file · web viewinstitut agama islam negeri sunan ampel. fakultas ... benarkah bahwa...

34
MAKALAH LOGIKA SAINTIFIK SKEPTISISME” DOSEN PENGAMPU : Drs. Masduqi Affandi, M. Pd. I Oleh: KURNIA NURNAINI B07210069 PSIKOLOGI 2 J1 INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL FAKULTAS DAKWAH Page | 1

Upload: nguyendan

Post on 31-Jan-2018

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: file · Web viewINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL. FAKULTAS ... Benarkah bahwa kebenaran kepengetahuan itu memang bersifat subjektif sebagaimana dianut oleh aliran

MAKALAH LOGIKA SAINTIFIK

“SKEPTISISME”

DOSEN PENGAMPU :

Drs. Masduqi Affandi, M. Pd. I

Oleh:

KURNIA NURNAINI

B07210069

PSIKOLOGI 2 J1

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

FAKULTAS DAKWAH

PSIKOLOGI

2011

Page | 1

Page 2: file · Web viewINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL. FAKULTAS ... Benarkah bahwa kebenaran kepengetahuan itu memang bersifat subjektif sebagaimana dianut oleh aliran

KATA PENGANTAR

Bismillahi Rahmanirrokhim……

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam. Salawat serta salam semoga

dilimpahakan kepada Rosulullah SAW. Penulis bersyukur kepada Illahi Rabi yang telah

memberikan hidayah serta taufik-Nya kepada penulis sehingga makalah yang berjudul

Skeptisisme dapat terselesaikan dengan baik. Saya berharap pembaca dapat menambah ilmu

pengetahuan.

Saya menyadari bahwa makalah yang saya buat dan saya susun ini masih terdapat

banyak kekurangan dan kekhilafan. Maka kepada pembaca, bapak dosen dan teman-teman

sekalian, saya mengharapkan saran dan kritik konstruktif demi kesempurnaan makalah saya ini.

Dengan segenap ketulusan hati penulis, saya mengucapkan banyak terima kasih.

Semoga makalah saya bermanfaat bagi pembaca.

Surabaya, 1 Juni 2011

Penulis,

KURNIA NURNAINI

Page | 2

Page 3: file · Web viewINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL. FAKULTAS ... Benarkah bahwa kebenaran kepengetahuan itu memang bersifat subjektif sebagaimana dianut oleh aliran

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………..2

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………….3

PENDAHULUAN………………………………………………………………………………4

BAB I : DEFINISI SKEPTISISME………………………………………………5

MACAM-MACAM SKEPTISISME…………………………………….6

BAB II : MUNCULNYA SKEPTISISME………………………………………...8

METODE SKEPTISISME……………………………………………….9

BAB III : JENIS KERAGUAN DAN KEYAKINAN……………………………..11

KERAGUAN METODIS DESCRATES………………………………..13

BAB IV : SKEPTISISME DALAM HUBUNGANNYA DENGAN

ILMU

PENGETAHUAN………………………………………………..15

PENGARUH SKEPTISISME DALAM MASALAH PROBABLITAS

PENGETAHUAN………………………………………………………..20

KESIMPULAN…………………………………………………………………………………..22

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………23

Page | 3

Page 4: file · Web viewINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL. FAKULTAS ... Benarkah bahwa kebenaran kepengetahuan itu memang bersifat subjektif sebagaimana dianut oleh aliran

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Fakta tentang adanya kekeliruan yang tidak hanya menimpa mereka yang awam,

tetapi juga para pakar dalam bidangnya, sungguh merupakan hal yang amat mengusik

pikiran dan menimbulkan teka-teki. Kalau para pakar dalam bidangnya saja dapat keliru,

bukankah sudah sewajarnya kalau setiap klaim kebenaran itu selalu pantas diragukan?

Benarkah bahwa kebenaran kepengetahuan itu memang bersifat subjektif sebagaimana

dianut oleh aliran subjektivisme? Kalau keterlibatan subjek penahu tidak terhindarkan

dalam kegiatan manusia mengetahui, bukankah kebenaran manusia itu selalu bersifat

relatif? (Sudarminta, 2002 : 46). Problem pengetahuan itu telah melahirkan banyak sekali

aliran yang mengemukakan pendapat dan ajarannya mengenai pengetahuan, kebenaran

dan kepastian. Pertumbuhan epistemologi dibentuk oleh terjadinya banyak konflik dan

benturan teoretikal mengenai hal-hal tersebut (Pranarka, 1987 : 97).

2. Rumusan Masalah

a. Apa definisi skeptisisme ?

b. Bagaimana munculnya skeptisisme ?

c. Bagaimana keraguan metodis Socrates ?

d. Apa hubungan skeptisisme dengan ilmu pengetahuan ?

3. Tujuan

Page | 4

Page 5: file · Web viewINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL. FAKULTAS ... Benarkah bahwa kebenaran kepengetahuan itu memang bersifat subjektif sebagaimana dianut oleh aliran

Mengetahui definisi, munculnya skeptisisme. Mengetahui keraguan metodis

Socrates dan hubungan skeptisisme dengan ilmu pengetahuan.

BAB I

1. Definisi Skeptisisme

Skeptisisme merupakan suatu bentuk aliran yang perlu untuk kenal dan

diperhatikan secara seksama, karena skeptisisme adalah satu-satunya aliran yang secara

radikal dan fundamental tidak mengakui adanya kepastian dan kebenaran itu, atau

sekurang-kurangya skeptisisme menyangsikan secara mendasar kemampuan pikiran

manusia untuk memperoleh kepastian dan kebenaran pengetahuan. Meragukan klaim

kebenaran atau menangguhkan persetujuan atau penolakan terhadapnya berarti bersikap

skeptis. Skeptisisme dapat juga diartikan sebagai pernyataan ragu-ragu pengingkatan.

