skripsi · 2020. 1. 13. · bab i pendahuluan a. latar belakang masalah hukuman mati merupakan...

116
SKRIPSI HUKUMAN MATI BAGI PENGEDAR NARKOTIKA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA Oleh: M. FAJAR MUTTAQIN NPM. 1502030038 Jurusan Al Ahwal Al Syakhshiyyah Fakultas Syariah INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO 1440 H / 2019 M

Upload: others

Post on 08-Feb-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • SKRIPSI

    HUKUMAN MATI BAGI PENGEDAR NARKOTIKA

    PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG

    NO 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

    Oleh:

    M. FAJAR MUTTAQIN

    NPM. 1502030038

    Jurusan Al Ahwal Al Syakhshiyyah

    Fakultas Syariah

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO

    1440 H / 2019 M

  • HUKUMAN MATI BAGI PENGEDAR NARKOTIKA

    PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG

    NO 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

    Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Memenuhi Sebagian Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

    Oleh:

    M. FAJAR MUTTAQIN

    NPM. 1502030038

    Pembimbing I : Dr. Hj. Tobibatussaadah, M.Ag

    Pembimbing II : Sainul, SH, MA

    Jurusan Al Ahwal Al Syakhshiyyah

    Fakultas Syariah

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO

    1440 H / 2019 M

  • ABSTRAK

    HUKUMAN MATI BAGI PENGEDAR NARKOTIKA

    PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG

    NO 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

    Oleh:

    M. FAJAR MUTTAQIN

    NPM. 1502030038

    Penelitian ini membahas mengenai bagaimana hukuman mati bagi pengedar

    narkotika perspektif Hukum Islam Dan Undang-Undang No 35 Tahun 2009 Tentang

    Narkotika dalam penelitan ini lebih terfokus dalam pandangan serta persamaan dan

    perbedaan dari perspektif kedua hukum tersebut.

    Penelitian ini adalah penelitan kepustakaan (Library research), yang telah dimana

    data yang dihimpun melalui beberapa kitab Al-Qur’an, Hadist, Ijtihad dan buku mengenai

    hukum Islam, undang-undang, media massa serta artikel-artikel dan jurnal.

    Maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Islam mengakui eksistensi

    hukuman mati dan memberlakukannya dalam qishas, hudud dan ta’zir dan negara boleh

    melaksanakan hukuman mati kepada pelaku kejahatan tertentu dan undang-undang no 35

    tahun 2009 tentang narkotika, hukuman mati dalam Islam dan UU sama-sama mengatur

    sanksi hukuman mati, dari segi perbedaan hukuman mati menurut hukum Islam dan UU

    memiliki perbedaan dalam tata cara pelaksanaan eksekusi hukuman mati.

    Kata Kunci : Hukuman Mati, Hukum Islam, Undang-Undang No 35 Tahun 2009

    Tentang Narkotika

  • MOTTO

    Artinya: dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat)

    bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung,

    telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa

    yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa

    baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah,

    Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. (Q.S. Al-Maidah: 45)1

    1 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro,

    2005), h. 92

  • PERSEMBAHAN

    Tiada usaha yang menghianati jika mau terus berusaha maka kita akan

    mendapatkan hasil yang kita harapkan serta diiringi dengan alunan doa dan tawakal maka

    hasil tak kan menghianati suatu proses, terimakasih untuk doa dan support yang selama

    ini diberikan, semoga segala ilmu yang telah saya peroleh menjadikan saya lebih

    bermanfaat lagi bagi orang0orang disekitar saya, serta bagi kehiduoan kedepannya

    aamiin. Oleh karena itu, dengan rasa bangga dan bahagia saya haturkan rasa syukur dan

    terimakasih saya kepada :

    1. Ibu dan Bapak ku tercinta, yang telah memberikan dukungan moril maupun materil

    serta doa yang tiada henti, karena tiada yang lebih indah dari lantunan do’a yang

    paling khusuk selain do’a yang terucap dari orang tua, karena itu terimalah

    persembahan bakti dan cintaku untuk kalian Bapak dan Ibuku.

    2. Adik saya Sofi Annisatun Mahmudah, terima kasih telah memberi dan mendukung

    saya sepenuhnya

    3. KH. Muhamad Khusnan Hadi dan Ibu Nyai Khusnul Khotimah, yang saya ta’dzimi

    dan saya harapkan barakah ilmunya, yang telah memberikan pendidikan agama dan

    tempatku menimba ilmu selama di Pon-Pes Darul Ma’arif,.

    4. Ustadz-ustadzah yang membimbing diriku selama ini

    5. Almamaterku tercinta

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, atas taufik hidayah dan

    inayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini. Penulisan

    skripsi ini adalah sebagai salah satu bagian dari persyaratan untuk menyelesaikan

    pendidikan jurusan Al Ahwal Al Syakhshiyyah Fakultas Syariah IAIN Metro guna

    memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H).

    Dalam upaya penyelesaian skripsi ini, peneliti telah menerima banyak bantuan

    dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karenanya peneliti mengucapkan terima kasih

    kepada:

    1. Ibu Prof. Dr. Hj. Enizar, M.Ag, selaku Rektor IAIN Metro,

    2. Bapak H. Husnul Fatarib, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Syariah

    3. Ibu Nurhidayati, S.Ag.,MH, selaku Ketua Jurusan Al Ahwal Al Syakhshiyyah,

    4. Ibu Dr. Hj. Tobibatussaadah, M.Ag, selaku Pembimbing I yang telah memberikan

    bimbingan yang sangat berharga kepada peneliti.

    5. Bapak Sainul, SH, MA, selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah dan

    Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan yang sangat berharga kepada

    peneliti.

    6. Bapak dan Ibu Dosen/Karyawan IAIN Metro yang telah memberikan ilmu

    pengetahuan dan sarana prasarana selama peneliti menempuh pendidikan.

    7. Sahabat-sahabat di pondok pesantren darul ma’arif yang telah membantu saya dan

    menyemangati saya selama ini.

    6. Terkhusus Kerabat kawan seperjuangan Camp Ungu (M. Fajar Efendi, Abdul Aziz

    Khotibul Umam, Hariri, Hizar, Bambang Prasetyo, M. Khusaini, Saiful Anwar A.

    Rafi Yogatama, Idris Sufiandi, dan Ahmad Ariyanto) dan sahabat keluarga cemara

    (Ririn Septiana dan Fitri Utami) dan kawan-kawan pengurus Pon-Pes Darul Ma’arif

    yang telah memberi warna selama duduk belajar dan melewati masa selama

    menempuh jenjang pendidikan. Dan seluruh teman-teman di jurusan AS yang tidak

    bisa saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas kebersamaan dan pelajaran hidup

    selama ini.

  • DAFTAR ISI

    Hal.

    HALAMAN SAMPUL .............................................................................................. i

    HALAMAN JUDUL ................................................................................................. ii

    NOTA DINAS............................................................................................................ iii

    PERSETUJUAN ....................................................................................................... iv

    ABSTRAK ................................................................................................................. v

    ORISINALITAS PENELITIAN .............................................................................. vi

    MOTTO ..................................................................................................................... vii

    PERSEMBAHAN ..................................................................................................... viii

    KATA PENGANTAR ............................................................................................... ix

    DAFTAR ISI.............................................................................................................. x

    DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xii

    BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

    A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

    B. Pertanyaan Penelitian ........................................................................ 10

    C. Tujuan Penelitian............................................................................... 10

    D. Manfaat Penelitian............................................................................. 10

    E. Penelitian Relevan ............................................................................. 11

    F. Metode Penelitian .............................................................................. 12

    1. Jenis dan Sifat Penelitian ............................................................ 14

    2. Sumber Data ............................................................................... 16

    3. Metode Pengumpulan Data ......................................................... 17

    4. Teknik Analisis Data .................................................................. 18

    BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................. 11

    A. Hukuman Mati di Indonesia .............................................................. 11

    B. Hukuman Mati Menurut Islam .......................................................... 32

    C. Narkotika Menurut Hukum Islam ..................................................... 38

    D. Narkotika Menurut UU No 35 tahun 2009 ........................................ 49

    E. Tujuan Hukuman Mati ...................................................................... 56

  • F. Pengedar Narkotika ........................................................................... 58

    BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................... 62

    A. Hakikat Hukuman ............................................................................. 62

    B. Analisis Hukuman Mati Pengedar Narkotika Perspektif

    Hukum Islam dan UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika ........... 65

    C. Komparasi Hukuman Mati Pengedar Narkotika Perspektif

    Hukum Islam dan UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika ......... 74

    D. Tabel perbandingan Hukuman Mati .................................................. 78

    BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 85

    A. Kesimpulan ....................................................................................... 85

    B. Saran .................................................................................................. 86

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

  • DAFTAR LAMPIRAN

    1. Surat Bimbingan

    2. Outline

    3. Formulir Konsultasi Bimbingan Skripsi

    4. Surat Keterangan Bebas Pustaka

    5. Riwayat Hidup

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Hukuman mati merupakan salah satu sanksi hukum pidana yang masih

    dianut, diatur dan diterapkan oleh negara-negara hukum modern di dunia

    termasuk oleh Negara Hukum Indonesia. Di Indonesia sudah puluhan orang

    dieksekusi mati mengikuti sistem KUHP peninggalan kolonial Belanda.

    Bahkan selama Orde Baru korban yang dieksekusi sebagian besar

    merupakan narapidana politik.

    Hukuman mati sebagai sanksi ta’zir tertinggi hanya diberikan kepada

    pelaku jarimah yang berbahaya sekali, berkaitan dengan jiwa, keamanan, dan

    ketertiban masyarakat, oleh karena itu, sangatlah tepat jika menetapkan

    hukuman mati bagi produsen atau pengedar narkotika, kedua jarimah ini

    sangatlah membahayakan manusia. Sehingga mampu memberikan rasa

    keadilan kepada semuanya, menjaga keamanan manusia dimuka bumi serta

    menjaga agar tidak terjadi teror di masyarakat dan teror yang membahayakan

    negara.

    Walaupun Pasal 28 ayat (1) amandemen kedua UUD 1945,

    menyebutkan: "Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan

    pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk

    diakui sebagai pribadi di depan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas

    dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak

  • dapat dikurangi dalam keadaan apapun". Namun KUHP dan beberapa

    peraturan perundang- undangan pidana diluar KUHP seperti UU Narkotika,

    UU Anti Korupsi, UU Anti terorisme, dan UU Pengadilan HAM tetap

    mencantumkan ancaman hukuman mati.

