trauma kepala

Upload: nizar-dzulqarnain-rahmatullah

Post on 04-Mar-2016

35 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

medicine

TRANSCRIPT

TRAUMA KEPALA

PAGE 31Neurologi II

TRAUMA KEPALA

Dr. Billy Indra Gunawan, Sp.S (K)

Trauma Kepala ( MASALAH karena: - frekuensi yang terus meningkat

mortalitas yang tetap tinggi

gejala sisa neurologis pascatrauma

Gejala Sisa Neurologis pascatrauma, antara lain:

1. cacat motorik hemiprese, ataxia

2. lesi Nn. Craniales terutama N. 1,2,6,7 8

3. sindrom pascatrauma spt: nyeri kepala ringan-berat, vertigo kontinua

4. epilepsi pasca trauma

5. hydrocephalus (tipe obstruktif)

6. ganggun fungsi luhur: amnesia, memory function, cognitive effects, language function, perceptual & motoric kill, psychiatric consequences.

Perlu dicatat bahwa:

Hanya 3% trauma kepala tertutup yang memerlukan tindakan operatif

20-30% trauma kepala berat ditemukan adana fraktur tengkorak (fraktur cranii) 70% trauma kepala tidak ditemukan fraktur

Sebagian besar kasus di atas penanganannya secara konservatif, jadi:

harus dapat membedakan trauma capitis mana yang memerlukan tindakan operatif

harus dapat melaksanakan tindakan darurat yang dibutuhkan guna menolong jiwa penderita

KLASIFIKASI TRAUMA KEPALA

1. Trauma kepala yang memerlukan tindakan operatif

Trauma kepala yang tidak memerlukan tindakan operatif

2. trauma kepala tertutup dan trauma kepala terbuka (ada hubungan intrcranial dengan dunia luar)

3. berdasarkan proses patologi: commotio, contusio, dan lacerasio

4. berdasarkan tingkat gngguan kesadaran: grade I-IV (grade IV ( brain death)

Klasifikasi Berdasarkan Gangguan Kesadaran

Grade I:

= mild head injury (commotio cerebri)

GCS 13-15

sadar, orientasi baik/transient

defisit neurologis (-)/refleks patologis (-)

gejala subjektif: cephalgia, nausea, vomitus (+)

posttraumatic amnesia (PTA) (+)

Grade II:

= moderate head injury (contusio cerebri) GCS 9-12 Somnolent, dapat mengikuti perintah sederhana

Defisit neurologis (+): refleks patologis babinski (+)

Grade III

= severe head injury (contusio cerebri)

GCS 3-8 (8)

Tidak bisa mengikuti perintah sederhana

Bicara kacau

Dapat melokalisir rangsang, kadang tidak

Grade IV ( fungsi otak terganggu_brain death (mati batang otak)

Menilai Glasgow Coma Scale (GCS)I. Eye Opening Response (E)

4 ( spontan membuka mata

3 ( menurut perintah

2 ( terhadap rangsang nyeri

1 ( tidak bereaksi

II.Verbal Response (V)

5 ( orientasi baik

4 ( jawaban kacau

3 ( kata2 tidak tersusun baik/ tidak ada arti

2 ( suara merintih atau mengerang

1 ( tidak bereaksi

III.Best Motor Response (M)

6 ( menurut perintah

5 ( dapat melokalisir rangsangan

4 ( bereaksi terhadap rangsangan

3 ( abnormal fleksi

2 ( respon ekstensi

1 ( tidak ada gerakan

Ket: sadar/compos mentis = 15

COMA ( E = 1, V = 1-2, M = 1-5 ( 8) Semua pasien dengan trauma capitis sebaiknya di rontgen dan EEG untuk mengantisipasi adanya perdarahan intrakranial.

perdarahan intrakranial dengan GCS 13-15/9-12 termasuk SEVERE HEAD INJURY!!

PATOFISIOLOGI

Trauma Capitis ( kerusakan kepala (kulit kepala, tulang tengkorak, isi tengkorak)

Cedera Primer 70 mmHg.

b. Dapat digunakan ambu-bag (alat respirator)

c. Tentukan pnybb gangguan : apakah kelainan sentral pernapasan (cheyne stokes, central neurogenic, apneustic) atau kelainan perifer pernapasan (aspirasi, trauma dada, edema)

3. C = circulation

a. Monitor pembuluh darah & jantung

b. Tensi jgn terlalu tinggi/rendah : sistole 100-160 mmHg, tdk < 95 mmHg. Hipotensi biasanya krn perdarahan ekstrakranial, bila krn kelainan otak menunjukan keadaan kritis (pusat vital di medula oblongata tdk berfungsi lagi)

c. Hipotensi : infus ringer laktat/NaCl 0,9% (+dopamin)

d. Hipertensi : beri antihipertensi

e. Keadaan jantung : ECG

Cairan yg diberikan 1500 kcal 1500 cc dlm 3x pemberian, tdk boleh lebih ( mempercepat edema. Dapat dinaikkan jumlahnya bila pasien mengalami demam/panas. Jangan lupa beri anti tetanus serum (ATS)

f. Hematome : antibiotik dosis tinggi

g. Diuretik : furosemid, dipakai jika tekanan meningkat. Manitol 20%, dipakai untuk persiapan operasi dosis 0,5-2 gr/kgBB selang 0,5-2 menit.

