tim penyusun laporan - kementerian direktorat tata ruang dan pertanahan - bappenas i tim penyusun...

108

Upload: trinhxuyen

Post on 04-Feb-2018

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad
Page 2: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad
Page 3: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

i

TIM PENYUSUN LAPORAN

1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc

2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D

3. Uke Mohammad Hussein, S.Si, MPP

4. Ir. Rinella Tambunan, MPA

5. Ir. Nana Apriyana, MT

6. Mia Amalia, ST, M.Si, Ph.D

7. Santi Yulianti, S.IP, MM

8. Hernydawaty, SE, ME

9. Aswicaksana, ST, MT, M.Sc

10. Raffli Noor, S.Si

11. Elmy Yasinta Ciptadi, ST, MT

12. Idham Khalik, SP, M.Si

13. Lily Widayati, SH, MPA

14. Mega Sesotyaningtyas, ST, MT

15. Raditya Pranadi, S.Si

16. Sylvia Krisnawati

17. Cecep Saryanto

18. Ujang Supriatna

Page 4: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad
Page 5: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas perkenan-Nyalah pelaksanaan KAJIAN PERSIAPAN

PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DI INDONESIA selesai

dilaksanakan dengan baik. Kajian ini dilakukan untuk mendukung kebijakan penyusunan

perencanaan pembangunan nasional bidang pertanahan.

Salah satu arah kebijakan yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2015-2019 bidang pertanahan adalah Membangun Sistem Pendaftaran

Tanah Publikasi Positif. Kebijakan ini terkait dengan isu strategis Jaminan Kepastian Hukum

Hak Masyarakat Atas Tanah. Sebagaimana diketahui bahwa sampai saat ini masih marak

terjadinya kasus pertanahan baik antar-masyarakat, antara masyarakat dengan badan

hukum, masyarakat dengan badan pemerintah, dan sebagainya. Salah satu akar

permasalahan terjadinya kasus-kasus pertanahan tersebut adalah sistem pendaftaran tanah

yang dianut Indonesia saat ini adalah publikasi negatif, yang berarti negara tidak menjamin

kebenaran informasi yang tertuang di dalam sertifikat hak atas tanah. Informasi yang ada

dianggap benar selama tidak ada pihak lain yang mengguatnya. Selain itu, sistem

pendaftaran tanah publikasi negatif memberikan implikasi, seperti terganggunya stabilitas

keamanan nasional, termasuk mengancam integritas NKRI karena tingginya potensi konflik

antar masyarakat maupun antara masyarakat dengan pemerintah; dan penurunan

kesejahteraan masyarakat karena terhambatnya pertumbuhan ekonomi nasional.

Oleh sebab itu, perlu dilakukan perubahan sistem pendaftaran tanah menjadi publikasi

positif (stelsel positif) yang secara prinsip merupakan kebalikan dari publikasi negatif. Pada

sistem pendaftaran tanah publikasi positif, negara menjamin kebenaran informasi yang

terdapat pada sertifikat hak atas tanah dan mengganti kerugian salah satu pihak apabila

terjadi kasus pertanahan. Hal ini akan lebih memberikan jaminan kepastian hukum atas

tanah. Namun demikian, perubahan sistem pendaftaran tanah menjadi publikasi positif

memerlukan beberapa prasyarat, antara lain cakupan peta dasar pertanahan dan cakupan

bidang tanah bersertifikat sudah mencapai 80%. Untuk mengetahui capaian tersebut, maka

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian PPN/Bappenas pada tahun anggaran

2016 melakukan KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI

POSITIF DI INDONESIA. Secara umum, kajian ini bertujuan untuk mengetahui status kesiapan

Indonesia dalam upaya merubah sistem pendaftaran tanah publikasi negatif menjadi

publikasi positif.

Page 6: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

iv

Pelaksanaan kajian ini didukung dan dibantu oleh berbagai pihak terkait. Untuk itu, kami

mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kerjasama berbagai pihak, antara lain Kanwil

BPN dan Bappeda Provinsi Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan

Selatan, dan Nusa Tenggara Barat yang sudah membantu pelaksanaan kajian ini. Mudah-

mudahan hasil ini dapat memberikan manfaat yang lebih baik.

Jakarta, Desember 2016

Direktur Tata Ruang dan Pertanahan

Uke Mohammad Hussein, S.Si, MPP

Page 7: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

v

DAFTAR ISI

Tim Penyusun Laporan ............................................................................................................i

Kata Pengantar ...................................................................................................................... iii

Daftar Isi ................................................................................................................................. v

Daftar Gambar ..................................................................................................................... vii

Daftar Tabel ........................................................................................................................ viii

BAB I Pendahuluan ........................................................................................................... 1

I.1 Latar Belakang Kajian .................................................................................... 1

I.2 Tujuan dan Sasaran Kajian ............................................................................ 2

I.3 Lingkup dan Batasan Kajian ........................................................................... 3

I.4 Metodologi Kajian dan Analisis Data............................................................. 3

II.2.1 Proses Pengumpulan Data ................................................................ 3

II.2.2 Metode Analisis Data ........................................................................ 5

I.5 Sistematika Penulisan Kajian ......................................................................... 5

BAB II Tinjauan Pustaka ..................................................................................................... 7

II.1 Tanah, Kasus-kasus Pertanahan, dan Faktor Pemicu Sengketa

Pertanahan .................................................................................................... 7

II.2 Pendaftaran Tanah dan Sistem Publikasi Dalam Pendaftaran Tanah ......... 10

II.2.1 Pendaftaran Tanah .......................................................................... 10

II.2.2 Sistem Publikasi Dalam Sistem Pendaftaran Tanah ........................ 12

II.2.3 Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Negara Lain ............... 14

II.3 Hukum Indefeasible, serta Kasus Penipuan Terkait Pertanahan dan

Penyelesaiannya .......................................................................................... 18

II.4 Upaya Negara Lain Dalam Persiapan Perubahan Sistem Publikasi Positif .. 21

BAB III Gambaran Umum Lokasi Kajian ............................................................................ 25

III.1 Gambaran Umum Provinsi Kajian ............................................................... 27

III.2 Kasus-kasus Pertanahan di Provinsi Kajian ................................................. 31

BAB IV Analisis Capaian Peta Dasar Pertanahan dan Peta Bidang Tanah

Bersertifikat ......................................................................................................... 33

IV.1 Peta Dasar Pertanahan ................................................................................ 33

IV.1.1 Cakupan Peta Dasar Pertanahan Nasional ...................................... 34

IV.1.2 Cakupan Peta Dasar Pertanahan di Provinsi Kajian ........................ 36

Page 8: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

vi

IV.2 Peta Bidang Tanah Bersertifikat .................................................................. 39

IV.2.1 Cakupan Peta Bidang Tanah Bersertifikat Seluruh Provinsi ............ 40

IV.2.2 Cakupan Peta Bidang Tanah Bersertifikat di Provinsi Kajian........... 42

IV.3 Faktor-faktor Penghambat Pencapaian Cakupan Peta ............................... 45

IV.4 Sumber Daya Manusia Bidang Pertanahan ................................................. 46

IV.5 Upaya Percepatan Pencapaian Cakupan Peta ............................................ 48

BAB V Analisis Perubahan Peraturan Hukum Terkait Pendaftaran Tanah ...................... 53

BAB VI Kesimpulan dan Rekomendasi .............................................................................. 91

VI.1 Kesimpulan .................................................................................................. 91

VI.2 Rekomendasi ............................................................................................... 93

Daftar Pustaka ..................................................................................................................... 95

Page 9: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1 Peta Provinsi-provinsi Kajian....................................................................... 4

Gambar II.1 Peta Kadastral Digital Austria ................................................................... 18

Gambar II.2 Contoh Peta yang di ekstrak dari Peta Kadastral Digital Austria .............. 18

Gambar III.1 Penggunaan Lahan di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016 ................... 28

Gambar III.2 Penggunaan Lahan di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2016................. 29

Gambar III.3 Penggunaan Lahan di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2016 ........... 29

Gambar III.4 Luas Penggunaan Lahan di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2016 ...... 30

Gambar III.5 Luas Penggunaan Lahan di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2016 ............. 30

Gambar IV.1 Cakupan Peta Dasar Pertanahan Nasional hingga Juni 2016 ................... 36

Gambar IV.2 Cakupan Peta Dasar Pertanahan di Provinsi Kajian, 2016 ........................ 37

Gambar IV.3 Capaian Peta Dasar Pertanahan di Indonesia (atas) dan

Provinsi Kajian (bawah) ............................................................................. 38

Gambar IV.4 Cakupan Peta Bidang Tanah Bersertifikat yang Terdigitasi

di Indonesia hingga Juni 2016 ................................................................... 42

Gambar IV.5 Cakupan Peta Bidang Tanah Bersertifikat Terdigitasi di

Provinsi Kajian, 2016 ................................................................................. 44

Gambar IV.6 Capaian Peta Bidang Tanah Bersertifikat di Indonesia dan

Provinsi Kajian ........................................................................................... 45

Gambar IV.7 Proporsi Jumlah Pegawai Juru Ukur dan Pegawai Non Juru Ukur

Masing-masing Provinsi Kajian ................................................................. 48

Gambar IV.8 Upaya Percepatan Capaian Peta yang Paling Banyak di Pilih ................... 48

Gambar V.1 Contoh Peta Dasar Pendaftaran Tanah Digital ......................................... 54

Page 10: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

viii

DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Perbandingan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Secara Sistematik

dan Secara Sporadik .................................................................................... 11

Tabel II.2 Perbandingan Sistem Publikasi Dalam Pendaftaran Tanah ........................ 13

Tabel III.1 Luas Kawasan Hutan dan Budidaya di Indonesia Tahun 2013 .................... 26

Tabel III.2 Kondisi Umum Provinsi Kajian ..................................................................... 27

Tabel III.3 Jumlah Kasus Pertanahan di Provinsi Kajian ............................................... 31

Tabel IV.1 Capaian Cakupan Peta Dasar Pertanahan Nasional yang Terdigitasi

hingga Juni 2016 .......................................................................................... 34

Tabel IV.2 Cakupan Peta Dasar Pertanahan di Provinsi Kajian .................................... 36

Tabel IV.3 Perbedaan Data Capaian Peta Dasar Pertanahan antara ........................... 37

Tabel IV.4 Capaian Cakupan Peta Bidang Tanah Bersertifikat yang Terdigitasi

hingga Juni 2016 .......................................................................................... 40

Tabel IV.5 Cakupan Peta Bidang Tanah Bersertifikat di Provinsi Kajian ...................... 43

Tabel IV.6 Perbedaan Data Capaian Peta Bidang Tanah Bersertifikat antara ............. 44

Tabel IV.7 Faktor-faktor Penghambat Capaian Peta Dasar Pertanahan dan ............... 46

Tabel IV.8 Jumlah Pegawai Juru Ukur Pertanahan Masing-masing Provinsi

Kajian Tahun 2016 ....................................................................................... 47

Tabel V.1 Identifikasi Peraturan Perundang-undangan yang Perlu Di Ubah atau

Ditambahkan ............................................................................................... 56

Page 11: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Kajian

Akhir-akhir ini, konflik agraria di Indonesia nampaknya semakin meningkat. Akumulasi

permasalahan pertanahan yang masuk ke Mahkamah Agung diperkirakan berkisar antara

60% hingga 70% setiap tahun dan belum terhitung kasus yang selesai ketika diputus pada

tingkat pertama maupun pada tingkat banding (Abdurrahman, 2009). Data Kementerian

Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (2014) mencatat terdapat 5.878 kasus

pertanahan yang masuk ke BPN-RI tahun 2014. Kasus-kasus tersebut terdiri dari kasus yang

belum terselesaikan di tahun 2013 sebanyak 1.927 kasus dan kasus baru di tahun 2014

sebanyak 3.906 kasus. Dari 5.878 kasus tersebut, sebanyak 2.910 kasus (57,92%) sudah

terselesaikan dan masih ada sisa kasus sebanyak 2.968 kasus belum terselesaikan (Laporan

Kinerja BPN, 2014).

Banyaknya terjadi konflik agraria ini telah menunjukkan bahwa administrasi pertanahan

Indonesia membutuhkan perbaikan agar dapat memberikan kepastian hukum hak atas

tanah. Salah satu akar permasalahan konflik agraria disebabkan oleh sistem pendaftaran

tanah yang digunakan di Indonesia berupa sistem publikasi negatif yang bertendensi positif.

Dalam sistem pendaftaran negatif (stelsel negatif) bertendensi positif, pemerintah tidak

memberikan jaminan atas kepastian hukum terhadap pemegang bukti sah (sertifikat).

Pemerintah juga tidak bertanggung jawab atas data dan informasi yang ada di dalam

sertifikat hak atas tanah. Data dan informasi dianggap benar sepanjang tidak ada pihak lain

yang menggugat. Kondisi demikian menyebabkan timbulnya berbagai masalah, seperti

timbulnya konflik dan sengketa lahan antar berbagai pihak di beberapa wilayah di Indonesia.

Sistem pendaftaran tanah yang dianut Indonesia ini tertuang dalam beberapa peraturan

perundang-undangan terkait pendaftaran tanah, seperti Keputusan Mahkamah Agung No

495/Sip/1975; Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah dan UU

No 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria (UUPA).

Di samping itu, penggunaan sistem pendaftaran tanah publikasi negatif dapat memberikan

implikasi yang buruk terhadap pembangunan nasional, antara lain:

1. Registering property Indonesia menjadi rendah akibat tingginya biaya pengurusan dan

kualitas administrasi pertanahan yang masih rendah.

2. Potensi konflik antar-masyarakat maupun antara masyarakat dengan pemerintah dapat

mengganggu stabilitas keamanan nasional, termasuk mengancam integritas Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

3. Pertumbuhan ekonomi nasional terhambat yang berujung pada menurunnya

kesejahteraan masyarakat.

Page 12: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

2

Berdasarkan realita di atas, Pemerintah Indonesia melalui Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 telah memutuskan untuk merubah sistem

pendaftaran tanah di Indonesia, dari sistem pendaftaran tanah publikasi negatif menjadi

sistem publikasi positif. Sistem pendaftaran tanah publikasi positif diyakini dapat

memberikan kepastian hukum hak atas tanah secara absolut. Pemerintah juga menjamin

kebenaran semua informasi yang tertulis dalam sertifikat hak atas tanah. Apabila terjadi

kesalahan administrasi oleh pemerintah (misalnya sertifikat ganda), pemerintah akan

memberikan dana kompensasi atau ganti kerugian atas kesalahan administrasi tersebut.

Penggunaan sistem ini juga diharapkan dapat mengurangi permasalahan terkait pertanahan

serta mendorong terciptanya iklim investasi dan iklim ekonomi yang kondusif yang dapat

memberikan peningkatan daya saing perekonomian nasional didunia.

Dalam upaya melakukan kebijakan perubahan sistem pendaftaran tanah publikasi positif

terdapat empat kondisi prasyarat (pre-requisite condition) yang harus dipenuhi untuk

mengurangi potensi konflik seminimal mungkin, antara lain: (i) percepatan cakupan wilayah

bersertifikat; (ii) percepatan penyediaan cakupan peta dasar pertanahan; (iii) publikasi tata

batas kawasan hutan dengan peta skala kadastral; dan (iv) sosialisasi peraturan

perundangan terkait tanah adat/tanah ulayat. Untuk cakupan peta dasar pertanahan dan

cakupan peta bidang tanah bersertifikat, RPJMN 2015-2019 menetapkan bahwa cakupan

peta dasar pertanahan harus dapat mencapai 80% dan cakupan wilayah nasional yang telah

bersertifikat harus dapat mencapai 70% dari wilayah nasional daratan non hutan. Besarnya

persentase tersebut diyakini dapat mengurangi terjadinya sertifikat sah ganda, sehingga

apabila masih terjadi kesalahan dalam register, resiko beban keuangan negara untuk

memberikan ganti rugi masih dapat dikelola dengan baik.

Akan tetapi, data Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN mencatat bahwa capaian kedua

peta tersebut hingga tahun 2015 masih kurang dari 50%. Oleh sebab kondisi demikian,

kajian ini akan menguraikan tentang hasil identifikasi dan analisis capaian peta dasar

pertanahan dan peta bidang tanah bersertfikat yang terdigitasi hingga tahun 2016, serta

pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan terkait pertanahan yang harus direvisi

guna mendukung upaya perubahan sistem publikasi negatif menjadi sistem publikasi positif

dalam sistem pendaftaran tanah di Indonesia.

I.2 Tujuan dan Sasaran Kajian

Kajian ini bertujuan untuk mengetahui status kesiapan Indonesia dalam upaya merubah

sistem pendaftaran tanah publikasi negatif menjadi publikasi positif. Sasaran kajian ini

antara lain:

Identifikasi peraturan perundang-undangan yang harus direvisi untuk membangun sistem

pendaftaran tanah publikasi positif.

Identifikasi capaian cakupan peta dasar pertanahan dan cakupan wilayah bidang tanah

bersertifikat masing-masing provinsi.

Page 13: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

3

Analisa kemungkinan perubahan sistem pendaftaran tanah publikasi positif dapat

dilakukan secara parsial di beberapa provinsi tertentu yang telah memenuhi prasyarat

atau harus menunggu seluruh provinsi mencapai kondisi prasyarat.

I.3 Lingkup dan Batasan Kajian

Lingkup dan batasan kajian persiapan perubahan sistem pendaftaran tanah publikasi positif

di Indonesia meliputi:

a. Melakukan kajian literatur mengenai sistem pendaftaran tanah publikasi positif, yang

meliputi konsep dasar sistem pendaftaran tanah publikasi positif dan studi-studi terkait

penerapan sistem pendaftaran tanah publikasi positif di beberapa negara;

b. Melakukan identifikasi capaian cakupan peta dasar pertanahan dan cakupan wilayah

bidang tanah bersertipikat masing-masing provinsi;

c. Melakukan penjaringan masukan melalui serangkaian kegiatan, yaitu dengan format FGD

di 5 (lima) provinsi, yaitu Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi

Nusa Tenggara Barat, Provinsi Sumatera Utara, dan Provinsi Sumatera Selatan, dan

dengan format seminar di Jakarta;

d. Melakukan analisa kemungkinan perubahan sistem pendaftaran tanah dapat dilakukan

secara parsial di beberapa provinsi tertentu yang telah memenuhi persyaratan atau harus

menunggu seluruh provinsi telah mencapai kondisi prasyarat tersebut.

I.4 Metodologi Kajian dan Analisis Data

Penentuan status kesiapan Indonesia dalam upaya perubahan sistem pendaftaran tanah

publikasi negatif menjadi publikasi positif menggunakan metode kualitatif. Hal-hal yang

dilakukan antara lain: (1) identifikasi cakupan peta dasar pertanahan; (2) identifikasi

cakupan peta wilayah bidang tanah bersertifikat; (3) analisis faktor-faktor penghambat

dalam pencapaian cakupan peta-peta tersebut; (4) identifikasi peraturan perundangan yang

harus direvisi dan diubah untuk membangun sistem pendaftaran tanah publikasi positif; dan

(5) analisis kemungkinan perubahan sistem pendaftaran tanah dapat dilakukan secara

parsial di beberapa provinsi tertentu yang telah memenuhi prasyarat atau menunggu

seluruh provinsi telah mencapai prasyarat tersebut

II.2.1 Proses Pengumpulan Data

a. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui dua cara, yaitu teknik pengumpulan data

primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data primer dilakukan melalui kuesioner

dan wawancara. Sementara, teknik pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi

pustaka.

Kuesioner dan wawancara dilakukan untuk mengambil data dan informasi tentang

variabel-variabel yang tidak dapat diamati secara langsung, sehingga perlu menanyakan

kepada pihak-pihak terkait. Jenis kuesioner yang digunakan untuk memperoleh data dan

Page 14: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

4

informasi adalah collective questionnaire. Data yang diperlukan antara lain luas kawasan

hutan dan budidaya, cakupan peta dasar pertanahan dan peta bidang tanah bersertifikat,

kasus-kasus pertanahan, faktor-faktor penghambat pencapaian cakupan peta, upaya-

upaya perbaikan dan percepatan dalam penyediaan data dan informasi spasial

pertanahan, serta rencana tindak lanjut penanganan kasus-kasus pertanahan.

Studi pustaka dilakukan dengan cara menggali informasi tentang studi-studi terkait

sistem pendaftaran tanah publikasi positif, baik dari buku maupun jurnal.

b. Teknik Pengambilan Sampel dan Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel (teknik sampling) yang digunakan dalam kajian ini adalah

purposive sampling. Teknik sampling ini didasarkan pada pertimbangan peneliti dalam

memilih provinsi yang memiliki data dan informasi kondisi peta dasar pertanahan maupun

peta wilayah bidang tanah bersertifikatnya sesuai dengan tujuan penelitian. Jenis sampling

ini dapat membangun sebuah realitas historis, menggambarkan suatu fenomena, atau

membangun sesuatu yang hanya sedikit orang yang mengetahui (Kumar, 2005).

Sementara itu, sampel kajian ini adalah Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Nusa

Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Utara (Gambar I.1). Kriteria pemilihan

provinsi-provinsi ini didasarkan pada data-data yang mewakili kondisi cakupan peta dasar

pertanahan maupun peta wilayah bidang tanah bersertifikat dari yang cukup baik hingga

cukup buruk di Indonesia. Kelima provinsi ini diharapkan dapat mewakili gambaran status

kesiapan Indonesia dalam kemungkinan perubahan sistem pendaftaran tanah publikasi

positif dapat dilakukan secara parsial di beberapa provinsi yang telah memenuhi prasyarat

atau menunggu seluruh provinsi telah mencapai prasyarat.

Gambar I.1 Peta Provinsi-provinsi Kajian

Sumber: Modifikasi Peta Indonesia dari Badan Informasi Geospasial, 2013

Page 15: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

5

II.2.2 Metode Analisis Data

Metode analisis data merupakan suatu cara untuk menjawab tujuan kajian. Dalam kajian ini,

penentuan kemungkinan perubahan sistem pendaftaran tanah publikasi positif dapat

dilakukan secara parsial di beberapa provinsi yang telah memenuhi prasyarat atau harus

menunggu seluruh provinsi telah mencapai prasyarat didasarkan pada hipotesa berikut.

1. Apabila prasyarat cakupan peta telah terpenuhi oleh seluruh provinsi dan peraturan

perundang-undangan tentang pendaftaran tanah yang baru telah siap, maka sistem

pendaftaran tanah publikasi positif dapat direalisasikan secara serentak.

2. Apabila prasyarat cakupan peta baru terpenuhi oleh sebagian provinsi, tetapi peraturan

perundang-undangan tentang pendaftaran tanah yang baru sudah siap, maka sistem

pendaftaran tanah publikasi positif hanya dapat direalisasikan secara parsial.

3. Apabila prasyarat cakupan peta telah terpenuhi oleh seluruh provinsi, tetapi peraturan

perundang-undangan tentang pendaftaran tanah yang baru belum siap, maka sistem

pendaftaran tanah publikasi positif belum dapat direalisasikan.

4. Apabila prasyarat cakupan peta belum terpenuhi oleh seluruh provinsi dan peraturan

perundang-undangan tentang pendaftaran tanah yang baru belum siap, maka sistem

pendaftaran tanah publikasi positif belum dapat direalisasikan.

I.5 Sistematika Penulisan Kajian

Secara garis besar, sistematika penulisan kajian ini terdiri dari 6 (enam) bab. Bab 1 berisi

latar belakang kajian, tujuan dan sasaran kajian, lingkup dan batasan kajian, justifikasi

pemilihan lokasi kajian, serta metodologi penelitian. Bab 2 memaparkan kajian pustaka

mengenai sistem pendaftaran tanah, jenis publikasi dalam pendaftaran tanah, dan lesson

learn dari beberapa negara yang telah menerapkan sistem pendaftaran tanah publikasi

positif. Bab 3 menyajikan deskripsi gambaran lokasi kajian secara umum. Bab 4

menguraikan hasil analisis capaian peta dasar pertanahan dan peta bidang tanah

bersertifikat, faktor-faktor penghambat capaian peta, sumber daya manusia bidang

pertanahan, serta upaya perbaikan kondisi pertanahan. Bab 5 berisi tentang analisis

perubahan peraturan perundang-undangan terkait pertanahan di Indonesia. Sementara,

bab 6 berisi kesimpulan dan rekomendasi kajian.

Page 16: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad
Page 17: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tanah, Kasus-kasus Pertanahan, dan Faktor Pemicu Sengketa Pertanahan

Tanah merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia. Tanah adalah harta atau

properti yang tidak bergerak, sehingga secara fisik tidak dapat dipindahkan dari satu orang

ke orang lain. Tanah bersifat permanen, yaitu tidak dapat semakin naik, semakin turun, atau

hancur seperti properti lainnya (Hanstad, 1998), sehingga dapat dicatat atau direkam

sampai kapanpun. Tanah dapat menjadi rumah, sumber pendapatan, tempat untuk

berbisnis, akses ke lahan lain, keamanan pinjaman, dan sebagainya (Land Registration Act

2002; Zevenbergen, 2002). Di samping itu, tanah juga memiliki makna yang multidimensi,

baik dari sisi ekonomi, politik, hukum, maupun sosial budaya (Adhie dan Menggala, 2002;

Zevenbergen, 2002). Dari sisi ekonomi, tanah didefinisikan sebagai sarana produksi yang

dapat mendatangkan kesejahteraan dan aset (industri, pertanian komersial). Dari sisi politik,

tanah dapat menentukan posisi seseorang dalam pengambilan keputusan bagi masyarakat.

Dari sisi sosial budaya, tanah dapat menentukan tinggi rendahnya status sosial pemiliknya,

jaminan sosial penduduk, tempat untuk hidup. Sementara itu, dari sisi hukum, tanah

merupakan dasar kekuatan untuk yurisdiksi.

Namun demikian, berbagai aspek penting tanah dalam kehidupan manusia seringkali

menyebabkan timbulnya konflik kecenderungan orang untuk mempertahankan tanahnya

dengan cara apapun apabila melanggar hak-haknya. Konflik pertanahan ini juga sering

menimbulkan tindak kekerasan. Pada dasarnya, akar permasalahan munculnya kasus

pertanahan ini adalah disebabkan oleh belum baiknya sistem administrasi pertanahan dan

kendala dalam peraturan mengenai kerangka waktu dalam pelaksanaannya. Bahkan, saat

ini, masalah pertanahan di Indonesia dianggap sebagai persoalan yang tidak dapat

diselesaikan menggunakan pendekatan hukum saja, tetapi juga menggunakan pendekatan

holistik (komprehensif) seperti politik, sosial budaya, ekonomi, dan ekologi.

II.1.1 Kasus-kasus Pertanahan

Secara umum, permasalahan atau kasus pertanahan dapat dikelompokkan menjadi tiga,

yaitu sengketa pertanahan, konflik pertanahan, dan perkara pertanahan yang

membutuhkan penanganan atau penyelesaian sesuai peraturan perundang-undangan

dan/atau kebijakan pertanahan nasional (Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan

Kasus Pertanahan). Sengketa pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang

perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas secara sosio-politis.

Sengketa tanah dapat berupa sengketa administratif, sengketa perdata, serta sengketa

pidana terkait kepemilikan transaksi, pendaftaran penjaminan, pemanfaatan, penguasaan,

dan sengketa hak ulayat.

Page 18: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

8

Konflik pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, kelompok,

golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang telah berdampak luas secara sosio-

politis. Sementara, perkara pertanahan adalah perselisihan pertanahan yang

penyelesaiannya dilaksanakan oleh lembaga peradilan atau putusan lembaga peradilan yang

masih dimintakan penanganan perselisihannya di BPN RI (http://www.bpn.go.id. Diakses

pada Juli 2016). Pada tahun 2014, Kementerian ATR/Badan Pertanahan Nasional mencatat

bahwa terdapat 11.736 kasus pertanahan yang masuk ke BPN-RI sejak tahun 2010 hingga

2014. Sementara, jumlah kasus pertanahan yang masuk ke BPN-RI tahun 2014 adalah

sebanyak 5.878 kasus. Kasus-kasus tersebut terdiri dari kasus yang belum terselesaikan di

tahun 2013 sebanyak 1.927 kasus dan kasus baru di tahun 2014 sebanyak 3.906 kasus. Dari

5.878 kasus tersebut, jumlah kasus yang telah selesai hingga akhir tahun 2014 sebanyak

2.910 kasus (57,92%) (Laporan Kinerja BPN, 2014).

RPJMN 2015 – 2019 menyebutkan bahwa permasalahan dan isu strategis bidang

pertanahan di Indonesia disebabkan oleh hal-hal berikut:

1. Belum kuatnya jaminan kepastian hukum hak masyarakat atas tanah. Permasalahan

utama ini ditunjukkan dengan kondisi cakupan peta dasar pertanahan, jumlah bidang

tanah bersertifikat, kepastian batas kawasan hutan dan non-hutan, tingkat penyelesaian

kasus pertanahan, dan penetapan batas tanah adat/ulayat yang masih rendah.

2. Masih terjadinya ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan

tanah (P4T), serta kesejahteraan masyarakat yang masih rendah.

3. Kinerja pelayanaan pertanahan yang belum optimal. Kondisi ini disebabkan oleh

kurangnya jumlah pegawai juru ukur pertanahan sehingga menghambat kinerja

pelayanan pertanahan.

4. Belum terjaminnya ketersediaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

a. Klasifikasi Kasus Pertanahan

Kasus pertanahan di Indonesia dapat dikategorikan berdasarkan obyek dan subyeknya.

Berdasarkan obyeknya, kasus-kasus pertanahan tersebut dikelompokkan menjadi tujuh,

yaitu (1) pendudukan dan penyerobotan tanah-tanah perkebunan yang telah dilekati oleh

Hak Guna Usaha (HGU), baik yang masih berlaku maupun yang sudah berakhir; (2) sengketa

kawasan hutan; (3) sengketa yang berkaitan dengan kawasan pertambahan; (4) tumpang

tindih atau sengketa batas, tanah bekas milik adat (girik), dan tanah bekas eigendom.

Eigendom adalah suatu institusi tanah milik golongan Eropa maupun golongan Timur Asing

pada masa pemerintahan Hindia Belanda; (5) tukar-menukar tanah bengkok desa/tanah kas

desa menjadi aset Pemerintah Daerah; (6) tanah eks partikelir; dan (7) putusan pengadilan

yang tidak dapat diterima dan dijalankan (Bappenas, 2013). Sementara itu, berdasarkan

subyeknya, kasus-kasus pertanahan terbagi menjadi kasus pertanahan antar-instansi

pemerintah, pemerintah dengan masyarakat, dan antar anggota masyarakat.

