satuan acara pembelajaran

36
SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP) ”PERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PENYALAHGUNAAN NAPZA” DI RSJD AMINOGONDHO HUTOMO SAMARANG DI SUSUN OLEH : 1. ADE BRYAN TEGUH (14.08.001) 2. ADITYA AMRU ABDULLAH (14.08.002) 3. AGUNG NUGROHO (14.08.003) 4. AGYL PRIMASTUTI (14.08.004) 5. AHMAD JUPRI (14.08.005) 6. AHMAD SETIAWAN (14.08.006) 7. ALBRETRIA CANDRI LALU (14.08.007) 8. ANATASIA TAE NEONLIU (14.08.010) 1

Upload: joepri-ahmad

Post on 15-Dec-2015

37 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

TRANSCRIPT

Page 1: SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

(SAP)

”PERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PENYALAHGUNAAN NAPZA”

DI RSJD AMINOGONDHO HUTOMO SAMARANG

DI SUSUN OLEH :

1. ADE BRYAN TEGUH (14.08.001)

2. ADITYA AMRU ABDULLAH (14.08.002)

3. AGUNG NUGROHO (14.08.003)

4. AGYL PRIMASTUTI (14.08.004)

5. AHMAD JUPRI (14.08.005)

6. AHMAD SETIAWAN (14.08.006)

7. ALBRETRIA CANDRI LALU (14.08.007)

8. ANATASIA TAE NEONLIU (14.08.010)

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA HUSADA SEMARANG

2015

1

Page 2: SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

BAB I

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

PERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PENYALAHGUNAAN NAPZA

1. Pokok bahasan : Perawatan Pada Klien Dengan Penyalahgunaan

NAPZA

2. Sub pokok bahasan : Perawatan Penyalahgunaan dan ketergantungan

NAPZA

3. Sasaran : Klien dengan penyalahgunaan NAPZA

4. Tempat : Poli jiwa RSJD Aminogondho Hutomo Semarang

5. Hari/tanggal : Selasa, 12 Mei 2015

6. Waktu : 60 menit

7. Penyuluh : Kelompok I

I. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM.

Setelah diberikan penyuluhan kepada peserta penyuluhan dipoli jiwa

khusus dewasa , diharapkan peserta penyuluhan dapat mengetahui dan

memahami tentang penyalahgunaan dan ketergantungan napza.

II. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS.

Setelah diberikan penyuluhan kepada Peserta, diharapkan peserta mampu:

a. Menjelaskan pengertian dari penyalahgunaan NAPZA

b. Menjelaskan faktor penyebab penyalahgunaan NAPZA

c. Mengetahui gejala klinis penggunaan NAPZA

d. Mengetahui dampak penggunaan NAPZA

e. Mengetahui Perawatan Penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA

III.MATERI (Terlampir)

IV. METODE.

1. Ceramah.

2. Diskusi.

2

Page 3: SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

V. MEDIA.

1. Leaflet

2. PPT

3. LCD

VI. PROSES PEMBELAJARAN.

PENYULUH AUDIEN WAKTU

PENDAHULUAN.1. Mengucapkan

salam.2. Memperkenalkan

diri.3. Menjelaskan

tujuan.

1. Menjawab salam.2. Mendengarkan

seksama.3. mendengarkan

seksama.

10 menit.

ISI1. Menjelaskan :

a) Menjelaskan pengertian dari penyalahgunaan NAPZA

b) Menjelaskan fak-tor penyebab penyalahgunaan NAPZA

c) Mengetahui gejala klinis penggunaan NAPZA

d) Mengetahui dampak penggu-naan NAPZA

2. Mengadakan tanya jawab

3. Memberikan evaluasi

Mendengarkan dengan seksama.

Mengajukan pertanyaan.

Menjawab pertanyaan.

20 menit.

10 menit

10 menit

PENUTUP

3

Page 4: SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

1. Menyimpulkan materi.

2. Mengucapkan terimakasih.

3. Mengucapkan salam.

Mendengarkan dengan seksama.

Mengucapkan terima kasih kembali.

Menjawab salam.

10 menit.

VII. EVALUASI (Terlampir)

BAB II

4

Page 5: SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

MATERI PERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

PENYALAHGUNAAN NAPZA

A. Pengertian

Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan

sampai setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah

dan sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada perilaku

psikososial yang berhubungan dengan ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi

karena kebutuhan biologik terhadap obat. Toleransi adalah peningkatan jumlah zat

untuk memperoleh efek yang diharapkan. Gejala putus zat dan toleransi merupakan

tanda ketergantungan fisik (Stuart dan Sundeen, 1995).

Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu

melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA

yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional

seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik,

mental, sosial dan spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki

tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan (DepKes., 2002).

Sesudah klien penyalahgunaan/ketergantungan NAZA menjalani program

terapi (detoksifikasi) dan komplikasi medik selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan

dengan program pemantapan (pasca detoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka

yang bersangkutan dapat melanjutkan ke program berikutnya yaitu rehabilitasi

(Hawari, 2000).

Lama rawat di unit rehabilitasi untuk setiap rumah sakit tidak sama karena

tergantung pada jumlah dan kemampuan sumber daya, fasilitas dan sarana penunjang

kegiatan yang tersedia di rumah sakit. Menurut Hawari (2000) bahwa setelah klien

mengalami perawatan selama 1 minggu menjalani program terapi dan dilanjutkan

dengan pemantapan terapi selama 2 minggu maka klien tersebut akan dirawat di unit

rehabilitasi (rumah sakit, pusat rehabilitasi dan unit lainnya) selama 3-6 bulan.

