teori tb
DESCRIPTION
TEORI TBTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN TUBERCULOSIS PARU
A. TINJAUAN TEORI TB PARU
1. Definisi TB Paru
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Kuman tersebut biasanya masuk ke
dalam tubuh manusia melalui udara (pernapasan) ke dalam paru-paru, kemudian
menyebar dari paru-paru ke organ tubuh yang lain melalui peredaran darah, yaitu :
kelenjar limfe, saluran pernafasan atau penyebaran langsung ke organ tubuh lain
(Depkes RI, 2002).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim
paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya termasuk
meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe (Smeltzer 2001).
2. Epidemiologi
TB Paru merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia dengan angka
mortalitas dan morbiditas yang terus meningkat. Penyakit ini sangat erat kaitannya
dengan kemiskinan, malnutrisi, tempat kumuh, perumahan dibawah standar, dan
perawatan kesehatan yang tidak adekuat. Mikobakterium tuberculosis telah
menginfeksi sepertiga penduduk dunia.
Pada tahun 1993 WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TBC, karena
pada sebagian besar negara di dunia penyakit TBC tidak terkendali. Ini disebabkan
banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan terutama penderita menular
(BTA positif). Pada tahun 1995 diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta
penderita baru TBC dengan kematian 3 juta orang (WHO, Treatment of
Tuberculosis, Guidelines for National Programmes,1997). Di Negara-negara
berkembang kematian TBC merupakan 25 % dari seluruh kematian, yang sebenarnya
dapat dicegah. Diperkirakan 95% penderita TBC ada di negara berkembang, 75%
adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). Munculnya epidemi HIV/AIDS di
dunia, diperkirakan akan memicu peningkatan jumlah penderita TBC.
Di Indonesia TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Hasil
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa penyakit
TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah kardiovaskuler dan
penyakit saluran pernapasan dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Pada
tahun 1999 WHO memperkirakan di Indonesia setiap tahunnya terjadi 583.000 kasus
baru TBC dengan kematian sekitar 140.000. Secara kasar diperkirakan setiap
100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 kasus baru TBC Paru BTA positif.
3. Etiologi
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman
Mycobacterium Tuberkulosis adalah kuman berbentuk batang aerobik tahan asam
yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet
(Smelzer, 2001: 5584).
Kuman TBC menyebar melalui udara (batuk,tertawa dan bersin) dan melepaskan
droplet. Sinar matahari langsung dapat mematikan kuman, akan tetapi kuman dapat
hidup beberapa jam dalam suhu kamar (Dep Kes RI 2002).
Gambar 2.1. Mycobacterium Tuberkulosis
2
Sumber: www.klikdokter.com
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang sering terjadi pada tuberkulosis adalah batuk yang tidak
spesifik tetapi progresif. Biasanya tiga minggu atau lebih dan ada dahak. Selain
tanda-tanda tersebut diatas, penyakit TBC biasanya tidak tampak adanya tanda dan
gejala yang khas. Biasanya keluhan yang muncul adalah :
a. Demam : biasanya subfebril menyerupai demam influenza, terjadi lebih dari satu
bulan, biasanya pada pagi hari.
b. Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkus ; batuk ini
membuang/mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai
batuk purulent (menghasilkan sputum).
c. Sesak nafas : terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah
paru.
d. Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke
pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e. Malaise : ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri
otot dan keringat di waktu di malam hari.
5. Klasifikasi
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk
menetapkan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang sesuai dan dilakukan
sebelum pengobatan dimulai. Klasifikasi penyakit ini adalah sebagai berikut :
a. Tuberculosis Paru
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi dalam :
1) Tuberkulosis Paru BTA (+)
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+).
3
Satu spesimen dahak SPS hasilnya (+) dan foto rontgen dada menunjukan
gambaran tuberculosis aktif.
2) Tuberkulosis Paru BTA (-)
Pemeriksaan tiga spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-) dan foto rontgen
dada menunjukan gambaran tuberculosis aktif. TBC Paru BTA (-), rontgen (+)
dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan
ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgan dada memperlihatkan
gambaran kerusakan paru yang luas.
b. Tuberculosis Ekstra Paru
TBC ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu :
1) TBC ekstra-paru ringan
Misalnya : TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang
(kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
2) TBC ekstra-paru berat
Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC saluran kencing dan
alat kelamin.
c. Berdasarkn Tipe Penderita dapat dibedakan menjadi :
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya yaitu :
1) Kasus Baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
2) Kambuh atau Relaps adalah pendeita tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan BTA positif.
3) Pindahan adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu
kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini disertai dengan
surat pindah atau rujukan.