Dalam arti sempit skeptisisme adalah pengingkaran tentang kemungkina mengtahui.

Sedangkan dalam arti luas adalah sikap menunda pertimbangan sampai analisis yang

kritis selesai dan bukti-bukti yang mungkindiperoleh.1

Istilah “ skeptisisme “ berasal dari kata Yunani “ skeptomai “ yang secara harfiah

berarti “ saya pikirkan dengan saksama “atau saya lihat dengan teliti”. Kemudian dari situ

diturunkan arti yang biasa dihubungkan dengan kata tersebut, yakni ”saya meragukan”.

Secara etimologis, skeptisisme berasal dari kata bahasa Yunani, skeptomai, artinya

memperhatikan dengan cermat, meneliti. Para skeptis pada awalnya adalah orang-orang

yang mengamati segala sesuatu dengan cermat serta mengadakan penelitian terhadapnya.

1 Alif Lukmanul Hakim, Skeptisisme. Subyektifisme dan relatifme.hal : 2

Page | 5

Page 6: file · Web viewINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL. FAKULTAS ... Benarkah bahwa kebenaran kepengetahuan itu memang bersifat subjektif sebagaimana dianut oleh aliran

Para filsuf Yunani kuno dibuat bertanya-tanya oleh adanya beberapa gejala

pengalaman keindraan, seperti ilsi, mimpi, halusinasi yang kadang sulit dibedakan dari

persepsi keindraan kita yang “ normal “ terhadap benda-benda fisik. Par pemikir tersebut

tidak akan dikesankan oleh ucapan “ melihat berarti percaya “ sebab mereka berpendapat

bahwa melihat sendiri masih merupakan jaminan yang lemah bagi kesungguhan

kenyataan dari apa yang dilihat. Memang kepastian mutlak mengenai banyak perkara

dalam hidup ini sulit diperoleh. Keterbatasan kita sebagai manusia menyebabkan

kemungkinan keliru tidak pernah sama sekali dihindari. Artinya, kita perlu menemukan

bukti yang memadai untuk menjamin pendapat, kepercayaan dan klaim pengetahuan kita.

Selama bukti-bukti yang ada kita pandang kurang, maka wajar bahwa kita

meragukannya. Pada dasarnya, sikap meragukan itu wajar dan perlu apabila memang ada

alas an untuk melakukannya.2

2. Macam-Macam Skeptisisme

Macam-macam Skpetisisme, diantaranya adalah skeptisisme mutlak atau skeptisisme

universal dan skeptisisme nisbi atau skeptisisme partikular. Skeptisisme mutlak atau

universal secara mutlak mengingkari kemungkinan manusia untuk tahu dan untuk

memberi dasar pembenaran. Jenis skeptisisme yang mengingkari sama sekali kemampuan

manusia untuk tahu dan meragukan semua jenis pengetahuan macam ini dalam

prakteknya jarang diikuti orang, sebab dalam kenyataannya mustahil untuk dihayati.

Bahkan, kaum skeptik di zaman Yunani kuno di atas yang kadang disebut sebagai

penganut skeptisisme mutlak, rupanya masih mengecualikan proposisi mengenai apa

yang tampak atau langsung dialami dari lingkup hal yang diragukannya. Skeptisisme

mutlak dalam prakteknya jarang diikuti karena memang suatu posisi yang sulit

dipertahankan. Posisi ini secara eksistensial bersifat kontradiktif dan berlawanan dengan

fakta yang eviden (langsung tampak jelas dengan sendirinya).

2 J. Sudarminta, Epistemologi Dasar, ( Yogyakarta : Pustaka utama, 2002 ) hal 47 - 48

Page | 6

Page 7: file · Web viewINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL. FAKULTAS ... Benarkah bahwa kebenaran kepengetahuan itu memang bersifat subjektif sebagaimana dianut oleh aliran

Seorang skeptisis secara implisit (dalam praktek) menegaskan kebenaran dari apa

yang secara eksplisit (dalam teori) diingkarinya. Sedangkan skeptisisme nisbi atau

partikular tidak meragukan segalanya secara menyeluruh. Varian ini hanya meragukan

kemampuan manusia untuk tahu dengan pasti dan memberi dasar pembenaran yang tidak

diragukan lagi untuk pengetahuan dalam bidang-bidang tertentu saja. Paham skeptisisme

nisbi ini, walaupun tidak bersifat menggugurkan diri sendiri (self-defeating) sebagaimana

skeptisisme mutlak, namun biasanya dianut karena salah paham tentang ciri-ciri hakiki

pengetahuan manusia dan kebenarannya.3

Dalam sejarah, skeptisisme mengambil banyak bentuk dan warna. Mereka

berbeda, baik dalam tema, lingkup, atau bobot keraguannya. Mengenai tema, pada zaman

Yunani kuno sudah dikenal kelompok Akademisi dan kelompok Pyrrhonian. Kelompok

yang pertama, dengan tokohnya seperti Arcesilaus ( 315-241 ) dan Carnades ( 214-129 ),

mengajarkan bahwa tidak ada pernyataan yang pasti mengenai apa yang kedua yang

dipelopori oleh Pyrro dari Elis ( 360-270 _ dan kemudian diteruskan pada zaman

Romawi oleh Sextus Empiricus ( sekitar th 250 M ) tidak menyangkal bahwa

pengetahuan mengenai apa yang tidak secara langsung dialami dan mengenai apa yang

tidak langsung jelas dengan sendirinya. Macam-macam skeptisisme tidak hanya

dibedakan satu sama lain berdasarkan tema keraguannya, tapi, juga berdasarkan lingkup

bidang yang diragukannya.4

3 Ibid Alif Lukmanul, hal 2-34 Ibid, Sudarminta hal 48

Page | 7

Page 8: file · Web viewINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL. FAKULTAS ... Benarkah bahwa kebenaran kepengetahuan itu memang bersifat subjektif sebagaimana dianut oleh aliran

