review disertasi full

24
REVIEW DISERTASI ANALISIS LABA (RUGI) PDAM DALAM PERSPEKTIF POLITICAL ECONOMY OF ACCOUNTING (Studi Kasus Perusahaan Daerah Air Minum BTM) Bambang Haryadi (2011) (Disusun untuk memenuhi tugas kelompok Matakuliah Metodologi Penelitian Non Positif) Oleh: 1. Citra (146020300111006) 2. Rendy Mirwan Aspirandi (146020300111007) 3. Mohamad Anwar Thalib (146020300111008) 4. Sri Apriyanti Husain (146020300111009)

Upload: sri-apriyanti-husain

Post on 02-Aug-2015

240 views

Category:

Economy & Finance


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Review disertasi full

REVIEW DISERTASI

ANALISIS LABA (RUGI) PDAM DALAM PERSPEKTIF

POLITICAL ECONOMY OF ACCOUNTING

(Studi Kasus Perusahaan Daerah Air Minum BTM)

Bambang Haryadi (2011)

(Disusun untuk memenuhi tugas kelompok Matakuliah Metodologi Penelitian Non Positif)

Oleh:

1. Citra (146020300111006)

2. Rendy Mirwan Aspirandi (146020300111007)

3. Mohamad Anwar Thalib (146020300111008)

4. Sri Apriyanti Husain (146020300111009)

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2015

Page 2: Review disertasi full

Tulisan ini merupakan review terhadap disertasi yang berjudul Analisis Laba (Rugi)

PDAM Dalam Perspektif Political Economy of Accounting (Studi Kasus Perusahaan

Daerah Minum BTM). Disertasi ini ditulis oleh Bambang Haryadi, Program Doktor Ilmu

Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis dengan Promotor Prof. Iwan Triyuwono, Mec.,

PhD., Ak., serta Ko. Promotor Gugus Irianto, MSA., PhD., Ak. dan Dr. Rosidi, MM. Ak.

Adapun uraian singkat tentang dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

Dengan adanya Political Economy of Accounting (PEA) yang berupaya untuk

memahami laba (rugi) perusahaan dengan mengakui keberadaan kekuasaaan (power) dan

konflik dalam terciptanya angka laba (rugi), maka laba (rugi) dapat direfleksikan atau

pengejawantahan dari power yang dimiliki oleh pemilik kepentingan utama perusahaan. PEA

menawarkan pandangan transformatif dari memaknai laba sebagai tujuan utama (bottom line)

menjadi a just and fair distribution. Sehingga, tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk

memahami angka-angka unsur laba (rugi) dengan mengungkapkan makna dibaliknya dan

kemudian menganalisisnya dari perspektif peran kekuasaan dari berbagai pihak; dan (2)

menilai dan mengkritisi praktek keadilan di balik angka-angka unsur laba (rugi).

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma kualitatif dengan

pendekatan teori kritis untuk mencari makna dibalik fenomena yang empiris dan menolak

adanya konsep value free. Sedangkan metode analisis yang digunakan adalah PEA untuk

memahami fenomena dengan mengakui keberadaan kekuasaan (power) dan konflik di

dalamnya. Adapun hasil penelitian dapat diuraikan sebagai berikut. Pertama, pendapatan

merupakan refleksi kekuasaan (power) manajemen, yaitu menjadikan strategi kenaikan tarif

sebagai hal yang rutin, membebani pelanggan dan penetapannya meninggalkan nilai

kejujuran dan keterbukaan. Kedua, beban hutang merupakan refleksi penggunaan kekuasaan

yang bersifat pemaksaan, menyembunyikan kepentingan dibaliknya. Ketiga, beban gaji

merupakan dampak pengabaian kepedulian pada warga sekitar sumber, serta keengganan

untuk bersama mengelola sumber air. Keempat, kerugian adalah cermin penggunaan

kekuasaan yang tidak professional dan mementingkan diri sendiri.

