vol. vii no.17 i p3di september 2015

Upload: infosingkat

Post on 10-Jan-2016

33 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Instrumen Hukum Penanggulangan Kebakaran Hutan, Lahan, Dan Polusi Asap (IS)Isu Pencari Suaka Dan Kebijakan Uni Eropa (AP)Hambatan Mental Tki Dalam Pasar Kerja Yang Semakin Kompetitif (EA)Fokus Kebijakan Stimulus Perekonomian Indonesia (ER)Dana Desa Dan Permasalahannya (IP)

TRANSCRIPT

  • - 1 -

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    Vol. VII, No. 17/I/P3DI/September/2015H U K U M

    Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

    INSTRUMEN HUKUM PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN, LAHAN,

    DAN POLUSI ASAPInosentius Samsul*)

    Abstrak

    Kebakaran hutan, lahan dan polusi asap merupakan bentuk bencana alam yang dapat menimbulkan kerugian baik kerugian dalam bentuk kerusakan pada harta benda dan lingkungan, juga terganggunya kesehatan masyarakat, bahkan kerugian yang berakibat pada hilangnya nyawa manusia. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji mengenai penanggulangan pembakaran hutan dan lahan serta penegakan hukum terhadapnya. Instrumen hukum baik internasional maupun nasional terkait dengan pembakaran hutan dan lahan yang berlaku di Indonesia telah cukup banyak. Namun, penegakan hukum yang ada belum juga dapat mengatasi permasalahan pembakaran hutan dan lahan yang berulangkali terjadi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penegakan hukum baik secara pidana, perdata, maupun administrasi terhadap pelaku pembakaran individu maupun korporasi. Untuk itu, perlu dilakukan upaya untuk memperkuat kelembagaan yang berwenang dalam penanggulangan pembakaran hutan dan lahan, memberikan pemahaman terhadap masyarakat, serta melakukan upaya untuk mengubah budaya masyarakat dalam pembukaan lahan dengan melakukan pembukaan lahan tanpa membakar.

    Pendahuluan Kabut asap akibat kebakaran hutan

    dan lahan yang menyelimuti sejumlah wilayah di Sumatera dan Kalimantan beberapa waktu belakangan ini, telah mengganggu kehidupan masyarakat. Kondisi tersebut terjadi hampir setiap tahun khususnya di musim kemarau seperti saat ini. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat setidaknya terdapat 156 titik panas sumber kabut asap di Sumatera dan Kalimantan. Dari 156 titik tersebut,

    diketahui 95 terdapat di Sumatera dan 61 titik ditemukan di Kalimantan.

    Penyebaran kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan yang terjadi, menyelimuti wilayah Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Setidaknya 25,6 juta jiwa yang terdiri atas 22,6 juta jiwa di Sumatera dan 3 juta jiwa di Kalimantan menjadi korban asap akibat kebakaran hutan dan lahan tersebut.

    *) Peneliti Madya Bidang Hukum ekonomi, pada Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: [email protected]

  • - 2 -

    Kebakaran hutan dan lahan merupakan ancaman potensial bagi pembangunan berkelanjutan karena berdampak secara langsung bagi ekosistem (United Nations, 2013), kontribusinya terhadap peningkatan emisi karbon, dan dampaknya bagi keanekaragaman hayati.

    Lembaga Swadaya Masyarakat Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) telah melakukan penghitungan kerugian multidimensi dampak kebakaran hutan dan lahan serta kabut asap, salah satunya di Provinsi Jambi. Kerugian finansial dari indikasi kerugian lingkungan saja di Jambi diperkirakan telah mencapai Rp7 triliun sampai September 2015. Jumlah tersebut diperkirakan meningkat dari kerugian yang diderita tahun lalu sebesar Rp4 triliun. Kerugian belum termasuk masyarakat yang pernafasannya terganggu karena pencemaran udara, anak-anak dan sekolah yang diliburkan serta arus transportasi yang terhambat, gagal panen bagi petani serta lahan menjadi tidak produktif akibat asap. Sedangkan di Riau, kerugian ekonomi dari kebakaran hutan mencapai Rp20 triliun yaitu 2.398 hektar cagar biosfer terbakar, 21.914 hektar lahan terbakar, 58.000 orang menderita gangguan pernapasan, ditambah pekerja dan anak sekolah aktifitas sehari-harinya terganggu.

    Dampak langsung dari kebakaran hutan sebagai berikut. Pertama, timbulnya penyakit infeksi saluran pernafasan akut bagi masyarakat. Kedua, secara sosial dan ekonomi masyarakat dirugikan karena berkurangnya efesiensi kerja, kantor-kantor dan sekolah-sekolah diliburkan serta transportasi penghubung terganggu. Ketiga, kerugian imateriil dan materiil pada masyarakat setempat bahkan menyebabkan transboundary haze pollution (pencemaran asap lintas batas) ke wilayah negara-negara tetangga, seperti Singapura, Brunei, dan Malaysia.

    Walhi sering menyebutkan bahwa penyebabnya adalah proses land clearing yaitu kebakaran hutan karena pembukaan lahan untuk perkebunan sawit, pembangunan industri kayu yang tidak diikuti dengan pembangunan hutan tanaman, besarnya kesempatan yang diberikan Pemerintah kepada pengusaha untuk melakukan konversi lahan menjadi perkebunan monokultur skala besar seperti

    perkebunan kayu dan perkebunan sawit serta penegakan hukum yang lamban untuk mensikapi tindakan konversi dan pembakaran yang dilakukan. Meskipun demikian, besarnya kerugian dan dampak tersebut tak mampu membuat penegakan hukum terkait kebakaran hutan dan lahan serta kabut asap disikapi dengan bijak dan tuntas. Padahal, kebakaran hutan dan lahan serta kabut asap telah dialami selama bertahun-tahun tanpa ada perlindungan terhadap hutan sebagai bagian dari lingkungan hidup buat masyarakat dan penegakan hukum terhadap penyebab kebakaran hutan dan lahan. Terjadinya pembakaran hutan serta lahan yang berulang merefleksikan bahwa ada sesuatu yang salah dalam pengelolaan kehutanan dan perkebunan di Indonesia.

    Instrumen Hukum Penanggulangan Kebakaran Hutan, Lahan serta Kabut Asap

    Pada dasarnya, instrumen hukum baik instrumen hukum nasional maupun instrumen hukum internasional terkait dengan penanggulangan kebakaran hutan, lahan serta kabut asap sebagai landasan dalam mengatasi kebakaran hutan, lahan, dan kabut asap telah tersedia.

    Instrumen hukum internasional yang menjadi dasar bagi Indonesia dalam menanggulangi kebakaran hutan adalah: 1. Asean Agreement on The Conservation

    of Nature and Natural Resources, 1985 (ASEAN-ACNN): selain kerangka hukum kerjasama bidang konservasi alam dan sumber daya alam, memuat juga kewajiban negara-negara ASEAN untuk mencegah kebakaran hutan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 6 ayat (1) dan (2);

    2. The Geneva Convention on The Long-Range Transboundary Air Pollutan, 1979 (Konvensi Geneva 1979). Pasal 2 menyebutkan bahwa mewajibkan negara-negara peserta konvensi untuk berusaha menekan serendah mungkin, secara bertahap mengurangi dan mencegah pencemaran udara termasuk pencemaran udara lintas batas;

    3. Resolusi Singapura Tahun 1992. Menegaskan dan memperkuat kerjasama dibidang bencana alam, pencemaran udara dan air lintas batas, tumpahan

  • - 3 -

    minyak, pembuangan limbah berbahaya dan kebakaran hutan.

    Sedangkan peraturan perundang-undangan nasional yang terkait dengan penanggulangan kebakaran hutan, lahan dan kabut asap antara lain terdapat dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 69 UU Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan jelas mengatur terkait dengan perbuatan melawan hukum melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau pengrusakan lingkungan hidup. Selain itu, UU ini juga mengatur tentang ketentuan pidana bagi orang yang melakukan pembakaran lahan.

    Instrumen hukum nasional lainnya yang terkait dengan penanggulangan kebakaran hutan, lahan dan kabut asap terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup. Dalam PP tersebut, terdapat larangan terhadap pembakaran hutan dan lahan, hanya saja larangan tersebut hanya dikenakan sanksi administrasi.

    Selanjutnya dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b, Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan diatur bahwa kegiatan perlindungan hutan meliputi pencegahan, pemadaman dan penanganan dampak kebakaran. Hanya saja di dalam Pasal 42 dan Pasal 43 PP tersebut dinyatakan bahwa mengenai tindakan pidana dampak kebakaran hutan hanya diberlakukan bagi pihak yang tidak memiliki surat-surat dan izin atas hasil hutan.

    Indonesia juga telah meratifikasi ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (Persetujuan ASEAN Tentang Pencemaran Asap Lintas BatasAATHP) Ratifikasi AATP menunjukkan keseriusan pemerintah Indonesia untuk menanggulangi kebakaran hutan dan lahan terutama asap lintas batas. Melalui Ratifikasi AATHP, sebenarnya Indonesia dapat bekerja sama dalam kerangka ASEAN dan dapat memperoleh manfaat antara lain: 1. melindungi masyarakat Indonesia

    dari dampak negatif kebakaran lahan dan/atau hutan yang dapat merugikan kesehatan manusia;

    2. melindungi sendi-sendi kehidupan masyarakat dalam bidang sosial dan

    ekonomi serta melindungi kualitas lingkungan hidup;

    3. melindungi kekayaan sumber daya lahan dan hutan dari bencana kebakaran lahan dan hutan;

    4. Indonesia dapat melakukan peran penting dalam pengambilan keputusan serta ikut aktif mengarahkan keputusan ASEAN dalam pengendalian kebakaran lahan dan hutan; dan

    5. memberikan kontribusi positif terkait upaya pengendalian kebakaran lahan dan/atau hutan yang menyebabkan pencemaran asap lintas batas, seperti: penguatan regulasi dan kebijakan nasional; pemanfaatan sumber daya di negara ASEAN dan di luar negara ASEAN; penguatan manajemen dan kemampuan teknis pengendalian kebakaran lahan dan/atau hutan yang menyebabkan pencemaran asap lintas batas.

