the discourse - nulisbuku.com fileviii spontan. yang jelas, waktu luang menjadi kata kunci mengapa...

21
THE DISCOURSE Kritik Sosial Anak Nongkrong Sidiq Hari Madya Ferdi Arifin Satria Aji Imawan

Upload: haxuyen

Post on 27-Apr-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: THE DISCOURSE - nulisbuku.com fileviii spontan. Yang jelas, waktu luang menjadi kata kunci mengapa kami lakukan semua ini. Pada tahun 2013, kami lulus kuliah sehingga mau tak mau

THE DISCOURSE

Kritik Sosial Anak Nongkrong

Sidiq Hari Madya

Ferdi Arifin

Satria Aji Imawan

Page 2: THE DISCOURSE - nulisbuku.com fileviii spontan. Yang jelas, waktu luang menjadi kata kunci mengapa kami lakukan semua ini. Pada tahun 2013, kami lulus kuliah sehingga mau tak mau

ii

THE DISCOURSE: KRITIK SOSIAL ANAK NONGKRONG

Penulis: Sidiq Hari Madya, Ferdi Arifin, Satria Aji Imawan

Editor: Rifki Amelia Fadlina

Desain Sampul: Farhan Ismail

Tata Letak: Adhistya Virdhiayani Yudhanti

Penerbit

[email protected]

Copyright © 2014

Hak cipta dilindungi Undang-undang

ISBN: 978-602-7709-76-8

Diterbitkan melalui:

www.nulisbuku.com

Page 3: THE DISCOURSE - nulisbuku.com fileviii spontan. Yang jelas, waktu luang menjadi kata kunci mengapa kami lakukan semua ini. Pada tahun 2013, kami lulus kuliah sehingga mau tak mau

iii

Seandainya kami musisi, maka kami memainkan musik.

Seandainya kami pelukis, maka kami melukis.

Namun kami sarjana dengan pengalaman jurnalis kampus,

maka kami menulis.

Page 4: THE DISCOURSE - nulisbuku.com fileviii spontan. Yang jelas, waktu luang menjadi kata kunci mengapa kami lakukan semua ini. Pada tahun 2013, kami lulus kuliah sehingga mau tak mau

iv

Page 5: THE DISCOURSE - nulisbuku.com fileviii spontan. Yang jelas, waktu luang menjadi kata kunci mengapa kami lakukan semua ini. Pada tahun 2013, kami lulus kuliah sehingga mau tak mau

v

Page 6: THE DISCOURSE - nulisbuku.com fileviii spontan. Yang jelas, waktu luang menjadi kata kunci mengapa kami lakukan semua ini. Pada tahun 2013, kami lulus kuliah sehingga mau tak mau

vi

SEKAPUR SIRIH

enomena anak nongkrong identik dengan anak muda

yang suka menghabiskan waktu sambil berkumpul dan

ngobrol sana-sini meskipun sebenarnya tidak begitu

jelas tujuannya. Bagi sebagian orang, nongkrong dianggap

tidak ada gunanya karena jauh dari aktivitas produktif dan

cenderung hanya membuang-buang waktu. Barangkali,

faktanya memang demikian karena nongkrong biasanya diisi

dengan serangkaian aktivitas yang bersifat konsumtif. Tidak

hanya waktu luang yang dikonsumsi, melainkan juga topik

obrolan dan makanan atau mungkin juga camilan. Apalagi di

era gadget, anak nongkrong sering kali ber-gadget ria ketika

nongkrong. Inilah potret bahwa teknologi pun ikut

dikonsumsi.

Nongkrong—atau kami lebih sering menyebutnya kongko-

kongko—begitu lekat dengan kesan negatif walaupun pada

kenyataannya tidak selalu demikian. Bagi manusia dengan

segudang waktu luang yang hobi ngobrol sana-sini seperti

kami, nongkrong bisa ada gunanya, bisa pula tidak,

tergantung pada topik obrolan. Kita semua paham, tulisan

mampu mengabadikan ucapan. Tulisan ini merupakan ikhtiar

kami untuk mengabadikan ide-ide yang pernah berseliweran

dalam obrolan kami ketika nongkrong. Mengompilasinya ke

dalam sebuah buku sebenarnya merupakan gagasan yang

sudah lama terpendam.