PENDAHULUAN

Latar Belakang Penelitian

Laba (rugi) dapat dimaknai sebagai imbalan atas upaya perusahaan

menghasilkan barang dan jasa, (Suwardjono, 2008). Hal ini menunjukan bahwa laba

merupakan kelebihan pendapatan di atas biaya (biaya total yang melekat dalam kegiatan

produksi dan penyerahan barang/jasa). Sedangkan rugi merupakan nilai pendapatan di

1

Page 3: Review disertasi full

bawah biaya yang terjadi. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Soemarso (2004) bahwa

angka terakhir (output) dalam laporan laba rugi adalah laba atau rugi bersih (net

income), dimana jumlah ini merupakan kenaikan bersih terhadap modal dan jika

perusahaan menderita rugi, maka angka terakhir dalam laporan laba rugi adalah rugi

bersih (net lose).

Berdasarkan pengertian laba (rugi) di atas, maka laba rugi pada hakekatnya

merupakan selisih positif atau selisih negatif yang diperoleh dari hasil penjualan

(pendapatan) operasi dan non-operasional perusahaan terhadap biaya-biaya yang timbul

dalam satu periode akuntansi dan akan menyebabkan perubahan dalam posisi equity (net

asset) perusahaan. Dengan rnenggunakan istilah Skousen (2005), laba (rugi) hakekatnya

merupakan perbedaan antara jumlah pendapatan yang diperoleh suatu satuan usaha selama

periode tertentu dengan jumlah biaya yang dapat diaplikasikan kepada pendapatan.

Laba (profit) selanjutnya dapat dijadikan sebagai salah satu indikator dalam menilai

kinerja perusahaan. Sebagai simbol utama kinerja perusahaan, maka laba (rugi) dapat

digambarkan dengan perkembangan hasil laba perusahaan di masa lalu, saat ini, dan di masa

yang akan datang. Pentingnya laba sebagai simbol kinerja telah menjadi fokus perhatian

pare peneliti dalam menilai kemampuan perusahaan di masa yang akan datang.

Perusahaan yang memiliki kinerja baik dengan ukuran laba tinggi maka dapat menjadi

cerminan kekuatan perusahaan dalam:

a) Memprediksi kemampuan perusahaan memperoleh return saham perusahaan (Ball

dan Brown, 1968; O'Connor, 1973; Ou dan Penman, 1989; Dechow, 1994, Brady,

2003; Parawiyati dan Baridwan, 1998; Sidharta dan Santoso, 1998; Etty dan

Sudibyo, 1999; serta Sutrisno dan Sudibyo, 1999).

b) Memprediksi kemampuan perusahaan dalam mendapatkan arus kas dan deviden

perusahaan (Bowen, 1986; Dechow, 1994; Weston dan Brigham, 1993; Aharony dan

Swary, 1980).

c) Menguji kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba di masa depan (Weston

dan Brigham, 1993; Shubita, 2010; Trisnawati, 1999; serta Machfoedz, 1994 dan

1995).

d) Memprediksi kebangkrutan usaha dan kesulitan keuangan (Horrigan, 1965; Beaver,

1966; Altman, 1968; Pankof dan Virghill, 1970; serta Weston dan Brigham, 1993).

Beberapa hasil riset di atas membuktikan bahwa laba menjadi sangat dominan dan

sangat penting sebagai ukuran kinerja perusahaan. Dengan istilah lain menurut Irianto

(2006:143) laba telah menjadi tujuan dan segala-galanya. Laba dijadikan aktivitas utama

2

Page 4: Review disertasi full

bisnis dan menyajikannya sebagai bottom line dalam laporan laba rugi perusahaan.

Penempatan laba sebagai indikator utama lebih lanjut didukung oleh pemahaman

pendekatan akuntansi positif. Angka laba (rugi) merupakan angka yang disusun

berdasarkan situasi dan kondisi perusahaan yang senyatanya, objektif dan netral,

dimana ia menggambarkan kondisi perusahaan apa adanya. Pemahaman ini

sekaligus mengokohkan posisi laba sebagai angka yang sangat krusial dan terpercaya

yang dapat membantu para pengguna laporan keuangan dalam membuat keputusan

ekonomi di masa yang akan datang secara lebih objektif dan netral.