    Dalam memahami keadilan bersama perlu adanya hukuman pokok

    yakni hukuman mati guna menciptkan rasa aman dan ketertiban, belum lagi

    para residivis yang mengulang kembali kejahatannya perlu diberi hukuman

    yang lebih berat karena hukuman semula diberikan dirasa tidak memiliki efek

    jera, hukuman mati pula akan memberikan dampak positif guna kepentingan

    umum karena akan mengurangi teror di masyarakat dan teror yang

    membahayakan negara. Hukuman mati akan memberikan perlindungan

    terhadap agama, nyawa, akal, kehormatan dan harta benda.

    Pengedaran narkotika adalah kejahatan yang semakin meluas dari

    waktu ke waktu hampir semua elemen yang terdapat di dalam masyarakat

    dengan tanpa membedakan status sosial dapat dimasuki oleh narkotika dan

    psikotropika, seperti anak-anak, pelajar, mahasiswa, selebritis, lembaga

    profesional dan tidak sedikit para oknum pejabat. Biasanya diawali dengan

    coba-coba saja atau melakukan hal tersebut agar di anggap hebat oleh

    temannya. Masalah dari mana ia dapat barang tersebut bukan hal yang sulit

    bisa saja dari temannya yang berkecukupan.2 Narkotika bisa masuk dengan

    mudah keelemen-elemen tersebut. Saat ini sasaran peredaran gelap dan

    penyalahgunaan narkoba tidak pandang bulu baik usia, status ekonomi,

    2Heriadi willy, Berantas Narkoba tak Cukup Hanya Bicara Tanya Jawab Opini.

    (Yogyakarta: UII Press, 2005) 51

  • religius atau bukan, harmonis atau tidak, tetap semua potensi melakukan

    penyalahgunaan narkoba itu.3 Keadaan ini perlu adanya perhatian dari hukum

    secara tegas dan jelas karena merupakan ancaman terhadap kehidupan negara.

    Hukum selaku alat yang mengatur pertahanan dan keamanan negara untuk

    mengatasi bahaya yang mengancam negara pada tindak penyalahgunaan

    narkotika harus bergerak lebih cepat mengingat tingkat kejahatan narkotika

    yang begitu kejam. Hukum merupakan alat utama masyarakat dalam rangka

    memperoleh perlindungan dan keadilan serta memberikan pemahaman yang

    konkrit terhadap perkembangan tindak kejahatan yang dapat merusak jiwa

    manusia dan negara yaitu narkotika.

    “Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

    tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan

    penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

    menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.4 (pasal 1

    angka 1 UU 22./.Th. 1997).

    “Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis

    bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada

    susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas

    mental dan perilaku”.5

    Dengan berbagai model dan bentuk yang ditawarkan dimana setiap

    jenisnya memiliki efek yang berbeda, yang sangat menarik di kalangan

    3Ibid, 51 4Hari sasangka, Narkotika Dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, (Bandung: Mandar

    Maju, 2003). 4 5 Republik Indonesia, Undang-undang No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, Pasal 1

  • terutama pemuda, dilatar belakangi oleh pendidikan yang rendah dan

    pergaulan yang kurang baik, sehingga dimanfaatkan oleh para pengedar

    Narkotika untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dan

    menghancurkan moral manusia.6

    Undang-undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika tentang

    Narkotika telah menjelaskan mengenai pengertian, jenis, serta efek dari

    narkotika. Penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika telah banyak

    dilakukan oleh aparat penegakan hukum dan telah banyak mendapatkan

    putusan hakim di sidang pengadilan. Penegakan hukum ini diharapkan mampu

    sebagai faktor penangkal terhadap merebaknya peredaran perdagangan

    narkotika, tapi dalam kenyataan justru semakin intensif dilakukan penegakan

    hukum, semakin meningkat pula peredaran perdagangan narkotika tersebut.

    Ketentuan Pidana UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Seperti yang

    terdapat dalam pasal 114 yang berbunyi:

    (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk

    dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli,

    menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan

    pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima)

    tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling

    sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak

    Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

    6Zainudin ali, Hukum Islam¸ cetakan 4 ( jakarta: sinar grafika, 2013) 114

  • (2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,

    menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima

    Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam

    bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5

    (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima)

    gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup,

    atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20

    (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud

    pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). 7

    Undang-undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika merupakan

    undang-undang pembaruan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997

    tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997

    Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3698);

    dan Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II

    sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun

    1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

    1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

    3671) yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut

    Undang-Undang ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.8

    Didalam hukum Islam narkoba dipandang sebagai zat yang sangat

    berbahaya. Pada zaman Nabi Khamar masih bersifat tradisional dan cara

    penggunaannya hanya dengan diminum. Hal ini sesuai dengan penamaannya,

    7 Republik Indenesia, Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Pasal 114 8 Ibid. Pasal 153

  • yaitu Jarimah syurb al-khamr atau meminum khamar. Namun, saat ini al-

    Khamr yang secara etimologis berarti sesuatu yang bisa menutup akal, disebut

    dengan narkotika.9

    Hukuman mati dalam Islam merupakan ketentuan yang telah

    ditetapkan oleh Allah untuk mencegah kejahatan demi kelangsungan hidup

    manusia serta sebagai perlindungan terhadap jiwa dan penghormatan terhadap

    kehidupan manusia. Islam mengenal adanya qishas, qihsas ini merupakan

    jenis hukuman mati dalam Islam bagi tindak pembunuhan disengaja.

    Dalam hukum Islam kewenangan pelaksanaan pidana mati adalah

    kewenangan Ulil Amri, atas permintaan ahli waris atau keluarga korban (jika

    hal kasus ini adalah kasus pembunuhan). Sudah menjadi kesepakatan para

    fuqaha, orang yang boleh menjalankan hukuman qishash hudud adalah

    Kepala Negara yakni Imam atau wakilnya, yakni petugas yang diberi

    wewenang, karena hukuman had merupakan hak Tuhan yang dijatuhkan

    untuk kepentingan masyarakat. Oleh karena itu harus diserahkan kepada

    wakil masyarakat yaitu kepala Negara.10 Dalam kitab-kitab fiqh, pembahasan

    tentang pidana mati menjadi bagian dari pembahasan tentang kriminalitas

    (al-jinayah) seperti pencurian (al-sariqah), minuman keras (al-khamr),

    perzinaan (al-zina), hukum balas/timbal balik (al-qishas), pemberontakan (al-

    bughat), dan perampokan (qutta’u tariq). Dalam wilayah lain, pidana mati

    juga dijatuhkan kepada pelaku perzinaan dalam bentuk dilempar batu hingga

    mati (al-rajam) untuk pelaku perzinaan yang sudah menikah. Juga pidana

    9 M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam. (Jakarta: Amzah, 2016) 59 10 Abdoerraoef, Al-Qur’an dan Ilmu Hukum, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), h 158

  • mati dilakukan dalam kasus pemberontakan (al-bughat) dan pindah agama

    (al-riddah) yang dikenal sebagai hukuman (al-had/al-hudud) atas

    pengingkaran terhadap Islam. Termasuk dalam kasus meninggalkan ibadah

    salat, beberapa ulama mempersamakannya dengan murtad (al-riddah). 11

    Karena pada kenyataanya dalam Al-Qur’an adanya adalah Khamar maka di

    qiyaskan. Definisi qiyas adalah

    ثْبماِا ِمْن إ ممم ميْْنم ٍ ب اِمع ا ِبأَْمٍر جم ْْنممم مْفْيِه عم ا إمْو ن مهممم ْْكٍ ل ثْبماٍت حم

    ٍِ ِِف إ ْعُلم ِ عمَلم مم ْعُلم لم مم ْ ْْكٍ َأْو َحم ٍت حم

    ا ْْنممم ا عم مم مْفِِيِ ِصفمٍة َأْو نArtinya: menghubungkan sesuatu kepada sesuatu yang lain perihal

    ada atau tidak adanya hukum berdasarkan unsur yang mempersatukkan

    keduanya, baik berupa penetapan maupun peniadaan hukum/sifat dari

    keduannya.12

    Qiyas tidak akan terbentuk kecuali didukung oleh 4 (empat) unsur atau

    rukun yaitu al-asl, al-far’u, hukm al-asl dan ‘illah.

    Adapun al-asl adalah masalah pokok yang sudah jelas status

    hukumnya dengan berlandaskan nash syara’. Dan nama lain untuknya ialah

    maqis’ alaih, mahmul’ alaih dan musyabbah bih. Adapun al-far’u adalah

    masalah yang tidak ditegaskan status hukumnya oleh syara’. dan nama lain

    untuknya ialah maqis, mahmul, dan musyabbah. Adapun hukm al-asl adalah

    status hukum yang ditetapkan nash syara’ terhadap al-ash, sedangkan ‘illah

    adalah suatu sifat (wasf) yang menjadi landasan keberadaan hukum al-asl,

    nama lainya ialah manat al-hukm13. Maka narkotika sama hukumnya dengan

    khamar karna sesuai dengan al-asl. Dengan maksud untuk menentukan

    11 Al Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1973), hlm. 79. 12 Amr syarifudin, Ushul Fiqh 1, cetakan 5(jakarta: kencana, 2014) 317 13 Asmawi, peerbandingan Ushuk Fiqh, (jakarta: Amzah, 2011) 94

  • hukuman bagi pelaku penyalahgunaan narkoba secara pasti dan adil.14 Dasar

    hukum pengedar narkotika ialah menggunakan Qiyas Awla, Qiyas Awla yaitu:

    ا مِت مم ئ ِق ِبهِ َكم لْحم ْْكِ ِفْيِه ِمنم إلْمم قم إمْوَلم ِِبلْحم لْحم نم إلْمم َكم ْْكِ وم ْوِجبمٌة ِللْحم م ِفْيِه مم إلِْعَّلةArtinya: Suatu Qiyas yang ‘illatnya itulah yang mewajibkan hukum.

    Atau dengan kata lain, suatu Qiyas yang hukum yang diberikan kepada pokok

    lebih patut diberikan kepada cabang.