Kami menyeleksi topik obrolan ketika nongkrong, lalu

menuangkannya kembali dalam bentuk tulisan. Bagaikan

ucapan yang membeku, obrolan nongkrong pun kami harap

bisa menjadi sebuah buku. Tentunya, kami bersyukur akhirnya

F

Page 7: THE DISCOURSE - nulisbuku.com fileviii spontan. Yang jelas, waktu luang menjadi kata kunci mengapa kami lakukan semua ini. Pada tahun 2013, kami lulus kuliah sehingga mau tak mau

vii

dapat mendokumentasikannya ke dalam buku ini. Inilah buah

hasil obrolan kami selama kongko-kongko yang sengaja kami

kemas menjadi sebuah opini lepas. Jadi, siapa bilang

menghabiskan waktu dengan nongkrong sama sekali enggak

ada gunanya?

Sejak bergabung dengan sebuah komunitas pers mahasiswa

SKM UGM Bulaksumur, nongkrong menjadi cara lumrah kami

untuk sekadar menghabiskan malam di akhir pekan. Saat itu,

status sebagai mahasiswa sekaligus jurnalis kampus memantik

rasa haus kami untuk berkumpul dan mengobrol. Kami gemar

berdiskusi mencurahkan hampir segala hal yang

bergentayangan di dalam pikiran. Sampai sekarang,

sepertinya nongkrong sambil ngobrol ngalor-ngidul telah

menjadi sebuah kebiasaan.

Semuanya berawal pada tahun 2012, ketika sekomplotan

awak SKM UGM Bulaksumur sering kali menghabiskan waktu

luang dengan berkumpul sambil makan dan ngobrol. Kami,

yang pada waktu itu menyandang status sebagai mahasiswa

tingkat akhir, tak terbantahkan lagi memiliki tingkat waktu

luang yang begitu tinggi. Puncaknya, kongko-kongko menjadi

agenda yang paling rutin. Terlebih di Yogyakarta, ruang publik

yang menyediakan fasilitas untuk orang-orang seperti kami

tersebar di mana-mana. Lengkaplah sudah perpaduan antara

keinginan dan harapan meskipun sebenarnya lebih tepat

didukung oleh kondisi dan keadaan.

Kami kumpul bareng sekadar untuk menghabiskan malam.

Saking asyiknya, sesekali tanpa sadar kami kumpul sampai

menembus pagi. Segala hal diobrolkan mulai dari persoalan

yang paling berat sampai yang paling sepele nyaris tanpa

mutu. Tak perlu ditutup-tutupi karena memang tak ada alur

narasi yang direncanakan. Semua obrolan berlangsung

Page 8: THE DISCOURSE - nulisbuku.com fileviii spontan. Yang jelas, waktu luang menjadi kata kunci mengapa kami lakukan semua ini. Pada tahun 2013, kami lulus kuliah sehingga mau tak mau

viii

spontan. Yang jelas, waktu luang menjadi kata kunci mengapa

kami lakukan semua ini.

Pada tahun 2013, kami lulus kuliah sehingga mau tak mau

menyandang gelar sarjana. Pasca divonis sebagai sarjana,

kami berkiprah di jalan masing-masing. Intensitas kongko

menurun drastis, hanya segelintir saja yang tersisa. Namun,

spirit kami untuk berwacana dan bertukar gagasan tetap

hidup. Terima kasih media sosial dan semua aplikasi online

yang memungkinkan kami untuk terus menjalin komunikasi

meski dengan segala keterbatasan. Kongko-kongko yang

nyaris tinggal kenangan itu untungnya masih bisa berlanjut

meski dengan segelintir orang. Saat itulah muncul ide untuk

menyulap obrolan yang sudah-sudah menjadi sebuah

tulisan—tentunya, kami sengaja menyingkirkan obrolan yang

tak bermutu.

Kami mulai mengingat-ingat kembali topik-topik yang pernah

menjadi bahan obrolan, lalu menuangkannya ke dalam

sebuah tulisan. Kami tambah pula tulisan tentang

pengalaman-pengalaman yang kami alami pascaturun dari

menara gading. Ibarat orang awam dinaungi kegelisahan,

begitulah yang kami rasakan ketika pertama kali melihat

dunia sekitar secara langsung. Jika biasanya kami curahkan

melalui obrolan, di sini kami urai kegelisahan ke dalam tulisan.

Akhirnya, terkumpullah 37 artikel.