BAB II

1. Munculnya Skeptisisme

Aliran Skeptisisme muncul hampir sezaman dengan kehadiran Sofisme dimana

mereka meragukan adanya kemungkinan pencapaian pengetahuan yang benar terhadap

alam eksternal. Mereka mengungkap beberapa argumen dan dalil bahwa kita tidak bisa

beranggapan mengetahui secara tepat hakikat-hakikat itu sebagaimana adanya,

melainkan kita mesti menyatakan bahwa hakikat-hakikat itu kita pahami berdasarkan

kondisi-kondisi dan batasan-batasan dari indra dan persepsi kita masing-masing.

Tokoh-Tokohnya: Democritus, Protagoras, Phyrro, Montaigne, Charron, Bayle,

Nietze, Spengler, Goblot. Apabila Skeptisisme itu telah sirna di zaman Yunani kuno

pada abad kelima sebelum Masehi di tangan para filosof besar Yunani, maka mungkin

kita tidak temukan lagi sejenis keraguan terhadap nilai dan validitas pengetahuan yang

hadir dalam evolusi pengetahuan astronomi dan ilmu-ilmu alam di Barat. Kita bisa

saksikan bagaimana pemikiran-pemikiran Sofisme Yunani Kuno seperti Corylas yang

kemudian hidup kembali dalam bentuk Idealisme Berkeley.

Penyebab munculnya aliran yang meragukan nilai dan validitas pengetahuan

adalah perubahan yang mendasar dalam bidang astronomi dan ilmu-ilmu alam serta

perubahan pada persoalan-persoalan yang sangat "diyakini" kebenarannya dimana

sebelumnya tak dimungkinkan adanya kekeliruan padanya.

Sehingga, validitas ilmu dan pengetahuan menjadi sirna dan terungkaplah

ketidakberdayaan umat manusia untuk menggapai hakikat, pengetahuan, ilmu,

Page | 8

Page 9: file · Web viewINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL. FAKULTAS ... Benarkah bahwa kebenaran kepengetahuan itu memang bersifat subjektif sebagaimana dianut oleh aliran

makrifat dan kayakinan. Padahal diketahui bahwa hanya satu bidang keilmuan yang

kehilangan validitasnya, namun sangat disayangkan bahwa orang seperti Berkeley

mempunyai pandangan ekstrim yang menggeneralisasikan keraguan-keraguan tersebut

kepada semua ilmu dan pengetahuan. Evolusi pengetahuan di Barat, tidak hanya

menghidupkan kembali aliran-aliran seperti Sofisme, melainkan juga menyebabkan

filsafat kontemporer itu berubah menjadi suatu filsafat yang tidak lagi disandarkan

dengan subjek-subjek keilmuan dan hanya semata berpijak pada asumsi-asumsi

ilmiah. 5

Seorang penganur skeptisisme mengingkari adanya apa yang dinamakan

pengetahuan. Pendirian ini biasanya didasarkan atas 2 unsur yakni : 1. Kenisbian

penginderaan, 2. Adanya kesepakatan yang sesungguhnya mengenai apa yang

merupakan halnya dan yang bukan merupakan halnya. Desscrates mempersoalkan

secara sistematis segala sesuatu yang ia kira mengatahui dan sikap skeptisisme seperti

merupakan bagian hakiki dari awal penyelidikan filsafat. Sedangkan Kant, ditinjau

dari sudut pandang tertentu dapat dinamakan penganut skeptisisme karena ia

mengatakan bahwa apa yang kita ketahui ialag segala gejala sesuatu dan tidak pernah

mengetahui ‘ das ding an sich ‘ kecuali hanya mengtahui bahwa hal itu ada. 6

2. Metode Skeptisisme

Cara berpikir filosof merupakan metode filsafat yang dikembangkan

sebagai filsafat untuk memperoleh pengetahuan hingga tahap kebenaran

dikehidupan sehari-hari kita terkadang tidak menyadari bahwa yang kita

lakukan merupakan biasa digunakan oleh filsuf.

Tahap keraguan

5 Ibid, Alif hal. 2-36 Louis Kattsoff, Pengantar filsafat (yogya: Tiara Wcana , 2004 ) hal 148-149

Page | 9

Page 10: file · Web viewINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL. FAKULTAS ... Benarkah bahwa kebenaran kepengetahuan itu memang bersifat subjektif sebagaimana dianut oleh aliran

Orang sering melakukan refleksi terjadi saat berhadapan dengan

kehidupan sehari-hari.

Descrates mengembangkan metode ini yaitu :

- Meragukan segala sesuatu yang selama ini diterima sebagai suatu

kebenaran.

- Mengklasifikasikan persoalan dari hal yang sederhana sampai hal yang

rumit

- Meelakukan pemecahan masalah dari hal yang rumit sampai hal yang

paling rumit

- Memeriksa kembali secara menyeluruh barang kali masih ada hal-hal yang

masih tersisa.