    Atau dalam pengertian yang lebih mudah adalah kuantitas ‘illat pada

    cabang qiyas lebih kuat dari yang ada pada pokok qiyas, atau qiyas yang

    hukumnya pada furu’ lebih kuat dari pada hukum ashl, karena ‘illat yang

    terdapat pada furu’ lebih kuat dari yang ada pada ashl.15 Pengedar narkoba

    hukumnya lebih berat dari pada yang menggunakannya karena ‘illat yang

    terdapat Pengedar lebih utama dari pada yang terdapat pada yang

    menyalahgunakan. Hukuman ini memang tepat dan benar, karena pada

    hakikatnya, para pengedar itu membunuh bangsa-bangsa demi mengeruk

    kekayaan. Oleh karena itu, mereka lebih layak mendapatkan hukuman qishas

    dibandingkan orang yang membunuh seorang atau dua orang manusia.

    UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika maupun hukum Islam

    memandang bahwa narkoba adalah dilarang keberadaanya apabila

    disalahgunakan dan diedar luaskan. Karena memang dampak negatifnya

    sangatlah besar yang mengancam jiwa, akal, agama dan harta manusia dan

    sulit sekali bahkan hampir tidak bisa disembuhkan dalam waktu singkat dan

    kemungkinan besar sampai merenggut nyawa manusia yang sangat banyak

    dalam sekali waktu, MUI sebagai lembaga Islam di Indonesia berpendapat

    14 Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, 11 15 Totok jumantoro dan samsul munir amin, Kamus Ushul Fikih, cet 2 (jakarta: Amzah,

    2009) 278

  • bahwa kejahatan narkoba merupakan salah satu ancaman terbesar bagi bangsa

    dan negara kita, merupakan kejahatan luar biasa yang harus dihadapi secara

    sangat serius dan dengan tindakan hukum yang luar biasa juga sebagai

    pengimbang dalam memenuhi tujuan hukum itu sendiri.16 Kejahatan-kejahatan

    tersebut tidak akan bisa dihadapi hanya dengan tindakan hukum yang normal.

    Fenomena kompleksitas peredaran narkotika laksana benang kusut

    yang harus segara diurai. Berdasarkan hal tersebut, problematika pencegahan

    dan penanggulangan dengan tindak pidana hukuman mati bagi pelaku

    narkotika menjadi hal yang signifikan untuk dikaji dan di teliti, mengingat

    permasalahan tersbut bukan saja menyangkut kepentingan nasional.

    Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah mengenai

    tinjauan hukum positif dan hukum Islam terhadap hukuman mati bagi

    pengedaran narkotika membandingkan kedua hukum tersebut. Pentingnya

    menggunakan penelitian pustaka dalam kajian ini adalah untuk memperkaya

    sumber pustaka tentang teori hukuman mati bagi pengedaran narkotika yang

    saat ini masih sangat terbatas.

    B. Pertanyaan Penelitian

    Bagaimana hukuman mati bagi pengedar narkotika perspektif hukum

    Islam dan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika?

    C. Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian dimaksudkan untuk memberikan arah yang tepat

    dalam proses dan pelaksanaan penelitian yang dilaksanakan agar penelitian

    16Fatwa MUI: Nomor 22 tahun 2011 Tentang penyalahgunaan Narkotik

  • tersebut berjalan sesuai dengan apa yang hendak dicapai. Penelitian ini

    dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

    Untuk mengetahui hukuman mati bagi pengedar narkotika perspektif

    hukum Islam dan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

    D. Manfaat Penelitian

    Penelitian ini memberikan kontribusi kepada seluruh masyarakat

    Indonesia, khususnya masyarakat muslim baik dari segi teori maupun praktek

    sebagai berikut:

    1. Manfaat teoritis

    Memperkaya khasanah keilmuan dalam bidang narkotika

    khususnya mengenai hukuman mati bagi pengedar narkotika.

    2. Manfaat Praktis

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

    pemikiran ilmiah khususnya kepada penulis dan kepada masyarakat Islam

    pada umummnya, yang berkaitan dengan narkotika.

    E. Penelitian Relevan

    Dalam uraian penelitian ini tidak terlepas dari tinjauan terdahalu

    sebagai dasar dan perbandingan penelitian untuk membedakan penelitian ini

    dengan penelitian yang sebelumnya. Adapun kesimpulan dari penelitian ini

    adalah sebagai berikut:

  • 1. “Hukuman Mati Bagi Pengedar Narkoba ditinjuai dari Hukum Islam”. 17

    Penelitian ini hukuman mati bagi pendedar narkoba ditinjuai dari

    Hukum Islam.18

    Perbedaan dengan penelitian ini adalah:

    a. Pembahasan yang saya bahas dalam skripsi ini merupakan

    perbandingan/komparasi antara hukum Islam dan UU No. 35 Tahun

    2009 Tentang Narkotika mengenai hukuman mati bagi pengedar

    narkotika, memadukan kedua teori tersebut. Sedangkan penelitian

    terdahulu hanya memfokuskan pada hukum Islam dengan menekankan

    dalam tujuan syara’ menetapkan hukum untuk kemaslahatan manusia.

    Maka kita dapati tujuan dari hukum Islam ini bersifat abadi tidak

    terbatas pada lapangan materil yang bersifat sementara karena faktor

    individu, masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya selalu

    diperhatikan dan dirangkaikan satu sama lain, dan dengan hukum

    Islam dimaksudkan agar kebaikan mereka dapat terwujud.

    b. Persamaan penelitian saya dengan penelitian terdahulu yaitu

    pembahasan mengenai hukuman mati bagi pengedar narkotika, peneliti

    terdahulu mengkaji pada hukuman mati bagi pengedar narkotika dalam

    hukum Islam sedangkan dalam penelitian saya mengkaji pada

    pengedar narkotika perspektif hukum Islam dan UU No. 35 Tahun

    2009 Tentang Narkotika.

    17 Sholihudin Al Ghozali, “Penerapan Hukuman Mati Bagi Pengedar Narkoba Ditinjau

    Hukum Islam” skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Syariah STAIN Metro tahun 2006 18 Ibid,

  • c. Perbandingannya penelitian terdahulu hanya terfokus pada hukum

    Islam yang membenarkan pengedar narkoba dijatuhi hukuman mati

    sebagai balasan Qishas, sedangkan penelitian saya mengkaji pada

    hukuman mati bagi pengedar narkotika perspektif hukum Islam dan

    UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

    2. Pandangan Hukum Islam Terhadap Hukuman Mati Bagi Terpidana Bali

    Nine Dalam Tindak Pidana Penyalahguna Narkotika19

    Perbedaan dengan penelitian saya adalah:

    a. Penelitian terdahulu hukuman mati pada pelaku penyahguna narkotika

    dan bali nine dalam sudut pandang hukum Islam, sedangkan pada

    penelitian saya hukuman mati bagi pengedar narkotika Prespektif

    ohukum Islam dan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

    b. Penelitian terdahulu lebih fokus pada penyalahguna bali nine dan

    narkotika sedangkan pada penelitian saya lebih fokus pada hukuman

    mati bagi pengedar narkotika Perspektif hukum Islam dan UU No. 35

    Tahun 2009 Tentang Narkotika.

    Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian saya adalah:

    a. Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian saya adalah sama-

    sama membahas hukuman mati pada kejahatan narkotika, namun

    penelitian terdahulu lebih fokus pada hukum Islam sedangkan

    penelitian saya lebih kepada komparasi dua hukum yaitu hukum Islam

    dan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

    19 Khermarinah “Pandangan Hukum Islam Terhadap Hukuman Mati Bagi Terpidana Bali

    Nine Dalam Tindak Pidana Penyalahguna Narkotika” Manhaj, Vol 4, Nomor 1, (Januari-april

    2016)

  • 3. “Tinjauan Yuridis Tentang Hukuman Mati Bagi Pelaku Kasus Narkoba

    Perspektif Hukum Nasional Dan Hukum Islam”20

    Perbedaan dengan penelitian saya adalah:

    a. Penelitian terdahulu lebih memusatkan pada tinjauan yuridis tentang

    hukuman mati pada pelaku penyahguna narkotika dalam hukum

    nasional dengan aturan hukum mengenai narkoba dalam undang-

    undang No 35 tahun 2009 tentang narkotika dan undang-undang No 5

    tahun 1997 tentang psikotropika dan hukum Islam, sedangkan pada

    penelitian saya lebih menitikberatkan pada hukuman mati bagi

    pengedar narkotika Prespektif hukum Islam dan undang-undang No

    35 tahun 2009 tentang Narkotika

    b. Permasalahan pada penelitian terdahulu lebih fokus pada penjatuhan

    hukum terhadap pelaku kasus narkoba dalam hukum Islam dan

    efektifitas hukuman mati dalam menanggulangi peredaran narkoba di

    indonesia sedangkan pada penelitian saya lebih fokus pada bagaimana

    hukuman mati bagi pengedar narkotika Perspektif hukum Islam dan

    undang-undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

    20 Ahmad Rusyaid ahyar, Tinjauan Yuridis Tentang Hukuman Mati Bagi Pelaku Kasus

    Narkoba Perspektif Hukum Nasional Dan Hukum Islam, Skripsi Jurusan hukum pidana dan

    ketatanegaraan fakultas syariah dan hukum UIN alaudin makasar 2016 dalam

    www.Portalgaruda.co.id diunduh pada 12 April 2019

    http://www.portalgaruda.co.id/

  • F. Metode Penelitian

    1. Jenis dan Sifat Penelitian

    a. Jenis Penelitian

    Penelitian ini dapat meliputi penelitian laboraterium,

    penelitian perpustakaan dan penelitian kancah.21 Dalam penelitian

    skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library

    research), yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode

    pengumpulan data pustaka membaca dan mencatat serta mengolah

    bahan penelitiannya. Penelitian pustaka adalah suatu penelitian yang

    dilakukan untuk menghimpun dan mengakses data bersumber dari

    kepustakaan, baik berupa buku-buku, artikel, majalah-majalah ilmiah

    yang diterbitkan secara berkala, kisah-kisah sejarah, dokumen-dokumen,

    dan materi perpustakaan lainnya, dapat dijadikan sumber rujukan untuk

    menyusun laporan ilmiah.22

    Dengan demikian peneliti mengumpulkan data yang diperlukan

    dengan cara mengumpulkan bahan-bahan informasi yang berkaitan

    dengan penelitian peneliti seperti buku-buku dan artikel kemudian

    dianalisa untuk menjawab permasalahan peneliti tentang hukuman mati

    bagi pengedar narkotika perspektif hukum Islam dan UU No. 35 Tahun

    2009 Tentang Narkotika.

    21Cholid narbuka dan abu achmadi, metodelogi penelitian, (jakarta: PT bumi Aksara,

    2016) 41 22 Abdurr Rahmat Fathoni, metodologi penelitian dan penyusunan skripsi, (Jakarta: PT

    Renika Cipta, 2006), 95-96.