Akan tetapi, praktek pengaturan laba sebagai fokus utama kinerja telah membawa

akuntansi rnenjadi alat untuk mencapai kepentingan pihak-pihak tertentu, dalam hal

ini para pemilik modal. Akuntansi dalam dunia modern hanya menjadi alat pemuas

dan mengikuti kemauan para pemilik modal semata. Imbas dari praktik akuntansi yang

berfokus pada angka laba dan mendesain kinerja sedemikian rupa adalah akuntabilitas

angka kinerja tidak lagi dipertimbangkan. Praktek-praktek manajemen laba, transfer pricing,

taking a bath dalam meningkatkan kinerja menjadi hal yang wajar dan skandal akuntansi

makin merajalela (Arvian, 2008). Sebagai contoh, kasus Xerox tahun 1986, Enron tahun

2001, Worldcom tahun 2002, dan sebagainya.

Hal ini menunjukan adanya realitas kontradiksi pemahaman umum bahwa

angka laba (akuntansi) adalah bebas nilai (value free) dan objektif. Padahal

kenyataannya akuntansi yang menghasilkan laporan keuangan sebagai ukuran

kinerja sangat sarat dengan nilai (nilai ekonomi, moral, budaya, politik,

kepentingan. agama. sosial, dan lingkungan). Bukti ini telah memberi peringatan

bahwa secara nyata kinerja dapat dipengaruhi oleh lingkungan sosial, budaya dan politik

dimana akuntansi itu dilaksanakan. Sehingga, perlu dipertanyakan kembali bahwa

angka-angka akuntansi utamanya laba (rugi) merupakan indikator utama dan terpenting

dalam menilai dan menganalisis kinerja perusahaan, angka objektif dan bebas dari nilai.

Sebagaimana yang dinyatakan oleh Irianto (2006) bahwa laba sebagai simbol utama kinerja

pada hakekatnya merupakan sesuatu yang dikonstruk sedemikian rupa, sehingga input yang

sama dapat dihasilkan beragam laba jika digunakan metode yang berbeda.

Akuntansi selama ini hanya berbasis pada kepentingan para pemegang saham

(shareholders) sebagaimana yang ditunjukan oleh penelitian Smith dan Smith (1970);

Still (1972); Haried (1972, 1973); Adeberg (1979); Epstein (1975); Lee dan Tweedie

(1977, 1981); Chang & Most (1979). Kepedulian akuntansi terhadap mereka diutamakan

dalam membantu pengambilan keputusan mengenai pendapatan, kekayaan dan peningkatan

3

Page 5: Review disertasi full

kinerja (Edwards dan Bell, 1961; Chambers, 1966; Sterling, 1970: Beaver dan Demski,

1974). Karena realitas menunjukkan bahwa angka laba (rugi) sarat dengan nilai dan

sangat subjektif, maka sudah seharusnya didalam menilai dan memahami laba (rugi)

suatu perusahaan tidak lagi hanya dilihat dari angka-angka yang tersaji dalam laporan

keuangan, namun yang bagaimana proses angka-angka itu tercipta serta bagaimana dampak

terciptanya angka-angka akuntansi itu bagi seluruh pihak baik yang langsung maupun tidak

langsung berkontribusi terhadap perusahaan. Penyadaran bahwa laba (rugi) yang dihasilkan

perusahaan tidak bisa berdiri sendiri dan tidak bisa dipisahkan dari lingkungan, berimplikasi

dalam penilaian dan pemahaman laba (rugi) secara lebih arif dan tepat.