5

Page 6: SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

Sedangkan lama rawat diunit rehabilitasi berdasarkan parameter sembuh

menurut medis bisa beragam 6 bulan dan 1tahun, mungkin saja bisa sampai 2 tahun

(Wiguna, 2003).

Berdasarkan pengertian dan lama rawat di atas, maka perawatan di ruang

rehabilitasi tidak terlepas dari perawatan sebelumnya yaitu di ruang detoksifikasi.

Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai menjalani

detoksifikasi sebagian besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan NAPZA,

oleh karena rasa rindu (craving) terhadap NAPZA yang selalu terjadi (DepKes,

2001).

Dengan rehabilitasi diharapkan pengguna NAPZA dapat:

1. Mempunyai motivasi kuat untuk tidak menyalahgunakan NAPZA lagi.

2. Mampu menolak tawaran penyalahgunaan NAPZA.

3. Pulih kepercayaan dirinya, hilang rasa rendah dirinya.

4. Mampu mengelola waktu dan berubah perilaku sehari-hari dengan baik.

5. Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja.

6. Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam pergaulan dengan

lingkungannya.

B. Pravelensi Penyalahgunaan NAPZA

JAKARTA -- Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra)

Agung Laksono mengatakan tingkat penyalahgunaan narkoba akan semakin marak

dalam beberapa tahun ke depan.

"Berdasarkan hasil survei BNN tahun 2011 diperkirakan angka prevalensi

penyalahguna narkoba akan meningkat sekitar 2,6 persen di tahun 2013," kata

Agung pada rapat koordinasi (rakor) tingkat menteri tentang pencegahan dan

penanggulangan NAPZA Senin (17/6) di kantor Kemenko Kesra.

Menurut Agung, diperkirakan jumlah penyalahgunaan narkoba setahun ter-

akhir sekitar 3,1 juta hingga 3,6 juta orang atau setara dengan 1,9 persen dari popu-

lasi penduduk Indonesia berusia 10-59 tahun pada 2008.

Agung juga mengungkapkan pada 2010 terdapat 4 juta penyalahguna

NAPZA usia 15-64 tahun di Indonesia. Dari 4 juta tersebut hanya 18000 orang saja

yang direhabilitasi. "Karena jumlah yang direhabilitasi minim maka cakupan Insti-

tusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) diperluas," ujar Agung.

IPWL adalah pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/ atau lembaga

6

Page 7: SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

rehabilitasi medis dan lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk pemerintah untuk

menolong para pecandu narkoba.

Agung menuturkan saat ini dari 135 RS yang berjalan hanya 30 di antaranya

memiliki IPWL yang lengkap. Oleh sebab itu, Agung mengatakan akan memperluas

cakupan Kemenkes dan Kemensos terkait IPWL untuk menunjuk RS mana yang bisa

menerima wajib lapor.

Kepala BNN, Irjen Pol Anang Iskandar menambahkan pemaksimalan IPWL

membutuhkan peran Pemda. Sebab, menurut dia, RS yang memiliki IPWL lengkap

kebanyakan RS milik pemda baik Pemprov,  Pemkab, atau Pemkot. "Pemda sangat

berperan dalam rangka IPWL ini," katanya menegaskan.

Di samping itu, Anang melanjutkan, pemda juga berperan mengurangi tem-

pat-tempat yang berpotensi menjadi tempat pengedaran narkoba seperti tempat hibu-

ran malam. "Secara pelan-pelan waktu operasional tempat hiburan malam akan diku-

rangi secara bertahap," katanya .

Sumber : http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/13/06/17/moixx1-

polisi-tahan-kurir-sabu-19-kilogram

C. Predisposisi dan tingkatan Penggunaan NAPZA

Faktor penyebab pada klien dengan penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA

meliputi:

1. Faktor Biologis

a) Genetik (tendensi keturunan)

b) Metabolik : Etil alkohol bila dimetabplisme lebih lama lebih efisien untuk

mengurangi individu menjadi ketergantungan.

c) Infeksi pada organ otak : intelegensi menjadi rendah (retardasi mental, misal-

nya ensefhalitis, meningitis)

d) Penyakit kronis : kanker, asthma bronchiale, penyakit menahun lainnya.

2. Faktor psikologis :

a) Tipe kepribadian (dependen, ansietas, depresi, antisosial)

b) Harga diri yang rendah : depresi terutama karena kondisi sosial ekonomi, pada

penyalahgunaan alkohol, sedatif hipnotik yang mencapai tingkat ketergantun-

gan diikuti rasa bersalah.

c) Disfungsi keluarga : kondisi keluarga yang tidak stabil, role model (ke-

tauladanan) yang negatif, tidal terbina saling percaya antaranggota keluarga,

7

Page 8: SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

keluarga yang tidak mampu memberikan pendidikan yang sehat pada anggota,

orangtua dengan gangguan penggunaan zat adiktif, perceraian.

d) Individu yang mempunyai perasaan tidak aman

e) Cara pemecahan masalah individu yang menyimpang

f) Individu yang mengalami krisis identitas dan kecenderungan untuk memprak-

tikkan homoseksual, krisis identitas.

g) Rasa bermusuhan dengan kelurga atau dengan orang tua.

3. Faktor Sosial Kultural

a) Masyarakat yang ambivalensi tentang penggunaan zat seperti tembakau,

nikotin, ganja, dan alkohol.

b) Norma kebudayaan pada suku bangsa tertentu, menggunakan halusinogen atau

alkohol untuk upacara adat dan keagamaan.

c) Lingkungan tempat tinggal, sekolah, teman sebaya banyak mengedarkan dan

menggunakan zat adiktif.

d) Persefsi dan penerimaan masyarakat terhadap penggunaan zat adiktif.

e) Remaja yang lari dari rumah.

f) Penyimpangan seksual pada usia dini.

g) Perilaku tindak kriminal path usia dini, misalnya mencuri, merampok dalam

komunitas.

h) Kehidupan beragama yang kurang.

