sejarah percetaan
DESCRIPTION
adiTRANSCRIPT
Dalam tulisan singkat ini akan dibahas mengenai proses munculnya percetakan di Iran dan
penerbitan buku-buku berbahasa Persia. Sejarah percetakan di Iran tidak dapat dipisahkan dengan
masa kekaisaran Achaemenid dan stempel-stempel kerajaan yang digunakan di masa itu untuk
menegaskan peraturan dan perintah kerajaan. Kekaisaran Achaemenid berlangsung sekitar lima
abad sebelum Masehi.
Kata "Chap"(dalam bahasa Persia) dihubungkan ke akhir abad ke-7 H (abad ke-13 Masehi) dan di
masa kekaisaran Gaykhatukhan, cucu dari Hulagu Khan Mongol. Ia mencetak uang kertas atas
usulan Sadr al-Dil Zanjani, salah satu menterinya dari Iran.Alat untuk mencetak uang tersebut
sangat sederhana sekali. Mereka kemudian menyebut hasil cetakanitudengan"Chav" atau
"Kaav." Sejumlah pihak meyakini bahwa kata "Chap"berasal dari kata "Chahap atau Chahabe,"di
mana dalam bahasa India berarti stempel yang dicapkan ke kain-kain tertentu. Sementara itu, para
pakar bahasa mengatakan, kata Chap dan Chapkhane sejak masa itu telah masuk ke dalam bahasa
Persia, yang aslinya diambil dari kata Chavdan Chavkhane.
Kini kita merujuk ke masa Dinasti Safavid yang merupakan periode lahirnya budaya, seni dan
kejayaan peradaban Iran di Kota Isfahan. Lingkungan yang bebas dan dorongan dari Shah Abbas
Safavi I dan raja-raja lainnya, telah menguatkan motivasi warga etnis Armenia di kota tersebut untuk
menciptakan sebuah alat percetakan dan menerbitkan karya-karya tulis. Berdasarkan referensi para
wisatawan khususnya "Chardin," sebagian orang Iran di masa Safavid telah mengetahui dan
mengenal alat-alat percetakan dan penerbitan, sebab teknologi tersebut di masa itu mudah untuk
masuk ke Iran.
Chardin dalam catatan perjalanannya mengatakan bahwa istana Safavid berulang kali memintanya
untuk membawa alat percetakan ke Iran untuk digunakan di Kota Isfahan. Sementara itu, seorang
ilmuwan Iran, Lutfullah Honarfar dalam penelitiannya terhadap batu-batu nisan di makam warga
Kristen di Isfahan, berhasil menemukan 50 profesi dan jabatan, di mana salah satunya sebagai
seorang pencetak profesional.
Buku berjudul "Saqmus" adalah buku pertama yang dicetak di Iran, namun buku pertama yang
dicetak ke dalam bahasa Persia bernama "Jamadiyah" atau "Kehidupan Isa al-Masih as."Saqmus
ditulis dalam bahasa Armenia dan berkaitan dengan awal abad ke-11 H (antara tahun 1025-1039
Masehi). Buku tersebut ditemukan pertama kali di gereja Vank di Julfa, Isfahan.
Pada tahun 1027 Masehi, Maulana Qasim Lahore menerjemahkan buku "Kehidupan Isa al-Masih
as" dari bahasa Latin ke bahasa Persia di istana Akbar Shah, salah satu dari raja-raja India. Ketika
dicetak di Kota Leiden Belanda pada tahun 1035 H (1639 Masehi), buku tersebut berisi 1000
halaman yang terbagi menjadi dua bahasa: bahasa Persia (di sebelah kanan halaman) dan bahasa
Latin (di sebelah kiri halaman). Bagian pertama buku itu meliputi sekitar 600 halaman yang
membahas kehidupan Nabi Isa as, dan bagian kedua yang terdiri dari 200 halaman, mengulas
tentang kehidupan Petrus.