  • b. Sifat Penelitian

    Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian

    deskriptif komparatif. Penelitian deskriftif adalah penelitian yang terdiri

    atas satu variabel atau lebih dari satu variabel namun, variabel tidak

    saling bersinggungan sehingga disebut penelitian bersifat deskriftif.23

    Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif yang ingin

    mencari jawaban secara mendasar tentang sebab-akibat, dengan

    menganalisa faktor-faktor penyebab terjadinya aataupun munculnya

    suatu fenomena tertentu.24 Penelitian ini berupaya menganalisis tentang

    hukuman mati bagi pengedar narkotika perspektif hukum Islam dan

    hukum positif.

    Kemudian komparatif yaitu dengan membandingkan hasil yang

    didapat, dalam hal ini perbandingan antara sistem hukum Islam dan UU

    No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika sehingga dapat diperoleh suatu

    gambaran masalah dan landasan penyelesaian.

    2. Sumber data

    Sumber data adalah subjek dari mana data-data diperoleh.25

    Sumber data diperoleh dengan cara mengumpulkan data dari berbagai

    sumber kepustakaan kemudian ditelaah dan memformulasikannya dalam

    bentuk uraian yang argumentatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah

    sumber data sekunder yang dibagi kedalam tiga jenis bahan yaitu: bahan

    primer, bahan sekunder, dan bahan tersier.

    23 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian ,” (Jakarta: Rajawali press, 2014) 75. 24 Ibid, 25 Ibid,129

  • a. Bahan Primer

    Adapun sumber primer yang penulis maksud disini yaitu dari

    Al-Qur’an dan al-hadits serta kitab al-fiqh al-Islami wa adillatuhu

    karangan wahbah al-zahili dan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang

    Narkotika.

    b. Bahan sekunder

    Sumber sekunder adalah data yang dapat menjelaskan atau

    mendukung bahan primer. Sumber data sekunder bahan sekunder

    merupakan data yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-

    buku, hasil penelitian yang berwujud laporan, buku-buku harian

    majalah, koran, makalah, dan lain-lain.26 Adapun bahan sekunder

    yang peneliti gunakan dalam penelitian ini ialah Hukum Pidana Islam

    dan Fiqh Jinayah karangan M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam

    karangan Zainudin Ali, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum

    Pidana karangan Hari Saangka dan buku-buku yang relevan dengan

    pembahasan skripsi ini.

    c. Bahan Tersier

    Data tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

    penjelasan terhadap bahan primer dan bahan sekunder seperti Kamus

    Besar Bahasa Indonesia, dan internet.27

    26 Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: UI Press, 1986) 23 27 Lexy J. Meloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya,

    2000) 6

  • 3. Metode Pengumpulan Data

    Penelitian hukum yang penulis lakukan termasuk jenis penelitian

    dengan analisis isi (content analysis) secara sederhana di artikan sebagai

    metode untuk mengumpulkan dan menganalisis muatan dari sebuah

    “teks”.28 Teks dapat berupa kata-kata, makna gambar, simbol, gagasan,

    tema dan bermacam bentuk pesan yang dapat di komunikasikan. Analisis

    isi berusaha memahami data bukan sebagai kumpulan peristiwa fisik,

    tetapi sebagai gejala simbolik untuk mengungkap makna yang terkandung

    dalam sebuah teks, dan memperoleh pemahaman terhadap pesan yang

    direpresentasikan, sesuai tujuannya, maka metode analisis isi menjadi

    pilihan untuk diterapkan pada penelitian yang terkait dengan isi

    komunikasi dalam sebuah teks.

    Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

    adalah metode pengumpulan data dengan content analysis, yaitu dengan

    menganalisis buku-buku, kitab-kitab, surat kabar, dan lain lain. Pada

    penelitian ini akan berupaya untuk mendeskripsikan tentang hukuman

    mati bagi pengedar narkotika perspektif hukum Islam dan UU No. 35

    Tahun 2009 Tentang Narkotika.

    4. Tekhnik Analisis Data

    Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa

    melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu

    28 Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, 22

  • dengan teori-teori yang telah didapatkan sebelumnya.29 Masri

    Singarimbun dan Sofian Efendi mengemukakan bahwa analisa data

    adalah proses penyederhanaan data dalam bentuk yang lebih mudah

    dibaca dan diinterprestasikan.30 penelitian ini mengunakan analisis

    deskriptif. Sesuai dengan namanya metode penelitian deskriptif bertujuan

    untuk membuat deskripsi, yaitu gambaran atau pesan secara sistematis,

    faktual dan akurat mengenai fenomena atau hubungan antara fenomena

    yang diselidiki. Dengan kata lain, metode diskripsi menggambarkan sikap

    suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dan

    memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Jadi, penelitian

    deskripsi menekankan gambaran objek yang diselidiki dalam keadaan

    sekarang (pada waktu penelitian dilakukan).31

    29 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,

    (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010) 183 30 Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survey, (Jakarta:

    LP3ES,1989), 263 31 Bambang Sugono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

    2007) 35

  • BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Hukuman Mati di Indonesia

    1. Hukuman Mati Menurut Para Ahli

    Istilah hukum pidana merupakan terjemah dari istilah bahasa

    belanda, strafrecht. Straf berarti pidana, dan recht berarti hukum.

    Pengertian hukum pidana menurut para ahli sebagai berikut :

    a. Pengertian dari prof. Moeljatno, S.H.

    1) Hukum pidana adalah menentukan perbuatan-perbuatan mana

    yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang dengan disertai

    ancaman atau sanksi pidana tertentu bagi barang siapa yang

    melanggar larangan tersebut

    2) Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah

    melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhkan

    pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

    3) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat

    dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar

    larangan tersebut.1

    b. Pengertian dari Dr. Andi Hamzah, S.H

    1) Perundang-undangan pidana khusus (diluar KUHP ini) seperti

    ekonomi, subversi, korupsi, imigrasi, dan lain-lain.

    1 Bambang Waluyo, Pidana Dan Pemidanaan,(Jakarta : Sinar Grafika, 2000). h. 7

  • 2) Perundang-undangan bukan pidana yang bersanksi pidana (seperti

    yang dimaksud scholten dengan pidana pemerintahan) misalnya

    undang-undang tenaga kerja, atom, arsip, koperasi, agraria,

    narkotika, dan tera2

    c. Pengertian menurut Dr. R.O. Siahaan, S.H, S.Sos, M.H

    Subjek hukum pidana adalah setiap orang yang mempunyai

    hak dan kewajiban serta mampu mempertanggungjawabkan

    perbuatannya,3

    2. Hukuman Mati menurut KUHP dan Perundang-undangan di

    Indonesia

    Soedarto mendifinisikan hukum pidana sebagai aturan hukum yang

    mengikat kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat tertentu suatu

    akibat yang berupa pidana.4 Ilmuan hukum yaitu kansil, juga

    mendefinisikan hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang

    tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap

    kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang

    merupakan suatu penderitaan atau siksaan.5

    Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah

    tercantum jenis-jenis pidana yang meliputi :

    a. Pidana pokok, yang terdiri dari :

    2 Ibid, 3 Monang Siahaan, Pembaruan Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta : Grasindo, 2016).h 7 4 Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Pemaharuan (Malang :

    Universitas Muhammadiyah Malang, 2012).h. 12 5 C.S.T Kansil, Pengantar Hukum Indonesia (Jakarta :Balai Pustaka),h.89

  • 1) Pidana Mati

    Baik berdasarkan pada pasal 69 maupun berdasarkan hak

    yang tertinggi bagi manusia pidana mati adalah pidana yang

    terberat, yang pelaksanaanya berupa penyerangan terhadap hak

    hidup bagi manusia, yang sesungguhnya hak ini adalah hak

    Tuhan.

    Menyadari keberdaan pidana mati, di Belanda sendiri

    (tempat asalnya KUHP), sejak tahun 1870 tidak lagi mengenal

    pidana mati karena pidana mati telah dihapuskan dari WvS-nya,

    kecuali masih dipertahankan dalam pidana militernya. Di Hindia

    Belanda (negara jajahannya), pada saat berlakunya WvS voor

    Nederlandsch Indie (KUHP sekarang) tanggal 1 Januari 1018,

    pidana mati telah dicantumkan di dalamnya, dan setelah kita

    memproklamasikan kemerdekaan, melalui pasal II Aturan

    Peralihan UUD 1945, pidana mati tetap dipertahankan sampai

    kini, bahkan dalam rancangan KUHP 1992, yang dalam

    1999/2000 telah direvisi, juga dikenal dengan pidana mati

    walaupun tidak disebutkan sebagai salah satu jenis pidana dalam

    kelompok pidana pokok, melainkan dikategorikan pidana yang

    bersifat pidana khusus dan selalu bersifat alternatif.6 Bahkan

    pidana mati merupakan konsep rancangan terbaru KUHP

    Nasional (2004 hingga kini) tetap dicantumkan akan tetapi

    6 Wahyudi, Hukum Pidana Indonesia (Jaakarta : Djambatan, 2003), h 30

  • dilepaskan dari paket pidana pokok dan dianggap mempunyai

    sifat khusus, serta di ancamkan dan dijatuhkan semata-mata

    untuk mencegah dilakukannya tindak pidana tertentu dengan

    menegakkan norma hukum demi mengayomi masyarakat.7

    Di indonesia pidana mati dijalankan dengan ditembak mati

    berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 (pnps) tahun 1964,

    dijadikan Undang-Undang dengan UU No. 5 Tahun 1969,

    walaupun pasal 11 KUHP masih menyebutkan dengan cara

    digantung. Eksekusi pidana mati dilakukan dengan disaksikan

    oleh Kepala Kejaksaan setempat sebagai eksekutor dan secara

    tekhnis dilakukan oleh polisi.