Page | 10

Page 11: file · Web viewINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL. FAKULTAS ... Benarkah bahwa kebenaran kepengetahuan itu memang bersifat subjektif sebagaimana dianut oleh aliran

BAB III

1. Jenis-Jenis Keraguan dan Keyakinan

Setiap manusia mungkin mengalami perbedaan dalam kualitas keyakinan dan

keraguan, walaupun terdapat perkara yang tak diragukan oleh satu individu pun, namun

manusia akan mengalami keraguan yang nyata dalam bagian-bagian tertentu dari perkara

tersebut. Faktor-faktor perbedaan pada manusia dalam derajat keraguan dan keyakinan

terkadang bersumber dari masalah kejiwaan, aspek internal manusia, dan pemikiran.

Maka dari itu, keyakinan dan keraguan dapat dibagi berdasarkan faktor-faktor yang

melatar belakanginya dan perkara-perkara yang berhubungan dengannya serta kualitas

kejiwaan setiap manusia.

a. Keraguan-keraguan itu bisa dibagi berdasarkan objek, subjek, dan pengaruh-

pengaruh yang ditimbulkannya.

1. Keraguan mutlak dan relatif. Apabila manusia ragu terhadap semua persoalan bahkan

pada dirinya sendiri, maka hal seperti ini disebut dengan keraguan mutlak. Selain dari hal

ini dinamakan dengan keraguan relatif;

2. Keraguan psikis, pertanyaan, dan kondisional. Keraguan bisa hadir karena kondisi

kejiwaan seseorang dan juga sangat mungkin muncul karena pertanyaan-pertanyaan yang

Page | 11

Page 12: file · Web viewINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL. FAKULTAS ... Benarkah bahwa kebenaran kepengetahuan itu memang bersifat subjektif sebagaimana dianut oleh aliran

terkait dengan logika serta kondisi-kondisi zaman, seperti pada zaman Renaissance yang

terjadi di Barat dimana telah menghadirkan berbagai keraguan-keraguan tertentu;

3. Keraguan ilmiah, filosofis, dan umum. Keraguan global bisa menimpa banyak orang

seperti keraguan terhadap kejadian-kejadian yang dikatakan hadir dalam sejarah manusia.

Begitu pula pertanyaan-pertanyaan ilmiah dan filosofis sangat sarat memunculkan

keraguan-keraguan, seperti keraguan sebagian filosof berkenaan dengan gerak dan yang

semacamnya;

4. Keraguan yang merusak dan membangun. Keraguan dapat dibagi menjadi demikian

dengan berdasarkan pengaruh dan efeknya yang positif dan negatif. Keraguan yang

berimbas pada rukun-rukun penting keagamaan dan asas-asas akhlak adalah jenis

keraguan yang merusak, sementara keraguan yang menyentuh wilayah penelitian ilmiah

dan pengetahuan manusia merupakan bentuk keraguan yang membangun;

5. Keraguan fundamental dan struktural. Keraguan bisa menjadi dasar bagi hadirnya

keraguan-keraguan yang lain. Keraguan dalam ranah aksioma-aksioma dan asas-asas

global disebut dengan keraguan fundamental, sementara keraguan yang hadir dalam

domain dan wilayah permasalahan-permasalahan ilmiah dan teoritis dinamakan dengan

keraguan struktural;

6. Keraguan ontologis dan epistemologis. Keraguan dalam ranah hakikat-hakikat

eksistensi dan perkara-perkara wujud disebut dengan keraguan ontologis. Dan keraguan

yang berhubungan dengan kemungkinan pencapaian sebuah keyakinan, ilmu, dan

pengetahuan dinamakan keraguan epistemologis;

7. Keraguan yang dikehendaki dan yang dipaksakan. Apabila seseorang secara sadar dan

sengaja meragukan sesuatu supaya menggapai suatu keyakinan yang lebih tinggi atau

ingin menjadi seorang peneliti, maka keraguannya tersebut dinamakan keraguan yang

dikehendaki. Jika tidak demikian, yakni dia terpaksa dan diluar kehendaknya melakukan

suatu penelitian atas suatu perkara yang meragukannya, maka hal seperti ini digolongkan

sebagai keraguan yang dipaksakan.

Page | 12

Page 13: file · Web viewINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL. FAKULTAS ... Benarkah bahwa kebenaran kepengetahuan itu memang bersifat subjektif sebagaimana dianut oleh aliran

b. Macam-macam keyakinan

Keyakinan juga dapat memiliki varian-varian yang didasarkan oleh faktor-faktor tertentu,

kondisi-kondisi internal individu, dan perkara-perkara lainnya, antara lain:

1. Keyakinan logikal dan non-logikal. Keyakinan yang sama sekali tidak terdapat keraguan di

dalamnya atau keyakinan yang memuncak disebut dengan keyakinan logikal. Keyakinan yang

masih menyisakan bentuk-bentuk keraguan merupakan suatu keyakinan yang non-logikal;

2. Keyakinan hakiki dan non-hakiki (merasa mengetahui). Kalau keyakinan itu bersesuaian

dengan realitas maka dinamakan keyakinan hakiki dan logikal. Apabila tidak demikian, maka

dikategorikan ke dalam bentuk keyakinan yang non-hakiki;

3. 'Ilm al-yaqin, 'ain al-yaqin, haqq al-yaqin. Keyakinan pertama berhubungan dengan

pengetahuan universal dan teoritis. Dan keyakinan kedua berkaitan dengan pengetahuan-

pengetahuan intuitif dan penyaksian (musyahadah) hakikat-hakikat segala sesuatu. Serta

keyakinan ketiga merupakan keyakinan yang tertinggi dimana tidak terdapat jarak lagi antara

subjek yang mengetahui ('alim) dan objek yang diketahui (ma'lum dan hakikat-hakikat sesuatu),

atau dengan ungkapan lain, terwujudnya kesatuan eksistensial antara 'alim dan ma'lum;