Halaman sisanya yaitu bagian ketiga dari buku "Kehidupan Isa al-Masih as", membahas tentang tata
bahasa (grammar) Persia, namun penjelasan tersebut dipaparkan dengan bahasa Latin. Bagian
ketiga itu juga disebut sebagai "Unsur-unsur Bahasa Persia" dan menjadi tata bahasa Persia
pertama yang ditulis di dunia. Tuntutan para administrator kolonial untuk mengenal bahasa dan
sastra Persia yang populer di daratan India di masa itu dianggap sebagai penyebab penting dari
penulisan tersebut. Buku "Kehidupan Isa al-Masih as" saat ini tersimpan Perpustakaan Nasional
Iran.
Abbas Mirza, Putra Mahkota Fath Ali Shah Qajar, telah mengenal baik sejumlah peralatan industri
yang digunakan di masa Dinasti Ottoman, sebab pemerintahannya berpusat di Kota Tabriz dan ia
memiliki hubungan dekat dengan dinasti tersebut. Awalnya, Abbas Mirza ingin mendirikan sebuah
percetakan untuk menerbitkan surat kabar dan berbagai buku, khususnya buku-buku ilmiah. Dan
berkat berbagai dukungan dan usahanya, keinginan Abbas Mirza tersebut terpenuhi dan berdirilah
sebuah percetakan pertama berbahasa Persia di Iran. Buku-buku pertama yang diterbitkan adalah
buku-buku yang mengisahkan berbagai perang Iran dan Rusia yang terjadi hingga sebelum tahun
1813 Masehi.
Percetakan foto dan gambar permata kali ada di Iran juga di masa Dinasti Qajar. "Laila dan
Majnun"adalah buku bergambar pertama yang dicetak pada tahun 1259 H (1843 Masehi). Pada
empat halaman dari buku tersebut terdapat empat gambar yang dihiasi dengan warna dan mode
yang digemari di masa itu. Sementara itu, buku Divan-e "Fuzuli Baghdadi" yang memuat 20 gambar
adalah buku kedua yang diterbitkan setelah buku "Laila dan Majnun."Atas perintah dan dukungan
Abbas Mirza, alat percetakan batu (Litografi) berhasil di bawa ke Iran dan ditempatkan di Kota
Tabriz. Alat tersebut pertama kalinya digunakan untuk mencetak al-Quranul Karim di kota itu.
Penerbitan berbagai buku tersebut membuktikan bahwa pemerintah dan raja-raja di masa itu telah
mengenal baik tentang teknologi percetakan untuk tujuan-tujuan terbatas. Buku-buku yang
kebanyakan menceritakan tentang sejarah, agama dan sastra atau yang mempromosikan prinsip-
prinsip kesehatan dan berbagai sisi kehidupan sipil dan budaya masyarakat adalah termasuk buku-
buku baru. Percetakan yang berada di jalan Naser Khosro, Tehran, termasuk dari percetakan kuno
yang telah beroperasi sejak tahun 1324 H (1906 Masehi).
Percetakan di Iran mulai mengalami perkembangan baru sejak zaman Nasser al-Din Shah dan
Kementerian Amir Kabir. Penerbitan surat kabar dan popularitas jurnalisme telah mengikatkan nasib
percetakan dengan pers, di mana sejak masa itu sejarah percetakan tidak dapat dipisahkan lagi
dengan sejarah media. Selain itu, pendirian sekolah Darul Funun telah mempengaruhi sejarah
percetakan di Iran. Kebutuhan terhadap penerbitan berbagai buku pelajaran di sekolah tersebut
telah mendorong didirikannnya sebuah workshop yang khusus mencetak karya-karya para dosen
Darul Funun, referensui pelajaran para siswa dan sejumlah buku lainnya.
