersesat
dari jalan kebenaran. Tanpa ilmu manusia tidak akan mampu merubah suatu peradaban. Bahkan
dirinyapun tidak bisa menjadi lebih baik.
2. Rumusan Masalah
a. Apa itu yang dimaksud dengan belajar dan mengajar.
b. Mengapa menuntut ilmu (belajar) sebagai kewajiban.
c. Kapan proses belajar berlangsung dan sampaikan kapan
d. Bagaiamana kaitan hadis dengan kewajiban belajar mengajar
3. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan penulisan ini adalah :
a. ingin mengetahui apa yang dimaksud dengan belajar dan mengajar
b. ingin mengetahui mengapa menuntut ilmu itu suatu kewajiban bagi muslim laki-laki
maupun perempuan.
c. Ingin mengetahui kapan proses belajar maupun mengajar dimulai
d. Ingin menambah wawasan atau pengetahuan mengenai hal ini.
B. Pengertian Belajar dan Mengajar
Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang
“Belajar”. Seringkali pula perumusan dan tafsiran berbeda satu sama lain. Belajar adalah
modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. (learning is defined as the
modification or trengthening of behavior through experiencing).
Menurut pengertian diatas, belajar adalah merupakan proses suatu kegiatan dan bukan
suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengiat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni
mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan.
Ada juga yang mengatakan bahwa belajar adalah memperoleh pengetahuan, belajar adalah
latihan-latihan pembentukan kebiasaan secara otomatis, dan seterusnya.
Sedangkan pengertian mengajar lebih identik kepada proses mengarahkan seseorang agar
lebih baik. Didalam ilmu pendidikan islam adalah setiap orang dewasa yang karena kewajiban
agamanya bertanggung jawab atas pendidikan dirinya dan orang lain. Atau konsekuensi dari
pada pengetahuan yang didapat.
C. Alasan menuntut ilmu (belajar).
Menuntut ilmu merupakan kewajiban dan kebutuhan manusia. Tanpa ilmu manusia akan
tersesat dari jalan kebenaran. Tanpa ilmu manusia tidak akan mampu merubah suatu peradaban.
Bahkan dirinyapun tidak bisa menjadi lebih baik. Karena menuntut ilmu merupakan sesuatu
yang sangat penting dan merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Dari urian tadi sudah menjadi
keseharusan dalam menuntut ilmu.
D. Awal Perintah Membaca
Mengingat hal diatas sangat tepat jika wahyu pertama turun kepada nabi SAW mengisyaratkan
tentang perintah membaca (menuntut ilmu). Yakni Surat Al-Alaq ayat 1
ù&tø%$#� ÉOó™$$Î/ y7În/u‘ “Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ
Artinya
“Bacalah dengan (menyebut) nama tuhanmu yang menciptakan.”
Kata Iqra’ terambil dari kata kerja kara’a yang pada mulanya berarti menghimpun. Apabila kita
merangkai huruf kemudian mengucapkan rangkaian tersebut maka kita
sudahmenghimpunnya yakni membacanya.[1] Dengan demikinan, realisasi perintah tersebut
tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis sebagai objek bacaan, tidak pula harus diucapkan
sehingga terdengar oleh orang lain. Karena dalam kamus-kamus ditemukan aneka ragam arti dari
kata tersebut adalah bisa menyampaikan, menela’ah, membaca, meneliti, mendalami.[2]
Syekh “Abdul Halim Mahmud (mantan pemimpin tinggi Al-Azhar Mesir) sebagaimana dikutip
Quraish Shihab dia menulis dalam bukunya al-Qur’an Fi Syahr al-Qur’an: “ dengan
kalimat iqra’ bismi Rabbika, al-Qur’an tidak hanya sekedar menyuruh membaca, tetapi
membaca adalah lambang dari segala apa yang dilakukan oleh manusia, baik yang sifatnya aktif
maupun pasif. Kalimat tersebut dalam pengertian dan semangatnya ingin menyatakan “bacalah
demi Tuhanmu, bergeraklah demi Tuhanmu, bekerjalah demi Tuhanmu” . demikian juga ketika
kita berhenti melakukan aktifitas hendaklah didasari padaBismi rabbika sehingga akhirnya ayat
itu berarti “jadilah seluruh kehidupanmu, Wujudmu, dalam cara dan tujuanmu, kesemuanya
demi karena Allah semata”.[3]
Adapun Asbabun Nuzul ayat ini adalah Dalam hadis sahih riwayat Bukhari dinyatakan bahkan
Nabi SAW. datang ke gua Hira' suatu gua yang terletak di atas sebuah bukit di pinggir kota
Mekah untuk berkhalwat beberapa malam. Kemudian sekembali beliau pulang mengambil bekal
dari rumah istri beliau, Khadijah, datanglah jibril kepada beliau dan menyuruhnya membaca.
