sgd nec kelompok 3 fix

61
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ENTEROKOLITIS NEKROTIKANS (NEC) DISUSUN OLEH: EKO YEPPIANTO 131411123029 RACHMAD HANDANI 131411123031 DIMAS SURYA B 131411123033 LULUK ANGGARANI 131411123035 GRANDIS DWI K 131411123037 YAN LARAS M 131411123039 ASTRID DYAH 131411123042 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATAN

Upload: rudianto-ahmad

Post on 11-Nov-2015

163 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

m

TRANSCRIPT

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

ENTEROKOLITIS NEKROTIKANS (NEC)

DISUSUN OLEH:

EKO YEPPIANTO

131411123029

RACHMAD HANDANI

131411123031

DIMAS SURYA B

131411123033

LULUK ANGGARANI

131411123035

GRANDIS DWI K

131411123037

YAN LARAS M

131411123039

ASTRID DYAH

131411123042PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2015BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Enterokolitis nekrotikans (necrotizing enterocolitis, NEC) merupakan gangguan abdomen paling serius pada bayi preterm (kurang bulan). Enterokolitis nekrotikans (necrotizing en- te ro co litis, NEC) merupakan sindrom multifaktorial nekrosis iskemik intestinal akut dan menjadi salah satu penyebab kegawatan gastrointestinal pada neonatus. Terdapat inflamasi pada dinding usus, yang dapat berkembang menjadi nekrosis dan perforasi. Gangguan ini dapat melibatkan bagian usus tertentu (paling sering ileum terminalis) atau semua bagian usus. (Tom & Avroy, 2009). Kemajuan unit perawatan neonatus menyebabkan NKB (neonatus kurang bulan) yang mampu bertahan hidup bertambah, sehingga insiden NEC juga bertambah.( Hunter CJ, Upperman JS, Ford HR, Camerini V, 2008). Karakteristik NEC terlihat dengan adanya kerusakan pada saluran intestinal mulai dari adanya injuri sampai nekrosis pada mukosa atau submukosa terbanyak pada ileum dan colon ascendingusus yang didahului oleh adanya hipoksia. (Shelley C. Spinger, 2014).Penyebab NEC belum diketahui secara jelas sampai saat ini, tetapi beberapa hal yang diduga menjadi penyebab, yaitu respon hipereaktivitas sistem imun, iskemik, infeksi, pengenalan makanan enteral, kolonisasi mikroflora yang abnormal, ataupun respon terhadap translokasi mikroflora pada saluran cerna. (Lin PW, Nasr TR, Stoll BJ, 2008). Imaturitas sel epitel intestinal dan mekanisme respons imun traktus gastrointestinal pada bayi prematur memudahkan terjadinya kerusakan sawar intestinal dan kolonisasi abnormal mikroflora. Paparan terhadap beragam bakteri nosokomial di NICU dan ketidakmampuan respon sistem imun terhadap kolonisasi mikroflora abnormal memudahkan terjadi NEC pada bayi prematur. (Wendelboe AM, Smelser C, Lucero CA, McDonald LC, 2010) Beberapa penulis melaporkan angka kejadian lebih banyak pada orang afrika daripada orang kulit putih ataupun ras hispanik. Insiden NEC adalah 1 per 1000 kelahiran hidup (5%-10%), dan lebih dari 90% terjadi pada NKB. (Stoll BJ, Hansen NI, Bell EF, 2010) Selama tahun 2009, di Divisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) terdapat 31 kasus NEC dari sekitar 737 kelahiran kurang bulan. (Juniarto, Ratno dkk, 2014) Angka kematian akibat NEC berkisar antara 15%-30%, lebih tinggi pada bayi dengan usia gestasi yang lebih muda, dan merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak di neonatal intensive care unit (NICU). Angka kematian dapat mencapai 40% pada neonatus yang mengalami NEC dengan perforasi dan membutuhkan intervensi bedah.1 Neonatus dengan NEC juga lebih sering mengalami infeksi nosokomial, asupan nutrisi yang tidak adekuat, pertumbuhan yang lambat, insiden displasia bronkopulmonal dan retinopati prematuritas lebih tinggi, serta membutuhkan waktu perawatan intensif yang lama. (Leviton A, Damman O, Engelke S, 2010)Penanganan sejauh ini yang bisa dilakukan pada bayi dengan NEC adalah mengamankan jalan nafas, menjaga sirkulasi yang adekuat, menjaga kesimbangan nutrisi melalui pemasangan nasogastrik, pemberian antibiotik, mengatasi koagulopati, serta hingga tindakan pembedahan. Penanganan dilakukan sesuai dengan staging NEC. Penanganan ini telah diketahui guna meningkatan angka harapan hidup neonatus dengan NEC, itu sendiri. (Tom & Avroy, 2009)Dari dasar-dasar yang sudah dijelaskan diatas, sehingga kami sebagai perawat & calon profesional, merasa perlu mengetahui segala hal yang berkaitan dengan NEC secara lebih mendalam, agar asuhan keperawatan yang kita berikan dapat diberikan secara cepat dan tepat serta dapat berpengaruh terhadap penyembuhan pasien. Pendidikan kesehatan dan dukungan psikologis kepada keluarga khususnya orangtua merupakan hal yang juga penting sebagai salah satu upaya penegakan asuhan keperawatan yang meliputi biopsikososial dan spiritual.Recently, various novel preventive strategies have been explored, including use of antenatal steroids,3 breast milk feeding,4 enhancement of platelet-activating factor acetyl hydrolase activity,5 the use of platelet-activating factor receptor antagonists,6 and probiotics.7 111.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mengetahui konsep teori dan asuhan keperawatan pada klien anak dengan Enterokolitis Nekrotikans (NEC).1.2.2 Tujuan Khusus1. Mengetahui definisi dari dari Enterokolitis Nekrotikans (NEC)2. Mengetahui etiologi dari Enterokolitis Nekrotikans (NEC)3. Mengetahui manifestasi klinik Enterokolitis Nekrotikans (NEC)4. Mengetahui patofisiologi dan WOC Enterokolitis Nekrotikans (NEC)5. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari Enterokolitis Nekrotikans (NEC)6. Mengetahui penatalaksanaan dari Enterokolitis Nekrotikans (NEC)7. Mengetahui Komplikasi dari Enterokolitis Nekrotikans (NEC)8. Mengetahui Prognosis dari Enterokolitis Nekrotikans (NEC)9. Mengetahui WOC dari Enterokolitis Nekrotikans (NEC)10.Mengetahui proses keperawatan pada klien dengan Enterokolitis Nekrotikans (NEC).BAB II