Rentang respons ganguan pengunaan NAPZA ini berfluktuasi dari kondisi yang

ringan sampai yang berat, indikator ini berdasarkan perilaku yang ditunjukkan oleh

pengguna NAPZA.

Respon adaptif Respon Maladaptif (yosep, 2007)

Eksperimental Rekreasional Situasional Peyalahgunaan Ketergantungan

Keterangan :

a. Eksperimental

Kondisi pengguna taraf awal, yang disebabkan rasa ingin tau dari remaja.

Sesuai kebutuhan pada masa tubuh kembangnya, klien biasanya ingin mencari

pengalaman yang baru atau sering dikatakan taraf coba-coba.

b. Rekreasional

8

Page 9: SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

Penggunaan zat aditif pada waktu berkumpil dengan teman sebaya, misalnya

pada waktu pertemuan malam mingguan, acar ulang tahun. Penggunaan ini

mempunyai tujuan rekreasi bersama teman-temannya.

c. Situasional

Mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan kebutuhan bagi dirinya

sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk melarikan diri atu

mengatasi masalah yang dihadapi. Misalnya individu menggunakan zat pada

saat sedang mempunyai masalah, stres, dan frustasi.

d. Penyalahgunaan

Penggunaan zat yang sudah cukup patologis, sudah mulai digunakan secara

rutin, minimal selama 1 bulan, sudah terjadi penyimpangan perilaku meng-

ganggu fungsi dalam peran di lingkungan sosial, pendidikan, dan pekerjaan.

e. Ketergantungan

Penggunaan zat yang sudah cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan

psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan adanya toleransi dan sindroma

putus zat (suatu kondisi dimana individu yang biasa menggunakan zat adiktif

secara rutin pada dosis tertyentu menurunkan jumlah zat yang digunakan atau

berhenti memakai, sehingga menimbulkan kumpilan gejala sesuai dengan

macam zat yang digunakan). Sedangkan toleransi adalah suatu kondisi dari indi-

vidu yang mengalami peningkatan dosis (jumlah zat), untuk mencapai tujuan

yang bisa diinginkannya.

D. Gejala klinis penggunaan NAPZA

1. Perubahan Fisik :

a) Pada saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo ( cadel ),

apatis ( acuh tak acuh ), mengantuk, agresif.

b) Bila terjadi kelebihan dosis ( Overdosis ) : nafas sesak, denyut jantung dan

nadi lambat, kulit teraba dingin, bahkan meninggal.

c) Saat sedang ketagihan ( Sakau ) : mata merah, hidung berair, menguap

terus, diare, rasa sakit seluruh tubuh, malas mandi, kejang, kesadaran menu-

run.

d) Pengaruh jangka panjang : penampilan tidak sehat, tidak perduli terhadap

kesehatan dan kebersihan, gigi keropos, bekas suntikan pada lengan.

2. Perubahan sikap dan perilaku :

a) Prestasi di sekolah menurun, tidak mengerjakan tugas sekolah, sering mem-

bolos, pemalas, kurang bertanggung jawab.

9

Page 10: SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

b) Pola tidur berubah, begadang, sulit dibangunkan pagi hari, mengantuk di

kelas atau tempat kerja

c) Sering berpergian sampai larut malam, terkadang tidak pulang tanpa ijin.

d) Sering mengurung diri, berlama – lama di kamar mandi, menghidar bertemu

dengan anggota keluarga yang lain.

e) Sering mendapat telpon dan didatangi orang yang tidak dikenal oleh

anggota keluarga yang lain.

f) Sering berbohong, minta banyak uang dengan berbagai alasan tapi tidak je-

las penggunaannya, mengambil dan menjual barang berharga milik sendiri

atau keluarga, mencuri, terlibat kekerasan dan sering berurusan dengan

polisi.

g) Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, pemarah, kasar,

bermusuhan pencurigaan, tertutup dan penuh rahasia.

E. Dampak penggunaan NAPZA

NAPZA berpengaruh pada tubuh manusia dan lingkungannya :

1. Komplikasi Medik, biasanya digunakan dalam jumlah yang banyak dan cukup

lama. 

Pengaruhnya pada :

a. Otak dan susunan saraf pusat :

1) gangguan daya ingat

2) gangguan perhatian / konsentrasi

3) gangguan bertindak rasional

4) gagguan perserpsi sehingga menimbulkan halusinasi

5) gangguan motivasi, sehingga malas sekolah atau bekerja

6) gangguan pengendalian diri, sehingga sulit membedakan baik / buruk.

b. Pada saluran napas dapat terjadi radang paru (Bronchopnemonia), pem-

bengkakan paru (Oedema Paru).

c. Pada jantung dapat terjadi peradangan otot jantung serta penyempitan pem-

buluh darah jantung.

d. Pada hati dapat terjadi Hepatitis B dan C yang menular melalui jarum sun-

tik dan hubungan seksual.

e. Penyakit Menular Seksual ( PMS ) dan HIV/AIDS.

Para pengguna NAPZA dikenal dengan perilaku seks resiko tinggi, mereka

mau melakukan hubungan seksual demi mendapatkan uang untuk membeli

zat. Penyakit Menular Seksual yang terjadi adalah : kencing nanah (GO),

raja singa (Siphilis) dll. Dan juga pengguna NAPZA yang mengunakan

10

Page 11: SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

jarum suntik secara bersama-sama membuat angka penularan HIV/AIDS

semakin meningkat. Penyakit HIV/AIDS menular melalui jarum suntik dan

hubungan seksual, selain itu juga dapat melalui tranfusi darah dan penu-

laran dari ibu ke janin.

f. Pada sistem Reproduksi sering mengakibatkan kemandulan.

g. Pada kulit sering terdapat bekas suntikan bagi pengguna yang menggu-

nakan jarum suntik, sehingga mereka sering menggunakan baju lengan

panjang.

h. Komplikasi pada kehamilan :

1) Ibu : anemia, infeksi vagina, hepatitis, AIDS.