Mirza Ebrahim Khan yang terkenal dengan "Mossavar-Rahmani " adalah seorang pemimpin industri
percetakan di Tehran. Ia berhasil membawa mesin percetakan ke Tehran dan kemudian mendirikan
percetakan "Khurshid" di kota tersebut. Percetakan yang terletak di jalan Naser Khosro Tehran itu
selain menerbitkan surat kabar, juga menerbitkan buku-buku tentang akhlak, olah raga dan
pendidikan rumah tangga. Buku-buku berharga tersebut saat ini menjadi bagian dari warisan
berharga sejarah percetakan di Iran. Namun Gerakan Revolusi Konstitusi di Iran menilai penyebab
meningkatnya jumlah surat kabar di negara itu sebagai dampak dari kecenderungan masyarakat
untuk membaca isu-isu politik dan sosial sehingga percetakan semakin berkembang di Iran.
Pendirian Universitas Tehran dan berbagai lembaga pendidikan baru di masa rezim Pahlevi telah
meningkatkan kebutuhan untuk mencetak buku. Hal itu diimbangi dengan pendirian percetakan-
percetakan pemerintah dan swasta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap karya-karya
tulis. Dengan demikian, industri percetakan di Iran secara bertahap mencapai standar percetakan
dunia. Namun sayangnya, di tahun-tahun menjelang Revolusi Islam Iran; yaitu di dekade 1350 HS,
industri percetakan Iran menghadapi masalah serius, bahkan di tahun-tahun tersebut dapat
dianggap sebagai tahun-tahun yang dipenuhi dengan konflik terkait percetakan.
Peningkatan signifikan pendapatan negara dan program-program perluasan ilmu pengetahuan
merupakan kemajuan yang sesuai dengan perkembangan industri percetakan, namun kebijakan
ketat yang mengawasi penerbitan buku dan surat kabar telah menimbulkan banyak masalah bagi
mereka yang terlibat dalam industri tersebut. Di masa Revolusi Islam, percetakan menjadi salah
satu pusat kegiatan terpenting untuk melawan rezim Pahlevi. Buku-buku tentang revolusi dan
deklarasi anti-rezim banyak dicetak diberbagai penerbitan dan memiliki peran penting dalam proses
revolusi.
Pasca Revolusi Islam, perkembangan industri percetakan di Iran meningkat. Penyebab peningkatan
tersebut di antaranya: bertambahnya jumlah penduduk, semakin banyak buku dan majalah baru,
meningkatnya pendidikan tentang percetakan dan penerbitan majalah khusus mengenai bidang ini,
dan masuknya peralatan-peralatan percetakan baru dengan teknologi yang lebih maju seperti
penggunaan komputer yang dapat mengakses informasi dan hubungan di seluruh dunia. (IRIB
Indonesia/RA)
http://indonesian.irib.ir/kultur/-/asset_publisher/Kd7k/content/sejarah-percetakan-bahasa-persia-di-iran-dan-dunia
Di CINA dan KOREAPercetakan ditemukan dan berkembang pertama kali di Cina dan Korea. Teknik cetak kayu (woodblock) primitif telah digunakaan pada abad 9 di Cina. Dokumen tertua yang hingga kini masih ada, yaitu naskah agama Budha yang baru-baru ini ditemukan di Korea, berasal dari tahun 751. Buku tertua yang dihasillkan lewat percetakan woodblock yang lebih canggih adalah Chinese Diamond Sutra (naskah agama Budha) yang berasal dari tahun 868.Cetak movable type dari bahan keramik ditemukan tahun 1041 oleh Bi Sheng, pada masa Dinasti Song (960-1269). Sementara cetak movable type berbahan metal ditemukan pada tahun 1234 di Korea oleh Chwe Yoon Eyee pada masa Dinasti Goryeo, 216 tahun sebelum Gutenberg menemukan mesin cetak. Pada abad 12 dan 13 ditemukan ribuan koleksi buku tercetak di perpustakaan-perpustakaan Cina. Buku hasil cetak movable type yang masih ada hingga kini adalah buku berjudul Jikji yang dicetak pada tahun 1377 di Korea.
Di EROPA dan AMERIKADiperkirakan teknologi percetakan dari Timur Jauh masuk ke Eropa melalui jalur perdagangan dari Cina ke Arab, melewati India.
