avventura - nulisbuku.com filefakultas farmasi ini tanpa terkecuali. sebagai mahasiswa baru, aku...
TRANSCRIPT
Lucia Dwi Elvira, K.Rosiana, Rainy Tika, Roisah
Nawatila, Raditya Weka, Nanda Aulia, Abdullah
Suyuti, Diah Ayu, Fizia Maulidina
AVVENTURA
Penerbit
Penafarma
2
AVVENTURA
Oleh:
Lucia Dwi Elvira, K.Rosiana, Rainy Tika, Roisah Nawatila,
Raditya Weka, Nanda Aulia, Abdullah Suyuti, Diah Ayu, Fizia
Maulidina
Copyright © 2013 by (Lucia Dwi E dkk)
Penerbit
Penafarma
Desain Sampul:
(Yory Khoiri)
Editor:
(Lucia DE, K.Rosiana)
Illustrator:
(Lucia DE, K.Rosiana, Rainy Tika, Roisah N, Nanda Aulia,
A.Suyuti)
Diterbitkan melalui:
www.nulisbuku.com
3
Kata Penulis:
Kami semua sepakat mengidentifikasi diri kami sebagai seorang yang gemar berimajinasi, suka menulis, dan mencintai farmasi. Dari tiga komponen itu, maka jadilah kami menghasilkan buku kumpulan cerpen yang berbau farmasi ini. Ada sembilan penulis dan sebelas cerpen, yang berarti sembilan kepala dengan sebelas ide. Masing-masing penulis punya gaya tersendiri dalam bercerita. Tema yang diangkat pun bermacam-macam mulai dari kisah cinta, luka, misteri, science fiction, ataupun tentang cita-cita.
Kami menyempatkan sedikit waktu kami untuk menulis, berdiskusi, dan melakukan editing di tengah padatnya jadwal kuliah dan praktikum yang seolah mengejar kami. Kami ubah alur otak kami yang terbiasa berpikir ilmiah di kampus, menjadi berpikir abstrak dan imajinatif. Kami selalu percaya bahwa menghasilkan karya, membuat kami maju satu langkah.
Semua proses, dari mulai editing hingga ilustrasi cerpen, semua kami lakukan sendiri. Dengan kemampuan seadanya, waktu seadanya, dan dengan alat seadanya pula, akhirnya jadilah buku ini. Dengan buku ini kami harap pembaca bisa mengenal lebih dekat dengan dunia farmasi dan semoga buku ini juga bisa menjadi hiburan yang berbeda untuk pembaca. Selamat menikmati!
Penulis
4
DAFTAR ISI
1. Sebaris Warna Pelangi……………………. 5
Raditya Weka Nugraheni
2. Liquid Luck…………………………………….. 23
K. Rosiana
3. Hanya Dia & Tuhan yang Tahu……… 37
Abdullah Suyuti
4. The Elixir of Life……………………………… 53
Lucia Dwi Elvira
5. The Brilliant Misery ………………………. 73
Rainy Tika
6. When Coffee is Just Enough…………….. 89
Nanda Aulia
7. Inilah Jalanku……………………………… 109
Fizia Maulidina
8. Lika liku Luka……………………………….. 123
Lucia Dwi Elvira
9. Mawar untuk Rose………………………….. 139
Roisah Nawatila
10. Once in a Life Time………………………. 159
K. Rosiana
11. Kemalanganku yang Bermakna…… 173
Diah Ayu N
6
Gilakah seseorang yang terobsesi
menciptakan ramuan yang bisa membuat hidup
abadi dan menghidupkan orang mati?
* **
Mereka menyebutnya profesor gila. Sejak
memasuki fakultas ini, aku selalu mendengar
namanya di setiap inci gedung empat lantai ini.
Namanya seperti menempel pada bibir tiap
mahasiswa. Di kantin, di ruang kelas, di lorong-
lorong, di ruang praktikum, bahkan dinding-dinding di
gedung ini sepertinya juga ditumbuhi mulut-mulut
lebar yang terus saja menyuarakan nama Profesor
Wage Permana.
“Prof. Wage? Dia profesor gila!”
“Ramuan kehidupan? Yang benar saja!”
“Hmm... katanya dia ingin menghidupkan
keluarganya yang mati.”
“Tapi ada yang bilang dia sendirilah yang ingin
hidup abadi.”
“Aku dengar dari kakak angkatan kalau dia
punya laboratorium sendiri di rumahnya. Dan isinya
sungguh tidak terbayangkan.”
Begitulah kira-kira topik yang selalu mereka
perbincangkan. Entah sejak kapan dan bagaimana
7
awalnya, yang jelas Profesor Wage Permana telah
menjelma menjadi virus yang menginfeksi seluruh
Fakultas Farmasi ini tanpa terkecuali.