2) Kandungan : abortus, keracunan kehamilan, bayi lahir mati

3) Janin : pertumbuhan terhambat, premature, berat bayi rendah.

2. Dampak Sosial :

a. Di Lingkungan Keluarga :

1) Suasana nyaman dan tentram dalam keluarga terganggu, sering terjadi

pertengkaran, mudah tersinggung.

2) Orang tua resah karena barang berharga sering hilang.

3) Perilaku menyimpang / asosial anak ( berbohong, mencuri, tidak tertib,

hidup bebas) dan menjadi aib keluarga.

4) Putus sekolah atau menganggur, karena dikeluarkan dari sekolah atau

pekerjaan, sehingga merusak kehidupan keluarga, kesulitan keuangan.

5) Orang tua menjadi putus asa karena pengeluaran uang meningkat untuk

biaya pengobatan dan rehabilitasi.

b. Di Lingkungan Sekolah :

1) Merusak disiplin dan motivasi belajar.

2) Meningkatnya tindak kenakalan, membolos, tawuran pelajar.

3) Mempengaruhi peningkatan penyalahguanaan diantara sesama teman

sebaya.

c. Di Lingkungan Masyarakat :

1) Tercipta pasar gelap antara pengedar dan bandar yang mencari peng-

guna / mangsanya.

2) Pengedar atau bandar menggunakan perantara remaja atau siswa yang

telah menjadi ketergantungan.

3) Meningkatnya kejahatan di masyarakat : perampokan, pencurian, pem-

bunuhan sehingga masyarkat menjadi resah.

4) Meningkatnya kecelakaan.

F. Upaya Penanggulangan Terhadap Bahaya NAPZA

11

Page 12: SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

1. Upaya Premetif

a. Memberikan bimbingan dan penyuluhan serta bimbingan untuk taat be-

ragama serta patuh terhadap hukum kepada semua lapisan masyarakat se-

cara selektif dan prioritas.

b. Melaksanakan bimbingan serta menyalurkan kegiatan masyarakat terutama

generasi muda yang ada kepada kegiatan positif seperti olahraga, kesenian

dan lain-lain.

c. Melaksanakan kegiatan edukatif dengan sasaran menghilangkan faktor-fak-

tor peluang, pola hidup bebas Narkoba dan penerangan secara dini terhadap

penyalahgunaan Narkoba.

2. Upaya Preventif

a. Melaksanakan pengawasan secara berjenjang oleh orang tua maupun tenaga

pendidik terhadap putra-putri dan keluarga baik di lingkungan urmah sam-

pai lingkungan yang lebih luas.

b. Mengadakan penertiban/lokalisir pengguna minuman keras pada tempat

keramaian termasuk pada ijin penjualan.

c. Memperketat pengawasan, patroli pada tempat rawan penyalahgunaan dan

peredaran gelap Narkoba, penanaman/pengolahan serta jalur peredaran se-

cara ilegal ke wilayah Indonesi khususnya wilayah NTT.

3. Upaya Penegakan Hukum

a. Melakukan penyelidikan dan menindak dengan melibatkan instansi terkait

dan partisipasi masyarakat secara swakarsa dan terkoordinasi.

b. Melakukan proses hukum bagi pelaku penyalahgunaan danperedaran gelap

Narkoba secara obyektif, transparan, cepat, tepat tuntas dan adil oleh pene-

gak hukum yang profesional dan bertanggung jawab.

c. Memutuskan jalur peredaran gelap narkoba diwilayah NTT

4. Mengungkapkan jaringan peredaran gelap Narkoba

5. Melaksanakan terapi dan rehabilitasi terhadap korban penyalahgunaan Narkoba.

G. TERAPI DAN REHABILITASI

Terapi dan Rehabilitasi ketergantungan NAPZA tergantung kepada teori dan

filosofi yang mendasarinya. Dalam nomenklatur kedokteran ketergantungan

NAPZA adalah suatu jenis penyakit atau dusease entity yang dalan International

classification of diseases and health related problems-tenth revision 1992 (ICD-

10) yang dikeluarkan oleh WHO digolongkan dalam Mental and behavioral

disorders due to psychoactive subsstance use.

12

Page 13: SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

Ketergantungan NAPZA secara klinis memberikan gambaran yang berbeda-

beda dan tergantung banyak faktor,antara lain :

1. Jumlah dan jenis NAPZA yang digunakan

2. Keparahan (severrity) gangguan dan sejauh mana level fungsi keperibadian ter-

ganggu

3. Kondisi psiikiatri dan medis umum

4. Konteks sosial dan lingkungan pasien dimana dia tinggal dan diharapkan kesem-

buhannya Sebelum dilakukan intervensi medis, terlebih dahulu harus dilakukan

assessment terhadap pasien dan kemudian baru menentukan apa yang menjadi

sasaran dari terapi yang akan dijalankan

Tatalaksana Terapi dan Rehabilitasi NAPZA terdiri dari :

a. Outpatient (rawat jala)

b. Inpatient (rawat inap)

c. Residency (Panti/Pusat Rehabilitasi)

H. TUJUAN TERAPI DAN REHABILITASI

1. Abstinensia atau menghentikan sama sekali penggunaan NAPZA. Tujuan ini ter-

golong sangat ideal,namun banyak orang tidak mampu atau mempunyai motivasi

untuk mencapai tujuan ini, terutama kalau ia baru menggunakan NAPZA pada

fase-fase awal. Pasien tersebut dapat ditolong dengan meminimasi efek-efek yang

langsung atau tidak langsung dari NAPZA. Sebagian pasien memang telah absti-

nesia terhadap salah satu NAPZA tetapi kemudian beralih untuk menggunakan

jenis NAPZA yang lain.

