tinjauan pelaksanaan hukum diploma tik dewasa ini

7
584 TINJAUAN PELAKSANAAN HUKUM DIPLOMA TIK DEWASA INI Oleh: Syahmin A.K., S.H. Pendahuluan Sehubungan dengan kisah pengusir- an seorang asisten atase militer dari Kedutaan Besar Soviet di Jakarta, yang pada bulan Februari 1982 lalu ramai dimuat dalam suratkabar-suratkabar, terdapat tiga kegiatan yang diberita- kan, yang nampaknya menjadi alasan untuk tindakan pengusiran oleh peme- rmtah kita. Ketiga pokok kegiatan itu ialah spionase, mencuri dokumen ne- gara dan mencampuri urusan dalam negeri RI. Kegiatan-kegiatan semacam itu tidak saja dapat disoroti dari segi Hukum Nasional (hukum pidana), te- tapi juga dari segi Hukum Internasio- nal. Berhubung adanya penilaian bahwa peristiwa itu dapat menambah peng- alaman yang berharga bagi kitauntuk masa-masa mendatang, kiranya tulisan ini dapat berguna, dalam arti bagaima- nakah kiranya penilaian tentang pelak- sanaan hukum diplomatik, dan retro- speksi atas kejadian di negara kita sen- diri dilihat dari segi Hukum Internasio- nal. Pelaksanaan Hukum Diplomatik Dalam tahun-tahun 1980-an ini di mana lajunya kegiatan tindak teruris- me cukup menonjol, khususnya yang dilakukan terhadap para diplomat me- rupakan tindakan yang sangat mere- sahkan dan membahayakan fungsi me- reka dalam melaksanakan tugas mere- ka sehari-hari sebagai diplomat. Seba- gai contoh, dalam tahun 1980 tercatat sebany'ak 400 tindakan terorisme yang ditujukan kepada para diplomat dan konsuler yang meliputi 60 negara. Sedangkan selama enam bulan pertama tahun 1981 terdapat 191 tindak tero- risme dengan objek yang sarna, terma- suk yang menyangkut perwakilan atau Misi diplomatik aSing. I ) Gejala itu terus berlangsung dalam tahun-tahun berikutnya, tidak saja me- makan korban jiwa yang besar jumlah- nya, tetapi juga kurban harta benda serta kerusakaIi-kerusakan yang tidak kecil pada perwakilan asing. Dalatn menghadapi perkembangan situasi yang membahayakan demikian itu, maka PBB dalam tahun 1980 telah mengada- !<an pembahasan tentang masalah ter- sebut intensif, dan akhirnya dikeluar- kan resolusi MU .PBB dengan judul : Consideration of effective measures to enchance the Protection, Securitv and Safety of Diplomatic and Consular Mis· sion and Representatives. 2) Resolusi tersebut antara lain men- desak kepada semua anggota PBB un- tuk mematuhi dan melaksanakan prin- sip-prinsip dan aturan-aturan hukum 1) Periksa, Syahmin A.K., Hukum Dipla- matik Suatu Pengalltar (Bandung: Pe- nerbit CV. Am ric 0, 1985), hIm. 18 dan seterusnya. 2) Resolusi Majelis Umum PBB No. 35/ 168, 15 Desem ber J 980.

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN PELAKSANAAN HUKUM DIPLOMA TIK DEWASA INI

584

TINJAUAN PELAKSANAAN HUKUM DIPLOMA TIK DEWASA INI

Oleh: Syahmin A.K., S.H. Pendahuluan

Sehubungan dengan kisah pengusir­an seorang asisten atase militer dari Kedutaan Besar Soviet di Jakarta, yang pada bulan Februari 1982 lalu ramai dimuat dalam suratkabar-suratkabar, terdapat tiga kegiatan yang diberita­kan, yang nampaknya menjadi alasan untuk tindakan pengusiran oleh peme­rmtah kita. Ketiga pokok kegiatan itu ialah spionase, mencuri dokumen ne­gara dan mencampuri urusan dalam negeri RI. Kegiatan-kegiatan semacam itu tidak saja dapat disoroti dari segi Hukum Nasional (hukum pidana), te­tapi juga dari segi Hukum Internasio­nal.