TINJAUAN TEORI2.1 Konsep Bayi Prematur dan sitem Pencernaan Bayi Prematura. Klasifikasi Bayi PrematurNo.BatasanKriteria

1.Sangat prematur-Usia kehamilan 24-30 minggu

-BB bayi 1000-1500 g

2.Prematur sedang-Usia kehamilan 31-36 minggu

-BB bayi 1501-2000 g

3.Prematur borderline-Usia kehamilan 36-38 minggu

-Berat bayi 2001-2499 g

-Lingkaran kepala 33 cm

-Lingkaran dada 30 cm

-Panjang badan sekitas 45 cm

.b. Kondisi Sistem Pencernaan pada Bayi PrematurKondisi yang terjadi pada bayi prematur adalah ketidakmatangan saluran pencernaan, khusunya pada konteks motilitas, digesti, perfusi, barrier function, dan kekebalan tubuh. Ketidakmatangan motilitas dan dan pencernaan ini dapat menyisakan makanan yang tidak tercerna di lumen usus untuk waktu yang lama dan membuat jumlah bakteri lebih banyak di usus.Ketidakmatangan fungsi pertahanan pada usus bayi prematur akan memicu translokasi bakteri dan meningkatkan resiko NEC. Lapisan musin glikoprotein akan disekresi oleh sel goblet yang terdiri dari struktural barrier usus, sedangkan igA, lisosim, fossolipase A2, dan peptida antimikroba (defensin dan katelicidin) adalah komponen barrier biokimia. Ketidakmatangan sel paneth khususnya sel crypt yang menghasilkan antimikroba alami dan MD2 (komponen penting dari reseptor lipopolisakarida) merupakan salah satu faktor resiko mudahnya bakteri masuk kedalam usus.