Buku ini merupakan kompilasi artikel yang berhasil kami

himpun. Secara struktural, buku ini terdiri atas tiga bagian,

yakni sosial, budaya, dan politik. Tiap bagian ditulis oleh

seorang penulis dengan perspektif dan gaya bahasa masing-

masing. Bagian pertama berkaitan dengan fenomena sosial

sehari-hari yang dilihat dari sudut pandang ilmu sosial, ditulis

oleh Sidiq Hari Madya. Bagian kedua berisi tentang fenomena

Page 9: THE DISCOURSE - nulisbuku.com fileviii spontan. Yang jelas, waktu luang menjadi kata kunci mengapa kami lakukan semua ini. Pada tahun 2013, kami lulus kuliah sehingga mau tak mau

ix

budaya masyarakat, ditulis dengan pendekatan ilmu

kebudayaan, oleh Ferdi Arifin. Bagian ketiga berisi tentang

fenomena politik dan ekonomi dengan pendekatan ilmu

politik, ditulis oleh Satria Aji Imawan.

Ketiga penulis merupakan sarjana Universitas Gadjah Mada

yang memiliki kesamaan minat pada kegiatan nongkrong,

diskusi, dan menulis. Sidiq Hari Madya saat ini aktif sebagai

asisten peneliti dalam program riset “Youth-based

Environmental Organization in Indonesia” oleh Youth Studies

Centre UGM. Ferdi Arifin saat ini merupakan mahasiswa

Pascasarjana Ilmu Linguistik UGM, penerima beasiswa dari

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI), Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan. Satria Aji Imawan saat ini bekerja

sebagai asisten rektor UGM.

Tak luput dalam kesempatan ini kami berterima kasih kepada

para pendidik, ibu serta bapak dosen UGM yang telah

membimbing kami, terutama atas materi kuliah yang sengaja

ataupun tanpa sengaja kami jadikan sajian kongko-kongko

kami. Terima kasih pula sebanyak-banyaknya kepada kawan-

kawan seperjuangan yang telah bersama-sama merintis

agenda fenomenal berupa kongko-kongko. Juga kepada

kawan-kawan jurnalis kampus lainnya. Berikut orang-orang

yang berjasa dalam penulisan buku ini:

Cah-cah kongko yang inspiratif: Remo, Donne,

Beryl, Itok, Adityo, Afrianda, Chilmi, Imam Sadewa,

Pandu Wira, Rizky Ketjap, Rizky Cabuca, Reza,

Bayu, Luthfirahman Prem, Risa, Tiwi, Etha, Dian Kur,

Hanum, Juned, Anggi Lubis.

Page 10: THE DISCOURSE - nulisbuku.com fileviii spontan. Yang jelas, waktu luang menjadi kata kunci mengapa kami lakukan semua ini. Pada tahun 2013, kami lulus kuliah sehingga mau tak mau

x

Para awak jurnalis kampus seperjuangan: Didi,

Syefi, Rifki, Aghnia, Eka, Hale, Salsa, Mayang, Gina,

Indi, Uli, Vita, Febri, Lulu, Arso, Rohman, Yogi, Aldi,

Aziz, Erik, Izuddin, Kiki, Tyas, Shabrina, Wandi,

Irene, Rina, Isna, Mukhanif, Afif, Zaki, Kautsar,

Sekar, Sonny, Dinda, Nastiti Ute, Oki, Keumala,

Hasna, Talitha, Novan, Winnalia, Anzu, Irma, Lin I,

Esti E, Sisil, Nisa TL, Wedar, Andin, Amanda Deby,

Hamada, Irsa NP, Damar, Destrianita, Farhan, serta

segenap awak jurnalis kampus yang saat ini masih

aktif berkiprah di SKM UGM Bulaksumur.

Terima kasih pula kepada tempat kongko kami:

B21, Djendelo Cafe, Angkringan Bunderan UGM,

Angkringan UNY, Burjo Samiasih, Burjo Palm

Kuning, Kedai 24, dan Mister Berger Sudirman.

Buku ini tentu terbuka untuk segala saran, kritik, dan masukan

lainnya. Silakan menikmati buku sederhana ini. Semoga dapat

membuat Anda tersenyum, tertawa, dan bertanya-tanya.

Enjoy!