Berhubung adanya penilaian bahwa peristiwa itu dapat menambah peng­alaman yang berharga bagi kitauntuk masa-masa mendatang, kiranya tulisan ini dapat berguna, dalam arti bagaima­nakah kiranya penilaian tentang pelak­sanaan hukum diplomatik, dan retro­speksi atas kejadian di negara kita sen­diri dilihat dari segi Hukum Internasio­nal.

Pelaksanaan Hukum Diplomatik

Dalam tahun-tahun 1980-an ini di mana lajunya kegiatan tindak teruris­me cukup menonjol, khususnya yang dilakukan terhadap para diplomat me­rupakan tindakan yang sangat mere­sahkan dan membahayakan fungsi me­reka dalam melaksanakan tugas mere-

ka sehari-hari sebagai diplomat. Seba­gai contoh, dalam tahun 1980 tercatat sebany'ak 400 tindakan terorisme yang ditujukan kepada para diplomat dan konsuler yang meliputi 60 negara. Sedangkan selama enam bulan pertama tahun 1981 terdapat 191 tindak tero­risme dengan objek yang sarna, terma­suk yang menyangkut perwakilan atau Misi diplomatik aSing. I )

Gejala itu terus berlangsung dalam tahun-tahun berikutnya, tidak saja me­makan korban jiwa yang besar jumlah­nya, tetapi juga kurban harta benda serta kerusakaIi-kerusakan yang tidak kecil pada perwakilan asing. Dalatn menghadapi perkembangan situasi yang membahayakan demikian itu, maka PBB dalam tahun 1980 telah mengada­!<an pembahasan tentang masalah ter­sebut intensif, dan akhirnya dikeluar­kan resolusi MU .PBB dengan judul :

Consideration of effective measures to enchance the Protection , Securitv and

Safety of Diplomatic and Consular Mis·

sion and Representatives. 2)

Resolusi tersebut antara lain men­desak kepada semua anggota PBB un­tuk mematuhi dan melaksanakan prin­sip-prinsip dan aturan-aturan hukum

1) Periksa, Syahmin A.K., Hukum Dipla­matik Suatu Pengalltar (Bandung: Pe­nerbit CV. Am ric 0, 1985), hIm. 18 dan seterusnya.

2) Resolusi Majelis Umum PBB No. 35/ 168, 15 Desem ber J 980.

Page 2: TINJAUAN PELAKSANAAN HUKUM DIPLOMA TIK DEWASA INI

Hu"um Diplomllti"

internasional yang mengatur tentang hubungan diplomatik dan konsuier. Di samping itu Majelis Umum mengambil langkah-langkah seperlunya agar dapat menjamin secara efektif perlindungan, pengamanan dan keselamatan para di­plomat termasuk perwakilannya ma­sing-rna sing dalam wilayah yurisdiksi mereka sesuaidengan kewajiban-kewa­jiban internasional.

Juga bagi semua negara di dunia disarankan agar mereka yang belum menjadi pihak dalam konvensi-konven­si mengenai inviolability misi-misi serta pejabat diplomatik dan konsuler segera meratifikasinya, dan jika terjadi perse­lisihan tentang pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dan aturan hukum di­plomatik agar mereka segera mencari dan metode-metode pe­nyelesaiannya secara damai, tellllasuk jasa-jasa baik (good offices) Sekjen PBB.