Commutio Cerebri (gegar otak)Batasan

Gangguan fungsi otak traumatik yang mendadak, bersifat sementara tanpa kelainan patologis yang nyata pada jaringan otak

Diagnosa

Riwayat trauma kepala

Hilang kesadaran < 30 menit (rata-rata 10-15 menit)

Disertai keluhan subjektif berupa rasa mual, muntah, pusing

Disertai atau tanpa amnesia retrograd/anterograd tidak lebih dari 1 jam

Refleks patologis (-)

Tidak ada lesi struktural pada otak ( observasi dan konservasi saja, karena tidak ada defisit neurologis

Pemeriksaan Penunjang

Sampai hari ke-5 pasca trauma dapat dijumpai absolut/relatif limfositopenia. Dapat disertai atau tanpa fraktur basis kranii. EEG normal dan rontgen normal/-

Tata Laksana

Perawatan

Bed rest hingga semua keluhan hilang

Mobilisasi berangsur-angsur, belajar duduk, berdiri, berjalan dan selanjutnya dipulangkan dengan pesan kontrol seminggu setelah meninggalkan rumah sakit

Lama perawatan juga dilakukan terhadap luka atau fraktur yang ada

Selama perawatan dilakukan observasi paling sedikit 2 x 24 jam terhadap kesadaran, tekanan darah, nadi, pernafasan, gejala tekanan intrakranial meningkat, defisit neurologis yang timbul progresif, pupil mata

Pasien pingsan harus dirawat, EEG & rontgen

Medikamentosa

Pengobatan terhadap luka dan perdarahan dengan antibiotik untuk pencegahan :

Antikoagulan

Ampisilin/amoksisilin

Tetrasiklin

ATS profilaksis

Hemostatistika :

Karbasokrom Na-sulfonat (adona AC 17)

Asam treneksamat

Vit. B1, B6 dan B12 ( untuk neurologis

Obat encephalotropik

Pengobatan simptomatik, hanya diperlukan pada keadaan terpaksa/sangat diperlukan :

Analgetika : metampyron, paracetamol, asam mefenamat.

Antimuntah : metoklopramid, dimenhidrinat (dramamine)

Tranquilizer : diazepam

Prognosa

Sembuh sempurna

Sembuh dengan gejala sisa berupa Sindroma Cerebral Post Traumatika, meliputi :

Neurosis post traumatika

Gangguan emosi, intelektual dan kecerdasan

Cephalgia/pusing/vertigo

Epilepsi

Gejala tersebut timbul segera setelah trauma kapitisnya sembuh atau dapat juga jauh sesudahnya.

Anamnesa

Traumanya bagaimana

Penderita tertabrak mobil, terpelanting, kepala bagian depan terbentur aspal ( langsung pingsan. Tidak ada lucide interval (masa bebas serangan atau gejala). Bila tdk pingsan ( lalu pingsan ( hati-hati kemungkinan adanya epidural/subdural hematom.

Penderita sedang duduk tiba-tiba dipukul dari belakang. Kepala dalam keadaan diam ( dipukul ( kerusakan ( besar. Lesi bentur lebih hebat dari lesi kontra. Bila terbentur di dahi tapi occipital lbh parah kemungkinan jatuh terpelanting

Setelah sadar penderita merasa pusing, mual, muntah, ada darah keluar dari hidung, mata, telinga.

Pemeriksaan Fisik

Periksa :

Tanda vital

Luka-luka di tempat lain

Periksa nn. Craniales ( n. VII & VIII yg sering Refleks Babinsky & Chaddock

Lumpuh ( jarang

Rontgen & EEG

Contusio Cerebri (memar otak)Batasan

Gangguan fungsi otak traumatik yang disertai kelainan patologis yang nyata pada jaringan otak

Patofisiologi

Proses patologi intrakranial pasca trauma terdapat berbagai tingkatan, mulai dari perdarahan ringan sampai destruksi jaringan otak yang berat yang disusul dengan kematian. Faktor yang bertanggung jawab terhadap proses patologi tsb adalah :

Kompresi yang mengakibarkan perubahan tekanan di dalam ruang tengkorak

Tension yang menimbulkan pergeseran (proses akselerasi dan deselerasi) isi tengkorak dg akibat :

Cedera aksonal difus

Cedera polaris yang menyebabkan laserasi otak

Putusnya bridging veins

Shear, menyebabkan distorsi mendadak sehingga banyak pembuluh darah dan saraf yang rusak.