Sekretori antibodi igA (sIgA) adalah host yang penting untuk mekanisme pertahanan, mencegah antigen luminal dan mikroorganisme untuk memasuki mukosa usus. Pada manusia dewasa, 70%-80% dari semua sel Ig yang diproduksi dalam tubuh terletak di mukosa tubuh dan sebagian besar sel-sel ini menghasilkan IgA. Sebaliknya, nenoatus yang kekurangan IgA saat lahir, IgA tidak muncul antara 2 8 minggu setelah melahirkan, namun dapat diimbangi dengan pemberian kolostrum (0,5 10 gr/hr antibodi dalam ASI yang sebanding dengan dengan 2.5gr produksi antibodi harian pada dewasa). Dibandingkan dengan bayi cukup bulan, bayi prematur terjadi peningkatan oermeabilitas mukosa usus. Produksi oksida nitrat yang berlebihan baik secara langsung maupun melalui derivat nitrogen yang raktif dan perioksinitrat mungkin menekankan cedera epitel melalui oksidasi membran, induksi apoptosis, dan kerusakan mitokondria.( Apoptosis = Suatu bentuk kematian sel yang diprogram dalam urutan kejadian yang mengarah pada penghapusan sel tanpa melepaskan zat berbahaya ke daerah sekitarnya).Sumber: Maheswari, Akhil., et.al,. 2011. Journal: Neonatal Necrotizing Enterocolitis. Portland: Dove Press Journal.

Normally Intestinal

Inflammation Intestinal2.2 Konsep Teori Enterokolitis Nekrotikan (NEC)2.2.1 Definisi Adalah penyakit gastrointestinal yang didapat dan paling sering pada bayi baru lahir, atau suatu peradangan pada usus yang sebagian besar akibat prematuritas dan berat bayi lahir yang sangat rendah.( Camilia R. Martin, MD, and W. Allan Walker, MD, 2008).

Terdapat inflamasi pada dinding usus, yang dapat berkembang menjadi nekrosis dan perforasi. Gangguan ini dapat melibatkan bagian usus tertentu (paling sering ileum terminalis) atau semua bagian usus. Kerusakan pada lapisan sel mukosa dinding usus sangat besar, Berkurangnya asupan darah ke sel ini menyebabkan kematian sel dalam jumlah besar, penurunan suplay darah ini menghentikan mukus yang mensekresi mukus pelindung dan pelumas, dan dinding usus yang tipis dan tidak terlindungi kemudian diserang oleh enzim proteolitik. Akibatnya, dinding usus semakin bengkak dan rusak, tidak mampu mensintesis IgM pelindung, dan mukosa dapat ditembus oleh makromolekul (mis.eksotoksin), yang selanjutnya semakin merusak pertahanan usus. Bakteri penghasil gas menginvasi daerah yang rusak dan menghasilkan pneumatosis intestinalis, keadaan adanya udara pada permukaan mukosa dan submukosa usus.Kasus ini dapat bersifat sporadik atau kadang-kadang terjadi pada epidemik.(Tom & Avroy, 2009)

2.2.2 Pencegahan

Menurut Bhoomika K.Pateland Jigna S.Shah, 2012 beberapa tindakan pencegahan NEC antara lain :

1. Strategi Feeding dengan pemberian susu ASI dikenal intervensi yang efektif dalam pencegahan necrotising enterocolitis (NEC). Faktor protektif dalam ASI mendukung salah satu keuntungan berlipat ganda susu manusia . Lucas dan Cole dalam sebuah studi prospektif pada 926 bayi prematur mencatat bahwa 6 hingga 10- kali lebih mungkin terjadi NEC pada bayi dengan pemberian susu formula dibandingkan pada mereka yang menerima ASI eksklusif. ASI merupakan nutrien enteral yang paling disarankan karena memberikan beberapa imunitas pasif (IgA), makrofag, dan lisozim.

2. Pemberian makan oral, ditunda paling tidak 24 sampai 48 jam pada bayi yang diyakini menderita asfiksia kelahiran dan selama dianggap perlu pada bayi BBLER dan BBLSR.