    Penanggulangan Pembakaran Hutan dan Lahan

    Untuk memperkuat penanggulangan bencana kebakaran hutan, Pemerintah membentuk Satuan Tugas Operasi Darurat Kabut Asap. Di samping itu, Presiden telah menginstruksikan empat hal, yaitu: pertama, TNI harus melakukan pemadaman api dengan hujan buatan dan water bombing. Kedua, kepolisian serta satuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama dengan Kementerian Dalam Negeri wajib melakukan tindakan hukum kepada pelaku pembakaran hutan. Ketiga, Presiden menginstruksikan penanganan masalah kesehatan, karena banyak warga yang terserang infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) akibat kabut asap. Keempat, Kementerian Kesehatan melakukan sosialisasi bahaya bencana kabut asap dan dampaknya bagi kesehatan. Presiden juga meminta pendirian posko-posko di wilayah-wilayah yang terkena dampak kabut asap dan mengajak masyarakat berpartisipasi untuk memadamkan api.

    Pada dasarnya instrumen hukum guna menanggulangi kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia dapat dikatakan lebih dari cukup. Hal yang perlu dicermati lebih lanjut adalah masalah penegakan hukum, mengingat kebakaran hutan dan

  • - 4 -

    lahan yang selalu berulang sedangkan instrumen hukum yang ada telah lengkap.

    Penegakan hukum dipengaruhi oleh 5 faktor baik faktor tersebut berdampak positif atau negatif. Faktor yang dimaksud adalah faktor hukum itu sendiri; faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan; faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum; faktor masyarakat, lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; dan faktor kebudayaan (Soerjono Soekanto,2008).

    Dalam kasus kebakaran hutan, lahan dan kabut asap dengan instrumen hukum yang sudah lengkap maka penegakan hukum atas kebakaran hutan dan lahan yang berulang, kemungkinan besar dipengaruhi oleh faktor penegakan hukum yang lain seperti kelembagaan, terutama pemerintah pusat dan daerah, sarana dan fasilitas penanggulangan kebakaran hutan, faktor masyarakat yang diharapkan tidak menjadi peneyebab kebakaran, serta faktor aparatur penegakan hukum.

    Sebagai contoh, dapat dilihat pada Putusan Pengadilan Negeri Bengkalis Nomor 547/Pid.Sus/2014/PN.Bls tanggal 22 Januari 2015. Putusan tersebut menjatuhkan hukuman ringan kepada pelaku pembakaran hutan dan tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku pembakaran. Kondisi tersebut merupakan bukti bahwa penegakan hukum atas pembakaran hutan masih jauh dari upaya untuk mengakhiri atau mengurangi bencana kebakaran hutan di Indonesia.

    PenutupSudah banyak instrumen hukum yang

    mengatur mengenai larangan pembakaran hutan atau lahan. Penegakan hukum adalah cara mencapai solusi efektif untuk menyelesaikan kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Melakukan penegakan hukum secara efektif baik pidana, perdata maupun administrasi terhadap pelaku untuk individu maupun korporasi yang melakukan pembakaran hutan dan/atau lahan serta pencemaran asap lintas batas yang mengakibatkan kerusakan lingkungan.

    Memperkuat kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang mendukung pembukaan lahan tanpa bakar (zero burning), pencegahan kebakaran

    hutan dan lahan, serta pencemaran kabut asap sehingga langkah hukum yang diharapkan dapat menjangkau para pelaku pembakaran lahan dan hutan yang selama ini memberikan dampak buruk secara sosial dan ekonomi kepada negara.

    ReferensiSoekanto, Soerjono. Faktor-Faktor yang

    Memperngaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: Rajawali Pers, 2008.

    United Nations International Strategy for Disaster Reduction. Natural Disaster and Sustainable Development:Understanding the Links Between Development and Environment and Natural Disaster, New York: United Nations World Summit on Sustainable Development, 2002.

    Penegakan Hukum, Kunci Atasi Bencana Asap di Sumatera-Kalimantan", h t t p : / / n a s i o n a l . k o m p a s . c o m /read/2015/09/05/13022121/Penegakan.Hukum.Kunci.Atasi.Bencana.Asap.d i . S u m a t e r a - % 2 0 a l i m a n t a n ? % 2 0u t m s o u r c e % 2 0 = W P & u t m % 2 0medium=box&utm_campaign=Kknwp, diakses tanggal 5 September 2015.

    "Pemerintah Belum Hitung Kerugian Karhutla-Kabut Asap 2015", http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/m a k r o / 1 5 / 0 9 / 0 4 / n u 5 q o l 2 5 4 -pemerintah-belum-hitung-kerugian-karhutlakabut-asap-2015, diakses 6 September 2015.

    "BNPB: 99 Persen Kebakaran Hutan karena Sengaja Dibakar", http://news.detik.com/berita/2692699/bnpb-99-persen-kebakaran-hutan-karena-sengaja-dibakar, diakses tanggal 6 September 2015.

    "Dear Presiden, Pengadilan Tolak Pembakar Hutan Dihukum Rp 1 Triliun", http://n e w s . d e t i k . c o m / b e r i t a / 3 0 1 1 6 1 8 /ltigtdearltigt-presiden-pengadilan-tolak-pembakar-hutan-dihukum-rp-1-triliun, diakses tanggal 7 Septeber 2015.

    "Jokowi Tinjau Penanganan Kabut Asap di Palembang", http://nasional.tempo.co/read/news/2015/09/06/078698171/jokowi-t injau-penanganan-kabut-asap-di-palembang, diakses tanggal 7 September 2015.

  • - 5 -

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    Vol. VII, No. 17/I/P3DI/September/2015HUBUNGAN INTERNASIONAL

    Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

    ISU PENCARI SUAKADAN KEBIJAKAN UNI EROPA

    Adirini Pujayanti *)

    Abstrak

    Uni Eropa (UE) sedang menghadapi krisis keimigrasian terbesar sejak Perang Dunia II dengan meningkatnya gelombang pencari suaka Suriah ke Benua Eropa. Mayoritas pemerintah di negara-negara Eropa berupaya menutup negaranya dari serbuan para pencari suaka. Tidak sekedar menjadi masalah pelik, krisis pencari suaka di Eropa juga menimbulkan gesekan di antara negara anggota UE. Setiap negara bertindak berdasarkan kepentingan nasionalnya masing-masing. Banyak aturan UE tentang proses suaka tidak dilaksanakan. Sistem bebas visa antar-negara Eropa yang pernah dibangggakan Eropa mulai dipertanyakan.

    PendahuluanPerserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

    menyatakan lebih dari 220.000 orang tewas dalam konflik Suriah yang dimulai sejak Maret 2011. Lebih dari 9 juta warga Suriah mengungsi baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. Di lain tempat, atuhnya rezim Muammar Khaddafi atas dukungan Eropa telah meninggalkan negara Libya dalam kekacauan. Kondisi Libya dimanfaatkan sindikat penyelundupan manusia sebagai daerah basis pengiriman pencari suaka, terutama dari Suriah ke Eropa.

    Sebelum para pencari suaka tiba di Eropa, AS dan Eropa terkesan membiarkan konflik di Suriah terus berlangsung dan tidak banyak berbuat. Saat ini, Eropa menghadapi krisis keimigrasian terbesar sejak Perang

    Dunia II dengan meningkatnya gelombang pencari suaka Suriah ke benua tersebut. Badan perbatasan UE, Frontex, melaporkan bahwa lebih dari 310.000 pencari suaka telah menyeberangi laut Mediterania ke Eropa tahun ini, sekitar 40% lebih banyak dari pada semua 2014. Rasa kemanusiaan warga negara Eropa tergugah dengan ditemukannya 71 jenazah pencari suaka Suriah dalam sebuah truk di Austria dan terdamparnya mayat bocah imigran Aylan Kurdi usia 3 tahun di pantai Turki.

    Perbedaan Kepentingan Negara Anggota UE

    Kebijakan-kebijakan anti-pencari suaka di Eropa mulai mendapat kecaman dari warga benua itu sendiri. Krisis migrasi

    *) Peneliti Madya Masalah-masalah Hubungan Internasional, pada Bidang Hubungan Internasional, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: [email protected].

  • - 6 -

    yang terjadi saat ini telah menjadi tes besar bagi kesiapan dan persatuan UE. Mayoritas pemerintah negara-negara Eropa cenderung enggan menerima pencari suaka, menahan laju pencari suaka masuk ke negaranya, dan mengatasi penyebab migrasi dengan menggunakan opsi militer. Negara-negara anggota UE telah menolak kuota migran yang bersifat mengikat dan memilih melaksanakan kuota sukarela. Namun demikian, gelombang pencari suaka yang terus datang memaksa. UE menyusun kuota migran baru yang lebih proposional.

