lp spondilitis tb

31
LAPORAN PENDAHULUAN SPONDITILITIS TB 1. DEFINISI Spondilitis tuberkulosa torakolumbal adalah suatu proses peradangan pada kolumna vertebrata yang disebabkan oleh kuman tuberculosis yang menyebar secara hematogen pada kolumna vertebra torakolumbal. 2. ETIOLOGI Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil (basilus). Bakteri yang paling sering menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis, walaupun spesies Mycobacterium yang lainpun dapat juga bertanggung jawab sebagai penyebabnya, seperti Mycobacterium africanum (penyebab paling sering tuberkulosa di Afrika Barat), bovine tubercle baccilus, ataupun non-tuberculous mycobacteria (banyak ditemukan pada penderita HIV). Perbedaan jenis spesies ini menjadi penting karena sangat mempengaruhi pola resistensi obat. Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yang bersifat acid-fastnon-motile dan tidak dapat diwarnai dengan baik melalui cara yang konvensional. Dipergunakan teknik Ziehl-Nielson untuk memvisualisasikannya. Bakteri tubuh secara lambat dalam media egg-enriched dengan periode 6-8 minggu. Produksi niasin merupakan karakteristik Mycobacterium tuberculosis dan dapat membantu untuk membedakannnya dengan spesies lain.

Upload: dwi-rezti-refdita

Post on 11-Jan-2016

110 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

spondilitis

TRANSCRIPT

Page 1: Lp Spondilitis Tb

LAPORAN PENDAHULUAN SPONDITILITIS TB

1. DEFINISI

Spondilitis tuberkulosa torakolumbal adalah suatu proses peradangan pada kolumna vertebrata yang disebabkan oleh kuman tuberculosis yang menyebar secara hematogen pada kolumna vertebra torakolumbal.

2. ETIOLOGI

Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil (basilus). Bakteri yang

paling sering menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis, walaupun spesies

Mycobacterium yang lainpun dapat juga bertanggung jawab sebagai penyebabnya, seperti

Mycobacterium africanum (penyebab paling sering tuberkulosa di Afrika Barat), bovine

tubercle baccilus, ataupun non-tuberculous mycobacteria (banyak ditemukan pada penderita

HIV). Perbedaan jenis spesies ini menjadi penting karena sangat mempengaruhi pola

resistensi obat.

Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yang bersifat acid-

fastnon-motile dan tidak dapat diwarnai dengan baik melalui cara yang konvensional.

Dipergunakan teknik Ziehl-Nielson untuk memvisualisasikannya. Bakteri tubuh secara

lambat dalam media egg-enriched dengan periode 6-8 minggu. Produksi niasin merupakan

karakteristik Mycobacterium tuberculosis dan dapat membantu untuk membedakannnya

dengan spesies lain.

3. KLASIFIKASI

Perjalanan penyakit spondilitis tuberkulosa terdiri dari lima stadium yaitu:

1) Stadium implantasi

Setelah bakteri berada dalam tulang, apabila daya tahan tubuh penderita menurun,

bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu.

Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak pada daerah

sentral vertebra.

2) Stadium destruksi awal

Page 2: Lp Spondilitis Tb

Selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra dan penyempitan yang ringan pada diskus.

Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.

3) Stadium destruksi lanjut

Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra, dan terbentuk massa

kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses, yang tejadi 2-3 bulan setelah stadium

destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum dan kerusakan diskus

intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di depan (wedging anterior)

akibat kerusakan korpus vertebra sehingga menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.

4) Stadium gangguan neurologis

Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi tetapi

ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Vertebra torakalis mempunyai kanalis

spinalis yang kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi di daerah ini.

Apabila terjadi gangguan neurologis, perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia yaitu:

i. Derajat I

Kelemahan pada anggota gerak bawah setelah beraktivitas atau berjalan jauh.

Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.

ii. Derajat II

Kelemahan pada anggota gerak bawah tetapi penderita masih dapat melakukan

pekerjaannya.

iii. Derajat III

Kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak atau aktivitas

penderita disertai dengan hipoestesia atau anestesia.

iv. Derajat IV

Gangguan saraf sensoris dan motoris disertai dengan gangguan defekasi dan

miksi. TBC paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau

lambat tergantung dari keadaan penyakitnya. Pada penyakit yang masih aktif,

paraplegia terjadi karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau

kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan.

Paraplegia pada penyakit yang tidak aktif atau sembuh terjadi karena tekanan

pada jembatan tulang kanalis spinalis atau pembentukan jaringan fibrosis yang

progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. TBC paraplegia terjadi secara

perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai dengan angulasi dan

gangguan vaskuler vertebra

Page 3: Lp Spondilitis Tb

5) Stadium deformitas residua

Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah stadium implantasi. Kifosis atau

gibbus bersifat permanen karena kerusakan vertebra yang massif di depan (Savant,

2007).

4. MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa yaitu:

a. Badan lemah, lesu, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun.

b. Suhu subfebril terutama pada malam hari dan sakit (kaku) pada punggung. Pada anak-

anak sering disertai dengan menangis pada malam hari.

c. Pada awal dijumpai nyeri interkostal, nyeri yang menjalar dari tulang belakang ke garis

tengah atas dada melalui ruang interkostal. Hal ini disebabkan oleh tertekannya radiks

dorsalis di tingkat torakal.

d. Nyeri spinal menetap dan terbatasnya pergerakan spinal

e. Deformitas pada punggung (gibbus)

f. Pembengkakan setempat (abses)

g. Adanya proses tbc (Tachdjian, 2005).

Kelainan neurologis yang terjadi pada 50 % kasus spondilitis tuberkulosa karena proses

destruksi lanjut berupa:

a. Paraplegia, paraparesis, atau nyeri radix saraf akibat penekanan medula spinalis yang

menyebabkan kekakuan pada gerakan berjalan dan nyeri.

b. Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai yang bersifat UMN dan adanya batas

defisit sensorik setinggi tempat gibbus atau lokalisasi nyeri interkostal (Tachdjian,

2005).

5. PATOFISIOLOGI

Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian depan, atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian, terjadi hyperemia dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan pelunakan korpus. Selanjutnya, terjadi kerusakan pada korteks epifisis, diskus invertebra, dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan akan menyebabkan terjadinya kifosis.

Page 4: Lp Spondilitis Tb

Kemudian, eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, tulang yang fibrosis, dan basil tuberkulosa) menyebar kedepan, dibawah ligament longitudinal anterior. Eksudat ini dapat menembus ligament dan berekspansi ke berbagai arah sepanjang garis ligament yang lemah.

Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap ada di daerah toraks setempat, menempati daerah paravertebral, berebentuk massa yang menonjol dan fusiform. Pada kondisi lanjut, kerusakan kolumna vertebra menjadi lebih jelas dengan destruksi yang massif, kolaps vertebra, dan berbentuk sekuetrum dan kerusakan diskus inverteba.

6. PEMERIKSAAN FISIK

Anamnesa dan inspeksi :

1. Gambaran adanya penyakit sistemik : kehilangan berat badan, keringat malam, demam

yang berlangsung secara intermitten terutama sore dan malam hari serta cachexia. Pada

pasien anak-anak, dapat juga terlihat berkurangnya keinginan bermain di luar rumah.

Sering tidak tampak jelas pada pasien yang cukup gizi sementara pada pasien dengan

kondisi kurang gizi, maka demam (terkadang demam tinggi), hilangnya berat badan dan

berkurangnya nafsu makan akan terlihat dengan jelas.

2. Adanya riwayat batuk lama (lebih dari 3 minggu) berdahak atau berdarah disertai nyeri

dada. Pada beberapa kasus di Afrika terjadi pembesaran dari nodus limfatikus, tuberkel

di subkutan, dan pembesaran hati dan limpa.