Apabila terjadi p yang se-rius terhadap perlindungan, pengaman­an dan keselamatan bagi perwakilan dan para pejabat diplomatik dan kon­suler di negara-negara anggota, maka negara-negara yang bersangkutan di­minta segera melaporkan kepada Sek­jen PBB tellllasuk langkah-Iangkah yang telah diambil dalam mengadili para tertuduh, dan usaha-usaha dalam menghindari terulangnya pelanggaran­pelanggaran semacam itu. Di samping itu negara-negara yang menjadi korban peristiwa tersebut diminta pula untuk memberikan laporan tentang hasil-hasil terakhir tentang proses peradilan se­tempat.

Bertitik-tolak pada uraian di atas, maka dapat ditegaskan bahwa maksud dari Resolusi MajeJis Umum di atas terdapat tiga kewajiban bagi negara-

"

585

negara anggota PBB sebagai berikut: (1) Majelis Umum PBB minta pada negara-negara anggota untuk memberi­tahukan kepada Sekjen PBB mengenai terjadinya tindakan terorisme terhadap misi diplomatik; (2) Negara-negara anggota diminta untuk melaporkan pada" Sekjen PBB tindakan-tindakan apa yang harus dilakukan untuk meng­hukum para pe , dan usaha-usa­ha pencegahan agar tidak terjadi lagi tindakan yang tidak berperikemanusia­an tersebut; (3) Negara-flegara anggota diminta untuk memberikan pandangan mereka tentang tindakan ataupuri lang­kah-Iangkah yang akan diambil di ma-

• •

sa-masa mendatang untuk melindungi perwakilan diplomatik dan konsuler.

Jika kita simak secara seksama ter­hadap ketentuan-ketentuan yang di­maksud oleh Resolusi MU PBB ini, maka dapat pula diartikan sebagai: (a) Memperluas tugas-tugas Sekjen PBB untuk memberikan jasa-jasa baiknya untuk melindungi misi diplomatik; (b) Prosedur pemberitahuan itu pada haki­katnya dapat merupakan langkah uta­rna dalam menyelesaikan masalah-ma­salah tersebut; (c) Secara tidak lang­sung memperluas wewenang PBB da­lam mengatasi masalah-masalah yang peka, hal itu menyangkut persoalan­persoalan negara-negara PBB sendiri.

Atas dasar Resolusi-resolusi Majelis Umum PBB tersebut PBB telah mene­rima laporan dari pemerintah Turkey, yang diterima melalui perwakilan te­tapnya di PBB New York yang diki­rimkan pada tanggal 11 Maret 1981, yang melaporkan sebagai berikut :

On 17 December 1980, at approxima­tely 9,45 AM. as He was making his way from his official residence to his

Desember 1987

Page 3: TINJAUAN PELAKSANAAN HUKUM DIPLOMA TIK DEWASA INI

,

586

chacellery, the Consul General of Turkey in Sydney, the Honourable Sarik Ariyak, and his bodyguard Mr. Engin Sever were the victims of an aimed attack by two terrorists on motor cycles and were killed as a result of this outrage. A secret terrorists organization calling itself the "Armenian Commandos of Justice" had ciflimed responsibility for th is double murder. . . . . Turkey hopes that the Australian Covernment, on whose territory this incident occured, will not fail to report as soon as possible to the Secretary Ge· neral of the United Nations, in accordan­ce with the provisions of ' , . , General Assembly resolution 35/168, on the measures which it has taken to arrest and bring to Justice those two committed the double murder and to prevent a re­petition of such acts.3 )

Dalammenanggapi laporan peme-rintah Turkey kepada Sekjen PBB ter­sebut, pemerintah Australia pada tang­gal 8 Juni 1981 melalui wakil tetapnya di PBB New York, telah melaporkan pula kejadian yang sama kepada Sek­jen sebagai berikut:

In connection with the above note which refers to and incident occuring in Austra­lia, ' . . the Australian Government wishes to acknowledge that the Turkish Consul-General, Mr. Sarik Aryak and his bodyguard Mr. Engin Sever, died in Syd­ney on 17 December 1980 after an aImed attack by two unknown persons, The Australian Government wishes to Inform the Secretary General that this crime is being throughly investigated by the relevant policy authorities who are obliged to report at the conclusion of their investigation to the Crown Coro­ner. In addition, rewards totalling $ A 100.000 have been offered recently by the Australian and New South Wales Governments for information ll'ading to