4
4) Lalai / Drop Out adalah penderita yang sudah berobat minimal 1 bulan dan
berhenti 2 bulan atau lebih kemudian datang kembali berobat umumnya
dengan hasil pemeriksaan BTA positif.
6. Komplikasi TB Paru
Komplikasi yang dapat timbul akibat tuberkulosis terjadi pada sistem pernafasan
dan di luar sistem pernafasan. Pada sistem pernafasan antara lain menimbulkan
pneumothoraks, efusi pleural, dan gagal nafas, sedang diluar sistem pernafasan
menimbulkan tuberkulosis usus, meningitis serosa, dan tuberkulosis milier.
7. Tipe penderita TB Paru dan cara penularan TB Paru
Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, ada beberapa tipe penderita yaitu :
a. Kasus Baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
b. Kambuh (Relaps)
Adalah penderita tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat denga
hasil pemeriksaan dahak BTA (+).
c. Pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain
dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahhhan tersebut
harus membawa surat rujukan/pindah (Form TB.09).
d. Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop out)
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2
bulan atau lebih, kemudian dating kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA
(+).
8. Pemeriksaan penunjang5
Pemeriksaan Diagnostik.
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan di ketemukannya kuman
BTA diagnosis tuberculosis sudah dapat di pastikan. Pemeriksaan dahak
dilakukan 3 kali yaitu: dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu
kunjungan kedua. Bila didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan
mikroskopik BTA positif. Bila satu positif, dua kali negatif maka pemeriksaan
perlu diulang kembali. Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali positif
maka dikatakan mikroskopik BTA negatif. Untuk memastikan jenis kuman
mengidentifikasi perlu dilakukan pemeriksaan biakan/kultur kuman dari dahak
yang diambil (Depkes RI, 2002).
Ziehl-Neelsen (pewarnaan terhadap sputum)
Positif jika ditemukan bakteri tahan asam.
Skin test (PPD, Mantoux)
Hasil tes mantoux dibagi menjadi dalam;
Indurasi 0-5 mm (diameternya) : mantoux negatif
Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan
Indurasi 10-15 mm : hasil mantoux positif
Indurasi lebih dari 16 mm : hasil mantouk positif kuat
Reaksi timbul 48 – 72 jam setelah injeksi antigen intra kutan, berupa indurasi
kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara
antibody dan antigen tuberculin.
6
Gambar 7.1. Hasil Mantoux test
Sumber : www.klikdokter.com
Rontgen dada menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas,
timbunan kalsium dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan yang
menunjukkan perkembangan tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area
fibrosa.
Gambar 7.2. Hasil rontgen dada pasien dengan TBC
Pemeriksaan histologi/kultur jaringan
Positif bila terdapat mikobakterium tuberkulosis.
7
Gambar 7.3. Hasil kultur jaringan paru
Biopsi jaringan paru
Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan terjadinya
nekrosis.
Pemeriksaan elektrolit
Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi, misalnya
hipernatremia yang disebabkan retensi air mungkin ditemukan pada penyakit
tuberkulosis kronis.
Analisa gas darah (BGA)
Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan jaringan
paru.
Pemeriksaan fungsi paru
Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang rugi, meningkatnya rasio residu
udara pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi oksigen sebagai akibat
infiltrasi parenkim/fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan kelainan pleura (akibat
dari tuberkulosis kronis).
9. Penatalaksanaan
Tujuan pemberian obat pada penderita tuberculosis adalah menyembuhkan,
mencegah kematian,dan kekambuhan, menurunkan tingkat penularan (Depkes RI.
2002).
TB Paru diobati dengan obat anti tuberkulosis selama periode 6 -8 bulan. Lima
medikasi garis depan : Isoniasid (H), Ripamfisin (R), Streptomisin (S), Etambutol
8
(E) dan Pirazinamid (Z). Pengobatan diberikan dalam 2 tahap : tahap intensif (awal)
penderita mendapat obat setiap hari dan tahap lanjutan penderita minum obat 3 kali
seminggu. Panduan obat yang ada di Indonesia meliputi :
a. Kategori 1 ; tahap intensif terdiri dari HRZE selama 2 bulan dan tahap lanjutan
terdiri dari HR selama 4 bulan. Panduan ini diberikan pada penderita baru BTA
positif, BTA negatif rontgen positif yang sakit berat dan TBC ekstra paru berat.
b. Kategori 2 ; tahap intensif diberikan selama 3 bulan terdiri dari 2 bulan dengan
HRZE dan suntikan Streptomisin setiap hari, 1 bulan dengan HRZE. Untuk tahap
lanjutan penderita diberi HRE selama 5 bulan. Panduan ini untuk penderita
kambuh,gagal atau setelah lalai (after default).