4. Keyakinan orang awam, para filosof, dan urafa. Keyakinan-keyakinan ini bertingkat-tingkat

dalam kualitas sesuai dengan landasan dan dasar pengetahuan-pengetahuan mereka;

5. Keyakinan taklidi dan ijtihadi. Keyakinan yang dihasilkan dari mengikuti dan taklid pada

seseorang yang dipercayai disebut dengan keyakinan taklidi. Sementara keyakinan yang digapai

dari proses-proses usaha dan aktivitas observasi individual dinamakan dengan keyakinan ijtihadi;

6. Keyakinan ontologis dan epistemologis. Keyakinan ontologis adalah suatu keyakinan yang

berhubungan dengan eksistensi dan realitas alam wujud, sementara keyakinan epistemologis

merupakan sejenis keyakinan yang berkaitan dengan proses pencapaian dan penggapain suatu

pengetahuan dan makrifat yang sesuai dengan realitas dan hakikat sesuatu;

7. Keyakinan indrawi, rasional, intuitif, dan tekstual. Tingkatan-tingkatan yang terdapat pada

keyakinan-keyakinan seperti ini sangat ditentukan oleh media-media dan alat-alat yang menjadi

sumber dan asal keyakinan dan pengetahuan itu.7

7 Ibid Alif hal 2-5

Page | 13

Page 14: file · Web viewINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL. FAKULTAS ... Benarkah bahwa kebenaran kepengetahuan itu memang bersifat subjektif sebagaimana dianut oleh aliran

2. Keraguan Metodis Descrates

Dengan “ keraguan metodis “ ini dimaksudkan suatu sikap untuk menganggap sebagai

tidak nyata atau palsu segala sesuatu yang masih bias diragukan kebenarannya, bahkan kalau

sedikit saja diragukan. Keraguan ini kadang dikatakan sesuatu yang bersifat keterlaluan atau

hiperbolis. Apabila Descrates sampai mengandaikan adanya “ roh jahat yang licik “ yang etrus-

menerus menipu kita dalam semua penilaian dan putusan kita sehari-hari. Tujuannya adalah

untuk menghasilkan paling tidak satu fakta ekssistensial yang kebenarannya tak teragukan lagi.

Descrates bermaksud membangun kembali pengetahuan yang didasarkan yang kokoh dan

kebenarannya tidak diragukan lagi.8

8 Ibid Sudarminta hal 49

Page | 14

Page 15: file · Web viewINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL. FAKULTAS ... Benarkah bahwa kebenaran kepengetahuan itu memang bersifat subjektif sebagaimana dianut oleh aliran

BAB IV

1. Skeptisisme Dalam Hubungannya Dengan Ilmu Pengetahuan

Upaya dan usaha semua manusia dan khususnya para ilmuan dalam menyingkap

hakikat-hakikat segala sesuatu merupakan ciri dan pertanda bahwa manusia yang berakal

sehat (bukan para sofis dan skeptis) mempercayai dan meyakini bahwa terdapat sesuatu

yang diketahui dan terdapat pula sesuatu bisa diketahui. Begitu pula dalam wilayah mana

manusia tidak memiliki kemungkinan untuk dapat memahami dan mengetahui, seperti

kemustahilan dan ketidakmampuan manusia menyingkap dan mengungkap hakikat zat

Sang Pencipta. Baik dalam filsafat Barat maupun dalam filsafat Islam akan

diperhadapkan dengan beberapa keraguan dan kritikan dimana salah satu yang terpenting

adalah keraguan terhadap probabilitas dan kemungkinan pencapaian ilmu dan

pengetahuan. Yang pasti dalam filsafat Barat keraguan semacam itu sangatlah kental dan

bahkan telah melahirkan beberapa aliran yang secara terang-terangan mendukung

pemikiran semacam itu. Realitas ini sedikit berbeda dalam filsafat Islam dimana hal

tersebut hanyalah sebatas sebuah kritikan dimana para filosof Muslim telah mencarikan

solusi yang tepat dan jawaban yang proporsional. Kritikan ini dapat dilihat dalam

perjalanan pemikiran Al-Gazali dimana awalnya mengalami semacam keraguan dan

Page | 15

Page 16: file · Web viewINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL. FAKULTAS ... Benarkah bahwa kebenaran kepengetahuan itu memang bersifat subjektif sebagaimana dianut oleh aliran

melontarkan berbagai kritikan pada unsur-unsur pemikiran filsafat Islam, namun pada

akhirnya dia mencapai suatu keyakinan baru dan berhasil keluar dari kemelut pemikiran.

Keraguan yang dilontarkan oleh kaum sofis dalam ranah makrifat dan keyakinan

memiliki dua bentuk:

1. Kemampuan akal dalam menggapai hakikat sesuatu;

2. Berkaitan dengan sebagian pengenalan-pengenalan manusia.

Keraguan dalam bentuk pertama dapat dijabarkan secara universal sebagai berikut:

1. Alat dan sumber pengetahuan, keyakinan, ilmu, dan makrifat manusia adalah indra dan

akal;

2. Indra dan akal manusia rentan dengan kesalahan, karena kesalahan penglihatan,

pendengaran, dan rasa itu tidak dapat dipungkiri dan juga tidak tertutup bagi seseorang

mengenai kontradiksi-kontradiksi akal serta beberapa kekeliruannya. Dalam banyak

kasus di sepanjang sejarah, kita menyaksikan dalil-dalil rasional dan argumentasi-

argumentasi akal telah dibangun, namun seiring berlalunya waktu secara bertahap dalil

dan argumentasi tersebut satu persatu menjadi batal;

3. Kesalahan dan kekeliruan kedua sumber pengetahuan dan makrifat tersebut dalam

beberapa hal tidaklah nampak, akan tetapi tetap saja tidak dapat dijadikan landasan dan

tertolak.