Nabi menjawab: "Aku tidak bisa membaca" Jibril merangkulnya sehingga Nabi merasa sesak
nafas. Jibril melepaskannya; sambil berkata: "Bacalah". Nabi menjawab: "Aku tidak bisa
membaca". Lalu. dirangkulnya lagi dan dilepaskannya sambil berkata: "Bacalah". Nabi
menjawab: "Aku tidak bisa membaca" sehingga Nabi merasa payah, maka Jibril membacakan
ayat 1 sampai ayat 5.
E. Peranan Akal dalam proses belajar
Segala potensi yang dimiliki manusia sebagai jalan untuk mengetahui sesuatu baik berupa isyarat
yang jelas (tampak) maupun yang tersembunyi yang hanya mampu ditangkap dengan indra yang
abstrak merupakan cara Allah mendidik manusia.
Jelaslah alasan manusia menuntut ilmu (Belajar) tidak luput dari unsur wahyu ilahiyah, maka
tidak pantas manusia sebagai penuntut ilmu melepaskan diri dari wahyu Ilahi Sebagai ayat-ayat
Qauliyah. Karena petunjuk yang tidak akan ditemui di alam (ayat-ayat kauniyah Allah) hanya
dapat ditemukan dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Disini peranan akal sangat
mempunyai otoritas yang sangat tinggi dalam proses belajar yakni menuntut ilmu. Karena akal
adalah sebagai alat untuk menuntut ilmu, dan ilmu adalah alat untuk menghilangkan kesulitan
manusia, maka didalam islampun memerintahkan manusia untuk menuntut ilmu, bukan saja ilmu
agama, tetapi juga ilmu-ilmu lainnya.
F. Waktu dan derajat atau kedudukan menuntut ilmu (belajar)
Sebagai makhluk yang berakal, umat islam mempertahankan kemuliaannya diperintahkan untuk
menuntut ilmu dalam waktu yang tidak terbatas selama hayat dikandung badan. Prinsip belajar
selama hidup ini merupakan ajaran islam yang penting. Sabda Rasulullah SAW :
Artinya :
Tuntutan ilmu itu sejak dari ayunan sampai keliang lahat (mulai dari kecil sampai mati).
(H.R Ibn.Abd.Bar).
Lebih tegas lagi, islam mewajibkan orang menuntut ilmu melalui sabda Nabi SAW :
Artinya :
Menuntut ilmu itu adalah kewajiban atas setiap orang islam, laki-laki ataupun perempuan. (H.R.
Bukhari dan Muslim).
Sedangkan didalam Al-qur’an meraka yang berilmu dan tidak berilmu itu berbeda dalam
pandangan islam.
Firman Allah :
Artinnya :
“Katakanlah (ya Muhammad), tidaklah sama orang yang berilmu dan orang yang tidak
berilmu! Sesungguhnya yang memilki akal pikiranlah yang dapat menerima pelajaran.” (Q.S. 39
Ar-Zumar 9).
Allah meninggikan derajat orang yang berilmu itu, Firmannya :
Artinya
“…….(Allah) meniggikan derejat orang beriman dan berilmu pengetahuan itu.(Q.S. 58 Al-
Mujadalah 11).(orang yang berilmu itu lebih tinggi beberapa derejat dari orang yang tidak
berilmu).”
Karena sungguh dalam Islam mereka yang tekun mencari ilmu lebih dihargai daripada mereka
yang beribadah sepanjang masa. Kelebihan ahli ilmu, al-‘alim daripada ahli ibadah, al- ‘abid,
adalah seperti kelebihan Muhammad atas orang Islam seluruhnya. Di kalangan kaum muslimin
hadits ini sangat popular sehingga mereka memandang bahwa mencari ilmu merupakan bagian
integral dari ibadah.
Dalam Islam, nilai keutamaan dari pengetahuan keagamaan berikut penyebarannya tidak pernah
diragukan lagi. Nabi menjamin bahwa orang yang berjuang dalam rangka menuntut ilmu akan
diberikan banyak kemudahan oleh Tuhan menuju surga. Para pengikut atau murid Nabi telah
berhasil meneruskan dan menerapkan ajaran tentang semangat menuntut dan mencari ilmu.