Page 5: Lp Spondilitis Tb

3. Nyeri terlokalisir pada satu regio tulang belakang atau berupa nyeri yang menjalar.

Infeksi yang mengenai tulang servikal akan tampak sebagai nyeri di daerah telingan atau

nyeri yang menjalar ke tangan. Lesi di torakal atas akan menampakkan nyeri yang terasa

di dada dan intercostal. Pada lesi di bagiatorakal n bawah maka nyeri dapat berupa nyeri

menjalar ke bagian perut. Rasa nyeri ini hanya menghilang dengan beristirahat. Untuk

mengurangi nyeri pasien akan menahan punggungnya menjadi kaku.

4. Pola jalan merefleksikan rigiditas protektif dari tulang belakang. Langkah kakipendek,

karena mencoba menghindari nyeri di punggung.

5. Bila infeksi melibatkan area servikal maka pasien tidak dapat menolehkan kepalanya,

mempertahankan kepala dalam posisi ekstensi dan duduk dalam posisi dagu disangga

oleh satu tangannya, sementara tangan lainnya di oksipital. Rigiditas pada leher dapat

bersifat asimetris sehingga menyebabkan timbulnya gejala klinis torticollis. Pasien juga

mungkin mengeluhkan rasa nyeri di leher atau bahunya. Jika terdapat abses, maka

tampak pembengkakan di kedua sisi leher. Abses yang besar, terutama pada anak, akan

mendorong trakhea ke sternal notch sehingga akan menyebabkan kesulitan menelan dan

adanya stridor respiratoar, sementara kompresi medulla spinalis pada orang dewasa akan

menyebabkan tetraparesis (Hsu dan Leong 1984). Dislokasi atlantoaksial karena

tuberkulosa jarang terjadi dan merupakan salah satu penyebab kompresi

cervicomedullary di negara yang sedang berkembang. Hal ini perlu diperhatikan karena

gambaran klinisnya serupa dengan tuberkulosa di regio servikal (Lal et al. 1992).

6. Infeksi di regio torakal akan menyebabkan punggung tampak menjadi kaku. Bila

berbalik ia menggerakkan kakinya, bukan mengayunkan dari sendi panggulnya. Saat

mengambil sesuatu dari lantai ia menekuk lututnya sementara tetap mempertahankan

punggungnya tetap kaku (coin test). Jika terdapat abses, maka abses dapat berjalan di

bagian kiri atau kanan mengelilingi rongga dada dan tampak sebagai pembengkakan

lunak dinding dada. Jika menekan abses ini berjalan ke bagian belakang maka dapat

menekan korda spinalis dan menyebabkan paralisis.

7. Di regio lumbar : abses akan tampak sebagai suatu pembengkakan lunak yang terjadi di

atas atau di bawah lipat paha. Jarang sekali pus dapat keluar melalui fistel dalam pelvis

dan mencapai permukaan di belakang sendi panggul. Pasien tampak berjalan dengan

lutut dan hip dalam posisi fleksi dan menyokong tulang belakangnya dengan meletakkan

tangannya diatas paha. Adanya kontraktur otot psoas akan menimbulkan deformitas

fleksi sendi panggul.

Page 6: Lp Spondilitis Tb

8. Tampak adanya deformitas, dapat berupa : kifosis (gibbus/angulasi tulang belakang),

skoliosis, bayonet deformity, subluksasi, spondilolistesis, dan dislokasi.

9. Adanya gejala dan tanda dari kompresi medula spinalis (defisit neurologis). Terjadi pada

kurang lebih 10-47% kasus. Insidensi paraplegia pada spondilitis lebih banyak di

temukan pada infeksi di area torakal dan servikal. Jika timbul paraplegia akan tampak

spastisitas dari alat gerak bawah dengan refleks tendon dalam yang hiperaktif, pola jalan

yang spastik dengan kelemahan motorik yang bervariasi. Dapat pula terjadi gangguan

fungsi kandung kemih dan anorektal.