3. Asam Lemak polyunsaturated Suplemen. Asam lemak rantai panjang telah diusulkan untuk memodulasi peradangan dan imunitas. Baru-baru ini Carlson telah ditampilkan mengurangi insidensi NEC dalam kelompok dilengkapi dengan fosfolipid telur

2.2.3 Etiologi & Faktor ResikoMenurut Tom & Avroy, 2009. Patogenesis NEC belum diketahui namun, ada beberapa faktor resiko yang telah diidentifikasi antara lain : 1. Prematuritas ( merupakan faktor resiko utama)

Lebih dari 90 % kasus NEC terjadi pada bayi prematur, berat badan lahir rendah, dan telah menjadi faktor resiko utama. Walaupun banyak perbedaan antara bayi prematur dengan bayi cukup bulan, mekanisme yang bertanggung jawab terhadap predileksi (kegemaran) NEC pada kondisi NEC masih belum dipahami sepenuhnya. Penelitian yang dilakukan pada manusia dan hewan telah mengidentifikasi perubahan dalam komponenkomponen sistem pertahanan usus, motilitas, kolonisasi bakteri, regulasi aliran darah, dan reaksi inflamasi yang berperan dalam terjadinya kerusakan pada usus.2. Hipoksia-Iskemia pada usus

Prenatal :

PJT, khususnya jika aliran akhir-diastolik pada arteri umbilikalis dan fetalis tidak ada/ membaik saat antenatal

Postnatal :

PDA, berkurangnya aliran darah

Studi menunjukkan bahwa bayi baru lahir memiliki penyimpangan respon terhadap stres sirkulasi, yang menyebabkan penurunan aliran saluran cerna atau resistensi vaskuler. Dalam respon terhadap hipotensi, bayi baru lahir menunjukkan defek tekanan-autoregulasi aliran darah, menyebabkan penurunan penyediaan oksigen saluran cerna dan oksigenasi jaringan. Sebagai tambahan, pada hipoksemia arteri, sirkulasi saluran cerna bayi baru lahir memiliki respon yang berbeda dari orang dewasa. Walapun setelah hipoksemia, terjadi vasodilatasi dan peningkatan perfusi saluran cerna, hipoksemia berat akan menyebabkan vasokonstriksi dan iskemia atau hipoksia saluran cerna, dimediasi oleh tidak adanya produksi nitrat oksida. Kebanyakan mediator kimia (nitrat oksida, endotelin, substansi P, norepinefrin, dan angiotensin) berdampak pada vasomotor, regulasi abnormal menghasilkan penekanan autoregulasi sirkulasi, mengarah pada iskemia saluran cerna dan nekrosis jaringan.3. Pemberian Makanan

Peningkatan yang cepat dalam memberikan makan secara enteral

Pemberian ASI yang minim Formula yang hipertonik

Walaupun hubungan antara makanan enteral dan NEC masih belum dipahami sepenuhnya, tapi beberapa studi membuktikan pentingnya pemberian Air Susu Ibu (ASI), yang memang berbeda dengan susu formula, baik dari segi jumlah, komposisi, dan osmolalitas. ASI mengandung berbagai faktor bioaktif yang mempengaruhi imunitas, inflamasi, dan proteksi mukosa, termasuk sekresi Immunoglobulin A (IgA), leukosit, laktoferin, lisozim,musin, sitokin, faktor pertumbuhan, enzim, oligosakarida, dan asam lemak tak jenuh rantai ganda, yang mana sebagaian besar tidak terkandung pada susu formula4. Infeksi Bakteri di dalam dinding usus dan aliran darah. In Utero, usus janin terus dibasahi dalam cairan amnion yang steril, diperkaya dengan nutrisi, hormon, dan faktor-faktor pertumbuhan yang membantu perkembangan dari traktus intestinal. Saat lahir, bayi akan meninggalkan lingkungan yang steril tersebut. Pemberian ASI pada bayi akan membentuk kolonisasi beberapa jenis organisme pada minggu pertama kehidupan, termasuk spesies anaerob seperti Bifidobacteria dan Lactobacill. Dibandingkan dengan bayi yang dirawat Rumah Sakit, saluran cerna pada bayi yang prematur memiliki spesies bakteri yang sedikit, dan

bakteri anaerob yang lebih sedikit atau mungkin sama sekali tidak ada. Kolonisasi oleh bakteri komensal membuat sebuah flora usus yang stabil dan sangat penting bagi perkembangan struktur intestinal. Bakteri komensal mampu meningkatkan dan menjaga kesatuan sebagai mukoprotektor dengan menurunkan produksi mukus, memperkuat Intestinal Tight Junction, memproduksi zat-zat racun yang melawan bakteri aerobik, dan menurunkan pH intralumen.