Dengan demikian, berdasarkan ketiga pendahuluan di atas yakni pengetahuan dan

makrifat manusia yang dihasilkan lewat jalur indra dan akal adalah tidak dapat dijadikan

pijakan dan karena manusia hanya mempunyai dua jalur dan sumber pengetahuan ini

maka sangatlah logis apabila manusia meragukan apa-apa yang dipahami dan diyakininya

tersebut serta sekaligus mengetahui bahwa mereka mustahil mencapai suatu keyakian dan

pengetahuan yang hakiki. Atau keraguan itu bisa dipaparkan dalam bentuk ini bahwa

senantiasa terdapat jarak antara manusia dan realitas atau gambaran-gambaran pikiran

dan persepsi-persepsinya itu, dan pikiran manusia,

Page | 16

Page 17: file · Web viewINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL. FAKULTAS ... Benarkah bahwa kebenaran kepengetahuan itu memang bersifat subjektif sebagaimana dianut oleh aliran

Keraguan-keraguan yang terlontarkan dalam filsafat Islam adalah sebagai berikut:

1. Indra melakukan kesalahan dan kekeliruan, sedangkan segala sesuatu yang salah dan keliru

tidak dapat dijadikan pijakan, sementara mayoritas pengetahuan dan makrifat manusia

bersumber dari indra dan empirisitas;

2. Dalam banyak permasalahan manusia berargumentasi dan berdalil dengan akal dan rasionya,

akan tetapi setelah berlalunya waktu nampaklah berbagai kesalahan-kesalahan argumentasi

rasional itu. Oleh karena itu, kita tidak dapat bersandar pada argumentasi dan burhan akal, pada

saat yang sama kita menyaksikan bahwa begitu banyak pengetahuan dan makrifat manusia

bersumber dari akal.

3. Keberadaan perkara-perkara yang saling kontradiksi dan bertolak belakang satu sama lain

dalam pemikiran-pemikiran manusia telah menyebabkan hadirnya sejenis keraguan dan

ketidakpercayaan pada salah sumber pengetahuan dan makrifat yakni akal dan rasio;

4. Perbedaan yang nyata di antara para filosofdan pemikir dalam wilayah pemikiran dan

keilmuan telah menunjukkan bahwa upaya pencapaian suatu pengetahuan dan makrifat hakiki

adalah hal yang sangat sulit atau hampir-hampir mustahil;

5. Keberadaan argumen-argumen yang sempurna dan dapat diterima pada dua persoalan yang

saling kontradiksi dan berbenturan satu sama lain telah menampakkan kepada kita bahwa segala

argumentasi akal tidaklah nyata dan hakiki;

6. Apabila cukup dengan keyakinan akal bahwa sesuatu itu ialah aksioma, maka hal ini bisa

diajukan suatu kritikan bahwa akal meyakini suatu perkara yang secara potensial mengandung

kesalahan, oleh karena itu, tidak mesti mempercayai perkara itu karena sama sekali tidak

berpijak pada tolok ukur. Dengan demikian, keyakinan akal dalam aksioma-aksioma tidak valid;

7. Manusia dalam keadaan tidur menyaksikan seluruh perkara itu nampak secara nyata dan

hakiki, akan tetapi setelah terbangun dia kemudian memahami bahwa semua yang disaksikan

tersebut hanyalah suatu hayalan dan mimpi. Maka dari itu, bagaimana kita bisa meyakini bahwa

kita sekarang ini tidak dalam keadan tidur dan berhayal serta apa-apa yang kita saksikan tersebut

bukanlah suatu mimpi belaka;

8. Manusia-manusia yang berpenyakit dan gila menyangka bahwa perkara-perkara yang tidak riil

Page | 17

Page 18: file · Web viewINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL. FAKULTAS ... Benarkah bahwa kebenaran kepengetahuan itu memang bersifat subjektif sebagaimana dianut oleh aliran

itu adalah perkara-perkara yang nyata dan hakiki. Dengan demikian, bagaimana kita dapat

mempercayai bahwa kita tidak sementara terjangkit suatu penyakit tertentu atau sedang

mengalami suatu kesalahan dalam sistem pemikiran dan kontemplasi;

9. Akal mampu menampakkan kesalahan dan kekeliruan indra, namun apakah kita yakin bahwa

tidak terdapat sesuatu atau perkara lain yang dapat menunjukkan secara jelas kesalahan dan

kekeliruan akal itu?