Proses patologi ini bila tidak teratasi akan segera disusul dg terbentuknya edema otak yang makin lama makin hebat, meningkatnya tekanan intrakranial dan herniasi.

Bentuk KlinikSecara klinis dapat dijumpai 3 bentuk :

Contusio ringan

Contusio sedang

Contusio berat, bahkan pada keadaan yg sangat berat dapat segera diakhiri dengan kematian.

Diagnosa

Riwayat trauma kepala

Hilang kesadaran > 30 menit, dapat beberapa jam, hari, minggu, tergantung derajat berat trauma

Keluhan subjektif (+)

Disertai amnesia, biasanya > 1 hari dan pada keadaan yang sangat hebat dapat > 7 hari.

Dijumpai defisit neurologis, berupa refleks patologis (+) : Babinski atau Chadock, kelumpuhan dan lesi saraf otak. Pada keadaan yang sangat berat dimana edema otak sudah demikian hebat disertai meningkatnya tekanan intrakranial maka akan didapatkan gejala/deserebrasi dan gangguan fungsi vital dengan prognosa infaust.

Pemeriksaan Penunjang

LCS mengandung darah/xanthochrom

EEG abnormal. Mula-mula tampak aktivitas gelombang delta difus, kemudian gelombang tsb terlokalisir di area contusio. Pada kasus yang berat EEG abnormal ini dapat menetap sampai beberapa bulan, jadi perlu serial EEG

Rontgen kepala sering dijumpai fraktur kranii

CT-scan otak dapat dilihat adanya edema otak/perdarahan

Tata LaksanaPrinsip ditujukan terhadap 2 hal yaitu efek primer dan sekunder. Tujuannya untuk mencegah/mengatasi edema otak, menurunkan tekanan intrakranial serta memperbaiki aliran darah ke otak sehingga otak terlindungi dari kerusakan lebih lanjut dan proses penyembuhan dipercepat.

Perawatan

Bed rest total, dan lamanya tergantung keadaan klinis. Bila keadaan membaik, mobilisasi berangsur. Perawatan juga dilakukan terhadap luka/fraktur yang ada. Selama perawatan perhatian ditujukan pada :

Sistem kardiovaskuler

Pengawasan sedini mungkin terhadap gangguan sirkulasi seperti tensi dan nadi.

Sistem respirasi

Menjamin jalan nafas yang lancar dan faal paru yang optimal :

Letakkan posisi penderita dalam keadaan terlentang atau miring bergantian dengan kepala menoleh ke samping dengan sedikit ekstensi sekitar 20-30 Pemberian oksigen

Isap lendir, kalau perlu pasang pipa endotracheal atau tracheotomi.

Pemberian cairan dan elektrolit

Menjaga keseimbangan cairan elektrolit. Biasanya pemberian cairan 2-3 hari pertama dibatasi 1500 cc serta disesuaikan dengan keadaan jantung dan suhu. Jika febris maka kenaikan 1, jumlah cairan ditambah 12-15%

Cairan yang diberikan dapat berupa glukosa 5% dan NaCl 0,9% dengan perbandingan 3:1

Nutrisi

Cukup kalori. Jumlah makanan harus disesuaikan dengan cairan, elektrolit dan kalori yang dibutuhkan, diperhitungkan bersama-sama dengan cairan infus

Infeksi

Perhatikan kemungkinan infeksi sekunder Medikamentosa

Terapi steroid

Untuk mencegah/mengatasi edema otak diberikan kortikosteroid kuur, yaitu deksametazon parenteral Mula-mula 10 mg IV tiap 4 jam

Selanjutnya

hari II: 5 mg tiap 6 jam

hari III: 5 mg tiap 8 jam

hari IV: 5 mg tiap 12 jam

hari V: 5 mg tiap 24 jam

Pemberian transquilizer (bila perlu) & analgetik harus hati-hati ( beri yg ringan saja. Jangan lebih kuat dari parasetamol

Terapi osmotik

Untuk efek dehidrasi serebral, dapat diberikan

Manitol 20%, dapat diulang sesuai kebutuhan

Gliserol 10% dalam larutan NaCl 0,9%

Terapi diuretika

Untuk menekan produksi LCS dapat diberikan furosemide atau asetozolamide, tetapi dpt mengganggu keseimbangan asam-basa dan elektrolit

Terapi homeostatistika

Untuk mengatasi/mencegah perdarahan lebih lanjut dapat diberikan karbosokrom sodium sulfonat (adona AC 17), asam traneksamat

Terapi simptomatik

Bila febris, dikompres

Muntah dapat diberikan sulfas atropine 0,25 mg subcutan

Kejang/sangat gelisah diberikan diazepam IV

Terapi profilaksis thdp infeksi

Antibiotika : ampisilin/amoksisilin, tetrasiklin

ATS profilaksis

Neurotropik vitamin dan encephalotropics drugs

Vit. B1, B6, B12, E tablet

Pyritinol HCl tab/sirup, cutucholine (nicholin) Terapi Suportif

Psikoterapi diberikan pada penderita sadar.