    Negara-negara garis depan seperti Yunani, Italia, Austria dan Hungaria kewalahan dan menolak untuk mengambil tanggung jawab lebih. Austria memperketat pengawasan perbatasannya dan akan memenjarakan pencari suaka ilegal. Sementara Slovakia, Polandia dan Hungaria telah mengatakan mereka mengutamakan pencari suaka beragama Nasrani. Kebijakan hanya menerima pencari suaka Nasrani mendapat kritikan dari pemimpin umat Katolik sedunia, Paus Franciscus sebagai tindakan kekerasan. Inggris merupakan salah satu negara tujuan yang enggan menerapkan kebijakan suaka proporsional dibandingkan negara Eropa lain. Pemerintah Inggris akan segera menggelar sidang pemungutan suara untuk ambil sikap militer kepada Suriah. Swedia dan Jerman bersikap lebih terbuka dengan bersedia menerima pencari suaka jauh lebih banyak dibandingkan negara UE lainya.

    Perancis, Italia dan Jerman mendesak UE untuk menyusun kembali kuota migran baru yang lebih adil agar para pencari suaka ditempatkan dan dibagi secara adil di seluruh 28 negara anggota. UE diminta segera memperbaiki kesiapan terkait masalah ini, di antaranya menyediakan tempat pendaftaran dan penyaringan pencari suaka di negara antara, pusat kolektif di mana kebutuhan pencari suaka akan tempat tinggal dan makan dapat dipenuhi, dan daftar negara asal yang aman agar pengajuan suaka dari warga negara-negara yang aman tersebut dapat secara otomatis ditolak.

    Penanganan pencari suaka di Eropa saat ini tidak lagi berpedoman pada Peraturan Dublin (Konvensi Dublin). Dalam

    aturan Dublin, negara-negara di mana migran pertama kali masuk seharusnya melakukan penyaringan, hanya pencari suaka yang telah berstatus pengungsi yang berhak melanjutkan perjalanan ke negara tujuan. Sementara mereka yang berstatus non-pengungsi atau migran ekonomi akan dideportasi. Tetapi Itali dan Yunani yang selama ini kerap menjadi pelabuhan utama bagi gelombang kedatangan pencari suaka mengaku tidak sanggup untuk menangani masalah ini dan membiarkan para pencari suaka tersebut berlalu menuju Eropa Barat tanpa registrasi.

    Serbuan pencari suaka juga menyebabkan sistem visa Schengen yang mulai diberlakukan Eropa sejak tahun 1995 hampir tidak berfungsi. Berdasarkan sistem Schengen, pemilik visa bisa melakukan perjalanan ke negara-negara dalam lingkup UE dan non-UE. Sejumlah negara UE berusaha memagari negaranya terhadap pencari suaka. Saat migran keluar dari negara garis depan, negara-negara lain menutup perbatasannya untuk mencegah mereka masuk. Kondisi tersebut sempat membuat kereta antar negara Eropa, Eurostar, tidak bisa diberangkatkan dari Perancis - Inggris karena dipenuhi oleh para pencari suaka hingga ke atapnya.

    Dilain pihak Amerika Serikat yang merupakan sekutu Eropa, juga tidak berencana meningkatkan jumlah pengungsi yang akan diterima dengan drastis. AS hanya merujuk pada sumbangan sebesar US$4 miliar untuk bantuan pengungsi dan mengulang kembali sikap pemerintah Obama terkait kekhawatiran akan keamanan masuknya militan dari ISIS atau al Qaeda masuk ke negaranya dengan berkedok pencari suaka. AS memilih untuk mempersenjatai para pemberontak Suriah dan memerangi ISIS.

    Sementara sekutu Eropa di Arab yang tergabung dalam Dewan Kerja Sama Teluk (GCC), yaitu Qatar, UEA, Arab Saudi, Kuwait, Oman dan Bahrain juga tidak menawarkan tempat untuk pengungsi meskipun memiliki kemampuan untuk mengatasi permasalahan pencari suaka. GCC memilih mendanai kelompok pemberontak melawan rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad dan mendanai kamp pengungsi

  • - 7 -

    yang tersebar di Lebanon, Irak Utara dan Jordania. GCC menunjuk Iran dan Rusia yang ini mendukung Pemerintahan Suriah Bashar al-Assad untuk turut bertanggung jawab menampung para pencari suaka.

    Upaya Solusi GlobalKrisis pencari suaka bukan merupakan

    masalah Eropa semata-mata. Tidak hanya di Suriah, konflik dan kekerasan di berbagai belahan dunia telah menyebabkan 60 juta orang terpaksa menjadi pengungsi. Badan Pengungsi PBB (United Nations High Commissioner for Refugees/UNHCR) menyebut satu tahun terakhir terjadi lonjakan jumlah pengungsi mencapai lebih dari 8,3 juta orang. Dilaporkan kini sekitar 10 juta orang di seluruh dunia berstatus tanpa kewarganegaraan (stateless) atau no nationality. Mayoritas pemerintahan di seluruh dunia enggan menerima mereka karena khawatir kebijakan tersebut akan menciptakan 'pull factor' untuk menarik lebih banyak pencari suaka untuk datang ke negaranya.

    Isu pencari suaka telah menjadi masalah dunia, Indonesia juga tidak terlepas dari masalah ini dengan masuknya para pencari suaka dari Rohingya asal Myanmar. Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan kemanusiaan dengan menyediakan penampungan sementara. Namun secara tegas menyatakan Indonesia tidak menciptakan 'pull factor' untuk menarik pengungsi datang. Pemerintah Indonesia melibatkan dua badan utama internasional yang menangani masalah pengungsi dan imigran, yaitu Organisasi Internasional untuk Migrasi (International Organization for Migration/IOM) dan UNHCR. Pemerintah Indonesia juga melibatkan Pemerintah Myanmar dalam penanganan pengungsi Rohingnya, sehingga berhasil mencapai kesepakatan.

    Dewan Keamanan PBB tengah mendiskusikan kerangka resolusi untuk menangani krisis migran Eropa ini. Resolusi PBB yang dirancang tersebut akan memberikan kuasa kepada angkatan laut UE untuk mengambil alih kapal-kapal yang dioperasikan sindikat penyelundupan manusia di perairan internasional. Sindikat penyelundupan manusia merupakan pihak

    yang paling diuntungkan dalam masalah ini. Para pencari suaka selama ini membayar lebih dari USD 1.000 per orang kepada sindikat untuk perjalanannya ke Eropa.

    Australia mendesak lebih banyak negara di benua Eropa untuk bergabung dalam koalisi global melawan ISIS di Suriah dan Irak. ISIS dianggap bertanggung jawab atas eksodus ratusan ribu pencari suaka dari Suriah ke Eropa. Oleh karena itu, perluasan dan penguatan koalisi merupakan suatu keharusan. Saat ini sudah ada sekitar 60 negara, yang mendukung secara langsung atau tidak langsung, koalisi pimpinan Amerika Serikat tersebut. Usul Australia tampaknya sejalan dengan keinginan mayoritas pemimpin Eropa bahwa cara komprehensif untuk mencegah meningkatkan pencari suaka dan menciptakan damai di Suriah adalah memberantas sumber masalah, yaitu rezim Assad dan ISIS.

    PenutupDalam penanganan pencari suaka

    ini Sekjen PBB, BanKi-mon merencanakan pembahasan khusus masalah ini dalam pertemuan tahunan para pemimpin dunia di markas besar PBB pada tanggal 30 September mendatang. Isu pencari suaka merupakan masalah global yang membutuhkan kerja sama internasional untuk mengatasinya. Dalam kesempatan tersebut, Indonesia dapat memberikan usul solusi berdasarkan pengalaman penanganan pencari suaka Rohingya di tanah air. UE harus lebih terbuka dan melibatkan UNHCR dan IOM dalam sebagaimana penanganan pencari suaka Suriah di Eropa.

    Upaya penyelesaian isu pencari suaka harus dimulai dari hulu, yakni dari negara asal para pencari suaka. Penanganan masalah di hilir atau disaat para pencari suaka telah sampai di negara-negara tujuan setelah melalui perjuangan hidup dan mati sangat tidak manusiawi. Penyelesaian isu pencari suaka di negara asalnya patut dipertimbangkan. Indonesia dapat mendesak PBB untuk terus mencari penyelesaian damai dalam konflik Suriah, sebelum menempuh langkah militer yang pasti akan menimbulkan korban jiwa rakyat sipil.

  • - 8 -

    Indonesia sebaiknya juga mendukung peningkatan kerja sama internasional dalam upaya membasmi sindikat penyelundupan manusia. Sindikat penyelundupan manusia selama ini menjadi salah satu sumber meningkatnya migrasi ilegal yang seringkali menjadi sumber sengketa antar negara.

    Referensi:"Uni Eropa masih terbelah", Kompas, 4

    September 2015."Jasad Bocah Imigran Terdampar, PM

    Inggris Diminta Bertindak", http:// i n t e r n a s i o n a l . m e t r o t v n e w s . c o m /read/2015/09/03/427334/jasad-bocah-migran- terdampar-pm-inggris-diminta-bertindak, diakses 3 September 2015 .

    "Australia Desak Negara Tujuan Imigran untuk Gempur ISIS", Metrotvnews.comhttp://internasional.metrotvnews.c o m / r e a d / 2 0 1 5 / 0 8 / 3 1 / 1 6 3 9 9 5 /a u s t r a l i a - d e s a k - n e g a r a - t u j u a n -imigran-untuk-gempur-isism diakses 3 September 2015.