,

3) UU.Duc.A/36/445 , 15 September 1981 ,

Hukum dan Pembanllunan

the arrest of those responsible, The Aus­tralion Government is treating th is in-

cident as a terrorist related crime and the strongest protective measures have been taken to safeguard Turkish Diplo­matic and Concular officers in Austra­lia. This matter is still subjudice in the Australian Courts and at this time the Permanent Representative is unable to make amore detailed response. However, the Permanent Representative will report judiciol findings related to th is matter to' the Secretary General when they be­come known,')

Usaha-usaha internasional melalul PBB ini merupakan lembaran bar!! da­lam proses pelaksanaan dari hukum di­plomatik modern, di mana telah dila­

kukan usaha-usaha untuk memperleng­kapi dan merinci secara jelas prinsip­prinsip maupun aturan-aturan di da­lamnya, khususnya telah dapat diben­tuk suatu lingkup kerjasama antara pe­merintah negara anggota di dalam mengatasi masalah-masalah yang dewa­sa ini benar-benar menjadi perhatian masyarakat internasional secara keselu­ruhan.

Dalam sidang Majelis Umum PBB yang ke-35 tahun 1980, sehubungan dengan masalah tersebut, lima negara Nordik yaitu Denmark, Finlandia, Ice­landia , Norwegia dan Swedia telah memajukan masalah-masalah yang di­anggap penting yang perlu dibicarakan bersama, khususnya di dalam mencari cara-cara untuk meningkatkan dipa­tuhinya aturan internasional mengenai hubungan diplomatik dan konsuler, di samping mempertimbangkan adanya peningkatan aksi-aksi teror yang dila­kukan terhadap para pejabat diplo-

hlm. 5 . 4) Ibid., hlm. 6.

Page 4: TINJAUAN PELAKSANAAN HUKUM DIPLOMA TIK DEWASA INI

--.,..,..--.--------

Hukum Dlp/omatik

matik dan konsuler, termasuk perwa­kilan masing-masing di mana mereka menjalankan fungsi dan tugasnya.

Dalam arti yang luas prakarsa lima negara Nordik tersebut pada hakikat­nya dapat dipandang sebagai perluasan dari usaha-usaha PBB sebelumnya, di mana perlu adanya kewajiban-kewajib-an intemasional bagi seluruh negara

untuk sebanyak mungkin me­ratifikasi konvensi-konvensi mengenai hubungan diplomatik dan konsuler yang ada. Prakarsa ini kemudian telah disambut secara luas oleh segenap ang­gota dan disetujui oleh Majelis Umum, dan ketika masalah ini dimajukan ber-

. tepatan dengan terjadinya peristiwa penyanderaan para diplomat Amerika Serikat di Teheran oleh sekelompok mahasiswa militan Iran.5)

Berdasarkan atas pembicaraan-pem­bicaraan di Majelis Umum PBB terse­but khususnya mengenai adanya pe­ningkatan tindak terorisme ' yang dila­kukan terhadap para pejabat diploma­tik dan konsuler termasuk perwakilan­nya, terdapat kecenderungan timbul­nya dua prinsip yang dianggap sangat fundamental dalam mengatasi dan mencegah tindakan-tindakan terse but, yaitu: (a) Semua negara harus melak­sanakan kewajiban internasional ma­sing-masing dengan mentaati ketentu­an-ketentuan dalam konvensi, terma­suk peningkatannya; (b) Perlunya pe­ningkatan tindakan-tindakan khusus guna melindungi perseorangan dan per­wakilan-perwakilan diplomatik dan konsuler. karena adanya kesenjangan-

5) Report of Judgments, Advisory Opinions and Order, concerning United Sta­tes Diplomatic and Consular Staff in Teheran, 24 Mei 1980.