Komplikasi

Akibat lanjut benturan, bila tidak segera diobati akan menimbulkan edema serebri bertambah hebat, tekanan intrakranial meningkat dg akibat terjadinya herniasi dan disusul dg kematian penderita.

Prognosa

Tergantung berat-ringan trauma

Sembuh sempurna

Meninggal dunia akibat kerusakan otak difus dan permanen

Memberikan gejala sisa, baik gejala neurofisik atau neuropsikologik

Jarang menimbulkan sindroma serebral post traumatik

Hematome Epidural

BatasanHematom yang terbentuk karena perdarahan yg terjadi antara tulang tengkorak (tabula interna) dan duramater (duramater meningealis), waktunya lebih singkat (( 3 jam) dibanding hematom subdural.

Patofisiologi

Perdarahan di sini paling sering disebabkan pecahnya a.meningea media akibat trauma kepala area temporoparietal yg biasanya disertai fraktur linier horizontal. Perdarahan tsb berlangsung cepat sekali sehingga defisit neurologis yg timbul sangat progresif dan bila tidak teratasi maka penderita akan meninggal akibat herniasi.

Diagnosa

Riwayat trauma kepala

Setelah trauma didapat suatu periode bebas gejala yg disebut lucid interval, beberapa jam/hari (tidak lebih dari 3 hari)

Lalu disusul dg penurunan kesadaran dan timbul gejala fokal serebral progresif/gejala lateralisasi spt papil anisokor (midriasis homolateral), kejang, defisit neurologis spt hemipharese kontralateral dan refleks patologis (+)

Dilanjutkan dg peninggian tekanan intrakranial dg tanda-tanda : cephalgia, mual, muntah, pharese n.VI dupleks, papil edema.

Pemeriksaan Penunjang

LCS jernih dg tekanan meninggi

EEG normal, tampak perlambatan fokal sampai difus

Rontgen kepala sering ditemui fraktur linier pada sisi hematom

Arteriografi karotis terlihat hematom berupa area avaskuler berbentuk konveks/semilunair/bulan sabit antara jaringan otak dan tulang kranium

Ct-scan otak tampak hematom berupa area hiperdens

Tata Laksana

Begitu diagnosa ditegakkan segera kirim ke bagian bedah syaraf untuk tindakan operatif segera.

Komplikasi

Bila tidak segera dioperasi, edema serebri akan bertambah hebat, tekanan intrakranial makin meningkat. Selanjutnya terjadi herniasi yg disusul dg kematian penderita.

PrognosaMortalitas hampir 100% dan lebih dari 50% pada kasus yg diobati disebabkan keterlambatan dlm menegakkan diagnosa dan sebagian lagi memang karena beratnya kerusakan jaringan otak yg terjadi.

Hematome Subdural

Batasan

Hematom yang terbentuk karena perdarahan yg terjadi antara duramater dan arakhnoid (di dalam ruang sub arakhnoid), waktunya lebih panjang jd msh ada wkt untuk pengobatan/operasi.

Patofisiologi

Hematom terbentuk secara perlahan-lahan bahkan dapat lama disebabkan robeknya bridging veins (vena) akibat trauma kepala terutama daerah frontoparietal, yg bisa meluas ke daerah temporal atau oksipital. Gejala klinik timbul bila hematom cukup besar dan telah mengadakan pendesakan thdp otak.

Bentuk Klinik Hematom subdural akut (lucid interval 1-3 hari)

Hematom subdural subakut (lucid interval 1-2 minggu)

Hematom subdural kronis (lucid interval > 2 minggu)

Diagnosa

Mirip dengan epidural. Bedanya perjalanan penyakitnya lebih lama, dapat beberapa hari, minggu, bulan atau lebih lama lagi.

Pemeriksaan Penunjang LCS jernih dg tekanan meninggi mengandung darah/xantochrom

EEG abnormal, tampak perlambatan fokal sampai difus

Rontgen kepala adanya pergeseran dari glandula Pincalis

Arteriografi karotis terlihat hematom berupa area avaskuler berbentuk bikonveks antara jaringan otak dan tulang kranium

Komplikasi

Jika diagnosa dapat segera ditegakkan dan tindakan operatif cepat dilakukan maka komplikasi tidak akan terjadi.

Prognosa

Hematom subdural akut : mortalitas 90%

Hematom subdural subakut : mortalitas 20% dan kasus post operatif 75% sembuh dengan baik

Hematom subdural kronis : biasanya post operatif bisa sembuh dengan baik

Perdarahan Subarakhnoid

Batasan

Perdarahan ruang subarakhnoid yg terjadi karena :

Pecahnya pembuluh darah di daerah subarakhnoid

Pecahnya pembuluh darah di luar subarakhnoid yg kemudian mengisi ruang subarakhnoid, mis : contusio cerebri, perdarahan intraserebral.

Etiologi

Non traumatik

Spontan, akibat pecahnya aneurisma. Disebut perdarahan subarakhnoid primer.