Page 19: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

9

1) Kasus Pertanahan antar Instansi Pemerintah

Kasus pertanahan antar-instansi pemerintah (baik antar-instansi pemerintahan pusat

maupun antar-wilayah kabupaten/kota) cenderung terkait dengan kewenangan dalam

pengaturan wilayah secara sektoral terhadap hamparan fisik tanah. Kasus pertanahan antar-

instansi pemerintah terbagi menjadi beberapa kelompok sebagai berikut.

Kasus Pertanahan antar Instansi Pemerintah Pusat Kasus pertanahan antar-instansi pemerintah pusat terkait dengan kewenangan

kementerian/lembaga dalam mengatur penggunaan dan pemanfaatan tanah secara

sektoral. Misalnya antara kementerian kehutanan dan pertambangan, kehutanan dan BPN,

pertambangan dan kehutanan, perkebunan dan kehutanan, pertambangan dan BPN,

pertambangan dan kementerian lingkungan.

Kasus Pertanahan antar Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat Kasus pertanahan antar pemerintah daerah dan pemerintah pusat ataupun kementerian

berkenaan dengan kewenangan atas wilayah, misalnya antara kementerian kehutanan dan

pemerintah kabupaten/kota terkait dengan kawasan hutan.

Kasus Pertanahan antar Daerah – Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota Kasus pertanahan antar-pemerintah daerah biasanya terjadi antar-wilayah kabupaten/kota

berkenaan dengan batas wilayah. Batas wilayah yang berupa unsur geografis, seperti sungai,

berpotensi memunculkan konflik batas wilayah. Beberapa kasus yang pernah muncul

berkaitan dengan batas wilayah ini adalah konflik antara Kabupaten Ciamis dan Cilacap serta

Kabupaten Pasuruan dan Sidoarjo.

2) Kasus Pertanahan antar Masyarakat dan Pemerintah

Masyarakat yang dimaksudkan di sini dapat berupa orang per orang ataupun badan hukum,

baik badan hukum profit maupun non-profit. Pengelompokan ini untuk menghilangkan

dikotomi antara masyarakat dan swasta yang selama ini mendapatkan perlakuan berbeda.

Kasus pertanahan yang melibatkan masyarakat dan instansi pemerintah terbagi menjadi tiga

tipologi, yaitu a). Kasus antara masyarakat (kolektif) dan instansi pemerintah; b). Kasus

antara masyarakat (perorangan) dan instansi pemerintah; dan c). Kasus antara badan

hukum dan instansi pemerintah.

3) Kasus Pertanahan antar Masyarakat

Kasus pertanahan antar-masyarakat menempati porsi terbesar pada klasifikasi kasus

pertanahan, yaitu 71,45% (White Paper Kementerian PPN/Bappenas, 2013). Kondisi ini

mengindikasikan bahwa persoalan kesejahteraan masyarakat dan ketergantungan hidup

masyarakat terhadap tanah masih sangat tinggi. Di samping itu, kepastian hukum hak atas

tanah juga masih menjadi masalah yang belum terselesaikan hingga sekarang. Oleh sebab

itu, diperlukan berbagai strategi pengelolaan pertanahan yang berorientasi pada

peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui keadilan penguasaan dan pemilikan tanah

serta pemberian kepastian hukum hak atas tanah secara kuat.

Page 20: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

10

II.2 Pendaftaran Tanah dan Sistem Publikasi Dalam Pendaftaran Tanah

II.2.1 Pendaftaran Tanah

Dalam upaya penyelesaian kasus-kasus pertanahan di Indonesia, maka hal utama yang harus

dilakukan adalah perbaikan kualitas peta pendaftaran tanah agar dapat memberikan

jaminan kepastian hukum hak masyarakat atas tanah. Pendaftaran tanah berasal dari istilah

Cadastre (bahasa Perancis), yaitu suatu daftar yang menggambarkan seluruh persil tanah

dalam suatu daerah berdasarkan pemetaan dan pengukuran yang cermat (Abdurrahman,

1985). Istilah Cadastre di dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah Kadaster yang

sebenarnya berasal dari bahasa Latin, yaitu Capistrastrum. Namun, istilah Capistrastrum ini

kemudian dalam bahasa Perancis berubah menjadi Cadastre, yang berarti suatu register

atau capita atau unit yang diadakan untuk kepentingan pajak tanah Romawi (Parlindungan,

1990). Pendaftaran tanah juga dapat didefinisikan sebagai proses pencatatan hak

kepemilikan atau penggunaan tanah secara legal (McLaughlin dan Nichols, 1989 dalam

Zevenbergen, 2002).

Sementara itu, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997

mendefinisikan bahwa pendaftaran tanah merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan

oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan, dan teratur, meliputi

pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan

data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-

satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang

tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu

yang membebaninya. Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas, luas bidang tanah,

dan satuan rumah susun yang di daftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan

atau bagian bangunan di atasnya. Data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum

bidang tanah dan satuan rumah susun yang di daftar serta pemegang haknya, hak pihak lain,

dan beban-beban lain yang membebaninya.

Pendaftaran tanah juga dimaksudkan untuk mencatatkan identitas tanah yang telah dimiliki

seseorang atau suatu badan dengan hak tertentu ke Kantor Pertanahan Kebupaten/Kota

tempat tanah tersebut berada, kemudian pemegang hak atas tanah tersebut diberikan

sertifikat hak atas tanah (Perangin, 1994; Indiraharti, 2009). Identitas tanah berisi

keterangan-keterangan mengenai sebidang tanah, sehingga bidang tanah tersebut dapat

dengan jelas diketahui haknya, luasnya, batas-batasnya, keadaannya, letaknya, pemiliknya,

dan ciri-ciri khas lainnya (Ballantyne dan Dobbin, 2000).

a. Pendaftaran Tanah Pertama Kali

Dalam upaya pelaksanaan pendaftaran tanah perlu dilakukan kegiatan ajudikasi, yaitu

kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali.

Kegiatan ajudikasi meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data

Page 21: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

11

yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan

pendaftarannya. Pendaftaran tanah untuk pertama kali dapat dilaksanakan secara

sistematik atau sporadik (PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah).

Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak meliputi semua obyek pendaftaran yang belum di daftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa / kelurahan.

Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa / kelurahan secara individual atau massal.

Perbedaan antara pendaftaran tanah secara sistematik dengan sporadik dapat di lihat pada

Tabel II.1 berikut.

Tabel II.1 Perbandingan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Secara Sistematik dan Secara Sporadik

Perbedaan Pendaftaran Tanah Secara

Sistematik Pendaftaran Tanah Secara

Sporadik

Pelaksanaan Serentak Individu atau massal Sumber Biaya Dibiayai oleh pemerintah Biaya pribadi

Jangka Waktu Perolehan Data

Lebih cepat mendapatkan data tentang bidang-bidang tanah yang akan di daftar

Lebih lama mendapatkan data tentang bidang-bidang tanah yang akan di daftar

Jangka Waktu Persiapan dan Pelaksanaan

Lebih memerlukan waktu yang panjang dalam persiapan dan pelaksanaannya

Tidak memerlukan waktu yang panjang dalam persiapan dan pelaksanaannya

Jumlah Objek yang Didaftarkan

Semua obyek pendaftaran tanah didaftarkan

Hanya satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah didaftarkan

Pelaksanaan Dilaksanaan atas permintaan dari pemerintah

Dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan

Sumber: Dikembangkan dari PP 24/1997 dan Analisis Penulis, 2016

b. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah

Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali

dan pemeliharaan data pendaftaran tanah (PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah).

Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi:

Pengumpulan dan pengolahan data fisik, dilakukan dengan dengan cara pengukuran dan

pemetaan yang meliputi penetapan batas bidang-bidang tanah, pengukuran dan

pemetaan bidang-bidang tanah, pembuatan peta pendaftaran, serta pembuatan daftar

tanah dan surat ukur.

Pembuktian hak dan pembukuannya

Penerbitan sertifikat

Page 22: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

12

Penyajian data fisik dan data yuridis, meliputi peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur,

buku tanah, dan daftar nama dengan cara pengisian, penyimpanan, pemeliharaan dan

penggantiannya ditetapkan oleh Menteri

Penyimpanan daftar umum dan dokumen

Sementara itu, kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi pendaftaran

perubahan dan pembebanan hak serta pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah

lainnya. Hal-hal mengenai tata cara pendaftaran tanah seluruhnya telah dimuat dalam PP

24/1997 tentang Pendaftaran Tanah.

II.2.2 Sistem Publikasi Dalam Sistem Pendaftaran Tanah

Pendaftaran tanah di setiap negara memiliki sistem publikasi tanah yang berbeda antara

satu negara dengan negara yang lain. Sistem publikasi dalam pendaftaran tanah ada dua

jenis, yaitu sistem publikasi positif dan sistem publikasi negatif. Perbedaan kedua sistem

publikasi tersebut terletak pada jenis sistem pendaftarannya. Sistem publikasi positif selalu

menggunakan sistem pendaftaran hak (registration of titles), sedangkan sistem publikasi

negatif selalu menggunakan sistem pendaftaran akta (registration of deeds) (Harsono, 2008;

Hanstad, 1998). Di Amerika Serikat, sistem pendaftaran akta ini disebut “Land Recordation”

yang meliputi pendaftaran atau pencatatan dokumen yang mempengaruhi hak atas tanah

(Hanstad, 1998).

a. Sistem Publikasi Negatif (Registration of Deeds)

Dalam sistem publikasi negatif pada sistem pendaftaran akta, Pejabat Pendaftaran Tanah

(PPT) tidak melakukan pengujian terhadap kebenaran data yang tercantum dalam akta

(pasif). Akta pada sistem pendaftaran tanah berfungsi sebagai alat bukti peristiwa atau

perbuatan hukum yang bersifat kuat. Setiap terjadi perubahan sertifikat tanah, maka wajib

dibuatkan akta baru dan data yuridis yang diperlukan harus dicari di dalam akta-akta yang

bersangkutan. Akan tetapi, untuk memperoleh data yuridis harus dilakukan title search yang

dapat memakan waktu dan biaya karena menggunakan bantuan ahli. Selain itu, negara tidak

menjamin bahwa data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertifikat adalah benar,

selama tidak dibuktikan dengan alat bukti lain. Apabila data dalam sertifikat tidak benar,

baik kesalahan register ataupun penipuan, maka dapat dilakukan perubahan berdasarkan

keputusan pengadilan. Namun demikian, pada sistem publikasi negatif ini, negara tidak

memberikan kompensasi ganti rugi kepada pihak-pihak yang kehilangan hak atas tanahnya

akibat kesalahan register ataupun penipuan.

b. Sistem Publikasi Positif (Registration of Titles)

Sistem publikasi positif dalam sistem pendaftaran tanah (registration of titles) dikenal

sebagai Sistem Torrens (Carruthers, 2015). Sistem Torrens (The Real Property Art) berasal

dari Australia Selatan. Kata “Torrens” merujuk pada nama penemu sistem pendaftaran ini,

yaitu Robert Richard Torrens pada tahun 1858 (International Land System, 2009). Sistem

Page 23: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

13

publikasi positif merupakan perbaikan atau penyempurnaan dari sistem pendaftaran

sebelumnya. Perbaikan kualitas sistem pendaftaran tanah ini ditunjukkan dengan adanya

kemudahan bagi para pemilik tanah untuk memperoleh data yuridis tanpa harus melakukan

title search pada akta-akta yang ada serta memberikan kepastian hukum pada tanah yang

didaftarkan (Xavier, 2011; Carruthers, 2015).

Sistem publikasi positif meliputi identifikasi satu atau banyak bidang tanah dan menentukan

siapa orang atau organisasi apa yang dapat memiliki hak atas sebidang tanah tersebut, yang

kemudian dicatat dalam register tanah. Sebelum melakukan pencatatan, Pejabat

Pendaftaran Tanah melakukan pengujian terhadap kebenaran data yang tercantum dalam

akta sebelum dilakukan pendaftaran haknya dalam Buku Tanah (bersifat aktif) serta

menyusun semua hal yang berkaitan dengan pencatatan hak tanah, seperti hak gadai,

easements, hipotek, sewa, dan perjanjian. Pecatatan kepemilikan atas tanah meliputi

pencatatan nomor seri, lokasi, dan batas-batas bidang tanah yang ditandai pada peta serta

nama pemiliknya (Dale, 1995).

Dalam sistem pendaftaran tanah publikasi positif terdapat penerbitan sertifikat hak atas

tanah (sertificate of title) yang digunakan sebagai alat bukti pemegang hak atas tanah yang

didaftarkan. Sertifikat tanah merupakan alat bukti pemegang hak atas tanah yang paling

lengkap dan tidak dapat diganggu gugat (indefeasible). Bahkan, negara menjamin bahwa

data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertifikat adalah benar. Dengan demikian,

apabila ternyata terdapat kesalahan prosedur dalam pendaftarannya yang mengakibatkan

kerugian bagi pihak yang mungkin lebih berhak, maka negara memberikan jaminan dana

kompensasi (Hanstad, 1998; Zevenbergen, 2002). Jaminan keamanan bagi tanah yang

terdaftar ada tiga kriteria, yaitu (1) benda (property) atau tanah yang terdaftar (the property

register); (2) kepemilikan atau penguasaan (the proprietorship register); dan (3) jaminan

hak-hak yang ada (the charges register). Perbandingan antara sistem publikasi positif

dengan publikasi negatif dapat dilihat pada Tabel II.2.

Tabel II.2 Perbandingan Sistem Publikasi Dalam Pendaftaran Tanah

Perbedaan Sistem Publikasi Negatif Sistem Publikasi Positif

Jenis sistem pendaftaran tanah

Akta (registration of deeds) Hak (registration of titles)

Sifat sertifikat dan buku tanah

Sebagai tanda bukti yang bersifat kuat

Sebagai tanda bukti yang bersifat mutlak

Jaminan negara atas data fisik dan data yutridis

Negara tidak menjamin bahwa data fisik dan data yuridis dalam sertifikat adalah benar, selama tidak dibuktikan dengan alat bukti lain. Apabila data dalam sertifikat tidak

Negara menjamin bahwa data fisik dan data yuridis dalam sertifikat adalah benar, tidak dapat diganggu gugat, serta memberikan kepercayaan yang

Page 24: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

14

Perbedaan Sistem Publikasi Negatif Sistem Publikasi Positif

benar, maka dapat dilakukan perubahan berdasarkan keputusan pengadilan.

mutlak pada buku tanah

Kelebihan

Pihak lain yang dirugikan atas diterbitkan sertifikat dapat mengajukan keberatan kepada penyelenggara pendaftaran tanah untuk membatalkan sertifikat

Pihak ketiga yang memperoleh tanah dengan itikad baik mendapatkan perlindungan hukum yang mutlak (indefeasible).

Pihak lain yang dirugikan atas diterbitkannya sertifikat tanah mendapatkan kompensasi dalam bentuk yang lain.

Kekurangan

Pejabat pendaftaran tanah bersifat pasif, karena tidak mendukung keakuratan dan kebenaran data dalam sertifikat

Mekanisme kerja pejabat pendaftaran tanah kurang transparan, sehingga kurang dapat dipahami oleh masyarakat awam.

Waktu sangat lama, karena pelaksanaan pendaftaran tanah bersifat aktif dan teliti;

Pemilik hak atas tanah yang sebenarnya akan kehilangan hak

Wewenang pengadilan diletakkan dalam wewenang administratif karena penerbitan sertifikat tidak dapat diganggu gugat.

Sumber: Dikembangkan dari PP 24/1997; Effendy (1993); Dale (1995); Hanstad (1998);

Zevenbergen (2002); Suardi (2005); Xavier, 2011

II.2.3 Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Negara Lain

Subbab ini akan menguraikan tentang perbedaan antara negara yang menggunakan sistem

pendaftaran tanah publikasi negatif dengan negara yang menggunakan sistem pendaftaran

tanah publikasi positif. Negara yang menjadi contoh penerapan sistem pendaftaran tanah

publikasi negatif adalah Indonesia, sedangkan negara yang menjadi contoh penerapan

sistem pendaftaran tanah publikasi positif adalah Australia, Malaysia, Hongkong, Kanada,

Inggris, Tanzania, dan Austria.

a. Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia

Sistem pendaftaran tanah di Indonesia menurut PP 24/1997 menggunakan sistem

pendaftaran tanah publikasi negatif bertendensi positif. Maksud dari sistem publikasi

negatif bertendensi positif adalah sistem pendaftaran tanah ini menggunakan sistem

pendaftaran hak (sistem Torrens / registration of titles), tetapi sistem publikasinya belum

dapat positif murni. Hal ini dikarenakan, data fisik dan data yuridis dalam sertifikat tanah

belum pasti benar, meskipun harus diterima oleh Pengadilan sebagai data yang benar

selama tidak ada alat pembuktian yang membuktikan sebaliknya (Indiraharti, 2009). Selain

Page 25: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

15

itu, apabila suatu pihak mengalami kehilangan hak atas tanah akibat pengalihan hak atas

tanah oleh pihak lain secara ilegal atau kesalahan dalam register, maka pemerintah tidak

memberikan jaminan ganti rugi. Guna mengatasi kelemahan sistem publikasi dalam sistem

pendaftaran tanah tersebut, selama ini Indonesia menggunakan lembaga rechtsverwerking.

Penggunaan lembaga rechtsverwerking disebabkan oleh hukum tanah Indonesia masih

menggunakan dasar hukum adat dan tidak mengenal lembaga lain, seperti acquisideve

verjaring atau adverse possession. Dalam hukum adat, apabila seseorang selama sekian

waktu membiarkan tanahnya tidak dikerjakan, kemudian tanah itu dikerjakan oleh orang

lain yang memperoleh hak atas tanah tersebut dengan itikad baik, maka pemilik tanah

semula akan mengalami kehilangan hak atas tanahnya (UUPA).

b. Sistem Pendaftaran Tanah di Negara Lain

Kebalikan dari sistem pendaftaran tanah di Indonesia, sebagian besar negara-negara di

dunia telah menerapkan Sistem Torrens atau sistem publikasi positif sebagai sistem

pendaftaran tanahnya, terutama negara-negara maju. Beberapa contoh negara yang sudah

menerapkan sistem publikasi positif dalam sistem pendaftaran tanahnya antara lain

Australia, Malaysia, Hongkong, Kanada, Inggris, Tanzania, dan Austria. Dalam menerapkan

sistem publikasi positif, negara-negara tersebut juga menerapkan konsep indefeasible dan

indemnity sebagai bentuk pemberian kompensasi ganti rugi atas kesalahan dalam sertifikasi

hak atas tanah.

Di Australia, sistem pendaftaran tanah menggunakan sistem publikasi positif yang dikenal

dengan nama sistem Torrens, yang diatur dalam Land Titles Act 1925. Di Malaysia, sistem

pendaftaran tanah diatur di dalam National Land Code. Penerapan sistem publikasi positif

dalam sistem pendaftaran tanah telah diberlakukan sejak tahun 1965. Namun demikian, di

dalam penerapan sistem pendaftaran tanah publikasi positif, Malaysia juga menerapkan

prinsip-prinsip hukum Islam dan hukum adat (Wu dan Kepli, 2011). Sementara itu, pada

tahun 2009, Hongkong merubah sistem publikasi negatif menjadi sistem publikasi positif

dalam sistem pendaftaran tanahnya. Untuk perlindungan hak atas tanahnya, Hongkong

menerapkan title insurance. Title insurance adalah sebuah asuransi hak yang berfungsi

untuk mengatasi atau mengurangi resiko atas kemungkinan kehilangan hak atas tanah

(Indiraharti, 2009).

Di Kanada, sistem pendaftaran tanahnya didasarkan pada Indian Land Register yang dibuat

dibawah Indian Act. Sistem pendaftaran tanah di Kanada menggabungkan sistem informal

dan hukum adat kepemilikan tanah. Sehingga, urusan penyelesaian sengketa tanah harus

sesuai dengan adat istiadat atau budaya setempat. Di samping itu, pencatatan pendaftaran

tanah di Kanada harus berisi tentang sertifikat kepemilikan tanah, surat keterangan

pekerjaan, dan transaksi-transaksi lainnya (Pasal 21, Indian Act). Saat ini, sistem pendaftaran

tanah di Kanada telah menggunakan sistem online yang disebut sebagai Indian Land Registry

System (ILRS). ILRS didirikan untuk memberikan sebuah kepercayaan bagi para pemegang

Page 26: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

16

hak atas tanah di Canada (Minister of Aboriginal Affairs and Northern Development, 2013).

ILRS adalah panduan serangkaian prosedur interaksi yang dirancang untuk mengatur

pendaftaran hak atas tanah, klaim atas pendaftaran tanah, dan pemberitahuan klaim

kepentingan dalam tanah cadangan. ILRS adalah tempat penyimpanan dokumen, namun

tidak menjamin keakuratan dokumen hak atas tanah yang diajukan di dalamnya. ILRS

berbasis web dan seluruh dokumen pertanahan dapat dilihat secara online.

Di Inggris, hukum pertanahan menganut sistem Anglo-Saxon, yaitu suatu sistem hukum

yang didasarkan pada hukum yurisprudensi. Konsep yang berlaku di tanah Anglo Saxon

adalah feodal. Konsep feodal menetapkan bahwa semua tanah adalah milik raja dan tidak

ada orang lain yang memiliki tanah. Bagi mereka yang mendapatkan penguasaan tanah dari

raja diwajibkan membayar sebagian (seperdua atau sepertiga) dari hasil tanahnya kepada

raja, khususnya tanah-tanah pertanian. Pemilik hak atas tanah raja disebut sebagai penyewa

(Apriyana, 2016).

Penguasaan atas tanah atau pendaftaran hak atas tanah raja dilakukan oleh lembaga

pertanahan Land Registry. Land Registry merupakan lembaga pemerintah non-kementrian

yang dibentuk pada tahun 1862. Tugas Land Registry adalah mendaftarkan kepemilikan

(sertifikasi) atas tanah dan properti di Inggris dan Wales. Land Registry dipimpin oleh Chief

Executive dan Chief Land Registrar yang bertanggung jawab kepada Secretary of State for

Business Innovation and Skills (Menteri Inovasi dan Keahlian Bisnis).

Pegawai Land Registry berjumlah 4.357 orang (per 1 September 2015) yang terdiri dari

3.900 orang full-time dan 457 orang paruh waktu. Banyaknya jumlah pegawai pertanahan

ini menunjukkan bahwa terpenuhinya kepuasan pelanggan atas kualitas pelayanan hingga

mencapai 94% (tahun 2014/2015). Selain itu, sebagian besar pendaftaran tanah yang

diterima pada hari tersebut selesai dalam waktu 12 hari dan sebagian lainnya selesai pada

hari yang sama sejak diterimanya pendaftaran tersebut dengan kualitas yang cukup

memuaskan pelanggan.

Salah satu faktor penunjang pelaksanaan tugas land registry tersebut terletak pada

pelaksanaan survei dan pemetaan. Kebutuhan survei dan pemetaaan di Inggris dilaksanakan

secara profesional oleh Royal Institution of Chartered Surveyors (RICS). RICS merupakan

badan professional yang sudah diakui secara global. Cara kerja RICS didasarkan pada lima

prinsip profesionalisme, yaitu mematuhi standar dan persyaratan pendaftaran, menyambut

pengawasan eksternal, menempatkan kepentingan pelanggan di atas kepentingan pribadi,

patuh pada kode etik dan standar professional, serta komitmen untuk pembelajaran seumur

hidup dan kompetensi profesional. Bahkan saat ini, sistem pendaftaran, perubahan, dan

pengalihan hak atas tanah di Inggris juga telah dilakukan secara online menggunakan sistem

electronic conveyancing.

Page 27: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

17

Tanzania sebagai salah satu negara berbentuk republik di Afrika bagian timur juga telah

menggunakan sistem publikasi positif dalam sistem pendaftaran tanah. Sistem pendaftaran

tanah di Tanzania tercantum dalam Land Registration Act (Cap 334). Land Registration Act

(Cap 334) berisi tentang prosedur-prosedur dan administrasi untuk pendaftaran tanah.

Salah satu pasal dalam Land Registration Act (Cap 334) adalah mengatur tentang tanah-

tanah yang dapat didaftarkan, yaitu:

a. Tanah milik pribadi, tanah sewa, atau tanah yang berdasarkan ketentuan undang-undang

dinyatakan sebagai freehold yang dapat dimiliki secara pribadi/perseorangan.

b. Tanah yang diperoleh sebelum 26 Januari 1923 (hari kemerdekaan). Tanah yang telah

digunakan dan dimanfaatkan sebelum 26 Januari 1923 dianggap sebagai tanah milik

pribadi dengan hak mutlak.

c. Hak milik atas tanah dan bangunan yang diwariskan dari pemerintahan Jerman.

d. Setiap tanah yang sebelumnya dimiliki secara mutlak dan secara sah telah diberikan,

dihibahkan, atau didedikasikan sebagai tanah wakaf di bawah hukum Islam dianggap

menjadi Hak Milik, meskipun mulanya berupa sumbangan atau hibah.

Selain negara-negara di atas, Austria sebagai salah satu negara berbentuk republik di Eropa

Tengah juga telah menerapkan sistem publikasi positif dalam pendaftaran tanah. Dalam

upaya menuju sistem pendaftaran tanah publikasi positif hingga menggunakan web-portal

sebagai e-geodata untuk sistem pendaftaran tanahnya, Austria menempuh waktu selama

191 tahun. Hal-hal yang dilakukan oleh pemerintah Austria selama 191 tahun ini antara lain:

pengimplementasian “Stabile Cadastre” (1817-1861); pengenalan sistem pendaftaran tanah

(1871); penghubungan kadaster dengan pendaftaran tanah (1883); penetapan Surveying Act

(pembuatan peta dasar) (1969); pembuatan basis data perumahan (1985); pembuatan peta

pendaftaran tanah secara digital (1989-2003); pengenalan teknologi GIS untuk pembuatan

peta pertanahan (1996); dan pembuatan sistem pendaftaran tanah berbasis web, yaitu e-

geodata Austria yang dapat diakses melalui www.bev.gv.at (2008). Sistem pendaftaran

tanah di Austria ini sudah 100% berbentuk digital dan format GIS (Geographical Information

System). Contoh peta kadastral digital Austria dan gambaran peta pertanahan yang

diekstrak dari peta kadastral digital dapat di lihat pada Gambar II.1 dan Gambar II.2.

Page 28: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

18

Gambar II.1 Peta Kadastral Digital Austria Sumber: BEV – Federal Office of Metrology and Surveying, 2009

Gambar II.2 Contoh Peta yang di ekstrak dari Peta Kadastral Digital Austria Sumber: BEV – Federal Office of Metrology and Surveying, 2009

II.3 Hukum Indefeasible, serta Kasus Penipuan Terkait Pertanahan dan Penyelesaiannya

a. Hukum Indefeasible

Hukum “indefeasibile” merupakan pusat atau hal penting yang harus ada dalam sistem

pendaftaran publikasi positif. Hukum indefeasible didasari oleh tiga prinsip utama (Land

Registration Act 2002; Hamilton, 2013), yaitu:

Page 29: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

19

Prinsip pertama adalah “prinsip cermin (mirror principle)”. Prinsip ini mengharuskan

hasil pendaftaran tanah dapat mencerminkan fakta-fakta terkini dari hak kepemilikan

tanah secara akurat dan lengkap, baik pengalihan hak atas tanah, hipotek tanah, sewa

tanah, atau tanah hasil perjanjian. Seluruh infromasi tanah harus dimasukkan ke dalam

sertifikat tanah dan sistem online agar dapat dilihat oleh seluruh masyarakat.

Prinsip kedua adalah “prinsip tabir (curtain principle)”. Prinsip ini menyatakan bahwa

sebuah tabir digunakan pada register untuk memberikan kepercayaan kepada pembeli

(purchaser). Dalam hal ini pembeli tidak perlu menyelidiki atau mencari kembali sejarah

atau riwayat masa lalu kepemilikan tanah seperti yang telah tergambar pada register,

serta kepemilikan tanah tidak perlu dibuktikan dengan dokumen yang rumit dan panjang.

Prinsip ketiga adalah “prinsip asuransi (insurance principle)”. Prinsip ini menjelaskan

tentang penyediaan kompensasi atau jaminan pada sistem pendaftaran hak (publikasi

positif). Dalam hal ini, apabila register terbukti tidak benar mengenai tanah yang

didaftarkan, maka pemerintah harus memberikan kompensasi atau ganti rugi terhadap

para pendaftar tanah yang telah dirugikan.

Selain itu, dalam hukum “indefeasibile” pada sistem publikasi posittif, ada dua jenis jaminan

ganti rugi, yaitu immediate indefeasible dan deffered indefeasible. Immediate indefeasible

adalah pembuatan sistem kepemilikan tanah melalui registrasi atau pendaftaran hak atas

tanah yang dirancang untuk melindungi pihak yang tidak bersalah seperti pembeli tanah

maupun pemberi sewa. Dengan kata lain, konsep immediate indefeasible adalah melindungi

pihak yang memiliki hak atas tanah saat ini, meskipun proses kepemilikan atas tanah

diperantara oleh seorang penipu atau dilakukan dengan cara penipuan. Bagi pihak yang

dirugikan atas kehilangan tanahnya (pemilik asli), maka akan memperoleh jaminan ganti rugi

dari pemerintah (Land Registration Act 2002; Xavier, 2011; Hamilton, 2013).

Sementara itu, deffered indefeasible dicontohkan melalui kasus tiga pihak, yaitu pemilik asli

tanah, pemilik tanah kedua yang memeproleh tanah dari seorang penipu, dan pemilik ketiga

sebagai pihak yang memperoleh tanah dengan itikad baik tanpa mengetahui bahwa

peralihan tanah dari pemilik asli kepada pemilik kedua diperantara oleh seorang penipu

(pemilik tangguhan). Pada konsep ini, hukum pertanahan melindungi pemilik asli dan

pemilik ketiga. Perlindungan kepada pemilik asli terjadi ketika pemilik kedua yang

memperoleh tanah dari seorang penipu mendapatkan klaim dari pemilik asli, maka hukum

pertanahan akan memihak pada pemilik asli dan hak kepemilikan atas tanah akan kembali

kepada pemilik asli. Sedangkan, pemilik kedua mendapatkan ganti rugi dari pemerintah.

Sementara, perlindungan kepada pemilik ketiga terjadi ketika pemilik ketiga memperoleh

tanah dari pemilik kedua (tanpa mengetahui bahwa pengalihan hak atas tanah dari pemilik

asli kepada pemilik kedua diprakarsai oleh penipu). Kemudian pemilik ketiga mendapatkan

klaim dari pemilik asli (pemilik pertama). Dalam hal ini, hukum pertanahan akan memihak

pada pemilik ketiga dan hak kepemilikan atas tanah tetap menjadi milik pemilik ketiga.