Yogyakarta, Agustus 2014

Page 11: THE DISCOURSE - nulisbuku.com fileviii spontan. Yang jelas, waktu luang menjadi kata kunci mengapa kami lakukan semua ini. Pada tahun 2013, kami lulus kuliah sehingga mau tak mau

xi

DAFTAR ISI

SEKAPUR SIRIH ................................................................... vi

DAFTAR ISI ........................................................................... xi

BAGIAN SOSIAL .................................................................... 1

PENGANTAR ............................................................................................ 2

Kota Tanpa Filsafat ............................................................................... 4

Borjuis Kampus....................................................................................... 8

Foucault dan Media Sosial ..............................................................11

Ibu-ibu Blackberry ...............................................................................15

Peran Marginal Keluarga ..................................................................18

Akar Krisis Lingkungan ......................................................................21

Ekologi dan Filosofi ............................................................................22

Primordialisme Almamater ..............................................................27

Hidangan Elit Politik ...........................................................................31

Kabut Peradaban .................................................................................34

BAGIAN II BUDAYA ........................................................... 39

PENGANTAR ..........................................................................................40

The Power of Words ............................................................................42

Agama Sosial.........................................................................................46

Pengikisan Bahasa Daerah ...............................................................50

Di Balik Eksistensi Burjo ....................................................................53

Angker .....................................................................................................57

Manusia Delman ..................................................................................61

Page 12: THE DISCOURSE - nulisbuku.com fileviii spontan. Yang jelas, waktu luang menjadi kata kunci mengapa kami lakukan semua ini. Pada tahun 2013, kami lulus kuliah sehingga mau tak mau

xii

Mempertanyakan Eksistensi Hantu Lokal .................................. 65

Hutan Beton di Jakarta...................................................................... 69

Bahasamu Harimaumu ...................................................................... 72

Alih Fungsi Pendidikan Seks oleh Google ................................. 75

PNS: Sistem Keamanan Finansial .................................................. 78

Kehilangan Jalan di Yogyakarta! ................................................... 81

Tukang Serobot ................................................................................... 84

Menuju Kebenaran Indonesia ........................................................ 79

Simbolisme Agama dalam Kehidupan........................................ 92

Sinkretisme Kejawen dan Agama KTP ........................................ 95

Value dalam Tataran Proses Kehidupan .................................... 99

Demokrasi? ......................................................................................... 103

Fraternity of Kongko ....................................................................... 106

Jogja Berhenti Nyaman .................................................................. 110

BAGIAN III POLITIK ......................................................... 117

PENGANTAR ....................................................................................... 118

Koneksitas Nusantara atau Eksploitasi? .................................. 121

Ancaman Rekayasa Genetika Sosial ......................................... 127

Kebijakan Pendidikan Serampangan ........................................ 133

Merana di Negeri Sendiri .............................................................. 139

Pegawai Tidak Perlu Kritis! ........................................................... 144

Jebakan Kerja Sama Selatan-Selatan........................................ 148

Massive Capitalization Development ....................................... 153

TENTANG PENULIS ......................................................... 160

Page 13: THE DISCOURSE - nulisbuku.com fileviii spontan. Yang jelas, waktu luang menjadi kata kunci mengapa kami lakukan semua ini. Pada tahun 2013, kami lulus kuliah sehingga mau tak mau

xiii

Page 14: THE DISCOURSE - nulisbuku.com fileviii spontan. Yang jelas, waktu luang menjadi kata kunci mengapa kami lakukan semua ini. Pada tahun 2013, kami lulus kuliah sehingga mau tak mau
Page 15: THE DISCOURSE - nulisbuku.com fileviii spontan. Yang jelas, waktu luang menjadi kata kunci mengapa kami lakukan semua ini. Pada tahun 2013, kami lulus kuliah sehingga mau tak mau

BAGIAN I SOSIAL

Page 16: THE DISCOURSE - nulisbuku.com fileviii spontan. Yang jelas, waktu luang menjadi kata kunci mengapa kami lakukan semua ini. Pada tahun 2013, kami lulus kuliah sehingga mau tak mau

2 | THE DISCOURSE

PENGANTAR

Bagi ilmuwan sosial, setiap jengkal peristiwa yang

terjadi dalam kehidupan sehari-hari begitu sarat akan

makna. Baik yang dialami sendiri maupun yang dialami

oleh orang lain, kehidupan sehari-hari sejatinya berisi

tentang „sekumpulan pengalaman‟ yang luar biasa.

Namun tentu saja, tidak semua orang mau

menyadarinya sehingga cenderung melihat kehidupan

sehari-hari tampak sangat biasa dan berlangsung

begitu saja, atau dalam bahasa nge-tren diistilahkan

sebagai taken-for-granted reality. Padahal jika mau

sedikit saja mengambil waktu untuk menyadari, ada

banyak peristiwa sosial menarik yang dapat dijadikan

bahan refleksi.