10. Pembengkakan di sendi yang berjalan lambat tanpa disertai panas dan nyeri akut seperti

pada infeksi septik. Onset yang lambat dari pembengkakan tulang ataupun sendi

mendukung bahwa hal tersebut disebabkan karena tuberkulosa

Palpasi :

1. Bila terdapat abses maka akan teraba massa yang berfluktuasi dan kulit diatasnya terasa

sedikit hangat (disebut cold abcess, yang membedakan dengan abses piogenik yang

teraba panas). Dapat dipalpasi di daerah lipat paha, fossa iliaka, retropharynx, atau di sisi

leher (di belakang otot sternokleidomastoideus), tergantung dari level lesi. Dapat juga

teraba di sekitar dinding dada. Perlu diingat bahwa tidak ada hubungan antara ukuran lesi

destruktif dan kuantitas pus dalam cold abscess.

2. Spasme otot protektif disertai keterbatasan pergerakan di segmen yang terkena.

Perkusi :

Pada perkusi secara halus atau pemberian tekanan diatas prosesus spinosus vertebrae yang

terkena, sering tampak tenderness

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. LABORATORIUM

1.1 Laju endap darah meningkat (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari 100mm/jam.

1.2 Tuberculin skin test / Mantoux test / Tuberculine Purified Protein Derivative (PPD)

positif. Hasil yang positif dapat timbul pada kondisi pemaparan dahulu maupun

yang baru terjadi oleh mycobacterium. Tuberculin skin test ini dikatakan positif

jika tampak area berindurasi, kemerahan dengan diameter ≥ 10mm di sekitar

tempat suntikan 48-72 jam setelah suntikan. Hasil yang negatif tampak pada ± 20%

kasus (Tandon and Pathak 1973; Kocen 1977) dengan tuberkulosis berat

Page 7: Lp Spondilitis Tb

(tuberkulosis milier) dan pada pasien yang immunitas selulernya tertekan (seperti

baru saja terinfeksi, malnutrisi atau disertai penyakit lain)

1.3 Kultur urin pagi (membantu bila terlihat adanya keterlibatan ginjal), sputum dan

bilas lambung (hasil positif bila terdapat keterlibatan paruparu yang aktif)

1.4 Apus darah tepi menunjukkan leukositosis dengan limfositosis yang bersifat relatif.

1.5 Tes darah untuk titer anti-staphylococcal dan anti-streptolysin haemolysins,

typhoid, paratyphoid dan brucellosis (pada kasus-kasus yang sulit dan pada pusat

kesehatan dengan peralatan yang cukup canggih) untuk menyingkirkan diagnosa

banding.

1.6 Cairan serebrospinal dapat abnormal (pada kasus dengan meningitis tuberkulosa).

Normalnya cairan serebrospinal tidak mengeksklusikan kemungkinan infeksi TBC.

Pemeriksaan cairan serebrospinal secara serial akan memberikan hasil yang lebih

baik. Cairan serebrospinal akan tampak:

Xantokrom

Bila dibiarkan pada suhu ruangan akan menggumpal.

Pleositosis (dengan dominasi limfosit dan mononuklear). Pada tahap akut

responnya bisa berupa neutrofilik seperti pada meningitis piogenik (Kocen and

Parsons 1970; Traub et al 1984).

Kandungan protein meningkat.

Kandungan gula normal pada tahap awal tetapi jika gambaran klinis sangat

kuat mendukung diagnosis, ulangi pemeriksaan.

Pada keadaan arachnoiditis tuberkulosa (radiculomyelitis), punksi lumbal akan

menunjukkan genuine dry tap. Pada pasien ini adanya peningkatan bertahap

kandungan protein menggambarkan suatu blok spinal yang mengancam dan

sering diikuti dengan kejadian paralisis. Pemberian steroid akan mencegah

timbulnya hal ini (Wadia 1973). Kandungan protein cairan serebrospinal

dalam kondisi spinal terblok spinal dapat mencapai 1-4g/100ml.

Kultur cairan serebrospinal. Adanya basil tuberkel merupakan tes konfirmasi

yang absolut tetapi hal ini tergantung dari pengalaman pemeriksa dan tahap

infeksi

B. RADIOLOGI

Gambarannya bervariasi tergantung tipe patologi dan kronisitas infeksi.

Page 8: Lp Spondilitis Tb

1. Foto rontgen dada dilakukan pada seluruh pasien untuk mencari bukti adanya

tuberkulosa di paru (2/3 kasus mempunyai foto rontgen yang abnormal).