Traumatik

Akibat trauma kepala. Disebut perdarahan subarakhnoid sekunder.

PatofisiologiPerdarahan yg mengisi ruang subarakhnoid akan mengiritasi selaput otak. Sedangkan pembuluh darah yang pecah akan menimbulkan daerah bagian distalnya mengalami iskemik atau infark sehingga dijumpai defisit neurologis.

Diagnosa

Gejala dijumpai dari tingkat yg paling ringan sampai yang paling berat, tergantung beratnya perdarahan yang terjadi.

Dimulai dengan keluhan sakit kepala ringan yang makin lama makin hebat

Kemudian disertai Tanda Rangsang Meningeal (TRM) : kaku kuduk, kernig sign (+)

Selanjutnya pada keadaan berat akan dijumpai :

Gangguan kesadaran sampai koma

Defisit neurologis : hemipharese, refleks patologis

Kejang : rigiditas deserebrasi, gangguan pernapasan dan dilatasi pupil

Pemeriksaan Penunjang

LCS mengandung darah/xanthochrom

Tata Laksana

Perawatan

Bed rest total

Medikamentosa

Hemostatistika : karbosokrom Na-sulfonat (adona AC), asam treksamat

Metabolic activator : citicholine (nicholin), pyritinol mesylate (hidrogin)

Neurotonika : vit. B1, B6, B12, E tab/injeksi

Fisioterapi

Bila ada gejala sisa neurofisik spt hemipharese dpt dilakukan fisioterapi

Prognosa

Pada bentuk ringan, prognosa lebih baik daripada bentuk yang berat. Bahkan pada bentuk yg berat sekali dapat menyebabkan kematian.

Fraktur Cranii

Pembagian klinik

1. Fraktur cranii tertutup

a. Fraktur linier

b. Fraktur multiple

c. Fraktur impresi

Tanpa defisit neurologis

Dengan defisit neurologis

Tindakan operatif hanya pada fraktur impresi yg disertai defisit neurologis, selebihnya hanya konservatif.

2. Fraktur Cranii terbuka

a. Segera kirim ke bagian bedah syaraf untuk tindakan operatif, kecuali fraktur basis cranii sebagian besar dilakukan tindakan konservatif.

Fraktur Basis Cranii

Batasan

Fraktur cranii terbuka/komplikata yg terjadi di dasar tengkorak

Diagnosa

Riwayat trauma kepala

Keluhan subjektif (+)

Gejala akibat fraktur tergantung lokalisasi, bisa di fossa cranii anterior atau media.

Gejala penyerta : comosio cerebri, contusio cerebri, hematome epidural atau subdural

Hilang kesadaran +/- ( bila (+) fraktur basis bersama-sama combusio atau contusio, tergantung kesadaran, bila (-) fraktur basis murni tapi jarang

Khas :

Perdarahan/likwore dari hidung, mulut dan telinga. Pada telinga kadang disertai cairan. Tulis serinci-rincinya ( telinga berdarah, lihat apa daun telinganya robek, bila iya bukan fraktur basis. Bila mulut berdarah krn ada gigi yg lepas, juga bukan fraktur basis.

Hematom tgt letak kerusakan di fossa mana.

Kebiruan di sekitar kelopak mata (monocele hematome : untuk satu mata ; Brill hematome : untuk dua mata)

Gejala lesi nn.craniales (lesi n.IX-XII hampir tdk pernah dijumpai)

Refleks Babinski (+)

Defisit neurologis (-)

Kelainan neurologis tergantung tempat fraktur, bisa terjadi gangguan penciuman atau pendengaran ( periksa nn. craniales

Kebiruan di belakang telinga ( Battle signPemeriksaan Penunjang

LCS bercampur darah

EEG sesuai dg jenis trauma kapitis penyertanya

Rontgen 60% tdk terlihat karena daerah basis yang kompleks

Tata Laksana Perawatan

Bed rest total, kepala ditahan dg bantal pasir dg posisi perdarahan/likwore di sebelah atas

Perawatan thdp perdarahan/likwore, jika perlu konsul ke THT

Medikamentosa

Hemostatistika : karbosokrom Na-sulfonat (adona AC), asam treksamat

Antibiotik adekuat diberikan guna menghadapi ancaman komplikasi meningitis : ampisilin, amoksisilin. Harus diberikan antibiotik dosis tinggi karena pada fraktur basis terdapat celah yang memungkinkan terjadi infeksi.

Jika dengan contusio ( beri KIR

Obat-obat yg ditujukan untuk gejala penyerta

Komplikasi

Karena fraktur terbuka komplikasi yg srg terjadi meningitis.

Prognosa

Tergantung berat-ringannya fraktur yg terjadi dan jenis trauma kapitis penyerta.

Sembuh sempurna

Meninggalkan gejala sisa berupa lesi nn.Craniales dan sindroma cerebral post traumatika.