Bagian ini akan menampilkan sejumlah opini lepas yang

berangkat dari peristiwa kehidupan sehari-hari, baik

yang dialami secara langsung, diamati, maupun dari

cerita-cerita yang disampaikan selama kongko-kongko.

Penggalan fenomena sosial dalam kehidupan sehari-

hari direfleksikan secara kritis dalam bentuk narasi

berpadu imajinasi. Tentunya, tiap-tiap tulisan berupaya

dikontekskan dengan realitas sosial di sekitar, yakni

realitas keseharian yang dirasakan. Pada prinsipnya,

seluruh opini pada bagian ini dikemas dengan nuansa

subjektif penulis.

Tulisan pertama berjudul Kota Tanpa Filsafat, sebuah

kritik mengenai suatu kota yang sibuk tetapi nyaris

tanpa makna. Berikutnya adalah Borjuis Kampus,

tentang gejala-gejala pembedaan kelas sosial di

lingkungan kampus. Berikutnya, berkaitan dengan

Page 17: THE DISCOURSE - nulisbuku.com fileviii spontan. Yang jelas, waktu luang menjadi kata kunci mengapa kami lakukan semua ini. Pada tahun 2013, kami lulus kuliah sehingga mau tak mau

KRITIK SOSIAL ANAK NONGKRONG | 3

fenomena gadget, ada tulisan Foucault dan Media Sosial

dan Ibu-ibu Blackberry. Sebuah keprihatinan melihat

peran keluarga sebagai sebuah institusi sosial terkecil

tertuang dalam Peran Marginal Keluarga. Tulisan

berikutnya bersingggungan dengan lingkungan, yakni

Akar Krisis Lingkungan serta Ekologi dan Filosofi.

Sedangkan isu politik tertuang dalam tulisan

Primordialisme Almamater dan Hidangan Elit Politik.

Terakhir, sebuah refleksi sosiologis berjudul Kabut

Peradaban. Selamat membaca!

Page 18: THE DISCOURSE - nulisbuku.com fileviii spontan. Yang jelas, waktu luang menjadi kata kunci mengapa kami lakukan semua ini. Pada tahun 2013, kami lulus kuliah sehingga mau tak mau

4 | THE DISCOURSE

Kota Tanpa Filsafat

ebagian orang memilih tetap terjaga hingga larut

malam untuk sekadar minum kopi dan berdiskusi

dengan teman-temannya. Mereka sering kali

menggunakan kebebasan waktu malamnya untuk

bercakap dan berdebat, dari urusan personal sampai

sosial. Tak jarang pula perdebatan diisi dengan

sejumlah argumentasi yang mengutuk negara. Mereka

bicara politik, agama, filsafat, sampai menelisik moral

mana yang dianggap paling baik. Sering kali,

perdebatan berhenti pada sebuah kesadaran bahwa

masing-masing memiliki pandangan yang berbeda.

Di sini, di Yogyakarta, diskusi dari yang paling berat

sampai yang paling ringan lumrah mengisi malam-

malam di berbagai sudut kota. Saya merupakan salah

satu orang yang beruntung bisa merasakannya. Teman-

teman saya di kota ini mungkin juga demikian. Sesekali

di malam hari, kami berkumpul untuk sekadar sharing

tentang apa yang bergejolak di kepala kami. Memang

terkadang terlalu berat untuk menyimpannya sendiri.

Menyampaikannya kepada orang lain merupakan salah

satu ikhtiar untuk meringankannya.

Akan tetapi, hal yang paling penting dalam setiap

diskusi adalah adanya ruang untuk mencari makna.

Apapun yang didiskusikan, kami selalu punya

kesempatan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan

penting perihal makna kehidupan. Pelanggaran hukum,

kejahatan moral, intrik politik, dogma agama, apa

maknanya? Segala persoalan personal, masalah sosial,

S

Page 19: THE DISCOURSE - nulisbuku.com fileviii spontan. Yang jelas, waktu luang menjadi kata kunci mengapa kami lakukan semua ini. Pada tahun 2013, kami lulus kuliah sehingga mau tak mau

KRITIK SOSIAL ANAK NONGKRONG | 5

apa maknanya? Apa makna semua ini? Apa maknanya

bagi kehidupan ini? Pertanyaan bernada filosofis

tersebut sering kali bergentayangan di pikiran, bahkan

meski malam telah usai dan diskusi telah selesai.