2. Foto polos seluruh tulang belakang juga diperlukan untuk mencari bukti adanya

tuberkulosa di tulang belakang. Tanda radiologis baru dapat terlihat setelah 3-8 minggu

onset penyakit.

3. Jika mungkin lakukan rontgen dari arah antero-posterior dan lateral.

4. Tahap awal tampak lesi osteolitik di bagian anterior superior atau sudut inferior corpus

vertebrae, osteoporosis regional yang kemudian berlanjut sehingga tampak

penyempitan diskus intervertebralis yang berdekatan, serta erosi corpus vertebrae

anterior yang berbentuk scalloping karena penyebaran infeksi dari area subligamentous.

5. Infeksi tuberkulosa jarang melibatkan pedikel, lamina, prosesus transversus atau

prosesus spinosus.

6. Keterlibatan bagian lateral corpus vertebra akan menyebabkan timbulnya deformita

scoliosis (jarang)

7. Pada pasien dengan deformitas gibbus karena infeksi sekunder tuberkulosa yang sudah

lama akan tampak tulang vertebra yang mempunyai rasio tinggi lebih besar dari

lebarnya (vertebra yang normal mempunyai rasio lebar lebih besar terhadap tingginya).

Bentuk ini dikenal dengan nama long vertebra atau tall vertebra, terjadi karena adanya

stress biomekanik yang lama di bagian kaudal gibbus sehingga vertebra menjadi lebih

tinggi. Kondisi ini banyak terlihat pada kasus tuberkulosa dengan pusat pertumbuhan

korpus vertebra yang belum menutup saat terkena penyakit tuberkulosa yang

melibatkan vertebra torakal.

8. Dapat terlihat keterlibatan jaringan lunak, seperti abses paravertebral dan psoas.

Tampak bentuk fusiform atau pembengkakan berbentuk globular dengan kalsifikasi.

Abses psoas akan tampak sebagai bayangan jaringan lunak yang mengalami

peningkatan densitas dengan atau tanpa kalsifikasi pada saat penyembuhan. Deteksi

(evaluasi) adanya abses epidural sangatlah penting, oleh karena merupakan salah satu

indikasi tindakan operasi (tergantung ukuran abses).

C. CT-SCAN

Terutama bermanfaat untuk memvisualisasi regio torakal dan keterlibatan iga yang

sulit dilihat pada foto polos. Keterlibatan lengkung syaraf posterior seperti pedikel

tampak lebih baik dengan CT Scan.

Page 9: Lp Spondilitis Tb

D. MRI

Mempunyai manfaat besar untuk membedakan komplikasi yang bersifat kompresif

dengan yang bersifat non kompresif pada tuberkulosa tulang belakang. Bermanfaat

untuk :

Membantu memutuskan pilihan manajemen apakah akan bersifat

konservatif atau operatif.

Membantu menilai respon terapi.

Kerugiannya adalah dapat terlewatinya fragmen tulang kecil dan kalsifikasi di

abses.

8. PENATALAKSANAAN UMUM

Pada prinsipnya pengobatan spondilitis tuberkulosa harus dilakukan segera untuk

menghentikan progresivitas penyakit dan mencegah atau mengkoreksi paraplegia atau defisit

neurologis. Prinsip pengobatan Pottds paraplegia yaitu:

1. Pemberian obat antituberkulosis.

2. Dekompresi medula spinalis.

3. Menghilangkan atau menyingkirkan produk infeksi.

4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft) (Graham, 2007).

Pengobatan pada spondilitis tuberkulosa terdiri dari:

1. Terapi konservatif

a. Tirah baring (bed rest).

b. Memberi korset yang mencegah atau membatasi gerak vertebra.

c. Memperbaiki keadaan umum penderita.

d. Pengobatan antituberkulosa.

Standar pengobatan berdasarkan program P2TB paru yaitu:

i. Kategori I untuk penderita baru BTA (+/-) atau rontgen (+).

a. Tahap 1 diberikan Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg, dan

Pirazinamid 1.500 mg setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali).

b. Tahap 2 diberikan Rifampisin 450 mg dan INH 600 mg 3 kali seminggu selama 4

bulan (54 kali).