• 587

kesenjangan yang terdapat dalam ke­tentuan-ketentuan konvensi yang kini diserahkan kepada negara-negara ang­gota sendiri untuk menafsirkan dan melaksanakan tindakan-tindakan khu­sus mengenai perlindungan (polisi, administratif, dan yurisdiksional) me­lalui sistem perundangan nasional ne­gara masing-masing.6)

Di samping itu juga perlu untuk meningkatkan tindakan pence­gahan di wilayah negara-negara yang menerima wakil-wakil dan misi-misi asing, karen a berhasil-tidakny a tin­dakan pencegahan ini pada hakikat­nya tergantung dari langkah-Iangkah yang akan diambil untuk mengatasi dan mencegah kegiatan-kegiatan dari kelompok m ilit an , organisasi maupun perkumpulan teroris yang mempersiap­kan atau melakukan tindakan-tindakan agresif dan bersifat teror terhadap perwakilan diplomatik dan konsuler, termasuk para pejabat diplomatik yang dilakukan mereka di pelbagai negara.

Kewajiban internasional untuk me­lindungi para pejabat diplomatik dan konsuler, tennasuk gedung perwakilan­nya masing-masing merupakan hal yang mutlak perlu dilakukan oleh se­mua negara anggota, apalagi telah di­berlakukannya beberapa instrumen in-

6) Dengan demikian masyarakat internasio­nal menganggap sangat penting usaha untuk melengkapi ketentuan-ketentuan internasional yang ada, agar dapat men­jamin perlin dungan, keselamatan dan pengamanan bagi misi-misi diplomatik negaranya, khususnya usaha untuk me­musatkan perhatian kepada masalah tanggung jawab internasional bagi nega­ra-negara anggota di dalam melaksana­kan tindakan-tindakan perlindungan dan menghukum para pelanggarnya.

Desember 1987

Page 5: TINJAUAN PELAKSANAAN HUKUM DIPLOMA TIK DEWASA INI

588 •

ternasional tentang hal tersebut, yang antara lain adalah konvensi Wina tahun 1961 tentang hubungan diplomatik, konvensi Wina 1963 tentang hubung­an konsuler, dan konvensi New York 1969 tentang Misi khusus, konvensi 1979 tentang pencegahan dan penghu­kuman kejahatan-kejahatan yang dila­kukan terhadap orang-orang yang seca­ra internasional perlu dilindungi, ter­masuk para diplomat, serta konvensi 1979 untuk memerangi tindak penyan­deraan.7)

Meskipun ketentuan-ketentuan ter­sebut dipandang luas dan mencakup semua jenis dan tingkat perwakilan (diplomatik, konsuler maupun misi khusus), ataupun dalam rangka tugas hubungan multilateral, bilateral mau­pun sebagai anggota misi tetap dan/ atau sementara dalam misi diplomatik, ada pula anggapan ballwa masyarakat internasional tetap haru,s memikirkan perlunya kelengkapan-kelengkapan lagi untuk menuangkannya dalam ketentu­an-ketentuan yang berhubungan de­ngan "tanggung jawab negara" dalam hal gagal untuk melakukan perJindung­an terhadap para pejabat diplomatik dan konsuler, telmasuk perwakilan masing-masing yang berada di pelbagai negara dan organisasi-organisasi inter­nasional yang ada di negara-negara ter­tentu.

Dianggap perlu pula untuk mem­buat ketentuan-ketentuan yang me­nyangkut pengawasan internasional ba­gi tindakan-tindakan administratif yang dilakukan oleh negara-negara agar da­pat memberikan pengarahan-pengarah­an terhadap ketentuan-ketentuan yang bersifat protektif terse,but.

7) Syahmin, A.K., op. cit., hlm. 24 .