Besamya pengaruh lingkungan sangat tergantung dari kompleksitas permasalahan

bisnis yang dijalankan oleh perusahaan bersangkutan. Semakin kompleks tentu semakin

besar pula faktor-faktor yang mempengaruhi laba atau kinerja perusahaan tersebut. Bagi

perusahaan publik, tentu kompleksitas permasalahan semakin luas dikarenakan

banyak pihak yang memiliki kepentingan terhadap keberadaan perusahaan publik

ini. Nuansa kepentingan ekonomi, kepentingan politik dan kepentingan lain dari

berbagai pihak setiap saat muncul dan menyatu dalam perusahaan publik. Maka

sangat tepat jika dalam penelitian ini perusahaan air (PDAM) dijadikan sebagai objek

penelitian untuk mengungkap pengaruh-pengaruh serta kepentingan -kepentingan

yang ada dalam kinerja (laba/rugi) yang dihasilkan. Tertebih lagi PDAM di

Indonesia jumlahnya cukup banyak dan secara keseluruhan kinerja yang diperoleh

relatif sama, yaitu masuk dalam kategori rendah dan banyak permasalahan mendasar

yang belum tertangani.

Sebagai penyelenggaran utama dan satu-satunya pelayanan air minum di daerah,

PDAM memiliki kesempatan untuk dapat meningkatkan konstribusi terhadap upaya pemerintah

daerah meningkatkan pendapatan asli daerah. Dengan pola perusahaan monopoli PDAM dapat

dengan lebih leluasa menentukan tarif, meningkatkan jumlah pelanggan dan memperoleh

sumbersumber air untuk diolah menjadi air minum. Dengan sistem ini pula PDAM bisa dijadikan

target untuk memberikan kontribusi pendapatan yang besar kepada pemerintah daerah dan

menjadi penyokong utama sumber-sumber pendapatan asli di masing-masing daerah.

Sebuah “keanehan” atau “anomali” jika ternyata hasil yang dicapai oleh perusahaan

monopoli tersebut justru terbalik dari apa yang seharusnya, yaitu mengalami sebuah

kerugian. Penurunan tingkat keuntungan perusahaan tersebut barangkali akan terjadi

jika suatu saat terdapat perusahaan pesaing yang diijinkan untuk mendampingi

perusahaan tersebut dalam mengelola produk sejenis. Sejak tahun 1962 hingga saat ini

4

Page 6: Review disertasi full

kinerja t idak kunjung menunjukkan hasil yang menggembirakan. Hampir Iebih

dari 80% PDAM mengalami kerugian yang tidak kunjung selesai dan selalu

mengalami kesulitan keuangan.

TABEL 1

Perkembangan Kinerja PDAM di Indonesia

Tahun Nilai Kinerja

2001 93% (186 dari 201) PDAM kesulitan melunasi hutang (Kompas, 16 pebr)

2003 91% PDAM masuk kategori tidak sehat (Kompas, 4 sept)

2004 90% PDAM masuk kategori tidak sehat (Tempo Interaktif, 27 Apr)

2005 PDAM mengalami kerugian rata-rata Rp 100 miliar pertahun (Lintkang,2005),

90% PDAM masuk kategori sakit (Tempo tnteraktif, 5 Juli)

2006 330 dari 335 PDAM memiliki kekayaan negative (Kompas, 27 Ags)

2007 44 dari 335 PDAM yang dinilai sehat (Kompas mobile, 28 Ags)

2008 80 dari 335 PDAM masuk kategori sehat (24%) , tingkat kehitangan air rata- rata

37% (Kompas, 27 Ags)

2010 234 dari seluruh PDAM yang berjumlah 337 perusahaan atau sekitar 70%

masuk dalam kategori tidak sehat. Jadi hanya ada sekitar 30% PDAM yang

masuk dalam kategori berkinerja baik (sehat).

Wijaya (2003; 2004: 2005) menyatakan bahwa (1) telah terjadi gap regulasi

harga air yang ditetapkan oleh departemen dalam negeri dan PDAM serta

pemerintah daerah, (2) telah terjadi adanya ketidakefisienan dalam pengelolaan

operasional perusahaan air minum (PDAM) sehingga berdampak pada tarif air yang

mahal. (3) dalam rangka melayani masyarakat akan kebutuhan air yang layak masih

belum mampu menunjukkan pelayanan yang memiliki rasa keadilan dan sosial yang

tinggi.