Johan Gutenberg yang berasal dari kota Mainz, Jerman, mengembangkan teknologi percetakan pada tahun 1450. Jihan Fust (penyokong finansial Gutenberg) dan Peter Pchoffer melakukan eksperimen bersamanya di Mainz. Berdasarkan desain mesin pemeras anggur, Gutenberg mengembangkan penggunaan movable type dan memulai penggunaan tinta minyak.
Sebuah perusahaan percetakan didirikan di Venice pada tahun 1469, dan pada tahun 1500 kota itu sudah memiliki 417 percetakan. Pada tahun 1470, Johan Heynlin membuka percetakan di Paris. Tahun 1476, William Caxton membuka sebuah percetakan di Inggris. Juan Pablos yang berkebangsaan Italia membuka perusahaan percetakan impor di Mexico City pada 1539. Stephen Day adalah orang pertama yang membangun percetakan di Amerika Utara, tepatnya di Massachusetts Bay pada tahun 1628, dan membantu mendirikan Cambridge Press. Gambar Eropa paling pertama bergaya cetak Gutenberg adalah Dance of Death oleh Matthias Huss di Lyon pada 1499.Sekitar abad 16, pekerjaan yang berasosiasi dengan percetakan mulai mengalami pengkhususan. Di Eropa, antara tahun 1500 hingga 1700 mulai bertumbuh penerbit buku.Blake membuat relief dengan teknik Etsa pada awal abad 16, setelah adanya penemuan bahwa asam bisa digunakan untuk menampilkan ukiran diatas pelat metal. Rembrant van Rijn, Francisco Goya dan Pablo Picasso merupakan beberapa seniman yang pernah menggunakan teknik ini untuk menciptakan karya terpenting mereka.
Pada akhir abad 18, muncul beberapa inovasi luar biasa dalam teknis cetak grafis. Bewick mengembangkan metode dengan menggunakan peralatan gravir pada ujung kayu. Seorang aktor dan penulis berkebangsaan Jerman, Aloys Senefelder, menemukan litografi pada 1798. Teknik ini mendapat perhatian besar pada tahun 1890-an setelah Pierre Bonnard, Henri de Toulouse-Lautrec dan seniman lainnya menciptakan cetak warna.
Pada awal abad 19, Stanhope, George E. Clymer, Koening dan lainnya memperkenalkan jenis baru cetak huruf, yang dari segi kekuatan jauh mengungguli penemuan sebelumnya.Kini diseluruh Amerika Serikat, menurut data Industry & Market Outlook yang dikeluarkan Barnes Reports, diperkirakan terdapat 30.700 perusahaan percetakan yang bernilai sekitar 112 milyar USDhttp://ditraumbara.blogspot.com/
Sejarah perkembangan dunia percetakan
KETIKA orang-orang Cina pertama kali menemukan teknik percetakan pada abad ke-14, mungkin ketika itu tidak
terbayangkan kalau perkembangan teknik percetakan dewasa ini akan maju sangat pesat melebihi bayangan yang
ada pertama kali ketika menemukan percetakan itu sendiri. Percetakan sendiri mungkin merupakan penemuan yang
paling penting pada milenium lalu, walaupun sebenarnya dampak yang ditimbulkannya pada perekonomian global
tidak terlalu besar.Sebaliknya, perkembangan jaringan Internet sendiri mungkin tidak memiliki signifikansi yang sama
dibanding dengan teknologi pencetakan (bandingkan misalnya dengan ditemukan percetakan bergerak yang
ditemukan oleh Johann Gutenberg pada tahun 1450 yang memungkinkan Alkitab menjadi buku pertama yang
diporduksi secara massal-Red), atau dampak yang juga signifikan dibanding dengan ditemukannya telegraf dan
listrik. Tetapi, jaringan Internet memiliki dampak ekonomi yang sangat luas. Salah satu alasannya adalah karena
semakin menurunnya secara tajam biaya komunikasi dibanding teknologi sebelumnya, memungkinkan penggunaan
secara meluas dan mendalam melalui berbagai liku-liku perekonomian nasional dan global.