    Pengaturan tentang ketentuan yang memuat tentang pidana

    mati tercantum dalam Kitan Undang-Undang Hukum Pidana,

    yakni sebagai berikut :

    a) Pasal 111 ayat 2 (membujuk negara asing untuk

    bermusuhhan atau berperang, jika permusuhan itu

    dilakukan dan jadi perang)

    b) Pasal 124 ayat 3 (membantu musuh untuk perang)

    c) Pasal 140 ayat 3 (makar terhadap raja atau kepala-

    kepala negara sahabat yang direncakan dan berakibat

    maut)

    d) Pasal 340 (pembunuhan berencana)

    7 Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Penjara Di Indonesia (Bandung : Refika Aditama

    2013), h. 53

  • e) Pasal 365 ayat (pencuri dengan kekerasan yang

    mengakibatkan luka berat atau mati).

    f) Pasala 368 ayat (pemerasan dengan kekerasan yang

    mengakibatkan luka berat)

    g) Pasal 444 (pembajakan di laut, pesisir dan sungai yang

    mengakibatkan kematian).

    Lebih lanjut ketentuan yang mengatur tentang

    pemberlakuan pidana mati di muat pula dalam UU tindak

    pidana khusus, yaitu :

    a) Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12

    Tahun 1951 tetang senjata api, amunisi atau sesuatu

    bahan peledak

    b) Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 (PNPS) tentang

    Wewenang Jaksa Agung atau Jakda Tentara Agung.

    c) Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 (Prp) tahun 1959

    tenatng memperberat ancaman terhadap Tindak Pidana

    Ekonomi

    d) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-

    Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan

    Korupsi,

  • e) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang

    Narkotika,8

    2) Pidana Penjara

    Pidana penjara adalah bentuk pidana yang berupa

    kehilangan kemerdekaan.9 Jadi dapat dikatakan bahwa pidana

    penjara pada dewasa ini merupakan bentuk utama dan umum

    dari pidana kehilangan kemerdekaan. Pidana penjara bervariasi

    dari penjara sementara minimal 1 hari sampai pidana penjara

    seumur hidup. Pidana penjara seumur hidup hanya tercantum

    dimana ada ancaman pidana mati (pidana mati atau seumur

    hidup atau pidana penjara dua puluh tahun).

    3) Pidana Kurungan

    Pidana kurungan adalah juga merupakan pidana

    perampasan kemerdekaan, akan tetapi ringan dari pidana

    penjara.

    4) Pidana Denda.

    Pidana denda adalah hukuman berupa kewajiban

    seseorang untuk mengembalikan keseimbangan hukum atau

    menebus dosanya dengan pembayaran sejumlah uang tertentu,

    maksimum pidana denda adalah Rp. 0,25 x 15. Maksimumnya

    tidak ditentukan secara umum melainkan ditentukan dalam pasal

    8 Jurnal Hukum Dan Peradilan Problematika Penerapan Pidana Mati, (Jakarta :

    Mahkamah Agung 2013), h. 225 9 Andi, Asas-Asas, h.,187

  • tindak pidana yang bersangkutan dalam buku II dan buku III

    KUHP.10

    b. Pidana tambahan yang terdiri dari :

    1) Pencabutan Hak-Hak Tertentu

    Pidana pencabutan hak-hak tertentu menurut pasal 35

    KUHP, hak-hak yang dapat dicabut tersebut adalah

    a) Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan

    tertentu.

    b) Hak menjalankan jabatan dan angkatan bersenjata

    atau TNI.

    c) Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang

    diadakan berdasarkan aturan-aturan umum.

    2) Penyitaan Barang-Barang Tertentu

    Perampasan barang sebagai suatu pidana hanya

    diperkenankan atas barang-barang tertentu saja, tidak

    diperkenankan untuk semua barang. Undang-Undang tidak

    mengenal perampasan untuk semua kekayaan.

    3) Pengumuman Putusan Hakim.

    Mengenai pidana pengumuman putusan hakim ini hanya

    dapat dijatuhkan dalam hal-hal yang telah ditentukan oleh

    10 Adami, Pelajaran, h. 34

  • Undang-Undang, misalnya terdapat dalam pasal 128, 206, 361,

    377, 395 dan 405.

    3. Hukuman Mati Menurut perUU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

    a) Pengertian Hukuman Mati

    Hukuman mati merupakan salah satu sanksi hukum pidana yang

    masih dianut, diatur dan diterapkan oleh negara-negara hukum modern di

    dunia termasuk oleh Negara Hukum Indonesia. Di Indonesia sudah

    puluhan orang dieksekusi mati mengikuti sistem KUHP peninggalan

    kolonial Belanda. Bahkan selama Orde Baru korban yang dieksekusi

    sebagian besar merupakan narapidana politik.

    Walaupun Pasal 28 ayat (1) amandemen kedua UUD 1945,

    menyebutkan: "Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak

    kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak

    diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di depan hukum, dan hak

    untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak

    asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun".

    Namun KUHP dan beberapa peraturan perundang- undangan pidana

    diluar KUHP seperti UU Narkotika, UU Anti Korupsi, UU Anti terorisme,

    dan UU Pengadilan HAM tetap mencantumkan ancaman hukuman mati.

    Beberapa peraturan diluar KUHP juga mengancamkan pidana

    mati bagi pelanggarnya. Pada RUU KUHP yang baru hukuman mati

    (capital punishment) tetap dipertahankan, namun diatur dalam pasal

    tersendiri sebagai pidana yang bersifat khusus. KUHP yang menjadi buku

  • induk dari semua ketentuan hukum pidana sebenarnya telah memberikan

    satu cara pelaksanaan pidana mati secaras pesifik. KUHP memberikan

    tata cara pelaksanaan hukuman mati melalui hukuman gantung sampai

    mati. Meskipun melalui asas konkordansi Indonesia memberlakukan

    hukum kolonial, ternyata tidak semua peraturan tersebut diterima secara

    keseluruhan menjadi produk hukum yang berlaku secara nasional.

    Terbukti dari inisiatif pemerintah Indonesia pada masa itu yang telah

    membuat suatu mekanisme pelaksanaan pidana mati yang berbeda dari

    pelaksanaan pidana mati menurut Pasal 11 KUHP. Tindak pidana

    Narkotika tidak lagi dilakukan secara perseorangan, melainkan

    melibatkan banyak orang yang secara bersama-sama, bahkan merupakan

    satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas yang bekerja

    secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional maupun

    internasional Berdasarkan hal tersebut guna peningkatan upaya

    pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Narkotika.

    b) Dasar Hukum Hukuman Mati

    Dalam undang-undang nomer 35 tahun 2009 tentang narkotika di

    sebutkan.

    1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,

    mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I,

    dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan

    paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit

    Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak

    Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

  • 2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau

    menyalurkan Narkotika Golongan I, sebagaimana dimaksud pada ayat

    (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau

    melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman

    beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati,

    pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5

    (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda

    maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3

    (sepertiga).11

    3) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk

    dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual

    beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana

    dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling

    singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan

    pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

    dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

    4) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,

    menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau

    menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

    yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau

    melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman

    beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana

    11 Republik Indenesia, Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Pasal

    113

  • penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam)

    tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda

    maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3

    (sepertiga). 12

    c) Tujuan Hukuman Mati menurut Perundang-undangan

    Dalam bahasa kajian hukum nasional lebih dikenal dengan konsep

    keadilan, kemanusiaan dan kepentingan, yaitu:

    a. Keadilan

    Dalam kaitan dengan keadilan, dikenal adanya beberapa

    macam keadilan. Macam -macam keadilan itu adalah keadilan

    komutatif (iustitia commutation), keadilan distributif (iustitia

    distributiva), keadilan vindikatif (iustitia vindication), keadilan kreatif

    (iustitia creativa), keadilan protektif (iustitia protectiva), dan keadilan

    legal (iustitia legalis).

    1) Keadilan komutatif

    Keadilan komutatif adalah keadilan yang memberikan

    kepada masing-masing orang apa yang menjadi bagiannya, dimana

    yang diutamakan adalah objek tertentu yang merupakan hak dari

    seseorang. Keadilan komutatif berkenaan dengan hubungan

    antarorang antar individu. Disini ditekankan agar prestasi sama

    nilainya dengan kontarprestasi. Keadilan jenis ini terutama

    berkenaan dengan barang dalam perjanjian atau tukar menukar.

    12 Ibid, Pasal 114

  • Contoh: Setiap orang memiliki hidup, hidup adalah hak setiap

    orang. Karena itu, perbuatan merusak atau meniadakan hidup

    orang lain adalah perbuatan melanggar hak. Perbuatan itu tidak

    adil.

    2) Keadilan disributif

    Keadilan distributif adalah keadilan yang memberikan

    kepada masing-masing orang apa yang menjadi haknya, dimana

    yang menjadi subjek hakadalah individu, sedangkan subjek

    kewajiban adalah masyarakat. Keadilan distributif berkenaan

    dengan hubungan antara individu dan masyarakat atau negara.

    Disini yang ditekankan bukan asas kesamaan dan kesetaraan

    (prestasi sama dengan kontraprestasi). Melainkan yang, ditekankan

    adalah asas proporsionalitas atau kesebandingan berdasarkan

    kecakapan, jasa atau kebutuhan. Keadilan jenis ini berkenaan

    dengan benda kemasyarakatan, seperti jabatan,, barang,

    kehormatan, kebebesan, dan hak-hak.

    Contoh: Adalah adil kalau X mendapatkan Hukuman Seumur

    hidup untuk tindak kejahatan penyalahgunaan narkoba selama ini.

    Akan tetapi tidak adil kalu seorang pengedar dan bandar tidak

    memperoleh hukuman mati, karena seorang pengedar dan bandar

    merupakan asal muasal penyebaran sehingga disalahgunakan oleh

    orang lain.

  • b. Kemanusiaan

    1) Inisedental

    Menurut kamu besar bahasa indonesia (KBBI) Inisedental

    terjadi atau dilakukan hanya pada kesempatan atau waktu tertentu

    saja; tidak secara tetap atau rutin; sewaktu-waktu:

    2) Residivis

    Menurut kamu besar bahasa indonesia (KBBI) Residivis ialah orang

    yang pernah dihukum mengulangi tindak kejahatan yang serupa;

    penjahat kambuhan: terdakwa tergolong -- yang pernah dijatuhi

    hukuman dua tahun, maka sangatlah tepat bila seseorang yang

    melakukan kejahatan untuk kedua kalinya dijatuhi hukuman mati

    karena akan mengacam keamanan orang lain.

    c. Kepentingan umum

    1) Teror dimasyarakat

    Para pengedar narkotika merupakan teror bagi masyarakat

    karena peredarannya yang sangat cepat dan luas sehingga

    mengancam para anak remaja dan dewasa,

    2) Teror membahayakan negara

    Peredaran narkotika yang besar membawa indonesia

    sebagai pusat perdagangan gelap narkotika, membuat indonesia

    terancam keamanan dan menelan kerugian atas transaksi tersebut.