Yogyakarta merupakan kota intelektual, selain juga

sebagai kota budaya dan seni. Di kota ini, mimbar

kebebasan dibuka lebar. Faktor utama pendukung

kebebasan berpendapat dan berdiskusi, bagi saya,

bukan sekadar keberadaan ruang publik, melainkan

orang-orangnya. Pertanyaan filosofis seputar pencarian

makna menyelingi setiap diskusi. Tak jarang pertanyaan

tersebut berujung pada pertanyaan lain tanpa jawaban.

Itu bukan suatu kekecewaan, sebab pertanyaan selalu

berguna bagi upaya refleksi dan membangkitkan

kesadaran. Beruntung sekali, Yogyakarta menyediakan

ruang untuk hal ini.

Setiap kota memiliki karakternya masing-masing.

Belakangan, saya sering mendengar pendapat teman-

teman saya yang tinggal di suatu kota yang sering

disebut metropolitan tentang nihilnya „ruang filsafat‟ ini.

Menurutnya, kota seperti yang diceritakannya itu

memiliki tempo dan tensi yang sangat tinggi.

Sedemikian tingginya hingga orang-orang yang tinggal

di dalamnya harus mengikuti iramanya. Jika tidak,

seseorang tentu akan tertinggal. Di kota itu, semua

orang bergerak sangat cepat. Kompetisi yang tinggi

membuat semua orang bersemangat untuk

memperoleh prestasi. Namun efek sampingnya,

semangat itu sering kali dilampiaskan dengan wujud

saling sikut. Tentu saja yang lemah akan terjatuh.

Bahkan jika sudah terjatuh, bisa terinjak dan tergilas.

Page 20: THE DISCOURSE - nulisbuku.com fileviii spontan. Yang jelas, waktu luang menjadi kata kunci mengapa kami lakukan semua ini. Pada tahun 2013, kami lulus kuliah sehingga mau tak mau

6 | THE DISCOURSE

Diskusi yang berisi percakapan dan perdebatan

merupakan ruang refleksi. Tempo dan tensi yang begitu

tinggi cenderung membuat orang lupa akan refleksi. Di

kota itu, manusia hampir tidak memiliki waktu untuk

sekadar berdiam diri, apalagi bercakap dan berdiskusi.

Jika digambarkan secara ekstrem, kota itu tidak

menyediakan orang-orang yang mau diajak duduk

bersama, memikirkan esensi kehidupan ini dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan esensial tentang

kehidupan. Hampir tidak ada orang yang mau

mendengar keluhan orang lain dengan sukarela, apalagi

ikut merasakan penderitaannya. Kota itu tidak pernah

tidur. Siang dan malam begitu berisik dan bising. Saya

menamakan kota tanpa permenungan itu sebagai „Kota

Tanpa Filsafat‟.

Kota itu tanpa filsafat sebab hampir tidak ada

percakapan, perdebatan, dan diskusi tentang pencarian

makna kehidupan. Di kota tanpa filsafat, diskusi sekilas

tampak di ruang-ruang publik. Namun setelah diamati

dari dekat, tidak ada pencarian makna. Orang-orang di

kota itu membawa apa yang ditontonnya untuk

diceritakan kembali tanpa penyelidikan makna yang

lebih serius. Kata filsafat hampir tak terdengar di kota

itu. Kalaupun terdengar, orang segera menutup telinga

karena merasa tidak ada gunanya.

Hidup di kota tanpa filsafat mungkin seperti hidup

dalam kesunyian di tengah keramaian. Kehidupan

sehari-hari di kota tanpa filsafat memperlihatkan praktik

kesibukan meskipun sebenarnya hanya ada kehampaan

di dalamnya. Sesungguhnya, yang menciptakan kota

Page 21: THE DISCOURSE - nulisbuku.com fileviii spontan. Yang jelas, waktu luang menjadi kata kunci mengapa kami lakukan semua ini. Pada tahun 2013, kami lulus kuliah sehingga mau tak mau

KRITIK SOSIAL ANAK NONGKRONG | 7

seperti itu adalah orang-orangnya karena yang dapat

membentuk „peradaban‟ suatu kota adalah orang-

orangnya. Semoga saja, kita sebagai manusia terus

memberi kehidupan terutama di tempat di mana kita

berada. Tentu saja, salah satunya mengadakan diskusi

dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan filosofis

seputar pencarian makna.