Kenyataan ini mengisyaratkan kepada kita kalau sebuah penemuan yang tetap mahal, seperti yang terjadi pada
penemuan telegraf elektronik, akan memiliki dampak yang sangat berkurang terhadap perekonomian maupun pada
tingkatan penggunaan secara individual. Dewasa ini, berbagai bentuk pengurangan komunikasi, baik itu secara
tertulis, oral, maupun visual, yang secara cepat berubah menjadi sebuah rangkaian bilangan angka 1 (baca satu) dan
0 (baca nol), memiliki kekuatan untuk mendorong sebuah dunia yang penuh dengan pengetahuan (knowledge) yang
sama radikalnya, setidaknya, dengan apa yang dilakukan oleh Gutenberg ketika menemukan teknik percetakan
bergerak.
Namun demikian, berbeda dengan teknologi Gutenberg yang secara perlahan mulai terlihat meredup, revolusi
teknologi komunikasi informasi yang sekarang ini mewabah di seluruh dunia, menghasilkan sebuah dunia baru yang
instan dan berpotensi tidak terkontrol dalam komunikasi satu-per satu individu. Persoalan ini pun akhirnya
menimbulkan berbagai pertanyaan yang langsung ke akar berbagai pemikiran, para orang pintar dan bijak di
berbagai negeri mulai mempertanyakan siapa yang memiliki informasi?
Masyarakat spasial mulai tergantikan dan berada pada posisi relokasi oleh munculnya sebuah masyarakat semu
(virtual). Sebuah tata ekonomi internasional baru mulai menata diri di sekitar apa yang disebut sebagai cyberspace
dan menantang secara langsung otonomi negara-bangsa. Kalau kita kembali dan melihat ke belakang sejarah dunia,
misalnya, dampak teknologi komunikasi terhadap pelaksanaan pengembangan kekuasaan sejak penemuan
teknologi pencetakan, secara konsisten menunjukkan adanya tantangan langsung terhadap para pemimpin di
negara-negara Barat untuk mengubah kebiasaan mereka. Sama halnya seperti ketika berbagai teknologi ditemukan,
selalu menghasilkan perubahan dalam stratgei dan taktik peperangan.
Referensi yang paling cocok kembali lagi pada penemuan teknologi pencetakan oleh Johann Gutenberg pada abad
ke-15. Percetakan secara mekanikal ketika itu, "dikutuk" sebagai "pengacau" terhadap kekuasaan dan para
penguasa alami ketika itu. Ditemukannya teknologi percetakan, jelas telah membantu Martin Luther untuk langsung
menantang kekuasaan Gereja Katolik, dan tentunya juga kegagalan kepemimpinan Paus Leo X. Memang betul,
pekerjaan Luther akan menjadi lebih sulit walaupun ada percetakan sekali pun, kalau seandainya bukan karena
tindakan seorang paus serakah yang menjual kemewahan dan menjarah harta Vatikan.
Nirkertas
Dalam konteks dan kecenderungan seperti yang diuraikan, kita mencoba memahami bagaimana perkembangan
teknologi percetakan yang sekarang ini sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan revolusioner jaringan Internet dan
digitalisasi di bidang informasi dan komunikasi dengan munculnya berbagai jenis printer di pasaran.
Kalau mengikuti logika perkembangan dan pertumbuhan ekonomi baru dengan teknologi komunikasi informasi
sebagai penggerak utamanya, kita pun akan mengira kalau sebuah dunia nirkertas (paperless) akan menjadi sebuah
kenyataan di tengah gegap gempitanya digitalisasi. Tetapi, dan ini yang aneh, ini tidak terjadi. Tidak ada apa yang
namanya dunia nirkertas, dan bahkan kecenderungan yang muncul adalah digitalisasi menghasilkan lebih banyak
kertas dan lebih banyak tinta.