  • B. Hukuman Mati Menurut Hukum Islam

    1. Pengertian Hukuman Mati

    Hukuman mati dalam Islam merupakan ketentuan yang telah

    ditetapkan oleh Allah untuk mencegah kejahatan demi kelangsungan hidup

    manusia serta sebagai perlindungan terhadap jiwa dan penghormatan

    terhadap kehidupan manusia. Islam mengenal adanya qishas, qihsas ini

    merupakan jenis hukuman mati dalam Islam bagi tindak pembunuhan

    disengaja. Pada dasarnya qhisas adalah balasan (hukuman) bagi seorang

    pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya atau

    pembalasan yang setimpal dari suatu tindakan perbuatan yang dilakukan

    secara sengaja.13

    Qhisas bagi pembunuhan sengaja dikenal dengan qhisas bunuh

    sebagai hukuman mati bagi pelakunya atau dalam ilmu hukum.14 Dalam

    hukum Islam kewenangan pelaksanaan pidana mati adalah kewenangan Ulil

    Amri, atas permintaan ahli waris atau keluarga korban (jika hal kasus ini

    adalah kasus pembunuhan). Sudah menjadi kesepakatan para fuqaha, orang

    yang boleh menjalankan hukuman qishash hudud adalah Kepala Negara

    yakni Imam atau wakilnya, yakni petugas yang diberi wewenang, karena

    hukuman had merupakan hak Tuhan yang dijatuhkan untuk kepentingan

    masyarakat. Oleh karena itu harus diserahkan kepada wakil masyarakat yaitu

    kepala Negara.15 Dalam kitab-kitab fiqh, pembahasan tentang pidana mati

    menjadi bagian dari pembahasan tentang kriminalitas (al-jinayah) seperti

    13 Abd. Qadr ‘Audah, at-Tasyri’ al-Jinaiy al-Islamiy, cet.3 (Kairo: Maktabah Dar al-

    Gurubah, 1963), II; hlm. 14 14 Abdoerraoef, Al-Qur’an dan Ilmu Hukum,h. 156. 15 Abdoerraoef, Al-Qur’an dan Ilmu Hukum, 158

  • pencurian (al-sariqah), minuman keras (al-khamr), perzinaan (al-zina),

    hukum balas/timbal balik (al-qishas), pemberontakan (al- bughat), dan

    perampokan (qutta’u tariq). Dalam wilayah lain, pidana mati juga dijatuhkan

    kepada pelaku perzinaan dalam bentuk dilempar batu hingga mati (al-rajam)

    untuk pelaku perzinaan yang sudah menikah. Juga pidana mati dilakukan

    dalam kasus pemberontakan (al-bughat) dan pindah agama (al-riddah) yang

    dikenal sebagai hukuman (al-had/al-hudud) atas pengingkaran terhadap

    Islam. Termasuk dalam kasus meninggalkan ibadah salat, beberapa ulama

    mempersamakannya dengan murtad (al-riddah).16

    Pidana mati merupakan hukuman puncak, terutama untuk tindak

    pidana yang dinyatakan sangat berbahaya seperti pembunuhan (al-qital)

    dimana jika tidak ada pengampunan dari pihak keluarga dengan

    membayar denda pengganti (aldiyat), maka pelakunya dapat dijatuhi

    hukuman mati sebagai bentuk hukum balas/timbal balik (al- qishas). Dalam

    konsepsi ini, maka kejahatan dibalas dengan hukuman yang serupa.

    Dalam kasus penetapan hukuman mati (al-qishas), ditetapkan

    beberapa syarat antara lain: bahwa yang bersangkutan telah melakukan

    pembunuhan terhadap yang tak “boleh” (haq) di bunuh, atau orang yang

    “boleh” (haq) dibunuh, akan tetapi belum diputuskan oleh hakim. Pelaku bisa

    dihukum mati dengan ketentuan bahwa pada saat melakukan kejahatan telah

    cukup umur (baligh) dan berakal (aqil).

    Ulama membagi hukuman kedalam dua bentuk yaitu hukuman

    yang ditentukan dalam nash, berupa hukuman had dan qisas dan hukuman

    yang tidak ditentukan, dan dalam hukuman yang tidak ditentukan dalam

    16 Al Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1973), hlm. 79.

  • nash berupa hukuman ta’zir.17 Had adalah hukuman yang batasannya telah

    ditentukan oleh Allah, seperti contohnya potong tangan, jilid, kafarat, diyat,

    qisas, dan qisas adalah hukuman yang setimpal bagi tindak penganiayaan,

    sedangkan ta’zir adalah hukuman yang ditentukan oleh penguasa sebagai

    hukuman tambahan atau sebagai hukuman alternative.

    Secara rinci dapat dikelompokkan hukuman had ada empat macam

    yaitu hukuman mati (bunuh), potong tangan, jilid dan pengasingan.18

    Pelaksanaan hukuman dalam Islam baik berupa hukuman had atau ta’zir

    diserahkan kepada penguasa atau aparat pemerintah, dalam hal ini maka

    orang yang diberi tugas untuk melaksanakan hukuman tersebut adalah hakim

    atau yang dikenal dengan istilah Qadhi. Qadhi adalah orang yang diberi tugas

    oleh penguasa untuk memeriksa dan mengadili setiap perkara serta

    memutuskan hukuman yang pantas diberikan dan sekaligus orang yang

    melaksanakan putusannya tersebut, maka setiap pelaksanaan hukuman atau

    eksekusi adalah tugas hakim, baik eksekusi hukuman had dan ta’zir.

    Pengecualian dalam hukuman had, seperti hukuman mati atau potong

    tangan, maka yang menjalankannya adalah orang yang ahli seperti algojo.19

    2. Dasar Hukum Hukuman Mati

    17 Moh. Abu Zahrah, Al-Uqubah; Al-Jarimah wa al-Uqubah, (Dar al-fikr,t.t), hlm. 69 18 Abdul Qadir ‘Audah, at-Tasyri’ al-Jinaiy al-Islamiy: Muqaranah bain al-

    Qanun, (Kairo: Dar al-Ghurubahu, 1963), hlm. 612. 19 Abdul Qadir ‘Audah, at-Tasyri’ al-Jinaiy al-Islamiy: Muqaranah bain al-Qanun,

  • Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu

    qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka

    dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.

    Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya,

    hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan

    hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf

    dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan

    dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas

    sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. (Al-Baqarah: 178)

    Tafsir: Allah menyatakan, "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan

    atas kalian berlaku adil dalam qishoh. Orang merdeka dengan orang merdeka

    hamba sahaya dengan hamba sahaya, wanita dengan wanita. Janganlah kalian

    melanggar dan melampaui batas seperti yang dilakukan oleh orang-orang

    sebelum kalian, dan mereka telah mengubah hukum Allah Ta’ala yang

    berlaku di tengah-tengah masyarakat.

    Sebab turunnya ayat ini di terangkan dalam sebuah hadits yang

    diriwayatkan Imam Abu Muhammad bin Abi Hatim, Dari Sa’id bin Jubair,

    mengenai firman Allah Ta’ala, َها يَُّأ ِينَ َيَٰٓ ْ ُكتَِب َعلَۡيُكُم ٱَّلذ (ٱۡلَقۡتَل ِِف ٱۡلقَِصاُص َءاَمُنوا )

    "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian qishosh berkenaan

    dengan orang-orang yang dibunuh," yaitu, jika pembunuhan itu dilakukan

    dengan sengaja, maka orang merdeka diqishosh dengan orang merdeka. Hal

    itu dikarenakan pada masa jahiliyah, sebelum Islam datang, terjadi

    peperangan antara dua kelompok masyarakat arab. Dalam peperangan itu ada

    di antara mereka yang terbunuh dan luka-luka.

  • Bahkan mereka sampai membunuh para budak dan kaum wanita dan

    sebagian mereka belum sempat menutut sebagian yang lainnya, sampai

    memerak memeluk Islam, ada salah satu kelompok yang melampaui batas

    terhadap kelompok lain dalam perbekalan dan harta benda mereka. Lalu

    mereka bersumpah untuk tidak rela sehingga seorang budak dari kalangan

    kami dibalas dengan seorang mereka dari mereka, seorang perempuan kami

    dibalas dengan seorang laki-laki dari mereka. Maka turunlah firman Allah

    Ta’ala ( ٰٱۡلُحرُّ بِٱۡلُحرِّ َوٱۡلَعۡبُد بِٱۡلَعۡبِد َوٱۡۡلُنثَٰى بِٱۡۡلُنثَى) "Orang merdeka dengan orang

    merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, wanita dengan wanita"

    mengenai firman-Nya (َوٱۡۡلُنثَٰى بِٱۡۡلُنثَى) "wanita dengan wanita".

    Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan, dari Ibnu Abbas, "Yang demikian

    itu karena mereka tidak membunuh laki-laki sebagai balasan atas seorang

    wanita dengan wanita. Kemudian Allah Ta’ala menurunkan firman-Nya (

    "Bahwa jiwa dengan jiwa dan mata dengan mata" ( أَلنَّْفَس بِالنَّْفِس َواْلَعْيَن بِاْلَعْينِ

    (QS. Al-Maaidah: 45) Orang-orang merdeka diperlakukan sama dalam

    qishosh yang dilakukan secara sengaja, baik laki-laki maupun wanita, dalam

    hal jiwa ataupun yang lebih ringan. Hal yang sama juga diberlakukan pada

    hamba sahaya, budak laki-laki maupun wanita. Menurut madzab empat imam

    (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) dan jumhur ulama bahwa sekelompok

    orang dapat dibunuh karena membunuh satu orang.

    Hal itu berkaitan dengan kasus seorang anak yang dibunuh oleh tujuh

    orang. Maka umar pun membunuh mereka semua. Dalam hal ini umar

    berkata, "Apabila penduduk Sha’a berkomplot membunuhnya, niscaya aku

    akan membunuh mereka semuanya." Pada masa itu, tidak seorang pun

  • sahabat yang menentangnya. Hal itu merupakam ijma’.20 Seperti halnya para

    pengedar narkotika yang dapat membunuh banyak jiwa sekiranya harus di

    hukum qishosh karena mengingat narkotika sendiri mengandung zat yang

    dapat melumpuhkan syaraf, memabukan, bahkan bisa berdampak pada

    kematian.

    Artinya: Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil,

    bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang

    itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka

    bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan

    barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-

    olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya

    telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa)

    keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka

    sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan

    dimuka bumi. Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang

    memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi,

    hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki

    mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat

    kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka

    didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. .(Al-Maidah: 32-

    33)

    20 Imam Jaliil Hafidz ‘Amadain Abi Fida’ Ismail Ibnu Kasir,Tafsir Al-Qur’ani Adhi,

    (Jedah ; makatabah 2000 ) Jus 2. h. 161-163

  • C. Narkotika Menurut Islam

    1. Pengertian Narkotika

    Istilah narkotika dalam konteks hukum Islam tidak disebutkan

    secara langsung di dalam Al-Qur’an maupun dalam sunnah. Dalam Al-

    Qur’an hanya menyebutkan istilah khamr.21 Dalam teori ilmu fiqh, bila

    suatu hukum belum ditentukan status hukumnya, maka bisa diselesaikan

    melalui metode Qiyas (analogi hukum). Selanjutnya, kata khamr

    dipahami sebagai nama minuman yang membuat peminumnya mabuk

    atau gangguan kesadaran. Bertolak dari akibat yang ditimbulkan antara

    khamr dan narkotika yang ditimbulkan sama yaitu memabukkan maka

    hukumnya adalah haram.

    Secara etimologis, narkotika atau biasa disebut narkoba

    diterjemahkan kedalam bahasa Arab dengan kata َراُت yang berasal الُمَخدَّ

    dari akar kata َتَْخِدْيرُ -يَُخدَّرُ -َخدَّر yang berarti hilang rasa, bingung, membius,

    tidak sadar, menutup, gelap dan mabuk, Sementara itu secara terminologi

    narkoba ialah setiap zat yang apabila dikonsumsi akan merusak fisik dan

    akal, juga membuat orang menjadi mabuk atau gila.22 Narkotika adalah

    sesuatu yang memabukkan dengan beragam jenis, yaitu heroin atau

    putaw, ganja atau mari juana, kokain dan jenis psikotropika; ekstasi,

    methamphetamine/sabu-sabu dan obat-obat penenang; pil koplo, BK,

    21Jl Kh Sholeh Iskandar, “Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif:

    Sebuah Studi Perbandingan,” (bogor: Universitas Ibnu Khaldun) h.47. 22Nurul irfan, “Fiqh Jinayah,( Jakarta: amzah, 2014) ,h. 172,

  • nipam dan lain-lain. Sesuatu yang memabukkan dalam Qur’an disebut

    khamr, artinya sesuatu yang dapat menghilangkan akal.23

    Namun dalam artian luas, khamr tidak saja berupa minuman atau

    Sesuatu yang mengandung alkohol. Rasulullah Saw menegaskan bahwa:

    ْْنما ِِض هللا عم ةم رم ِن إلِْبْتعِ ؟ :عمْن عمائِشم ِئلم عم م س م ُلة سم َلم هللا عملمْيِه وم إمنة إلنةِبَّية صم

    إمٌ :فمقمالم رم إٍب إمْسكمرم فمهموم حم م ُّ َشم ُكم

    “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata;

    saya bacakan di hadapan Malik; dari Ibnu Syihab dari Abu Salamah bin

    Abdurrahman dari 'Aisyah diaberkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi

    wasallam ditanya mengenai bit'u (yaitu minuman yang terbuat dari madu)

    Maka beliau bersabda “Setiap zat yang memabukkan itu khamr

    dan setiap zat yang memabukkan itu haram” 24

    وْ تمنماِهيمةٌ إلنُّصم قمائِعم غمْْيم مم ْإلوم تمنماِهيمٌة وم صم مم

    “Teks-teks hukum itu terbatas adanya sementara kasus-kasus

    hukum tiada batas”

    Oleh karena itu proses Ijtihad guna menemukan hukum harus

    dilakukan dengan menyusun seperangkat metodologi untuk menafsirkan

    ayat-ayat dan hadis-hadis dalam upaya mendekatkan pemahaman kepada

    maksud-maksud pensyari’atan hukum.25

    23Ashar Ashar, “Konsep Khamar dan Narkotika dalam al-Qur’an dan UU,” Journal

    FENOMENA 7, no. 2 (1 Desember 2015),h 274. 24 Abdulloh Bin Abudurrahman Alu Bassam, Syarah Hadits Pilihan Bukhori-Muslim, di

    terjemhkan oleh Kathur Suhandi, dari judul asli Taisirul-Allam Syarh Umadatul-Ahkam, Cetakan

    1, (jakarta: Darul Fatah, 2002). h, 113 25Wahyu setiawan, Perbandingan Madzab Ushul sebuah pengantar, (Yogyakarta: Idea

    Press, 2018) 92-93

  • Dapat dipahami bahwa khamr adalah zat yang memabukkan, baik

    ketika banyak maupun sedikit.Umar bin Khattab juga menegaskan bahwa

    “al-Khamru ma Khamara al-‘aql”, khamr adalah sesuatu yang menutupi

    akal. Hal ini menunjukkan bahwa arti khamritu sendiri adalah sesuatu

    yang menutupi. Narkoba tentu masuk dalam kategori pengertian di atas,

    karena seseorang yang menggunakannya menyebabkan mabuk dan

    akalnya tertutupi atau tidak berfungsi.

    Secara terminolgi, dalam kamus besar bahasa indonesia, narkoba

    atau narkotika adalah obat yang dapat menengkan saraf, menghilangkan

    rasa sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau meraangsang. Narkotika

    secara umum adalah semua zat yang mengakibatkan kelemahan atau

    pembiusan atau mengurangi rasa sakit.26

    Undang-Undang Narkotika No 35 tahun 2009 Pasal 1. Dalam

    Undang-Undang ini yang dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat

    yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi

    sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,

    hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat

    menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-

    golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.27

    Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat berbahaya.

    Selain narkoba, istilah lain yang diperkenalkan oleh Departemen

    Kesehatan Republik Indonesia adalah NAPZA yaitu singkatan dari

    26 Nurul irfan dan masyrofah, Fiqh jinayah, (jakarta: amzah, 2014) 173 27 Undang – Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Dalam Lembaran Negara

    Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, (Jakarta: Sekretariat Negara Ri).

  • narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya. Narkotika adalah zat yang

    berasal dari tanaman atau sintetis maupun semisintetis yang dapat

    menurunkan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

    menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.28

    Sebetulnya penggunaan narkotika, obat-obatan, psikotropika dan

    zat adiktif lainnya (NAPZA) untuk berbagai tujuan telah ada sejak jaman

    dahulu kala dengan berbagai alasan dan kepentingan. Dalam istilah

    sederhana NAPZA berarti zat apapun juga apabila dimasukkan kedalam

    tubuh manusia, dapat mengubah fungsi fisik dan/atau psikologis. NAPZA

    psikotropika berpengaruh terhadap system pusat syaraf (otak dan tulang

    belakang) yang dapat mempengaruhi perasaan, persepsi dan kesadaran

    seseorang.29

    2. Dasar Hukum Narkotika

    Nash yang pertama dalam surah al-baqoroh ayat 219 Allah

    berfirman:

    Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.

    Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa

    manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari

    manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka

    28Topo Santoso Dan Anita Silalahi, “Penyalahgunaan Narkoba Di Kalangan Remaja :

    Suatu Perspektif” Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 1 No. I (2000):H. 37. 29Ahmad Syafi’i, “Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perspektif Hukum Positif Dan

    Hukum Islam,” Hunafa: Jurnal Studia Islamika 6, No. 2 (15 Agustus 2009): 219.

  • nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah

    menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.30

    Setelah itu, turunlah Nash kedua yang melarangan mengkonsumsi

    minuman keras, Allah berfirman dalam surah al-Maidah ayat 90-91:

    Artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya

    (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib

    dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah

    perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.

    Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan

    dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi

    itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka

    berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).31

    ى ِ ٍ )روإه مس ند وإبو دإود يف َنم ْفَتم مم ْشِكٍر وم ُّ مم م عمْن ُكم ُلم سم َلم هللا عملمْيِه وم ْولم هللا صم سم رم

    س ته س ند حصيح(Artinya: Rosululloh SAW melarang setiap perkara yang

    memabukkan dan dapat melemahkan badan (diriwayatkan ahmad dan

    abu daud)32

    Menyatakan haram hukumnya penyalahgunaan narkotika dan

    semacamnya yang membawa kemudhorotan yang mengakibatkan rusak

    30QS. al-Baqarah (2): 219 31QS. al-Maidah (19): 90-91 32Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam,h. 80

  • mental fisiknya seseorang serta terancamnya keamanan masyarakat dan

    ketahanan nasioanal.33

    Namun dalam artian luas, khamr tidak saja berupa minuman atau

    Sesuatu yang mengandung alkohol. Rasulullah Saw menegaskan bahwa:

    ْْنما ِِض هللا عم ةم رم ِن إلِْبْتعِ ؟ إمنة إلنةِبَّية صم :عمْن عمائِشم ِئلم عم م س م ُلة سم َلم هللا عملمْيِه وم

    إمٌ :فمقمالم رم إٍب إمْسكمرم فمهموم حم م ُّ َشم ُكم

    “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata;

    saya bacakan di hadapan Malik; dari Ibnu Syihab dari Abu Salamah bin

    Abdurrahman dari 'Aisyah diaberkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi

    wasallam ditanya mengenai bit'u (yaitu minuman yang terbuat dari madu)

    Maka beliau bersabda “Setiap zat yang memabukkan itu khamr dan setiap

    zat yang memabukkan itu haram” 34

    وْ تمنماِهيمٌة إلنُّصم تمنماِهيمةٌ صم مم قمائِعم غمْْيم مم ْإلوم وم

    “Teks-teks hukum itu terbatas adanya sementara kasus-kasus

    hukum tiada batas”

    Oleh karena itu proses Ijtihad guna menemukan hukum harus

    dilakukan dengan menyusun seperangkat metodologi untuk menafsirkan

    ayat-ayat dan hadis-hadis dalam upaya mendekatkan pemahaman kepada

    maksud-maksud pensyari’atan hukum.35

    Dalam metode Qiyas sebagai aktivitas mujtahid atau suatu dalil

    hukum shari’i. Golongan yang memandang qiyas sebagai aktivitas

    mujtahid mendefinisikannya sebagai “memperluas berlakunya suatu nass

    hingga mencakup kasus-kasus baru yang semula tidak termasuk ke dalam

    33Fatwa MUI No 22 tahun 2011 tentang penyalahgunaan narkoba 34 Abdulloh Bin Abudurrahman Alu Bassam, Syarah Hadits Pilihan Bukhori-Muslim, di

    terjemhkan oleh Kathur Suhandi, dari judul asli Taisirul-Allam Syarh Umadatul-Ahkam, Cetakan

    1, (jakarta: Darul Fatah, 2002). 113 35 Wahyu setiawan, Perbandingan Madzab Ushul sebuah pengantar, h. 92-93

  • cakupan nass itu karena adanya persamaan illat”36 Larangan meminum

    khamar tidak diturunkan sekaligus namun diturunkan berangsur-angsur.

    Hal ini disebabkan kebiasaan mengonsumsi minuman keras dikalangan

    bangsa arab sudah merajalela.

    Dapat dipahami bahwa khamr adalah zat yang memabukkan, baik

    ketika banyak maupun sedikit. Umar bin Khattab juga menegaskan bahwa

    “al-Khamru ma Khamara al-‘aql”, khamr adalah sesuatu yang menutupi

    akal. Hal ini menunjukkan bahwa arti khamr itu sendiri adalah sesuatu

    yang menutupi. Narkoba tentu masuk dalam kategori pengertian di atas,

    karena seseorang yang menggunakannya menyebabkan mabuk dan

    akalnya tertutupi atau tidak berfungsi. Karena pada kenyataanya dalam

    Al-Qur’an adanya adalah Khamar maka di qiyaskan. Definisi qiyas

    adalah

    ْْكٍ ثْبماٍت حمٍِ ِِف إ ْعُلم ِ عمَلم مم ْعُلم لم مم ْ ْْكٍ َحم ثْبماٍت حم ِ

    ا ِمْن إ ممم ميْْنم اِمعٍ ب ا ِبأَْمٍر جم ْْنممم مْفْيِه عم ا إمْو ن مهممم ل

    ا ْْنممم ا عم مم مْفِِيِ َأْو ِصفمٍة َأْو نArtinya: menghubungkan sesuatu kepada sesuatu yang lain

    perihal ada atau tidak adanya hukum berdasarkan unsur yang

    mempersatukkan keduanya, baik berupa penetapan maupun peniadaan

    hukum/sifat dari keduannya.37

    Qiyas tidak akan terbentuk kecuali didukung oleh 4 (empat) unsur

    atau rukun yaitu al-asl, al-far’u, hukm al-asl dan ‘illah.

    Adapun al-asl adalah masalah pokok yang sudah jelas status

    hukumnya dengan berlandaskan nash syara’. Dan nama lain untuknya

    ialah maqis’ alaih, mahmul’ alaih dan musyabbah bih. Adapun al-far’u

    36Wahyu setiawan, Perbandingan Madzab Ushul sebuah pengantar, h. 181 37 Amr syarifudin, Ushul Fiqh 1, cetakan 5(jakarta: kencana, 2014) 317

  • adalah masalah yang tidak ditegaskan status hukumnya oleh syara’ dan

    nama lain untuknya ialah maqis, mahmul, dan musyabbah. Adapun hukm

    al-asl adalah status hukum yang ditetapkan nash syara’ terhadap al-ash,

    sedangkan ‘illah adalah suatu sifat (wasf) yang menjadi landasan

    keberadaan hukum al-asl, nama lainya ialah manat al-hukm38. Maka

    narkotika sama hukumnya dengan khamar karna sesuai dengan al-asl.

    Yaitu sama-sama memabukannya dan membuat seseorang yang

    mengkonsumsinya menjadi hilang kesadaran, qiyas ini bermaksud untuk

    menentukan hukuman bagi pelaku penyalahgunaan narkoba secara pasti

    dan adil.39 Namun semakin beredar luasnya narkotika dan yang tidak bisa

    terbendung lagi peredaranya maka para fuqoha sepakat bahwa seseorang

    yang mengkonsumsi, mengedarkan, memperdagangkan, memperjual

    belikan narkoba harus di hukum mati. Dan hal itu berasal dari hadist nabi

    SAW:

    ِةم، قال رسول هللا إ ْيرم رم ْن إمِِب هم كمرم عم إ سم كمرم ذم ة ِإْن سم ، ُثم ْوهم كمرم فماْجِِلم ة ِإْن سم ، ُثم ْوهم فماْجِِلم

    ، ةم فماْقتملموهم إِبعم ْن عمادم إلرةِ، فما ْوهم ةم، قال رسول هللا فماْجِِلم ْيرم رم ْن إمِِب هم إ عم ذم

    ِِبم ْإخلمْمرم إ َشم

    ةم فماْقتملموهم، إِبعم ْن عمادم إلرةِ، فما ْوهم ْن إمِِب فماْجِِلم ةم، قال رسول هللا عم ْيرم رم ةم هم ِبعم موإ إلرة ِب ْن َشم

    ِإ

    ، َأْن إلنةِِبة قال عمنْ ، وم فماْقتملموهمْ مةم اِوي عم ْن عمادم يِف إلثةاِلثمِة أ ْو :ممِةم فماْقتملموهم فما إِبعم .إلرة

    4484. Dari Abu Hurairah RA, ia berkata "Rosululloh SAW

    bersabda, jika seseorang mabuk, maka cambuklah ia,, jika kemudian ia

    mabuk lagi, maka cambuklah ia. Dan jika mabuk lagi, maka cambuklah

    ia. Dan jika ia kembali mengulangi keempat kalinya, maka bunuhlah ia."

    . Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda " jika

    seseorang meminum khamer, maka cambuklah. Dan jika ia

    mengulanginya untuk keempat kalinya maka bunuhlah dia."

    38 Asmawi, peerbandingan Ushuk Fiqh, (jakarta: Amzah, 2011) 94 39Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, 11

  • Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda " jika ia

    meminumnya untuk keempat kalinya, maka bunuhlah dia."

    Dari Mu’awiyah, bahwa Nabi SAW bersabda " jika ia kembali

    mengulanginya untuk ketiga (atau keempat)kalinya, maka bunuhlah ia40

    Hadist tersebut menjelaskan bahwa seseorang yang meminum

    khamer dan mengulangi perbuatannya itu sebanyak tiga kali (3x) dan

    yang ke empat kalinya (4x) dia dibunuh, mengingat bahayanya narkotika

    yang melebihi khamer, para penyalahguna narkotika yang

    mengkonsumsinya berulang kali harus diberi hukuman bunuh (hukuman

    mati). Wahhbah al-zahili juga menjelaskan:

    الة ِهم يِف ْإأَلْرِض إ ادم ِفْع فمسم مْندم مْم ي ْن ل مم , وم ْسِلِمْْيم اعمِة إلْمم مم فمِرِق إِلجم , ِمثْلم إلْمم ِِبلْقمْتِل قمِتلم

    إ َلة هللام عملمْيِه وم رم إلنةِِبُّ صم إممم يِْن, وم عِ يِف إدلة َِلم إلِْبدمإِعْي إ إدلة دم وم مم ٍل تمعم جم م ِبقمْتِل رم ُلة سم ِِلٍ وم

    _ فِ ِيُّ ٌ إلِْحْمْيم يُْلم م دم أَِلم سم , وم منْتمِه عمْن عملمْيِه إْلِكْذبم مْم ي ةْن ل نمِد َعم س ْ ا يمْرِويِْه إمَْحمدم يِف إلْمم ْيمم

    ِب ْ ِة, فمقمالم َشم إِبعم ِة إلرة رة ْمِر يِف إلْمم ةم :إلْخم المصم إلْخم . وم ْ كمْوهم فماْقتملمْوهم مَْتم مْم ي ْن لِْوزم إلْقمْتلم :فما م ةهم َيم إمن

    ْدِمِن مم ِم وم ْجرمِْعتماِدي ْإال ًة ِلمم يماسم , وحنوه. س ِ ِ ْوَلم ْجرِِمي إمْمِن إدلة مم اِد وم عماِة إلْفمسم دم ْمِر وم إلْخم

    Orang yang kejahatannya di muka bumi tidak dapat dihentikan

    kecuali dengan dibunuh, maka ia (harus) dibunuh; misalnya orang yang

    memecah belah jamaah kaum muslimin dan orang yang mengajak ke-

    bid’ah-an dalam agama… Nabi memerintahkan agar membunuh orang

    yang sengaja berdusta atas namanya. Nabi ditanya oleh Dailam al-

    Himyari –dalam riwayat Ahmad dalam Musnad-nya-- tentang orang yang

    tidak mau berhenti minum khamar pada kali keempat (minum yang

    keempat kali setelah diingatkan); beliau bersabda: “Jika mereka tidak

    mau meninggalkan (tidak mau berhenti minum), maka bunuhlah”.

    Kesimpulan-nya: Boleh menjatuhkan hukuman mati sebagai siyasah

    (politik hukum) kepada orang yang selalu melakukan kejahatan (tindak

    pidana), peminum khamar, pelaku kejahatan (berupa gangguan

    terhadap) keamanan negara, dan sebagainya.41

    40 Muhammad Nashruddin Al-Albani, Shahih Sunan Abu Daud (Seleksi Hadist Shahih

    Dari Kia Sunan Abu Daud) Terj. Tajudin Arief, Buku 3 (Jakarta: Pustaka Azzam, 1998) h. 139 41 Wahbah al-Zahili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, (Damsyiq: Dar al-Fikr, 2004), juz

    7, halaman 5595

  • Apa bila seseorang melakukan sejumlah kejahatan yang

    kesemuanya itu ancaman hukumnnya adalah hukuman hadd. Di antara

    hukuman hadd tersebut terdapat hukuman hadd bunuh, seperti seseorang

    melakukan kejahatan pencurian, perzinaan sementara ia berstatus muhsan,

    menegak minuman keras, membunuh dalam aksi pembegalan. Dalam hal

    ini, para ulama berbeda pendapat ulama Hanafiah, ulama Malikiyah, dan

    ulama Hanabilah mengatakan, dalam hal ini, berlaku prinsip at-tadaakhul

    pada semua hukuman hadd untuk kasus-kasus kejahatan tersebut.

    Sehingga si terpidana dihukum hadd bunuh saja, sedangkan hukuman-

    hukuman hadd lainnya gugur dan sudah terintergrasikan ke dal