Ketidakseimbangan kolonisasi bakteri, dimana terdapat ketidakseimbangan antara bakteri patogen dan komensal menyebabkan dominasi dan proliferasi patologis yang dilakukan oleh bakteri patogen. Bukti terakhir menunjukkan bahwa kontaminasi dan kolonisasi bakteri pada pemberian makanan formula melalui Nasogastric tube (NGT) pada bayi prematur merupakan predisposisi pada beberapa bayi untuk terjadinya NEC. Mekanisme spesifik bagaimana inisiasi bakteri dalam kejadian NEC belum sepenuhnya dimengerti, namun pada kebanyakan kasus ditemukan bahwa dinding sel bakteri patogen menghasilkan endotoksin, dan beberapa komponen aktif menyerupai reseptor di epitel usus, dan mengaktivasi mediator inflamasi yang memicu kerusakan usus. (Tom & Avroy, 2009)Faktor resiko : 1. Pemberian susu formula

2. Asfiksia (kurang O2)

3. Intrauterine Growth Restriction (IUGR)

4. Polisitemia) / hiperviskositas

Peningkatan jumlah sel darah (eritrosit, leukosit, trombosit) di dalam darah | sehingga menibulkan gesekan.

5. Pemasangan kateter umbilical

6.Gastroskisis (hernia)

7. Penyakit jantung bawaan

8. Mielomeningokel. (Penonjolan selaput pelindung tulang belakang melalui cacat pada selubung tulang dari kolom vertebral. Cacat tulangnya disebut spina bifida.)

Necrolitizing Enterocolitis bisa timbul sebagai kumpulan penyakit atau penyakit dominan di Unit Rawat Intensif Neonatus. Beberapa kumpulan tampaknya berhubungan dengan organisme spesifik (misalnya Klebsiella, Escherichia coli, Staphylococcus koagulase-negatif), tetapi sering kuman patogen spesifik tidak diketahui.2.2.4 PatofisologiMeskipun etiopatogenesis NEC masih belum jelas, epidemiologi saat ini dan bukti-bukti pengalaman mengidentifikasi beberapa faktor resiko dan multifaktor yang mendukung model penyakit. Berikut merupakan mekanisme perjalanan penyakit dari ke empat faktor yang diyakini sebagai penyebab NEC :

Pertama, Prematur adalah faktor resiko yang paling utama pada NEC. Ketidakmatangan saluran pencernaan, khusunya pada konteks motilitas, digesti, perfusi, barrier function, dan kekebalan tubuh adalah faktor predisposisi utama untuk NEC.

Bukti untuk faktor predisposisi genetik untuk NEC sangat sederhana. Bhandari et.al mencatat dengan mengontrol kovariat pada bayi1 dari 9 bayi kembar dengan NEC, bahwa faktor genetik bukan merupakan faktor yang menyebabkan NEC. NEC dikaitkan dengan nukleotida tunggal polimorfisme di interleukin (IL)-4 reseptor (+1902G, proteksi), IL-18 dan sintesa karbomil fosfat 1 gen (T450N, meningkatkan resiko). Sebaliknya, NEC tidak terkait dengan sebagian besar polimorfisme nukleotida tunggal yang telah dikaitkan dengan penyakit chron dan/atau ulserasi colitis.

Kedua, NEC biasanya terjadi pada bayi yang menerima makanan secara enteral. Meskipun NEC dapat terjadi pada semua neonatus yang tidak pernah menerima makanan secara enteral, 90%-95% kasus terjadi pada bayi dengan riwayat pemberian makanan secara enteral yang baru dimulai kembali. Selain resiko cedera osmotik langsung pada mukosa usus, pemberian makanan juga dapat mebubah splanknik aliran darah dan meningkatkan resiko cidera iskemik pada area underperfused dengan meningkatkan kebutuhan oksigen lokal. Selain itu, ketidakmatangan motilitas dan dan pencernaan dapat menyisakan makanan yang tidak tercerna di lumen usus untuk waktu yang lama dan membuat jumlah bakteri lebih banyak di usus.