Page 30: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

20

Pemilik asli mendapatkan ganti rugi dari pemerintah, tetapi pemilik kedua tidak

mendapatkan jaminan ganti rugi. Kerugian yang diperoleh pemilik kedua ini karena pemilik

kedua seharusnya dapat melakukan investigasi transaksi terlebih dahulu terhadap tanah dan

dapat menghindari penipuan, sedangkan pemilik ketiga tidak dapat melakukan investigasi

transaksi (Land Registration Act 2002; Xavier, 2011; Hamilton, 2013).

b. Kasus-kasus Penipuan dan Penyelesaiannya

Berikut ini contoh-contoh kasus penipuan terkait pertanahan yang seringkali terjadi di

berbagai negara beserta cara penyelesaiannya berdasarkan hukum “indefeasible”.

Kasus I

Pihak A adalah pemilik tunggal dari suatu tanah. Kemudian, seorang penipu memalsukan

identitas A dan menjual tanah ini pada pihak B, lalu pihak B menjadi pemilik tanah. Dalam

kasus ini, pihak A maupun pihak B adalah korban yang tidak mengetahui adanya pemalsuan

dalam kegiatan jual beli tanah. Di samping itu, pihak B juga tidak melakukan pemeriksaan

kebenaran dokumen-dokumen atas tanah tersebut. Pada suatu saat, pihak A mengetahui

kasus ini dan menginginkan kepemilikan tanah ini kembali pada pihak A. Pertanyaan: Pihak

mana yang akan mendapatkan jaminan ganti rugi dan pihak mana yang akan memperoleh

hak kepemilikan atas tanah?

Kasus II

Pihak A adalah pemilik tunggal dari suatu tanah. Kemudian, seorang penipu memalsukan

identitas A dan menjual tanah ini pada pihak B, lalu pihak B menjadi pemilik tanah.

Selanjutnya, pihak B menjual atau menggadaikan tanah ini pada pihak C dan pihak C

menjadi pemilik tanah. Dalam kasus ini, pihak A, B, maupun pihak C adalah korban yang

tidak mengetahui adanya pemalsuan dalam kegiatan jual beli tanah. Di samping itu, pihak B

dan C juga tidak melakukan pemeriksaan kebenaran dokumen-dokumen atas tanah

tersebut. Pada suatu saat, pihak A mengetahui kasus ini dan menginginkan kepemilikan

tanah ini kembali pada pihak A. Pertanyaan: Pihak mana yang akan mendapatkan jaminan

ganti rugi dan pihak mana yang akan memperoleh hak kepemilikan atas tanah?

Penyelesaian Kasus Penipuan

Penyelesaian Kasus Penipuan di Indonesia (Sistem Publikasi Negatif) Dalam upaya penyelesaian kedua kasus terkait pertanahan di atas, pemerintah Indonesia

menggunakan jalur hukum/pengadilan atau melalui mediasi. Hal ini dikarenakan pemerintah

tidak menjamin bahwa data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertifikat adalah

benar. Di samping itu, apabila ada pihak yang dirugikan atas hilangnya hak kepemilikan atas

tanah, maka pemerintah tidak dapat memberikan biaya ganti rugi kepada pihak tersebut.

Page 31: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

21

Penyelesaian Kasus Penipuan di Negara Lain (Sistem Publikasi Positif)

Sementara itu, bagi negara-negara yang menerapkan sistem publikasi positif dalam sistem

pendaftaran tanahnya, penyelesaian kedua kasus di atas diselesaikan menggunakan hukum

“indefeasibile”, baik immediate indefeasible atau deffered indefeasible.

Di Australia dan Inggris, penyelesaian kasus-kasus terkait pertanahan menggunakan

immediate indefeasible sebagai jaminan ganti rugi atas kasus-kasus penipuan, pemalsuan,

atau kesalahan dalam pencatatan oleh register. Pada kasus I dan kasus II, apabila pihak A

adalah pemilik lahan, kemudian pihak A menjual lahan tersebut kepada pihak B, maka pihak

B menjadi pemilik atas tanah tersebut (selama B tidak melakukan pelanggaran). Namun,

apabila ditemukan bahwa pengalihan hak atas tanah pihak A kepada pihak B telah

dipalsukan oleh pihak ketiga, maka pihak A tetap akan kehilangan tanahnya dan

mendapatkan ganti rugi dari registrar/pencatat. Hal ini juga berlaku pada pengalihan

kepemilikan tanah dari pihak A (pemilik asli) kepada pihak B melalui seorang penipu,

kemudian pihak B menjual tanah tersebut kepada pihak C. Dalam kasus II ini, apabila pihak C

mendapatkan klaim dari pemilik asli (A), maka pihak C akan mendapatkan perlindungan

hukum dari negara dan akan tetap memiliki hak atas tanah tersebut, sedangkan pemilik asli

(A) akan mendapatkan ganti rugi atas kehilangan tanahnya (Land Registration Act 2002 dan

Land Titles Act).

Namun, penyelesaian kasus-kasus terkait pertanahan di Kanada, Malaysia, dan Hongkong

menggunakan deffered indefeasible sebagai jaminan ganti rugi atas kasus-kasus penipuan,

pemalsuan, atau kesalahan dalam pencatatan oleh register (Xavier, 2011). Pada kasus I,

apabila pihak A adalah pemilik lahan, kemudian pihak A menjual lahan tersebut kepada

pihak B, maka pihak B menjadi pemilik atas tanah tersebut (selama B tidak melakukan

pelanggaran). Namun, apabila ditemukan bahwa pengalihan hak atas tanah pihak A kepada

pihak B telah dipalsukan oleh pihak ketiga, maka pihak B harus mengembalikan hak milik

atas tanah tersebut kepada pihak A, sedangkan pihak B akan mendapatkan jaminan ganti

rugi dari pemerintah. Akan tetapi, pada kasus II, apabila pengalihan kepemilikan tanah dari

A ke B tidak ditemukan masalah sampai pihak B menjual kembali tanah tersebut kepada

pihak C, maka pihak C akan tetap memiliki tanah tersebut (pihak yang tidak bersalah)

sedangkan pihak A mendapatkan ganti rugi atas kehilangan tanah.

II.4 Upaya Negara Lain Dalam Persiapan Perubahan Sistem Publikasi Positif

Sebagian besar ahli setuju bahwa berbagai jenis sistem pendaftaran tanah merupakan

elemen penting untuk perkembangan ekonomi pasar. Tanah adalah sumberdaya

fundamental yang paling efektif digunakan dan dipertukarkan saat hak atas tanah telah

teregister. Dalam upaya merancang sistem pendaftaran tanah yang baru, terdapat hal-hal

penting yang harus dilakukan guna memperoleh keberhasilan dalam penerapan sistem

pendaftaran tanah yang baru (Hanstad, 1998).

Page 32: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

22

Kondisi penting untuk memperoleh keberhasilan (Hanstad, 1998), antara lain:

Pemilik tanah dan orang lain harus secara umum memahami dan mendukung

pengenalan sistem pendaftaran tanah yang baru. Sebelum merancang sistem

pendaftaran tanah yang baru, masyarakat diharuskan untuk terlabih dahulu memperoleh

sosialisasi dari pemerintah. Pada sosialisasi ini masyarakat perlu mengetahui dan

memahami dengan baik sistem pendaftaran yang baru, baik keuntungan dan kelebihan

sistem maupun ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam sistem pendaftaran yang

baru,.

Pemerintah harus memahami biaya pengeluaran dan durasi operasi yang dibutuhkan

pada sistem pendaftaran tanah yang baru. Pendaftaran tanah adalah sebuah investasi

jangka panjang. Untuk persiapan penerapan sistem pendaftaran tanah yang baru,

pemerintah akan membutuhkan jumlah anggaran yang cukup besar, sementara,

pemeliharaan terhadap pelaksanaan sistem pendaftaran tanah selanjutnya adalah

tanggungjawab permanen yang harus sangat diperhatikan. Oleh sebab itu, apabila sistem

pendaftaran tanah yang baru tidak dapat dilakukan secara efisien dan berkelanjutan,

maka sistem pendaftaran tanah ini sebaiknya dihentikan karena akan membutuhkan

biaya yang semakin mahal.

Hak atas tanah dan batas-batas properti harus dapat dikenali dan didefinisikan dengan

jelas. Hak atas tanah yang ada pada pengguna tanah dan batas-batas kepemilikan tanah

mereka harus dapat dikenali/diketahui dan didefinisikan dengan jelas agar tidak

menimbulkan sengketa yang berkepanjangan. Penentuan batas-batas kepemilikan

properti dapat dilakukan dengan cara meletakkan pagar buatan, pagar dari tanaman,

tanggul, sungai, dan sebagainya, bahkan cara ini dapat mengurangi biaya.

Pelaksanaan survei tanah yang berkualitas dan jumlah pegawai juru ukur harus sesuai

dengan jumlah bidang tanah yang harus disertifikatkan. Kompilasi dan pemeliharaan

sistem pendaftaran tanah sangat bergantung pada jumlah ketersediaan pegawai juru

ukur tanah yang kompeten, profesional, dan berkualitas.

Harus tersedia sistem pembangunan hak atas tanah. Agar pendaftaran tanah dapat

berhasil dengan baik, maka diperlukan sistem kepemilikan hak atas tanah yang telah

dibangun dan dikembangkan. Sistem pendaftaran tanah meregister hak tanah secara

legal. Namun demikian, apabila hak-hak atas tanah tersebut masih bersifat ambigu, tidak

ada, atau kurang baik, maka pendaftaran hak-hak atas kepemilikan tanah menjadi mahal

dan boros.

Kesimpulan

Dari uraian tinjauan pustaka mengenai sistem pendaftaran tanah di atas ditemukan

beberapa hal yang menjadi perhatian utama dalam upaya perubahan sistem pendaftaran

tanah publikasi positif. Guna merealisasikan penerapan sistem publikasi positif, terdapat

hal-hal penting yang harus diperhatikan, yaitu pemerintah harus memahami keadaan yang

membuat pendaftaran tanah sangat diperlukan, pemerintah harus mampu memenuhi

Page 33: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

23

kondisi prasyarat, dan pemerintah diharapkan melakukan berbagai upaya agar memperoleh

keberhasilan.

Keadaan yang membuat pendaftaran tanah menjadi sangat diperlukan, antara lain: (1)

belum kuatnya jaminan kepastian hukum hak atas tanah yang menimbulkan ketidakamanan

dan ketidakpastian hak kepemilikan tanah; (2) terdapat perkembangan awal dari pasar

tanah; (3) terdapat permasalahan sengketa tanah yang cukup tinggi dan berlarut-larut; (3)

terdapat kebutuhan untuk menyediakan dasar kredit, terutama bagi para petani; (4)

terdapat upaya melakukan perumusan pelaksanaan redistribusi tanah dengan cari legalisasi

dan redistribusi tanah.

Selain itu, terdapat beberapa kondisi prasyarat yang harus dipenuhi oleh Indonesia dalam

upaya merealisasikan sistem publikasi positif, yaitu: (1) tercapainya cakupan wilayah bidang

tanah bersertifikat mencapai 80% dari wilayah nasional; (2) tercapainya cakupan peta dasar

pertanahan mencapai 80% dari wilayah nasional; (3) terpenuhinya tata batas kawasan hutan

dengan peta skala kadastral dipublikasi dan terintegrasi dengan sistem pendaftaran tanah

nasional; serta (4) terpenuhinya pemetaan tanah adat/ulayat. Agar penerapan sistem

publikasi yang baru dalam sistem pendaftaran tanah memperoleh keberhasilan, terdapat

beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah, antara lain:

1. Pemahaman pemerintah terkait biaya pengeluaran dan durasi operasi yang dibutuhkan

pada sistem pendaftaran tanah yang baru. Pada dasarnya, pendaftaran tanah adalah

sebuah investasi jangka panjang. Oleh sebab itu, pemerintah harus mengetahui

kemampuan anggaran biaya pemerintah. Namun, apabila sistem pendaftaran tanah yang

baru tidak dapat dilakukan secara efisien dan berkelanjutan, maka sebaiknya dihentikan

karena akan membutuhkan biaya yang semakin mahal.

2. Sosialisasi dan Evaluasi. Seluruh penduduk Indonesia, baik masyarakat maupun

pemerintah, harus mengenal, memahami, dan mendukung sistem publikasi yang baru

untuk sistem pendaftaran tanah melalui sosialisasi dari pemerintah (BPN) . Selain

sistem publikasi sebelumnya dalam sistem pendaftaran tanah dari penduduk. Tujuan

evaluasi adalah untuk mengetahui berbagai kekurangan dan kelebihan, baik halangan

maupun kualitas pelayanan pendaftaran tanah. Melalui upaya sosialisasi dan evaluasi ini

diharapkan dapat mencegah timbulnya permasalahan yang sama dalam penerapan

sistem publikasi tanah yang baru.

3. Perubahan peraturan perundang-undangan yang mengatur sistem pendaftaran tanah.

Berbagai peraturan perundang-undang tentang pendaftaran tanah di Indonesia harus

diamandemen sesuai dengan penerapan sistem publikasi tanah yang baru. Pasal-pasal

yang mengalami perubahan harus sangat jelas dan dapat dimengerti oleh seluruh lapisan

masyarakat. Kejelasan dalam perundang-undangan akan sangat membantu pemerintah

daerah dalam melakukan tugas-tugasnya. Hal-hal yang harus ada dalam isi undang-

undang pendaftaran tanah yang baru, antara lain:

Page 34: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

24

Penerapan tiga prinsip utama di dalam hukum indefeasible.

Penentuan jenis kompensasi ganti rugi atas kesalahan dalam register (immediate

indefeasible atau deffered indefeasible),

Penentuan tanah yang dapat didaftarkan atau dilegalisasikan. Tanah-tanah ini berupa

tanah yang diperoleh sebelum 17 Agustus 1945 (sebelum Indonesia merdeka), tanah

waris dari pendudukan penjajah, tanah wakaf yang sebelumnya dimiliki secara mutlak

dan secara sah telah diberikan, dan sebagainya.

4. Terselesaikannya berbagai isu dan permasalahan terkait pertanahan. Berbagai isu dan

permasalahan terkait pertanahan di Indonesia harus dapat terselesaikan dengan baik.

Terselesaikannya isu dan permasalahan pertanahan dengan baik merupakan salah satu

syarat yang harus dipenuhi oleh pemerintah dalam upaya perubahan sistem publikasi

positif. Hal ini mengacu pada uraian di atas bahwa penerapan sistem publikasi positif

dianggap siap apabila: (1) jaminan kepastian hukum hak masyarakat atas tanah sudah

jelas; (2) tidak ada lagi ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan

pemanfaatan tanah oleh satu kelompok atau individu tertentu; (3) kinerja pelayanan

pertanahan sudah optimal dengan jumlah juru ukur yang memadai. Peningkatan kinerja

juru ukur dapat dilakukan melalui pelatihan, pemantauan kinerja juru ukur setiap

provinsi, hingga penerapan transparansi kinerja juru ukur pertanahan; serta (4)

ketersediaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum sudah terjamin.

Page 35: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

25

BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI KAJIAN

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki luas wilayah sebesar 189,073 juta Ha

dengan jumlah pulau kurang lebih sebanyak 17.508 pulau. Luas wilayah Indonesia terdiri

dari luas daratan sebesar 1.922.570 km2 dan luas perairan sebesar 3.257.483 km2. Batas

wilayah administrasi Indonesia, yaitu:

Utara: Malaysia, Singapura, Filipina, dan Laut Cina Selatan

Selatan: Australia dan Samudera Hindia

Barat: Samudera Hindia

Timur: Papua Nugini, Timor Leste, dan Samudera Pasifik

Indonesia secara umum terdiri dari kawasan hutan dan kawasan budidaya. Kawasan hutan

di Indonesia diklasifikasikan menjadi hutan lindung, hutan produksi, dan hutan konservasi.

Luas kawasan hutan di Indonesia ini mendominasi sebagian besar wilayah daratan, yaitu

mencapai 124.022.848,67 Ha. Sementara itu, kawasan budidaya diklasifikasikan ke dalam

beberapa jenis penggunaan, seperti permukiman, industri, pertanian, dan sebagainya. Luas

kawasan budidaya di Indonesia adalah sekitar 64.324.754,31 Ha dari seluruh wilayah

daratan (lebih lengkap lihat Tabel III.1)

Seluruh kawasan budidaya (kawasan non-hutan) di Indonesia harus didaftarkan dan

memiliki sertifikat hak atas tanah untuk setiap peruntukkannya. Pendaftaran hak atas tanah

di Indonesia diatur oleh sistem pendaftaran tanah publikasi negatif bertendensi positif (lihat

penjelasan pada Bab II). Akan tetapi, sistem publikasi ini ternyata sering menimbulkan

masalah pertanahan. Salah satu upaya penyelesaian masalah pertanahan ini adalah

mengganti sistem publikasi negatif bertendensi positif menjadi sistem publikasi positif

murni. Ada beberapa hal penting yang harus dicapai agar sistem publikasi positif dapat

diterapkan di Indonesia, salah satunya adalah tercapainya cakupan peta dasar pertanahan

hingga 80% dan tercapainya cakupan peta bidang tanah bersertifikat terdigitasi hingga 70%

pada seluruh provinsi di Indonesia. Untuk mengetahui capaian cakupan peta-peta tersebut

pada masing-masing provinsi, kajian ini melakukan identifikasi pada lima provinsi pilihan.

Provinsi-provinsi ini antara lain Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara

Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Utara.

Namun demikian, pada bab ini akan dibahas terlebih dahulu tentang deskripsi umum kelima

provinsi pilihan dan kasus-kasus pertanahan. Deskripsi umum meliputi kondisi geografis

wilayah, luas administrasi, luas darat dan laut, hingga luas kawasan hutan dan budidaya.

Sedangkan, pembahasan lebih lanjut tentang cakupan peta pendaftaran tanah dan cakupan

peta bidang tanah terdigitasi akan di bahas pada Bab IV.

Page 36: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

26

Tabel III.1 Luas Kawasan Hutan dan Budidaya di Indonesia Tahun 2013

No. Provinsi Luas Hutan

(Ha) Luas Budidaya

(Ha)

Luas Wilayah Daratan Provinsi

(Ha)

1 Aceh 3.388.280,71 2.293.894,50 5.682.175,21

2 Bali 127.271,01 430.782,66 558.053,67

3 Banten 201.787,00 732.307,14 934.094,14

4 Bengkulu 924.631,00 1.081.984,64 2.006.615,64

5 DI Yogyakarta 16.819,52 298.332,38 315.151,90

6 DKI Jakarta 475,45 64.623,82 65.099,27

7 Gorontalo 824.668,00 420.247,38 1.244.915,38

8 Jambi 2.107.779,00 2.769.107,17 4.876.886,17

9 Jawa Barat 816.603,00 2.875.796,22 3.692.399,22

10 Jawa Tengah 647.133,00 2.788.249,39 3.435.382,39

11 Jawa Timur 1.357.640,00 3.439.007,49 4.796.647,49

12 Kalimantan Barat 8.168.088,47 6.420.377,40 14.588.465,87

13 Kalimantan Selatan 1.779.982,00 1.965.240,50 3.745.222,50

14 Kalimantan Tengah 12.697.165,00 2.602.813,50 15.299.978,50

15 Kalimantan Timur 13.952.513,00 4.258.575,96 18.211.088,96

16 Kalimantan Utara 1.326.458,49 1.326.458,49

17 Kep. Bangka Belitung

654.562,00 1.008.077,41 1.662.639,41

18 Kep. Riau 603.354,32 229.819,83 833.174,15

19 Lampung 1.004.735,00 2.417.687,64 3.422.422,64

20 Maluku 3.923.559,96 720.481,21 4.644.041,17

21 Maluku Utara 2.515.220,00 629.517,46 3.144.737,46

22 Nusa Tenggara Barat

1.035.838,00 928.105,55 1.963.943,55

23 Nusa Tenggara Timur

1.686.640,00 3.030.839,11 4.717.479,11

24 Papua 29.368.482,00 1.746.190,12 31.114.672,12

25 Papua Barat 9.377.855,06 521.870,51 9.899.725,57

26 Riau 7.121.344,00 1.805.133,04 8.926.477,04

27 Sulawesi Barat 1.107.058,00 570.776,65 1.677.834,65

28 Sulawesi Selatan 2.118.992,00 2.375.862,88 4.494.854,88

29 Sulawesi Tengah 3.964.840,00 2.078.666,53 6.043.506,53

30 Sulawesi Tenggara 2.326.419,00 1.273.329,97 3.599.748,97

31 Sulawesi Utara 695.162,00 750.253,17 1.445.415,17

32 Sumatera Barat 2.342.894,00 1.848.089,33 4.190.983,33

33 Sumatera Selatan 3.422.937,17 5.195.630,61 8.618.567,78

34 Sumatera Utara 3.742.120,00 3.426.624,65 7.168.744,65

INDONESIA 124.022.848,67 64.324.754,31 188.347.602,98

Sumber: Direktorat Pemetaan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN

(2014, dalam Kementerian PPN/Bappenas, 2015)

Page 37: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

27

III.1 Gambaran Umum Provinsi Kajian

Pada bagian ini, terlebih dahulu akan diuraikan tentang kondisi umum masing-masing

provinsi kajian seperti yang tercantum pada Tabel III.2 di bawah. Kondisi umum masing-

masing provinsi menguraikan tentang luas wilayah administrasi, luas darat dan laut, luas

kawasan hutan dan kawasan budidaya, serta luas lahan pertanian pangan berkelanjutan

(LP2B). LP2B merupakan salah satu bagian dari kawasan non-hutan. LP2B merupakan lahan

yang tidak boleh dimanfaatkan selain untuk lahan produksi pangan. Di samping itu, LP2B

juga salah satu upaya pemerintah untuk melindungi lahan pertanian pangan akibat adanya

peningkatan laju konversi lahan sawah atau pertanian pangan yang cukup pesat setiap

tahunnya.

Tabel III.2 Kondisi Umum Provinsi Kajian

No Provinsi Luas

Administrasi Provinsi (Ha)

Luas Laut (Ha)

Luas Darat (Ha)

Luas Kawasan

Hutan (Ha)

Luas Kawasan Budidaya

(Ha)

Luas LP2B (Ha)

1 Sumatera Utara

18.186.065 11.051.503 7.134.562 3.055.795 4.078.767 0

2 Sumatera Selatan

8.708.732 Tidak

Teridentifikasi

8.708.732 3.466.900 5.241.832 759.240

3 Nusa Tenggara Barat

4.931.219 2.915.904 2.015.315 1.071.722 943.593 828.401

4 Kalimantan Selatan

3.725.445 43.464 3.681.981 1.739.696 1.942.285 353.803

5 Sulawesi Utara

1.527.283 Tidak

Teridentifikasi

1.527.283 778.504 748.780 0

Sumber: Kantor Wilayah BPN Masing-masing Provinsi Kajian, 2016

Akan tetapi, Tabel III.2 di atas tidak menunjukkan adanya penetapan lahan untuk LP2B di

Provinsi Sumatera Utara dan Sulawesi Utara. Diduga, pemerintah daerah kedua provinsi ini

belum menetapkan lahan-lahan yang khusus diperuntukkan sebagai LP2B guna mendukung

ketahanan pangan di daerah mereka. Selain itu, pada pembagian wilayah administrasi yang

khusus untuk kawasan laut di kedua provinsi ini juga tidak teridentifikasi jumlahnya. Tidak

teridentifikasinya luas kawasan laut di kedua provinsi ini dapat disebabkan oleh data yang

dimiliki Kanwil BPN kedua provinsi belum tersusun dengan baik atau belum valid. Lebih

lanjut tentang deskripsi masing-masing provinsi kajian diuraikan sebagai berikut.

Page 38: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

28

a. Provinsi Sumatera Utara

Provinsi Sumatera Utara secara geografis terletak antara 1 - 4 Lintang Selatan dan 98 -

100 Bujur Timur. Provinsi Sumatera Utara berbatasan dengan Provinsi Aceh dan Selat

Malaka di sebelah Utara; Provinsi Riau, Provinsi Sumatera Barat, dan Samudera Indonesia di

sebelah Selatan; Provinsi Aceh dan Samudera Indonesia di sebelah Barat; dan Selat Malaka

di sebelah Timur. Luas administrasi Provinsi Sumatera Utara adalah sekitar 18.186.065 Ha

yang terbagi menjadi wilayah daratan dan perairan. Wilayah daratan Provinsi Sumatera

Utara hanya terbagi menjadi kawasan hutan (tanpa LP2B) dan kawasan budidaya, serta

terbagi menjadi 25 kabupaten dan 8 kota. Data yang diperoleh dari Kanwil BPN Provinsi

Sumatera Utara menunjukkan bahwa tidak ada lahan yang digunakan untuk LP2B. Lebih

lengkap tentang pembagian wilayah Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada Gambar

III.1.

Gambar III.1 Penggunaan Lahan di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016

Sumber: Kanwil BPN Sumatera Utara, 2016

b. Provinsi Sumatera Selatan

Provinsi Sumatera Selatan secara geografis terletak antara 1 - 4 Lintang Selatan dan 102 -

106 Bujur Timur. Provinsi Sumatera Selatan berbatasan dengan Provinsi Jambi di sebelah

Utara; Provinsi Lampung di sebelah Selatan; Provinsi Bangka Belitung di sebelah Timur; dan

Provinsi Bengkulu di sebelah Barat. Luas administrasi Provinsi Sumatera Selatan adalah

sekitar 8.708.732 Ha yang terbagi menjadi wilayah daratan dan perairan. Wilayah daratan

Provinsi Sumatera Selatan ini terbagi menjadi kawasan hutan (termasuk LP2B) dan kawasan

budidaya, serta terbagi menjadi 13 kabupaten dan 4 kota. Akan tetapi, data yang diperoleh

dari Kanwil BPN Provinsi Sumatera Selatan menunjukkan bahwa luas kawasan perairan tidak

teridentifikasi (Kanwil BPN Provinsi Sumatera Selatan, 2016). Lebih lengkap tentang

pembagian wilayah Provinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada Gambar III.2 beriku.

Luas Kawasan Hutan

3.055.795 Ha

LP2B

0 Ha (Tidak Ada)

Luas Kawasan Budidaya

4.078.767 Ha

Luas Provinsi

18.186.065 Ha

Luas Daratan

7.134.562 Ha

7.134.561,69 Ha

Luas Laut

11.051.503 Ha (Tidak

Ada)

Page 39: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

29

Gambar III.2 Penggunaan Lahan di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2016

Sumber: Kanwil BPN Sumatera Selatan, 2016

c. Provinsi Nusa Tenggara Barat

Provinsi Nusa Tenggara Barat secara geografis terletak antara 8 - 9 Lintang Selatan dan

115 - 119 Bujur Timur. Provinsi Nusa Tenggara Barat berbatasan dengan Laut Jawa dan

Laut Flores di sebelah Utara; Samudera Hindia di sebelah Selatan; Provinsi Nusa Tenggara

Timur di sebelah Timur; dan Provinsi Bali di sebelah Barat. Luas administrasi Provinsi Nusa

Tenggara Barat adalah sekitar 4.931.219 Ha yang terbagi menjadi wilayah daratan dan

perairan. Wilayah daratan Provinsi Nusa Tenggara Barat ini terbagi menjadi kawasan hutan

(termasuk LP2B) dan kawasan budidaya, serta terbagi menajdi 9 kabupaten dan 1 kota

(Kanwil BPN Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2016). Lebih lengkap tentang pembagian wilayah

Provinsi Nusa Tenggara Barat dapat dilihat pada Gambar III.3.

Gambar III.3 Penggunaan Lahan di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2016

Sumber: Kanwil BPN Nusa Tenggara Barat, 2016

d. Provinsi Kalimantan Selatan

Provinsi Kalimantan Selatan secara geografis terletak antara 1 - 4 Lintang Selatan dan 114

- 116 Bujur Timur. Provinsi Kalimantan Timur di sebelah Utara; Laut Jawa di sebelah

Selatan; Selat Makasar di sebelah Timur; dan Provinsi Kalimantan Tengah di sebelah Barat.

Luas administrasi Provinsi Kalimantan Selatan adalah sekitar 3.725.445 Ha yang terbagi

menjadi wilayah daratan dan perairan. Wilayah daratan Provinsi Kalimantan Selatan terbagi

Luas Kawasan Hutan

3.466.900 Ha

LP2B

759.240 Ha

Luas Kawasan Budidaya

5.241.832 Ha

Luas Daratan

8.708.732 Ha

Luas Laut

0 Ha (Tidak Ada)

Luas Provinsi

8.708.732 Ha

Luas Kawasan Hutan

1.071.722 Ha

LP2B

828.401 Ha

Luas Kawasan Budidaya

943.593 Ha

Luas Provinsi

4.931.219 Ha

Luas Daratan

2.015.315 Ha

7.134.561,69 Ha

Luas Laut

2.915.904 Ha (Tidak

Ada)

Page 40: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

30

menjadi kawasan hutan (termasuk LP2B) dan kawasan budidaya, serta terbagi menjadi 11

kabupaten dan 2 kota (Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Selatan, 2016). Lebih lengkap

tentang pembagian wilayah Provinsi Kalimantan Selatan dapat dilihat pada Gambar III.4.

Gambar III.4 Luas Penggunaan Lahan di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2016

Sumber: Kanwil BPN Kalimantan Selatan, 2016

e. Provinsi Sulawesi Utara

Provinsi Sulawesi Utara secara geografis terletak antara 0 - 3 Lintang Utara dan 123 -

126 Bujur Timur. Provinsi Sulawesi Utara berbatasan dengan Negara Filipina di sebelah

Utara; Laut Maluku dan Teluk Tomini di sebelah Selatan; Laut Maluku dan Samudera Pasifik

di sebelah Timur; dan Laut Sulawesi dan Provinsi Gorontalo di sebelah Barat. Luas

administrasi Provinsi Sulawesi Utara adalah sekitar 1.527.283 Ha yang terbagi menjadi

wilayah daratan dan perairan. Wilayah daratan Provinsi Sulawesi Utara terbagi menjadi

kawasan hutan (tanpa LP2B) dan kawasan budidaya, serta terbagi menjadi 11 kabupaten

dan 4 kota (Kanwil BPN Provinsi Sulawesi Utara, 2016). Akan tetapi, data yang diperoleh dari

Kanwil BPN Provinsi Sulawesi Utara menunjukkan bahwa luas kawasan perairan tidak

teridentifikasi dan tidak ada lahan khusus yang digunakan untuk LP2B. Lebih lengkap

tentang pembagian wilayah Provinsi Sulawesi Utara dapat dilihat pada Gambar III.5 berikut.