Muhairwe (2003) melakukan penelitian di National Water and Sewerage

Corporation (NWSC), sebuah perusahaan publik yang mengelola air minum di Uganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahan memiliki kinerja yang sangat baik dan

memuaskan dengan program reformasi internal yang mereka lakukan.

Shirley et al. (2000) menemukan bahwa Kinerja perusahaan air di Chile meningkat

seiring dengan upaya pembenahan atau reformasi pada aspek manajemen dan regulasi

yang dilakukan oleh pemerintah.

5

Page 7: Review disertasi full

George (2002) yang berjudul "Performance Bechmarking Urban Water Supply:

Socialist Republic of Vietnam, menunjukkan bahwa perusahaan daerah air tersebut

memiliki kinerja yang sangat balk dan stabil. Keberhasilan yang mengagumkan dari

kinerja itu disebabkan karena perusahaan mampu meningkatkan inisiatif para

karyawan dan manajemennya di tengah keterbatasan sumber daya yang

dimilikinya dan perusahaan tersebut telah tercipta proses pembelajaran yang balk serta

dilakukan secara kontinu melalui proses update pengetahuan setiap tahun.

Perpamsi (2010) menunjukkan bahwa berbagai isu permasalahan PDAM yang

hingga kita tidak kunjung selesai meliputi: Pertama, pemerintah belum menerapkan

pengelolaan PDAM secara profesional. Kedua. PDAM belum mandiri karena campur

tangan pemilik (Pemda) dalam manajemen dan keuangan, dan tentu ini akan

membebani PDAM. Pengawasan/akuntabilitas terhadap pengelolaan penyedia air

minum masih lemah, belum ada sanksi untuk penyelenggara air minum yang

tidak memberikan pelayanan sesuai dengan syarat yang ditentukan. Ketiga

adalah masalah Interpretasi UU otonomi daerah tidak mendorong pengernbangan

dan kerjasama antar daerah dalam penyediaan air minum, UU No 7 /2004 tentang

Sumber Daya Air telah mengamanatkan dibentuknya Dewan Air untuk manajemen

air secara terpadu dan Badan Pengatur untuk mengurusi air minum_ Tetapi hingga

saat ini lembaga-lembaga tersebut belum terbentuk. Keempat, Kebijakan yang

memihak kepada masyarakat miskin masih belum berkembang. Kelima Kelembagaan

pengelolaan air minum yang ada sudah tidak memadai lagi dengan perkembangan saat ini, Fungsi

PDAM sampai saat ini operator penyedia air minum dan sekaligus sebagai pengatur kebijakan

air minum didaerah. Disamping itu terdapat ambiguitas misi PDAM. karena ketidakjelasan

antara misi sosial dan misi komersial. Keenam belum ada koordinasi dan integrasi yang balk

antar lembaga pemerintah serta pemahaman yang sama akan makna pelayanan publik bagi

perusahaan pemerintah. Akibatnya perusahaan pemerintah yang lain semisal PLN

memberlakukan tarif listrik golongan industri bagi PDAM dan disinsentif pada jam

puncak. Pertamina juga memberlakukan tarif BBM golongan industri bagi PDAM

sehingga harga solamya mahal Dampaknya adalah PDAM memiliki beban listrik dan bahan

bakar yang sangat tinggi, sehingga berakibat harga pokok produksinya menjadi tinggi,

dan tentu pada akhirnya tarif air menjadi tinggi.