2. Pengurangan frekuensi dan keparahan relaps Sasaran utamanya adalah pencega-

han relaps .Bila pasien pernah menggunakan satu kali saja setelah “clean” maka

ia disebut “slip”. Bila ia menyadari kekeliruannya,dan ia memang telah dobekali

ketrampilan untuk mencegah pengulangan penggunaan kembali, pasien akan

tetap mencoba bertahan untuk selalu abstinensia. Pelatihan relapse prevention

programe, Program terapi kognitif, Opiate antagonist maintenance therapy den-

gan naltreson merupakan beberapa alternatif untuk mencegah relaps.

3. Memperbaiki fungsi psikologi dan fungsi adaptasi sosial. Dalam kelompok

ini,abstinensia bukan merupakan sasaran utama. Terapi rumatan (maintence)

metadon merupakan pilihan untuk mencapai sasaran terapi golongan ini.

13

Page 14: SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

I. PETUNJUK UMUM

1. Terapi yang diberikan harus didasarkan diagnosis, sama seperti bila menghadapi

penyakit lain.

2. Bila dinilai mampu memberikan terapi, lakukan dengan rasa tanggung jawab

sesuai kode etik kedokteran. Bila ragu, sebainya dirujuk ke dokter ahli.

3. Selain kemampuan dokter, perlu diperhatikan fasilitas yang tersedia di puskesmas

(apakah mempunyai fasilitas dan tenaga terlatih di bidang kegawat daruratan)

4. Pasien dalam keadaan overdisis sebaiknya dirawat inap di UGD RS Umum.

5. Pasien dalam keadaan intoksikasi dimana pasien menjadi agresip atau psikotik

sebaiknya dirawat inap di fasilitas rawat inap, bila perlu dirujuk ke Rumah Sakit

Jiwa.

6. Pasien dirawat inap, karena mungkin akan mengalami kejang dan delirium.

J. TERAPI DAN REHABILITASI

Gawat darurat medik akibat penggunaan NAPZA merupakan tanggung jawab

profesi medis. Profesi medis memegang teguh dan patuh kepada etika medis, karena

itu diperlukan keterampilan medis yang cukup ketat dan tidak dapat didelegasikan

kepada kelompok profesi lain. Salah satu komponen penting dalam keterampilan

medis yang erat kaitannya dengan gawat darurat medik adalah keterampilan mem-

buat diagnosis. Dalam rehabilitasi pasien ketergantungan NAPZA, profesi medis

(dokter) mempunyai peranan terbatas. Proses rehabilitasi pasien ketergantungan

NAPZA melibatkan berbagai profesi dan disiplin ilmu. Namun dalam kondisi emer-

gency, dokter merupakan pilihan yang harus diperhitungkan. Gawat Darurat yang

berkaitan dengan penyalahgunaan NAPZA :

Gawat Darurat yang terjadi meliputi berbagai gejala klinis berikut :

1. Intoksikasi

2. Overdosis

3. Sindrom putus NALZA

4. Berbagai macam komplikasi medik (fisik dan psikiatrik) Penting dalam kondisi Gawat Darurat adalah ketrampilan menentukan diagnosis, sehingga dengan cepat dan akurat dapat dilakukan intervensi medik.

5. Berbagai bentuk Trapi dan Rehabilitasi :

K. TERAPI MEDIS ( TERAPI ORGANO-BIOLOGI)

Terapi ini antara lain ditujukan untuk :

14

Page 15: SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

1. TERAPI TERHADAP KEADAAN INTOKSIKASI

a) Intoksikasi opioida : Beri Naloxone HC 1 0,4 mg IV, IM atau SC dapat

pula diulang setelah 2-3 menit sampai 2-3 kali

b) Intoksikasi kanabis (ganja): Ajaklah bicara yang menenangkan pasien.

Bila perlu beri : Diazepam 10-30 mg oral atau parenteral, Clobazam

3x10 mg.

c) Intoksikasi kokain dan amfetamin : Beri Diazepam 10-30 mg oral atau

pareteral,atau Klordiazepoksid 10-25 mg oral atau Clobazam 3x10 mg.

Dapat diulang setelah 30 menit sampai 60 menit. Untuk mengatasi palpi-

tasi beri propanolol 3x10-40 mg oral.

d) Intoksikasi alkohol : Mandi air dingin bergantian air hangat Minum kopi

kental Aktivitas fisik (sit-up,push-up) Bila belum lama diminum bisa

disuruh muntahkan.

e) Intoksikasi sedatif-hipnotif (Misal : Valium,pil BK, MG,Lexo,Rohip):

Melonggarkan pakaian Membarsihkan lender pada saluran napas Bila

oksigen dan infus garam fisiologis

2. TERAPI TERHADAP KEADAAN OVER DOSIS

a) Usahakan agar pernapasan berjalan lancar, yaitu :

1) Lurus dan tengadahkan (ekstenikan) leher kepada pasien (jika

diperlukan dapat memberikan bantalan dibawah bahu).

2) Kendurkan pakaian yang terlalu ketat.

3) Hilangkan obstruksi pada saluran napas.

4) Bila perlu berikan oksigen

b) Usahakan agar peredaran darah berjalan lancar

1) Bila jantung berhenti, lakukan masase jantung eksternal,injeksi

adrenalin 0.1-0.2 cc I.M.