Gambar III.5 Luas Penggunaan Lahan di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2016

Sumber: Kanwil BPN Sulawesi Utara, 2016

Luas Kawasan Hutan

1.739.696 Ha

LP2B

353.803 Ha

Luas Kawasan Budidaya

1.942.285 Ha

Luas Provinsi

3.725.445 Ha

Luas Daratan

3.681.981 Ha

Luas Laut

43.464 Ha

Luas Kawasan Hutan

778.504 Ha

LP2B

0 Ha

Luas Kawasan Budidaya

748.779,525 Ha

Luas Provinsi

1.527.283 Ha

Luas Daratan

1.527.283 Ha

Luas Laut

0 Ha (Tidak Ada)

Page 41: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

31

III.2 Kasus-kasus Pertanahan di Provinsi Kajian

Kasus pertanahan adalah sengketa, konflik, atau perkara pertanahan yang diampaikan

kepada Kementerian ATR/BPN untuk mendapatkan penanganan penyelesaian sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan. Selama ini, penyelesaian kasus pertanahan

dilaksanakan oleh BPN melalui mekanisme Gelar Kasus Pertanahan (Pasal 1 Peraturan

Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011). Tabel III.3 di bawah menunjukkan jumlah kasus

masing-masing provinsi kajian pada masing-masing jenis kasus pertanahan.

Tabel III.3 Jumlah Kasus Pertanahan di Provinsi Kajian

Provinsi

Jenis Kasus Sumatera

Utara Sumatera

Selatan

Nusa Tenggara

Barat

Kalimantan Selatan

Sulawesi Utara

Penguasaan Tanah Tanpa

Hak – 22 56 1 –

Sengketa Batas – 2 8 1 –

Sengketa Waris – – 14 – –

Sengketa Tanah Adat – – 3 – –

Jual Berkali-kali – – 4 – –

Sertifikat Ganda – – – 2 –

Sertifikat Pengganti – – 1 1 –

Kekeliruan Penunjukkan

Batas – – 5 – –

Tumpang Tindih – 2 5 – –

Putusan Pengadilan – 4 9 4 –

Jumlah Kasus 0 30 105 9 0

Sumber: Kanwil BPN Masing-masing Provinsi Kajian, 2016

Tabel III.3 di atas menunjukkan bahwa di antara kelima provinsi kajian, nampak bahwa

Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan provinsi yang paling banyak menghadapi berbagai

kasus pertanahan. Banyaknya kasus pertanahan yang dihadapi oleh Provinsi Nusa Tenggara

Barat diduga disebabkan oleh sebagian besar tanah di NTB masih berupa tanah adat/ulayat

yang tidak mudah untuk ditentukan kepemilikan hak atas tanahnya. Di samping itu, peta-

peta tanah bersertifikat di Provinsi Nusa Tenggara Barat masih banyak yang saling tumpang

tindih dan masih banyak yang belum jelas jenis kepemilikan hak atas tanahnya. Sebaliknya,

data dari Kanwil BPN Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Sulawesi Utara menunjukkan

bahwa kedua provinsi tidak memiliki kasus pertanahan. Kondisi demikian diduga disebabkan

oleh kurangnya data yang dimiliki masing-masing provinsi atau data yang terdapat pada

Kanwil BPN kedua provinsi belum tersusun dengan baik dan rapi, sehingga belum dapat

memberikan data jumlah kasus pertanahan dengan baik dan lengkap.

Page 42: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

32

Selain hal tersebut, Tabel III.3 juga menunjukkan bahwa jenis kasus penguasaan tanah tanpa

hak menjadi kasus paling banyak dihadapi oleh Provinsi Sumatera Selatan dan Nusa

Tenggara Barat. Sedangkan, kasus sengketa batas dan putusan pengadilan menjadi kasus

paling banyak kedua di setiap provinsi, meskipun demikian jumlah masing-masing kasus ini

masih sedikit apabila dibandingkan dengan kasus penguasaan tanah tanpa hak. Akan tetapi,

seluruh jumlah kasus pertanahan di setiap provinsi kajian ini belum valid dan belum dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya data yang

diperoleh dari seluruh provinsi kajian.

Page 43: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

33

BAB IV

ANALISIS CAPAIAN PETA DASAR PERTANAHAN

DAN PETA BIDANG TANAH BERSERTIFIKAT

Analisis capaian peta dasar pertanahan dan peta bidang tanah bersertifikat dilakukan untuk

mengetahui pencapaian kondisi prasyarat yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019.

Cakupan peta dasar pertanahan dan peta bidang tanah bersertifikat terdigitasi akan

diklasifikasikan berdasarkan tinggi rendahnya persentase cakupan, yaitu (1) Sangat rendah

(<20%); (2) Rendah (20% - <40%); (3) Sedang (40% - <60%); (4) Tinggi (60% - < 80%); dan (5)

Sangat Tinggi (>80%). Guna mengetahui perkiraan capaian cakupan peta-peta tersebut di

seluruh Indonesia, pada kajian ini di ambil sampel 5 provinsi, yaitu Provinsi Sumatera Utara,

Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Kalimantan Selatan, dan

Provinsi Sulawesi Utara. Pemilihan kelima provinsi ini didasarkan pada kondisi cakupan peta

dasar pertanahan maupun peta bidang tanah bersertifikat dari yang cukup rendah hingga

cukup tinggi di seluruh Indonesia.

Selanjutnya, bab ini akan membahas tentang kemungkinan adanya perubahan sistem

pendaftaran tanah publikasi positif di Indonesia berdasarkan data dan informasi yang

diperoleh dari lima provinsi. Data dan informasi ini antara lain kondisi cakupan peta dasar

pertanahan dan peta bidang tanah bersertifikat di provinsi kajian, faktor-faktor penghambat

pencapaian cakupan peta, ketersediaan juru ukur di provinsi kajian, kasus-kasus pertanahan

di provinsi kajian, serta upaya percepatan capaian cakupan peta yang diajukan oleh masing-

masing provinsi kajian.

IV.1 Peta Dasar Pertanahan

Peta dasar pertanahan adalah peta yang memuat titik-titik dasar teknik pengukuran dan

unsur-unsur geografis, seperti sungai, jalan, bangunan, dan batas fisik bidang-bidang tanah

(PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah). Peta dasar pertanahan ini dibuat oleh Badan

Pertanahan Nasional masing-masing provinsi atau kabupaten/kota di Indonesia yang

meliputi pemasangan, pengukuran, pemetaan, dan pemeliharaan titik-titik dasar teknik

nasional di setiap kabupaten/kota. Menurut fungsinya, peta dasar pertanahan berfungsi

sebagai dasar dalam pembuatan peta pendaftaran kepemilikan tanah. Dengan demikian,

peta dasar pertanahan ini dapat digunakan untuk menunjukkan batas-batas kepemilikan

tanah secara presisi dan dapat mencegah timbulnya permasalahan pertanahan.

Di samping itu, ketersediaan peta dasar pertanahan dapat menjadi tolok ukur kesiapan

Indonesia untuk melakukan perubahan sistem publikasi negatif bertendensi positif menjadi

sistem publikasi positif dalam pendaftaran tanah. Ketersediaan peta dasar pertanahan

Page 44: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

34

dapat diukur melalui capaian cakupan peta dasar pertanahan yang sudah tersedia.

Selanjutnya, pada subbab ini akan menguraikan tentang cakupan peta pendaftaran tanah

Indonesia hingga Juni 2016, cakupan peta pendaftaran tanah di provinsi kajian, dan

pembahasan tentang perbedaan perolehan data antara Kementerian Agraria dan Tata

Ruang/BPN Pusat (Juni 2016) dengan Kantor Wilayah BPN masing-masing provinsi kajian

(tahun 2016).

IV.1.1 Cakupan Peta Dasar Pertanahan Nasional

Pada bagian ini, mula-mula akan diuraikan tentang kondisi cakupan peta pendaftaran tanah

di Indonesia secara umum. Cakupan peta dasar pertanahan di luar kawasan non-hutan

setiap provinsi di Indonesia hingga Juni 2016 dapat di lihat pada Tabel IV.1 berikut.

Tabel IV.1 Capaian Cakupan Peta Dasar Pertanahan Nasional yang Terdigitasi

hingga Juni 2016

No. Provinsi Luas Wilayah di Luar Kawasan Hutan (Ha)

Cakupan Peta Dasar di Luar Kawasan Hutan

(Ha)

Persentase (%)

1 Aceh 2.293.894,50 2.063.641,48 89,96

2 Bali 430.782,66 429.446,49 99,69

3 Banten 732.307,14 200.324,92 27,36

4 Bengkulu 1.081.984,64 321.447,66 29,71

5 DI Yogyakarta 298.332,38 298.283,28 99,98

6 DKI Jakarta 64.623,82 6.020,78 9,32

7 Gorontalo 420.247,38 387.613,71 92,23

8 Jambi 2.769.107,17 292.425,99 10,56

9 Jawa Barat 2.875.796,22 2.217.196,24 77,10

10 Jawa Tengah 2.788.249,39 2.140.041,70 76,75

11 Jawa Timur 3.439.007,49 738.480,14 21,47

12 Kalimantan Barat 6.420.377,40 1.759.603,67 27,41

13 Kalimantan Selatan 1.965.240,50 1.705.717,84 86,79

14 Kalimantan Tengah 2.602.813,50 687.623,88 26,42

15 Kalimantan Timur 4.258.575,96 844.009,84 19,82

16 Kalimantan Utara 1.326.458,49 481.278,50 36,28

17 Kep. Bangka Belitung 1.008.077,41 336.507,08 33,38

18 Kep. Riau 229.819,83 130.887,69 56,95

19 Lampung 2.417.687,64 1.793.422,41 74,18

20 Maluku 720.481,21 268.411,83 37,25

21 Maluku Utara 629.517,46 200.501,07 31,85

22 Nusa Tenggara Barat 928.105,55 690.956,60 74,45

23 Nusa Tenggara Timur 3.030.839,11 2.861.901,68 94,43

Page 45: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

35

No. Provinsi Luas Wilayah di Luar Kawasan Hutan (Ha)

Cakupan Peta Dasar di Luar Kawasan Hutan

(Ha)

Persentase (%)

24 Papua 1.746.190,12 94.027,58 5,38

25 Papua Barat 521.870,51 58.681,93 11,24

26 Riau 1.805.133,04 89.339,35 4,95

27 Sulawesi Barat 570.776,65 348.803,57 61,11

28 Sulawesi Selatan 2.375.862,88 1.002.286,08 42,19

29 Sulawesi Tengah 2.078.666,53 678.831,82 32,66

30 Sulawesi Tenggara 1.273.329,97 940.751,47 73,88

31 Sulawesi Utara 750.253,17 617.578,58 82,32

32 Sumatera Barat 1.848.089,33 1.421.821,43 76,93

33 Sumatera Selatan 5.195.630,61 1.884.607,97 36,27

34 Sumatera Utara 3.426.624,65 1.387.342,56 40,49

INDONESIA 64.324.754,31 29.379.816,84 45,67

Sumber: Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Dasar Kementerian ATR/BPN, Juni 2016

Tabel IV.1 menunjukkan bahwa capaian cakupan peta dasar pertanahan nasional di luar

kawasan hutan setiap provinsi di Indonesia yang sudah terdigitasi hingga Juni 2016 baru

mencapai 45,67% dari luas total kawasan budidaya (Direktorat Pengukuran dan Pemetaan

Dasar Kementerian ATR/BPN, Juni 2016). Apabila di lihat dari klasifikasi cakupan peta dasar

pertanahan nampak bahwa 50% provinsi di Indonesia masih memiliki cakupan peta dasar

terdigitasi yang tergolong rendah (<20% - <40%). Provinsi-provinsi yang sudah memiliki

cakupan peta dasar pertanahan terdigitasi sangat tinggi (≥ 80%) hingga Juni 2016 hanya ada

7 (tujuh) provinsi (20,59% dari seluruh provinsi di Indonesia), yaitu Provinsi Sulawesi Utara

(82,32%), Provinsi Kalimantan Selatan (86,79%), Provinsi Aceh (89,96%), Provinsi Gorontalo

(92,23%), Provinsi Nusa Tenggara Timur (94,43%), Provinsi Bali (99,69%), dan Provinsi D.I

Yogyakarta (99,98%). Sementara itu, beberapa provinsi yang masih memiliki cakupan peta

dasar terdigitasi sangat rendah (< 20%) hingga Juni 2016 ada 6 (enam) provinsi, yaitu

Provinsi Riau (4,95%), Provinsi Papua (5,32%), Provinsi DKI Jakarta (9,32%), Provinsi Jambi

(10,56%), Provinsi Papua Barat (11,24%), dan Provinsi Kalimantan Timur (19,82%).

Persentase capaian peta dasar pertanahan nasional hingga Juni 2016 dapat di lihat pada

Gambar IV.1 berikut.

Page 46: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

36

Gambar IV.1 Cakupan Peta Dasar Pertanahan Nasional hingga Juni 2016

Sumber: Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Dasar Kementerian ATR/BPN, Juni 2016

IV.1.2 Cakupan Peta Dasar Pertanahan di Provinsi Kajian

Sementara itu, pada bagian ini menguraikan tentang kondisi cakupan peta pendaftaran

tanah pada masing-masing provinsi kajian. Cakupan peta dasar pertanahan di luar kawasan

non-hutan pada provinsi kajian dapat di lihat pada Tabel IV.2 berikut.

Tabel IV.2 Cakupan Peta Dasar Pertanahan di Provinsi Kajian

No Provinsi

Luas Kawasan Budidaya

(Ha)

Sudah Ada Peta Dasar Pertanahan

(Ha)

Belum Ada Peta Dasar Pertanahan

(Ha)

Cakupan Peta Dasar Pertanahan

Terdigitasi (Ha)

% Belum

Terdigitasi (Ha)

%

1 Sumatera

Utara 4.078.767 4.078.767 0 80.000 1,96 3.998.766,7 98,04

2 Sumatera

Selatan 5.241.832 3.451.252 1.790.580 3.005.203 57,33 446.049 42,67

3 Nusa Tenggara

Barat 943.593 943.593 0 731.018 77,47 212.575 22,53

4 Kalimantan

Selatan 1.942.285 1.942.284,88 0 1.942.284,88 100 0 0

5 Sulawesi Utara 748.780 748.779,525 0 263.009 35,13 485.771,53 64,88

Sumber: Kantor Wilayah BPN Provinsi Kajian dan Hasil Analisis,2016

Tabel IV.2 menunjukkan bahwa seluruh kawasan budidaya pada empat provinsi kajian

(Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Utara) sudah

dipetakan dalam peta dasar pertanahan. Sebaliknya, kawasan budidaya di Provinsi Sumatera

Selatan yang baru dipetakan dalam peta dasar pertanahan baru sekitar 65% dari seluruh

kawasan budidaya. Sementara, apabila di lihat dari capaian peta dasar yang sudah

0

20

40

60

80

100R

iau

Pap

ua

DK

I Ja

kar

ta

Jam

bi

Pap

ua

Bar

at

Kal

iman

tan

Tim

ur

Jaw

a T

imur

Kal

iman

tan

Ten

gah

Ban

ten

Kal

iman

tan

Bar

at

Ben

gk

ulu

Mal

uk

u U

tara

Sula

wes

i T

eng

ah

Kep

. B

ang

ka

Bel

itu

ng

Sum

ater

a S

elat

an

Kal

iman

tan

Uta

ra

Mal

uk

u

Sum

ater

a U

tara

Sula

wes

i S

elat

an

Kep

. R

iau

Sula

wes

i B

arat

Sula

wes

i T

eng

gar

a

Lam

pun

g

Nu

sa T

engg

ara

Bar

at

Jaw

a T

eng

ah

Sum

ater

a B

arat

Jaw

a B

arat

Sula

wes

i U

tara

Kal

iman

tan

Sel

atan

Ace

h

Go

ron

talo

Nu

sa T

engg

ara

Tim

ur

Bal

i

DI

Yo

gy

akar

ta

Cakupan Peta Dasar Pertanahan Nasional hingga Juni 2016

Prasyarat Cakupan Peta Dasar INDONESIA (%)

Peta < 80% = 27 Provinsi Peta ≥ 80% = 7 Provinsi

Sangat Tinggi (> 80%)

Tinggi (60% - < 80%)

Sedang (40% - < 60%)

Sangat Rendah (< 20%)

Rendah (20% - < 40%)

Page 47: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

37

terdigitasi, Provinsi Sumatera Utara menjadi provinsi dengan capaian terendah (1,96%) di

antara provinsi kajian lainnya. Sebaliknya, Provinsi Kalimantan Selatan menjadi provinsi

tertinggi dalam pencapaian peta dasar pertanahannya (100%). Capaian peta dasar

pertanahan dari kelima provinsi kajian dapat di lihat pada Gambar IV.2 berikut.

Gambar IV.2 Cakupan Peta Dasar Pertanahan di Provinsi Kajian, 2016

Sumber: Kantor Wilayah BPN Provinsi Kajian dan Hasil Analisis, 2016

Namun demikian, apabila di lihat dari data cakupan peta dasar pertanahan nasional untuk

kelima provinsi kajian yang dikeluarkan oleh Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Dasar

Kementerian ATR/BPN hingga Juni 2016 dan Kanwil BPN masing-masing provinsi kajian,

keduanya memiliki perbedaan yang cukup signifikan (lihat perbedaan data pada Tabel IV.3

dan Gambar IV.3 di bawah).

Tabel IV.3 Perbedaan Data Capaian Peta Dasar Pertanahan antara

BPN Pusat dengan Kanwil BPN Provinsi Kajian

Provinsi Nasional Kanwil Perbedaan

Sumatera Utara 40,49% 1,96% 38,53%

Sumatera Selatan 36,27% 87,08% 50,81%

Nusa Tenggara Barat 74,45% 77,47% 3,02%

Kalimantan Selatan 86,79% 100% 13,21%

Sulawesi Utara 82,32% 35,13% 47,19%

Sumber: ATR/BPN (hingga Juni 2016), Kantor Wilayah BPN Provinsi Kajian, dan Hasil

Analisis (2016)

Perbedaan yang cukup signifikan nampak pada capaian cakupan peta dasar pertanahan di

Provinsi Sumatera Utara, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Selatan. Direktorat Pengukuran

0

20

40

60

80

100

Sum

ater

a U

tara

Ria

u

Pap

ua

DK

I Ja

kar

ta

Jam

bi

Pap

ua

Bar

at

Kal

iman

tan

Tim

ur

Jaw

a T

imur

Kal

iman

tan

Ten

gah

Ban

ten

Kal

iman

tan

Bar

at

Ben

gk

ulu

Mal

uk

u U

tara

Sula

wes

i T

eng

ah

Kep

. B

ang

ka

Bel

itu

ng

Sula

wes

i U

tara

Kal

iman

tan

Uta

ra

Mal

uk

u

Sula

wes

i S

elat

an

Kep

. R

iau

Sum

ater

a S

elat

an

Sula

wes

i B

arat

Sula

wes

i T

eng

gar

a

Lam

pun

g

Jaw

a T

eng

ah

Sum

ater

a B

arat

Jaw

a B

arat

Nu

sa T

engg

ara

Bar

at

Ace

h

Go

ron

talo

Nu

sa T

engg

ara

Tim

ur

Bal

i

DI

Yo

gy

akar

ta

Kal

iman

tan

Sel

atan

Cakupan Peta Dasar Pertanahan di Provinsi Kajian

Persentase (%) Prasyarat Cakupan Peta Dasar INDONESIA (%)

Peta < 80% = 4 Provinsi Peta ≥ 80% = 1 Provinsi

Page 48: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

38

dan Pemetaan Dasar Kementerian ATR/BPN mencatat bahwa capaian peta dasar

pertanahan Provinsi Sumatera Utara hingga Juni 2016 sudahmencapai 41%, tetapi data dari

Kanwil BPN Sumatera Utara menunjukkan bahwa capaian peta dasar pertanahannya baru

mencapai sekitar 2% (hampir 40% lebih rendah dari data capaian nasional). Kondisi

demikian menyebabkan data capaian peta dasar pertanahan yang sudah terdigitasi di

Provinsi Sumatera Utara menjadi lebih rendah daripada Provinsi Riau dan menjadi provinsi

terendah secara nasional dalam capaian peta dasar pertanahannya.

Gambar IV.3 Capaian Peta Dasar Pertanahan di Indonesia (atas) dan

Provinsi Kajian (bawah)

Sumber: Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Dasar ATR/BPN (hingga Juni 2016),

Kantor Wilayah BPN Provinsi Kajian, dan Hasil Analisis (2016)

Kondisi yang dialami oleh Provinsi Sumatera Utara tersebut juga terjadi pada cakupan peta

dasar pertanahan yang sudah terdigitasi di Provinsi Sulawesi Utara. Direktorat Pengukuran

dan Pemetaan Dasar Kementerian ATR/BPN mencatat bahwa capaian peta dasar

pertanahan Provinsi Sulawesi Utara yang terdigitasi hingga Juni 2016 sudah memenuhi

0

20

40

60

80

100

Ria

u

Pap

ua

DK

I

Jam

bi

Pap

ua

Bar

at

Kal

tim

Jati

m

Suls

el

Jab

ar

Kal

ten

g

Ban

ten

Kal

bar

Ben

gk

ulu

Mal

uk

u U

tara

Sult

eng

Kep

. B

abel

Sum

sel

Kal

ut

Mal

uk

u

Sult

ra

Sum

ut

Kep

. R

iau

Sulb

ar

Lam

pun

g

NT

B

Jate

ng

Sum

bar

Sulu

t

Kal

sel

Ace

h

Go

ron

talo

NT

T

Bal

i

DIY

Capaian Peta Dasar Pertanahan Nasional

0102030405060708090

100

Sum

ut

Ria

u

Pap

ua

DK

I

Jam

bi

Pap

ua

Bar

at

Kal

tim

Jati

m

Suls

el

Jab

ar

Kal

ten

g

Ban

ten

Kal

bar

Ben

gk

ulu

Mal

uk

u U

tara

Sult

eng

Kep

. B

abel

Sulu

t

Kal

ut

Mal

uk

u

Sult

ra

Kep

. R

iau

Sum

sel

Sulb

ar

Lam

pun

g

Jate

ng

Sum

bar

NT

B

Ace

h

Go

ron

talo

NT

T

Bal

i

DIY

Kal

sel

Capaian Peta Dasar Pertanahan di Provinsi Kajian

Page 49: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

39

prasyarat perubahan sistem publikasi positif (82,32%), tetapi data capaian peta dasar

pertanahan yang sudah terdigitasi dari Kanwil BPN Provinsi Sulawesi Utara menunjukkan

bahwa peta ini baru mencapai 35% (hampir 2,5 kali lebih rendah dari data BPN Pusat).

Sebaliknya, apabila kedua provinsi sebelumnya mengalami penurunan data capaian yang

cukup signifikan, data capaian peta dasar pertanahan Provinsi Kalimantan Selatan dari

Kanwil BPN Kalimantan Selatan ternyatamenunjukkan peningkatan capaian. Kanwil BPN

Kalimantan Selatan mencatat bahwa seluruh kawasan budidaya di provinsi ini sudah

terdigitasi di dalam peta dasar pertanahan (100%). Namun, Direktorat Pengukuran dan

Pemetaan Dasar Kementerian ATR/BPN mencatat bahwa capaian peta dasar pertanahan

Provinsi Kalimantan Selatan yang sudah terdigitasibaru mencapai 86,79% (sekitar 13% lebih

rendah dari data yang tercatat pada Kanwil BPN Kalimantan Selatan). Meskipun demikian,

capaian peta dasar pertanahan di Kalimantan Selatan telah menunjukkan bahwa provinsi ini

sudah memenuhi prasyarat guna mendukung perubahan sistem publikasi dalam sistem

pendaftaran tanah di Indonesia.

Sementara itu, kedua provinsi kajian lain, Provinsi Sumatera Selatan dan Nusa Tenggara

Barat, tidak menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan dalam pencatatan capaian

cakupan peta dasar pertanahan yang terdigitasi seperti ketiga provinsi sebelumnya. Data

capaian peta dasar pertanahan Provinsi Sumatera Selatan yang tercatat dalam ATR/BPN

hingga Juni 2016 menunjukkan bahwa capaian peta dasar pertanahan yang terdigitasi baru

mencapai 36,27%, sedangkan data dari Kanwil BPN Sumatera Selatan menunjukkan bahwa

cakupan peta dasar pertanahan yang terdigitasi sudah mencapai 57,33% (lebih tinggi 21%

daripada data BPN Pusat). Sementara, data capaian peta dasar pertanahan Provinsi Nusa

Tenggara Barat dari ATR/BPN hingga Juni 2016 menunjukkan bahwa capaian peta dasar

pertanahan yang terdigitasi di provinsi ini sudah mencapai 75%, sedangkan data dari Kanwil

BPN Nusa Tenggara Barat menunjukkan bahwa capaian peta dasar pertanahannya sudah

mencapai 77,47% (3% lebih tinggi daripada BPN Pusat). Perbedaan data ini diduga

disebabkan oleh kurangnya koordinasi antar pemerintah, data capaian peta dasar

pertanahan di daerah masih saling tumpang tindih, atau data di daerah belum tersusun

dengan rapi. Meskipun demikian, uraian analisis data capaian cakupan peta dasar

pertanahan yang sudah terdigitasi ini telah menunjukkan bahwa Indonesia belum dapat

melakukan perubahan sistem publikasi positif dalam sistem pendaftaran tanahnya. Hal ini

disebabkan oleh sebagian besar capaian peta dasar pertanahan di Indonesia belum

memenuhi prasyarat.

IV.2 Peta Bidang Tanah Bersertifikat

Peta bidang tanah bersertifikat berisi tentang seluruh jumlah kepemilikan hak-hak atas di

Indonesia. Jenis-jenis hak atas tanah terdiri dari hak milik, hak guna usaha, hak guna

bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan hal

Page 50: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

40

lainnya yang bersifat sementara (Pasal 16 ayat 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960).

Berikut penjelasan singkat mengenai hak-hak atas tanah tersebut.

a. Hak Milik (HM), yaitu hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh atas tanah. Hak milik dapat dialihkan kepada pihak lain. Hanya warga-warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik atas tanah.

b. Hak Guna Usaha (HGU), yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Jangka waktu pemberian HGU adalah maksimal 25 tahun. Selain itu, HGU diberikan atas tanah yang luasnya minimal 5 Ha dengan ketentuan apabila luas tanahnya sebesar 25 Ha atau lebih, maka harus menggunakan investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik sesuai dengan perkembangan zaman.

c. Hak Guna Bangunan (HGB), yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu maksimal 30 tahun. Namun demikian, jangka waktu HGB tersebut (30 tahun) dapat diperpanjang hingga 20 tahun (menjadi 50 tahun) sesuai permintaan pemegang hak, keperluan, dan keadaan bangunan.

d. Hak Pakai, yaitu hak untuk menggunakan atau memanfaatkan sebidang tanah yang dikuasai oleh negara atau tanah milik orang lain. Keputusan pemberian tanah dari pemilik kepada pengguna dilakukan oleh pejabat yang berwenang melalui perjanjian antara pemilik dan pengguna berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang yang berlaku. Hak pakai dapat diberikan selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.

e. Hak Sewa, yaitu seseorang atau suatu badan hukum yang mempunyai hak sewa atas tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan cara membayar uang sewa kepada pemilik tanah sesuai dengan perjanjian.

f. Hak Membuka Tanah dan Hak Memungut Hasil Hutan, yaitu hak-hak dalam hukum adat yang menyangkut tanah. Hak-hak ini perlu diatur dalam Peraturan Pemerintah demi kepentingan umum yang lebih luas daripada kepentingan orang atau masyarakat hukum yang bersangkutan. Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan hanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

IV.2.1 Cakupan Peta Bidang Tanah Bersertifikat Seluruh Provinsi

Pada bagian ini, mula-mula akan diuraikan tentang kondisi cakupan peta bidang tanah

bersertifikat terdigitasi di Indonesia secara umum. Cakupan peta bidang tanah bersertifikat

di luar kawasan non-hutan setiap provinsi di Indonesia hingga Juni 2016 dapat di lihat pada

Tabel IV.4 dan Gambar IV.4 di bawah.

Tabel IV.4 Capaian Cakupan Peta Bidang Tanah Bersertifikat yang Terdigitasi

hingga Juni 2016

No. Provinsi Luas budidaya

(Ha)

Luas sertipikat terdigitasi

(Ha)

Persentase

(%)

1 Aceh 2.293.894,50 173.359,08 7,56

2 Bali 430.782,66 131.441,61 30,51

3 Banten 732.307,14 130.473,10 17,82

Page 51: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

41

No. Provinsi Luas budidaya

(Ha)

Luas sertipikat terdigitasi

(Ha)

Persentase

(%)

4 Bengkulu 1.081.984,64 159.969,94 14,78

5 DI Yogyakarta 298.332,38 55.906,52 18,74

6 DKI Jakarta 64.623,82 32.510,34 50,31

7 Gorontalo 420.247,38 49.911,20 11,88

8 Jambi 2.769.107,17 200.142,60 7,23

9 Jawa Barat 2.875.796,22 431.276,69 15,00

10 Jawa Tengah 2.788.249,39 522.342,72 18,73

11 Jawa Timur 3.439.007,49 407.434,95 11,85

12 Kalimantan Barat 6.420.377,40 920.404,79 14,34

13 Kalimantan Selatan 1.965.240,50 319.453,59 16,26

14 Kalimantan Tengah 2.602.813,50 634.600,44 24,38

15 Kalimantan Timur 4.258.575,96 597.498,18 14,03

16 Kalimantan Utara 1.326.458,49 180.226,71 13,59

17 Kep. Bangka

Belitung 1.008.077,41 102.816,92 10,20

18 Kep. Riau 229.819,83 41.240,83 17,94

19 Lampung 2.417.687,64 258.067,84 10,67

20 Maluku 720.481,21 11.586,15 1,61

21 Maluku Utara 629.517,46 18.154,18 2,88

22 Nusa Tenggara

Barat 928.105,55 45.854,89 4,94

23 Nusa Tenggara

Timur 3.030.839,11 26.346,13 0,87

24 Papua 1.746.190,12 71.246,45 4,08

25 Papua Barat 521.870,51 44.878,32 8,60

26 Riau 1.805.133,04 969.649,53 53,72

27 Sulawesi Barat 570.776,65 64.833,14 11,36

28 Sulawesi Selatan 2.375.862,88 108.792,87 4,58

29 Sulawesi Tengah 2.078.666,53 100.156,91 4,82

30 Sulawesi Tenggara 1.273.329,97 25.418,89 2,00

31 Sulawesi Utara 750.253,17 6.182,33 0,82

32 Sumatera Barat 1.848.089,33 212.053,72 11,47

33 Sumatera Selatan 5.195.630,61 278.514,79 5,36

34 Sumatera Utara 3.426.624,65 563.030,37 16,43

INDONESIA 64.324.754,31 7.895.776,72 12,27

Sumber: Bid. Pengelolaan Data dan Informasi Pertanahan dan Tata Ruang Kementerian

ATR/BPN, Juni 2016

Page 52: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

42

Gambar IV.4 Cakupan Peta Bidang Tanah Bersertifikat yang Terdigitasi di Indonesia

hingga Juni 2016

Sumber: Bid. Pengelolaan Data dan Informasi Pertanahan dan Tata Ruang Kementerian

ATR/BPN, Juni 2016 dan Hasil Analisis, 2016

Tabel IV.4 dan Gambar IV.4 menunjukkan bahwa capaian peta bidang tanah bersertifikat di

luar kawasan hutan setiap provinsi di Indonesia yang sudah terdigitasi hingga tahun 2015

baru mencapai sekitar 13% dari total luas kawasan budidaya (Bid. Pengelolaan Data dan

Informasi Pertanahan dan Tata Ruang Kementerian ATR/BPN, Juni 2016). Sementara itu,

apabila di lihat dari klasifikasi cakupan peta bidang tanah bersertifikat, nampak bahwa

sebagian besar provinsi di Indonesia (sekitar 88% dari seluruh provinsi) masih memiliki

cakupan peta bidang tanah bersertifikat terdigitasi yang sangat rendah (<20%). Provinsi-

provinsi yang sudah memiliki cakupan peta bidang tanah bersertifikat terdigitasi cukup

tinggi hingga Juni 2016 hanya Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Riau.Meskipun demikian,

capaian peta bidang tanah bersertifikat kedua provinsi ini masih tergolong kategori sedang

(40% - <60%).