Sebagai mahasiswa baru, aku sendiri baru
bertemu dan melihat wujud 'virus' itu ketika pelajaran
Biologi dasar. Seperti biasanya, sebelum kuliah
dimulai kelas selalu ramai dengan kasak-kusuk yang
entah apa. Aku hanya bisa menangkap bebunyian
dan suara-suara itu seperti dengung lebah yang
menyakiti telinga. Yah… Sekarang ini aku sedang
malas terlibat di dalam euforia kasak-kusuk itu. Aku
sedang serius memikirkan tentang ramuan
kehidupan, bukankah itu cuma ada di film? Benarkah
ramuan itu memang ada? Apakah ramuan itu benar-
benar bisa menghidupkan orang mati?
Menghidupkan orang mati? Apakah itu mungkin?
Mungkinkah ramuan itu bisa mengembalikan Indra
lagi? Pikiranku dipenuhi pertanyaan-pertanyaan
yang lama-lama menjelma benang kusut karena tak
kunjung kudapatkan jawabannya.
Belum tuntas aku berpikir, kelas mendadak
sepi. Lalu sosok itu berjalan memasuki kelas.
Seorang laki-laki berambut putih dengan potongan
yang mengingatkanku pada ilmuwan terkenal
sepanjang masa, Einstein. Potongan rambut yang
hanya menyisakan rambut di bagian belakang
kepala, sedangkan bagian depan tidak ditumbuhi
rambut sehelai pun. Entah karena terlalu banyak
8
berpikir atau tidak. Yang jelas orang-orang selalu
mengisyaratkan orang berambut model seperti ini
sebagai seorang pemikir.
Sosok berkacamata itu kini sudah berdiri di
depan kelas dan seperti mengeluarkan aura yang
entah apa. Selanjutnya semua terlihat begitu
dramatis di mataku. Ketika lelaki yang berusia lebih
dari setengah abad itu muncul, anak-anak langsung
terdiam dan terpana, mulut mereka lebar menganga.
Ya…tidak salah lagi, sosok 'virus' yang selalu
mereka sebut-sebut kini tampak utuh mewujud.
* * *
Profesor yang kata mereka gila itu memang
berbeda. Setelah memasuki kelas, Profesor Wage
hanya diam. Berdiri mematung di depan kelas, tapi
matanya berkeliling menghujam satu persatu
mahasiswa. Ditatapnya kami semua dengan tatapan
yang seperti menghunuskan pedang. Ketika kami
semua sudah merasa terintimidasi barulah profesor
itu memperkenalkan diri.
“Baiklah, perkenalkan, saya Wage Permana
yang akan membimbing kalian di mata kuliah Biologi
dasar ini,” suaranya berat dan nada bicaranya tegas.
“Untuk pertemuan pertama ini kita membahas
asal-usul makhluk hidup. Dan saya kira akan sangat
membosankan kalau kita hanya duduk manis di sini
9
sambil memelototi slide-slide. Untuk itu… Ikuti saya.”
Profesor Wage pun melangkah ke luar kelas diikuti
mahasiswa-mahasiswa yang kembali berkasak-
kusuk. Aku tidak tahu apakah kasak-kusuk sudah
menjadi trend anak muda sekarang? Ah! Aku tidak
peduli yang jelas segala hal tentang profesor ini
sudah begitu menarik perhatianku.
Profesor Wage membawa kami ke sebuah
taman dekat kampus. Di sana kulihat sehalaman
tanah dengan rerumputan, pepohonan yang
bergerombol asri dan sebuah danau kecil yang
airnya berwarna hijau. Tanpa bicara sepatah kata
pun Profesor Wage menggali tanah yang kosong
dari rerumputan taman. Aku dan teman-teman
lainnya mengerumuni Profesor Wage. Aku yakin
pertanyaan di kepala kami sama. Apa yang sedang
dilakukan profesor ini? Apa maksudnya?
Tidak seberapa lama menggali, Profesor Wage
menarik seekor cacing di genggaman tangannya.
Aku dan beberapa anak perempuan lainnya menjerit
ngeri.
“Dulu, para filsuf alam seperti Aristoteles
menganggap bahwa makhluk hidup tercipta dari
benda tak hidup yang berlangsung secara spontan.
Misalnya cacing dari tanah, ikan dari lumpur, dan
sebagainya. Teori yang disebut abiogenesis ini
dianut oleh banyak orang selama beberapa abad.
10
Bagaimana menurut kalian?” tanya Profesor Wage
tiba-tiba. Kanaya, teman sebangkuku mengangkat
tangan.
“Itu jelas tidak benar, Profesor. Tanah hanya
merupakan habitat atau tempat hidup cacing. Cacing
jelas ada karena telur, Profesor.”