    "PBB rancang resolusi krisis imigrasi mediterania", http://internasional. Metrotvnews.com/read/2015/09/03/427266/pbb-rancang-resolusi-krisis-imigrasi-mediterania Washington, diakses 31 Agustus 2015.

    "Jalan Kelam Para Migran", Media Indonesia, 4 September 2015.

    "Europes halting response to migrant crisis draws criticism", International New York Times, 31 Agustus 2015, h. 5

    "Austria Tightens Border Controls", The Wall Street Journal, 1 September 2015, h. 6.

    "Migrant and smugglers appear to change tactics", International Herald Tribune, 1 September 2015, h. 5

    "Uni Eropa Didesak bangun Pusat penerimaan Migran", Suara Pembaruan, 31 Agustus 2015

    "Sistem Visa Mulai Digugat", Kompas, 3 September 2015

    "Negara-negara Arab Tolak Pengungsi", Media Indonesia, 7 September 2015.

    "PM Hungaria : Kami Tak Ingin Banyak Muslim", Republika, 5 September 2015

    "AS Ditekan Menerima Lebih Banyak Pengungsi", CNN Indonesia, 07/09/2015, http://www.cnnindonesia.com/internasional/ 0150907091918- 134-77015/as-ditekan-menerima-lebih-banyak-pengungsi/, diakses tanggal 4 September 2015

    "Menlu Tak Ingin Penampungan Rohingya Tarik Pengungsi Lain", kompas.com http://nasional.kompas. com/read/2015/06/ 10/02090561/ Menlu.Tak.Ingin.Penampungan.Rohingya.Tarik.Pengungsi.Lain, diakses tanggal 4 September 2015

    "Inggris Berencana Serang Suriah Untuk Akhiri Masalah Pengungsi", http://news.detik.com/berita/3011442/inggris-berencana-serang-suriah-untuk-akhiri-masalah-pengungsi, diakses tanggal 4 September 2015

    "UE Susun Kuota Migran yang Baru", Republika, 8 September 2015.

    "Tanggung Jawab Dunia Dipertanyakan", Kompas, 8 September 2015.

    Michael Ignatieff, This isnt a European Problem, International New York Times, 7 September 2015.

  • - 9 -

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    Vol. VII, No. 17/I/P3DI/September/2015KESEJAHTERAAN SOSIAL

    Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

    HAMBATAN MENTAL TKI DALAMPASAR KERJA YANG SEMAKIN KOMPETITIF

    Elga Andina*)

    Abstrak

    Salah satu tuntutan tenaga kerja Indonesia (TKI) dalam unjuk rasa 1 September 2015 lalu adalah penolakan atas tenaga kerja asing (TKA). Kehadiran TKA di tengah-tengah maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) mendorong adanya anggapan bahwa pemerintah tidak melindungi sumber daya domestik. Adanya pandangan stereotype bahwa tenaga kerja lokal tidak cukup kompeten sehingga mereka sering tidak dihargai dengan semestinya. mereka yang tidak cukup atau tidak terlegitimasi yang membuat TKI tersingkirkan dalam bursa tenaga kerja lokal. Untuk menghadapi MEA tahun pemerintah harus segera mempersiapkan TKI yang siap pakai, handal, dan mampu bersaing. Pemerintah perlu melansir kebijakan perburuhan yang semakin melibatkan berbagai kementerian terkait secara aktif dan pola kerja Kemnaker yang proaktif dalam upaya peningkatan kompetensi sekaligus sertifikasi profesi, serta perubahan budaya tenaga kerja secara umum.

    PendahuluanTanggal 1 September lalu sejumlah

    buruh kembali turun ke jalan. Kejadian ini di luar tradisi tahunan demonstrasi setiap hari buruh. Kali ini, para demonstran mengusung banyak isu, yang kesemuanya mempertanyakan perlindungan pemerintah terhadap mereka.

    Melesunya perekonomian menuntut kalangan industri untuk memangkas biaya dengan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyatakan 26 ribu orang yang di-PHK tahun 2015, jumlah ini berbeda dengan data Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang mengklaim mencapai 67 ribu orang. Andi Gani Nenawea, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia

    (KSPSI) mengatakan, jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI)/buruh yang terkena PHK terus meningkat. PHK paling banyak terjadi di sektor tekstil dengan angka 40.000-50.000 tenaga kerja dan kemudian diikuti TKI sektor komoditas. Pekerja yang di-PHK menambah besaran penganggur terbuka yang menurut Kemnaker pada Februari 2015 mencapai 7,45 juta orang. Dari jumlah pengangguran terbuka tersebut, angkatan kerja yang tidak mengikuti pelatihan mencapai 95,56%.

    Yang lebih miris, di tengah-tengah maraknya PHK, arus tenaga kerja asing (TKA) yang masuk ke Indonesia terus berjalan. Setidak-tidaknya 55 ribu TKA telah menempati berbagai pos industri di seluruh Indonesia. TKA yang datang dianggap memiliki

    *) Peneliti Muda Psikologi pada Bidang Kesejahteraan Sosial, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: [email protected].

  • - 10 -

    keterampilan lebih baik dari TKI, sehingga menempati posisi dan mendapat kompensasi yang lebih baik. Pada hakikatnya kehadiran TKA tidak menggantikan tenaga kerja lokal tetapi kehadiran mereka tetap memunculkan kecemasan TKI. TKI tidak terbiasa untuk bersaing secara sehat dan lebih mudah menuntut jika merasa tidak diuntungkan. Hal ini akan menjadi tantangan bagi pemerintah untuk mempersiapkan tenaga kerja lokal Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2016 mendatang.

    Tabel 1. Jumlah PHK di Pusat Industri pada Tahun 2015 (hingga Agustus 2015)Pusat Industri Jumlah (orang)

    Batam 4.831

    Jawa Tengah 1.305

    Jawa Timur 1.275

    Kota Bandung 2-500-3.000

    Karawang 5.000

    Kota Tangerang 1.800

    Kabupaten Tangerang 2.500

    Makassar 400

    Kalimantan Timur 5.000Sumber: Disnaker/Apindo, Republika, 2 September 2015.

    Kehadiran Buruh Asing di IndonesiaMEA memberikan tantangan yang besar

    kepada dunia perburuhan di Indonesia. Dengan dicanangkannya MEA, mobilisasi buruh tidak lagi dibatasi oleh batas negara. Akibatnya, tingkat persaingan lapangan kerja dalam negeri menjadi semakin tinggi karena TKI tidak hanya bersaing dengan sesama TKI lain tapi juga dengan TKA.

    Meskipun pengaturan MEA masih belum rampung, kehadiran TKA di Indonesia bukanlah barang baru. Pada tahun 2015, TKA yang ada di Indonesia berasal dari Tiongkok (13.034 orang), Jepang (10.128 orang), Korsel (5.384 orang) dan India (3.462 orang). Jumlah ini memang menurun dari tahun-tahun sebelumnya yang mencapai 69 ribu (2014); 72 ribu (2013); 77 ribu (2012).

    Pada masa kelesuan ekonomi, kehadiran mereka dipastikan semakin membangkitkan emosi TKI. Apalagi dengan dihapuskannya syarat kemampuan berbahasa Indonesia dalam Permenaker Nomor 16 Tahun 2015, akses terhadap serbuan TKA akan semakin terbuka. Menaker berharap penghapusan itu dapat mendorong investasi asing, dengan tetap memberikan batasan rasio TKA dan TKI yaitu

    1:10. Paradigma Kemnaker dalam mengelola sistem perburuhan di Indonesia bertolak belakang dengan gaya negara-negara maju seperti Singapura yang malah memperketat proses imigrasi bagi pekerja asing dan menawarkan posisi kepada buruh lokal sebelum ditawarkan kepada TKA/ekspatriat.

    Anggapan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menyatakan bahwa kehadiran TKA merupakan indikasi bertambahnya lapangan kerja di Indonesia perlu dianalisa lebih jauh. Pada awal tahun 2015 saja Angkatan Kerja berjumlah 123,48 juta orang dengan jumlah kesempatan kerja sebanyak 116,37 juta kerja. Artinya, jumlah lowongan yang ada saja belum dapat menyerap semua angkatan kerja.

    Eksistensi TKA tidak akan menjadi masalah, jika saja tidak terlihat perlakuan yang diskriminatif. Beberapa hal yang sering ditemui dalam interaksi dengan TKA antara lain: pertama, diskriminasi upah. TKA seringkali mendapatkan bayaran yang berbeda dengan dengan TKI. Kedua, adanya benefit tambahan yang hanya diberikan kepada TKA. Ketiga, TKA sering lebih diprioritaskan dalam mengambil posisi-posisi strategis.

    Indonesia memang tidak mudah menerima arus TKA. Menaker menyatakan bahwa hanya TKA yang memiliki sertifikat kompetensi yang dapat bekerja di Indonesia. Selain itu, proses imigrasi menjadi titik penyaringan yang signifikan dengan melakukan pemeriksaan dokumen dan perizinan TKA, antara lain Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA), SK TKI Pendamping, Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS), dan Polis Asuransi.

    Stereotype buruh lokalBerbeda dengan TKA, buruh lokal

    digambarkan sebagai sekelompok pekerja yang turun ke pasar kerja di usia muda tanpa pengalaman dan keterampilan yang memadai. Ini dibuktikan dengan Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi BPS yang menyebutkan penyerapan tenaga kerja hingga Februari 2015 masih didominasi oleh penduduk bekerja berpendidikan rendah, yaitu SD ke bawah sebanyak 54,6 juta orang (45,19 persen) dan Sekolah Menengah Pertama sebanyak 21,5 juta (17,77 persen). Dengan kualifikasi itu, mereka pun pantas dihargai secara murah.