IV.2.2 Cakupan Peta Bidang Tanah Bersertifikat di Provinsi Kajian

Cakupan peta bidang tanah bersertifikat yang terdigitasi menjadi hal yang harus dimiliki oleh

setiap negara. Cakupan peta bidang tanah bersertifikat ini diperlukan agar dapat

menunjukkan jenis-jenis hak atas bidang tanah dengan jelas dan mencegah timbulnya kasus-

kasus pertanahan. Jenis-jenis hak atas bidang tanah ini antara lain Hak Milik, Hak Guna

Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Tanggungan, Hak Milik Rumah Susun, Hak

0%

15%

30%

45%

60%

75%S

ula

wes

i U

tara

Nu

sa T

engg

ara

Tim

ur

Mal

uk

u

Sula

wes

i T

eng

gar

a

Mal

uk

u U

tara

Pap

ua

Sula

wes

i S

elat

an

Sula

wes

i T

eng

ah

Nu

sa T

engg

ara

Bar

at

Sum

ater

a S

elat

an

Jam

bi

Ace

h

Pap

ua

Bar

at

Kep

. B

ang

ka

Bel

itu

ng

Lam

pun

g

Sula

wes

i B

arat

Sum

ater

a B

arat

Jaw

a T

imur

Go

ron

talo

Kal

iman

tan

Uta

ra

Kal

iman

tan

Tim

ur

Kal

iman

tan

Bar

at

Ben

gk

ulu

Jaw

a B

arat

Kal

iman

tan

Sel

atan

Sum

ater

a U

tara

Ban

ten

Kep

. R

iau

Jaw

a T

eng

ah

DI

Yo

gy

akar

ta

Kal

iman

tan

Ten

gah

Bal

i

DK

I Ja

kar

ta

Ria

u

Cakupan Peta Bidang Tanah Bersertifikat Terdigitasi di Indonesia

hingga Juni 2016

Cakupan Peta Bidang Bersertifikat di INDONESIA (%)

Peta < 70% = 34 Provinsi Peta ≥ 70% = 0 Provinsi

Sangat Tinggi (> 80%)

Tinggi (60% - < 80%)

Sedang (40% - < 60%)

Sangat Rendah (< 20%)

Rendah (20% - < 40%)

Page 53: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

43

Wakaf, dan Hak Pengelolaan. Cakupan peta bidang tanah bersertifikat yang terdigitasi pada

provinsi-provinsikajian dapat di lihat pada Tabel IV.5.

Tabel IV.5 Cakupan Peta Bidang Tanah Bersertifikat di Provinsi Kajian

No Provinsi

Luas Kawasan Budidaya

(Ha)

Luas Bidang Tanah

Berserttifikat (Ha)

Jumlah Bidang Tanah

Cakupan Peta Bidang Tanah Bersertifikat

Terdigitasi (Ha)

% Belum

Terdigitasi (Ha)

%

1 Sumatera Utara 4.078.766,69 1.745.880 1.473.214 502.813,44 28,80 1.243.066,56 71,20

2 Sumatera Selatan 5.241.832 1.537.200 355.464 1.206.410 78,48 330.790 21,52

3 Nusa Tenggara

Barat 943.593 260.009 785.902 35.883 13,80 224.126 86,20

4 Kalimantan

Selatan 1.942.284,88 428.468 – – – – –

5 Sulawesi Utara 748.779,525 – 559.277 – – – –

Ket. Tanda “–“ menunjukkan tidak ada data

Sumber: Kantor Wilayah BPN Provinsi Kajian dan Hasil Analisis, 2016

Tabel IV.5 menunjukkan bahwa seluruh provinsi kajian sudah memetakan sebagian bidang

tanah ke dalam peta bidang tanah bersertifikat sesuai dengan peruntukkan hak atas

tanahnya. Bidang-bidang tanah yang telah disertifikatkan sebagian besar hanya sekitar 20% -

43% dari seluruh kawasan budidaya. Akan tetapi, di antara kelima provinsi kajian tersebut,

hanya ada tiga provinsi kajian yang sudah melakukan digitasi pada bidang-bidang tanah

sesuai dengan jenis hak atas tanahnya, yaitu Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan,

dan Nusa Tenggara Barat. Meskipun demikian, di antara ketiga provinsi tersebut, hanya

Provinsi Sumatera Selatan yang sudah memenuhi prasyarat capaian peta bidang tanah

bersertifikat (≥ 70%). Sebaliknya, dua provinsi lainnya, Provinsi Sumatera Utara dan Nusa

Tenggara Barat, masih tergolong rendah (<20% - <40%), sehingga belum memenuhi

prasyarat untuk capaian peta bidang tanah bersertifikat sesuai dengan RPJMN 2015 – 2019.

Akan tetapi, jumlah cakupan peta bidang tanah bersertifikat yang terdigitasi di Provinsi

Kalimantan Selatan dan Sulawesi Utara tidak teridentifikasi. Tidak teridentifikasinya data

capaian peta ini diduga disebabkan oleh berbagai kemungkinan seperti data yang dimiliki

oleh Kanwil BPN kedua provinsi tersebut belum tersusun dengan baik, kebenaran datanya

belum dapat dipertanggungjawabkan, atau kurangnya koordinasi antar-kantor pertanahan

pada masing-masing provinsi. Oleh sebab kondisi demikian, capaian peta bidang tanah

bersertifikat yang sudah terdigitasi pada kedua provinsi tersebut menggunakan data dari

capaian nasional yang telah dikeluarkan oleh Kementerian ATR/BPN Juni 2016.

Page 54: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

44

Gambar IV.5 Cakupan Peta Bidang Tanah Bersertifikat Terdigitasi di Provinsi Kajian, 2016

Sumber: Kantor Wilayah BPN Provinsi Kajian dan Hasil Analisis, 2016

Meskipun demikian, apabila di lihat dari data cakupan peta bidang tanah bersertifikat secara

nasional untuk kelima provinsi kajian hingga Juni 2016 dan Kanwil BPN masing-masing

provinsi kajian, ketiga provinsi kajian memiliki perbedaan yang cukup signifikan, yaitu

Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Selatan, dan Provinsi Nusa Tenggara Barat (lihat

perbedaan data pada Tabel IV.6 dan Gambar IV.6 berikut).

Tabel IV.6 Perbedaan Data Capaian Peta Bidang Tanah Bersertifikat antara

Direktorat Pemetaan BPN dengan Kanwil BPN Provinsi Kajian

Provinsi Nasional Kanwil Perbedaan

Sumatera Utara 16,43% 28,80% 12,37%

Sumatera Selatan 5,36% 78,48% 73,12%

Nusa Tenggara

Barat 4,94% 13,80% 8,86%

Kalimantan

Selatan 16,26%

Tidak ada

data -

Sulawesi Utara 0,82% Tidak ada

data -

Sumber: ATR/BPN (hingga Juni 2016), Kantor Wilayah BPN Provinsi Kajian, dan Hasil

Analisis (2016)

Di antara ketiga provinsi tersebut, perbedaan yang sangat signifikan nampak pada capaian

cakupan peta bidang tanah bersertifikat di Provinsi Sumatera Selatan. Data capaian peta

bidang tanah bersertfikat yang sudah terdigitasi di Provinsi Sumatera Selatan hingga Juni

2016 menunjukkan bahwa capaian peta ini baru mencapai sekitar 5%, tetapi data dari

Kanwil BPN Sumatera Selatan menunjukkan bahwa capaian peta ini sudah mencapai sekitar

0%15%30%45%60%75%

Sula

wes

i U

tara

Nu

sa T

engg

ara

Tim

ur

Mal

uk

u

Sula

wes

i T

eng

gar

a

Mal

uk

u U

tara

Pap

ua

Sula

wes

i S

elat

an

Sula

wes

i T

eng

ah

Jam

bi

Ace

h

Pap

ua

Bar

at

Kep

. B

ang

ka

Bel

itu

ng

Lam

pun

g

Sula

wes

i B

arat

Sum

ater

a B

arat

Jaw

a T

imur

Go

ron

talo

Kal

iman

tan

Uta

ra

Nu

sa T

engg

ara

Bar

at

Kal

iman

tan

Tim

ur

Kal

iman

tan

Bar

at

Ben

gk

ulu

Jaw

a B

arat

Kal

iman

tan

Sel

atan

Ban

ten

Kep

. R

iau

Jaw

a T

eng

ah

DI

Yo

gy

akar

ta

Kal

iman

tan

Ten

gah

Sum

ater

a U

tara

Bal

i

DK

I Ja

kar

ta

Ria

u

Sum

ater

a S

elat

an

Peta Bidang Tanah Bersertifikat Terdigitasi di Provinsi Kajian

Persentase Cakupan Peta Bidang Bersertifikat di INDONESIA (%)

Peta <70% = 4 Provinsi Peta ≥ 70% = 1 Provinsi

Page 55: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

45

78% (lebih tinggi 73% dari data yang dikeluarkan oleh BPN Pusat). Data capaian peta bidang

tanah bersertifikat yang sudah terdigitasi dari Kanwil BPN Provinsi Sumatera Selatan telah

menyebabkan provinsi ini menjadi tertinggi secara nasional dan memenuhi prasyarat dalam

capaian peta bidang tanah bersertifikat sesuai dengan RPJMN 2015-2019.

Gambar IV.6 Capaian Peta Bidang Tanah Bersertifikat di Indonesia dan Provinsi Kajian

Sumber: ATR/BPN (Juni 2016), Kanwil BPN Provinsi Kajian, dan Hasil Analisis (2016)

Kondisi capaian cakupan peta bidang tanah bersertifikat yang sudah terdigitasi, baik di lihat

secara nasional maupun hanya kelima provinsi kajian menunjukkan bahwa Indonesia belum

dapat melakukan perubahan sistem publikasi positif dalam sistem pendaftaran tanahnya.

Hal ini disebabkan oleh sebagian besar capaian peta bidang tanah bersertifikat yang

terdigitasi di Indonesia belum memenuhi prasyarat (masih <70%).

IV.3 Faktor-faktor Penghambat Pencapaian Cakupan Peta

Perkiraan perubahan sistem pendaftaran tanah publikasi positif di Indonesia telah

digambarkan melalui capaian peta dasar pertanahan dan peta bidang tanah bersertifikat

yang sudah terdigitasi pada kelima provinsi kajian. Akan tetapi, data dan informasi yang

diberikan oleh Kementerian ATR/BPN hingga Juni dan Kanwil BPN masing-masing provinsi

kajian menunjukkan bahwa peta dasar pertanahan dan peta bidang tanah bersertifikat yang

terdigitasi belum memenuhi prasyarat sesuai dengan RPJMN 2015-2019. Oleh sebab itu, di

dalam bagian ini diuraikan faktor-faktor yang menghambat upaya pencapaian cakupan peta-

0%

15%

30%

45%

60%

75%

Sulu

t

NT

T

Mal

uk

u

Sult

ra

Mal

uk

u U

tara

Pap

ua

Suls

el

Sult

eng

NT

B

Sum

sel

Jam

bi

Ace

h

Pap

ua

Bar

at

Kep

. B

abel

Lam

pun

g

Sulb

ar

Sum

bar

Jati

m

Go

ron

talo

Kal

ut

Kal

tim

Kal

bar

Ben

gk

ulu

Jab

ar

Kal

sel

Sum

ut

Ban

ten

Kep

. R

iau

Jate

ng

DIY

Kal

ten

g

Bal

i

DK

I

Ria

u

Capaian Peta Bidang Tanah Bersertifikat yang Terdigitasi di Indonesia

0%

15%

30%

45%

60%

75%

Sulu

t

NT

T

Mal

uk

u

Sult

ra

Mal

uk

u U

tara

Pap

ua

Suls

el

Sult

eng

Jam

bi

Ace

h

Pap

ua

Bar

at

Kep

. B

abel

Lam

pun

g

Sulb

ar

Sum

bar

Jati

m

Go

ron

talo

Kal

ut

NT

B

Kal

tim

Kal

bar

Ben

gk

ulu

Jab

ar

Kal

sel

Ban

ten

Kep

. R

iau

Jate

ng

DIY

Kal

ten

g

Sum

ut

Bal

i

DK

I

Ria

u

Sum

sel

Capaian Peta Bidang Tanah Bersertifikat yang Terdigitasi di Provinsi

Kajian

Page 56: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

46

peta tersebut (Tabel IV.7). Faktor-faktor ini diperoleh dari informasi masing-masing Kanwil

BPN provinsi kajian.

Tabel IV.7 Faktor-faktor Penghambat Capaian Peta Dasar Pertanahan dan

Peta Bidang Tanah Bersertifikat

Faktor Penghambat Sumut Sumsel NTB Kalsel Sulut

Kurangnya koordinasi antara BPN Pusat dan

Kanwil BPN

Peralatan teknis pengukuran kurang

memadai

Perbedaan akurasi peta dasar

Anggaran tidak memadai

Bidang-bidang tanah bersertifikat masih

tumpang tindih

Citra satelit beresolusi tinggi belum memadai

Peta masih koordinat lokal

Data analog belum dikelompokkan

Kurangnya jumlah juru ukur

Sumber: Kantor Wilayah BPN Provinsi Kajian, 2016

Tabel IV.7 menunjukkan bahwa faktor-faktor penghambat pencapaian peta memiliki sedikit

perbedaan antar provinsi kajian. Secara keseluruhan, faktor-faktor yang menghambat

pencapaian cakupan peta masing-masing provinsi kajian terkonsentrasi pada faktor jumlah

juru ukur yang kurang memadai, data analog belum dikelompokkan, dan sebagian besar

peta masih berkoordinat lokal (33,33% dari seluruh provinsi kajian memilih tiga faktor ini

sebagai faktor utama). Sebagian besar provinsi yang menghadapi ketiga masalah

pertanahan ini adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Kalimantan Selatan.

Sebaliknya, faktor perbedaan akurasi data, kekurangan peralatan teknis, dan kurangnya

koordinasi antar instansi diduga menjadi faktor yang kurang mempengaruhi terhambatnya

pencapaian peta dasar pertanahan dan peta bidang tanah bersertifikat. Namun demikian, di

antara faktor-faktor tersebut, terlihat bahwa faktor kurangnya jumlah juru ukur menjadi

faktor paling tinggi atau faktor paling dominan mempengaruhi lambatnya capaian kedua

peta tersebut.

IV.4 Sumber Daya Manusia Bidang Pertanahan

Salah satu sumber daya manusia bidang pertanahan yang berperan cukup penting

khususnya dalam pelayanan pertanahan adalah ketersediaan juru ukur pertanahan yang

memadai. Akan tetapi, data tahun 2014 menunjukkan bahwa jumlah juru ukur pertanahan

masih sangat kurang, yaitu hanya 1.689 orang (sekitar 8%) dari seluruh jumlah pegawai

sebanyak 20.184 orang (Laporan Kinerja Pemerintah Kementerian ATR/BPN, 2014). Kondisi

Page 57: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

47

demikian telah mempengaruhi kinerja pelayanan pertanahan menjadi tidak optimal. Akan

tetapi, upaya pemerintah untuk meningkatkan pelayanan pertanahan masih belum

memberikan hasil yang cukup memuaskan hingga saat ini, terutama kepastian waktu

pelayanan mengingat proporsi pegawai Kementerian ATR/BPN belum mencapai komposisi

ideal untuk jumlah juru ukur. Dari keadaan saat ini, jumlah juru ukur pertanahan di

Indonesia perlu ditingkatkan hingga 40% dari seluruh jumlah pegawai Kementerian ATR/BPN

secara nasional. Proporsi 40% untuk jumlah juru ukur dianggap sebagai jumlah yang cukup

ideal untuk meningkatkan kualitas pelayanan pertanahan (RPJMN 2015-2019).

IV.4.1 Sumber Daya Manusia Bidang Pertanahan di Provinsi Kajian

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa ketersediaan jumlah juru ukur pertanahan

yang memadai merupakan bagian penting yang harus ada di setiap kantor pertanahan guna

melancarkan kegiatan pelayanan pertanahan. Jumlah juru ukur dianggap memadai apabila

jumlah juru ukur ini telah mencapai 40% dari seluruh pegawai BPN di setiap kantor

pertanahan seluruh provinsi. Berikut ini disajikan tabel ketersediaan jumlah juru ukur

masing-masing provinsi kajian dan perkiraan penambahan jumlah juru ukur untuk setiap

provinsi kajian, serta gambar perbandingan proporsi jumlah juru ukur dan jumlah non-juru

ukur pertanahan (Tabel IV.8 dan Gambar IV.7).

Tabel IV.8 Jumlah Pegawai Juru Ukur Pertanahan Masing-masing Provinsi

Kajian Tahun 2016

Provinsi Jumlah

Pegawai

Jumlah

Juru Ukur

Jumlah

Non Juru

Ukur

Jumlah

Juru Ukur

Ideal (40%)

Penambahan

Jumlah Juru

Ukur

Sumatera Utara 191 99 92 76 -

Sumatera Selatan 121 77 44 48 -

Nusa Tenggara Barat 466 67 399 186 119

Kalimantan Selatan 458 96 362 183 87

Sulawesi Utara 326 34 292 130 96

Sumber: Kantor Wilayah BPN Provinsi Kajian dan Hasil Analisis, 2016

Page 58: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

48

Gambar IV.7 Proporsi Jumlah Pegawai Juru Ukur dan Pegawai Non Juru Ukur

Masing-masing Provinsi Kajian

Sumber: Kantor Wilayah BPN Provinsi Kajian dan Hasil Analisis, 2016

Dari kelima provinsi kajian, data dan analisis menunjukkan bahwa jumlah juru ukur

pertanahan di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Kalimantan Selatan, dan Provinsi

Sulawesi Utara belum ideal (sebanyak 80% - 90% pegawai pertanahan adalah pegawai non-

juru ukur). Oleh sebab kondisi demikian, ketiga provinsi kajian ini harus menambah jumlah

juru ukur sekitar 150 hingga 200 orang guna meningkatkan kualitas pelayanan pertanahan di

daerahnya. Sebaliknya, Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Sumatera Selatan sudah

memiliki jumlah juru ukur pertanahan yang ideal dan diharapkan dapat terus meningkatkan

kualitas pelayanan pertanahan di daerahnya.

IV.5 Upaya Percepatan Pencapaian Cakupan Peta

Selanjutnya, subbab ini akan diuraikan tentang upaya-upaya percepatan pencapaian

cakupan peta untuk masing-masing provinsi kajian yang digambarkan melalui mayoritas

upaya yang paling banyak diajukan oleh masing-masing provinsi kajian. Upaya perbaikan ini

diharapkan dapat membantu pemerintah untuk memperbaiki program-program

peningkatan kualitas pelayanan pertanahan yang telah disusun. Jenis upaya percepatan

pencapaian cakupan peta dapat di lihat pada Gambar IV.9 berikut.

Gambar IV.8 Upaya Percepatan Capaian Peta yang Paling Banyak di Pilih

Sumber: Kantor Wilayah BPN Provinsi Kajian dan Hasil Analisis, 2016

99 77 67 96 34 92 44

399 362 292

050

100150200250300350400

Sumatera Utara Sumatera Selatan Nusa Tenggara

Barat

Kalimantan Selatan Sulawesi Utara

Jumlah Juru Ukur di Wilayah Kajian

Juru Ukur Non Juru Ukur

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Pembuatan peta dasar bersama pendaftaran tanahPelatihan dan pendidikan juru ukur

Penggunaan peta dari sumber lainPembuatan peta dasar & peta pendaftaran basis desa

Penggunaan CORS dan UAVPengadaan citra satelit terbaru

Pemetaan ulang peta berkoordinat lokalPenanganan kasus pertanahan

Koordinasi antara BPN Pusat dan Kanwil BPN

Upaya Percepatan Capaian Cakupan Peta

Page 59: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

49

Gambar IV.9 di atas menunjukkan bahwa upaya percepatan pencapaian cakupan peta dapat

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu upaya A, B, dan C. Pengelompokkan ini didasarkan pada

banyaknya Kanwil BPN provinsi kajian yang memilih upaya-upaya tersebut sebagai hal yang

dianggap penting.

Upaya A (60% provinsi kajian memilih upaya ini), yaitu koordinasi lintas sektor dan

terselesaikannya kasus-kasus pertanahan.

Upaya B (40% provinsi kajian memilih upaya ini), yaitu pemetaan ulang untuk seluruh

peta-peta yang berkoordinat lokal.

Upaya C (20% provinsi kajian memilih upaya ini), yaitu pengadaan citra satelit terbaru,

penggunaan CORS dan UAV, pembuatan peta dasar dan peta pendaftaran berbasis desa,

penggunaan peta dari sumber lain, pelatihan dan pendidikan juru ukur, dan pembuatan

peta dasar bersamaan pendaftaran tanah.

Upaya A berupa koordinasi lintas sektor dan penyelesaian kasus-kasus pertanahan. Kedua

upaya ini diduga menjadi upaya yang harus segera dilaksanakan guna mempercepat

pencapaian peta dasar pertanahan maupun peta bidang tanah bersertifikat. Kedua upaya ini

diajukan oleh 60% provinsi kajian, yaitu Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Nusa Tenggara

Barat, dan Provinsi Kalimantan Selatan. Upaya koordinasi lintas sektor diduga menjadi hal

yang penting mengingat banyaknya perbedaan data yang dikeluarkan antara Kanwil BPN

setiap provinsi dengan Kementerian ATR/BPN (data pusat). Perbedaan data dalam kajian ini

sangat nampak pada data capaian peta dasar pertanahan dan capaian peta bidang tanah

bersertifikat. Oleh sebab itu diperlukan adanya kerjasama dan sinkronisasi data terkait

pertanahan antar K/L, dari tingkat kabupaten/kota hingga tingkat nasional.

Selain koordinasi lintas sektor, upaya penyelesaian kasus-kasus pertanahan juga diduga

menjadi hal penting yang harus segera dilaksanakan. Sampai akhir tahun 2014, kasus

pertanahan nasional yang belum terselesaikan masih sebanyak 50,5% dari seluruh kasus

yang masuk (5.878 kasus). Jumlah kasus pertanahan ini akan selalu mengalami peningkatan

setiap tahunnya, akan tetapi sampai saat ini pemerintah belum menemukan metode

penyelesaian kasus pertanahan yang tepat. Hal-hal yang menyebabkan belum

terselesaikannya kasus-kasus pertanahan antara lain (1) kasus pertanahan banyak muncul

dan berkembang di lokasi yang masyarakatnya belum sejahtera secara ekonomi; (2)

belum/tidak adanya kepastian hukum hak atas tanah yang memberikan jaminan terhadap

kepemilikan tanah; (3) sistem pendaftaran tanah masih menggunakan sistem publikasi

negatif; (4) capaian cakupan peta dasar pertanahan masih rendah; (5) capaian cakupan peta

bidang tanah bersertifikat masih rendah; (6) penguasaan tanah tanpa proses hukum

dilakukan oleh masyarakat miskin pada bidang-bidang tanah yang dianggap terlantar; serta

(7) terdapat perbedaan pemahaman atas hukum tanah yang berlaku (lebih lanjut lihat

subbab III.2.2).

Page 60: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

50

Di samping perlunya koordinasi lintas sektor dan penyelesaian kasus-kasus pertanahan,

upaya lainnya yang paling banyak disebutkan untuk mempercepat cakupan peta di

Indonesia adalah pemetaan ulang untuk seluruh peta yang berkoordinat lokal. Pemetaan

ulang ini diajukan oleh 40% provinsi kajian (dua dari lima provinsi kajian), yaitu Provinsi

Kalimantan Selatan dan Sulawesi Utara. Sementara itu, upaya perbaikan kondisi pertanahan

lainnya (upaya C) antara lain (1) pengadaan citra satelit terbaru; (2) penggunaan CORS dan

UAV; (3) pembuatan peta dasar dan peta pendaftaran berbasis desa; (4) penggunaan peta

dari sumber lain; (5) pelatihan dan pendidikan juru ukur; dan (6) pembuatan peta dasar

bersamaan dengan pendaftaran tanah. Masing-masing upaya C di pilih oleh tiga dari lima

provinsi kajian, yaitu Provinsi Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan

Selatan.

Kesimpulan Analisis Capaian Peta Dasar Pertanahan dan Peta Bidang Tanah Bersertifikat

Analisis capaian peta dasar pertanahan dan peta bidang tanah bersertifikat dalam bab ini

menguraikan tentang hal-hal yang mendukung pelaksanaan perubahan sistem pendaftaran

publikasi positif di Indonesia, seperti capaian peta dasar di Indonesia dan provinsi kajian,

capaian peta bidang tanah bersertifikat di Indonesia dan provinsi kajian, faktor-faktor

penghambat pencapaian cakupan peta, sumber daya manusia bidang pertanahan, serta

upaya percepatan capaian peta yang diajukan oleh masing-masing provinsi kajian. Provinsi-

provinsi yang di pilih sebagai sampel dalam kajian ini adalah Provinsi Sumatera Utara,

Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Utara.

Dalam upaya menentukan kesiapan Indonesia melakukan perubahan pada sistem publikasi

dalam pendaftaran tanahnya, dari sistem publikasi negatif menjadi publikasi positif, kajian

ini menggunakan hipotesa yang telah diuraikan pada subbab I.4.2. Hipotesa ini didasarkan

pada data dan analisis capaian peta dasar pertanahan dan peta bidang tanah bersertifikat

yang sudah terdigitasi, serta di lihat dari segi hukum berupa perubahan substansi peraturan

tentang sistem pendaftaran tanah di Indonesia. Namun, pada kesimpulan kali ini, kesiapan

Indonesia untuk merubah sistem publikasi dalam sistem pendaftaran tanah terlebih dahulu

di lihat dari kondisi capaian peta dasar pertanahan dan peta bidang tanah bersertifikat yang

sudah terdigitasi.

Data dan analisis menunjukkan bahwa sistem publikasi positif untuk sistem pendaftaran

tanah di Indonesia belum dapat direalisasikan (Hipotesis 3). Hal ini disebabkan oleh capaian

cakupan peta dasar pertanahan maupun peta bidang tanh bersertifikat belum memenuhi

prasyarat. Capaian cakupan peta dasar pertanahan masih tergolong sedang (40% - 60%),

sedangkan capaian peta bidang tanah bersertifikat yang sudah terdigitasi masih tergolong

sangat rendah (<20%). Akan tetapi, data capaian peta dasar pertanahan dan peta bidang

tanah bersertifikat yang sudah terdigitasi antara data pusat seluruh provinsi di Indonesia

dengan data lima provinsi kajian memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Perbedaan data

Page 61: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

51

ini diduga disebabkan oleh kurangnya koordinasi antar pemerintah, data capaian peta dasar

pertanahan di daerah masih saling tumpang tindih, atau data di daerah belum tersusun

dengan rapi.

Faktor-faktor utama yang menghambat pencapaian cakupan kedua peta tersebut, yaitu

kurangnya jumlah juru ukur, sebagian besar peta masih berkoordinat lokal, dan data analog

belum dikelompokkan. Namun, di antara seluruh faktor-faktor tersebut, kurangnya jumlah

juru ukur menjadi faktor yang paling dominan menghambat pencapaian cakupan peta-peta

tersebut. Sejauh ini, jumlah juru ukur pertanahan yang dimiliki oleh Kanwil BPN seluruh

provinsi masih kurang dari 40% dari seluruh pegawai pertanahan.

Berbagai upaya perlu dilakukan untuk mempercepat capaian cakupan peta dasar

pertanahan dan peta bidang tanah bersertifikat di Indonesia. Upaya prioritas yang harus

segera dilaksanakan adalah koordinasi lintas sektor dan penyelesaian kasus-kasus

pertanahan. Koordinasi lintas sektor yang sangat penting adalah sinkronisasi data capaian

peta antara Kanwil BPN dengan BPN pusat. Sementara itu, penyelesaian kasus-kasus

pertanahan juga diperlukan sebagai salah satu prasyarat untuk mendukung perubahan

sistem publikasi negatif menjadi sistem publikasi positif. Di dalam sistem publikasi positif,

permasalahan pertanahan seperti sengketa, konflik, maupun perkara harus kurang dari 10%

bahkan sudah tidak ada lagi permasalahan pertanahan yang harus diselesaikan oleh negara.

Sebab, apabila negara masih memiliki banyak kasus pertanahan yang belum terselesaikan

dengan baik, negara tersebut belum dapat merealisasikan sistem publikasi positif dalam

sistem pendaftaran tanah. Kondisi demikian disebabkan oleh beban keuangan negara akan

sangat besar apabila negara tersebut tetap merealisasikan sistem publikasi positif,

sementara permasalahan pertanahan masih banyak yang belum terselesaikan.

Page 62: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad
Page 63: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

53

BAB V

ANALISIS PERUBAHAN PERATURAN HUKUM TERKAIT

PENDAFTARAN TANAH

Dalam upaya mewujudkan perubahan sistem pendaftaran tanah publikasi positif, terdapat

beberapa langkah strategis yang harus dilakukan, salah satunya adalah revisi peraturan

perundang-undangan terkait sistem pendaftaran tanah. Peraturan-peraturan hukum terkait

pendaftaran tanah, yaitu Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok

Agraria (UUPA) dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah. Namun, seluruh peraturan perundang-undangan terkait pendaftaran

tanah ini belum ditinjau dan direvisi substansinya. Sehingga, berdasarkan hipotesis yang

telah dikemukakan pada subbab 1.4.2, sistem pendaftaran tanah publikasi positif belum

dapat diterapkan di Indonesia baik secara parsial di beberapa provinsi ataupun seluruh

provinsi di Indonesia.