Trauma Medulla Spinalis

Trauma medulla spinalis adalah semua trauma yg mengenai tulang belakang secara langsung/tdk langsung, baik mengenai isinya atau tidak. Kelainan ini baik karena trauma, infeksi ataupun tumor & penyakit degenerasi akan menampakkan gejala yg sama.

Kerusakan medulla spinalis dpt disebabkan :

1. Radang

a. Meningitis circumscriptio

b. Myelitis

c. Spondilitis

d. Polyneuritis

2. Trauma

a. Comutio medullae

b. Contusio medullae

c. Hematomyelia

d. Subdural hematome spinalis

3. Tumor

a. Ekstrameduller

b. Intrameduller

4. Heredogeneratif

a. Syringomyelia

b. Sclerosis lateralis amiotropis

c. Degenerasi funikuler

d. Sclerosis multipleks

Sedangkan gejala yg ditimbulkan sama yaitu gangguan motorik, sensorik & fungsi vegetatif. Jika ke-3 fungsi terganggu maka lesi disebut lesi transversal total, sedangkan bila tdk ke-3 nya terganggu disebut lesi transversal parsial.

Lesi transversal medulla spinalis mempunyai ciri-ciri sbb :

Gangguan motorik yg bersifat paralise spastika

Gangguan sensorik (eksteroseptif, propioseptif) yg bersifat segmental

Gangguan fungsi vegetatif/otonom yg bersifat segmental :

Gangguan miksi/defekasi

Gangguan fungsi seksual

Gangguan pengatur suhu tubuh/vasomotorik

Gangguan sekresi keringat/sudomotorik

Gangguan pilomotorik

Gangguan trofik/kulit bagian paralise menjadi tipis/halus

Lesi medula spinalis dapat bersifat akut, sub akut, kronis, kronis progresif.

Akut

Commutio medullae

Contusio medullae (paling banyak di klinik)

Hematomyelia

Hernia nucleus pulposus

Kronis progresif : subdural hematome spinalis

Commutio Medullae

Batasan

Gangguan fungsionil traumatic yg mendadak, bersifat sementara tanpa disertai kelainan patologis anatomis yg nyata pada myelum.

Patologi

Diduga ada perubahan-perubahan molekuler di dalam serta perdarahan kecil-kecil yg reversible akibat perubahan tekanan di dalam LCS.

Etiologi

Biasanya didapatkan pada :

Keadaan jatuh terduduk

Akibat getaran/letusan yg hebat

Gejala-gejala

Gangguan motorik, sensorik (prestesi ke-4 ekstremitas), vegetatif yg bersifat temporer selama beberapa menit sampai beberapa hari.

LCS serta rontgen kolumna vertebralis tdk didapat kelainan.

TerapiBedrest saja

Contusio Medullae

Batasan

Gangguan fungsional medula spinalis traumatik yg mendadak, disertai gangguan patologi yg nyata pada myelum

Patofisiologi

Kelainan patologi bisa berupa edema dan perdarahan pada arakhnoid, piamater dan jaringan parenkim medula spinalis yang mengakibatkan gangguan fungsi neurologis baik motorik, sensorik atau vegetatif yg bersifat segmental.

Etiologi

Trauma langsung : luka tusuk/tembak, dislokasi/fraktur columna vertebralis

Trauma tdk langsung : trauma yg dpt menyebabkan penekanan pada medula spinalis

Gejala-gejala

Tergantung stadium klinis & luas/tinggi lesi

1. Stadium I

a. Stadium shock

b. Fase akut/initial

c. Gangguan motorik :

Paralise flaksid mulai dari tingkat lesi ke bawah

Arefleksia (termasuk refleks kulit)

Atonia

d. Gangguan sensorik : hilangnya sensibilitas extero & propioseptif mulai dari tingkat lesi ke bawah

e. Gangguan vegetatif :

Retensio urin et alvi

Gangguan fungsi seksual

Anhidrosis & vasodilatasi di bawah lesi

f. Lama fase ini beberapa minggu sampai beberapa bulan, mengakibatkan fraktur 1 atau lebih vertebra, fase akut ini berlangsung lebih lama daripada krn trauma tajam/tembak.

2. Stadium II

a. Stadium refleks

b. Fase kronis

Fase kronis awal dg triple refleks fleksor

Perubahan fase akut ke fase kronis secara bertahap.