Ketika Kompas berada di kantor Hewlett Packard Indonesia di kompleks pertokoan Plaza Senayan beberapa saat
lalu dan melihat sebuah printer Deskjet 1220C (Kompas sendiri tidak memiliki kesempatan untuk mencoba produk ini
karena terjadi product defect ketika pertama kali mengeluarkannya dari boks Deskjet 1220C) yang bisa dicetak di
atas kertas ukuran A3 (ukuran 29,7 cm x 42 cm) dan menanyakan apa kegunaannya jenis printer seperti ini, salah
satu salesman Hewlett Packard dengan seenaknya memberikan jawaban, "Untuk proofing warna dan color
matching."
Menurut Kompas ini adalah jawaban yang aneh. Ketika diteruskan dengan pernyataan adanya jaringan Internet dan
komputerisasi di berbagai perusahaan (di biro iklan maupun percetakan, misalnya), sehingga sebenarnya tingkatan
pekerjaan untuk menyesuaikan warna dan mata rantai cetak mencetak bisa selesai dengan digitalisasi, sang
salesman Hewlett Packard ini pun masih dengan seenaknya memberikan jawaban bahwa komposisi warna pada
perangkat komputer PC ada yang RGB dan CMYK, sehingga diperlukan printer agar tidak terjadi perbedaan warna
yang diinginkan, misalnya, kalau biro iklan ingin memasukkan iklan berwarna di Harian Kompas.
Jawaban sang salesman Hewlett Packard ini menjadi sulit untuk diterima akal kalau kita mengikuti paradigma
digitalisasi dan perkembangan pesat jaringan Internet. Paradigma ini mengisyaratkan bahwa adanya dimensi ruang
dan waktu yang bisa dipangkas dan menyederhanakan pekerjaan secara menyeluruh, sekaligus dari sisi ekonomi
terciptanya penghematan. Mengenai komposisi warna pada komputer PC antara RGB dan CMYK yang berbeda-
beda, jelas terjadi karena memang yang tidak dipikirkan penjaja printer Hewlett Packard tadi adalah persoalan
kalibrasi monitor komputer PC pada masing-masing client harus dilakukan.
Dengan kalibrasi ini, maka warna biru 88 persen, merah 91 persen, maupun hijau 66 persen yang diinginkan oleh
biro iklan ketika akan memasang iklan di media cetak yang dikirim melalui file digital dengan memanfaatkan jaringan
Internet atau jaringan kerja metropolitan berkecepatan tinggi, akan diterima sesuai dengan permintaan pemesan
pemasangan iklan di bagian percetakan media tersebut. Ini adalah esensi paling penting dari dunia digitalisasi dan
inter-koneksi yang sekarang terus berkembang. Melalui kalibrasi, warna-warna tersebut akan tetap dibaca dan
diterima sebagai biru 88 persen, merah 91 persen, dan hijau 66 persen, dan tidak mungkin berubah-ubah tidak
menentu.
Persaingan harga
Namun demikian, terlepas dari persoalan kalibrasi atau tidak, tulisan ini sendiri mencoba untuk melihat dan
memahami ke mana sebenarnya kecenderungan dan arah yang ingin ditempuh printer-printer yang tersebar luas di
pasaran sekarang ini. Untuk jenis printer laser mungkin perkembangan yang ada sekarang ini lebih mengarah pada
persaingan harga, ketimbang teknologi yang bisa dikembangkan lebih jauh di luar kualitas cetakan dan kecepatan
mencetak.
Ambil saja beberapa printer laser buatan Canon, Epson, dan Hewlett Packard yang semuanya dijual dengan harga
yang berkisar antara 275 dollar AS sampai 365 dollar AS. Secara teknologi, printer laser LBP-1000 buatan Canon,
EPL-5800L buatan Epson, maupun LaserJet 1000 buatan Hewlett Packard semuanya memiliki teknologi yang
sepadan dengan kecepatan mencetak rata-rata di bawah 30 detik dengan resolusi teks antara 300-1200 dpi (dot per
inch). Pada kasus Canon LBP-1000 memang terjadi pencetakan dengan waktu yang lebih lama karena koneksi yang
disediakan antara komputer PC dilakukan melalui sambungan paralel.