2) Bila timbul asidosis (misalnya bibir dan ujung jari biru,hiperven-

tilasi) karena sirkulasi darah yang tidak memadai, beri infus 50

ml sodium bikarbonas.

15

Page 16: SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

3) Pasang infus dan berikan cairan (misalnya : RL atau NaC1 0.9 %)

dengan kecepatan rendah (10-12 tetes permenit) terlebih dahulu

sampai ada indikasi untuk memberikan cairan. Tambahkan ke-

cepatan sesuai kebutuhan,jika didapatkan tanda-tanda kemungki-

nan dehidrasi.

c) Lakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat kemungkinan adanya

perdarahan atau trauma yang membahayakan.

d) Observasi terhadap kemungkinan kejang. Bila timbul kejang berikan di-

azepam 10 mg melalui IV atau perinfus dan dapat diulang sesudah 20

menit jika kejang belum teratasi.

e) Bila ada hipoglikemi, beri 50 ml glukosa 50% IV.

3. TERAPI PADA SINDROM PUTUS ZAT

a) Terapi putus zat opioida

Terapi ini sering dikenal dengan istilah detoksifikasi. Terapi detoksifikasi

dapat dilakukan dengan cara berobat jalan maupun rawat inap. Lama pro-

gram terapi detoksifikasi berbeda-beda :

1) 1-2 minggu untuk detoksifikasi konvensional.

2) 24-48 jam untuk detoksifikasi opioid dalam anestesi cepat (Rapid

Opiate Detoxification Treatment) Detoksifikasi hanyalah meru-

pakan langkah awal dalam proses penyembuhan dari penyalahgu-

naan/ketergantungan NAPZA Beberapa jenis cara mengatasi pu-

tus opioida :

Tanpa diberi terapi apapun,putus obat seketika (abrupt

withdrawal atau cold turkey). Terapi hanya simptomatik

saja :

3) Untuk nyeri diberi analgetika kuat seperti : Tramadol, Analgrtik

non-narkotik,asam mefenamat dan sebagainya.

4) Untuk rhinore beri dekongestan,misalnya fenilpropanolamin.

5) Untuk mual beri metopropamid.

16

Page 17: SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

6) Untuk kolik beri spasmolitik.

7) Untuk gelisah beri antiansietas.

8) Untuk insomnia beri hipnotika,misalnya golongan benzodiazepin

b) Terapi putus opioida bertahap (gradual withdrawal)

1) Dapat diberi morfin,petidin,metadon atau kodein dengan dosis

dikurangi sedikit demi sedikit. Misalnya yang digunakan di RS

Ketergantungan Obat Jakarta, diberi kodein 3 x 60 mg – 80 mg

selanjutnya dikurangi 10 mg setiap hari dan seterusnya.

2) Disamping itu diberi terapi simptomatik.

Terapi putus opioida dengan substitusi non opioda

3) Dipakai Clonidine dimulai dengan 17 mikrogram/kg BB perhari

dibagi dalam 3-4 kali pemberian. Dosis diturunkan bertahap dan

selesai dalam 10 hari.

4) Sebaiknya dirawat inap (bila sistole < 100 mmHg atau diastole <

70 mmHg), terapi harus dihentikan.

c) Terapi putus opioida dengan metode Detoksifikasi cepat dalam anestesi (Rapid

Opioid Detoxification). Prinsip terapi ini hanya untuk kasus single drug opiat

saja,di lakukan di RS dengan fasilitas rawat intensif oleh Tim Anestesiolog dan

Psikiater, dilanjutkan dengan terapi menggunakan anatagonist opiat (naltrekson)

lebih kurang 1 tahun.

1) Trapi putus zat sedative/hipnotika dan alcohol.

2) Harus secara bertahap dan dapat diberikan Diazepam. Tentukan

dahulu test toleransi dengan cara : Memberikan benzodiazepin

mulai dari 10 mg yang dinaikan bertahap sampai terjadi gejala in-

toksikasi. Selanjutnya diturunkan kembali secara bertahap 10 mg

perhari sampai gejala putus zat hilang.

d) Terapi putus Kokain atau Amfetamin Rawat inap perlu dipertimbangkan karena

kemungkinan melakukan percobaan bunuh diri. Untuk mengatasi gejala depresi

berikan anti depresi.

1) Terapi untuk waham dan delirium pada putus NAPZA

17

Page 18: SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

Pada gangguan waham karena amfetamin atau kokain

berikan Inj. Haloperidol 2.5-5 mg IM dan dilanjutkan

peroral 3x2,5-5 mg/hari.

Pada gangguan waham karena ganja beri Diazepam 20-

40 mg IM.

Pada delirium putus sedativa/hipnotika atau alkohol beri

Diazepam seperti pada terapi intoksikasi sedative/hip-

notika atau alkohol

2) Terapi putus opioida pada neonates

Gejala putus opioida pada bayi yang dilahirkan dari seorang ibu

yang mengalami ketergantungan opioida, timbul dalam waktu se-

belum 48-72 jam setelah lahir. Gejalanya antara lain : menangis

terus(melengking), gelisah,sulit tidur,diare,tidak mau minum,

muntah, dehidrasi, hidung tersumbat, demam, berkeringat.