Tahap permulaan terjadi perubahan :

Gangguan motorik :

Refleks mulai dapat dibangkitkan yg makin meningkat

Hipertoni sering disertai klonus

Refleks kulit perut masih tetap (-)

Refleks Babinsky (+)

Gangguan sensorik = fase akut

Gangguan vegetatif

Retensio urin menjadi automatic bladder, defekasi terjadi pd waktu-waktu ttt

Fungsi seksual msh tetap terganggu

Anhidrosis & vasodilatasi menghilang sebaliknya timbul hiperhidrosis serta vasokonstriksi shg kulit tampak pucat, dingin & berkeringat

Piloerektor bereaksi kembali bahkan menjadi lebih kuat dari normal

Tahap selanjutnya timbul triple refleks fleksor ( pada perangsangan kaki akan timbul :

Dorsofleksi kaki & jari

Fleksi lutut

Fleksi art.coxae

Sehingga mengakibatkan tungkai seolah-olah ditarik. Ini merupakan contoh gerakan otomatis meduller yg disebut refleks defence. Bila mengenai seluruh tubuh disebut refleks massal dari Riddoch. Lama fase ini bisa beberapa bulan sampai bertahun-tahun

Fase kronis akhir dg triple refleks fleksor

Perubahan ke fase ini jarang terjadi krn penderita umumnya keburu meninggal dunia. Kematian biasanya disebabkan infeksi ascenden dr tract.urinarius atau akibat decubitus yg bertambah berat. Dg adanya kemajuan dlm bidang antibiotika maka prognosanya lbh baik. Fase ini timbul kira-kira 6 bln post trauma, dimana triple refleks fleksor bergangsur-angsur berganti dg triple refleks ekstensor, berupa :

Plantar fleksi kaki & jari

Ekstensi lutut

Ekstensi coxae

Sehingga akhirnya dpt timbul spasme extension. Ini sangat penting karena saat ini memungkinkan penderita dpt berdiri tegak, jadi sangat berguna untuk revalidasi. Gangguan miksi pd fase akhir biasnya brp incontinensia urin.

Gejala-gejala berdasarkan tinggi lesi

Lesi setinggi servikal

Servikal atas

Tetraparese tipe sentral

Gangguan pernapasan, denyut nadi

Biasanya penderita meninggal krn bulber paralise

Servikal bawah

Tetraparese (paralise kedua lengan tipe flaccid, paralise kedua tungkai tipe spastic)

Penderita msh dapat pertahankan

Lesi setinggi torakal

Paraparese inferior tipe sentral

Horner syndrome

Gangguan otot-otot dinding dada

Gangguan refleks kulit perut

Lesi setinggi lumbosakral

Paraplegi inferior tipe flaccid

Diagnosa

Gangguan motorik berupa paralisis spastik

Gangguan sensorik berupa eksteroseptif/ propioseptif yg segmental

Gangguan vegetatif

Fungsi vegetatif terganggu secara segmental yaitu gangguan miksi/defekasi, gangguan fungsi seksual, gangguan vasomotorik, gangguan trofik/kulit bagian yg parese menjadi tipis/halus.

Semua gejala gangguan tsb di atas tergantung dari luas dan tinggi lesi, serta berlangsung secara bertahap fase demi fase, yaitu fase akut, fase kronik awal dg triple reflek fleksor dan fase kronik akhir dg triple reflek ekstensor.

Pemeriksaan Penunjang

LCS mengandung darah/xanthochrom

Dapat disertai/ tanpa fraktur columna vertebralis

Tata Laksana

Perawatan

Bed rest total, dg posisi tidur terlentang, miring berganti-ganti. Bila lesi didaerah servikal dapt dilakukan traksi

Cegah infeksi : dekubitus, infeksi traktus urogenital

Nutrisi : diet tinggi kalori protein

Pada lesi daerah servikal perhatikan fungsi vital

Medikamentosa

Kortiokosteroid : dexametason parenteral

Hemostatistika : karbosokrom Na-sulfonat (adona AC), asam treksamat

Antibiotika profilaksis : ampisilin/amoksisilin

Neurotonika : vit. B1, B6, B12, E tab/injeksi

Fisioterapi

Fase akut dilakukan masase, kompres hangat dan passive movement pada persendian

Fase lanjut dilatih untuk duduk, berdiri, berjalan kemudian dipulangkan

Komplikasi

Karena penderita memerlukan perawatan yg cukup lama maka tak jarang dijumpai komplikasi berupa :

Infeksi sekunder : dekubitus dan infeksi saluran kemih

Bulber paralysis pada trauma daerah servikal atas

Prognosa

Quo ad vitam biasanya baik. Kematian adalah akibat lesi yg terjadi cukup luas dan letaknya di daerah servikal atas.

Quo ad functionam : dubia, tergantung berat-ringannya lesi

Hematomyelia

Batasan

Trauma yg menyebabkan lumpuh, setelah 2 minggu gejala hilang.

Diagnosa

Tergantung luas lesi (gangguan neurologis) & tinggi lesi (gangguan sensorik & refleks spinal)

Tinggi segmen medula spinalis tdk sama dgn columna vertebralis

Segmen MS cervical = CV cervical

MS C6 = CV cervical

Segmen MS thoracal

T1-T4 berhadapan dg CV12 T5-T11 berhadapan dg CV3 T12 lumbosacral berhadapan dg T9-11,L1 Di depan CV L4 tdk ada lg MS, hanya ada serabut saraf

Contoh : Lesi MS (1. DK : paraplegi inferior spastik

Hipestesi setinggi umbilicus ke bawah sampai ujung jari kaki simetris, retensio urin

2. DT : lesi transversal total MS setinggi T103. DE : contusio medullae

Cerebrovascular Disease

(CVD)

Stroke

= manifestasi klinik gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun global, yg terjadi secara cepat & berlangsung selama lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian tanpa ada sebab selain gangguan vaskuler.