    Di Indonesia, taraf hidup manusia sering sekali ditentukan oleh ijazah dan gelar yang dimilikinya. Mereka yang memiliki berlembar

  • - 11 -

    sertifikat lebih mudah mendapatkan pekerjaan dengan kompensasi yang lebih baik, sedangkan mereka yang tanpa pengakuan harus terdesak di bawah. Tidak mudah untuk mengubah paradigma berfokus pada ijazah yang sudah mendarah ini. Ijazah seolah-olah dapat mewakili kompetensi seseorang, sehingga menjadi syarat penting dalam meningkatkan taraf hidup. Sebaliknya, banyak buruh yang ahli dalam pekerjaannya, namun tidak bisa mengurus ijazah karena proses yang membingungkan, mahal, dan belum memahami signifikansinya. Ketika pada masa produktifnya terjadi PHK, TKI tidak memiliki pernyataan kompetensi yang diakui, sehingga sulit untuk mencari pekerjaan.

    Persoalannya, dengan kebutuhan hidup yang selalu meningkat sementara pada saat yang sama mengubah gaya hidup tidak mudah dilakukan. Oleh karena itu, TKI sering terlibat unjuk rasa untuk menuntut kenaikan penghasilan. Pola pikir TKI seperti ini jelas menjadi hambatan dalam bersaing di era MEA. Buruh Indonesia terbiasa untuk menuntut kenaikan penghasilan setiap tahun, tanpa upaya pengembangan diri. Kebiasaan ini memengaruhi bagaimana buruh mempersepsikan kualitas kerja, gaya hidup yang tidak sesuai dengan pemasukan, dan rasa

    sering terjun ke dunia kerja karena faktor ekonomi, sehingga tidak bisa mengambil pendidikan/pelatihan bersertifikat. Saat sudah bekerja, mereka tidak memiliki waktu luang untuk mengikuti upaya peningkatan mutu kerja. Normalnya memiliki keterampilan secara formal maupun informal menyebabkan mereka harus meninggalkan pekerjaan dan kehilangan pemasukan.

    Perlu diingat bahwa meningkatnya pengangguran selalu berpengaruh negatif terhadap kondisi sosial masyarakat, termasuk di antaranya meningkatnya angka kriminalitas, kemiskinan, menurunnya kualitas kesehatan. Kehilangan motivasi merupakan awal dari kegagalan untuk berjuang, yang akhirnya menyebabkan individu tersebut menjadi beban masyarakat. Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa sejumlah 1.880.470 penganggur terbuka merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan. Dengan mindset semacam ini, TKI kehilangan drive (dorongan) untuk mencapai perilaku yang lebih. Jika dilihat dari teori motivasi McLelland, maka golongan TKI ini tidak memiliki needs of achievement sehingga tidak tertarik pada feedback dan lebih didorong oleh kebutuhan dasar semata.

    Tabel 2. Penganggur Terbuka Menurut Keterampilan (Februari 2015)Keterampilan Perkotaan Perdesaan Jumlah

    Teknik Mekanik 3752 11503 15255

    Listrik/Elektro 3530 0 3530

    Otomotif 5877 10933 16810

    Aneka Kejuruan 156318 52510 208828

    Administrasi Bisnis 53862 21931 75793

    Bangunan 3127 0 3127

    Pertanian 3808 3799 7607

    Tidak mengikuti pelatihan 4741148 2382669 7355091

    Total 4971422 2483345 7454767Sumber: http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/pusdatinaker-kunasional/table_pt_nas.php

    bangga terhadap kepribumiannya. Setiap kali buruh menuntut kenaikan upah, pemerintah mengabulkan meskipun tidak sejalan dengan kebutuhan. Banyak keputusan ketenagakerjaan yang dipengaruhi iklim politik, dan buruh dengan jumlah massa yang besar senantiasa dijadikan alat untuk mendukung kekuasaan tertentu. Dengan begitu, muncullah mental buruh yang impulsif, senantiasa menuntut, namun sebaliknya tidak dapat membuktikan kompetensi.

    Buruh yang tidak memiliki keterampilan

    Kerja sama multisektoralUntuk menangkal meningkatkan daya

    jual TKI ini, Kemnaker sebenarnya telah membentuk Komite Peningkatan Keahlian, yang di dalamnya terdapat Komite Standardisasi, Komite Pengembangan Pelatihan Berbasis Kompetensi serta Komite Sertifikasi. Namun demikian, keharian mereka seperti kebanyakan gugus kerja pemerintah yang hanya bersifat normatif dan pasif. Pengembangan kompetensi melalui BLK (Balai Latihan Kerja) masih sulit dilakukan karena banyak pemerintah daerah

  • - 12 -

    belum mau berinvestasi untuk menjalankan BLK di daerahnya.

    Gugus tugas perburuhan yang dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinasi Polhukam adalah upaya yang penting untuk menyatukan pola pikir kerja kementerian dalam melakukan modifikasi buruh. Dalam pandangan kaum behavioristik aliran klasik, modifikasi perilaku dapat diartikan sebagai penggunaan secara sistematik teknik kondisioning pada manusia untuk menghasilkan perubahan frekuensi perilaku tertentu/mengontrol lingkungan perilaku tersebut. Jika setiap pihak yang berhadapan dengan buruh memiliki sikap yang sama, kepatuhan yang konsisten, dan program kerja yang saling mendukung, TKI akan belajar bagaimana mereka seharusnya bersikap.

    Konsistensi dalam menegakkan peraturan harus terus ditingkatkan. Kemnaker masih kesulitan untuk bersikap tegas dalam menegakkan pembatasan pengelolaan ketenagakerjaan. Komisi IX perlu mengingatkan Kemnaker untuk menjalankan kebijakan yang konsisten dan harus mampu memberikan sanksi yang membuat jera perusahaan yang menyalahi aturan, misalnya dengan mencabut izin perusahaan.

    Secara konkrit, pemerintah perlu mendorong peningkatan program magang di industri yang bermanfaat untuk memberikan keterampilan sekaligus sumber penghasilan kepada TKI. Program pelatihan dan pendidikan tidak bisa menutup mata lagi dan perlu segera menunjukkan hasil. Kemnaker bisa melakukan program proaktif mendekati daerah padat tenaga kerja potensial untuk memberikan pelatihan kerja. Dengan kata lain, membuat BLK berjalan.

    PenutupPersoalan ketenagakerjaan sebenarnya

    merupakan isu yang bersinggungan dengan berbagai sisi kehidupan manusia. Oleh karena itu, penangannya harus dilakukan secara komprehensif dari berbagai sudut dan melibatkan berbagai kementerian terkait. Gugus tugas perburuhan merupakan langkah awal untuk menata ulang sistem ketenagakerjaan di Indonesia. Pada dasarnya pengaturan ketenagakerjaan sudah cukup melindungi buruh lokal tetapi pelaksanaan masih jauh dari harapan, karena adanya benturan-benturan kepentingan dan tidak konsistennya pemerintah dalam menjalankan aturan. Dengan melaksanakan kebijakan yang konsisten yang

    tidak selalu mengalah pada pilihan-pilihan politik yang impulsif, pemerintah mendidik dan membentuk perilaku positif tenaga kerja.

    Pemerintah harus mampu menjalankan kebijakan yang komprehensif dan dijalankan dengan selaras oleh berbagai kementerian, bukan saja oleh Kemnaker tetapi juga melibatkan berbagai kementerian lain yang terkait. Gugus kerja perburuhan yang dibentuk seharusnya memiliki kewenangan lintas kementerian untuk dapat menyelasaikan masalah perburuhan dengan tuntas. Lebih jauh lagi, mereka yang ditunjuk sebagai anggota gugus perburuhan haruslah yang memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan nasional.

    Komisi IX DPR RI juga harus mempertanyakan pilihan-pilihan kebijakan Kemnaker yang diambil secara ekstrem dan berlawanan dengan rencana di awal masa kerja. Selain itu, Komisi IX juga harus mendorong kinerja unit-unit yang dibentuk untuk melakukan percepatan daya saing dalam pasar MEA agar beroperasi secara proaktif.

    Referensi"Buruh Desak Setop PHK", Republika, 2

    September 2015."Menurut Kalla, Kedatangan Pekerja

    Asing Justru Membuka Lapangan Kerja", http://nasional.kompas.com/read/2015/09/03/06104701/Menurut.Kalla.Kedatangan.Pekerja.Asing.Justru.Membuka.Lapangan.Kerja, diakses 3 September 2015.

    "Ribuan Tenaga Kerja Asing Duduki Posisi Strategis", Media Indonesia, 3 September 2015.

    "Ada Potensi PHK 100.000 Tenaga Kerja", http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/09/02/070712926/.Ada.Potensi.PHK.100.000.Tenaga.Kerja., diakses 2 September 2015.

    Jawaban Tertulis atas Pertanyaan Anggota Komisi IX DPR RI pada Rapat Kerja Menaker dengan Komisi IX DPR RI tanggal 22 Januari 2015.Tidak diterbitkan.

    BPS, Agustus 2015. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

    Penganggur Terbuka Nasional, http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/pusdatinaker-kunasional/table_pt_nas.php, diakses 4 September 2015.