Berikan infus dan perawatan bayi yang memadai. Selanjutnya

berikan Diazepam 1-2 mg tiap 8 jam setiap hari diturunkan berta-

hap,selesai dalam 10 hari

L. TERAPI TERHADAP KOMORBIDITAS

Setelah keadaan intoksikasi dan sindroma putus NAPZA dapat teratasi, maka

perlu dilanjutkan dengan terapi terhadap gangguan jiwa lain yang terdapat bersama-

sama dengan gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (co-

morbid psychopathology), sebagai berikut :

1. Psikofarmakologis yang sesuai dengan diagnosis.

2. Psikoterapi individual

a) Konseling : bila dijumpai masalah dalam komonikasi interpersonal

b) Psikoterapi asertif : bila pasien mudah terpengaruh dan mengalami ke-

sulitan dalam mengambil keputusan yang bijaksana.

c) Psikoterapi kognitif : bila dijumpai depresi psikogen.

d) Psikoterapi kelompok.

e) Terapi keluarga bila dijumpai keluarga yang patologik.

f) Terapi marital bila dijumpai masalah marital.

g) Terapi relaksasi untuk mengatasi ketegangan.

h) Dirujuk atau konsultasi ke RS Umum atau RS Jiwa

M. TERAPI TERHADAP KOMPLIKASI MEDIK

18

Page 19: SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

Terapi disesuaikan dengan besaran masalah dan dilaksanakan secara terpadu

melibatkan berbagai disiplin ilmu kedokteran.Misalnya :

1. Komplikasi Paru dirujuk ke Bagian Penyakit Paru.

2. Komplikasi Jantung di rujuk ke Bagian Penyakit Jantung atau Interna/Penyakit

Dalam.

3. Komplikasi Hepatitis di rujuk ke Bagian Interna/Penyakit Dalam.

4. HIV/AIDS dirujuk ke Bagian Interna atau Pokdisus AIDS Dan lain-lain.

N. TERAPI MAINTENANCE (RUMATAN)

Terapi maintenance/rumatan ini dijalankan pasca detoksifikasi dengan tujuan un-

tuk mencegah terjadinya komplikasi medis serta tidak kriminal. Secara medis terapi

ini dijalankan dengan menggunakan :

1. Terapi psikofarmaka,menggunakan Naltrekson (Opiat antagonis), atau Metadon.

2. Terapi perilaku, diselenggarakan berdasarkan pemberian hadiah dan hokum.

3. Self-help group,didasarkan kepada beberapa fillosofi antara lain : 12- steps

O. REHABILITASI

Setelah selesai detoksifikasi, penyalahguna NAPZA perlu menjalani Rehabbili-

tasi. Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai menjalani detoksi-

fikasi sebagian besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan NAPZA, oleh

karena rasa rindu (craving) terhadap NAPZA yang selalu terjadi. Dengan Rehabili -

tasi diharapkan pengguna NAPZA dapat :

1. Mempunyai motivasi untuk tidak menyalahgunakan NAPZA lagi ;

2. Mampu menolak tawaran penyalahgunakan NAPZA;

3. Pulih kepercayaan dirinya,hilang rasa rendah dirinya;

4. Mampu mengelola waktu dan berubah perilaku sehari-hari dengan baik;

5. Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja;

6. Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam pergaulan di

lingkungannya;

7. Beberapa Bentuk Program/Pendekatan Rehabilitasi yang ada,antara lain :

a) Program Antagonis Opiat (Naltrexon)

1) Setelah detoksifikasi (dilepaskan dari ketergantungan fisik) terhadap

opioid (heroin/putauw/PT) penderita sering mengalami keadaan rindu

yang sangat kuat (craving, kangen,sugesti) terhadap efek heroin.

2) Antagonis opiat (Naltrexon HCI,) dapat mengurangi kuatnya dan

frekuensi datangnya perasaan rindu itu. Apabila pasien menggunakan

19

Page 20: SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

opieat lagi,ia tidak merasakan efek euforiknya sehingga dapat terjadi

overdosis. Oleh karena itu perlu seleksi dan psikoterapi untuk mem-

bangun motivasi pasien yang kuat sebelum memutuskan pemberian

antagonis. Antagonis opiate diberikan dalam dosis tunggal 50 mg

sekali sehari secara oral, selama 3- 6 bulan. Karena hepatotoksik,

perlu tes fungsi hati secara berkala.

b) Program Metadon

1) Metadon adalah opiat sintetik yang bisa dipakai untuk menggantikan

heroin yang dapat diberikan secara oral sehingga mengurangi komp-

likasi medik. Program ini masih kontroversial, di Indonesia program

ini masih berupa uji coba di RSKO

c) Program yang berorientasi psikososial

Program ini menitik beratkan berbagai kegiatannya pada terapi

psikologik (kognitif, perilaku, suportif, asertif, dinamika kelompok,

psikoterapi individu, desensitisasi dan lain-lain) dan keterampilan sosial

yang bertujuan mengembangkan keperibadian dan sikap mental yang

dewasa, serta meningkatkan mutu dan kemampuan komunikasi inter-

personal Berbagai variasi psikoterapi sering digunakan dalam setting re-

habilitasi. Tergantung pada sasaran terapi yang digunakan.

d) Psikoterapi yang berorientasi analitik mengambil keberhasilan men-

datangkan insight sebagai parameter keberhasilan.

e) Psikoterapi yang menggunakan sasaran pencegahan relaps seperti : Cog-

nitivi Behaviour Therapy dan Relaps Prevention Training.

f) Supportive Expressive Psychotherapy

g) Psychodrama,art-therapy adalah psikoterapi yang dijalankan secara indi-

vidual.

h) Therapeutic Community berupa program terstruktur yang diikutu oleh

mereka yang tinggal dalam satu tempat. Dipimpin oleh bekas penyalah-

guna yang dinyatakan memenuhi syarat sebagai konselor,setelah melalui

pendidikan dan latihan. Tenaga profesional hanya sebagai konsultan saja.