Motivasi religius ini juga bisa ditemukan dalam tradisi Rihla.Suatu tradisi ulama yang
disebut al-rihla fi talab al-‘ilm ‘ Suatu perjalanan dalam rangka mencari ilmu’adalah bukti
sedemikian besarnya rasa keingintahuan dikalangan para ulama.
Rihla, tidak hanya merupakan tradisi ulama, tapi juga merupakan kebutuhan untuk menuntut
ilmu dan mencari ilmu yang didorong oleh nilai-nilai religius. Hadits-hadits Nabi membuktikan
suatu hubungan tertentu :” Seseorang yang pergi mencari ilmu dijalan Allah hingga ia kembali,
ia memeperoleh pahala seperti orang yang berperang menegakkan agama. Para malaikat
membentangkan sayap kepadanya dan semua makhluk berdoa untuknya termasuk ikan dan air”.
Islam secara mutlaq mendorong para pengikutnya untuk menuntut ilmu sejauh mungkin, bahkan
sampai ke negeri Cina. Nabi menyatakan bahwa jauhnya letak suatu Negara tidaklah menjadi
masalah, sebagai ilustrasi unik terhadap kemuliaan nilai ilmu pengetahuan. [4] Siapaun sepakat
hadits Nabi yang berbunyi Utlub al ‘ilm walau kana bi al-shin, menekankan betapa pentingnya
mencari ilmu lebih-lebih ilmu agama yang dikategorikan Imam Ghozali sebagai fardlu ‘ain.[5]
Disamping Hadits Nabi yang berkenaan dengan al- shin nabi juga menyinggung tentang al-yahud
yang mana dikisahkan bahwa Nabi menyuruh sekretarisnya untuk mempelajari kitab al-Yahud
sebagai proteksi diri dari penipuan kaum yahudi. Dari kedua hadits tersebut diungkapkan untuk
memberi penekananan bahwa terdapat hubungan simbiosis antara ilmu pengetahuan dan dengan
kemajuan serta ketahanan peradapan Islam. Menurut Nabi , tinta para pelajar nilainya setara
dengan darah para syuhada’ pada hari pembalasan.
G. Orang-orang yang terpilih dalam proses belajar mengajar
Dalam hal ini, para pelaku dalam proses belajar mengajar, yaitu guru dan murid dipandang
sebagai ‘‘ orang-orang terpilih’’ dalam masyarakat yang telah termotivasi secara kuat oleh
agama untuk mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan mereka. hal ini sejalan
dengan ayat al-Qur’an surat al-Taubah ayat 122 yang artinya berbunyi :
Artinya :
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi
dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan
mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya ( Q.S.Al-Taubah: 122)
Penjelasan : Ada dua versi yang kami temukan yaitu pada tafsir Al-Misbah karya M. Quraish
Shihab dan tafsir Al-Maraghi Karya Ahmad Musthafa Al-Maraghi. Yang pertama mari kita lihat
penjelasan yang kami dapatkan dari tafsir Al-Misbah. Ayat itu menuntun kaum muslimin untuk
membagi tugas dengan menegaskan bahwa “Tidak sepatutnya bagi orang-orang mu’min yang
selama ini dianjurkan agar bergegas menuju medan perang pergi semua ke medan perang
sehingga tidak tersisa lagi yang melaksanakan tugas yang lain”. Jika memang ada panggilan
yang bersifat mobilisasi umum maka mengapa tidak pergi dari setiap golongan, yakni kelompok
besar diantara mereka beberapa orang dari golongan itu untuk bersungguh-sungguh
memperdalam pengetahuan tentang agama sehingga mereka dapat memperoleh manfaat untuk
diri mereka dan orang lain dan juga untuk memberi peringatan kepada kaum merka yang menjadi
anggota yang di tugaskan oleh Rasulullah SAW.
Terbaca di atas bahwa yang dimaksud dengan orang yang memperdalam pengetahuan demikian
juga yang memberi peringatan adalah mereka yang tinggal bersama Rasulullah SAW. Ini adalah
pendapat mayoritas ulama.
Ayat ini mengggaris bawahi terlebih dahulu motivasi bertafaqquh/ memperdalam pengetahuan
bagi mereka yang dianjurkan keluar sedang motivasi utama mereka yang berperang bukanlah
tafaqquh. Yang kedua kita lihat menurut tafsir Al-Maraghi. Ayat ini menerangkan kelengkapan
dari hukum-hukum yang menyangkut perjuangan yakni hukum mencari ilmu dan mendalami
agama. Artinya bahwa pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan
menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti dan juga merupakan rukun terpenting dalam
menyeru kepada iman dan menegakan sendi-sendi Islam. Karena perjuangan yang menggunakan
pedang itu sendiri tidak di syaratkan kecuali untuk jadi benteng dan pagar dari da’wah tersebut
agar jangan dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari orang-orang kair dan munafik.