    "Jangan seolah Republik ini dikepung TKA", Media Indonesia, 8 September 2015.

  • - 13 -

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    Vol. VII, No. 17/I/P3DI/September/2015EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

    Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

    FOKUS KEBIJAKAN STIMULUSPEREKONOMIAN INDONESIA

    Edmira Rivani *)Abstrak

    Tekanan terhadap rupiah masih berlanjut. Nilai tukar rupiah kembali melorot mencapai Rp14.234 per dolar AS dan sentimen negatif pasar uang ini juga berimbas pada pasar modal yang juga melemah di mana secara mingguan bursa ditutup pada level 4.446,2. Selain tekanan terhadap rupiah dan melemahnya pasar modal, Indonesia mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terburuk sejak tahun 2009. Persoalan mendasar yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi relatif tidak berkelanjutan, bahkan cenderung melemah, adalah meredupnya derap industrialisasi. Fenomena ini harus cepat ditanggulangi agar tidak berdampak pada investasi yang berpengaruh sangat signifikan pada kelanjutan pembangunan. Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah mempercepat penyusunan empat paket kebijakan stimulus perekonomian Indonesia. Keempat paket itu ialah kebijakan fiskal, kebijakan deregulasi investasi, kebijakan energi, dan kebijakan pangan.

    PendahuluanTekanan terhadap rupiah masih

    berlanjut, nilai tukar rupiah kembali melorot sampai mencapai level 14.234 per dolar AS pada 7 September 2015. Sentimen negatif pasar uang ini juga berimbas pada pasar modal yang juga melemah di mana secara mingguan bursa ditutup pada level 4.446,2. Selain tekanan terhadap rupiah dan melemahnya pasar modal, perlambatan pertumbuhan ekonomi kuartal I-2015 tentunya menjadi perhatian bagi perekonomian Indonesia.

    Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga berlaku triwulan I-2015 hanya mencapai Rp2.724,7 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp2.157,5 triliun. Pertumbuhan triwulan I-2015 terhadap triwulan I-2014 berada pada angka 4,71%

    (yoy) melambat dibanding periode yang sama pada tahun 2014 sebesar 5,14%. Pertumbuhan yang terjadi pada kuartal ini merupakan yang terburuk semenjak tahun 2009.

    Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan usaha informasi dan komunikasi sebesar 10,53%. Struktur PDB Indonesia berdasarkan lapangan usaha atas harga berlaku pada triwulan I-2015 tidak menunjukkan perubahan yang berarti dari periode-periode sebelumnya. Industri pengolahan, pertanian, kehutanan, perikanan, perdagangan besar-eceran, reparasi mobil-sepeda motor, dan konstruksi masih mendominasi perekonomian. Dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan, maka pertumbuhan tertinggi berasal dari industri

    *) Peneliti Muda Ekonomi Terapan pada Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI. Email: [email protected].

  • - 14 -

    pengolahan sebesar 0,85% diikuti konstruksi sebesar 0,57%.

    Dari sisi pengeluaran, komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga mengalami penurunan dari 5,35% pada kuartal I-2014 menjadi 5,01% pada kuartal I-2015. Konsumsi pemerintah juga memiliki andil yang sangat signifikan, melambat dari 6,21% menjadi 2,21% (yoy). Melambatnya konsumsi merupakan pertanda negatif melemahnya daya beli masyarakat.

    Kondisi Industri, Tenaga Kerja, dan Investasi

    Persoalan mendasar yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi relatif tinggi tidak berkelanjutan, bahkan cenderung melemah adalah yang meredupnya derap industrialisasi. Padahal sektor industri, khususnya industri manufaktur, sampai saat ini masih memberikan kontribusi tertinggi terhadap PDB nasional, yaitu sebesar 23,37% diikuti oleh industri pertanian dan perdagangan, serta hotel dan restoran. Setelah krisis 1998, pertumbuhan sektor industri manufaktur hampir selalu lebih rendah ketimbang pertumbuhan PDB. Padahal Indonesia belum tuntas melalui tahapan industrializing. Sebelum krisis 1998, pertumbuhan industri manufaktur sempat dua kali lebih tinggi dari

    pertumbuhan PDB. Kredit perbankan untuk sektor manufaktur pernah mencapai di atas 40%. Namun begitu, setelah krisis, sektor ini hanya menikmati belasan persen saja dari keseluruhan kedit perbankan. Setelah mencapai tingkat tertinggi pada tahun 2001 sebesar 29%, sumbangsih industri manufaktur terus merosot sampai mencapai titik terendah pada triwulan II-2015 sebesar 20,9%. Hal tersebut dikarenakan kelemahan utama yang dihadapi industri nasional, yaitu kurangnya bahan baku di dalam negeri. Akibatnya, impor bahan baku tinggi dan menghabiskan cadangan devisa negara.

    Gambar 1. Peranan Industri Manufaktur Terhadap PDB Tahun 2000-2015

    Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015

    Tabel 1. Pertumbuhan Industri Manufaktur 2011-2015

    2011 2012 2013 2014Average

    2011-14 2015

    GDP Total 6,2 6,0 5,6 5,0 5,7 4,7

    Manufacturing, Total 6,3 5,6 4,5 4,6 5,3 3,9

    Manufacturing, Non-oil 7,5 7,0 5,5 5,6 6,4 5,2

    1. Coal and refined petroleum products -0,3 -2,4 -1,7 -2,1 -1,6 -5,72. Food products and beverages 11,0 10,3 4,1 9,5 8,7 8,2

    3. Tobacco products -0,2 8,8 -0,3 8,9 4,3 2,2

    4. Textiles and wearing apparel 6,5 6,0 6,6 1,5 5,2 -1,0

    5. Leather & related products & footware 10,9 -5,4 5,2 5,5 4,1 3,4

    6. Wood & of its products (except furniture) -2,7 -0,8 6,2 6,1 2,2 0,9

    7. Paper & paper products; repro of recorded 3,9 -2,9 -0,5 3,4 1,0 -1,2

    8. Chem & pharma & botanical products 8,7 12,8 5,1 3,9 7,6 9,1

    9. Rubber & plastics products 2,1 7,6 -1,9 1,2 2,2 -3,5

    10. Other non-metallic mineral 7,8 7,9 3,3 2,4 5,4 4,9

    11. Manufacture of basic metals 13,6 -1,6 11,6 5,9 7,4 8,7

    12. Computer, optical products & elec. Equip 8,8 11,6 9,2 2,9 8,1 8,1

    13. Machinery and equipment 8,5 -1,4 -5,0 8,8 2,7 -2,4

    14. Transport equipment 6,4 4,3 14,9 3,9 7,4 4,8

    15. Furniture 9,9 -2,1 3,6 3,6 3,8 5,1

    16. manuf, repair & instr of machinery -1,1 -0,4 -0,7 7,3 1,3 1,8

    Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015

  • - 15 -

    Memasuki tahun 2015, industri manufaktur semakin terpuruk. Lima subsektor industri sudah mengalami pertumbuhan negatif, sehingga seluruh kelompok industri juga terkena seperti migas dan nonmigas, padat karya, dan padat modal.

    Indonesia mengalami perlambatan industrialisasi ketika peranan sektor industri manufaktur dalam PDB masih relatif rendah. Negara-negara yang telah mencapai kematangan industri pada umumnya sektor industri manufaktur telah mencapai 35% PDB, baru kemudian berangsur turun digantikan oleh sektor jasa. Peranan sektor industri manufaktur di Indonesia baru mencapai 29% PDB dan kini nilainya malah menurun. Tiongkok mampu menggenjot industri manufaktur sampai mencapai 40% PDB. Sedangkan Malaysia mencapai di atas 30%. Sebaliknya, salah satu negara yang tidak kunjung mencapai tahapan industrializing seperti Nigeria terperangkap sebagai negara termiskin.

    Gambar 2. Perbandingan Peran Industri Manufatur Terhadap PDB Beberapa Negara

    Salah satu implikasi dari pelemahan dini sektor industri manufaktur adalah keterbatasannya dalam menyerap tenaga kerja. Daya serap sektor ini hanya 13,6% dari keseluruhan pekerja. Transformasi ketenagakerjaan menjadi terhambat. Pekerja masih saja bertumpuk di sektor pertanian. Karena industri manufaktur gagal menyerap lebih banyak tenaga kerja, maka sektor jasa menjadi andalan dalam menyerap kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian. Namun demikian, mengingat sekitar dua pertiga pekerja hanya tamatan SLTP ke bawah, maka bisa dipastikan sebagian besar yang bekerja di sektor jasa adalah pekerja informal. Menariknya, Sekolah Menengah

    Kejuruan (SMK) yang pada dasarnya berfokus pada pendidikan praktis lapangan, justru menempati urutan pertama tingkat pendidikan dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tertinggi sebesar 9,05%, sedangkan TPT terendah terjadi pada kelompok pendidikan SD ke bawah, yaitu sebesar 3,61%.

    Berdasarkan gambaran mengenai tenaga kerja di Indonesia, pemerintah seharusnya melakukan pembenahan untuk peningkatan labor force. Hal ini dikarenakan pada tahun 2014, United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) merilis bahwa Indonesia merupakan negara ke-3 dalam urutan 20 negara paling prospektif untuk investasi dalam 5 tahun ke depan. Akan tetapi pada awal tahun 2015 ini, perlambatan ekonomi seperti gambaran sebelumnya secara signifikan memberikan dampak, yaitu menurunkan kepercayaan investasi ke Indonesia. Hal ini tergambarkan dari turunnya secara drastis indeks keyakinan bisnis Indonesia dari 104,7 menjadi 96,3 pada kuartal-I 2015.