Hukum dan Pembanllunan

Retrospeksi Atas Kejadian di Negara Kita Sendiri

Sudah umum diketahui bahwa ke­giatan Spionase dan pencurian doku­men negara merupakan kejahatan di bawah Pasal 112, 113 dan seterusnya KUHPidana di satu pihak, dan di lain pihak berlawanan dengan ketentuan­ketentuan Pasal 41 ayat (1), Pasal 3 (d, e) dan semangat yang termuat da­lam mukadimah konvensi Win a 1961 . Begitu pula memperhatikan praktek negara yang menjadi bahan ajaran hu­kum internasional, maka jelaslah dasar hukum bagi tindakan penangkapan dan pengusiran yang telah dilakukan oleh pemerintah RI terhadap asisten atase militer Soviet" sebagaimana yang telah penuJis tegaskan dalam kat a pem­bukaan di atas.

Meskipun demikian, dari berita-be­rita suratkabar, 8) kita memperoleh kesan yang kuat bahwa konsiderasi dan upaya' pemeliharaan hubungan baik antarnegara, sesuai baik dengan politik luar negeri RI maupun dengan cita-cita hukum internasional, merupa­kan faktor penting dalam segera mele­paskan pejabat diplomatik yang ber­sangkutan dari penangkapan, setelah diyakini bahwa ia mempunyai status diplomatik.

Akan tetapi, apabila sudah cukup terdapat bukti bahwa pejabat diploma­tik asing itu melakukan tindak pidana berat, maka baik berdasarkan aturan hukum internasional yang berlaku maupun dipandang dari segi kedaulat ­an negara yang suprima jika menyang­kut keamanan dan ketertiban negara dalam hu bungan internasional, maka

8) Baca, Sinal' Harapan Millggu, 12 Agustus 1982,hlm. I.

Page 6: TINJAUAN PELAKSANAAN HUKUM DIPLOMA TIK DEWASA INI

Hullum D/P/omatill

dapatlah dipertanggungjawabkan jika pelepasan dari penangkapan itu baru dilakUkan setelah perwakilan diploma­tik menyampaikan note verbale kepa-' da pemerintah RI (eq, Deplu), nota mana menerapkan kekebalan diploma­tik (invoke immunity). Oleh karena note demikian dibuat oleh perwakilan diplomatik, maka perwakilan tidak akan dapat mengelakkan tanggung ja­wab atau euci tangan atas tindak pida­na yang dilakukan oleh pejabat diplo­matik, sebagai akibat dari tugasnya dalam perwakilan.

Dasar hukum untuk memperkuat pendapat demikian ialah ketentuan yang termuat dalam mukadimah kon­vensi W ina 1961, yaitu bahwa kelong­garan dan kekebalan diplomatik itu bukanlah untuk kepentingan pribadi diplomat semata, melainkan demi ke­pentingan kelanearan pekerjaan atau fungsi perwakilan diplomatik negara pengirim. Bahkan dalam doktrin hu­kum internasional terdapat suatu ang­gapan klasik bahwa "sebetulnya keke­balan itu diberikan kepada Kepala­kepala Negara yang berdaulat dari negara pengirim". Dalam wilayah ne­gara penerima, penguasa berdaulat dari negara pengirim itu diwakili oleh perwakilan diplomatik, yang karena­nya mempunyai status ekstrateritorial.

Sehubungan dengan hal tersebut me­nurut Openheim-Lauterpaeht,9) bahwa perihal kelonggaran diplomatik itu me­rupakan hak negara pengirim dan bu­kan semata-mata hak Duta Besar itu sendiri, sudah diakui dalam beberapa kasus (. ... Diplomatic privilege is a right of the envoy's home State

9) Oppenheim-Lauterpacht, International Law, Vol. I, 8th, ed.,1955,hlm. 791.

589

rather than of the envoy himself is recognized in a number of cases}.