Disini penderita dilatih keterampilan mengelola waktu dan perilakunya

20

Page 21: SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

secara efektif serta kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat mengatasi

keinginan memakai NAPZA atau sugesti (craving) dan mencegah relap.

i) Dalam komonitas ini semua ikut aktif dalam proses terapi. Ciri perbedaan

anggota dihilangkan. Mereka bebas menyatakan perasaan dan perilaku

sejauh tidak membahayakan orang lain. Tiap anggota bertanggung jawab

terhadap perbuatannya,ganjaran bagi yang berbuat positif dan hukuman

bagi yang berperilaku negatif diatur oleh mereka sendiri.

2. Program yang berorientasi Sosial

Program ini memusatkan kegiatan pada keterampilan sosial, sehingga mereka da-

pat kembali kedalam kehidupan masyarakat yang normal,termasuk mampu bek-

erja.

3. Program yang berorientasi kedisiplinan

Program ini menerapkan modifikasi behavioral atau perilaku dengan cara melatih

hidup menurut aturan disiplin yang telah ditetapkan.

4. Program dengan Pendekatan Religi atau Spiritual

Pesantren dan beberapa pendekatan agama lain melakukan trial and error untuk

menyelenggarakan rehabilitasi ketergantungan NAPZA.

5. Beberapa profesional bidang kedokteran mencoba menggabungkan berbagai

modalitas terapi dan rehabilitasi. Hasil keberhasilan secara ilmiah dan dapat dop-

ertanggungj jawabkan masih ditunggu. Beberapa bentuk terapi lainnya yang saat

ini dikembangkan di Indonesia adalah penggunaan tenaga dalam prana dan medi-

tasi. Terapi yang mengandalkan adanya kekuatan spiritual baik dalam arti kata

kekuatan diri maupun Keagungan Allah telah dikembangkan hampir diseluruh

dunia. Dikenal The 12 step Recovery Philosophy, Rational Recovery dan lain-

lain.

P. PROGRAM PASCA RAWAT (AFTER CARE)

Setelah selesai mengikuti suatu program rehabilitasi, penyalahguna NAPZA masih

harus mengikuti program pasca rawat (After care) untuk memperkecil kemungkinan

relaps (kambuh). Setiap tempat/panti rehabilitasi yang baik mempunyai program

pasca rawat ini.

Q. NARCOTICS ANONYMOUS (NA)

21

Page 22: SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

NA adalah kumpulan orang,baik laki-laki maupun perempuan yang saling berbagi

rasa tentang pengalaman, kekuatan, dan harapan untuk menyelesaikan masalah dan

saling menolong untuk lepas dari NAPZA (khususnya Narkotika). Satu-satunya

syarat untuk menjadi anggota NA adalah keinginan untuk berhenti memakai

Narkotika. NA tidak terikat pada agama tertentu,pahak politik tertentu maupun insti-

tusi tertentu. Mereka mengadakan pertemuan seminggu sekali. Pertemuan ini bi-

asanya tertutup,hanya bagi anggota saja atau terbuka dengan mengundang pembicara

dari luar. Mereka menggunakan beberapa prinsip yang terhimpun dalam 12 langkah

(the twelve steps).

R. RUJUKAN

Karena keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan petugas puskesmas,atau

karena fasilitas yang tersedia terbatas, pasien yang tak dapat diatasi,sebaiknya diru-

juk ke dokter ahli yang sesuai atau dirujuk untuk rawat inap di rumah sakit (misalnya

: RS Umum/Swasta,RS Jiwa,RSKO). Atau ke pusat rehabilitasi.

Pasien juga dapat dirujuk hanya untuk konsultasi atau meminta pemeriksaan pe-

nunjang saja, seperti pemeriksaan laboratorium (tes urun), pemeriksaan radio-diag-

nostik, elektro diagnostik, maupun test psikologik (IQ, keperibadian, bakat, minat),

(https://agus34drajat.files.wordpress.com/2010/10/buku-pedoman-praktis-engenai-

penyalahgunaan-napza-bagi-petugas.pdf).

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai

setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan

22

Page 23: SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

sering dianggap sebagai penyakit. Peran perawat mempengaruhi pada keberhasilan

dalam mencapai tujuan dan hasil akhir yang diharapkan dalam perawatan. Dimana

asuhan keperawatan pada pasien penyalahgunaan NAPZA ditekankan pada aspek

psikososial, kejiwaan, komunitas dan keagamaan. Peran keluarga dan lingkungan

juga sangat diperlukan untuk mempercepat proses pemulihan pasien penyalahgunaan

NAPZA. Kebanyakan dari pengguna menjadikan NAPZA sebagai pelarian atau pe-

mecahan suatu masalah.

B. SARAN

Upaya mencegah kekambuhan klien dengan penyalahgunaan NAPZA sangat

tergantung dari motivasi internal dari klien itu sendiri untuk terlepas dari kecanduan.

Tidak kalah penting dari hal itu juga peran serta orang terdekat untuk senantiasa

memberi dukungan dan memberikan pengawasan kepada penderita

EVALUASI

Bentuk : Sumatif

Waktu : 10 Menit

Soal evaluasi :

23

Page 24: SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

A. Pengetahuan Lisan

3. Apakah yang dimaksud dengan penyalahgunaan napza ?

4. Apa saja penyebab yang sering terjadi pada penyalahgunaan napza?

5. Jelaskan gejala klinis/perubahan yang terjadi pada penderita napza?

6. Jelaskan dampak yang terjadi pada penyalahgunaan napza?

7. Jelaskan cara mencegah pada penyalahgunaan napza?

Standar hasil : tes lisan pada akhir kegiatan

Penerima Manfaat :

a. Peserta bisa menjawab 7 pertanyaan dengan benar.

b. Peserta dapat merubah pola hidupnya menuju hidup sehat.

24