Bayi yang menerima pemberian susu formula meningkatkan resiko NEC dibandingkan dengan pemberian ASI. Kandungan formula seluler yang kurang baik yang larut sebagai faktor imunoproktektif, seperti igA dan berbagai antimikroba alami, memiliki kecenderungan untuk mengubah kolonisasi bakteri postnatal di usus yang normal. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pemberian susu formula pada hewan yang baru lahir mungkin langsung menyebabkan inflamasi pada mukosa usus.

Meskipun sebagian besar data dari penelitian fisiologis dan retrospektif, hubungan langsung antara jenis makanan tertentu dan/atau kecepatan pemberian makanan langsung pada bayi dengan penyakit NEC belum meyakinkan terbukti. Beberapa studi observasional menyarankan untuk menunda pengenalan pemberian makanan secara enteral pada beberapa hari pertama setelah lahir dan menggunakan standar yang sesuai untuk meningkatkan jumlah pemberian makanan yaitu kurang dari 24mL/kgBB/hr. Hal ini mungkin terkait dengan resiko yang lebih rendah untuk NEC. National Institute of Child Health and Development Neonatal Research Network mengatakan kejadian NEC tertinggi disebabkan karena pemberian makanan enteral yang terlalu dini dan jumlah pemberian makanan yang terlalu banyak. Beberapa penelitian baru-baru ini dari sistem multihospital, fulminan NEC ditandai dengan nekrosis usus besar dan progresivitas kematian dalam kurun waktu 48 jam dikaitkan dengan pemberian makanan lebih dari 20 mL/kg/hr dan/atau peningkatkan fortifier susu manusia dalam 48 jam sebelum berkembang menjadi NEC.

Cedera mukosa mungkin kejadian awal mula. Epitel usus yang mengalami injury atau cidera diyakini secara awal terjadinya NEC. Cedera pada mukosa usus menyebabkan gangguan pertahanan epitel yang memungkinkan translokasi bakteri, yang pada akhirnya akan memicu respon inflamasi.

Ketiga, Iskemia mungkin berperan penting dalam NEC. Koagulasi nekrosis biasanya terkait dengan iskemia akan ditemukan dalan pemeriksaan histopatologi pada NEC. Bayi dengan NEC akan mengalami penurunan sistesis endotel oksida nitrit dan penurunan produksi oksida nitrat arteriol dapat meningkatkan resiko cidera iskemik yang lebih tinggi. Meskipun episode hipoksi dan/atau hipotensi yang tidak biasa pada neonatus prematur, kejadian iskemik jelas hanya merupakan sebagian kecil bayi prematur dengan NEC dan terjadi di awal periode neonatal dan bukan di minggu ke 2-4 pada postnatal ketika terjadi NEC. Pada bayi yang cukup bulan, NEC cenderung terjadi pada awal usia postnatal dibandingkan pada bayi prematur dan jelas terkait dengan faktor-faktor yang menyebabkan hipoperfusi splanknik/ Banyak bayi cukup bulan dengan NEC mempunyai riwayat insufisiensi plasenta dan tidak adanya aliran darah diastolik akhir dalam pembuluh umbilikus dalam rahim, asfiksia perinatal, polisitemia, episode curah jantung rendah, dan penyakit kongenital jantung,

NEC yang kronis ditandai dengan respon inflamasi yang tidak teratur. Leukosit akan melakukan infiltrasi yang terdiri dari pengaktivan makrofag dan neutrofil. Peningkatan ekspresi jaringan TNF dan PAF meningkatkan penyebaran cidera mukosa yang sedang berlangsung dengan memicu mediator inflamasi termasuk, IL-1, IL-6, IL-8, IL-10, Il-12, dan IL-18. Aktivasi komplenen dan koagulasi sitokin, oksigen reaktif, dan oksida nitirat memperkuat terjadinya cedera mukosa. Pada bayi dengan NEC, peningkatkan ekpresi PAF dan menurunnya tingka PAF asetilhidrolase (enzim yang menurunkan PAF) dapat menambah efek inflamasi lokal.