Dahulu disebut CVA (cerebrovascular accident) ( apoplexia cerebri

Sekarang disebut CVD (cerebrovascular disease)

Arteriosclerosis otak (ada sejak < 30thn)

Aneurisma

Angioma

Patofisiologi

CO TD SI-T Vena

CBF(Cerebral Blood Flow)

Banyaknya darah yang mengalir ke setiap 100 gr jaringan otak per menit

TP (Tekanan Perkusi)

Tergantung curah jantung, tekanan sistemik arteriol otak, regulasi

RJ (Resistensi Jaringan)

Tergantung keadaan pembuluh darah, konsistensi darah, aliran darah, faktor hemoreolusi

Yang mempengaruhi resistensi :

Penampang

Penampang besar ( resistensi kecil ; penampang kecil terjadi pada arteriosklerosis ( resistensi besar

Aliran darah

Aliran cepat ( resistensi kecil Viskositas

Kental ( aliran lambat ( resistensi besar

Faktor hemorrheologi

Catatan :

Anamnesa ( stroke terjadi saat tidur namun diketahui sewaktu bangun tidur. Saat tidur aliran lambat ( resistensi besar ( terjadi stroke. Anjuran berolahraga agar aliran menjadi cepat ( resistensi kecil.

Epidemiologi

200 dari 100 000 penduduk menderita stroke. Lebih dari 50% RS di Indonesia di bagian saraf adalah penderita stroke. Dapat mengenai semua umur, meningkat pada umur 50 tahun.

PSA: 30-50/60 th

PIS: 50-80 th

TS: 50-70/80 th

ES: lebih muda

Faktor Resiko

Faktor yg menyebabkan seseorang rentan atau mudah mengalami stroke atau disebut stroke prone.1. Hipertensi, kenaikan tekanan darah 10 mmHg dapat meningkatkan resiko stroke 30%. Faktor yg dapat diintervensi.

2. Faktor resiko lain :

a. Arteriosclerosis

b. Hiperlipidemia

c. Merokok

d. Obesitas

e. Diabetes melitus

f. Usia lanjut

g. Penyakit jantung

h. Penyakit pembuluh darah tepi

i. Hematokrit tinggi, dll

3. Obat-obatan yg dapat menimbulkan addiksi (heroin, cocain, amfetamin) & obat-obatan kontrasepsi & hormonal yg lain, terutama wanita perokok dan atau dengan hipertensi. Kelainan-kelainan hemorrheologi darah seperti anemia berat, polisitemia, kelainan koagulopati dll kelainan darah.

4. Beberapa penyakit infeksi misalnya lues, rematik (SLE), herpes zooster, juga dapat merupakan faktor resiko meskipun tdk terlalu tinggi frekuensinya.

Etiologi/Jenis/Bentuk Klinik

1. Stroke Hemoragi (SH)

a. Perdarahan intraserebral (PIS)

b. Perdarahan subarakhnoid (PSA)

2. Non Stroke Hemoragi (NSH)

a. Trombosis serebri (TS)

b. Emboli serebri (ES)

c. Serangan iskemik otak sepintas (SOS-TIA) Pengelolaan

Pencegahan

Pengobatan

Rehabilitasi

Pencegahan

1. Perilaku gaya hidup sehata. Aktifitas fisikb. Berat badanc. Pengaturan gizid. Berhenti merokoke. Penyalahgunaan obat alkohol2. Pengobatan faktor resiko hipertensiPengobatan

Prinsip

1. Etiologi

2. Jendela pengobatan-penumbra

3. Latar belakang patofisiologi CBF, TP, RJ

4. Fisioterapi

5. Perawatan

Catatan :

Therapeutic window : terapi setelah terjadi kelainan otak, dapat sangat mengurangi gejala sisa.

Tentukan hemoragi/non hemoragi ( stroke score ( berdasarkan tekanan darah

Cerebrovaskular Disease

Akut

1. Hemoragi serebri

a. Hipertensi

b. Terjadi waktu aktifitas

c. Kehilangan kesadaran (KK) > 30 menit

2. Emboli serebri

a. Atrial fibrilasi

b. KK 30 menit

3. Trombosis serebri

a. Arteriosclerosis

b. Terjadi waktu istirahat

c. Tdk ada KK

Lesi Tractus Pyramidalis

Kelumpuhan separuh badan Nn. Craniales

1. Korteks Serebri

a. Gejala iritatif

b. Gejala fokal

c. Defisit sensorik

2. Subkorteks : Kalau hemisfer dominan, afasi murni

3. Kapsula interna : hemiphlegi tipika TP

CBF =

RJ

Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaarinta