skripsi · 2020. 1. 13. · bab i pendahuluan a. latar belakang masalah hukuman mati merupakan...
TRANSCRIPT
-
SKRIPSI
HUKUMAN MATI BAGI PENGEDAR NARKOTIKA
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG
NO 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA
Oleh:
M. FAJAR MUTTAQIN
NPM. 1502030038
Jurusan Al Ahwal Al Syakhshiyyah
Fakultas Syariah
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
1440 H / 2019 M
-
HUKUMAN MATI BAGI PENGEDAR NARKOTIKA
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG
NO 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
M. FAJAR MUTTAQIN
NPM. 1502030038
Pembimbing I : Dr. Hj. Tobibatussaadah, M.Ag
Pembimbing II : Sainul, SH, MA
Jurusan Al Ahwal Al Syakhshiyyah
Fakultas Syariah
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
1440 H / 2019 M
-
ABSTRAK
HUKUMAN MATI BAGI PENGEDAR NARKOTIKA
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG
NO 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA
Oleh:
M. FAJAR MUTTAQIN
NPM. 1502030038
Penelitian ini membahas mengenai bagaimana hukuman mati bagi pengedar
narkotika perspektif Hukum Islam Dan Undang-Undang No 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika dalam penelitan ini lebih terfokus dalam pandangan serta persamaan dan
perbedaan dari perspektif kedua hukum tersebut.
Penelitian ini adalah penelitan kepustakaan (Library research), yang telah dimana
data yang dihimpun melalui beberapa kitab Al-Qur’an, Hadist, Ijtihad dan buku mengenai
hukum Islam, undang-undang, media massa serta artikel-artikel dan jurnal.
Maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Islam mengakui eksistensi
hukuman mati dan memberlakukannya dalam qishas, hudud dan ta’zir dan negara boleh
melaksanakan hukuman mati kepada pelaku kejahatan tertentu dan undang-undang no 35
tahun 2009 tentang narkotika, hukuman mati dalam Islam dan UU sama-sama mengatur
sanksi hukuman mati, dari segi perbedaan hukuman mati menurut hukum Islam dan UU
memiliki perbedaan dalam tata cara pelaksanaan eksekusi hukuman mati.
Kata Kunci : Hukuman Mati, Hukum Islam, Undang-Undang No 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika
-
MOTTO
Artinya: dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat)
bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung,
telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa
yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa
baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah,
Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. (Q.S. Al-Maidah: 45)1
1 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro,
2005), h. 92
-
PERSEMBAHAN
Tiada usaha yang menghianati jika mau terus berusaha maka kita akan
mendapatkan hasil yang kita harapkan serta diiringi dengan alunan doa dan tawakal maka
hasil tak kan menghianati suatu proses, terimakasih untuk doa dan support yang selama
ini diberikan, semoga segala ilmu yang telah saya peroleh menjadikan saya lebih
bermanfaat lagi bagi orang0orang disekitar saya, serta bagi kehiduoan kedepannya
aamiin. Oleh karena itu, dengan rasa bangga dan bahagia saya haturkan rasa syukur dan
terimakasih saya kepada :
1. Ibu dan Bapak ku tercinta, yang telah memberikan dukungan moril maupun materil
serta doa yang tiada henti, karena tiada yang lebih indah dari lantunan do’a yang
paling khusuk selain do’a yang terucap dari orang tua, karena itu terimalah
persembahan bakti dan cintaku untuk kalian Bapak dan Ibuku.
2. Adik saya Sofi Annisatun Mahmudah, terima kasih telah memberi dan mendukung
saya sepenuhnya
3. KH. Muhamad Khusnan Hadi dan Ibu Nyai Khusnul Khotimah, yang saya ta’dzimi
dan saya harapkan barakah ilmunya, yang telah memberikan pendidikan agama dan
tempatku menimba ilmu selama di Pon-Pes Darul Ma’arif,.
4. Ustadz-ustadzah yang membimbing diriku selama ini
5. Almamaterku tercinta
-
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, atas taufik hidayah dan
inayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini. Penulisan
skripsi ini adalah sebagai salah satu bagian dari persyaratan untuk menyelesaikan
pendidikan jurusan Al Ahwal Al Syakhshiyyah Fakultas Syariah IAIN Metro guna
memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H).
Dalam upaya penyelesaian skripsi ini, peneliti telah menerima banyak bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karenanya peneliti mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Enizar, M.Ag, selaku Rektor IAIN Metro,
2. Bapak H. Husnul Fatarib, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Syariah
3. Ibu Nurhidayati, S.Ag.,MH, selaku Ketua Jurusan Al Ahwal Al Syakhshiyyah,
4. Ibu Dr. Hj. Tobibatussaadah, M.Ag, selaku Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan yang sangat berharga kepada peneliti.
5. Bapak Sainul, SH, MA, selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah dan
Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan yang sangat berharga kepada
peneliti.
6. Bapak dan Ibu Dosen/Karyawan IAIN Metro yang telah memberikan ilmu
pengetahuan dan sarana prasarana selama peneliti menempuh pendidikan.
7. Sahabat-sahabat di pondok pesantren darul ma’arif yang telah membantu saya dan
menyemangati saya selama ini.
6. Terkhusus Kerabat kawan seperjuangan Camp Ungu (M. Fajar Efendi, Abdul Aziz
Khotibul Umam, Hariri, Hizar, Bambang Prasetyo, M. Khusaini, Saiful Anwar A.
Rafi Yogatama, Idris Sufiandi, dan Ahmad Ariyanto) dan sahabat keluarga cemara
(Ririn Septiana dan Fitri Utami) dan kawan-kawan pengurus Pon-Pes Darul Ma’arif
yang telah memberi warna selama duduk belajar dan melewati masa selama
menempuh jenjang pendidikan. Dan seluruh teman-teman di jurusan AS yang tidak
bisa saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas kebersamaan dan pelajaran hidup
selama ini.
-
DAFTAR ISI
Hal.
HALAMAN SAMPUL .............................................................................................. i
HALAMAN JUDUL ................................................................................................. ii
NOTA DINAS............................................................................................................ iii
PERSETUJUAN ....................................................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................................. v
ORISINALITAS PENELITIAN .............................................................................. vi
MOTTO ..................................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ..................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ............................................................................................... ix
DAFTAR ISI.............................................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ........................................................................ 10
C. Tujuan Penelitian............................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian............................................................................. 10
E. Penelitian Relevan ............................................................................. 11
F. Metode Penelitian .............................................................................. 12
1. Jenis dan Sifat Penelitian ............................................................ 14
2. Sumber Data ............................................................................... 16
3. Metode Pengumpulan Data ......................................................... 17
4. Teknik Analisis Data .................................................................. 18
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................. 11
A. Hukuman Mati di Indonesia .............................................................. 11
B. Hukuman Mati Menurut Islam .......................................................... 32
C. Narkotika Menurut Hukum Islam ..................................................... 38
D. Narkotika Menurut UU No 35 tahun 2009 ........................................ 49
E. Tujuan Hukuman Mati ...................................................................... 56
-
F. Pengedar Narkotika ........................................................................... 58
BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................... 62
A. Hakikat Hukuman ............................................................................. 62
B. Analisis Hukuman Mati Pengedar Narkotika Perspektif
Hukum Islam dan UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika ........... 65
C. Komparasi Hukuman Mati Pengedar Narkotika Perspektif
Hukum Islam dan UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika ......... 74
D. Tabel perbandingan Hukuman Mati .................................................. 78
BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 85
A. Kesimpulan ....................................................................................... 85
B. Saran .................................................................................................. 86
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
-
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Bimbingan
2. Outline
3. Formulir Konsultasi Bimbingan Skripsi
4. Surat Keterangan Bebas Pustaka
5. Riwayat Hidup
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukuman mati merupakan salah satu sanksi hukum pidana yang masih
dianut, diatur dan diterapkan oleh negara-negara hukum modern di dunia
termasuk oleh Negara Hukum Indonesia. Di Indonesia sudah puluhan orang
dieksekusi mati mengikuti sistem KUHP peninggalan kolonial Belanda.
Bahkan selama Orde Baru korban yang dieksekusi sebagian besar
merupakan narapidana politik.
Hukuman mati sebagai sanksi ta’zir tertinggi hanya diberikan kepada
pelaku jarimah yang berbahaya sekali, berkaitan dengan jiwa, keamanan, dan
ketertiban masyarakat, oleh karena itu, sangatlah tepat jika menetapkan
hukuman mati bagi produsen atau pengedar narkotika, kedua jarimah ini
sangatlah membahayakan manusia. Sehingga mampu memberikan rasa
keadilan kepada semuanya, menjaga keamanan manusia dimuka bumi serta
menjaga agar tidak terjadi teror di masyarakat dan teror yang membahayakan
negara.
Walaupun Pasal 28 ayat (1) amandemen kedua UUD 1945,
menyebutkan: "Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan
pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk
diakui sebagai pribadi di depan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas
dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak
-
dapat dikurangi dalam keadaan apapun". Namun KUHP dan beberapa
peraturan perundang- undangan pidana diluar KUHP seperti UU Narkotika,
UU Anti Korupsi, UU Anti terorisme, dan UU Pengadilan HAM tetap
mencantumkan ancaman hukuman mati.
Dalam memahami keadilan bersama perlu adanya hukuman pokok
yakni hukuman mati guna menciptkan rasa aman dan ketertiban, belum lagi
para residivis yang mengulang kembali kejahatannya perlu diberi hukuman
yang lebih berat karena hukuman semula diberikan dirasa tidak memiliki efek
jera, hukuman mati pula akan memberikan dampak positif guna kepentingan
umum karena akan mengurangi teror di masyarakat dan teror yang
membahayakan negara. Hukuman mati akan memberikan perlindungan
terhadap agama, nyawa, akal, kehormatan dan harta benda.
Pengedaran narkotika adalah kejahatan yang semakin meluas dari
waktu ke waktu hampir semua elemen yang terdapat di dalam masyarakat
dengan tanpa membedakan status sosial dapat dimasuki oleh narkotika dan
psikotropika, seperti anak-anak, pelajar, mahasiswa, selebritis, lembaga
profesional dan tidak sedikit para oknum pejabat. Biasanya diawali dengan
coba-coba saja atau melakukan hal tersebut agar di anggap hebat oleh
temannya. Masalah dari mana ia dapat barang tersebut bukan hal yang sulit
bisa saja dari temannya yang berkecukupan.2 Narkotika bisa masuk dengan
mudah keelemen-elemen tersebut. Saat ini sasaran peredaran gelap dan
penyalahgunaan narkoba tidak pandang bulu baik usia, status ekonomi,
2Heriadi willy, Berantas Narkoba tak Cukup Hanya Bicara Tanya Jawab Opini.
(Yogyakarta: UII Press, 2005) 51
-
religius atau bukan, harmonis atau tidak, tetap semua potensi melakukan
penyalahgunaan narkoba itu.3 Keadaan ini perlu adanya perhatian dari hukum
secara tegas dan jelas karena merupakan ancaman terhadap kehidupan negara.
Hukum selaku alat yang mengatur pertahanan dan keamanan negara untuk
mengatasi bahaya yang mengancam negara pada tindak penyalahgunaan
narkotika harus bergerak lebih cepat mengingat tingkat kejahatan narkotika
yang begitu kejam. Hukum merupakan alat utama masyarakat dalam rangka
memperoleh perlindungan dan keadilan serta memberikan pemahaman yang
konkrit terhadap perkembangan tindak kejahatan yang dapat merusak jiwa
manusia dan negara yaitu narkotika.
“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.4 (pasal 1
angka 1 UU 22./.Th. 1997).
“Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis
bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku”.5
Dengan berbagai model dan bentuk yang ditawarkan dimana setiap
jenisnya memiliki efek yang berbeda, yang sangat menarik di kalangan
3Ibid, 51 4Hari sasangka, Narkotika Dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, (Bandung: Mandar
Maju, 2003). 4 5 Republik Indonesia, Undang-undang No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, Pasal 1
-
terutama pemuda, dilatar belakangi oleh pendidikan yang rendah dan
pergaulan yang kurang baik, sehingga dimanfaatkan oleh para pengedar
Narkotika untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dan
menghancurkan moral manusia.6
Undang-undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika tentang
Narkotika telah menjelaskan mengenai pengertian, jenis, serta efek dari
narkotika. Penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika telah banyak
dilakukan oleh aparat penegakan hukum dan telah banyak mendapatkan
putusan hakim di sidang pengadilan. Penegakan hukum ini diharapkan mampu
sebagai faktor penangkal terhadap merebaknya peredaran perdagangan
narkotika, tapi dalam kenyataan justru semakin intensif dilakukan penegakan
hukum, semakin meningkat pula peredaran perdagangan narkotika tersebut.
Ketentuan Pidana UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Seperti yang
terdapat dalam pasal 114 yang berbunyi:
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk
dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli,
menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
6Zainudin ali, Hukum Islam¸ cetakan 4 ( jakarta: sinar grafika, 2013) 114
-
(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,
menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima
Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam
bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5
(lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima)
gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup,
atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). 7
Undang-undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika merupakan
undang-undang pembaruan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997
tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3698);
dan Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3671) yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut
Undang-Undang ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.8
Didalam hukum Islam narkoba dipandang sebagai zat yang sangat
berbahaya. Pada zaman Nabi Khamar masih bersifat tradisional dan cara
penggunaannya hanya dengan diminum. Hal ini sesuai dengan penamaannya,
7 Republik Indenesia, Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Pasal 114 8 Ibid. Pasal 153
-
yaitu Jarimah syurb al-khamr atau meminum khamar. Namun, saat ini al-
Khamr yang secara etimologis berarti sesuatu yang bisa menutup akal, disebut
dengan narkotika.9
Hukuman mati dalam Islam merupakan ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Allah untuk mencegah kejahatan demi kelangsungan hidup
manusia serta sebagai perlindungan terhadap jiwa dan penghormatan terhadap
kehidupan manusia. Islam mengenal adanya qishas, qihsas ini merupakan
jenis hukuman mati dalam Islam bagi tindak pembunuhan disengaja.
Dalam hukum Islam kewenangan pelaksanaan pidana mati adalah
kewenangan Ulil Amri, atas permintaan ahli waris atau keluarga korban (jika
hal kasus ini adalah kasus pembunuhan). Sudah menjadi kesepakatan para
fuqaha, orang yang boleh menjalankan hukuman qishash hudud adalah
Kepala Negara yakni Imam atau wakilnya, yakni petugas yang diberi
wewenang, karena hukuman had merupakan hak Tuhan yang dijatuhkan
untuk kepentingan masyarakat. Oleh karena itu harus diserahkan kepada
wakil masyarakat yaitu kepala Negara.10 Dalam kitab-kitab fiqh, pembahasan
tentang pidana mati menjadi bagian dari pembahasan tentang kriminalitas
(al-jinayah) seperti pencurian (al-sariqah), minuman keras (al-khamr),
perzinaan (al-zina), hukum balas/timbal balik (al-qishas), pemberontakan (al-
bughat), dan perampokan (qutta’u tariq). Dalam wilayah lain, pidana mati
juga dijatuhkan kepada pelaku perzinaan dalam bentuk dilempar batu hingga
mati (al-rajam) untuk pelaku perzinaan yang sudah menikah. Juga pidana
9 M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam. (Jakarta: Amzah, 2016) 59 10 Abdoerraoef, Al-Qur’an dan Ilmu Hukum, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), h 158
-
mati dilakukan dalam kasus pemberontakan (al-bughat) dan pindah agama
(al-riddah) yang dikenal sebagai hukuman (al-had/al-hudud) atas
pengingkaran terhadap Islam. Termasuk dalam kasus meninggalkan ibadah
salat, beberapa ulama mempersamakannya dengan murtad (al-riddah). 11
Karena pada kenyataanya dalam Al-Qur’an adanya adalah Khamar maka di
qiyaskan. Definisi qiyas adalah
ثْبماِا ِمْن إ ممم ميْْنم ٍ ب اِمع ا ِبأَْمٍر جم ْْنممم مْفْيِه عم ا إمْو ن مهممم ْْكٍ ل ثْبماٍت حم
ٍِ ِِف إ ْعُلم ِ عمَلم مم ْعُلم لم مم ْ ْْكٍ َأْو َحم ٍت حم
ا ْْنممم ا عم مم مْفِِيِ ِصفمٍة َأْو نArtinya: menghubungkan sesuatu kepada sesuatu yang lain perihal
ada atau tidak adanya hukum berdasarkan unsur yang mempersatukkan
keduanya, baik berupa penetapan maupun peniadaan hukum/sifat dari
keduannya.12
Qiyas tidak akan terbentuk kecuali didukung oleh 4 (empat) unsur atau
rukun yaitu al-asl, al-far’u, hukm al-asl dan ‘illah.
Adapun al-asl adalah masalah pokok yang sudah jelas status
hukumnya dengan berlandaskan nash syara’. Dan nama lain untuknya ialah
maqis’ alaih, mahmul’ alaih dan musyabbah bih. Adapun al-far’u adalah
masalah yang tidak ditegaskan status hukumnya oleh syara’. dan nama lain
untuknya ialah maqis, mahmul, dan musyabbah. Adapun hukm al-asl adalah
status hukum yang ditetapkan nash syara’ terhadap al-ash, sedangkan ‘illah
adalah suatu sifat (wasf) yang menjadi landasan keberadaan hukum al-asl,
nama lainya ialah manat al-hukm13. Maka narkotika sama hukumnya dengan
khamar karna sesuai dengan al-asl. Dengan maksud untuk menentukan
11 Al Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1973), hlm. 79. 12 Amr syarifudin, Ushul Fiqh 1, cetakan 5(jakarta: kencana, 2014) 317 13 Asmawi, peerbandingan Ushuk Fiqh, (jakarta: Amzah, 2011) 94
-
hukuman bagi pelaku penyalahgunaan narkoba secara pasti dan adil.14 Dasar
hukum pengedar narkotika ialah menggunakan Qiyas Awla, Qiyas Awla yaitu:
ا مِت مم ئ ِق ِبهِ َكم لْحم ْْكِ ِفْيِه ِمنم إلْمم قم إمْوَلم ِِبلْحم لْحم نم إلْمم َكم ْْكِ وم ْوِجبمٌة ِللْحم م ِفْيِه مم إلِْعَّلةArtinya: Suatu Qiyas yang ‘illatnya itulah yang mewajibkan hukum.
Atau dengan kata lain, suatu Qiyas yang hukum yang diberikan kepada pokok
lebih patut diberikan kepada cabang.
Atau dalam pengertian yang lebih mudah adalah kuantitas ‘illat pada
cabang qiyas lebih kuat dari yang ada pada pokok qiyas, atau qiyas yang
hukumnya pada furu’ lebih kuat dari pada hukum ashl, karena ‘illat yang
terdapat pada furu’ lebih kuat dari yang ada pada ashl.15 Pengedar narkoba
hukumnya lebih berat dari pada yang menggunakannya karena ‘illat yang
terdapat Pengedar lebih utama dari pada yang terdapat pada yang
menyalahgunakan. Hukuman ini memang tepat dan benar, karena pada
hakikatnya, para pengedar itu membunuh bangsa-bangsa demi mengeruk
kekayaan. Oleh karena itu, mereka lebih layak mendapatkan hukuman qishas
dibandingkan orang yang membunuh seorang atau dua orang manusia.
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika maupun hukum Islam
memandang bahwa narkoba adalah dilarang keberadaanya apabila
disalahgunakan dan diedar luaskan. Karena memang dampak negatifnya
sangatlah besar yang mengancam jiwa, akal, agama dan harta manusia dan
sulit sekali bahkan hampir tidak bisa disembuhkan dalam waktu singkat dan
kemungkinan besar sampai merenggut nyawa manusia yang sangat banyak
dalam sekali waktu, MUI sebagai lembaga Islam di Indonesia berpendapat
14 Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, 11 15 Totok jumantoro dan samsul munir amin, Kamus Ushul Fikih, cet 2 (jakarta: Amzah,
2009) 278
-
bahwa kejahatan narkoba merupakan salah satu ancaman terbesar bagi bangsa
dan negara kita, merupakan kejahatan luar biasa yang harus dihadapi secara
sangat serius dan dengan tindakan hukum yang luar biasa juga sebagai
pengimbang dalam memenuhi tujuan hukum itu sendiri.16 Kejahatan-kejahatan
tersebut tidak akan bisa dihadapi hanya dengan tindakan hukum yang normal.
Fenomena kompleksitas peredaran narkotika laksana benang kusut
yang harus segara diurai. Berdasarkan hal tersebut, problematika pencegahan
dan penanggulangan dengan tindak pidana hukuman mati bagi pelaku
narkotika menjadi hal yang signifikan untuk dikaji dan di teliti, mengingat
permasalahan tersbut bukan saja menyangkut kepentingan nasional.
Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah mengenai
tinjauan hukum positif dan hukum Islam terhadap hukuman mati bagi
pengedaran narkotika membandingkan kedua hukum tersebut. Pentingnya
menggunakan penelitian pustaka dalam kajian ini adalah untuk memperkaya
sumber pustaka tentang teori hukuman mati bagi pengedaran narkotika yang
saat ini masih sangat terbatas.
B. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana hukuman mati bagi pengedar narkotika perspektif hukum
Islam dan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dimaksudkan untuk memberikan arah yang tepat
dalam proses dan pelaksanaan penelitian yang dilaksanakan agar penelitian
16Fatwa MUI: Nomor 22 tahun 2011 Tentang penyalahgunaan Narkotik
-
tersebut berjalan sesuai dengan apa yang hendak dicapai. Penelitian ini
dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
Untuk mengetahui hukuman mati bagi pengedar narkotika perspektif
hukum Islam dan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan kontribusi kepada seluruh masyarakat
Indonesia, khususnya masyarakat muslim baik dari segi teori maupun praktek
sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Memperkaya khasanah keilmuan dalam bidang narkotika
khususnya mengenai hukuman mati bagi pengedar narkotika.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
pemikiran ilmiah khususnya kepada penulis dan kepada masyarakat Islam
pada umummnya, yang berkaitan dengan narkotika.
E. Penelitian Relevan
Dalam uraian penelitian ini tidak terlepas dari tinjauan terdahalu
sebagai dasar dan perbandingan penelitian untuk membedakan penelitian ini
dengan penelitian yang sebelumnya. Adapun kesimpulan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
-
1. “Hukuman Mati Bagi Pengedar Narkoba ditinjuai dari Hukum Islam”. 17
Penelitian ini hukuman mati bagi pendedar narkoba ditinjuai dari
Hukum Islam.18
Perbedaan dengan penelitian ini adalah:
a. Pembahasan yang saya bahas dalam skripsi ini merupakan
perbandingan/komparasi antara hukum Islam dan UU No. 35 Tahun
2009 Tentang Narkotika mengenai hukuman mati bagi pengedar
narkotika, memadukan kedua teori tersebut. Sedangkan penelitian
terdahulu hanya memfokuskan pada hukum Islam dengan menekankan
dalam tujuan syara’ menetapkan hukum untuk kemaslahatan manusia.
Maka kita dapati tujuan dari hukum Islam ini bersifat abadi tidak
terbatas pada lapangan materil yang bersifat sementara karena faktor
individu, masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya selalu
diperhatikan dan dirangkaikan satu sama lain, dan dengan hukum
Islam dimaksudkan agar kebaikan mereka dapat terwujud.
b. Persamaan penelitian saya dengan penelitian terdahulu yaitu
pembahasan mengenai hukuman mati bagi pengedar narkotika, peneliti
terdahulu mengkaji pada hukuman mati bagi pengedar narkotika dalam
hukum Islam sedangkan dalam penelitian saya mengkaji pada
pengedar narkotika perspektif hukum Islam dan UU No. 35 Tahun
2009 Tentang Narkotika.
17 Sholihudin Al Ghozali, “Penerapan Hukuman Mati Bagi Pengedar Narkoba Ditinjau
Hukum Islam” skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Syariah STAIN Metro tahun 2006 18 Ibid,
-
c. Perbandingannya penelitian terdahulu hanya terfokus pada hukum
Islam yang membenarkan pengedar narkoba dijatuhi hukuman mati
sebagai balasan Qishas, sedangkan penelitian saya mengkaji pada
hukuman mati bagi pengedar narkotika perspektif hukum Islam dan
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
2. Pandangan Hukum Islam Terhadap Hukuman Mati Bagi Terpidana Bali
Nine Dalam Tindak Pidana Penyalahguna Narkotika19
Perbedaan dengan penelitian saya adalah:
a. Penelitian terdahulu hukuman mati pada pelaku penyahguna narkotika
dan bali nine dalam sudut pandang hukum Islam, sedangkan pada
penelitian saya hukuman mati bagi pengedar narkotika Prespektif
ohukum Islam dan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
b. Penelitian terdahulu lebih fokus pada penyalahguna bali nine dan
narkotika sedangkan pada penelitian saya lebih fokus pada hukuman
mati bagi pengedar narkotika Perspektif hukum Islam dan UU No. 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian saya adalah:
a. Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian saya adalah sama-
sama membahas hukuman mati pada kejahatan narkotika, namun
penelitian terdahulu lebih fokus pada hukum Islam sedangkan
penelitian saya lebih kepada komparasi dua hukum yaitu hukum Islam
dan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
19 Khermarinah “Pandangan Hukum Islam Terhadap Hukuman Mati Bagi Terpidana Bali
Nine Dalam Tindak Pidana Penyalahguna Narkotika” Manhaj, Vol 4, Nomor 1, (Januari-april
2016)
-
3. “Tinjauan Yuridis Tentang Hukuman Mati Bagi Pelaku Kasus Narkoba
Perspektif Hukum Nasional Dan Hukum Islam”20
Perbedaan dengan penelitian saya adalah:
a. Penelitian terdahulu lebih memusatkan pada tinjauan yuridis tentang
hukuman mati pada pelaku penyahguna narkotika dalam hukum
nasional dengan aturan hukum mengenai narkoba dalam undang-
undang No 35 tahun 2009 tentang narkotika dan undang-undang No 5
tahun 1997 tentang psikotropika dan hukum Islam, sedangkan pada
penelitian saya lebih menitikberatkan pada hukuman mati bagi
pengedar narkotika Prespektif hukum Islam dan undang-undang No
35 tahun 2009 tentang Narkotika
b. Permasalahan pada penelitian terdahulu lebih fokus pada penjatuhan
hukum terhadap pelaku kasus narkoba dalam hukum Islam dan
efektifitas hukuman mati dalam menanggulangi peredaran narkoba di
indonesia sedangkan pada penelitian saya lebih fokus pada bagaimana
hukuman mati bagi pengedar narkotika Perspektif hukum Islam dan
undang-undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
20 Ahmad Rusyaid ahyar, Tinjauan Yuridis Tentang Hukuman Mati Bagi Pelaku Kasus
Narkoba Perspektif Hukum Nasional Dan Hukum Islam, Skripsi Jurusan hukum pidana dan
ketatanegaraan fakultas syariah dan hukum UIN alaudin makasar 2016 dalam
www.Portalgaruda.co.id diunduh pada 12 April 2019
http://www.portalgaruda.co.id/
-
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
a. Jenis Penelitian
Penelitian ini dapat meliputi penelitian laboraterium,
penelitian perpustakaan dan penelitian kancah.21 Dalam penelitian
skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library
research), yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode
pengumpulan data pustaka membaca dan mencatat serta mengolah
bahan penelitiannya. Penelitian pustaka adalah suatu penelitian yang
dilakukan untuk menghimpun dan mengakses data bersumber dari
kepustakaan, baik berupa buku-buku, artikel, majalah-majalah ilmiah
yang diterbitkan secara berkala, kisah-kisah sejarah, dokumen-dokumen,
dan materi perpustakaan lainnya, dapat dijadikan sumber rujukan untuk
menyusun laporan ilmiah.22
Dengan demikian peneliti mengumpulkan data yang diperlukan
dengan cara mengumpulkan bahan-bahan informasi yang berkaitan
dengan penelitian peneliti seperti buku-buku dan artikel kemudian
dianalisa untuk menjawab permasalahan peneliti tentang hukuman mati
bagi pengedar narkotika perspektif hukum Islam dan UU No. 35 Tahun
2009 Tentang Narkotika.
21Cholid narbuka dan abu achmadi, metodelogi penelitian, (jakarta: PT bumi Aksara,
2016) 41 22 Abdurr Rahmat Fathoni, metodologi penelitian dan penyusunan skripsi, (Jakarta: PT
Renika Cipta, 2006), 95-96.
-
b. Sifat Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian
deskriptif komparatif. Penelitian deskriftif adalah penelitian yang terdiri
atas satu variabel atau lebih dari satu variabel namun, variabel tidak
saling bersinggungan sehingga disebut penelitian bersifat deskriftif.23
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif yang ingin
mencari jawaban secara mendasar tentang sebab-akibat, dengan
menganalisa faktor-faktor penyebab terjadinya aataupun munculnya
suatu fenomena tertentu.24 Penelitian ini berupaya menganalisis tentang
hukuman mati bagi pengedar narkotika perspektif hukum Islam dan
hukum positif.
Kemudian komparatif yaitu dengan membandingkan hasil yang
didapat, dalam hal ini perbandingan antara sistem hukum Islam dan UU
No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika sehingga dapat diperoleh suatu
gambaran masalah dan landasan penyelesaian.
2. Sumber data
Sumber data adalah subjek dari mana data-data diperoleh.25
Sumber data diperoleh dengan cara mengumpulkan data dari berbagai
sumber kepustakaan kemudian ditelaah dan memformulasikannya dalam
bentuk uraian yang argumentatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah
sumber data sekunder yang dibagi kedalam tiga jenis bahan yaitu: bahan
primer, bahan sekunder, dan bahan tersier.
23 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian ,” (Jakarta: Rajawali press, 2014) 75. 24 Ibid, 25 Ibid,129
-
a. Bahan Primer
Adapun sumber primer yang penulis maksud disini yaitu dari
Al-Qur’an dan al-hadits serta kitab al-fiqh al-Islami wa adillatuhu
karangan wahbah al-zahili dan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika.
b. Bahan sekunder
Sumber sekunder adalah data yang dapat menjelaskan atau
mendukung bahan primer. Sumber data sekunder bahan sekunder
merupakan data yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-
buku, hasil penelitian yang berwujud laporan, buku-buku harian
majalah, koran, makalah, dan lain-lain.26 Adapun bahan sekunder
yang peneliti gunakan dalam penelitian ini ialah Hukum Pidana Islam
dan Fiqh Jinayah karangan M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam
karangan Zainudin Ali, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum
Pidana karangan Hari Saangka dan buku-buku yang relevan dengan
pembahasan skripsi ini.
c. Bahan Tersier
Data tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan primer dan bahan sekunder seperti Kamus
Besar Bahasa Indonesia, dan internet.27
26 Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: UI Press, 1986) 23 27 Lexy J. Meloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
2000) 6
-
3. Metode Pengumpulan Data
Penelitian hukum yang penulis lakukan termasuk jenis penelitian
dengan analisis isi (content analysis) secara sederhana di artikan sebagai
metode untuk mengumpulkan dan menganalisis muatan dari sebuah
“teks”.28 Teks dapat berupa kata-kata, makna gambar, simbol, gagasan,
tema dan bermacam bentuk pesan yang dapat di komunikasikan. Analisis
isi berusaha memahami data bukan sebagai kumpulan peristiwa fisik,
tetapi sebagai gejala simbolik untuk mengungkap makna yang terkandung
dalam sebuah teks, dan memperoleh pemahaman terhadap pesan yang
direpresentasikan, sesuai tujuannya, maka metode analisis isi menjadi
pilihan untuk diterapkan pada penelitian yang terkait dengan isi
komunikasi dalam sebuah teks.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode pengumpulan data dengan content analysis, yaitu dengan
menganalisis buku-buku, kitab-kitab, surat kabar, dan lain lain. Pada
penelitian ini akan berupaya untuk mendeskripsikan tentang hukuman
mati bagi pengedar narkotika perspektif hukum Islam dan UU No. 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika.
4. Tekhnik Analisis Data
Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa
melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu
28 Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, 22
-
dengan teori-teori yang telah didapatkan sebelumnya.29 Masri
Singarimbun dan Sofian Efendi mengemukakan bahwa analisa data
adalah proses penyederhanaan data dalam bentuk yang lebih mudah
dibaca dan diinterprestasikan.30 penelitian ini mengunakan analisis
deskriptif. Sesuai dengan namanya metode penelitian deskriptif bertujuan
untuk membuat deskripsi, yaitu gambaran atau pesan secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai fenomena atau hubungan antara fenomena
yang diselidiki. Dengan kata lain, metode diskripsi menggambarkan sikap
suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dan
memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Jadi, penelitian
deskripsi menekankan gambaran objek yang diselidiki dalam keadaan
sekarang (pada waktu penelitian dilakukan).31
29 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010) 183 30 Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survey, (Jakarta:
LP3ES,1989), 263 31 Bambang Sugono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2007) 35
-
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Hukuman Mati di Indonesia
1. Hukuman Mati Menurut Para Ahli
Istilah hukum pidana merupakan terjemah dari istilah bahasa
belanda, strafrecht. Straf berarti pidana, dan recht berarti hukum.
Pengertian hukum pidana menurut para ahli sebagai berikut :
a. Pengertian dari prof. Moeljatno, S.H.
1) Hukum pidana adalah menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang dengan disertai
ancaman atau sanksi pidana tertentu bagi barang siapa yang
melanggar larangan tersebut
2) Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhkan
pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
3) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar
larangan tersebut.1
b. Pengertian dari Dr. Andi Hamzah, S.H
1) Perundang-undangan pidana khusus (diluar KUHP ini) seperti
ekonomi, subversi, korupsi, imigrasi, dan lain-lain.
1 Bambang Waluyo, Pidana Dan Pemidanaan,(Jakarta : Sinar Grafika, 2000). h. 7
-
2) Perundang-undangan bukan pidana yang bersanksi pidana (seperti
yang dimaksud scholten dengan pidana pemerintahan) misalnya
undang-undang tenaga kerja, atom, arsip, koperasi, agraria,
narkotika, dan tera2
c. Pengertian menurut Dr. R.O. Siahaan, S.H, S.Sos, M.H
Subjek hukum pidana adalah setiap orang yang mempunyai
hak dan kewajiban serta mampu mempertanggungjawabkan
perbuatannya,3
2. Hukuman Mati menurut KUHP dan Perundang-undangan di
Indonesia
Soedarto mendifinisikan hukum pidana sebagai aturan hukum yang
mengikat kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat tertentu suatu
akibat yang berupa pidana.4 Ilmuan hukum yaitu kansil, juga
mendefinisikan hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang
tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap
kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang
merupakan suatu penderitaan atau siksaan.5
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah
tercantum jenis-jenis pidana yang meliputi :
a. Pidana pokok, yang terdiri dari :
2 Ibid, 3 Monang Siahaan, Pembaruan Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta : Grasindo, 2016).h 7 4 Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Pemaharuan (Malang :
Universitas Muhammadiyah Malang, 2012).h. 12 5 C.S.T Kansil, Pengantar Hukum Indonesia (Jakarta :Balai Pustaka),h.89
-
1) Pidana Mati
Baik berdasarkan pada pasal 69 maupun berdasarkan hak
yang tertinggi bagi manusia pidana mati adalah pidana yang
terberat, yang pelaksanaanya berupa penyerangan terhadap hak
hidup bagi manusia, yang sesungguhnya hak ini adalah hak
Tuhan.
Menyadari keberdaan pidana mati, di Belanda sendiri
(tempat asalnya KUHP), sejak tahun 1870 tidak lagi mengenal
pidana mati karena pidana mati telah dihapuskan dari WvS-nya,
kecuali masih dipertahankan dalam pidana militernya. Di Hindia
Belanda (negara jajahannya), pada saat berlakunya WvS voor
Nederlandsch Indie (KUHP sekarang) tanggal 1 Januari 1018,
pidana mati telah dicantumkan di dalamnya, dan setelah kita
memproklamasikan kemerdekaan, melalui pasal II Aturan
Peralihan UUD 1945, pidana mati tetap dipertahankan sampai
kini, bahkan dalam rancangan KUHP 1992, yang dalam
1999/2000 telah direvisi, juga dikenal dengan pidana mati
walaupun tidak disebutkan sebagai salah satu jenis pidana dalam
kelompok pidana pokok, melainkan dikategorikan pidana yang
bersifat pidana khusus dan selalu bersifat alternatif.6 Bahkan
pidana mati merupakan konsep rancangan terbaru KUHP
Nasional (2004 hingga kini) tetap dicantumkan akan tetapi
6 Wahyudi, Hukum Pidana Indonesia (Jaakarta : Djambatan, 2003), h 30
-
dilepaskan dari paket pidana pokok dan dianggap mempunyai
sifat khusus, serta di ancamkan dan dijatuhkan semata-mata
untuk mencegah dilakukannya tindak pidana tertentu dengan
menegakkan norma hukum demi mengayomi masyarakat.7
Di indonesia pidana mati dijalankan dengan ditembak mati
berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 (pnps) tahun 1964,
dijadikan Undang-Undang dengan UU No. 5 Tahun 1969,
walaupun pasal 11 KUHP masih menyebutkan dengan cara
digantung. Eksekusi pidana mati dilakukan dengan disaksikan
oleh Kepala Kejaksaan setempat sebagai eksekutor dan secara
tekhnis dilakukan oleh polisi.
Pengaturan tentang ketentuan yang memuat tentang pidana
mati tercantum dalam Kitan Undang-Undang Hukum Pidana,
yakni sebagai berikut :
a) Pasal 111 ayat 2 (membujuk negara asing untuk
bermusuhhan atau berperang, jika permusuhan itu
dilakukan dan jadi perang)
b) Pasal 124 ayat 3 (membantu musuh untuk perang)
c) Pasal 140 ayat 3 (makar terhadap raja atau kepala-
kepala negara sahabat yang direncakan dan berakibat
maut)
d) Pasal 340 (pembunuhan berencana)
7 Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Penjara Di Indonesia (Bandung : Refika Aditama
2013), h. 53
-
e) Pasal 365 ayat (pencuri dengan kekerasan yang
mengakibatkan luka berat atau mati).
f) Pasala 368 ayat (pemerasan dengan kekerasan yang
mengakibatkan luka berat)
g) Pasal 444 (pembajakan di laut, pesisir dan sungai yang
mengakibatkan kematian).
Lebih lanjut ketentuan yang mengatur tentang
pemberlakuan pidana mati di muat pula dalam UU tindak
pidana khusus, yaitu :
a) Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12
Tahun 1951 tetang senjata api, amunisi atau sesuatu
bahan peledak
b) Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 (PNPS) tentang
Wewenang Jaksa Agung atau Jakda Tentara Agung.
c) Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 (Prp) tahun 1959
tenatng memperberat ancaman terhadap Tindak Pidana
Ekonomi
d) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-
Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan
Korupsi,
-
e) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang
Narkotika,8
2) Pidana Penjara
Pidana penjara adalah bentuk pidana yang berupa
kehilangan kemerdekaan.9 Jadi dapat dikatakan bahwa pidana
penjara pada dewasa ini merupakan bentuk utama dan umum
dari pidana kehilangan kemerdekaan. Pidana penjara bervariasi
dari penjara sementara minimal 1 hari sampai pidana penjara
seumur hidup. Pidana penjara seumur hidup hanya tercantum
dimana ada ancaman pidana mati (pidana mati atau seumur
hidup atau pidana penjara dua puluh tahun).
3) Pidana Kurungan
Pidana kurungan adalah juga merupakan pidana
perampasan kemerdekaan, akan tetapi ringan dari pidana
penjara.
4) Pidana Denda.
Pidana denda adalah hukuman berupa kewajiban
seseorang untuk mengembalikan keseimbangan hukum atau
menebus dosanya dengan pembayaran sejumlah uang tertentu,
maksimum pidana denda adalah Rp. 0,25 x 15. Maksimumnya
tidak ditentukan secara umum melainkan ditentukan dalam pasal
8 Jurnal Hukum Dan Peradilan Problematika Penerapan Pidana Mati, (Jakarta :
Mahkamah Agung 2013), h. 225 9 Andi, Asas-Asas, h.,187
-
tindak pidana yang bersangkutan dalam buku II dan buku III
KUHP.10
b. Pidana tambahan yang terdiri dari :
1) Pencabutan Hak-Hak Tertentu
Pidana pencabutan hak-hak tertentu menurut pasal 35
KUHP, hak-hak yang dapat dicabut tersebut adalah
a) Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan
tertentu.
b) Hak menjalankan jabatan dan angkatan bersenjata
atau TNI.
c) Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang
diadakan berdasarkan aturan-aturan umum.
2) Penyitaan Barang-Barang Tertentu
Perampasan barang sebagai suatu pidana hanya
diperkenankan atas barang-barang tertentu saja, tidak
diperkenankan untuk semua barang. Undang-Undang tidak
mengenal perampasan untuk semua kekayaan.
3) Pengumuman Putusan Hakim.
Mengenai pidana pengumuman putusan hakim ini hanya
dapat dijatuhkan dalam hal-hal yang telah ditentukan oleh
10 Adami, Pelajaran, h. 34
-
Undang-Undang, misalnya terdapat dalam pasal 128, 206, 361,
377, 395 dan 405.
3. Hukuman Mati Menurut perUU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
a) Pengertian Hukuman Mati
Hukuman mati merupakan salah satu sanksi hukum pidana yang
masih dianut, diatur dan diterapkan oleh negara-negara hukum modern di
dunia termasuk oleh Negara Hukum Indonesia. Di Indonesia sudah
puluhan orang dieksekusi mati mengikuti sistem KUHP peninggalan
kolonial Belanda. Bahkan selama Orde Baru korban yang dieksekusi
sebagian besar merupakan narapidana politik.
Walaupun Pasal 28 ayat (1) amandemen kedua UUD 1945,
menyebutkan: "Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak
diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di depan hukum, dan hak
untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak
asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun".
Namun KUHP dan beberapa peraturan perundang- undangan pidana
diluar KUHP seperti UU Narkotika, UU Anti Korupsi, UU Anti terorisme,
dan UU Pengadilan HAM tetap mencantumkan ancaman hukuman mati.
Beberapa peraturan diluar KUHP juga mengancamkan pidana
mati bagi pelanggarnya. Pada RUU KUHP yang baru hukuman mati
(capital punishment) tetap dipertahankan, namun diatur dalam pasal
tersendiri sebagai pidana yang bersifat khusus. KUHP yang menjadi buku
-
induk dari semua ketentuan hukum pidana sebenarnya telah memberikan
satu cara pelaksanaan pidana mati secaras pesifik. KUHP memberikan
tata cara pelaksanaan hukuman mati melalui hukuman gantung sampai
mati. Meskipun melalui asas konkordansi Indonesia memberlakukan
hukum kolonial, ternyata tidak semua peraturan tersebut diterima secara
keseluruhan menjadi produk hukum yang berlaku secara nasional.
Terbukti dari inisiatif pemerintah Indonesia pada masa itu yang telah
membuat suatu mekanisme pelaksanaan pidana mati yang berbeda dari
pelaksanaan pidana mati menurut Pasal 11 KUHP. Tindak pidana
Narkotika tidak lagi dilakukan secara perseorangan, melainkan
melibatkan banyak orang yang secara bersama-sama, bahkan merupakan
satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas yang bekerja
secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional maupun
internasional Berdasarkan hal tersebut guna peningkatan upaya
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Narkotika.
b) Dasar Hukum Hukuman Mati
Dalam undang-undang nomer 35 tahun 2009 tentang narkotika di
sebutkan.
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,
mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
-
2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau
menyalurkan Narkotika Golongan I, sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau
melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman
beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati,
pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda
maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3
(sepertiga).11
3) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk
dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual
beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
4) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,
menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau
menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau
melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman
beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana
11 Republik Indenesia, Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Pasal
113
-
penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda
maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3
(sepertiga). 12
c) Tujuan Hukuman Mati menurut Perundang-undangan
Dalam bahasa kajian hukum nasional lebih dikenal dengan konsep
keadilan, kemanusiaan dan kepentingan, yaitu:
a. Keadilan
Dalam kaitan dengan keadilan, dikenal adanya beberapa
macam keadilan. Macam -macam keadilan itu adalah keadilan
komutatif (iustitia commutation), keadilan distributif (iustitia
distributiva), keadilan vindikatif (iustitia vindication), keadilan kreatif
(iustitia creativa), keadilan protektif (iustitia protectiva), dan keadilan
legal (iustitia legalis).
1) Keadilan komutatif
Keadilan komutatif adalah keadilan yang memberikan
kepada masing-masing orang apa yang menjadi bagiannya, dimana
yang diutamakan adalah objek tertentu yang merupakan hak dari
seseorang. Keadilan komutatif berkenaan dengan hubungan
antarorang antar individu. Disini ditekankan agar prestasi sama
nilainya dengan kontarprestasi. Keadilan jenis ini terutama
berkenaan dengan barang dalam perjanjian atau tukar menukar.
12 Ibid, Pasal 114
-
Contoh: Setiap orang memiliki hidup, hidup adalah hak setiap
orang. Karena itu, perbuatan merusak atau meniadakan hidup
orang lain adalah perbuatan melanggar hak. Perbuatan itu tidak
adil.
2) Keadilan disributif
Keadilan distributif adalah keadilan yang memberikan
kepada masing-masing orang apa yang menjadi haknya, dimana
yang menjadi subjek hakadalah individu, sedangkan subjek
kewajiban adalah masyarakat. Keadilan distributif berkenaan
dengan hubungan antara individu dan masyarakat atau negara.
Disini yang ditekankan bukan asas kesamaan dan kesetaraan
(prestasi sama dengan kontraprestasi). Melainkan yang, ditekankan
adalah asas proporsionalitas atau kesebandingan berdasarkan
kecakapan, jasa atau kebutuhan. Keadilan jenis ini berkenaan
dengan benda kemasyarakatan, seperti jabatan,, barang,
kehormatan, kebebesan, dan hak-hak.
Contoh: Adalah adil kalau X mendapatkan Hukuman Seumur
hidup untuk tindak kejahatan penyalahgunaan narkoba selama ini.
Akan tetapi tidak adil kalu seorang pengedar dan bandar tidak
memperoleh hukuman mati, karena seorang pengedar dan bandar
merupakan asal muasal penyebaran sehingga disalahgunakan oleh
orang lain.
-
b. Kemanusiaan
1) Inisedental
Menurut kamu besar bahasa indonesia (KBBI) Inisedental
terjadi atau dilakukan hanya pada kesempatan atau waktu tertentu
saja; tidak secara tetap atau rutin; sewaktu-waktu:
2) Residivis
Menurut kamu besar bahasa indonesia (KBBI) Residivis ialah orang
yang pernah dihukum mengulangi tindak kejahatan yang serupa;
penjahat kambuhan: terdakwa tergolong -- yang pernah dijatuhi
hukuman dua tahun, maka sangatlah tepat bila seseorang yang
melakukan kejahatan untuk kedua kalinya dijatuhi hukuman mati
karena akan mengacam keamanan orang lain.
c. Kepentingan umum
1) Teror dimasyarakat
Para pengedar narkotika merupakan teror bagi masyarakat
karena peredarannya yang sangat cepat dan luas sehingga
mengancam para anak remaja dan dewasa,
2) Teror membahayakan negara
Peredaran narkotika yang besar membawa indonesia
sebagai pusat perdagangan gelap narkotika, membuat indonesia
terancam keamanan dan menelan kerugian atas transaksi tersebut.
-
B. Hukuman Mati Menurut Hukum Islam
1. Pengertian Hukuman Mati
Hukuman mati dalam Islam merupakan ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Allah untuk mencegah kejahatan demi kelangsungan hidup
manusia serta sebagai perlindungan terhadap jiwa dan penghormatan
terhadap kehidupan manusia. Islam mengenal adanya qishas, qihsas ini
merupakan jenis hukuman mati dalam Islam bagi tindak pembunuhan
disengaja. Pada dasarnya qhisas adalah balasan (hukuman) bagi seorang
pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya atau
pembalasan yang setimpal dari suatu tindakan perbuatan yang dilakukan
secara sengaja.13
Qhisas bagi pembunuhan sengaja dikenal dengan qhisas bunuh
sebagai hukuman mati bagi pelakunya atau dalam ilmu hukum.14 Dalam
hukum Islam kewenangan pelaksanaan pidana mati adalah kewenangan Ulil
Amri, atas permintaan ahli waris atau keluarga korban (jika hal kasus ini
adalah kasus pembunuhan). Sudah menjadi kesepakatan para fuqaha, orang
yang boleh menjalankan hukuman qishash hudud adalah Kepala Negara
yakni Imam atau wakilnya, yakni petugas yang diberi wewenang, karena
hukuman had merupakan hak Tuhan yang dijatuhkan untuk kepentingan
masyarakat. Oleh karena itu harus diserahkan kepada wakil masyarakat yaitu
kepala Negara.15 Dalam kitab-kitab fiqh, pembahasan tentang pidana mati
menjadi bagian dari pembahasan tentang kriminalitas (al-jinayah) seperti
13 Abd. Qadr ‘Audah, at-Tasyri’ al-Jinaiy al-Islamiy, cet.3 (Kairo: Maktabah Dar al-
Gurubah, 1963), II; hlm. 14 14 Abdoerraoef, Al-Qur’an dan Ilmu Hukum,h. 156. 15 Abdoerraoef, Al-Qur’an dan Ilmu Hukum, 158
-
pencurian (al-sariqah), minuman keras (al-khamr), perzinaan (al-zina),
hukum balas/timbal balik (al-qishas), pemberontakan (al- bughat), dan
perampokan (qutta’u tariq). Dalam wilayah lain, pidana mati juga dijatuhkan
kepada pelaku perzinaan dalam bentuk dilempar batu hingga mati (al-rajam)
untuk pelaku perzinaan yang sudah menikah. Juga pidana mati dilakukan
dalam kasus pemberontakan (al-bughat) dan pindah agama (al-riddah) yang
dikenal sebagai hukuman (al-had/al-hudud) atas pengingkaran terhadap
Islam. Termasuk dalam kasus meninggalkan ibadah salat, beberapa ulama
mempersamakannya dengan murtad (al-riddah).16
Pidana mati merupakan hukuman puncak, terutama untuk tindak
pidana yang dinyatakan sangat berbahaya seperti pembunuhan (al-qital)
dimana jika tidak ada pengampunan dari pihak keluarga dengan
membayar denda pengganti (aldiyat), maka pelakunya dapat dijatuhi
hukuman mati sebagai bentuk hukum balas/timbal balik (al- qishas). Dalam
konsepsi ini, maka kejahatan dibalas dengan hukuman yang serupa.
Dalam kasus penetapan hukuman mati (al-qishas), ditetapkan
beberapa syarat antara lain: bahwa yang bersangkutan telah melakukan
pembunuhan terhadap yang tak “boleh” (haq) di bunuh, atau orang yang
“boleh” (haq) dibunuh, akan tetapi belum diputuskan oleh hakim. Pelaku bisa
dihukum mati dengan ketentuan bahwa pada saat melakukan kejahatan telah
cukup umur (baligh) dan berakal (aqil).
Ulama membagi hukuman kedalam dua bentuk yaitu hukuman
yang ditentukan dalam nash, berupa hukuman had dan qisas dan hukuman
yang tidak ditentukan, dan dalam hukuman yang tidak ditentukan dalam
16 Al Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1973), hlm. 79.
-
nash berupa hukuman ta’zir.17 Had adalah hukuman yang batasannya telah
ditentukan oleh Allah, seperti contohnya potong tangan, jilid, kafarat, diyat,
qisas, dan qisas adalah hukuman yang setimpal bagi tindak penganiayaan,
sedangkan ta’zir adalah hukuman yang ditentukan oleh penguasa sebagai
hukuman tambahan atau sebagai hukuman alternative.
Secara rinci dapat dikelompokkan hukuman had ada empat macam
yaitu hukuman mati (bunuh), potong tangan, jilid dan pengasingan.18
Pelaksanaan hukuman dalam Islam baik berupa hukuman had atau ta’zir
diserahkan kepada penguasa atau aparat pemerintah, dalam hal ini maka
orang yang diberi tugas untuk melaksanakan hukuman tersebut adalah hakim
atau yang dikenal dengan istilah Qadhi. Qadhi adalah orang yang diberi tugas
oleh penguasa untuk memeriksa dan mengadili setiap perkara serta
memutuskan hukuman yang pantas diberikan dan sekaligus orang yang
melaksanakan putusannya tersebut, maka setiap pelaksanaan hukuman atau
eksekusi adalah tugas hakim, baik eksekusi hukuman had dan ta’zir.
Pengecualian dalam hukuman had, seperti hukuman mati atau potong
tangan, maka yang menjalankannya adalah orang yang ahli seperti algojo.19
2. Dasar Hukum Hukuman Mati
17 Moh. Abu Zahrah, Al-Uqubah; Al-Jarimah wa al-Uqubah, (Dar al-fikr,t.t), hlm. 69 18 Abdul Qadir ‘Audah, at-Tasyri’ al-Jinaiy al-Islamiy: Muqaranah bain al-
Qanun, (Kairo: Dar al-Ghurubahu, 1963), hlm. 612. 19 Abdul Qadir ‘Audah, at-Tasyri’ al-Jinaiy al-Islamiy: Muqaranah bain al-Qanun,
-
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka
dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.
Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya,
hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf
dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan
dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas
sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. (Al-Baqarah: 178)
Tafsir: Allah menyatakan, "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kalian berlaku adil dalam qishoh. Orang merdeka dengan orang merdeka
hamba sahaya dengan hamba sahaya, wanita dengan wanita. Janganlah kalian
melanggar dan melampaui batas seperti yang dilakukan oleh orang-orang
sebelum kalian, dan mereka telah mengubah hukum Allah Ta’ala yang
berlaku di tengah-tengah masyarakat.
Sebab turunnya ayat ini di terangkan dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan Imam Abu Muhammad bin Abi Hatim, Dari Sa’id bin Jubair,
mengenai firman Allah Ta’ala, َها يَُّأ ِينَ َيَٰٓ ْ ُكتَِب َعلَۡيُكُم ٱَّلذ (ٱۡلَقۡتَل ِِف ٱۡلقَِصاُص َءاَمُنوا )
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian qishosh berkenaan
dengan orang-orang yang dibunuh," yaitu, jika pembunuhan itu dilakukan
dengan sengaja, maka orang merdeka diqishosh dengan orang merdeka. Hal
itu dikarenakan pada masa jahiliyah, sebelum Islam datang, terjadi
peperangan antara dua kelompok masyarakat arab. Dalam peperangan itu ada
di antara mereka yang terbunuh dan luka-luka.
-
Bahkan mereka sampai membunuh para budak dan kaum wanita dan
sebagian mereka belum sempat menutut sebagian yang lainnya, sampai
memerak memeluk Islam, ada salah satu kelompok yang melampaui batas
terhadap kelompok lain dalam perbekalan dan harta benda mereka. Lalu
mereka bersumpah untuk tidak rela sehingga seorang budak dari kalangan
kami dibalas dengan seorang mereka dari mereka, seorang perempuan kami
dibalas dengan seorang laki-laki dari mereka. Maka turunlah firman Allah
Ta’ala ( ٰٱۡلُحرُّ بِٱۡلُحرِّ َوٱۡلَعۡبُد بِٱۡلَعۡبِد َوٱۡۡلُنثَٰى بِٱۡۡلُنثَى) "Orang merdeka dengan orang
merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, wanita dengan wanita"
mengenai firman-Nya (َوٱۡۡلُنثَٰى بِٱۡۡلُنثَى) "wanita dengan wanita".
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan, dari Ibnu Abbas, "Yang demikian
itu karena mereka tidak membunuh laki-laki sebagai balasan atas seorang
wanita dengan wanita. Kemudian Allah Ta’ala menurunkan firman-Nya (
"Bahwa jiwa dengan jiwa dan mata dengan mata" ( أَلنَّْفَس بِالنَّْفِس َواْلَعْيَن بِاْلَعْينِ
(QS. Al-Maaidah: 45) Orang-orang merdeka diperlakukan sama dalam
qishosh yang dilakukan secara sengaja, baik laki-laki maupun wanita, dalam
hal jiwa ataupun yang lebih ringan. Hal yang sama juga diberlakukan pada
hamba sahaya, budak laki-laki maupun wanita. Menurut madzab empat imam
(Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) dan jumhur ulama bahwa sekelompok
orang dapat dibunuh karena membunuh satu orang.
Hal itu berkaitan dengan kasus seorang anak yang dibunuh oleh tujuh
orang. Maka umar pun membunuh mereka semua. Dalam hal ini umar
berkata, "Apabila penduduk Sha’a berkomplot membunuhnya, niscaya aku
akan membunuh mereka semuanya." Pada masa itu, tidak seorang pun
-
sahabat yang menentangnya. Hal itu merupakam ijma’.20 Seperti halnya para
pengedar narkotika yang dapat membunuh banyak jiwa sekiranya harus di
hukum qishosh karena mengingat narkotika sendiri mengandung zat yang
dapat melumpuhkan syaraf, memabukan, bahkan bisa berdampak pada
kematian.
Artinya: Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil,
bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang
itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka
bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan
barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-
olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya
telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa)
keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka
sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan
dimuka bumi. Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang
memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi,
hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki
mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat
kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka
didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. .(Al-Maidah: 32-
33)
20 Imam Jaliil Hafidz ‘Amadain Abi Fida’ Ismail Ibnu Kasir,Tafsir Al-Qur’ani Adhi,
(Jedah ; makatabah 2000 ) Jus 2. h. 161-163
-
C. Narkotika Menurut Islam
1. Pengertian Narkotika
Istilah narkotika dalam konteks hukum Islam tidak disebutkan
secara langsung di dalam Al-Qur’an maupun dalam sunnah. Dalam Al-
Qur’an hanya menyebutkan istilah khamr.21 Dalam teori ilmu fiqh, bila
suatu hukum belum ditentukan status hukumnya, maka bisa diselesaikan
melalui metode Qiyas (analogi hukum). Selanjutnya, kata khamr
dipahami sebagai nama minuman yang membuat peminumnya mabuk
atau gangguan kesadaran. Bertolak dari akibat yang ditimbulkan antara
khamr dan narkotika yang ditimbulkan sama yaitu memabukkan maka
hukumnya adalah haram.
Secara etimologis, narkotika atau biasa disebut narkoba
diterjemahkan kedalam bahasa Arab dengan kata َراُت yang berasal الُمَخدَّ
dari akar kata َتَْخِدْيرُ -يَُخدَّرُ -َخدَّر yang berarti hilang rasa, bingung, membius,
tidak sadar, menutup, gelap dan mabuk, Sementara itu secara terminologi
narkoba ialah setiap zat yang apabila dikonsumsi akan merusak fisik dan
akal, juga membuat orang menjadi mabuk atau gila.22 Narkotika adalah
sesuatu yang memabukkan dengan beragam jenis, yaitu heroin atau
putaw, ganja atau mari juana, kokain dan jenis psikotropika; ekstasi,
methamphetamine/sabu-sabu dan obat-obat penenang; pil koplo, BK,
21Jl Kh Sholeh Iskandar, “Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif:
Sebuah Studi Perbandingan,” (bogor: Universitas Ibnu Khaldun) h.47. 22Nurul irfan, “Fiqh Jinayah,( Jakarta: amzah, 2014) ,h. 172,
-
nipam dan lain-lain. Sesuatu yang memabukkan dalam Qur’an disebut
khamr, artinya sesuatu yang dapat menghilangkan akal.23
Namun dalam artian luas, khamr tidak saja berupa minuman atau
Sesuatu yang mengandung alkohol. Rasulullah Saw menegaskan bahwa:
ْْنما ِِض هللا عم ةم رم ِن إلِْبْتعِ ؟ :عمْن عمائِشم ِئلم عم م س م ُلة سم َلم هللا عملمْيِه وم إمنة إلنةِبَّية صم
إمٌ :فمقمالم رم إٍب إمْسكمرم فمهموم حم م ُّ َشم ُكم
“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata;
saya bacakan di hadapan Malik; dari Ibnu Syihab dari Abu Salamah bin
Abdurrahman dari 'Aisyah diaberkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam ditanya mengenai bit'u (yaitu minuman yang terbuat dari madu)
Maka beliau bersabda “Setiap zat yang memabukkan itu khamr
dan setiap zat yang memabukkan itu haram” 24
وْ تمنماِهيمةٌ إلنُّصم قمائِعم غمْْيم مم ْإلوم تمنماِهيمٌة وم صم مم
“Teks-teks hukum itu terbatas adanya sementara kasus-kasus
hukum tiada batas”
Oleh karena itu proses Ijtihad guna menemukan hukum harus
dilakukan dengan menyusun seperangkat metodologi untuk menafsirkan
ayat-ayat dan hadis-hadis dalam upaya mendekatkan pemahaman kepada
maksud-maksud pensyari’atan hukum.25
23Ashar Ashar, “Konsep Khamar dan Narkotika dalam al-Qur’an dan UU,” Journal
FENOMENA 7, no. 2 (1 Desember 2015),h 274. 24 Abdulloh Bin Abudurrahman Alu Bassam, Syarah Hadits Pilihan Bukhori-Muslim, di
terjemhkan oleh Kathur Suhandi, dari judul asli Taisirul-Allam Syarh Umadatul-Ahkam, Cetakan
1, (jakarta: Darul Fatah, 2002). h, 113 25Wahyu setiawan, Perbandingan Madzab Ushul sebuah pengantar, (Yogyakarta: Idea
Press, 2018) 92-93
-
Dapat dipahami bahwa khamr adalah zat yang memabukkan, baik
ketika banyak maupun sedikit.Umar bin Khattab juga menegaskan bahwa
“al-Khamru ma Khamara al-‘aql”, khamr adalah sesuatu yang menutupi
akal. Hal ini menunjukkan bahwa arti khamritu sendiri adalah sesuatu
yang menutupi. Narkoba tentu masuk dalam kategori pengertian di atas,
karena seseorang yang menggunakannya menyebabkan mabuk dan
akalnya tertutupi atau tidak berfungsi.
Secara terminolgi, dalam kamus besar bahasa indonesia, narkoba
atau narkotika adalah obat yang dapat menengkan saraf, menghilangkan
rasa sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau meraangsang. Narkotika
secara umum adalah semua zat yang mengakibatkan kelemahan atau
pembiusan atau mengurangi rasa sakit.26
Undang-Undang Narkotika No 35 tahun 2009 Pasal 1. Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi
sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-
golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.27
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat berbahaya.
Selain narkoba, istilah lain yang diperkenalkan oleh Departemen
Kesehatan Republik Indonesia adalah NAPZA yaitu singkatan dari
26 Nurul irfan dan masyrofah, Fiqh jinayah, (jakarta: amzah, 2014) 173 27 Undang – Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, (Jakarta: Sekretariat Negara Ri).
-
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya. Narkotika adalah zat yang
berasal dari tanaman atau sintetis maupun semisintetis yang dapat
menurunkan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.28
Sebetulnya penggunaan narkotika, obat-obatan, psikotropika dan
zat adiktif lainnya (NAPZA) untuk berbagai tujuan telah ada sejak jaman
dahulu kala dengan berbagai alasan dan kepentingan. Dalam istilah
sederhana NAPZA berarti zat apapun juga apabila dimasukkan kedalam
tubuh manusia, dapat mengubah fungsi fisik dan/atau psikologis. NAPZA
psikotropika berpengaruh terhadap system pusat syaraf (otak dan tulang
belakang) yang dapat mempengaruhi perasaan, persepsi dan kesadaran
seseorang.29
2. Dasar Hukum Narkotika
Nash yang pertama dalam surah al-baqoroh ayat 219 Allah
berfirman:
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.
Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa
manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
28Topo Santoso Dan Anita Silalahi, “Penyalahgunaan Narkoba Di Kalangan Remaja :
Suatu Perspektif” Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 1 No. I (2000):H. 37. 29Ahmad Syafi’i, “Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perspektif Hukum Positif Dan
Hukum Islam,” Hunafa: Jurnal Studia Islamika 6, No. 2 (15 Agustus 2009): 219.
-
nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.30
Setelah itu, turunlah Nash kedua yang melarangan mengkonsumsi
minuman keras, Allah berfirman dalam surah al-Maidah ayat 90-91:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib
dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan
dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi
itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka
berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).31
ى ِ ٍ )روإه مس ند وإبو دإود يف َنم ْفَتم مم ْشِكٍر وم ُّ مم م عمْن ُكم ُلم سم َلم هللا عملمْيِه وم ْولم هللا صم سم رم
س ته س ند حصيح(Artinya: Rosululloh SAW melarang setiap perkara yang
memabukkan dan dapat melemahkan badan (diriwayatkan ahmad dan
abu daud)32
Menyatakan haram hukumnya penyalahgunaan narkotika dan
semacamnya yang membawa kemudhorotan yang mengakibatkan rusak
30QS. al-Baqarah (2): 219 31QS. al-Maidah (19): 90-91 32Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam,h. 80
-
mental fisiknya seseorang serta terancamnya keamanan masyarakat dan
ketahanan nasioanal.33
Namun dalam artian luas, khamr tidak saja berupa minuman atau
Sesuatu yang mengandung alkohol. Rasulullah Saw menegaskan bahwa:
ْْنما ِِض هللا عم ةم رم ِن إلِْبْتعِ ؟ إمنة إلنةِبَّية صم :عمْن عمائِشم ِئلم عم م س م ُلة سم َلم هللا عملمْيِه وم
إمٌ :فمقمالم رم إٍب إمْسكمرم فمهموم حم م ُّ َشم ُكم
“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata;
saya bacakan di hadapan Malik; dari Ibnu Syihab dari Abu Salamah bin
Abdurrahman dari 'Aisyah diaberkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam ditanya mengenai bit'u (yaitu minuman yang terbuat dari madu)
Maka beliau bersabda “Setiap zat yang memabukkan itu khamr dan setiap
zat yang memabukkan itu haram” 34
وْ تمنماِهيمٌة إلنُّصم تمنماِهيمةٌ صم مم قمائِعم غمْْيم مم ْإلوم وم
“Teks-teks hukum itu terbatas adanya sementara kasus-kasus
hukum tiada batas”
Oleh karena itu proses Ijtihad guna menemukan hukum harus
dilakukan dengan menyusun seperangkat metodologi untuk menafsirkan
ayat-ayat dan hadis-hadis dalam upaya mendekatkan pemahaman kepada
maksud-maksud pensyari’atan hukum.35
Dalam metode Qiyas sebagai aktivitas mujtahid atau suatu dalil
hukum shari’i. Golongan yang memandang qiyas sebagai aktivitas
mujtahid mendefinisikannya sebagai “memperluas berlakunya suatu nass
hingga mencakup kasus-kasus baru yang semula tidak termasuk ke dalam
33Fatwa MUI No 22 tahun 2011 tentang penyalahgunaan narkoba 34 Abdulloh Bin Abudurrahman Alu Bassam, Syarah Hadits Pilihan Bukhori-Muslim, di
terjemhkan oleh Kathur Suhandi, dari judul asli Taisirul-Allam Syarh Umadatul-Ahkam, Cetakan
1, (jakarta: Darul Fatah, 2002). 113 35 Wahyu setiawan, Perbandingan Madzab Ushul sebuah pengantar, h. 92-93
-
cakupan nass itu karena adanya persamaan illat”36 Larangan meminum
khamar tidak diturunkan sekaligus namun diturunkan berangsur-angsur.