Dalam upaya persiapan perubahan sistem pendaftaran tanah publikasi positif, terdapat

beberapa hal yang perlu dimasukkan pada perubahan peraturan perundang-undangan

terkait pendaftaran tanah, antara lain:

1. Perlu adanya pasal baru di dalam UUPA atau PP 24/1997 yang mengatur tentang tiga

prinsip utama hukum indefeasible, seperti prinsip cermin (mirror principle), prinsip tabir

(curtain principle), dan prinsi asuransi (insurance principle). Pasal tentang indefeasible ini

perlu didukung dan diperjelas dengan peraturan perundang-undangan atau peraturan

pemerintah lain yang terkait.

2. Perlu adanya pasal baru di dalam UUPA atau PP 24/1997 yang mengatur tentang jenis

kompensasi ganti rugi (indemnity) atas kesalahan dalam register. Dalam prakteknya,

sistem publikasi positif ini memiliki dua jenis kompensasi ganti rugi yang disesuaikan

dengan dasar hukum pemerintahan yang digunakan pada negara tersebut. Dua jenis

kompensasi ganti rugi atas kesalahan dalam register, yaitu immediate indefeasible dan

deffered indefeasible. Immediate indefeasible umumnya digunakan oleh negara-negara

yang tidak menggunakan hukum adat sebagai dasar hukum (contoh: Inggris, Australia),

sedangkan deffered indefeasible biasanya digunakan oleh negara-negara yang

menggunakan hukum adat sebagai dasar hukum (contoh: Malaysia). Berdasarkan hal ini,

pemerintah perlu melakukan diskusi dengan BPN beserta para akademisi untuk

memutuskan jenis kompensasi ganti rugi yang akan diterapkan, apakah menggunakan

immediate indefeasible atau deffered indefeasible. Pasal tentang jenis indemnity dalam

ini perlu didukung dan diperjelas dengan peraturan perundang-undangan atau peraturan

pemerintah lain yang terkait.

3. Perlu adanya pasal baru atau penambahan ayat baru dalam pasal tertentu pada PP

24/1997 tentang penentuan tanah yang dapat didaftarkan atau dilegalisasikan. Tanah-

Page 64: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

54

tanah ini dapat berupa tanah yang diperoleh sebelum 17 Agustus 1945, tanah waris dari

pendudukan penjajah, tanah wakaf yang sebelumnya dimiliki secara mutlak dan secara

sah telah diberikan, dan sebagainya. Pasal tentang penentuan tanah yang dapat

didaftarkan atau dilegalisasikan dalam PP 24/1997 perlu didukung dan diperjelas dengan

peraturan perundang-undangan atau peraturan pemerintah lain yang terkait.

4. Perlu adanya pasal baru atau penambahan ayat baru dalam pasal tertentu pada UUPA

dan PP 24/1997 yang mengatur tentang pembangunan Pusat Database Pendaftaran

Tanah Nasional.

5. Perlu adanya undang-undang atau peraturan pemerintah yang mengatur lebih jelas atau

lebih detail tentang Pusat Database Pendaftaran Tanah Nasional, termasuk isi, perubahan

data, kesepakatan, hingga jaminan kebenaran informasi di dalam Pusat Database

tersebut oleh pemerintah. Isi Pusat Database Pendaftaran Tanah Nasional meliputi peta

pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah, dan daftar nama pemegang hak. Oleh

sebab itu, terdapat beberapa hal yang perlu dipersiapkan guna mendukung

pembangunan pusat database ini, antara lain:

a. Peta dasar pendaftaran tanah harus sudah berbentuk digital dengan batas-batas

koordinat yang akurat dan dapat diolah. Peta dasar pendaftaran tanah digital

sebaiknya berisi informasi jenis penutupan lahan (land cover), titik kendali (control

points), bangunan, nomor persil (parcel number), garis batas (boundary lines), dan titik

batas (boundary points) seperti Gambar V.1 berikut.

Gambar V.1 Contoh Peta Dasar Pendaftaran Tanah Digital

Sumber: BEV – Federal Office of Metrology and Surveying, 2009

Page 65: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

55

b. Pembukuan tanah sudah di ubah ke dalam bentuk Pusat Database Pendaftaran Tanah.

c. Seluruh bidang-bidang tanah harus sudah dibukukan dengan jelas.

d. Seluruh kawasan budidaya harus sudah disertifikasi sesuai jenis kepemilikan hak atas

tanahnya dan seluruh sertifikat hak atas tanah harus masuk ke dalam Bank Data.

e. Surat-surat bukti hak kepemilikan atas tanah harus sudah sama dengan Pusat

Database Pendaftaran Tanah Nasional.

Seluruh informasi terkait pertanahan di dalam Pusat Database Pendaftaran Tanah

Nasional harus terjamin kebenarannya oleh pemerintah. Selain itu, apabila ada

perubahan data di dalam pusat database, maka perubahan data ini harus disepakati

antara BPN dengan pemilik hak atas tanah.

6. Perlu adanya pasal baru atau penambahan ayat baru dalam pasal tertentu pada PP

24/1997 yang mengatur tentang isi dan keakuratan data fisik dan data yuridis. Data fisik

dan data yuridis di setiap daerah harus sudah sangat lengkap, akurat, valid, dan dijamin

kebenarannya oleh ATR/BPN.

7. Pencatatan perubahan akibat keputusan pengadilan pada "pembukuan tanah"

sebagaimana dimaksud pada Pasal 1, pp 24/1997 perlu diperbaharui.

Selanjutnya, pasal-pasal yang perlu direvisi guna disesuaikan dengan sistem publikasi positif

dapat di lihat pada Tabel V.1 berikut.

Page 66: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

56

Tabel V.1 Identifikasi Peraturan Perundang-undangan yang Perlu Di Ubah atau Ditambahkan

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

1

Bab II Hak-hak atas tanah, air, dan ruang angkasa, serta pendaftaran tanah Bagian II Pendaftaran Tanah – Pasal 19

Pasal 19 Ayat 2, butir a dan c Pasal 19 Ayat 2 berbunyi: a. Pengukuran, perpetaan, dan

pembukuan tanah; b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan

peralihan hak-hak tersebut; c. Pemberian surat-surat tanda bukti

hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Pendaftaran tanah ini akan diselenggarakan dengan cara yang sederhana dan mudah dimengerti serta dijalankan oleh rakyat yang bersangkutan Penjelasan Umum IV … Sedangkan pasal 19 ditujukan kepada Pemerintah sebagai suatu instruksi, agar di seluruh wilayah Indonesia diadakan pendaftaran tanah yang bersifat “rechtskadaster” artinya yang bertujuan menjamin kepastian hukum.

1. Butir (a), “pembukuan tanah” perlu diubah atau ditambah menjadi “pembukuan tanah dalam bentuk Pusat Data Base Pendaftaran Tanah Nasional”. 2. Butir (c), “alat pembuktian yang kuat” disusulkan untuk diubah menjadi “alat pembuktian yang mutlak serta dapat diteliti / ditinjau kesesuaiannya dengan Pusat Data Base Pendaftaran Tanah Nasional”.

Catatan : Dalam UUPA perlu ditambahkan pasal-pasal tentang : 1. Pembangunan Pusat Data Base Pendaftaran Tanah Pemerintah 2. Mekanisme uji kebenaran yuridis (adjudikasi) apabila ada perbedaan informasi antara surat-surat tanda bukti hak dengan Pusat Data Base Pendaftaran Tanah Pemerintah; 3. Mekanisme ganti rugi oleh Pemerintah apabila pemerintah terbukti melakukan kesalahan pencatatan informasi di dalam surat-surat tanda bukti hak, sehingga menyebabkan

adanya perbedaan infromasi dalam Pusat Data Base Pendaftaran Tanah Pemerintah. 4. Perlu dikaji kebutuhan penerbitan Peraturan Pemerintah baru yang mengatur Pembentukan Pusat Data Base Pendaftaran Pemerintah.

Page 67: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

57

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

1 Bab I

Ketentuan Umum

Pasal 1

Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan

yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus

menerus, berkesinambungan dan teratur,

meliputi pengumpulan, pengolahan,

pembukuan, dan penyajian serta

pemeliharaan data fisik dan data yuridis,

dalam bentuk peta dan daftar, mengenai

bidang-bidang tanah dan satuan-satuan

rumah susun, termasuk pemberian surat

tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah

yang sudah ada haknya dan hak milik atas

satuan rumah susun serta hak-hak tertentu

yang membebaninya.

Cukup jelas

“pembukuan tanah” perlu diubah atau ditambah

pengertiannya menjadi “pembukuan tanah dalam

bentuk Pusat Data Base Pendaftaran Tanah

Nasional” atau ditambahkan butir baru yang

memuat tentang Pusat Data Base Pendaftaran

Tanah Nasional.

2 Bab II

Azas dan Tujuan

Pasal 3

Pendaftaran tanah bertujuan:

a. Untuk memberikan kepastian hukum dan

perlindungan hukum kepada pemegang

hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah

susun, dan hak-hak lain yang terdaftar agar

dengan mudah dapat membuktikan dirinya

sebagai pemegang hak yang ber-

sangkutan,

b. Untuk menyediakan informasi kepada

pihak-pihak yang berkepentingan termasuk

Pemerintah agar dengan mudah dapat

memperoleh data yang diperlukan dalam

Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana

tercantum pada huruf a merupakan tujuan

utama pendaftaran tanah yang diperintahkan

Pasal 19 UUPA.

Disamping itu dengan terselenggaranya

pendaftaran tanah juga dimaksudkan

terciptanya suatu pusat informasi mengenai

bidang-bidang tanah sehingga pihak yang

berkepentingan termasuk Pemerintah

dengan mudah dapat memperoleh data yang

diperlukan dalam mengadakan perbuatan

hukum mengenai bidang-bidang tanah dan

satuan-satuan rumah susun yang sudah di

Penjelasan pasal 3 secara eksplisit

mengamanatkan pembentukan Pusat Data Base

Pendaftaran Tanah, namun hingga saat ini

pembentukan Pusat Data Base Pendaftaran Tanah

belum dilakukan oleh pemerintah.

Pusat data dan informasi Kementerian Agraria dan

Tata Ruang/BPN tidak secara yuridis mengikat

surat-surat bukti hak yang telah diterbitkan.

Pembangunan sistem pendaftaran tanah publikasi

positif perlu dicantumkan secara eksplisit dalam

batang tubuh tentang eksistensi Pusat Data Base

Pendaftaran Tanah dan data informasi yang

Page 68: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

58

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

mengadakan perbuatan hukum mengenai

bidang-bidang tanah dan satuan-satuan

rumah susun yang sudah terdaftar;

c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi

pertanahan.

daftar.

Terselenggaranya pendaftaran tanah secara

baik merupakan dasar dan perwujudan tertib

administrasi di bidang pertanahan.

terdapat didalamnya mengikat secara hukum

seluruh surat-surat bukti hak yang diterbitkan.

3

Pasal 4, Ayat 1 dan 2

1. Untuk memberikan kepastian dan

perlindungan hukum sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 3 huruf a kepada

pemegang hak atas tanah yang

bersangkutan diberikan sertipikat hak atas

tanah.

2. Untuk melaksanakan fungsi informasi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3

huruf b data fisik dan data yuridis dari

bidang tanah dan satuan rumah susun yang

sudah terdaftar terbuka untuk umum.

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat 1

Sertifikat hak atas tanah perlu di ubah atau

ditambahkan keterangan yang menyebutkan

bahwa sertifikat hak atas tanah tersebut

merupakan salinan atau print out dari database

yang ada di Pusat Database Pertanahan Nasional

Ayat 2

Data fisik dan yuridis harus diperiksa kelengkapan

maupun keakuratannya, serta dijamin

kebenarannya oleh ATR/BPN, sehingga memiliki

kekuatan hukum yang mengikat

4

Bab III

Pokok-pokok

Penyelenggaraan

Pendaftaran Tanah

Bagian II

Obyek Pendaftaran Tanah

Pasal 9

1. Obyek pendaftaran tanah meliputi:

1. Bidang-bidang tanah yang dipunyai

dengan hak milik, hak guna usaha,

hak guna bangunan dan hak pakai;

2. Tanah hak pengelolaan;

3. Tanah wakaf;

4. Hak milik atas satuan rumah susun;

5. Hak tanggungan;

6. Tanah Negara.

Ayat (1)

Cukup jelas

Page 69: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

59

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

2. Dalam hal tanah Negara sebagai obyek

pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf f, pendaftarannya

dilakukan dengan cara membukukan

bidang tanah yang merupakan tanah

Negara dalam daftar tanah.

Ayat (2)

Pendaftaran tanah yang obyeknya bidang

tanah yang berstatus tanah Negara dilakukan

dengan mencatatnya dalam daftar tanah dan

tidak diterbitkan sertipikat.

5

Bab III

Pokok-pokok

Penyelenggaraan

Pendaftaran Tanah

Bagian III

Satuan Wilayah Tata Usaha

Pendaftaran Tanah

Pasal 10

1. Satuan wilayah tata usaha pendaftaran

tanah adalah desa atau kelurahan.

2. Khusus untuk pendaftaran tanah hak guna

usaha, hak pengelolaan, hak tanggungan

dan tanah Negara satuan wilayah tata

usaha pendaftarannya adalah

Kabupaten/Kotamadya.

Ayat (1)

Desa dan kelurahan adalah satuan wilayah

Pemerintahan yang diatur dalam Undang-

undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang

Pemerintahan Desa.

Ayat (2)

Areal hak guna usaha, hak pengelolaan dan

tanah Negara umumnya meliputi beberapa

desa/kelurahan. Demikian juga obyek hak

tanggungan dapat meliputi beberapa bidang

tanah yang terletak di beberapa

desa/kelurahan.

Pengaturan tentang desa diatur melalui Undang-

undang No. 6 Tahun 2004

Perlu mengakomodir ketentuan mengenai desa

adat dan sejenisnya, serta harus sudah jelas

batas-batas tanah adat/ulayat

6

Bab III

Pokok-pokok

Penyelenggaraan

Pendaftaran Tanah

Bagian IV

Pelaksanaan Pendaftaran

Tanah

Pasal 12

1. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama

kali meliputi: a. pengumpulan dan

pengolahan data fisik; b. pembuktian hak

dan pembukuannya; c. penerbitan

sertifikat; d. penyajian data fisik dan data

yuridis; e. penyimpanan daftar umum dan

dokumen.

2. Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran

tanah meliputi: a. pendaftaran peralihan

dan pembebanan hak; b. pendaftaran

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Untuk pendaftaran tanah pertama kali

dibebaskan atau tidak dikenakan Bea

Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB), sehingga

dapat mempercepat pelaksanaan sertifikasi

tanah.

Penyimpanan daftar umum dan dokumen

dilakukan pada Pusat Database Pertanahan.

Page 70: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

60

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

perubahan data pendaftaran tanah lainnya.

7

Bab IV

Pendaftaran Tanah Untuk

Pertama Kali

Bagian II

Pengumpulan dan

Pengolahan Data Fisik

Paragraf 1

Pengukuran dan Pemetaan

Pasal 14

1. Untuk keperluan pengumpulan dan

pengolahan data fisik dilakukan kegiatan

pengukuran dan pemetaan

2. Kegiatan pengukuran dan pemetaan

sebagaimana di-maksud pada ayat (1)

meliputi :

a. Pembuatan peta dasar pendaftaran;

b. Penetapan batas bidang-bidang tanah;

c. Pengukuran dan pemetaan bidang-

bidang tanah dan pembuatan peta

pendaftaran;

d. Pembuatan daftar tanah;

e. Pembuatan surat ukur.

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Peta dasar pendaftaran tanah harus dibuat dalam

bentuk digital menggunakan batas-batas

koordinat yang akurat dan dapat diolah. Peta

dasar pendaftaran tanah digital (Digital Cadastral)

harus berisi informasi tentang penutupan lahan

(land cover), titik kendali (control points),

bangunan, nomor persil (parcel number), garis

batas (boundary lines), dan titik batas (boundary

points)

Lebih jelas lihat contoh peta kadastral digital pada

Gambar V.1.

8

Bab IV

Pendaftaran Tanah Untuk

Pertama Kali

Bagian II

Pengumpulan dan

Pengolahan Data Fisik

Paragraf 2

Pembuatan Peta Dasar

Pendaftaran

Pasal 15

1. Kegiatan pendaftaran tanah secara

sistematik sebagai-mana dimaksud dalam

Pasal 13 ayat (1) dimulai dengan

pembuatan peta dasar pendaftaran.

2. Di wilayah-wilayah yang belum ditunjuk

sebagai wilayah pendaftaran tanah secara

sistematik oleh Badan Pertanahan Nasional

diusahakan tersedianya peta dasar

pendaftaran untuk keperluan pendaftaran

tanah secara sporadik.

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Peta dasar pendaftaran tanah harus dibuat

dalam bentuk digital menggunakan batas-batas

koordinat yang akurat dan dapat diolah.

Peta dasar pendaftaran tanah digital (Digital

Cadastral) harus berisi informasi tentang

penutupan lahan (land cover), titik kendali

(control points), bangunan, nomor persil

(parcel number), garis batas (boundary lines),

dan titik batas (boundary points)

Penyediaan peta dasar pendaftaran tanah

perlu difokuskan pada wilayah-wilayah

prioritas pembangunan nasional serta wilayah

perbatasan antara kawasan budidaya dengan

Page 71: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

61

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

kawasan hutan. Penyediaan peta dasar

pendaftaran tanah ini harus meliputi seluruh

wilayah Indonesia tanpa kecuali.

9

Pasal 16

1. Untuk keperluan pembuatan peta dasar

pendaftaran Badan Pertanahan Nasional

menyelenggarakan pemasangan,

pengukuran, pemetaan, dan pemeliharaan

titik-titik dasar teknik nasional di setiap

Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.

2. Pengukuran untuk pembuatan peta dasar

pendaftaran sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diikatkan dengan titik-titik dasar

teknik nasional sebagai kerangka dasarnya.

3. Jika di suatu daerah tidak ada atau belum

ada titik-titik dasar teknik nasional

sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

dalam melaksanakan pengukuran untuk

pembuatan peta dasar pendaftaran dapat

digunakan titik dasar teknik lokal yang

bersifat sementara, yang kemudian

diikatkan dengan titik dasar teknik

nasional.

4. Peta dasar pendaftaran sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)

menjadi dasar untuk pembuatan peta

pendaftaran.

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai

pengukuran dan pemetaan titik dan teknik

nasional dan pembuatan peta dasar

pendaftaran ditetapkan oleh Menteri.

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Peta dasar pendaftaran tanah harus dibuat dalam

bentuk digital menggunakan batas-batas

koordinat yang akurat dan dapat diolah.

Page 72: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

62

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

10

Bab IV

Pendaftaran Tanah Untuk

Pertama Kali

Bagian II

Pengumpulan dan

Pengolahan Data Fisik

Paragraf 4

Pengukuran dan Pemetaan

Bidang-bidang Tanah dan

Pembuatan Peta

Pendaftaran

Pasal 20

1. Bidang-bidang tanah yang sudah

ditetapkan batas batasnya sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 18 dan

Pasal 19 diukur dan selanjutnya dipetakan

dalam peta dasar pendaftaran.

2. Jika dalam wilayah pendaftaran tanah

secara sporadik belum ada peta dasar

pendaftaran, dapat digunakan peta lain,

sepanjang peta tersebut memenuhi syarat

untuk pembuatan peta pendaftaran.

3. Jika dalam wilayah dimaksud belum

tersedia peta dasar pendaftaran maupun

peta lainnya sebagaimana dimaksud pada

ayat (2), pembuatan peta dasar

pendaftaran dilakukan bersamaan dengan

pengukuran dan pemetaan bidang tanah

yang bersangkutan.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai

pengukuran dan pemetaan bidang-bidang

tanah dan pembuatan peta pendaftaran

ditetapkan oleh Menteri.

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Jika dalam wilayah pendaftaran belum terdapat

peta dasar pendaftaran, maka akan dilakukan

terlebih dahulu penyusunan peta dasar

pendaftaran atau dibuatkan peta sementara

dengan menggunakan metode pemetaan dan

pengukuran yang akurat

Bab IV

Pendaftaran Tanah Untuk

Pertama Kali

Bagian II

Pengumpulan dan

Pengolahan Data Fisik

Paragraf 5

Pasal 21

1. Bidang atau bidang-bidang tanah yang

sudah dipetakan atau dibubuhkan nomor

pendaftarannya pada peta pen-daftaran

dibukukan dalam daftar tanah.

2. Bentuk, isi, cara pengisian, penyimpanan

dan pemeli-haraan daftar tanah diatur oleh

Menteri

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Bidang-bidang yang sudah dipetakan akan

dicantumkan nomor pendaftarannya dan

disimpan dalam Data Base Pusat Informasi

Pertanahan

Page 73: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

63

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

Pembuatan Daftar Tanah

11

Bab IV

Pendaftaran Tanah Untuk

Pertama Kali

Bagian III

Pembuktian Hak dan

Pembukuannya

Paragraf 1

Pembuktian Hak Baru

Pasal 23

Untuk keperluan pendaftaran hak:

a. Hak atas tanah baru dibuktikan dengan:

1. Penetapan pemberian hak dari Pejabat

yang berwenang memberikan hak yang

bersangkutan menurut ketentuan yang

berlaku apabila pemberian hak

tersebut berasal dari tanah Negara atau

tanah hak pengelolaan;

2. Asli akta PPAT yang memuat pemberian

hak tersebut oleh pemegang hak milik

kepada penerima. hak yang

bersangkutan apabila mengenai hak

guna bangunan dan hak pakai atas

tanah hak milik;

b. Hak pengelolaan dibuktikan dengan

penetapan pemberian hak pengelolaan

oleh Pejabat yang berwenang;

c. Tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar

wakaf;

d. Hak milik atas satuan rumah susun

dibuktikan dengan akta pemisahan;

e. Pemberian hak tanggungan dibuktikan

dengan akta pemberian hak tanggungan.

Ayat (1)

Cukup jelas

Keseluruhan bukti hak baru tersebut akan

disimpan dalam Pusat Database Pertanahan

Nasional. Bentuk surat kepemilikan hak yang

dimiliki oleh pemilik merupakan salinan yang

sewaktu waktu dapat dimintakan print out-nya.

12

Bab IV

Pendaftaran Tanah Untuk

Pertama Kali

Bagian III

Pasal 24

1. Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas

tanah yang berasal dari konversi hak-hak

lama dibuktikan dengan alat-alat bukti

Ayat (1)

Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri

dari bukti kepemilikan atas nama pemegang

Pendaftaran hak atas tanah yang berasal dari

konversi hak-hak lama tetap dilindungi, selama

dapat dibuktikan dengan bukti tertulis,

keterangan saksi, serta panitia adjudikasi.

Kemudian hak-hak lama tersebut harus

Page 74: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

64

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

Pembuktian Hak dan

Pembukuannya

Paragraf 2

Pembuktian Hak Lama

mengenai adanya hak tersebut berupa

bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan

atau pernyataan yang bersangkutan yang

kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi

dalam pendaftaran tanah secara sistematik

atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam

pendaftaran tanah secara sporadik,

dianggap cukup untuk mendaftar hak,

pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang

membebaninya.

hak pada waktu berlakunya UUPA dan apabila

hak tersebut kemudian beralih, bukti

peralihan hak berturut-turut sampai ke

tangan pemegang hak pada waktu dilakukan

pembukuan hak. Alat-alat bukti tertulis yang

dimaksudkan dapat berupa :

a. Grosse akta hak eigendom yang

diterbitkan berdasarkan Overschrijvings

Ordonnantie (S.1834-27), yang telah

dibubuhi catatan, bahwa hak eigendom

yang bersangkutan dikonversi menjadi hak

milik; atau

b. Grosse akta hak eigendom yang

diterbitkan berdasarkan Overschrijvings

Ordonnantie (S.1834-27) sejak berlakunya

UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah

dilaksanakan menurut Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 di

daerah yang bersangkutan; atau

c. Surat tanda bukti hak milik yang

diterbitkan berdasarkan Peraturan

Swapraja yang bersangkutan; atau

d. Sertipikat hak milik yang diterbitkan

berdasarkan Peraturan Menteri Agraria

Nomor 9 Tahun 1959; atau

e. Surat keputusan pemberian hak milik dari

Pejabat yang ber-wenang, baik sebelum

ataupun sejak berlakunya UUPA, yang

tidak disertai kewajiban untuk

mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi

telah dipenuhi semua kewajiban yang

didaftarkan dalam sistem pendaftaran tanah

nasional sesuai persyaratan.

Page 75: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

65

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

disebut di dalamnya; atau

f. Akta pemindahan hak yang dibuat di

bawah tangan yang dibubuhi tanda

kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala

Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum

berlakunya Peraturan Pemerintah ini; atau

g. Akta pemindahan hak atas tanah yang

dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum

dibukukan; atau

h. Akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang

dibuat sebelum atau sejak mulai

dilaksanakan Peraturan Pemerintah

Nomor 28 Tahun 1977; atau

i. Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat

Lelang yang berwenang, yang tanahnya

belum dibukukan; atau

j. Surat penunjukan atau pembelian kaveling

tanah pengganti tanah yang diambil oleh

Pemerintah atau Pemerintah Daerah; atau

k. Petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil,

kekitir dan Verponding Indonesia sebelum

berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor

10 Tahun 1961; atau

l. Surat keterangan riwayat tanah yang

pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak

Bumi dan Bangunan; atau

m. Lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis

dengan nama apapun juga sebagaimana

dimaksud dalam Pasal II, VI dan VII

Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.

Page 76: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

66

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

2. Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia

secara lengkap alat-alat pembuktian

sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

pembukuan hak dapat dilakukan

berdasarkan kenyataan penguasaan fisik

bidang tanah yang bersangkutan selama 20

(dua puluh) tahun atau lebih secara

berturut-turut oleh pemohon pendaftaran

dan pendahulu pendahulunya, dengan

syarat:

a. Penguasaan tersebut dilakukan dengan

itikad baik dan secara terbuka oleh

yang bersangkutan sebagai yang

berhak atas tanah, serta diperkuat oleh

kesaksian orang yang dapat dipercaya.

b. Penguasaan tersebut baik sebelum

maupun selama pengumuman

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26

tidak dipermasalahkan oleh masyarakat

hukum adat atau desa/kelurahan yang

Dalam hal bukti tertulis tersebut tidak

lengkap atau tidak ada lagi, pembuktian

kepemilikan itu dapat dilakukan dengan

keterangan saksi atau pernyataan yang

bersangkutan yang dapat dipercaya

kebenarannya menurut pendapat Panitia

Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara

sistematik atau oleh Kepala Kantor

Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara

sporadik.

Ayat (2)

Ketentuan ini memberi jalan keluar apabila

pemegang hak tidak dapat menyediakan

bukti kepemilikan sebagaimana dimaksud

ayat (1), baik yang berupa bukti tertulis

maupun bentuk lain yang dapat dipercaya.

Dalam hal demikian pembukuan hak dapat

dilakukan tidak berdasarkan bukti

kepemilikan akan tetapi berdasarkan bukti

pengua-saan fisik yang telah dilakukan oleh

pemohon dan pendahulunya. Pembukuan

hak menurut ayat ini harus memenuhi syarat

sebagai berikut :

a. bahwa penguasaan dan penggunaan tanah

yang bersangkutan dilakukan secara nyata

dan dengan itikad baik selama 20 tahun

atau lebih secara berturut-turut;

b. bahwa kenyataan penguasaan dan

penggunaan tanah tersebut selama itu

tidak diganggu gugat dan karena itu

Dalam pasal 24 ayat (2), negara mengakui

kepemilikan tanah meskipun tidak bisa

menunjukkan bukti kepemilikan, namun dalam

ayat ini memiliki klausa yang sangat sulit yaitu

minimal 20 tahun berturut-turut dan dengan

itikad baik. Dalam poin b, pemerintah juga

mengakui adanya masyarakat hukum adat.

Dalam UUD 1945 serta UU No. 5 Tahun 1960

tentang Pertaturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

mengamanatkan bahwa masyarakat adat lebih

dahulu ada apabila dibandingkan dengan

berdirinya Negara Indonesia. Dengan demikian

dalam sistem publikasi positif, negara harus

memastikan dan memberikan perlindungan atas

keberadaan masyarakat adat.

Page 77: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

67

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

bersangkutan ataupun pihak lainnya. dianggap diakui dan dibenarkan oleh

masyarakat hukum adat atau

desa/kelurahan yang bersangkutan;

c. bahwa hal-hal tersebut diperkuat oleh

kesaksian orang-orang yang dapat

dipercaya;

d. bahwa telah diberikan kesempatan kepada

pihak lain untuk mengajukan keberatan

melalui pengumuman sebagaimana

dimaksud Pasal 26;

e. bahwa telah diadakan penelitian juga

mengenai kebenaran hal-hal yang

disebutkan di atas;

f. bahwa akhirnya kesimpulan mengenai

status tanah dan pemegang haknya

dituangkan dalam keputusan berupa

pengakuan hak yang bersangkutan oleh

Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah

secara sistematik dan oleh Kepala Kantor

Pertanahan dalam pen-daftaran tanah

secara sporadik.

13

Pasal 25

1. Dalam rangka menilai kebenaran alat bukti

sebagaimana dimaksud Pasal 24 dilakukan

pengumpulan dan penelitian data yuridis

mengenai bidang tanah yang bersangkutan

oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran

tanah secara sistematik atau oleh Kepala

Kantor Pertanahan dalam pendaftaran

tanah secara sporadik.

Ayat (1)

Cukup jelas

BPN memiliki kewenangan dalam memutuskan

kebenaran alat bukti kepemilikan tanah

berdasarkan kesimpulan data fisik dan data

yuridis, namun tetap melalui pertimbangan

panitia adjudikasi. Dalam sistem publikasi positif,

data fisik dan yuridis yang valid dan benar akan

memudahkan pemerintah dalam memberikan

jaminan kebenaran atas informasi.

Page 78: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

68

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

2. Hasil penelitian alat-alat bukti

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dituangkan dalam suatu daftar isian

Ayat (2)

Cukup jelas

14

Pasal 26

1. Daftar isian sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 25 ayat (2) beserta peta bidang atau

bidang-bidang tanah yang bersangkutan

sebagai hasil pengukuran sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1)

diumumkan selama 30 (tiga puluh) hari

dalam pendaftaran tanah secara sistematik

atau 60 (enam puluh) hari dalam

pendaftaran tanah secara sporadik untuk

memberi kesempatan kepada pihak yang

berkepentingan mengajukan keberatan.

2. Pengumuman sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan di Kantor Panitia

Ajudikasi dan Kantor Kepala

Desa/Kelurahan letak tanah yang

bersangkutan dalam pendaftaran tanah

secara sistematik atau di kantor

Pertanahan dan Kantor Kepala

Desa/Kelurahan letak tanah yang

bersangkutan dalam pendaftaran tanah

secara sporadik serta di tempat lain yang

dianggap perlu.