“Kamu benar. Kamu bisa menjelaskan seperti
itu karena kamu punya pengetahuan, tetapi para
filsuf jaman dulu hanya mengandalkan pikiran dan
akal mereka. Mereka melihat cacing keluar dari
tanah dan menganggap cacing berasal dari tanah.
Ini cukup masuk akal pada jaman dahulu. Seiring
dengan berkembangnya ilmu pengetahuan maka
ditemukan bahwa teori abiogenesis itu tidak benar,”
sejenak Profesor Wage berhenti dan menatap kami
satu persatu.
“Francesco Redi, Lazzaro Spallanzani, dan
Louis Pasteur kemudian datang dengan teori
biogenesisnya. Dengan serangkaian percobaan
mereka membuktikan bahwa makhluk hidup berasal
dari makhluk hidup. Kalian tahu semboyan yang
paling terkenal dari teori biogenesis ini?” sebuah
pertanyaan lagi-lagi dilemparkan Profesor Wage.
Kali ini aku sigap menangkap dan mengacungkan
tanganku.
“Omni vivum ex vivo, omni ovum ex ovo, omni
vivum ex vivo. Makhluk hidup berasal dari telur, telur
11
berasal dari makhluk hidup, makhluk hidup berasal
dari makhluk hidup. Semua itu sudah kami pelajari di
SMP, Profesor. Yang saya ingin tahu adalah ramuan
kehidupan yang bisa membuat hidup abadi dan
dapat menghidupkan orang mati. Apakah ramuan
seperti itu benar-benar ada? Apakah sekarang Anda
sedang mencoba menciptakan ramuan semacam itu,
Profesor?”
Semuanya mendadak senyap. Kulihat
beberapa anak menggigit bibirnya seolah aku telah
mengucapkan kata-kata tabu yang dilarang.
Kulayangkan arah mataku ke arah Profesor Wage
dan kudapati alis dan keningnya mengkerut
sedemikian rupa. Sesaat aku sedikit menyesal
karena tidak bisa membendung rasa penasaranku.
Tapi aku harus menanyakannya. Bila ramuan itu
benar ada, ada kemungkinan untuk mengembalikan
Indra lagi.
“Siapa namamu gadis kecil yang selalu ingin
tahu?” selidik Profesor Wage. Aku terdiam
menunduk.
“Hmm..siapa namamu gadis kecil?” ulang
Profesor Wage, kali ini dengan suara yang lebih
keras.
12
“Za Canopus1, Prof!” jawabku ragu dan dengan
suara yang sedikit bergetar.
“Nama yang menarik, orang tuanya pastilah
pecinta astronomi!” Profesor Wage berkata pelan
seperti berbicara pada dirinya sendiri.
“Baiklah, Za Canopus setelah pelajaran ini
kamu ke ruangan saya. Saya akan memberikan
pelajaran spesial untuk orang yang selalu ingin tahu
sepertimu,” kata Profesor Wage dengan tatapan
mata yang misterius.
“Kalau begitu sekian saja kuliah saya hari ini.
Silakan kembali ke kelas kalian,” Profesor Wage pun
melangkah meninggalkan kami. Meninggalkanku
dipenuhi pertanyaan, juga ketakutan.
* * *
Ada hawa yang terasa berbeda yang mengusik
ketenanganku saat aku memasuki ruangan Profesor
Wage. Di tempat duduknya, Profesor Wage sudah
menyambutku dengan ekspresi muka yang tidak
biasa.
“Za Canopus, duduklah!”
“Baik, Prof.”
1 bintang paling terang di rasi Carina, dan merupakan bintang paling terang kedua di langit malam, setelah Sirius
13
“Kau bertanya apa tadi? Ramuan yang bisa
menghidupkan orang mati? Ramuan yang membuat
hidup abadi? Hahaha...”
“Kau berpikir ramuan seperti itu benar-benar
ada?”
“Saya tidak tahu, Prof. Maka dari itu saya
bertanya. Lagi pula semua orang di kampus ini
sedang membicarakannya.”
“Semua orang?” tanya Profesor Wage sambil
memegang ujung kaca matanya. Dapat kulihat sinar
matanya yang bingung. Ah! Yang benar saja!
Jangan bilang Profesor ini tidak tahu kalau dirinya
dan ramuan kehidupannya sudah bertahun-tahun
menjadi trending topic di Fakultas Farmasi ini. Ah!
Atau profesor ini hanya berpura-pura tidak mengerti
apa-apa agar tidak ada yang curiga kalau dirinya
memang benar sedang membuat ramuan itu.
“Hmm... entahlah, Prof. Yang jelas saya hanya
penasaran dengan ramuan kehidupan itu.”
“Penasaran.... hahah... kau mirip dengan
seseorang.”
“Seseorang?”
“Haha... sudahlah!” sambil berkata begitu,
Profesor Wage melangkah menuju sebuah rak buku,
lalu mengambil sebuah buku kecil berwarna coklat