    B e r d a s a r k a n d a t a t e r s e b u t , perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi harus ditanggulangi secara cepat agar tidak berdampak pada investasi yang berpengaruh sangat signifikan pada kelanjutan pembangunan, terlebih lagi Indonesia masuk dalam radar investor dunia sehingga memang sangat diperlukan melakukan pembenahan secepatnya.

    Fokus Kebijakan Stimulus PemerintahDampak ketidakpastian ekonomi

    global ini memaksa pemerintah untuk mempercepat penyusunan empat paket kebijakan stimulus perekonomian Indonesia. Keempat paket itu ialah kebijakan fiskal, kebijakan deregulasi investasi, kebijakan energi, dan kebijakan pangan. Pembahasan paket kebijakan yang mendapat prioritas terkait dengan investasi adalah ditengarainya 154 peraturan yang dianggap menghambat kelancaran aliran investasi.

    Pemerintah secepatnya akan mengajukan revisi undang-undang yang menghambat pengadaan barang maupun jasa, dan peraturan perundangan yang berkaitan dengan iklim usaha. Semua kebijakan untuk investasi akan dilakukan deregulasi besar-besaran, ada yang direvisi, ada yang total diubah dan ini

    Sumber: World Bank, 2015.

  • - 16 -

    menyangkut 154 peraturan yang dianggap kontraproduktif dengan situasi investasi saat ini.

    Isi paket kebijakan stimulus yang akan diumumkan pemerintah juga akan mencakup pengaturan kepemilikan apartemen oleh warga asing, pengaturan utang luar negeri sesuai dengan rasio modalnya (debt to equity ratio/DER) dan pengeluaran dana desa sebesar Rp40 triliun. Untuk dana desa ini nanti akan difokuskan pada kegiatan, seperti irigasi perdesaan, jalan, dan jembatan, serta harus bisa dinikmati masyarakat desa. Stimulus lainnya juga menerapkan sistem penghargaan dan sanksi kepada daerah yang serapan anggarannya rendah, serta mengevaluasi dana alokasi khusus yang diterima daerah jika serapannya buruk. Pengaturan lainnya juga menyangkut insentif bagi percepatan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). Sementara, untuk paket kebijakan pangan pemerintah akan menambah gelontoran beras untuk masyarakat miskin (raskin) dari yang sebelumnya sebanyak 12 kali menjadi 14 kali dalam setahun. Hal ini dilakukan untuk mengantasipasi fenomena el nino, dimana kekeringan akan melanda sehingga situasinya akan lebih berat.

    Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah sudah cukup baik dalam menghadapi ekonomi Indonesia yang sedang lesu. Namun demikian, hal terpenting yang harus disasar pemerintah adalah menjaga Iklim perdagangan, investasi serta daya beli masyarakat dalam batas-batas rasional, sehingga pertumbuhan ekonomi tidak mengalami perlambatan lebih jauh yang dapat menyebabkan gejolak seperti pemutusan hubungan kerja (PHK), potensi keresahan sosial dan lain sebagainya.

    PenutupDinamika yang terjadi di dalam dan

    luar negeri berpengaruh terhadap naik atau turunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan pelaksanaan kebijakan perbaikan sektor industri, iklim investasi, dan tenaga kerja akan memberikan pertumbuhan ekonomi yang stabil. Perbaikan-perbaikan tersebut harus dapat direalisasikan, sehingga semua pihak dapat merasakan dampak positif dari pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

    DPR melalui ketiga fungsinya berperan penting dalam upaya pemerintah menangani perlambatan ekonomi. DPR berperan dalam pengalokasian anggaran yang menjamin tersedianya dana dalam setiap program pemerintah di masing-masing kementerian. Melalui fungsi legislasi, DPR dapat merevisi undang-undang yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa, maupun iklim usaha. DPR juga perlu memperkuat pengawasan atas kinerja pemerintah dan jajarannya agar kebijakan stimulus perekonomian Indonesia berjalan lebih efektif.

    Rujukan154 Peraturan Segera direvisi, Media

    Indonesia, 3 September 2015.Institute for Development of Economics

    and Finance (INDEF), Pertumbuhan Ekonomi Melambat, Kepercayaan Investasi Menurun, Economic Update 19 Mei 2015.

    Faisal Basri, Memacu Industrialisasi Untuk Menopang Pertumbuhan Berkualitas, dalam https://faisalbasri01.wordpress.c o m / 2 0 1 5 / 0 8 / 3 0 / m e m a c u -industr ia l i sas i -untuk-menopang-pertumbuhan-berkualitas/, diakses 2 September 2015.

    Market Outlook 31 Agustus - 4 September 2015,dalam http://news.centuryrealtime.com/berita-a n a l i s i s / k o m o d i t i / 2 2 - n e w s /vibeconominbusiness/12162-Market%20Outlook%2031%20Agustus%20-%204%20September%202015, diakses pada 4 September 2015.

    3 Resep Industrialisasi Dari Mantan Wapres Boediono, dalam h t t p : / / b i s n i s . t e m p o . c o / r e a d /news/2015/08/31/090696592/3-resep-industrialisasi-dari-mantan-wapres-boediono, diakses pada 2 September 2015.

    Atik Fasalina, Pentingnya peningkatan Iklim Investasi dan Usaha Bagi Penguatan Ekonomi Domestik, dalam http://www.academia.edu/9913141/Pent ingnya_Peningkatan_Ikl im_I n v e s t a s i _ d a n _ U s a h a _ b a g i _Penguatan_Ekonomi_Domestik, diakses pada 2 September 2015.

  • - 17 -

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    Vol. VII, No. 17/I/P3DI/September/2015PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

    Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

    DANA DESA DAN PERMASALAHANNYA

    Indra Pahlevi*)

    Abstrak

    Sampai saat ini sekitar 60% dana desa baru dapat disalurkan dalam rangka percepatan pembangunan dan menggerakkan roda perekonomian desa. Permasalahannya bermuara pada ketatnya persyaratan, rumitnya birokrasi, dan lamanya proses verifikasi terhadap 74.093 desa di seluruh Indonesia. Meskipun setiap desa memiliki karakteristik yang berbeda-beda, tetapi satu hal penting bahwa kondisi sebagian besar desa masih berada dalam kondisi tertinggal. Oleh karena itu, akselerasi penyaluran dana tersebut diperlukan dan disertai adanya kepastian tata cara penyaluran dan penggunaannya agar tidak menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari. Mekanisme perencanaan dan alokasi dana tersebut sangat diperlukan saat ini melalui rencana penerbitan SKB tiga menteri terkait. Hal lain, pengawasan baik teknis oleh instansi terkait maupun politis yang dilakukan Komisi II DPR juga tidak kalah pentingnya agar implementasinya sesuai tujuan.

    PengantarSesuai ketentuan Pasal 72 ayat (1)

    huruf d UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menyatakan bahwa pendapatan desa salah satunya bersumber dari alokasi dana desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota. Selanjutnya pasal yang sama ayat (4) menyatakan bahwa alokasi dana desa paling sedikit 10% dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam APBD setelah dikurangi dana alokasi khusus. Dengan ketentuan tersebut diharapkan desa dapat berkembang secara lebih optimal dan

    mampu membangun wilayahnya sesuai kebutuhan yang ada di wilayahnya masing-masing.

    Dalam perkembangannya, alokasi dana desa ini menghadapi persoalan yang rumit baik dari sisi teknis pengalokasiannya maupun teknis penyalurannya. Setidaknya persoalan alokasi dana desa ini melibatkan tiga kementerian, yaitu Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Kementerian Desa (Kemendes). Ketiga kementerian tersebut memiliki kewenangan masing-

    *) Peneliti Madya Politik dan Pemerintahan Indonesia, pada Bidang Politik Dalam Negeri, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI. Email [email protected] dan [email protected].

  • - 18 -

    masing terkait desa baik dari sisi pembinaan penye lenggaraan pemer intahannya , pembangunan infrastrukturnya, serta pengalokasian dana desa tersebut dengan mengeluarkan produk kebijakan masing-masing. Namun begitu, sulitnya koordinasi untuk mencapai titik temu di antara mereka, proses pengalokasian dan penyaluran dana desa harus dituangkan dalam sebuah surat keputusan bersama.

    Saat ini, proses penyusunan surat keputusan bersama (SKB) tersebut masih belum tuntas dan diakui oleh ketiga kementerian tersebut masih dalam proses penyiapan guna mempercepat penyaluran dana desa yang sudah ditunggu. Di sisi lain, surat ini adalah sebuah pedoman bagi pemerintah daerah terutama kabupaten/kota beserta jajarannya dalam mengelola dana desa tersebut agar tidak menjadi persoalan hukum di kemudian hari.

    Beberapa PermasalahanBerdasarkan pemantauan baik di

    lapangan maupun pemberitaan di media termasuk dalam forum Rapat Kerja Komisi II DPR, penyaluran dana desa belum berjalan sebagaimana mestinya. Salah satu sebabnya adalah pedoman yang tidak sederhana dan cenderung rumit yang dapat dipahami dan diimplementasikan oleh daerah. Dana desa diharapkan dapat segera tersalur ke desa-desa tanpa harus berlama-lama parkir di pemerintah kabupaten. Namun demikian, pemerintah kabupaten sendiri belum berani untuk melakukan penyaluran langsung ke desa-desa tanpa ada aturan yang jelas. Bahkan beberapa daerah seperti Kabupaten Deli Serdang langsung bertanya kepada Kemenkeu tanpa ada jawaban yang pasti dan hanya menghimbau untuk berhati-hati. Sementara kondisi di lapangan saat ini desa sudah menjerit karena menunggu dana desa tersebut selain sumber pendapatan lainnya, seperti yang terjadi di Temanggung dan Deli Serdang. Di beberapa desa biaya operasional harus ditanggung renteng oleh aparat desa baik kepala desa maupun perangkat desa lainnya.