Ketika menguji kecepatan mencetak 21 halaman tulisan ini menggunakan komputer PC pada prosesor Pentium 4
2,2GHz, Canon LBP-1000 memerlukan waktu yang lebih lama pada kualitas 1.200 dpi, yaitu 02:34:989. Sedangkan
pada kualitas 600 dpi, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan dokumen yang sama lebih cepat yaitu 02:15:780.
Sedangkan pada printer Epson EPL-5800L, dokumen 21 halaman dicetak pada dua jenis kualitas yang berbeda (600
dpi dan 300 dpi) masing-masing menyesaikannya dengan selisih yang tidak begitu jauh, secara berturut-turut
02:21:156 dan 02:20:123. Dan pada printer LaserJet 1000 buatan HP pada kualitas pencetakan 600 dpi dibutuhkan
waktu 02:10:426.
Memang pada pencetakan teks, kecepatan 10 ppm (page per minute) merupakan hasil maksimum yang bisa dicapai
printer laser yang ditujukan untuk konsumen tingkat low-end maupun bagi perusahaan skala kecil dan menengah.
Dan akhirnya, harga memang akan sangat menentukan (pada ketiga kelas ini, printer Epson EPL-5800L dijual di
pasaran sekitar 275 dollar AS, sedangkan printer sejenis buatan Canon dan Hewlett Packard dijual dengan harga di
atas 300 dollar AS).
Tidak berubah
Printer dengan teknologi laser tampaknya memang akan terhenti sejenak karena di luar kecepatan dan kualitas dpi,
para produsennya mungkin tidak berminat untuk mengembangkan lebih jauh misalnya untuk memperbaiki kualitas
cetakan setara dengan teknologi ink-jet yang sekarang menjadi sebuah kecenderungan pesat dengan semakin
terintegrasinya multimedia dalam berbagai bentuk. Jadi, pada akhirnya yang terjadi adalah persaingan pada
perusahaan printer laser mana yang bisa menghemat biaya berbagai komponennya untuk menyediakan printer jenis
ini ke konsumen.
Cetak mencetak memang belum menjelang ajal dan menjadi industri "sunset" dibanding misalnya industri lain seperti
fotografi atau film seluloid yang biasa digunakan pada kamera 35 mm. Bagaimanapun juga, berbagai dokumen yang
berkaitan dengan masalah hukum, seperti kontrak, perjanjian kerja, dan sejenisnya, masih tetap akan menjadi
pegangan semua pihak dalam menjalankan usahanya yang terkait dengan pihak-pihak lain.
Alasan lainnya, memegang kertas untuk masih tetap lebih nyaman dibanding membaca dari layar monitor. Pada
alasan ini terkiat persoalan portabilitas, kenyamanan, dan kebiasaan yang memang sulit untuk dicarikan
penggantinya. Mungkin perlu juga dilakukan skala penggunaan dan kebiasaan, apakah di antara 10 orang yang
memiliki PDA (Personal Digital Assistant) yang sekarang merupakan fenomena penting dalam perjalanan digitalisasi
dan multimedia, ada di atas lima orang yang membaca di atas PDA-nya.
Sekarang ini menjadi sulit untuk melihat kecenderungan cetak-mencetak di masa yang akan datang, dan orang pun
akan merasa puas dan cukup membaca dokumen tercetak dengan kualitas 600 dpi. Jadi pada teknologi pencetakan
jenis teks nantinya masih tidak akan berubah banyak dibanding dengan yang ada sekarang di pasaran. Semakin
banyak printer laser yang ditawarkan di pasaran, semakin banyak kertas yang dibutuhkan untuk mencetak berbagai
keperluan yang tidak pernah akan selesai. (rene l pattiradjawane)
http://irfanino.blogspot.com/2009/10/sejarah-perkembangan-dunia-percetakan.html