10. Jumlah aksioma-aksioma itu sangatlah terbatas dan semuanya berpijak pada satu proposisi

yakni "kemustahilan bergabungnya dua perkara yang saling berlawanan". Proposisi ini bersandar

pada konsepsi tentang ketiadaan dan kemustahilan yang terdapat dalam proposisi itu

(kemustahilan bergabungnya …) dimana akal tidak mampu memahaminya, karena kemustahilan

itu sendiri tidak mempunyai individu-individu dan objek-objek eksternal;

11. Keragaman dan perbedaan dalam karakteristik dan potensi setiap individu, lingkungan dan

ekosistemnya, dan budaya-budayanya telah menyebabkan munculnya berbagai persepsi-persepsi

dan pandangan-pandangan yang juga beragam;

12. Menyingkap sesuatu yang tidak diketahui adalah hal yang mustahil, mengungkap suatu

hakikat merupakan hal yang tak mungkin, karena hakikat itu tak diketahui;

13. Pengetahuan hudhuri dipandang sebagai pengetahuan yang paling tinggi dan sempurna.

Pengetahuan kepada diri sendiri adalah bersifat hudhuri, sementara semua orang tidak bisa

mengetahui "hakikat diri sendiri" dan tidak mampu menyelami esensi "pengetahuan kepada diri

sendiri" itu. Dengan demikian, kita pun tidak mungkin mengetahui segala sesuatu selain "diri

kita sendiri";

14. Pencapaian konsepsi-konsepsi di luar dari batas iradah dan kehendak kita, karena hal ini

menyebabkan kita mengetahui sesuatu yang telah kita ketahui sebelumnya atau mengetahui

sesuatu yang mutlak tidak diketahui, kedua konsekuensi ini adalah batil. Dengan demikian,

pembenaran sesuatu yang aksioma adalah mustahil, oleh karena itu, tertutup jalan untuk meraih

keyakinan;

15. Semakin kita menyelami realitas dan hakikat sesuatu maka yang dihasilkan tidak lain

hanyalah persepsi itu sendiri. Oleh karena itu, yang bisa ditegaskan hanyalah "diri kita" dan

Page | 18

Page 19: file · Web viewINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL. FAKULTAS ... Benarkah bahwa kebenaran kepengetahuan itu memang bersifat subjektif sebagaimana dianut oleh aliran

"persepsi kita", inilah makna dari suatu pernyataan bahwa "satu-satunya realitas eksternal yang

kita miliki" tidak lain adalah persepsi itu sendiri;

16. Apabila pengetahuan dan makrifat manusia bersifat penyingkapan dan pencerminan terhadap

objek-objek eksternal, maka tidak mungkin terdapat kesalahan;

17. Manusia di awal kelahirannya sama sekali tidak memiliki pengetahuan dan jahil terhadap

aksioma-aksioma. Oleh karena itu, aksioma-aksioma tersebut dihasilkan oleh manusia setelah

berinteraksi secara luas dengan alam dan lingkungannya, aksioma bukanlah merupakan fitrah

dan pembawaan alami manusia

Sementara keraguan-keraguan yang muncul dalam tradisi filsafat Barat antara lain:

1. Indra dan akal melakukan kesalahan dan kekeliruan, oleh karena itu tidak dapat dijadikan

landansan;

2. Terdapat kontradiksi-kontradiksi antara akal itu sendiri dan manusia yang berakal dalam

wacana filsafat;

3. Menegaskan setiap sesuatu niscaya membutuhkan serangkaian dasar-dasar, dan membuktikan

dasar-dasar itu mesti memerlukan pendahuluan-pendahuluan, demikianlah seterusnya hingga tak

terbatas. Konklusinya, perolehan makrifat dan pengetahuan ialah hal yang tak mungkin;

4. Metode induksi tidak menghasilkan suatu keyakinan;

5. Adanya perbedaan riil pada indra-indra manusia serta perbedaan persepsi di antara indra-indra

itu, perbedaan di antara manusia-manusia dari dimensi tubuh dan jiwa, pertentangan indra-indra,

perbedaan syarat-syarat yang menyebabkan pula lahirnya perbedaan pada persepsi-persepsi

indrawi, perbedaan benda-benda dari dimensi jarak dan tempat, perbedaan benda-benda dari

aspek horizontal yakni benda satu di atas dan benda yang lain di bawah, dan perbedaan hukum-

hukum adab dan etika. Kesemua perbedaan tersebut berkonsekuensi bahwa tak satupun ilmu dan

makrifat dapat dihasilkan;

6. Fenomena-fenomena akibat (ma'lul) dan tanda-tanda sebab ('illah) tidaklah tersembunyi,

karena semua manusia menyaksikan bahwa fenomena-fenomena itu adalah sama, akan tetapi,

terdapat perbedaan dan keragaman dalam penentuan sebab-sebabnya;

7. Apakah kita benar-benar yakin bahwa tidak dalam keadaan tidur dan bermimpi;

Page | 19

Page 20: file · Web viewINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL. FAKULTAS ... Benarkah bahwa kebenaran kepengetahuan itu memang bersifat subjektif sebagaimana dianut oleh aliran

8. Adanya kemungkinan kita ditipu oleh setan;

9. Proposisi yang berbunyi, "A ada", yakni "Saya mengetahui keberadaan A itu", dengan

demikian, selain "saya" dan persepsi-persepsi "saya" adalah sesuatu yang tidak dapat dibuktikan

keberadaanya;

10. Tidak terdapat perbedaan antara "kualitas pertama" dan "kualitas kedua", sebagaimana

"kualitas pertama" seperti warna dan bau adalah tidak hakiki, begitu pula "kualitas kedua" seperti

panjang dan bentuk adalah juga tidak hakiki;

11. Prinsip kausalitas itu merupakan buatan pikiran semata, karena konsepsi-konsepsinya

bersumber dari pikiran yang tidak diperoleh lewat indra-indra yang lima itu;

12. Pikiran manusia sama seperti kaca mata, atau fungsinya menimal sama dengan kaca mata.

Oleh karena itu, tak satupun dari persepsi-persepsi yang dapat dipercaya;