Hal ini disebabkan kebiasaan mengonsumsi minuman keras dikalangan
bangsa arab sudah merajalela.
Dapat dipahami bahwa khamr adalah zat yang memabukkan, baik
ketika banyak maupun sedikit. Umar bin Khattab juga menegaskan bahwa
“al-Khamru ma Khamara al-‘aql”, khamr adalah sesuatu yang menutupi
akal. Hal ini menunjukkan bahwa arti khamr itu sendiri adalah sesuatu
yang menutupi. Narkoba tentu masuk dalam kategori pengertian di atas,
karena seseorang yang menggunakannya menyebabkan mabuk dan
akalnya tertutupi atau tidak berfungsi. Karena pada kenyataanya dalam
Al-Qur’an adanya adalah Khamar maka di qiyaskan. Definisi qiyas
adalah
ْْكٍ ثْبماٍت حمٍِ ِِف إ ْعُلم ِ عمَلم مم ْعُلم لم مم ْ ْْكٍ َحم ثْبماٍت حم ِ
ا ِمْن إ ممم ميْْنم اِمعٍ ب ا ِبأَْمٍر جم ْْنممم مْفْيِه عم ا إمْو ن مهممم ل
ا ْْنممم ا عم مم مْفِِيِ َأْو ِصفمٍة َأْو نArtinya: menghubungkan sesuatu kepada sesuatu yang lain
perihal ada atau tidak adanya hukum berdasarkan unsur yang
mempersatukkan keduanya, baik berupa penetapan maupun peniadaan
hukum/sifat dari keduannya.37
Qiyas tidak akan terbentuk kecuali didukung oleh 4 (empat) unsur
atau rukun yaitu al-asl, al-far’u, hukm al-asl dan ‘illah.
Adapun al-asl adalah masalah pokok yang sudah jelas status
hukumnya dengan berlandaskan nash syara’. Dan nama lain untuknya
ialah maqis’ alaih, mahmul’ alaih dan musyabbah bih. Adapun al-far’u
36Wahyu setiawan, Perbandingan Madzab Ushul sebuah pengantar, h. 181 37 Amr syarifudin, Ushul Fiqh 1, cetakan 5(jakarta: kencana, 2014) 317
-
adalah masalah yang tidak ditegaskan status hukumnya oleh syara’ dan
nama lain untuknya ialah maqis, mahmul, dan musyabbah. Adapun hukm
al-asl adalah status hukum yang ditetapkan nash syara’ terhadap al-ash,
sedangkan ‘illah adalah suatu sifat (wasf) yang menjadi landasan
keberadaan hukum al-asl, nama lainya ialah manat al-hukm38. Maka
narkotika sama hukumnya dengan khamar karna sesuai dengan al-asl.
Yaitu sama-sama memabukannya dan membuat seseorang yang
mengkonsumsinya menjadi hilang kesadaran, qiyas ini bermaksud untuk
menentukan hukuman bagi pelaku penyalahgunaan narkoba secara pasti
dan adil.39 Namun semakin beredar luasnya narkotika dan yang tidak bisa
terbendung lagi peredaranya maka para fuqoha sepakat bahwa seseorang
yang mengkonsumsi, mengedarkan, memperdagangkan, memperjual
belikan narkoba harus di hukum mati. Dan hal itu berasal dari hadist nabi
SAW:
ِةم، قال رسول هللا إ ْيرم رم ْن إمِِب هم كمرم عم إ سم كمرم ذم ة ِإْن سم ، ُثم ْوهم كمرم فماْجِِلم ة ِإْن سم ، ُثم ْوهم فماْجِِلم
، ةم فماْقتملموهم إِبعم ْن عمادم إلرةِ، فما ْوهم ةم، قال رسول هللا فماْجِِلم ْيرم رم ْن إمِِب هم إ عم ذم
ِِبم ْإخلمْمرم إ َشم
ةم فماْقتملموهم، إِبعم ْن عمادم إلرةِ، فما ْوهم ْن إمِِب فماْجِِلم ةم، قال رسول هللا عم ْيرم رم ةم هم ِبعم موإ إلرة ِب ْن َشم
ِإ
، َأْن إلنةِِبة قال عمنْ ، وم فماْقتملموهمْ مةم اِوي عم ْن عمادم يِف إلثةاِلثمِة أ ْو :ممِةم فماْقتملموهم فما إِبعم .إلرة
4484. Dari Abu Hurairah RA, ia berkata "Rosululloh SAW
bersabda, jika seseorang mabuk, maka cambuklah ia,, jika kemudian ia
mabuk lagi, maka cambuklah ia. Dan jika mabuk lagi, maka cambuklah
ia. Dan jika ia kembali mengulangi keempat kalinya, maka bunuhlah ia."
. Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda " jika
seseorang meminum khamer, maka cambuklah. Dan jika ia
mengulanginya untuk keempat kalinya maka bunuhlah dia."
38 Asmawi, peerbandingan Ushuk Fiqh, (jakarta: Amzah, 2011) 94 39Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, 11
-
Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda " jika ia
meminumnya untuk keempat kalinya, maka bunuhlah dia."
Dari Mu’awiyah, bahwa Nabi SAW bersabda " jika ia kembali
mengulanginya untuk ketiga (atau keempat)kalinya, maka bunuhlah ia40
Hadist tersebut menjelaskan bahwa seseorang yang meminum
khamer dan mengulangi perbuatannya itu sebanyak tiga kali (3x) dan
yang ke empat kalinya (4x) dia dibunuh, mengingat bahayanya narkotika
yang melebihi khamer, para penyalahguna narkotika yang
mengkonsumsinya berulang kali harus diberi hukuman bunuh (hukuman
mati). Wahhbah al-zahili juga menjelaskan:
الة ِهم يِف ْإأَلْرِض إ ادم ِفْع فمسم مْندم مْم ي ْن ل مم , وم ْسِلِمْْيم اعمِة إلْمم مم فمِرِق إِلجم , ِمثْلم إلْمم ِِبلْقمْتِل قمِتلم
إ َلة هللام عملمْيِه وم رم إلنةِِبُّ صم إممم يِْن, وم عِ يِف إدلة َِلم إلِْبدمإِعْي إ إدلة دم وم مم ٍل تمعم جم م ِبقمْتِل رم ُلة سم ِِلٍ وم
_ فِ ِيُّ ٌ إلِْحْمْيم يُْلم م دم أَِلم سم , وم منْتمِه عمْن عملمْيِه إْلِكْذبم مْم ي ةْن ل نمِد َعم س ْ ا يمْرِويِْه إمَْحمدم يِف إلْمم ْيمم
ِب ْ ِة, فمقمالم َشم إِبعم ِة إلرة رة ْمِر يِف إلْمم ةم :إلْخم المصم إلْخم . وم ْ كمْوهم فماْقتملمْوهم مَْتم مْم ي ْن لِْوزم إلْقمْتلم :فما م ةهم َيم إمن
ْدِمِن مم ِم وم ْجرمِْعتماِدي ْإال ًة ِلمم يماسم , وحنوه. س ِ ِ ْوَلم ْجرِِمي إمْمِن إدلة مم اِد وم عماِة إلْفمسم دم ْمِر وم إلْخم
Orang yang kejahatannya di muka bumi tidak dapat dihentikan
kecuali dengan dibunuh, maka ia (harus) dibunuh; misalnya orang yang
memecah belah jamaah kaum muslimin dan orang yang mengajak ke-
bid’ah-an dalam agama… Nabi memerintahkan agar membunuh orang
yang sengaja berdusta atas namanya. Nabi ditanya oleh Dailam al-
Himyari –dalam riwayat Ahmad dalam Musnad-nya-- tentang orang yang
tidak mau berhenti minum khamar pada kali keempat (minum yang
keempat kali setelah diingatkan); beliau bersabda: “Jika mereka tidak
mau meninggalkan (tidak mau berhenti minum), maka bunuhlah”.
Kesimpulan-nya: Boleh menjatuhkan hukuman mati sebagai siyasah
(politik hukum) kepada orang yang selalu melakukan kejahatan (tindak
pidana), peminum khamar, pelaku kejahatan (berupa gangguan
terhadap) keamanan negara, dan sebagainya.41
40 Muhammad Nashruddin Al-Albani, Shahih Sunan Abu Daud (Seleksi Hadist Shahih
Dari Kia Sunan Abu Daud) Terj. Tajudin Arief, Buku 3 (Jakarta: Pustaka Azzam, 1998) h. 139 41 Wahbah al-Zahili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, (Damsyiq: Dar al-Fikr, 2004), juz
7, halaman 5595
-
Apa bila seseorang melakukan sejumlah kejahatan yang
kesemuanya itu ancaman hukumnnya adalah hukuman hadd. Di antara
hukuman hadd tersebut terdapat hukuman hadd bunuh, seperti seseorang
melakukan kejahatan pencurian, perzinaan sementara ia berstatus muhsan,
menegak minuman keras, membunuh dalam aksi pembegalan. Dalam hal
ini, para ulama berbeda pendapat ulama Hanafiah, ulama Malikiyah, dan
ulama Hanabilah mengatakan, dalam hal ini, berlaku prinsip at-tadaakhul
pada semua hukuman hadd untuk kasus-kasus kejahatan tersebut.
Sehingga si terpidana dihukum hadd bunuh saja, sedangkan hukuman-
hukuman hadd lainnya gugur dan sudah terintergrasikan ke dal