Page 10: Lp Spondilitis Tb

ii. Kategori II untuk penderita BTA (+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan,

termasuk penderita yang kambuh.

1. Tahap 1 diberikan Streptomisin 750 mg, INH 300 mg, Rifampisin 450 mg,

Pirazinamid 1500 mg, dan Etambutol 750 mg setiap hari. Streptomisin injeksi

hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali).

2. Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg, dan Etambutol 1250 mg 3

kali seminggu selama 5 bulan (66 kali).

Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah

baik, LED menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme

berkurang, serta gambaran radiologis ditemukan adanya union pada vertebra.

2. Terapi operatif

a. Apabila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin

berat. Biasanya 3 minggu sebelum operasi, penderita diberikan obat tuberkulostatik.

b. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka,

debrideman, dan bone graft.

c. Pada pemeriksaan radiologis baik foto polos, mielografi, CT, atau MRI ditemukan

adanya penekanan pada medula spinalis (Ombregt, 2005).

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita spondilitis

tuberkulosa tetapi operasi masih memegang peranan penting dalam beberapa hal seperti

apabila terdapat cold absces (abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia, dan kifosis.

a. Cold absces

Cold absces yang kecil tidak memerlukan operasi karena dapat terjadi resorbsi spontan

dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah.

b. Lesi tuberkulosa

1) Debrideman fokal.

2) Kosto-transveresektomi.

3) Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.

c. Kifosis

1) Pengobatan dengan kemoterapi.

2) Laminektomi.

3) Kosto-transveresektomi.

4) Operasi radikal.

5) Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang.

Page 11: Lp Spondilitis Tb

Operasi kifosis dilakukan apabila terjadi deformitas hebat. Kifosis bertendensi untuk

bertambah berat, terutama pada anak. Tindakan operatif berupa fusi posterior atau operasi

radikal (Graham, 2007)

Page 12: Lp Spondilitis Tb

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. PENGKAJIAN

1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan,

agama, suku bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS dan diagnosa medis.

2) Riwayat penyakit sekarang.

Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada punggung bagian

bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit. Pada awal dapat dijumpai

nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri dirasakan meningkat pada

malam hari dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan tulang belakang. Selain

adanya keluhan utama tersebut klien bisa mengeluh, nafsu makan menurun, badan terasa

lemah, sumer-sumer (Jawa) , keringat dingin dan penurunan berat badan.

3) Riwayat penyakit dahulu

Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di dahului dengan

adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis paru.

4) Riwayat kesehatan keluarga.

Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab timbulnya

adalah klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita penyakit

tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit menular

tersebut.

5) Riwayat psikososial

Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan kelihatan sedih,

dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, pengobatan dan perawatan

terhadapnya maka penderita akan merasa takut dan bertambah cemas sehingga emosinya

akan tidak stabil dan mempengaruhi sosialisai penderita.

6) Pola-pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.

Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan mempengaruhi persepsi

klien tentang kebiasaan merawat diri , yang dikarenakan tidak semua klien mengerti

benar perjalanan penyakitnya. Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam

pemeliharaan kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya riwayat tentang

keadaan perumahan, gizi dan tingkat ekonomi klien yang mempengaruhi keadaan

kesehatan klien.

Page 13: Lp Spondilitis Tb

b. Pola nutrisi dan metabolisme.

Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan

amnesia. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat, sehingga

klien akan mengalami gangguan pada status nutrisinya.

c. Pola eliminasi.

Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa ke kamar

mandi, karena lemah dan nyeri pada punggung serta dengan adanya penata

laksanaan perawatan imobilisasi, sehingga kalau mau BAB dan BAK harus ditempat

tidur dengan suatu alat. Dengan adanya perubahan tersebut klien tidak terbiasa

sehingga akan mengganggu proses eliminasi.

d. Pola aktivitas.

Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung serta

penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien membatasi aktivitas

fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktivitas fisik tersebut.

e. Pola tidur dan istirahat.

Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak hospitalisasi

akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.

f. Pola hubungan dan peran.

Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran atau tidak

mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam keluarga

ataupun masyarakat. Hal tersebut berdampak terganggunya hubungan interpersonal.

g. Pola persepsi dan konsep diri.

Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk

tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.

h. Pola sensori dan kognitif.

Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila terjadi

komplikasi paraplegi.

i. Pola reproduksi seksual.

Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan terganggu

untuk sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam hal curahan kasih

sayang dan perhatian dari pasangan hidupnya melalui cara merawat sehari-hari tidak

terganggu atau dapat dilaksanakan.

j. Pola penaggulangan stres.

Page 14: Lp Spondilitis Tb

Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti penyakitnya , akan

mengalami stres. Untuk mengatasi rasa cemas yang menimbulkan rasa stres, klien

akan bertanya - tanya tentang penyakitnya untuk mengurangi stres.

k. Pola tata nilai dan kepercayaan.

Pada klien yang dalam kehidupan sehari-hari selalu taat menjalankan ibadah, maka

semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai dengan kemampuannya.

Dalam hal ini ibadah bagi mereka di jalankan pula sebagai penaggulangan stres

dengan percaya pada tuhannya.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler

b. Nyeri b.d proses peradangan

c. Resiko kerusakan integritas kulit b/d imobilisasi fisik

C. INTERVENSI

Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Gangguan mobilitas fisik

Berhubungan dengan : - Gangguan metabolisme

sel- Keterlembatan

perkembangan- Pengobatan - Kurang support

lingkungan- Keterbatasan ketahan

kardiovaskuler- Kehilangan integritas

struktur tulang- Terapi pembatasan gerak - Kurang pengetahuan

tentang kegunaan pergerakan fisik

NOC : Joint Movement :

Active Mobility Level Self care : ADLs Transfer performance

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil: Klien meningkat

dalam aktivitas fisik Mengerti tujuan dari

peningkatan mobilitas Memverbalisasikan

NIC :Exercise therapy : ambulation Monitoring vital sign sebelm/sesudah

latihan dan lihat respon pasien saat latihan

Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan

Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera

Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi

Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi

Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri

Page 15: Lp Spondilitis Tb

- Indeks massa tubuh diatas 75 tahun percentil sesuai dengan usia

- Kerusakan persepsi sensori

- Tidak nyaman, nyeri - Kerusakan

muskuloskeletal dan neuromuskuler

- Intoleransi aktivitas/penurunan kekuatan dan stamina

- Depresi mood atau cemas - Kerusakan kognitif - Penurunan kekuatan otot,

kontrol dan atau masa - Keengganan untuk

memulai gerak - Gaya hidup yang

menetap, tidak digunakan, deconditioning

- Malnutrisi selektif atau umum

DO:- Penurunan waktu reaksi- Kesulitan merubah posisi- Perubahan gerakan

(penurunan untuk berjalan, kecepatan, kesulitan memulai langkah pendek)

- Keterbatasan motorik kasar dan halus

- Keterbatasan ROM- Gerakan disertai nafas

pendek atau tremor- Ketidak stabilan posisi

selama melakukan ADL- Gerakan sangat lambat

dan tidak terkoordinasi

perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah

Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)

sesuai kemampuan Dampingi dan Bantu pasien saat

mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.

Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.

Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan

Page 16: Lp Spondilitis Tb

Nyeri b.d proses peradangan

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Nyeri akut berhubungan dengan:

Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan jaringan

DS:- Laporan secara verbal

DO:- Posisi untuk menahan

nyeri - Tingkah laku berhati-hati- Gangguan tidur (mata

sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)

- Terfokus pada diri sendiri - Fokus menyempit

(penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)

- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)

- Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)

- Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)

- Tingkah laku ekspresif

NOC : Pain Level, pain control, comfort level

Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: Mampu mengontrol

nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Tanda vital dalam rentang normal

Tidak mengalami gangguan tidur

NIC : Lakukan pengkajian nyeri secara

komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan

Kurangi faktor presipitasi nyeri Kaji tipe dan sumber nyeri untuk

menentukan intervensi Ajarkan tentang teknik non farmakologi:

napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin

Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...