Berbeda dari penanganan masalah dalam negeri, dalam hu bungan mana berlaku kedaulatan negara sebagai kekuasaan hukum te terhadap orang-orang dan benda yang berada dalam wilayah negara, maka dalam penanganan masalah internasional di­rasakan eukup kuatnya pengaruh per­timbangan mengenai perpaduan antara kepentingan nasional di satu pihak, dan kepentingan akan hubungan inter­nasional beserta peningkatannya di la­in pihak.

Di sini terdapat faktor yang bersifat konstan (seperti yang menyangkut da­sar politik luar negeri, falsafah negara, GBHN, dan perjuangan bangsa untuk melaksanakan pembangunan), dan fak­tor yang bersifat variabel (misalnya hubungan ekonomi, perdagangan, dan politik internasional yang dapat ber­ubah dari waktu ke waktu).

Semenjak pulih kembali sebagai bangsa yang merdeka, Indonesia sudah eukup berpengalaman dalam mengha­dapi dan menangani masalah interna­sional yang rumit dan sulit. Namun demikian, berita yang tersiar kurang lebih lima tahun lalu (l982) tentang peristiwa Spionase dan peneurian do­kumen negara, yang menyebabkan pengusiran Sergei Egorov, sungguh mengejutkan kita. Karena Indonesia dengan wilayahnya yang luas dan stra­tegis, serta beberapa faktor lainnya, dikodratkan sebagai negara penting, baik aktual maupun potensial khusus­nya di Asia Tenggara, maka benar-be­nar pengalaman peristiwa Sergei Ego­roy ini memberikan bahan renungan juga kepada kita mengenai praktek hukum internasional umumnya, dan

Desember 1987

,

Page 7: TINJAUAN PELAKSANAAN HUKUM DIPLOMA TIK DEWASA INI

590

pelaksanaan hukum diplomatik oleh Indonesia khususnya.

Penutup

Berdasarkan atas uraian-uraian di atas, akhirnya dapat diraih kesimpul­an, bahwa sekalipun telah banyak di­hasilkan konvensi-konvensi internasio­nal, resolusi-resolusi Majelis Umum PBB yang membahas ten tang perlin­dungan diplomatik, namun yang ter­penting adalah ditaatinya konvensi itu oleh para pejabat negara. Itulah se­babnya Majelis Umum PBB telah me­ngeluarkan resolusinya setiap tahun dalam rangka mengusahakan pelaksa­naan hukum diplomatik secara efektif dan efisien. Bahkan konvensi-konvensi internasional itu tidak akan mempu­nyai arti lagi bila tidak dihormati dan ditaati demi memelihara perdamaian.

Masalah kekebalan dan kelonggaran diplomatik yang ada pada suatu per­wakilan diplomatik adalah merupakan

hal yang esensial dalam rangka mencip­takan hubungan yang harmonis alltar­bangsa dan negara. Hal ini dapat dili-

Hukum dan Pembanl1unan

hat dari banyaknya konvensi interna­sional yang mengatur tentang perlin­dungan diplomatik yang merupakan bukti adanya kesu dari anggo­ta masyarakat internasional untuk me­lilldungi para pejabat diplomatik dari segala bentuk ketakutan dan ancaman akan keselamatan, serta merajalelanya terorisme. Prinsip-prinsip ini tetap di­kembangkan dalam rangka mencegah ancaman yang mungkin timbu!' bagi keselamatan para diplomat, terma­suk gedung perwakilan beserta isinya.

Pelanggaran-pelanggaran yang ter­jadi terhadap kelonggaran dan keke­balan diplomatik tidaklah semata-ma­ta disebabkan oleh ketidaktegasan sanksi hukum internasional di tengah­tengah umat manusia yang beradab, merupakan jalinan hukum yang dapat bersifat m~maksa untuk mentaati kai­dah-kaidah hukum internasional terse­but. Hukum internasional bukan seke­dar rules of positive morality belaka, tetapi hukum internasional adalah mutlak perlu bagi kebutuhan manusia dalarn pergaulan masyarakat inter­nasional.