Jika pemahaman laba (rugi) hanya berfokus pada aspek keuangan dan bahkan

menjadikan laba sebagai indikator utama kinerja, maka tidak salah jika masyarakat

menyimpulkan bahwa sebenarnya PDAM di Indonesia secara umum sudah tidak

6

Page 8: Review disertasi full

mampu dan sangat tidak efisien. Namun demikian, penilaian dan pemahaman ini menjadi

bias dan bahkan tidak bijak jika sudut pandangnya tidak hanya berdasarkan angka-angka

akuntansi yang tersaji. Oleh karena itu diperlukan alat analisis yang lebih luas dan mampu

menyediakan informasi secara lengkap dalam menilai dan memahami laba (rugi) suatu

perusahaan. Alat analisis berupa akuntansi kritis terutama yang menggunakan rerangka

Political Economy of Accounting (PEA) ditujukan untuk memahami sekaligus

melakukan evaluasi atas peran akuntansi dalam konteks ekonomi, sosial dan politik atau

mengkaji bagaimana peran akuntansi dalam konteks tertentu, baik organisasional

maupun Iingkungan yang lebih luas (Irianto, 2006: 145).

Perumusan Masalah

Permasalahanan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah

memaknai laba (rugi) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) jika dipahami berdasarkan

perspektif Political Economy of Accounting (PEA)?

Tujuan Penelitian

1. Mengungkapkan makna di balik angka unsure laba (rugi) serta menyiapkan

peran-peran kekuasaan dari berbagai pihak di dalamnya

2. Menilai dan mengkritisi praktek keadilan di balik terciptanya angka-angka unsur

laba (rugi) tersebut.

Kontribusi Penelitian

1. Bagi dunia akademisi, political economy of accounting bisa menjadi landasan

baru dalam memaknai dan menilai kinerja (laba atau rugi) perusahaan secara

lebih arif dan bersifat integral dengan memasukkan aspek ekonomi politik di

dalamnya.

2. Peneliti, dapat dijadikan sebagal referensi serta alat analisis PEA dapat dijadikan

alat mengungkap borbagai makna di balik laba (rugi) perusahaan secara

lebilt komprohonsif.

3. Perusahaan atau manajemen, sobagal bahan evaluasi dan informasi berbagai

macam bentuk faktor dan kepentingan yang mempengaruhi laba (rugi) perusahaan,

dan diharapkan bisa diantisipasi dikomudian hari.

4. Pemda dan petnerintah pusat sebagai pemilik kepentingan, hasil riset bisa

dijadikan cermin dan bahan evaluasi dalam mewujudkan dan

7

Page 9: Review disertasi full

metnperlakukan PDAM yang dapat menopang PAD secara lebih

professional, mandiri secara keuangan dan manajemen.

5. Pelanggan, bisa dijadikan Milan dalam menilai kebijakan manajemen

perusahaan akan tarif, distribusi air, pelayanan air dan memahami secara utuh

tentang makna laba sesungguhnya dalam PDAM.

6. Pengguna laporan keuangan PDAM, menyadarkan kepada mereka bahwa

tidak cukup menilai kinerja hanya dari angka-angka laporan keuangan.

Diperlukan juga pemahaman makna dibalik angka laba (rugi) perusahaan tersebut.

METODE PENELITIAN

Pendekatan Penelitian

Dalam hal hubungan peneliti dengan fakta yang diteliti, paradigma kuantitatif

berpandangan bahwa hubungan peneliti dengan fakta itu bersifat independen sehingga peneliti

dapat menguji realitas fakta secara objektif, terbatas pada dimensi tunggal, bebas nilai dan

tidak bias. Sebaliknya paradigma kualitatif memandang bahwa peneliti berinteraksi dengan

fakta yang diteliti sehingga lebih bersifat subjektif, tidak bebas nilai dan bias. Paradigma

ini memandang realitas sosial dalam berbagai banyak dimensi (Indriantoro dan Supomo,

1999:13). Penelitian ini berupaya mengungkap relasi kekuasaan (power) dan laba/rugi

(ekonomi) PDAM monopoli yang rendah. Selain itu bertujuan menilai keadilan dan

kebebasan dalam distribusi ekonomi (materi dan non materi). Oleh karena itu, riset

paradigma kuantitatif diyakini tidak cukup mampu untuk menjawab

pertanyaan penelitian. Sementara itu peneliti berupaya menggunakan paradigma

kualitatif yang mampu menelusuri secara lebih holistis, rinci dan komplek atas

data, fakta, fenomena dan realitas yang ada dalam perusahaan (Arifin, 1996;

Indriantoro dan Supomo, 1999). Berdasarkan cara dalam paradigma ini maka bisa

dilakukan analisisanalisis lebih lanjut sehingga mampu mengungkap makna yang ada di

balik rendahnya laba (kerugian) PDAM.