Tingkatkan istirahat Berikan informasi tentang nyeri seperti

penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur

Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

Page 17: Lp Spondilitis Tb

(contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)

- Perubahan dalam nafsu makan dan minum

Page 18: Lp Spondilitis Tb

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Nyeri Kronis berhubungan dengan ketidakmampuan fisik-psikososial kronis (metastase kanker, injuri neurologis, artritis)

DS:- Kelelahan- Takut untuk injuri ulang

DO:- Atropi otot- Gangguan aktifitas- Anoreksia- Perubahan pola tidur- Respon simpatis (suhu

dingin, perubahan posisi tubuh , hipersensitif, perubahan berat badan)

NOC: Comfort level Pain control Pain level

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. nyeri kronis pasien berkurang dengan kriteria hasil:Tidak ada gangguan

tidurTidak ada gangguan

konsentrasiTidak ada gangguan

hubungan interpersonal

Tidak ada ekspresi menahan nyeri dan ungkapan secara verbal

Tidak ada tegangan otot

NIC :

Pain Manajemen- Monitor kepuasan pasien terhadap

manajemen nyeri- Tingkatkan istirahat dan tidur yang

adekuat- Kelola anti analgetik ...........- Jelaskan pada pasien penyebab nyeri- Lakukan tehnik nonfarmakologis

(relaksasi, masase punggung)

Page 19: Lp Spondilitis Tb

Resiko kerusakan integritas kulit b/d imobilisasi fisik

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Risiko gangguan integritas kulit

Faktor-faktor risiko:

Eksternal : - Hipertermia atau

hipotermia - Substansi kimia - Kelembaban udara - Faktor mekanik

(misalnya : alat yang dapat menimbulkan luka, tekanan, restraint)

- Immobilitas fisik - Radiasi - Usia yang ekstrim - Kelembaban kulit - Obat-obatan - Ekskresi dan sekresi

Internal : - Perubahan status

metabolik - Tulang menonjol - Defisit imunologi - Berhubungan dengan

dengan perkembangan - Perubahan sensasi - Perubahan status nutrisi

(obesitas, kekurusan) - Perubahan pigmentasi - Perubahan sirkulasi - Perubahan turgor

(elastisitas kulit)- Psikogenik

NOC : - Tissue Integrity : Skin

and Mucous Membranes- Status Nutrisi- Tissue Perfusion:perifer- Dialiysis Access

Integrity

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…. Gangguan integritas kulit tidak terjadi dengan kriteria hasil: Integritas kulit yang

baik bisa dipertahankan

Melaporkan adanya gangguan sensasi atau nyeri pada daerah kulit yang mengalami gangguan

Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang

Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami

Status nutrisi adekuat Sensasi dan warna

kulit normal

NIC : Pressure Management Anjurkan pasien untuk menggunakan

pakaian yang longgar Hindari kerutan padaa tempat tidur Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih

dan kering Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)

setiap dua jam sekali Monitor kulit akan adanya kemerahan Oleskan lotion atau minyak/baby oil

pada derah yang tertekan Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien Monitor status nutrisi pasien Memandikan pasien dengan sabun dan

air hangat Gunakan pengkajian risiko untuk

memonitor faktor risiko pasien (Braden Scale, Skala Norton)

Inspeksi kulit terutama pada tulang-tulang yang menonjol dan titik-titik tekanan ketika merubah posisi pasien.

Jaga kebersihan alat tenun Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

pemberian tinggi protein, mineral dan vitamin

Monitor serum albumin dan transferin

Page 20: Lp Spondilitis Tb

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo

Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.

Johnson & Mass. 2008. Nursing Outcomes Classifications. 2nd edition. New York: Mosby-

Year Book inc

McCloskey & Bulechek. 2008. Nursing Interventions Classifications. 4th edition. New York:

Mosby-Year Book inc

NANDA. 2009-2011. Nursing Diagnosis: Definitions and classification. Philadelphia, USA

Page 21: Lp Spondilitis Tb