    Persoalan berikutnya adalah lama dan rumitnya proses verifikasi yang dilakukan terhadap 74.093 desa di seluruh Indonesia. Menurut Menteri Desa, Marwan

    Jafar, banyak persyaratan yang harus dipenuhi bupati dan walikota untuk bisa mendapatkan dana desa tersebut. Akibatnya, kementeriannya harus mencarikan solusi, salah satunya inisiasi untuk merevisi Undang-Undang Desa agar aturan birokrasi tidak lagi membelit.

    Pekan lalu Presiden Joko Widodo menginstruksikan agar Kementerian Desa, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan membuat SKB untuk memperpendek birokrasi di desa. SKB itu berisi tentang tata cara penyaluran dana desa, prioritas penggunaan dana desa, dan cara mempermudah penggunaan dana desa. Masing-masing kementerian sudah memiliki peraturan menteri, sehingga tidak terjadi tumpang-tindih peraturan dalam SKB tersebut.

    Saat ini, dana desa yang sudah tersalur sekitar 60%. Hal ini bukan berarti tidak menyisakan masalah karena panduan penggunaannya belum jelas meskipun secara umum dinyatakan bahwa pengggunaan dana desa diutamakan untuk mendorong program prioritas pemerintah terutama di bidang infrastruktur. Dana yang sudah tersalur sebagian besar di wilayah Indonesia Barat, sementara Indonesia Timur seperti Maluku dan Papua belum ada penyaluran dana desa tersebut. Secara keseluruhan, menurut Pemerintah, dana desa sudah disalurkan ke seluruh kabupaten/kota. Namun demikian, adanya kendala penyaluran dan tata cara penggunaannya, maka pemerintah kabupaten/kota terkesan lambat untuk menyalurkannya ke desa. Apalagi Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo mengancam akan menindak tegas oknum daerah yang bertindak nakal terhadap dana desa tersebut.

    Secara nasional, dana desa yang disalurkan untuk tahun 2015 sesuai Keputusan Badan Anggaran DPR dan Pemerintah (Menteri Keuangan) yang ditetapkan September 2014 lalu berjumlah RP9.066.199.999.794 untuk seluruh kabupaten/kota di 33 provinsi. Adapun pembagian per provinsi dapat terlihat dalam tabel berikut.

    Berdasarkan Tabel 1 berikut ini, sesungguhnya terlihat bahwa pengalokasian dana desa sangat tergantung dari berbagai

  • - 19 -

    sisi baik jumlah penduduk, luas wilayah, maupun faktor lainnya.

    EvaluasiSebagaimana yang disampaikan

    di muka, penyaluran dana desa belum menyeluruh ke semua desa. Salah satu sebabnya pemerintah daerah belum melengkapi persyaratan yang dibutuhkan seperti adanya peraturan bupati terkait pencairan dana desa tersebut. Terjadi silang pendapat antara Pemerintah (Pusat) dan Pemerintah Daerah. Menurut Pemerintah (Pusat) yang disampaikan Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kemendagri, kendalanya ada di Pemerintah Daerah. Sementara menurut Pemerintah Daerah seperti yang disampaikan Pemerintah Kabupaten Temanggung dan Deli Serdang salah satu kendalanya karena ketatnya persyaratan, rumit, dan tidak ada panduan yang jelas sehingga hal itu menyulitkan implementasi di Daerah. kondisi itu dikarenakan adanya faktor kehati-hatian agar tidak terjerat masalah hukum di kemudian hari.

    Menurut Peraturan Menteri Keuangan

    Nomor 93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa menyebutkan, pencairan dana desa dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah dilakukan setelah ada peraturan bupati terkait alokasi dana desa tersebut. Sebelum peraturan bupati itu dibuat, desa mengajukan rincian anggaran ke bupati.

    Dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia (Permendes) Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa sebenarnya sudah memberikan gambaran tentang bagaimana prinsip penggunaan dana desa, prioritas penggunaan dana desa baik untuk pembangunan desa maupun untuk pemberdayaan masyarakat desa. Seperti yang tercantum dalam Pasal 5 Permendes No. 5 Tahun 2015 disebutkan bahwa prioritas penggunaan dana desa untuk pembangunan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, dan pemanfaatan

    Tabel 1. Jumlah Pembagian Dana Desa per ProvinsiNo. Nama Provinsi Alokasi (Rupiah) No. Nama Provinsi Alokasi (Rupiah)1. Aceh Rp266.700.165.427 18. Sulawesi Tengah Rp129.379.489.742

    2. Sumatera Utara Rp384.043.298.512 19. Sulawesi Selatan Rp246.394.967.795

    3. Sumatera Barat Rp150.207.301.537 20. Sulawesi Tenggara Rp105.440.863.453

    4. Riau Rp230.104.145.040 21. Bali Rp79.034.589.155

    5. Jambi Rp110.483.575.382 22. Nusat Tenggara Barat Rp172.547.793.041

    6. Sumatera Selatan Rp276.232.136.154 23. Nusa Tenggara Timur Rp248.702.792.030

    7. Bengkulu Rp79.214.511.260 24. Maluku Rp156.707.815.183

    8. Lampung Rp282.565.032.399 25. Papua Rp1.173.718.231.941

    9. Jawa Barat Rp1.064.203.516.172 26. Maluku Utara Rp71.123.998.588

    10. Jawa Tengah Rp1.065.688.723.959 27. Banten Rp200.985.513.850

    11. D.I. Yogyakarta Rp112.682.887.695 28. Bangka Belitung Rp47.079.757.094

    12. Jawa Timur Rp1.161.076.912.591 29. Gorontalo Rp51.574.727.342

    13. Kalimantan Barat Rp300.194.565.523 30. Kepulauan Riau Rp33.550.864.523

    14. Kalimantan Tengah Rp192.148.062.760 31. Papuan Barat Rp196.068.573.836

    15. Kalimantan Selatan Rp103.482.229.414 32. Sulawesi Barat Rp51.446.268.958

    16. Kalimantan Timur Rp163.156.751.727 33. Kalimantan Utara Rp93.713.822.146

    17. Sulawesi Utara Rp66.526.115.565 Jumlah Rp9.066.199.999.794Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan RI 2014. (diolah)

  • - 20 -

    sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.

    Permasalahannya adalah peraturan tersebut tidak dapat terimplementasikan dengan baik di lapangan tanpa ada panduan yang jelas tentang bagaimana tata cara penggunaannya meskipun Menteri Keuangan sudah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa. Faktanya di daerah masih kebingunan karena ada rasa takut dalam pengelolaannya. Keberadaan dana desa justru jangan menjadi momok atau bahkan petaka bagi banyak pejabat di daerah serta aparat desa karena dinilai tidak akuntabel.

    Oleh karena itu kehadiran Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Desa sangat diperlukan secepatnya sebelum tahun 2015 berakhir. Jangan biarkan desa-desa menjerit karena tidak dapat melaksanakan pembangunan akibat keterlambatan penyaluran dana desa.

    Akibat tidak sinkronnya koordinasi antar kementerian serta kebingungan daerah, maka penyaluran dana desa terhambat dan dampaknya adalah roda perekonomian desa menjadi terhambat pula. Salah satu upaya kongkrit yang harus dilakukan adalah mengangkat tenaga pendamping dalam hal penyaluran dana desa termasuk penggunaannya di setiap desa. Hal itu sudah dilakukan di beberapa desa tetapi dengan kualifikasi seadanya. Seharusnya dilakukan oleh tenaga terampil yang memahami betul tentang seluk beluk dana desa atau keuangan pada umumnya. Rekrutmennya dilakukan oleh pemerintah daerah berdasarkan arahan pusat dengan

    kualifikasi tenaga pendamping yang jelas.Selain itu perlu dilakukan pengawasan

    secara periodik oleh Komisi II DPR melalui kunjungan kerja rutin tidak hanya ke pemerintah kabupaten tetapi langsung ke desa-desa untuk melihat bagaimana implementasi penyalurannya serta dipergunakan untuk apa dan selanjutnya bagaimana pola pertanggungjawabannya. Dengan demikian akan dapat tercapai tujuan pemberian dana desa dalam rangka memberdayakan desa.

    ReferensiUndang Undang Nomor 5 Tahun 2014

    tentang Desa.Peraturan Menteri Keuangan Nomor

    93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa.

    Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa.

    Laporan Sementara Penelitian Individu Indra Pahlevi tentang Relasi Desa dan Kecamatan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah, P3DI Setjen DPR, Jakarta, 2015.

    "Percepat Penyaluran Dana Desa, Menkeu Siapkan SKB", dalam http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/

    "Mendagri akan Tindak Oknum Penyeleweng Dana Desa di Pilkada", dalam http://nasional.sindonews.com/read/

    "Persyaratan Hambat Pencairan", dalam Harian Kompas, 2 Juli 2015.

    "Rincian Dana Desa Menurut Provinsi dan Kabupaten/Kota", dalam http://www.djpk.kemenkeu.go.id/