13. Mungkin pikiran kita sama saja dengan suatu wadah yang menerima dan menyimpan apa

saja yang diberikan padanya, maka dari itu, kesalahan persepsi-persepsi tidak semua dapat

ditegaskan dan dibuktikan secara nyata. 9

2. Pengaruh Skeptisisme Dalam Masalah Probabilitas Pengetahuan

Salah satu dalil penting kaum sofis adalah bahwa di antara para pemikir, ilmuan, dan

filosof dunia tidak akan pernah disaksikan ada kesamaan secara utuh dalam pemikiran-

pemikiran mereka. Kaum sofis dan skeptis yang karena memandang bahwa perolehan

pengenalan dan pengetahuan benar adalah tidak mungkin maka salah satu buktinya

hadirnya berbagai perbedaan dan kontradiksi di antara para pemikir tersebut, dan apa-apa

yang menurut seseorang ialah suatu kenyataan dan hakikat, sangat mungkin bagi orang

lain merupakan suatu hayalan kosong atau sebaliknya. Di samping itu mereka

menambahkan bahwa konsepsi-konsepsi kita atas dunia luar mengikuti pengaruh-

pengaruh indra kita,

9http://fauzizone88.multiply.com/journal/item/1/ ALIRAN_SKEPTISISME_DALAM_ILMU_PENGETAHUAN

Page | 20

Page 21: file · Web viewINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL. FAKULTAS ... Benarkah bahwa kebenaran kepengetahuan itu memang bersifat subjektif sebagaimana dianut oleh aliran

Kesalahan terbesar mereka ialah bahwa mencampuradukkan antara batasan pengetahuan

manusia dengan dasar-dasar makrifat. Argumentasi dan dalil mereka sama sekali tidak

menafikan masalah kemungkinan pengetahuan dan bahkan mereka sendiri menegaskan

keterbatasan makrifat manusia serta menyatakan bahwa terkadang pengetahuan manusia

bercampurnya dengan kesalahan. Mereka ini tidak ingin mengingkari keberadaan batu

meteor misalnya, tetapi menyatakan bahwa yang hanya ada adalah satu titik terang

dimana karena pengaruh kesalahan penglihatan nampaklah sebagai satu garis panjang

api. Begitu banyak orang menerima pengetahuan-pengetahuan akisoma atau persoalan

yang sudah lazim dimana tidak ada lagi keraguan dalam kebenarannya, dalam hal ini,

manusia tidak boleh memandang secara negatif bahwa seluruh pemikiran dan

pengetahuannya sendiri adalah tidak valid dan tidak benar.10

10 Ibid Alif hal 6-10

Page | 21

Page 22: file · Web viewINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL. FAKULTAS ... Benarkah bahwa kebenaran kepengetahuan itu memang bersifat subjektif sebagaimana dianut oleh aliran

KESIMPULAN

Skeptisisme merupakan suatu bentuk aliran yang perlu untuk kenal dan diperhatikan

secara seksama, karena skeptisisme adalah satu-satunya aliran yang secara radikal dan

fundamental tidak mengakui adanya kepastian dan kebenaran itu, atau sekurang-kurangya

skeptisisme menyangsikan secara mendasar kemampuan pikiran manusia untuk memperoleh

kepastian dan kebenaran pengetahuan. Dalam arti sempit skeptisisme adalah pengingkaran

tentang kemungkina mengtahui. Sedangkan dalam arti luas adalah sikap menunda pertimbangan

sampai analisis yang kritis selesai dan bukti-bukti yang mungkindiperoleh.

Aliran Skeptisisme muncul hampir sezaman dengan kehadiran Sofisme dimana mereka

meragukan adanya kemungkinan pencapaian pengetahuan yang benar terhadap alam eksternal.

Mereka mengungkap beberapa argumen dan dalil bahwa kita tidak bisa beranggapan mengetahui

secara tepat hakikat-hakikat itu sebagaimana adanya, melainkan kita mesti menyatakan bahwa

hakikat-hakikat itu kita pahami berdasarkan kondisi-kondisi dan batasan-batasan dari indra dan

persepsi kita masing-masing.

Dengan “ keraguan metodis “ ini dimaksudkan suatu sikap untuk menganggap sebagai

tidak nyata atau palsu segala sesuatu yang masih bias diragukan kebenarannya, bahkan kalau

sedikit saja diragukan. Keraguan ini kadang dikatakan sesuatu yang bersifat keterlaluan atau

hiperbolis. Apabila Descrates sampai mengandaikan adanya “ roh jahat yang licik “ yang etrus-

menerus menipu kita dalam semua penilaian dan putusan kita sehari-hari.

Upaya dan usaha semua manusia dan khususnya para ilmuan dalam menyingkap hakikat-

hakikat segala sesuatu merupakan ciri dan pertanda bahwa manusia yang berakal sehat (bukan

para sofis dan skeptis) mempercayai dan meyakini bahwa terdapat sesuatu yang diketahui dan

Page | 22

Page 23: file · Web viewINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL. FAKULTAS ... Benarkah bahwa kebenaran kepengetahuan itu memang bersifat subjektif sebagaimana dianut oleh aliran

terdapat pula sesuatu bisa diketahui. Begitu pula dalam wilayah mana manusia tidak memiliki

kemungkinan untuk dapat memahami dan mengetahui, seperti kemustahilan dan

ketidakmampuan manusia menyingkap dan mengungkap hakikat zat Sang Pencipta.

DAFTAR PUSTAKA

http://fauzizone88.multiply.com/journal/item/1/ALIRAN_SKEPTISISME_DALAM_ILMU_PENGETAHUAN

Sudarminta, Epistemologi Dasar, Yogyakarta : Pustaka utama, 2002

Alif Lukmanul Hakim, Skeptisisme. Subyektifisme dan relatifme.

Kattsoff .Louis, Pengantar filsafat, Yogyaarta: Tiara Wcana , 2004

Page | 23