Berdasarkan dua penafsiran bahwa kami dari penulis makalah cenderung kepada tafsir Al-
Maraghi bahwa pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan menggunakan
hujjah dan penyampaian bukti-bukti dan juga merupakan rukun terpenting dalam menyeru
kepada iman dan menegakan sendi-sendi Islam. Karena perjuangan yang menggunakan pedang
itu sendiri tidak di syaratkan kecuali untuk jadi benteng dan pagar dari da’wah tersebut agar
jangan dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari orang-orang kafir dan munafik. Karena
kebaikan menuntut ilmu dan mengajarkannya sama pahalanya disisi Allah dengan jihad. Barang
siapa yang memberi contoh kebaikan , kemudian kebaikan itu dicontoh oleh orang lain, maka dia
akan mendapat kebaikan yang sama dengan orang yang melakukan tersebut, tanpa mengurangi
pahala orang yang melakukannya, begitu juga sebaliknya. Demikian ungkapan yang sementara
dianggap dari Rasulullah SAW.
D. Penutup
1. Kesimpulan
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman agar lebih
baik. Oleh karena itu proses belajar atau menuntut ilmu merupakan sesuatu yang sangat penting
dan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang harus benar-benar dilaksanakan, tentunya
dalam hal ini ada kaitannya dengan membaca maupun mengamati baik itu yang berbaur Agama
maupun ilmu-ilmu umum. Sebagai makhluk yang berakal, umat islam mempertahankan
kemuliaannya diperintahkan untuk menuntut ilmu dalam waktu yang tidak terbatas selama hayat
masih dikandung badan
2. Saran
Dari uraian diatas penulis dapat memberikan saran kepada pembaca khususnya untuk
penulis sendiri.
a. Mengingat belajar mengajar adalah suatu keharusann dilakukan oleh seorang muslim
dalam rangka memanfaatkan potensi akal yang diberikan Allah SWT maka isilah akal itu dengan
pengetahuan Al-Qur’an (Agama) agar bisa tertujunya tujuan insane kamil.
b. Dengan semakin banyak belajar atau mengkaji dan mendalami ayat-ayat Allah Baik
Qauliyah maupun Qaauniayah, akan semakin membuka peluan terciptanya ilmu-ilmu baru dan
peradaban baru yang lebih baik.
c. Mengingat orang yang menuntut ilmu lalu mengajarkannya memiliki kedudukan yang
sama dengan kebaikan orang yang jihad di perang melawan orang-orang kafir. Maka hal ini bisa
digunakan sebagai motivasi dalam meraih kehidupan yang lebih baik diakherat kelak.
E. DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi Vol 30 hal. 346-349. CV. Toha
Putra : Semarang.
_______________________. 1981. Terjemah Tafsir Al-Maraghi Vol … hal.…. CV. Toha Putra :
Semarang.
_______________________. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi Vol 5 hal. 83. CV. Toha Putra :
Semarang.
Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1969. Tafsir Al-Qur’an Juz IV hal. 157-159. Bulan Bintang. Jakarta.
Prof.H. Mahmud Junus. Tarjamah Al-Qur’an Al-Karim. Bandung. PT. al-Ma’arif.
1997. Cet 12. hlm.360.
Shihab, M. Quaisy. 2003. Tafsir al-Misbah hlm. 794. Lentera Hati : Jakarta.
_______________. 2003. Tafsir al-Misbah. Lentera Hati : Jakarta.
Http://alakaycisero.Multiply.com/journal/Item/37
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, Dan Keserasian Al-Qur’an,
lentera Hati, 2002.
Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung ; Mizan , 2000
Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir, Tafsir Ibnu Kasir, Bandung, Sinar Baru Algensindo,2009
Abdurrahman Mas’ud. M.A.Ph.D, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik, Yogyakarta,
Gema Media, 2002,
Hamalik Oemar. Kurikulum dan pembelajaran,Jakarta : Bumi Aksara, 2008
Ramayulis, Ilmu Pendidikan islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2002.
Darajat, Zakiah, Ilmu pendidikan islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
[1] Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, Dan Keserasian Al-Qur’an, (: lentera Hati,
2002. Volume 15) hal 392
[2] Ibid hal 393
[3] Ibid hal 394
[4] [4] Abdurrahman Mas’ud. M.A.Ph.D, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik,
Yogyakarta, Gema Media, 2002,hlm 24-27.