Ayat (1)

Yang diumumkan pada dasarnya adalah data

fisik dan data yuridis yang akan dijadikan

dasar pendaftaran bidang tanah yang

bersang-kutan. Untuk memudahkan

pelaksanaannya, dalam pendaftaran tanah

secara sistematik pengumuman tidak harus

dilakukan sekaligus mengenai semua bidang

tanah dalam wilayah yang telah ditetapkan,

tetapi dapat dilaksanakan secara bertahap.

Pengumuman pendaftaran tanah secara

sistematik selama 30 hari dan di

pengumuman pendaftaran tanah secara

sporadik 60 hari dibedakan karena

pendaftaran tanah secara sistematik ini

merupakan pendaftaran tanah secara missal

yang diketahui oleh masyarakat umum

sehingga pengumumannya lebih singkat,

sedangkan pengumuman pendaftaran tanah

secara sporadik sifatnya individual dengan

ruang lingkup terbatas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan tempat pengumuman

yang lain adalah misalnya Kantor Rukun

Warga, atau lokasi tanah yang bersangkutan.

Untuk penentuan ini Menteri akan

mengaturnya lebih lanjut.

Dalam pasal 26 menyebutkan bahwa pemerintah

memberikan waktu bagi masyarakat untuk

mengajukan keberatan atas informasi suatu

bidang tanah yang telah didaftarkan dalam sistem

pendaftaran tanah. Verifikasi penting dilakukan

oleh pemerintah agar tidak ada gugatan atas

informasi suatu bidang pertanahan di kemudian

hari, sekaligus memberikan kepastian hukum hak

atas tanah dalam bentuk sertipikat bagi

masyarakat.

Page 79: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

69

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

3. Selain pengumuman sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dalam

hal pendaftaran tanah secara sporadik

individual, pengumuman dapat dilakukan

melalui media massa.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai

pelaksanaan ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dan (3) ditetapkan

oleh Menteri.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

15

Pasal 27

1. Jika dalam jangka waktu pengumuman

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26

ayat (1) ada yang mengajukan keberatan

mengenai data fisik dan atau data yuridis

yang diumumkan, Ketua Panitia Ajudikasi

dalam pendaftaran tanah secara sistematik

atau Kepala Kantor Pertanahan dalam

pendaftaran tanah secara sporadik

mengusahakan agar secepatnya keberatan

yang diajukan diselesaikan secara

musyawarah untuk mufakat.

2. Jika usaha penyelesaian secara

musyawarah untuk mufakat sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) membawa hasil,

dibuatkan berita acara penyelesaian dan

jika penyelesaian yang dimaksudkan

mengakibatkan perubahan pada apa yang

diumumkan menurut ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26

ayat (1) perubahan tersebut diadakan pada

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Adanya sengketa atas bidang tanah seperti dalam

pasal 27, apabila bidang-bidang tanah yang telah

didaftarkan dalam sistem pendaftaran tanah

positif lengkap dengan bukti fisik dan yuridis akan

memudahkan penyelesaian sengketa dan

mengurangi jumlah sengketa.

Dalam sistem publikasi positif, pihak yang kalah

dalam persengketaan tanah mendapatkan

jaminan ganti rugi dari pemerintah apabila

terbukti bahwa kesalahan pencatatan data pada

sertifikat kepemilikan tanah disebabkan oleh

pemerintah.

Page 80: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

70

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

peta bidang-bidang tanah dan atau daftar

isian yang bersangkutan.

3. Jika usaha penyelesaian secara

musyawarah untuk mufakat sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) tidak dapat

dilakukan atau tidak membawa hasil,

Ketua Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran

tanah secara sistematik dan Kepala Kantor

Pertanahan dalam pendaftaran tanah

secara sporadik memberitahukan secara

tertulis kepada pihak yang mengajukan

keberatan agar mengajukan gugatan

mengenai data fisik dan atau data yuridis

yang disengketakan ke Pengadilan.

Ayat (3)

Cukup jelas

16

Pasal 28

1. Setelah jangka waktu pengumuman

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26

ayat (1) berakhir, data fisik dan data yuridis

yang diumumkan tersebut oleh Panitia

Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara

sistematik atau oleh Kepala Kantor

Pertanahan dalam pendaftaran tanah

secara sporadik disahkan dengan suatu

berita acara yang bentuknya ditetapkan

oleh Menteri.

2. Jika setelah berakhirnya jangka waktu

pengumuman sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 26 ayat (1) masih ada

kekuranglengkapan data fisik dan atau

data yuridis yang bersangkutan atau masih

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Belum lengkapnya data yang tersedia atau

masih adanya keberatan yang tidak dapat

diselesaikan secara musyawarah untuk

mufakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal

27 ayat (1), bukan merupakan alasan

menunda dilakukannya pembuatan berita

acara hasil pengumuman data fisik dan data

yuridis.

Ayat (3)

Pengesahan sebagaimana dimaksud ayat (2)

merupakan pengesahan data fisik dan data

yuridis bidang tanah sebagaimana adanya.

Dalam pasal 28 diterangkan bahwa BPN melalui

Kepala Kantor Pertanahan memiliki wewenang

dalam menetapkan dan memberikan sertifikat

atas bidang-bidang tanah yang akan ditetapkan

dalam sistem pendaftaran tanah, sesuai dengan

data fisik dan yuridis yang telah dilakukan

verifikasi dan benar.

Page 81: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

71

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

ada keberatan yang belum diselesaikan,

pengesahan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilakukan dengan catatan

mengenai hal-hal yang belum lengkap dan

atau keberatan yang belum diselesaikan.

3. Berita acara pengesahan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar

untuk:

a. pembukuan hak atas tanah yang

bersangkutan dalam buku tanah;

b. pengakuan hak atas tanah;

c. pemberian hak atas tanah.

Oleh karena itu data tersebut tidak selalu

cukup untuk dasar pembukuan hak. Kadang-

kadang data yang diperoleh hanya tepat

untuk pembuku-an hak melalui pengakuan

hak berdasarkan pembuktian menurut Pasal

24 ayat (2). Kadang-kadang dari penelitian

riwayat tanah ternyata bahwa bidang tanah

tersebut adalah tanah Negara, yang apabila

sesuai dengan ketentuan yang berlaku dapat

diberikan kepada pemohon dengan sesuatu

hak atas tanah.

17

Pasal 29 Ayat 1 dan 2

1. Hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah

wakaf dan hak milik atas satuan rumah

susun didaftar dengan membukukannya

dalam buku tanah yang memuat data

yuridis dan data fisik bidang tanah yang

bersangkutan, dan sepanjang ada surat

ukurnya dicatat pula pada surat ukur

tersebut.

2. Pembukuan dalam buku tanah serta

pencatatannya pada surat ukur

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

merupakan bukti bahwa hak yang

bersangkutan beserta pemegang haknya

dan bidang tanahnya yang diuraikan dalam

surat ukur secara hukum telah di daftar

menurut Peraturan Pemerintah ini.

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Dalam pasal 29 ayat (1) diterangkan bahwa hak

atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak

milik atas satuan rumah susun diakui

keberadaannya dan harus didaftarkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku. Sedangkan dalam

ayat (2) hak atas tanah tersebut dicatat dalam

sertifikat yang memuat subyek dan obyek tanah

(sertifikat), sehingga pencatatan sistem

pendaftaran tanah positif menjadi benar dan

valid.

18 Pasal 30 Ayat 1 Dalam pasal 30 ayat (1) huruf a, secara eksplisit

Page 82: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

72

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

1. Atas dasar alat bukti dan berita acara

pengesahan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 29 ayat (3) hak atas bidang tanah:

a. yang data fisik dan data yuridisnya

sudah lengkap dan tidak ada yang

disengketakan, dilakukan

pembukuannya dalam buku tanah

menurut ketentuan Pasal 29 ayat (1);

b. yang data fisik atau data yuridisnya

belum lengkap dilakukan

pembukuannya dalam buku tanah

dengan catatan mengenai hal-hal yang

belum lengkap;

c. yang data fisik dan atau data yuridisnya

disengketakan tetapi tidak diajukan

gugatan ke Pengadilan dilakukan

pembukuannya dalam buku tanah

dengan catatan mengenai adanya

sengketa tersebut dan kepada pihak

yang berkeberatan diberitahukan oleh

Ketua Panitia Ajudikasi untuk

pendaftaran tanah secara sistematik

atau Kepala Kantor Pertanahan untuk

pendaftaran tanah secara sporadik

untuk mengajukan gugatan ke

Pengadilan mengenai data yang

disengketakan dalam waktu 60 (enam

puluh) hari dalam pendaftaran tanah

secara sistematik dan 90 (sembilan

puluh) hari dalam pendaftaran tanah

Ayat (1)

Huruf a

Salah satu tujuan pendaftaran tanah adalah

untuk mengumpulkan dan menyajikan

informasi mengenai bidang-bidang tanah.

Oleh karena itu data fisik dan data yuridis

mengenai bidang tanah yang sudah dinilai

cukup untuk dibukukan tetap dibukukan

walaupun ada data yang masih harus

dilengkapi atau ada keberatan dari pihak lain

mengenai data itu. Dengan demikian setiap

data fisik dan data yuridis mengenai bidang

tanah itu, ter-masuk adanya sengketa

mengenai data itu, semuanya tercatat.

Huruf b

Ketidak lengkapan data yang dimaksud pada

huruf b dapat mengenai data fisik, misalnya

karena surat ukurnya masih di-dasarkan atas

batas sementara sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 19 ayat (3), dan dapat pula

mengenai data yuridis, misalnya belum

lengkapnya tanda tangan ahli waris.

Huruf c, d dan e

Sengketa yang dimaksud pada huruf c, d, dan

e juga dapat mengenai data fisik maupun

data yuridis. Dalam hal sengketa tersebut

menunjukkan bahwa data yuridis dan data fisik

dikumpulkan dalam satu bank data.

Dalam huruf b, c, d, dan e, menunjukkan bahwa

data fisik dan yuridis mengenai bidang tanah yang

dimiliki seseorang masih memungkinkan digugat

oleh pihak lain yang menganggap memiliki bukti

data fisik dan yuridis atas bidang tanah yang

sama. Adanya bank data yang memuat data fisik

dan yuridis atas masing-masing bidang tanah

seharusnya menjadi salah satu cara pembuktian

apabila ada sengketa antar pihak.

Page 83: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

73

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

secara sporadik dihitung sejak

disampaikannya pemberitahuan

tersebut;

d. yang data fisik dan atau data yuridisnya

disengketakan dan diajukan gugatan ke

Pengadilan tetapi tidak ada perintah

dari Pengadilan untuk status quo dan

tidak ada putusan penyitaan dari

Pengadilan, dilakukan pembukuannya

dalam buku tanah dengan catatan

mengenai adanya sengketa tersebut

serta hal-hal yang disengketakan;

e. yang data fisik atau data yuridisnya

disengketakan dan diajukan ke

Pengadilan serta ada perintah untuk

status quo atau putusan penyitaan dari

Pengadilan, dibukukan dalam buku

tanah dengan mengosongkan nama

pemegang haknya dan hal-hal lain yang

disengketakan serta mencatat di

dalamnya adanya sita atau perintah

status quo tersebut.

sudah diajukan ke Pengadilan dan ada

perintah untuk status quo atau ada putusan

mengenai sita atas tanah itu, maka

pencantuman nama pemegang hak dalam

buku tanah ditangguhkan sampai jelas siapa

yang berhak atas tanah tersebut, baik melalui

putusan Pengadilan maupun berdasarkan

cara damai. Perintah status quo yang

dimaksud disini haruslah resmi dan tertulis

dan sesudah sidang pemeriksaan mengenai

gugatan yang bersangkutan berjalan

diperkuat dengan putusan peletakan sita atas

tanah yang bersangkutan.

19

Pasal 31 Ayat 1, 2, dan 3

1. Sertifikat diterbitkan untuk kepentingan

pemegang hak yang bersangkutan sesuai

dengan data fisik dan data yuridis yang

telah didaftar dalam buku tanah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30

ayat (1).

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Penerbitan sertipikat dimaksudkan agar

pemegang hak dapat dengan mudah

membuktikan haknya. Oleh karena itu

sertipikat merupakan alat pembuktian yang

kuat sebagaimana dimaksud Pasal 19 UUPA.

Dalam pasal 31 ayat (1), sertifikat merupakan

bukti kepemilikan yang sah hak atas tanah yang

dmiliki seseorang.

Dalam ayat (2), Pemerintah dapat menangguhkan

pemberian sertifikat atas tanah kepada seseorang

apabila terjadi sengketa.

Apabila tidak disengketakan oleh pihak lain, maka

Page 84: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

74

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

2. Jika di dalam buku tanah terdapat catatan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30

ayat (1) huruf b yang menyangkut data

yuridis, atau catatan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf c,

d, dan e yang menyangkut data fisik

maupun data yuridis penerbitan sertifikat

ditangguhkan sampai catatan yang

bersangkutan dihapus.

3. Sertifikat hanya boleh diserahkan kepada

pihak yang namanya tercantum dalam

buku tanah yang bersangkutan sebagai

pemegang hak atau kepada pihak lain yang

dikuasakan olehnya.

Sehubungan dengan itu apabila masih ada

ketidak pastian mengenai hak atas tanah

yang bersangkutan, yang ternyata masih ada

catatan dalam pembukuannya sebagaimana

dimaksud Pasal 30 ayat (1), maka sertipikat

belum dapat diterbitkan. Namun apabila

catatan itu mengenai ketidaklengkapan data

fisik yang tidak disengketakan, sertipikat

dapat diterbitkan. Data fisik yang dimaksud

tidak lengkap adalah apabila data fisik bidang

tanah yang bersangkutan merupakan hasil

pemetaan sementara sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 19 ayat (3).

Ayat (3)

Sertipikat tanah wakaf diserahkan kepada

Nadzirnya. Dalam hal pemegang hak sudah

meninggal dunia, sertipikat diterima-kan

kepada ahli warisnya atau salah seorang ahli

waris dengan persetujuan para ahli waris

yang lain.

pemerintah harus memastikan kebenaran atas

sertifikat hak atas tanah itu sebelum diterbitkan.

Dalam hal ini pemerintah tidak memberikan

jaminan kepastian hukum hak atas tanah kepada

masyarakat, meskipun masyarakat memiliki

sertifkat. Namun, dalam sistem publikasi positif,

pemerintah menjamin dengan sepenuhnya

kebenaran informasi dalam sertifikat tersebut dan

telah didaftarakan dalam Bank Data.

Dalam ayat (3) sertifikat hak atas tanah harus

sesuai subyek pemilik tanah dengan obyek tanah.

20

Pasal 32

1. Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak

yang berlaku sebagai alat pembuktian yang

kuat mengenai data fisik dan data yuridis

yang termuat di dalamnya, sepanjang data

fisik dan data yuridis tersebut sesuai

dengan data yang ada dalam surat ukur

dan buku tanah hak yang bersangkutan.

Ayat (1)

Sertipikat merupakan tanda bukti hak yang

kuat, dalam arti bahwa selama tidak dapat

dibuktikan sebaliknya data fisik dan data

yuridis yang tercantum di dalamnya harus

diterima sebagai data yang benar. Sudah

barang tentu data fisik maupun data yuridis

yang tercantum dalam sertipikat harus sesuai

dengan data yang tercantum dalam buku

tanah dan surat ukur yang bersangkutan,

Dalam sistem pendaftaran tanah publikasi positif,

sertifikat merupakan tanda bukti hak yang mutlak

(tidak dapat diganggu gugat). Sertifikat hak atas

tanah bersasal dari Pusat Database Pertanahan

Nasional yang sewaktu waktu dapat dimintakan

salinannya. Pembuktian sertifikat sebagai alat

bukti otentik tidak lagi berlaku. Sertifikat memuat

informasi yang sesuai dengan informasi yang

disimpan dalam database pertanahan nasional.

Page 85: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

75

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

2. Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah

diterbitkan sertifikat secara sah atas nama

orang atau badan hukum yang

memperoleh tanah tersebut dengan itikad

baik dan secara nyata menguasainya, maka

pihak lain yang merasa mempunyai hak

atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut

pelaksanaan hak tersebut apabila dalam

waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya

sertifikat itu tidak mengajukan keberatan

secara tertulis kepada pemegang sertifikat

dan Kepala Kantor Pertanahan yang

bersangkutan ataupun tidak mengajukan

gugatan ke Pengadilan mengenai

penguasaan tanah atau penerbitan

sertifikat tersebut.

karena data itu diambil dari buku tanah dan

surat ukur tersebut.

Ayat (2)

Pendaftaran tanah yang penyelenggaraannya

diperintahkan oleh UUPA tidak menggunakan

system publikasi positif, yang kebenaran data

yang disajikan dijamin oleh Negara,

melainkan menggunakan sistem publikasi

negatif. Di dalam sistem publikasi negatif

Negara tidak menjamin kebenaran data yang

disajikan. Tetapi walaupun demikian tidaklah

dimaksudkan untuk menggunakan sistem

publikasi negatif secara murni. Hal tersebut

tampak dari pernyataan dalam Pasal 19 ayat

(2) huruf c UUPA, bahwa surat tanda bukti

hak yang diterbitkan berlaku sebagai alat

bukti yang kuat dan dalam Pasal 23, 32, dan

38 UUPA bahwa pendaftaran berbagai

peristiwa hukum merupakan alat pembuktian

yang kuat. Selain itu dari ketentuan-

ketentuan mengenai prosedur pengumpulan,

pengolahan, penyimpanan, dan penyajian

data fisik dan data yuridis serta penerbitan

sertipikat dalam Peraturan Pemerintah ini,

tampak jelas usaha untuk sejauh mungkin

memperoleh dan penyajian data yang benar,

karena pendaf-taran tanah adalah untuk

menjamin kepastian hukum. Sehubungan

dengan itu diadakanlah ketentuan dalam ayat

(2) ini. Ketentuan ini bertujuan, pada satu

Page 86: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

76

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

pihak untuk tetap berpegang pada sistem

publikasi negatif dan pada lain pihak untuk

secara seimbang memberikan kepastian

hukum kepada pihak, yang dengan itikad baik

menguasai sebidang tanah dan didaftar

sebagai pemegang hak dalam buku tanah,

dengan sertipikat sebagai tanda buktinya,

yang menurut UUPA berlaku sebagai alat

pembuktian yang kuat. Kelemahan sistem

publikasi negatif adalah bahwa pihak yang

nama-nya tercantum sebagai pemegang hak

dalam buku tanah dan sertipikat selalu

menghadapi kemungkinan gugatan dari pihak

lain yang merasa mempunyai tanah itu.

Umumnya kelemahan tersebut diatasi

dengan menggunakan lembaga acquiitieve

verjaring atau adverse possession. Hukum

tanah kita yang memakai dasar hukum adat

tidak dapat menggunakan lembaga tersebut,

karena hukum adat tidak mengenalnya.

Tetapi dalam hukum adat terdapat lembaga

yang dapat digunakan untuk mengatasi

kelemahan sistem publikasi negatif dalam

pen-daftaran tanah, yaitu lembaga

rechtsverwerking. Dalam hukum adapt jika

seseorang selama sekian waktu membiarkan

tanahnya tidak dikerjakan, kemudian tanah

itu dikerjakan orang lain, yang memper-

olehnya dengan itikad baik, maka hilanglah

haknya untuk menuntut kembali tanah

tersebut. Ketentuan di dalam UUPA yang

Page 87: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

77

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

menyatakan hapusnya hak atas tanah karena

diterlantarkan (Pasal 27, 34 dan 40 UUPA)

adalah sesuai dengan lembaga ini. Dengan

pengertian demikian, maka apa yang

ditentukan dalam ayat ini bukanlah

menciptakan ketentuan hukum baru,

melainkan merupa-kan penerapan ketentuan

hukum yang sudah ada dalam hukum adat,

yang dalam tata hukum sekarang ini

merupakan bagian dari Hukum Tanah

Nasional Indonesia dan sekaligus

memberikan wujud konkrit dalam penerapan

ketentuan dalam UUPA mengenai

penelantaran tanah.

21

Pasal 33 Ayat 1

1. Dalam rangka penyajian data fisik dan data

yuridis, Kantor Pertanahan

menyelenggarakan tata usaha pen-

daftaran tanah dalam daftar umum yang

terdiri dari peta pendaftaran, daftar tanah,

surat ukur, buku tanah dan daftar nama.

Ayat (1)

Karena pada dasarnya terbuka bagi umum

dokumen yang dimaksud ayat ini disebut

daftar umum.

Pada ayat (1)

Dalam rangka penyajian data fisik dan data

yuridis, Kantor Pertanahanmenyelenggarakan tata

usaha pendaftaran tanah dalam daftar umum

yang terdiri dari peta pendaftaran, daftar tanah,

surat ukur, buku tanah, dan daftar nama,serta

dimasukkan dalam Pusat Database Pertanahan,

sehingga dapat dijamin kebenaran dari informasi

tersebut

22

Bab IV

Pendaftaran Tanah Untuk

Pertama Kali

Bagian VI

Penyimpanan Daftar

Umum dan Dokumen

Pasal 35 Ayat 1 dan Ayat 5

1. Dokumen-dokumen yang merupakan alat

pembuktian yang telah digunakan sebagai

dasar pendaftaran diberi tanda pengenal

dan disimpan di Kantor Pertanahan yang

bersangkutan atau di tempat lain yang

ditetapkan oleh Menteri, sebagai bagian

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (1)

Dokumen yang merupakan alat pembuktian dasar

pendaftaran tanah disimpan pada Pusat Data Base

Pendaftaran Tanah yang dapat diakses oleh

Kantor Pertanahan dan Kanwil BPN seluruh

Indonesia, serta instansi pemerintahan lainnya.

Usul sementara Pasal 35 ayat (1) diubah menjadi

Page 88: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

78

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

yang tidak terpisahkan dari daftar umum.

5. Secara bertahap data pendaftaran tanah

disimpan dan disajikan dengan

menggunakan peralatan elektronik dan

mikrofilm.

Ayat (5)

Penyimpanan dengan menggunakan

peralatan elektronik dan dalam bentuk film

akan menghemat tempat dan mempercepat

akses pada data yang diperlukan. Tetapi

penyelenggaraannya memerlukan persiapan

peralatan dan tenaga serta dana yang besar.

Maka pelaksanaannya akan dilakukan secara

bertahap.

“Dokumen-dokumen yang merupakan alat

pembuktian ... disimpan di Pusat Data Base

Pendaftaran Tanah, sebagai bagian yang tidak

terpisahkan dari daftar umum”

Penjelasan pasal 35 ayat (5) secara eksplisit

mengamanatkan pembentukan Pusat Data Base

Pendaftaran Tanah.

23 Bab V

Pemeliharaan Data

Pendataran Tanah

Bagian II

Pendaftaran Peralihan dan

Pembebanan Hak

Paragraf 1

Pemindahan Hak

Pasal 37 Ayat 1

1. Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas

satuan rumah susun melalui jual beli, tukar

menukar, hibah, pemasukan dalam

perusahaan dan perbuatan hukum

pemindahan hak lainnya, kecuali

pemindahan hak melalui lelang hanya

dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan

akta yang dibuat oleh PPAT yang

berwenang menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (1)

Cukup jelas

Secara filosofis akademis diperlukan pengujian

yuridis dan teknis dalam proses pendaftaran

tanah.

24

Pasal 39 Ayat 1

1. PPAT menolak untuk membuat akta, jika:

a. mengenai bidang tanah yang sudah

terdaftar atau hak milik atas satuan

rumah susun, kepadanya tidak

disampaikan sertifikat asli hak yang

bersangkutan atau sertifikat yang

diserahkan tidak sesuai dengan daftar-

daftar yang ada di Kantor Pertanahan;

Ayat (1)

Dalam ayat ini diwujudkan fungsi dan

tanggung jawab PPAT sebagai pelaksana

pendaftaran tanah. Akta PPAT wajib dibuat

sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan

dasar yang kuat untuk pendaftaran

pemindahan hak dan pembebanan hak yang

bersangkutan. Oleh karena itu PPAT

Ayat (1)

Lembar sertifikat merupakan alat publikasi dan

bukan alat bukti hak. Sertifikat hak atas tanah

tersebut merupakan salinan atau print out dari

data base yang ada di Pusat data base pertanahan

Nasional

Page 89: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

79

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

atau

b. mengenai bidang tanah yang belum

terdaftar, kepadanya tidak

disampaikan:

1) surat bukti hak sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1)

atau surat keterangan Kepala

Desa/Kelurahan yang menyatakan

bahwa yang bersangkutan

menguasai bidang tanah tersebut

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

24 ayat (2); dan

2) surat keterangan yang menyatakan

bahwa bidang tanah yang

bersangkutan belum besertifikat

dari Kantor Pertanahan, atau untuk

tanah yang terletak di daerah yang

jauh dari kedudukan Kantor

Pertanahan, dari pemegang hak

yang bersangkutan dengan

dikuatkan oleh Kepala

Desa/Kelurahan; atau

c. salah satu atau para pihak yang akan

melakukan perbuatan hukum yang

bersangkutan atau salah satu saksi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38

tidak berhak atau tidak memenuhi

syarat untuk bertindak demikian; atau

d. salah satu pihak atau para pihak

bertindak atas dasar suatu surat kuasa

mutlak yang pada hakikatnya berisikan

bertanggung jawab untuk memeriksa syarat-

syarat untuk sahnya perbuatan hukum yang

bersangkutan, dengan antara lain

mencocokkan data yang terdapat dalam

sertipikat dengan daftar-daftar yang ada di

Kantor Pertanahan.

Yang dimaksud dalam huruf d dengan surat

kuasa mutlak adalah pemberian kuasa yang

tidak dapat ditarik kembali oleh pihak yang

memberi kuasa, sehingga pada hakikatnya

merupakan perbuatan hukum pemindahan

hak.

Contoh syarat yang dimaksudkan dalam huruf

g adalah misalnya larangan yang diadakan

oleh Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun

1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan

Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas

Tanah Dan Bangunan jo Peraturan

Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996 tentang

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah

Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran

Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari

Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan

untuk membuat akta, jika kepadanya tidak

diserahkan fotocopy surat setoran pajak

penghasilan yang bersangkutan.

Page 90: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

80

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

perbuatan hukum pemindahan hak;

atau

e. untuk perbuatan hukum yang akan

dilakukan belum diperoleh izin Pejabat

atau instansi yang berwenang, apabila

izin tersebut diperlukan menurut

peraturan perundang-undangan yang

berlaku; atau

f. obyek perbuatan hukum yang

bersangkutan sedang dalam sengketa

mengenai data fisik dan atau data

yuridisnya; atau

g. tidak dipenuhi syarat lain atau

dilanggar larangan yang ditentukan

dalam peraturan perundang-undangan

yang bersangkutan.

25

Bab V

Pemeliharaan Data

Pendataran Tanah

Bagian II

Pendaftaran Peralihan dan

Pembebanan Hak

Paragraf 2

Pemindahan Hak Dengan

Lelang

Pasal 41 Ayat 4

4. Kepala Kantor Lelang menolak

melaksanakan lelang, apabila:

a. mengenai tanah yang sudah terdaftar

atau hak milik atas satuan rumah

susun:

1) kepadanya tidak diserahkan

sertifikat asli hak yang

bersangkutan, kecuali dalam hal

lelang eksekusi yang dapat tetap

dilaksanakan walaupun sertifikat

asli hak tersebut tidak diperoleh

oleh Pejabat Lelang dari pemegang

Ayat (4)

Lelang eksekusi meliputi lelang dalam rangka

pelaksanaan putusan Pengadilan, hak

tanggungan, sita pajak, sita Kejaksaan /

Penyidik dan sita Panitia Urusan Piutang

Negara. Dalam pelelangan eksekusi kadang-

kadang tereksekusi menolak untuk

menyerahkan sertipikat asli hak yang akan

dilelang. Hal ini tidak boleh menghalangi

dilaksanakannya lelang. Oleh karena itu

lelang eksekusi tetap dapat dilaksanakan

walaupun sertipikat asli tanah tersebut tidak

Ayat (4)

Lembar sertifikat merupakan alat publikasi dan

bukan alat bukti hak. Sertipikat hak atas tanah

tersebut merupakan salinan atau print out dari

data base yang ada di Pusat Data Base Pertanahan

Nasional.

Page 91: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

81

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

haknya; atau

2) sertifikat yang diserahkan tidak

sesuai dengan daftar-daftar yang

ada di Kantor Pertanahan; atau

b. mengenai bidang tanah yang belum

terdaftar, kepadanya tidak

disampaikan:

1) surat bukti hak sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1),

atau surat keterangan Kepala

Desa/Kelurahan yang menyatakan

bahwa yang bersangkutan

menguasai bidang tanah tersebut

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

24 ayat (2); dan

2) surat keterangan yang menyatakan

bahwa bidang tanah yang

bersangkutan belum besertifikat

dari Kantor Pertanahan, atau untuk

tanah yang terletak di daerah yang

jauh dari kedudukan Kantor

Pertanahan, dari pemegang hak

yang bersangkutan dengan

dikuatkan oleh Kepala

Desa/Kelurahan; atau

c. ada perintah Pengadilan Negeri untuk

tidak melaksanakan lelang berhubung

dengan sengketa mengenai tanah yang

bersangkutan.

dapat diperoleh Pejabat Lelang dari

tereksekusi.

26 Bab V

Pemeliharaan Data

Pasal 44 Ayat 1

Penjelasan pasal 44 ayat (1) ini menjelaskan

bahwa pencatatan dalam buku tanah dan

Page 92: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

82

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

Pendataran Tanah

Bagian II

Pendaftaran Peralihan dan

Pembebanan Hak

Paragraf 5

Pembebanan Hak

1. Pembebanan hak tanggungan pada hak

atas tanah atau hak milik atas satuan

rumah susun, pembebanan hak guna

bangunan, hak pakai dan hak sewa untuk

bangunan atas hak milik, dan pembebanan

lain pada hak atas tanah atau hak milik

atas satuan rumah susun yang ditentukan

dengan peraturan perundang-undangan,

dapat didaftar jika dibuktikan dengan

akta yang dibuat oleh PPAT yang

berwenang menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (1)

Dipandang dari sudut hak tanggungan,

pendaftaran pemberian hak tanggungan

merupakan pendaftaran pertama. Dipandang

dari sudut hak yang dibebani, pencatatannya

dalam buku tanah dan sertipikat tanah yang

dibebani merupakan pemeliharaan data

pendaftaran tanah

sertifikat tanah ini merupakan pemeliharaan data

pendaftaran tanah. Secara eksplisit, pemeliharaan

data pendaftaran ini membutuhkan suatu pusat

database pendaftaran tanah yang mencakup

seluruh surat-surat bukti hak yang telah

diterbitkan atas satuan bidang tanah. Data di

dalam pusat data pertanahan ini akan berubah

seiring dengan pembaharuan atas tanah tertentu

yang disepakati oleh pemilih hak atas tanah

tersebut.