Paradigma kualitatif adalah satu model penelitian humanistik, yang

menempatkan manusia sebagai subyek utama dalam peristiwa sosial atau budaya.

Sifat humanis dari aliran pemikiran ini terlihat dari pandangan tentang posisi

manusia sebagai penentu utama perilaku individu dan gejala sosial. Paradigma ini

dilandasi oleh pendekatan naturalistik untuk mencari dan menemukan pengertian

atau pemahaman tentang fenomena dalam suatu latar yang berkonteks khusus.

8

Page 10: Review disertasi full

Oleh karena itu maka pendekatan ini juga mampu menelusuri data secara lebih

mendalam hingga ke akar permasalahan.

Teori Kritis, Riset Akuntansi Kritis dan Rerangka PEA

Pada dasamya, esensi Teori Kritis adalah konstruktivisme, yaitu memahami keberadaan

struktur-stuktur sosial dan politik sebagai bagian atau produk dad intersubyektivitas dan

pengetahuan secara alamiah memiliki karakter politis, terkait dengan kehidupan sosial dan

politik. Sifat politis pengetahuan ini berkembang dad atau dipengaruhi oleh tiga pemikiran yang

berbeda (Martin, 1991). Penelitian bidang akuntansi yang dilandasi dengan teori kritis

(paradigma kualitatif) dimulai pada akhir tahun 1970an dan 1980an (Cooper

and Hooper, 1990: 8) dalam Irianto, 2004b: 14). Penelitian-penelitian akuntansi

kritis telah bermunculan saat itu diantaranya Hopwood (1978), Burchell et al. (1980.

1985), Tinker (1980), Tinker et al. (1982), Neimark & Tinker (1986) serta Cooper &

Sherer (1984). Penelitian-penelitian ini didasarkan pada berbagai macam

pendekatan dan teori-teori. Salah satu fokus utama dari perhatian studi kritis akuntansi

ini adalah kepentingan untuk mengembangkan literatur akuntansi yang Iebih

merefleksi din dan kontektual yang mengakui saling keterkaitan antara masyarakat,

histori, organisasi, teori dan praktek akuntansi (Lodh and Graffikin, 2005: 156).

Political Economy of Accounting (PEA) yang digunakan dalam penelitian

merupakan salah satu alat analisis dari pendekatan teori kritis (critical theontcal

approaches). PEA ini pertama kali diperkenalkan oleh Tinker (1980) dalam artikelnya

yang berjudul "Towards a political economy of accounting: an empirical illustration of

the cambric/pa controversies". Selanjutnya kajian PEA ini berkembang dengan

munculnya peneliti-peneiiti lain yaitu Cooper & Sherer (1984), Tinker (1984),

Neimark & Tinker (1986), Wilmot (1986), Armstrong (1987), Hopper et al. (1987),

Shaoul (1997a, 1997b), Catchpowle et al. (2004), Manta (2004). PEA mencoba

untuk menghadirkan sebuah kajian yang menghubungkan perspektif ekonomi dan politik

dalam menganalisis realitas perusahaan berdasarkan informasi akuntansi yang tersaji dalam

laporan keuangan perusahaan. PEA (Hopwood, 1978; Burchell et al., 1980; Neimark &

Tinker, 1986) berupaya untuk memahami dan mengevaluasi fungsi akuntansi dalam

konteks lingkungan ekonomi, sosial dan politik dimana akuntansi tersebut di terapkan.