Keempat, Bakteri memainkan peranan penting dalam patogenesis NEC. NEC hanya terjadi setelah kolonisasi bakteri pada saluran gastrointestinal postnatal. Bakteri mengkatifkan sistem kekebalan tubuh dalam mukosa dan menyebabkan cedera inflamasi. Produk penghasil bakteri seperti asam lemak rantai pendek (asetat, butirat) juga dapat langsung merusak pertahanan epitel. NEC biasanya menghasilkan mikroorganisme yang menyerang bayi prematur yang kritis. Interaksi bakteri dan produk bakteri dengan usus yang belum matang cenderung meningkatkan penekanan yang lebih besar dalam patogenesis NEC.

Ketidakmatangan fungsi pertahanan pada usus akan memicu translokasi bakteri dan meningkatkan resiko NEC. Lapisan musin glikoprotein akan disekresi oleh sel goblet yang terdiri dari struktural barrier usus, sedangkan igA, lisosim, fossolipase A2, dan peptida antimikroba (defensin dan katelicidin) adalah komponen barrier biokimia. Ketidakmatangan sel paneth khususnya sel crypt yang menghasilkan antimikroba alami dan MD2 (komponen penting dari reseptor lipopolisakarida) merupakan salah satu faktor resiko NEC. NEC akut yang memiliki jumlah sel paneth yang rendah menunjukkan kelemahan reaktivitas imun atau ketidaklengkapan lisosim/

Sekretori antibodi igA (sIgA) adalah host yang penting untuk mekanisme pertahanan, mencegah antigen luminal dan mikroorganisme untuk memasuki mukosa usus. Pada manusia dewasa, 70%-80% dari semua sel Ig yang diproduksi dalam tubuh terletak di mukosa tubuh dan sebagian besar sel-sel ini menghasilkan IgA. Sebaliknya, nenoatus yang kekurangan IgA saat lahir dan yang sIgA tidak muncul antara 2 8 minggu setelah melahirkan dapat diimbangi dengan pemberian kolostrum (0,5 10 gr/hr antibodi dalam ASI sebanding dengan dengan 2.5gr produksi antibodi harian pada dewasa). Dibandingkan dengan bayi cukup bulan, bayi prematur terjadi peningkatan oermeabilitas mukosa usus dan meningkatkan resiko terjadi NEC. Produksi oksida nitrat yang berlebihan baik secara langsung maupun melalui derivat nitrogen yang raktif dan perioksinitrat mungkin menekankan cedera epitel melalui oksidasi membran, induksi apoptosis, dan kerusakan mitokondria. Sumber: Maheswari, Akhil., et.al,. 2011. Journal: Neonatal Necrotizing Enterocolitis. Portland: Dove Press Journal. Secara ringkas berikut patofisiology NEC dalam bentuk bagan :

Keterangan : Apoptosis = Suatu bentuk kematian sel yang diprogram dalam urutan kejadian yang mengarah pada penghapusan sel tanpa melepaskan zat berbahaya ke daerah sekitarnya2.2.5 Manifestasi KlinisMenurut Tom & Avroy, 2009. Berikut beberapa gambaran klinis dari NEC :Onset dalam usia 1-2 minggu namun dapat sampai usia beberapa minggu, dengan:

- Aspirat/muntah biliosa

- Intoleransi makanan

- Tinja berdarah

- Distensi dan nyeri abdomen yang mungkin dapat berlanjut menjadi perforasi

- Gambaran sepsis:

a. Instabilitas suhu

b. Ikterus

c. apnea dan bradikardia

d. letargi

e. hipoperfusi, syok

- Tanda-tanda klinis peritonitis/perforasi

a. Nyeri abdomen

b. Tahanan

c. Dinding abdomen yang keras dan pucat

d. Edema dinding abdomen

e.Suara usus yang menghilang

f. Massa abdomenSedangkan menurut Gomela, dikutip dari Bhoomika K. Pateland & Jigna S.Shah, 2012 manifestasi klinis dari NEC dapat dikategorikan sesuai dengan kriteria Bells, yaitu:

Stadium 1 (suspek NEC)

a. Kelainan sistemik : Tandanya tidak spesifik, termasuk apneu, bradikardia, letargi dan suhu tidak stabil.

b. Kelainan abdominal : Termasuk intoleransi makanan, rekuren residual lambung, dan distensi abdominal.

c. Kelainan radiologik : Gambaran radiologi bisa normal atau tidak spesifik.

2. Stadium 2 (terbukti NEC)

a. Kelainan sistemik : Seperti stadium 1 ditambah dengan nyeri tekan abdominal dan trombositopenia