c. Kategori 3 ; tahap intensif dengan HRZ selama 2 bulan dan tahap lanjutan dengan
HR selama 4 bulan. Panduan ini untuk penderita BTA negative rontgen positif
sakit ringan, ekstra paru ringan.
d. Kategori IV ; ditujukan terhadap kasus TB kronik. Prioritas pengobatan disini
rendah, terdapat resistensi terhadap obat-obat anti TB (sedikitnya R dan H),
sehingga masalahnya jadi rumit. Pasien mungkin perlu dirawat beberapa bulan
dan diberikan obat-obat anti TB tingkat dua yang kurang begitu efektif, lebih
mahal dan lebih toksis.
Di negara yang maju dapat diberikan obat-obat anti TB eksperimental sesuai
dengan sensitivitasnya, sedangkan di negara yang kurang mampu cukup dengan
pemberian H seumur hidup dengan harapan dapat mengurangi infeksi dan
penularan.
Departemen Kesehatan RI dalam program baru pemberantasan TB paru telah
mulai dengan paduan obat : 2RHZE/4R3HE (kategori I), 2 RHZSE / 1 RHZE / 5
R3H3E3 (kategori II), 2 RHZ/2 R3H3 (kategori IV).
9
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Aktivitas / istirahat.
Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek karena bekerja,
kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil
dan atau berkeringat, mimpi buruk.
Tanda : Takikardi, tachipnoe, / dispnoe pada kerja, kelelahan otot, nyeri dan
sesak (pada tahap lanjut).
b. Integritas Ego.
Gejala : Adanya faktor stres lama, masalah keuanagan, rumah, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan, populasi budaya.
Tanda : Menyangkal (khususnya selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah
tersinggung.
c. Makanan/cairan.
Gejala : Anorexia, tidak dapat mencerna makanan, penurunan BB.
Tanda : Turgor kulit buruk, kehilangan lemak subkutan pada otot.
a. Nyeri/kenyamanan.
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.
b. Pernafasan.
Gejala : Batuk produktif atau tidak produktif, nafas pendek, riwayat
tuberkulosis/terpajan pada individu terinfeksi.
10
Tanda : Peningkatan frekuensi nafas, pengembangan pernafasan tak simetris,
perkusi dan penurunan fremitus vokal, bunyi nafas menurun tak secara
bilateral atau unilateral (effusi pleura/pneomothorax) bunyi nafas
tubuler dan/atau bisikan pektoral diatas lesi luas, krekels tercatat diatas
apeks paru selam inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels –
posttusic), karakteristik sputum ; hijau purulen, mukoid kuning atau
bercampur darah, deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik), tidak
perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan mental (tahap
lanjut).
c. Keamanan.
Gejala : Adanya kondisi penekana imun, contoh ; AIDS, kanker, tes HIV positif
(+)
Tanda : Demam rendah atau sakit panas akut.
d. Interaksi sosial.
Gejala : Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular, perubahan pola
biasa dalam tangguang jaawab/perubahan kapasitas fisik untuk
melaksankan peran.
e. Penyuluhan/pembelajaran.
Gejala : Riwayat keluarga TB, ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk,
gagal untuk membaik/kambuhnya TB, tidak berpartisipasi dalam
therapy.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi trakeobronkial
yang sangat banyak ditandai dengan frekuensi napas, irama, kedalaman tak
normal, bunyi napas tak normal (ronchi, mengi), stridor, dispneu.
11
2. Risiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan
permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar-kapiler, sekret
kental, tebal, edema bronkial.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
nafsu makan/anoreksia, kelemahan ditandai dengan berat badan < 10%-20%
BBI, pasien mengatakan nafsu makan menurun, gangguan sensasi pengecap,
tonus otot buruk.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, terpajan
lingkungan, kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.
5. Kurang pengetahuan tentang tindakan pencegahan penularan berhubungan
dengan informasi tak adekuat, keterbatasan kognitif ditandai dengan pasien
bertanya tentang penyakitnya, menunjukkan kesalahan konsep tentang status
kesehatan, kurang/tidak akurat mengikuti instruksi/perilaku
6. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler terhadap
sirkulasi toksin, batuk menetap ditandai dengan nyeri dada, sakit kepala, nyeri
sendi, melindungi area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah
7. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen, kelemahan, kelelahan ditandai dengan laporan verbal
kelemahan, kelelahan dan keletihan, dispnea, takipnea, takikardi, pucat / sianosis
12