Bab V

Pemeliharaan Data

Pendataran Tanah

Bagian III

Pendaftaran Perubahan

data Pendaftaran Tanah

Lainnya

Paragraf 2

Pemecahan, Pemisahan,

dan Penggabungan Bidang

Tanah

Pasal 49

1) Atas permintaan pemegang hak yang

bersangkutan, dari satu bidang tanah yang

sudah didaftar dapat dipisahkan sebagian

atau beberapa bagian, yang selanjutnya

merupakan satuan bidang baru dengan status

hukum yang sama dengan bidang tanah

semula

(2) Dalam hal sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) untuk satuan bidang baru yang

dipisahkan dibuatkan surat-ukur, buku tanah

dan sertipikat sebagai satuan bidang tanah

baru dan pada peta pendaftaran, daftar

tanah, surat ukur, buku tanah dan sertipikat

bidang tanah semula dibubuhkan catatan

Ayat (1)

Dalam pemisahan bidang tanah menurut ayat

ini bidang tanah yang luas diambil sebagian

yang menjadi satuan bidang baru. Dalam hal

ini bidang tanah induknya masih ada dan

tidak berubah identitasnya, kecuali mengenai

luas dan batasnya. Istilah yang digunakan

adalah pemisahan, untuk membedakannya

dengan apa yang dilakukan menurut Pasal 48.

Ayat (2)

Cukup jelas

Lembar Sertifikat, dalam sistem pendaftaran

tanah positif, merupakan alat publikasi dan bukan

alat bukti hak, sehingga untuk menunjukkan hak

atas tanah yang sudah dilakukan pemisahan,

dapat didaftarkan kembali ke pusat informasi

pertanahan dengan menunjukkan bukti identitas

pemilik sebelumnya dan bidang tanah yang

pisahkan, sesuai dengan registrasi yang telah

dilakukan sebelumnya.

Page 93: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

83

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

mengenai telah diadakannya pemisahan

tersebut.

(3) Terhadap pemisahan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat

(3) dan ayat (4).

Ayat (3)

Cukup jelas

27

Bab V

Pemeliharaan Data

Pendataran Tanah

Bagian III

Pendaftaran Perubahan

Data Pendaftaran Tanah

Lainnya

Paragraf 2

Pemecahan, Pemisahan,

dan Penggabungan Bidang

Tanah

Pasal 50

1. Atas permintaan pemegang hak yang

bersangkutan, dua bidang tanah atau lebih

yang sudah didaftar dan letaknya

berbatasan yang kesemuanya atas nama

pemilik yang sama dapat digabung menjadi

satu satuan bidang baru, jika semuanya

dipunyai dengan hak yang sama dan

bersisa jangka waktu yang sama.

2. Dalam hal sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) untuk satuan bidang yang baru

tersebut dibuatkan surat ukur, buku tanah

dan sertifikat dengan menghapus surat

ukur, buku tanah dan sertifikat masing-

masing.

3. Terhadap penggabungan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48

ayat (3).

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Lembar Sertifikat, dalam sistem pendaftaran

tanah positif, merupakan alat publikasi dan bukan

alat bukti hak. Sehingga, apabila ingin

menggabungkan lembar sertifikat menjadi satu

satuan bidang baru, cukup menunjukkan

kepemilikan hak atas tanah dan melakukan

pembaharuan di sistem data pertanahan yang

telah disebutkan sebelumnya.

28

Bab V

Pemeliharaan Data

Pendataran Tanah

Pasal 52 Ayat 1

1. Pendaftaran hapusnya suatu hak atas

tanah, hak pengelo-laan dan hak milik

Ayat (1)

Untuk mencatat hapusnya hak atas tanah

Penambahan pada pasal 52 ayat (1) “... data

dalam buku tanah yang disimpan di pusat data

dan informasi BPN, jika mengenai hak-hak ...”

Page 94: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

84

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

Bagian III

Pendaftaran Perubahan

Data Pendaftaran Tanah

Lainnya

Paragraf 3

Pembagian Hak Bersama

atas satuan rumah susun dilakukan oleh

Kepala Kantor Pertanahan dengan

membubuhkan catatan pada buku tanah

dan surat ukur serta memusnah-kan

sertipikat hak yang bersangkutan,

berdasarkan:

a. Data dalam buku tanah yang disimpan

di Kantor Per-tanahan, jika mengenai

hak-hak yang dibatasi masa

berlakunya;

b. Salinan surat keputusan Pejabat yang

berwenang, bahwa hak yang

bersangkutan telah dibatalkan atau

dicabut; dan

c. Akta yang menyatakan bahwa hak yang

bersangkutan telah dilepaskan oleh

pemegang haknya.

yang dibatasi masa berlaku-nya tidak

diperlukan penegasan dari Pejabat yang

berwenang. Dalam acara melepaskan hak,

maka selain harus ada bukti, bahwa yang

melepaskan adalah pemegang haknya, juga

perlu diteliti apakah pemegang hak tersebut

berwenang untuk melepaskan hak yang ber-

sangkutan. Dalam hal hak yang dilepaskan

dibebani hak tanggungan diperlukan

persetujuan dari kreditor yang bersangkutan.

Demikian juga ia tidak berwenang untuk

melepaskan haknya, jika tanah yang

bersangkutan berada dalam sita oleh

Pengadilan atau ada beban-beban lain.

29

Bab V

Pemeliharaan Data

Pendataran Tanah

Bagian III

Pendaftaran Perubahan

Data Pendaftaran Tanah

Lainnya

Paragraf 5

Peralihan dan Hapusnya

Hak Tanggungan

Pasal 54

1. Pendaftaran hapusnya hak tanggungan

dilakukan sesuai ketentuan dalam Undang-

undang Nomor 4 Tahun 1996 tentCang Hak

Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-

benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

2. Dalam hal hak yang dibebani hak

tanggungan telah dilelang dalam rangka

pelunasan utang, maka surat pernyataan

dari kreditor bahwa pihaknya melepaskan

hak tanggungan atas hak yang dilelang

tersebut untuk jumlah yang melebihi hasil

lelang beserta kutipan risalah lelang dapat

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Kedua dokumen yang dimaksud ayat ini

merupakan pernyataan tertulis dari

pemegang hak tanggungan sebagaimana

dimaksud Pasal 22 ayat (4) Undang-undang

Nomor 4 Tahun 1996.

Perlu dikaji apakah UU No.4 Tahun 1996 sudah

mengamanatkan untuk melakukan update

pencatatan penghapusan tanggungan juga pada

“pembukuan tanah” sebagaimana dimaksud pada

Pasal 1, PP 24 Tahun 1997.

Apabila belum melakukan update, maka hal

tersebut perlu dilakukan dengan seluruh

perubahannya akibat perubahan sistem

pendaftaran tanah menjadi publikasi positif.

Page 95: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

85

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

dijadikan dasar untuk pendaftaran

hapusnya hak tanggungan yang

bersangkutan.

30

Bab V

Pemeliharaan Data

Pendataran Tanah

Bagian III

Pendaftaran Perubahan

Data Pendaftaran Tanah

Lainnya

Paragraf 6

Perubahan Data

Pendaftaran Tanah

Berdasarkan Putusan Atau

Penetapan Pengadilan

Pasal 55

1. Panitera Pengadilan wajib

memberitahukan kepada Kepala Kantor

Pertanahan mengenai isi semua putusan

Pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap dan penetapan

Ketua Pengadilan yang mengakibatkan

terjadinya perubahan pada data mengenai

bidang tanah yang sudah didaftar atau

satuan rumah susun untuk dicatat pada

buku tanah yang bersangkutan dan

sedapat mungkin pada sertifikatnya dan

daftar-daftar lainnya.

2. Pencatatan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dapat dilakukan juga atas

permintaan pihak yang berkepentingan,

berdasarkan salinan resmi putusan

Pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap atau salinan

penetapan Ketua Pengadilan yang

bersangkutan yang diserahkan olehnya

kepada Kepala Kantor Pertanahan.

3. Pencatatan hapusnya hak atas tanah, hak

pengelolaan dan hak milik alas satuan

rumah susun berdasarkan putusan

Pengadilan dilakukan setelah diperoleh

surat keputusan mengenai hapusnya hak

Ayat (1)

Yang dimaksudkan dengan Pengadilan adalah

baik badan-badan Peradilan Umum, Peradilan

Tata Usaha Negara ataupun Peradilan Agama.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Putusan Pengadilan mengenai hapusnya

sesuatu hak harus dilaksana-kan lebih dahulu

oleh Pejabat yang berwenang, sebelum

didaftar oleh Kepala Kantor Pertanahan.

Perlu dilakukan update pencatatan perubahan

yang terjadi akibat keputusan pengadilan pada

“pembukuan tanah” sebagaimana dimaksud pada

Pasal 1, PP 24 Tahun 1997 dengan seluruh

perubahannya akibat perubahan sistem

pendaftaran tanah menjadi publikasi positif.

Page 96: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

86

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

yang bersangkutan dari Menteri atau

Pejabat yang ditunjuknya sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1).

31

Bab V

Pemeliharaan Data

Pendataran Tanah

Bagian III

Pendaftaran Perubahan

Data Pendaftaran Tanah

Lainnya

Paragraf 7

Perubahan Nama

Pasal 56

Pendaftaran perubahan data pendaftaran

tanah sebagai akibat pemegang hak yang

ganti nama dilakukan dengan mencatat-nya di

dalam buku tanah dan sertipikat hak atas

tanah atau hak milik atas satuan rumah susun

yang bersangkutan ber-dasarkan bukti

mengenai ganti nama pemegang hak tersebut

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Yang dimaksud pemegang hak yang ganti

nama adalah pemegang hak yang sama tetapi

namanya berganti. Penggantian nama

pemegang hak dapat terjadi baik mengenai

orang perseorangan maupun badan hukum.

Perlu dilakukan update pencatatan perubahan

yang terjadi akibat keputusan pengadilan pada

“pembukuan tanah” sebagaimana dimaksud pada

Pasal 1, PP 24 Tahun 1997 dengan seluruh

perubahannya akibat perubahan sistem

pendaftaran tanah menjadi publikasi positif.

32

Bab VI

Penertiban Sertipikat

Pengganti

Pasal 57

1. Atas permohonan pemegang hak

diterbitkan sertifikat baru sebagai

pengganti sertifikat yang rusak, hilang,

masih menggunakan blangko sertifikat

yang tidak digunakan lagi, atau yang tidak

diserahkan kepada pembeli lelang dalam

suatu lelang eksekusi.

2. Permohonan sertifikat pengganti

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

hanya dapat diajukan oleh pihak yang

namanya tercantum sebagai pemegang

hak dalam buku tanah yang bersangkutan

atau pihak lain yang merupakan penerima

Ayat (1)

Untuk memperkecil kemungkinan pemalsuan,

di waktu yang lampau telah beberapa kali

dilakukan penggantian blangko sertipikat.

Sehubungan dengan itu apabila dikehendaki

oleh pemegang hak, sertipikatnya boleh

diganti dengan sertipikat yang menggunakan

blanko baru. Diterbitkannya sertipikat

pengganti dilakukan apabila dan sesudah

semua ketentuan dalam Bab VI Peraturan

Pemerintah ini dipenuhi.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pada kondisi ideal sistem pendaftaran publikasi

positif, seluruh data dan informasi adalah benar

secara teknis dan yuridis maka pasal-pasal terkait

penerbitan sertipikat pengganti perlu direvisi dan

disederhanakan proses penerbitannya.

Yang paling pokok adalah pembuktian subyek

pemohon adalah sama dengan pemilik dalam

database pertanahan.

Pada kasus pemohon adalah ahli waris maka perlu

diminta keterangan pengadilan untuk

membuktikan pemohon adalah ahli waris yang

sah.

Page 97: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

87

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

hak berdasarkan akta PPAT atau kutipan

risalah lelang sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 37 dan Pasal 41, atau akta

sebagaimana dimaksud Pasal 43 ayat (1),

atau surat sebagaimana dimaksud Pasal

53, atau kuasanya.

3. Dalam hal pemegang hak atau penerima

hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

sudah meninggal dunia, permohonan

sertifikat pengganti dapat diajukan oleh

ahli warisnya dengan menyerahkan surat

tanda bukti sebagai ahli waris.

4. Penggantian sertifikat sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dicatat pada buku

tanah yang bersangkutan.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

33

Pasal 59

1. Permohonan penggantian sertifikat yang

hilang harus disertai pernyataan di bawah

sumpah dari yang bersangkutan di

hadapan Kepala Kantor Pertanahan atau

Pejabat yang ditunjuk mengenai hilangnya

sertifikat hak yang bersangkutan.

2. Penerbitan sertifikat pengganti

Ayat (1)

Dalam hal hak atas tanah berdasarkan akta

yang dibuat oleh PPAT sudah berpindah

kepada pihak lain, tetapi sebelum peralihan

tersebut didaftar sertipikatnya hilang,

permintaan penggantian sertipikat yang

hilang dilakukan oleh pemegang haknya yang

baru dengan pernyataan dari PPAT bahwa

pada waktu dibuat akta PPAT sertipikat

tersebut masih ada.

Ayat (2)

Dihilangkan karena dalam publikasi positif pihak

yang menentukan kesamaan subyek pemohon

dengan pemilik adalah negara dan bukan

pemohon.

Keberatan penerbitan hanya dapat dilakukan

Kepala Kantor pada kondisi: (i) pemohon tidak

sesuai dengan data pemilik dalam data base

pertanahan; (ii) ahli waris tidak dapat menunjukan

keputusan pengadilan tentang ahli waris yang

sesuai dengan identitas pemohon.

Perlu ada klausal yang menyatakan sertipikat

lama yang sudah diterbitkan pengganti menjadi

Page 98: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

88

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

didahului dengan pengumuman 1 (satu)

kali dalam salah satu surat kabar harian

setempat atas biaya pemohon.

3. Jika dalam jangka waktu 30 (tiga puluh)

hari dihitung sejak hari pengumuman

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak

ada yang mengajukan keberatan mengenai

akan diterbitkannya sertifikat pengganti

tersebut atau ada yang mengajukan

keberatan akan tetapi menurut

pertimbangan Kepala Kantor Pertanahan

keberatan tersebut tidak beralasan,

diterbitkan sertifikat baru.

4. Jika keberatan yang diajukan dianggap

beralasan oleh Kepala Kantor Pertanahan,

maka ia menolak menerbitkan sertifikat

pengganti.

5. Mengenai dilakukannya pengumuman dan

penerbitan serta penolakan penerbitan

sertifikat baru sebagaimana dimaksud

pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)

dibuatkan berita acara oleh Kepala Kantor

Pertanahan.

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Keberatan dianggap beralasan apabila

misalnya ada pihak yang menyatakan bahwa

sertipikat tersebut tidak hilang melainkan

dipegang olehnya berdasarkan persetujuan

pemegang hak dalam rangka suatu perbuatan

hukum tertentu.

Ayat (5)

Cukup jelas

tidak berlaku dan bila untuk mengganti yang rusak

maka sertipkat lama harus diserahkan kepada

kantor pertanahan.

Kantor pertanahan secara berkala perlu

melakukan pemusnahan sertipikat rusak yang

terkumpul dengan dibuat berita acara

pemusnahan dan ditandatangani oleh Kepala

Kantor Pertanahan.

Page 99: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

89

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

6. Sertifikat pengganti diserahkan kepada

pihak yang memohon diterbitkannya

sertifikat tersebut atau orang lain yang

diberi kuasa untuk menerimanya.

7. Untuk daerah-daerah tertentu Menteri

dapat menentukan cara dan tempat

pengumuman yang lain daripada yang

ditentukan pada ayat (2).

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Di daerah-daerah tertentu pengumuman

yang dimaksud pada ayat (2) memerlukan

biaya yang besar yang tidak sebanding

dengan harga tanah yang bersangkutan.

Sehubungan dengan itu Menteri dapat

menentukan cara pengumuman lain yang

lebih murah biayanya.

34

Pasal 60

1. Penggantian sertifikat hak atas tanah atau

hak milik atas satuan rumah susun yang

tidak diserahkan kepada pembeli lelang

dalam lelang eksekusi didasarkan atas

surat keterangan dari Kepala Kantor Lelang

yang bersangkutan yang memuat alasan

tidak dapat diserahkannya sertifikat

tersebut kepada pemenang lelang.

2. Kepala Kantor Pertanahan mengumumkan

telah diterbitkannya sertifikat pengganti

untuk hak atas tanah atau hak milik atas

satuan rumah susun sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan tidak

berlakunya lagi sertifikat yang lama dalam

salah satu surat kabar harian setempat

atas biaya pemohon.

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Pengumuman ini dimaksudkan agar

masyarakat tidak melakukan perbuatan

hukum mengenai tanah atau satuan rumah

susun yang bersangkutan berdasarkan

sertipikat yang telah tidak berlaku.

Sertipikat yang lama dengan sendirinya

tidak berlaku lagi, karena sesuai dengan

ketentuan yang berlaku hak yang

bersangkutan telah berpindah kepada

pembeli lelang dengan telah dimenangkannya

lelang serta telah dibayarnya harga

pembelian lelang.

Harus direvisi atau dihilangkan. Secara gramatikal

sulit untuk dipahami arti dari uraian pasal ini.

Potensi menimbulkan multi tafsir yang

menyebabkan konflik.

Sumber: Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960; Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997; dan Hasil Analisis, 2016

Page 100: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad
Page 101: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

91

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah disampaikan pada bagian sebelumnya dapat

ditarik beberapa kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut.

VI.1 Kesimpulan

Berdasarkan kajian persiapan perubahan sistem publikasi positif dapat disimpulkan bahwa

upaya perubahan sistem pendaftaran tanah publikasi positif belum dapat dilakukan secara

parsial ataupun serentak karena capaian cakupan peta dasar pertanahan maupun peta

bidang tanah bersertifikat yang terdigitasi belum memenuhi prasyarat dan substansi

peraturan perundang-undangan belum diubah sesuai dengan sistem publikasi positif.

Apabila di lihat dari capaian cakupan peta dasar pertanahan secara nasional maupun pada

lokasi kajian menunjukkan bahwa rata-rata persentase peta dasar pertanahan ini masih

tergolong sedang, yaitu sekitar 45% - 46% di luar kawasan hutan. Di antara 34 provinsi,

provinsi-provinsi yang sudah memiliki cakupan peta dasar pertanahan terdigitasi sangat

tinggi (≥ 80%) secara nasional hingga Juni 2016 hanya ada 7 (tujuh) provinsi, yaitu Provinsi

Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan, Aceh, Gorontalo, Nusa Tenggara Timur, Bali, dan D.I

Yogyakarta. Sementara itu, di antara kelima provinsi kajian, Provinsi Kalimantan Selatan

merupakan provinsi yang memiliki cakupan peta dasar paling tinggi, yaitu 100%. Sebaliknya,

Provinsi Sumatera Utara menjadi provinsi yang memiliki cakupan peta dasar paling rendah,

yaitu sebesar 1,96%.

Apabila di lihat dari capaian cakupan peta bidang tanah bersertifikat terdigitasi secara

nasional maupun pada lokasi kajian masih tergolong sangat rendah, yaitu baru mencapai

sekitar 12% - 16% di luar kawasan hutan. Di antara 34 provinsi di Indonesia, provinsi-

provinsi yang sudah memiliki cakupan peta bidang tanah bersertifikat terdigitasi cukup

tinggi hingga Juni 2016 hanya Provinsi DKI Jakarta dan Riau. Sementara itu, di antara kelima

provinsi kajian, Provinsi Sumatera Selatan merupakan provinsi yang memiliki cakupan peta

bidang tanah bersertifikat paling tinggi, yaitu 78,48%. Sebaliknya, Provinsi Sulawesi Utara

menjadi provinsi yang memiliki cakupan peta bidang tanah bersertfikat paling rendah, yaitu

hanya sebesar 0,82%.

Belum tercapainya prasyarat cakupan peta-peta tersebut, antara lain disebabkan oleh faktor

kurangnya jumlah juru ukur, sebagian besar peta masih berkoordinat lokal, dan data analog

belum dikelompokkan dengan baik. Sementara itu, pasal-pasal yang perlu diubah dalam

UUPA dan PP 24/1997, antara lain:

Page 102: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

92

a. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA)

Pasal 19 Ayat 2, butir a: pembukuan tanah perlu diganti dengan Pusat Database

Pendaftaran Tanah Nasional

Pasal 19 Ayat 2, butir c: surat tanda bukti hak diganti menjadi alat pembuktian yang

mutlak serta dapat diteliti kesesuaiannya dengan Pusat Data Base Pendaftaran Tanah

Nasional

b. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

1) Terkait dengan ketersediaan Pusat Database Pendaftaran Tanah, terdapat beberapa

pasal yang perlu diubah dan disesuaikan dengan sistem publikasi positif, antara lain

pasal 1, pasal 2, pasal 4 ayat 1, pasal 12, pasal 21, pasal 23, pasal 32, dan pasal 35.

2) Terkait dengan ketentuan data fisik dan data yuridis, pasal 4 ayat 2 dan pasal 33

perlu dilakukan perubahan sesuai dengan sistem publikasi positif.

3) Terkait lembar sertifikat dan sertifikat hak atas tanah, pasal 39 dan pasal 49 perlu

adanya perubahan tentang lembar sertifikat yang menegaskan bahwa lembar

sertifikat merupakan alat publikasi dan bukan alat bukti hak dalam sistem

pendaftaran tanah publikasi positif. Selain itu, pada Pasal 39 juga perlu diubah

tentang sertifikat hak atas tanah yang menyebutkan bahwa sertifikat hak atas tanah

ini merupakan salinan dari database yang ada di Pusat Database Pendaftaran Tanah

Nasional.

4) Pasal-pasal lain yang perlu di ubah antara lain:

Pasal 10: perlu mengakomodir ketentuan tentang desa adat dan sejenisnya.

Pasal 14: perlu adanya perubahan yang menegaskan bahwa peta pendaftaran

tanah harus dibuat dalam bentuk digital menggunakan batas-batas koordinat

yang akurat dan dapat diolah.

Pasal 20: apabila dalam wilayah pendaftaran tanah belum terdapat peta

pendaftaran tanah, maka terlebih dahulu perlu dilakukan pembuatan peta

dasar pertanahannya atau dibuatkan peta sementara dengan metode

pemetaan dan pengukuran yang akurat.

Pasal 24: perlu adanya perubahan yang menegaskan bahwa pendaftaran tanah

yang berasal dari konversi hak-hak lama tetap dilindungi, selama dapat

dibuktikan dengan bukti tertulis, keterangan saksi, dan panitia ajudikasi. Hak-

hak tersebut juga harus didaftarkan dalam sistem pendaftaran tanah nasional

sesuai persyaratan.

Pasal 57: perlu adanya perubahan yang menegaskan bahwa sistem

pendaftaran tanah publikasi positif harus memiliki data dan informasi yang

benar, akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan, termasuk data pemilik hak

atas tanah.

5) Pasal-pasal yang perlu dihilangkan, yaitu Pasal 59 dan Pasal 60 karena tidak sesuai

dengan prinsip-prinsip sistem pendaftaran tanah publikasi positif.

Page 103: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

93

Di samping perubahan pasal, terdapat hal-hal yang perlu ditambahkan dalam peraturan

perundang-undangan baru sesuai sistem pendaftaran tanah publikasi positif antara lain

prinsip hukum indefeasible, jenis dan ketentuan indemnity (jaminan ganti rugi), penentuan

tanah yang dapat didaftarkan atau dilegalisasikan, dan pembangunan Pusat Database

Pendaftaran Tanah Nasional.

VI.2 Rekomendasi

Indonesia perlu mempercepat cakupan peta dasar pertanahan mencapai 51.462.505 Ha

(bertambah 34,33%) di luar kawasan hutan agar memenuhi prasyarat perubahan sistem

pendafatran tanah publikasi positif.

Indonesia perlu mempercepat cakupan peta bidang tanah bersertifikat mencapai

37.134.681 Ha (bertambah 57,73%) di luar kawasan hutan agar memenuhi prasyarat

perubahan sistem pendafatran tanah publikasi positif.

Perlu koordinasi antara BPN Pusat dan Kanwil BPN setiap provinsi untuk mempercepat

capaian cakupan peta dasar pertanahan dan peta bidang tanah bersertifikat yang

terdigitasi.

Perlu adanya sinkronisasi data capaian peta dasar pertanahan dan peta bidang tanah

bersertifikat antara BPN Pusat dan Kanwil BPN setiap provinsi.

BPN perlu segera melakukan tinjauan dan revisi/perubahan substansi peraturan

perundang-undangan terkait pendaftaran tanah sesuai dengan konsep sistem publikasi

positif, baik UUPA, PP 24/1997, maupun peraturan lain yang terkait.

Perlu adanya pemahaman pemerintah terkait biaya pengeluaran dan durasi operasi yang

dibutuhkan pada sistem pendaftaran tanah yang baru.

Perlu dilakukan sosialisasi pengenalan sistem pendaftaran tanah publikasi positif oleh

BPN kepada masyarakat secara jelas dan detail. BPN Pusat juga perlu melakukan

pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan sistem pendaftaran tanah yang baru di

setiap daerah secara berkala.

Capaian peta dasar pertanahan dan peta bidang tanah perlu diamati berdasarkan tren

pencapaian peta-peta tersebut selama 5-10 tahun terakhir agar dapat terlihat perubahan

capaiannya dan memperkirakan capaian cakupan peta untuk tahun-tahun berikutnya.

Page 104: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad
Page 105: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

95

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. (1985). Tebaran Pikiran Hukum Agraria. Bandung: Alumni

Abdurrahman. (2009). Penyelesaian Sengketa Pertanahan. Buletin LMPDP – Land: Media

Pengembangan Kebijakan Pertanahan. Edisi 10. ISSN 1978-7626. Jakarta: PIU

Bappenas.

Adhie, Brahmana dan Menggala, Hasan B. N. (2002). Reformasi Pertanahan Pemberdayaan

Hak-hak Atas Tanah Ditinjau dari Aspek Hukum, Sosial, Politik, Ekonomi, Hankam,

Teknis, Agama dan Budaya. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Apriyana, Nana. (2016). Studi Banding Mengenai Tata Ruang dan Pertanahan di Inggris.

Buletin Tata Ruang dan Pertanahan “Perwujudan Infrastruktur Wilayah dan Nasional:

Peran Tata Ruang dan Pertanahan. Edisi I hlm 22 – 24.

Badan Informasi Geospasial. (2013). Peta Indonesia. Jakarta: Badan Informasi Geospasial

Republik Indonesia.

Ballantyne, Brian dan Dobbin, James. (2000). Options for Land Registration and Survey

Systems on Aboriginal Lands in Canada. A Report Prepared for Legal Surveys Division of

Geomatics Canada. Canada: Division of Geomatics.

Bidang Pengelolaan Data dan Informasi Pertanahan dan Tata Ruang. (2016). Cakupan Peta

Bidang Tanah Bersertifikat yang Terdigitasi hingga Juni 2016. Kementerian Agraria dan

Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia: Bidang Pengelolaan Data

dan Informasi Pertanahan dan Tata Ruang.

Carruthers, Penny. (2015). A Tangled Web Indeed: the English Land Registration Act and

Comparisons with the Australian Torrens System. UNSW Law Journal, 38, 1261 – 1299.

Dale, Peter. (1995). Cadastral Surveys and Records of Rights in Land. FAO Land Tenure

Studies 1. ISBN 92-5-103627-6.

Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Dasar. (2016). Cakupan Peta Dasar Pertanahan

hingga Juni 2016. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia: Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Dasar.

Effendy, Bachtiar. (1993). Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Pelaksanaannya. Bandung:

Alumni.

Hamilton, Jonnette Watson. (2013). Introducing Conditional Immediate Indefeasibility:

Section 170 (1) of the Land Titles ACT. http://ablawg.ca/2013/03/13/introducing-

conditional-immediate-indefeasibility-section-1701-of-the-land-titles-act/. Diakses

pada Agustus 2016.

Hanstad, Tim. (1998). Designing Land Registration System for Developing Countries.

American University International Law Review, 13, 647-703.

Harsono, Boedi. 2008. Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-undang

Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan.

Indiraharti, Novina S. (2009). Penerapan Sistem Torrens Dalam Pendaftaran Tanah (Studi

Komparatif Terhadap Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia dengan Singapura.

Clavia, 10, 107 – 125.

Page 106: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas

96

Indiraharti, Novina S. (2009). Tinjauan Mengenai Title Insurance di Hongkong. Jurnal Hukum,

6, 52 – 69.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

(2014). Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kementerian Agraria dan

Tata Ruang/BPN. Jakarta: Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia.

Kumar, Ranjit. (2005). Research Methodology: A Step by Step Guide for Beginners (2nd Ed.).

London: SAGE Publications.

Land Titles Act 1925 Australia. Tersedia di http://www.legislation.act.gov.au. Diakses pada

26 Agustus 2016.

Law Commission. (2016). Updating the Land Registration Act 2002: A Consultation Paper.

United Kingdom: Crown Copyright.

National Land Code 56 Tahun 1965 Malaysia. Tersedia di http://www.kptg.gov.my. Diakses

pada 21 Agustus 2016.

National Land Code 56 Tahun 1965 (Amendemen) Malaysia. Tersedia di http://mltic.my.

Diakses pada 21 Agustus 2016.

Parlindungan, A.P. 1990. Pendaftaran Tanah di Indonesia. Bandung: Mandar Maju.

Perangin, Effendi. (1994). 401 Pertanyaan dan Jawaban Tentang Hukum Agraria. Jakarta:

Rajawali Pos.

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011

tentang Pengelolaan Pengkajian Dan Penanganan Kasus Pertanahan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah.

Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2016 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 Republik Indonesia.

Suardi. (2005). Hukum Agraria. Jakarta: IBLAM.

The Land Registration Act Chapter 334. Tersedia di http://www.tic.co.tz/. Diakses pada 20

Agustus 2016.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria.

Wijayanto, Agus. (2009). Konflik dan Sengketa Pertanahan serta Upaya Pencegahannya.

Buletin LMPDP – Land: Media Pengembangan Kebijakan Pertanahan. Edisi 10. ISSN

1978-7626. Jakarta: PIU Bappenas.

Wu, Richard dan Kepli, Mohd Yazid B. Z.(2011). Implementation of Land Title Registration

System in Malaysia: Lessons for Hong Kong. Malayan Law Journal Articles, 1, 1 – 8.

Xavier, Grace. (2011). Indefeasibility of Title in Malaysia: The Revivification ofDeferred

Indefeasibility under the Torrens System, Focus on Fraudulently Obtained and Forged

Titles. The Law Review, 138 – 156.

Zevenbergen, Jaap. (2002). System of Land Registration: Aspects and Effects. Delft: Geodesy

51. ISBN 90 6132 277 4.

Page 107: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad
Page 108: TIM PENYUSUN LAPORAN - Kementerian Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas i TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Uke Mohammad