9

Page 11: Review disertasi full

Sumber, Ragam dan Teknis Penjaringan Data

Data kualitatif dalam penelitian ini diperoleh dari informan melalui observasi

atau wawancara yang telah dilakukan. Data dan informasi yang merupakan sumber

data utama penelitian ini berkenaan dengan laba (rugi) perusahaan (PDAM). Selain itu,

informasi juga diperoleh dari sumber Iaporan, dokumen, foto dan bahan statistik terkait

dengan Iaba (rugi) yang dimiliki PDAM BTM. Sumber data ini merupakan sumber

data kedua, namun tetap tidak bisa diabaikan (Moleong, 2005:159; Lofland, 1985:47;

Nasution, 1996: 85).

Data dokumentasi, bahan statistik dan laporan terkait dengan laba (rugi) PDAM.

dikumpulkan dari PDAM BTM, tempat penelitian maupun dari berbagai sumber

terpercaya misalnya Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi),

Biro Pusat Statistik (BPS) kota BTM, Bagian Keuangan Pemerintah Daerah

Kabupaten BTM. serta beberapa tulisantulisan atau artikel yang mengungkap

data sejenis. Data yang telah dikumpulkan tidak hanya yang bersifat sekunder

namun juga yang bersifat primer, bersifat kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif.

Dalam riset ini peneliti mengumpulkan data secara Iangsung ke perusahaan dan tinggal

di kota tersebut dalam beberapa waktu. Peneliti bisa mendapatkan data dengan leluasa dan

cukup lengkap karena termasuk dalam salah satu anggota tim audit perusahaan tersebut.

Peneliti berperan sebagai instrumen utama yang terjun ke lapangan, berusaha sendiri

mengumpulkan informasi melalui observasi atau wawancara. Wawancara yang dilakukan

dalam penelitian ini bersifat terbuka dan tidak terstruktur.

Proses wawancara dengan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

berkesinambungan. Artinya tidak dalam satu waktu, dilakukan dalam beberapa momen

waktu dan sangat tergantung pada kesempatan yang diberikan informan kepada peneliti.

Oleh karena itu peneliti melakukan wawancara berkali dalam waktu yang tidak

bersamaan. Meskipun demikian proses itu tidak menghalangi peneliti untuk

mendapatkan informasi dan data yang lebih detail dan jelas tentang hal-hal yang

menyangkut pertanyaan penelitian.

Seluruh wawancara yang dilakukan oleh informan bersifat tertutup dan off the

record, artinya informan hanya mau diwawancara dengan catatan tidak direkam dan tidak

menyebutkan nama asli informan serta meminta untuk menggunakan insial yang

berbeda menyangkut nama informan dan instansinya. lni semua mereka minta demi

"keselamatan" diri mereka dalam lingkungan perusahaan dan pemerintah daerah.

10

Page 12: Review disertasi full

PENUTUP

PEA memiliki kelebihan dalam menilai kinerja atau laba (rugi) secara lebih

komprehensif, PEA memahami fenomena dengan mengetahui makna dan kepentingan

di baliknya, kemudian berusaha menganalisis Iaba (rugi) sebagai relasi dari kekuasaan

(power). Selanjutnya menilai fenomena laba (rugi) dad aspek keadilan bagi seluruh

pihak termasuk alam dan lingkungan di dalamnya.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian dengan menggunakan analisis PEA dalam memahami

laba (rugi) PDAM BTM bisa disimpulkan bahwa Political Economy of Accounting

(PEA) berusaha memahami laba (rugi) sebagai refleksi dari peran kekuasaan (power)

yang dimiliki seluruh pihak yang berkepentingan. Selain itu PEA berusaha menilai dan

mengkritisi praktek keadilan di batik angka laba (rugi) secara menyeluruh.

Angka pendapatan dalam riset ini bermakna sebagai (i) kenaikan tarif, (ii)

keharusan, (iii) pendapatan sosial, (iv) setoran PAD kepada Pemda, dan (v) penderitaan

pelanggan. Sedangkan kepentingan di baliknya meliputi rencana privatisasi bank dunia dan kinerja

manajemen di mata Pemda. Beban hutang bermakna sebagai aktivitas yang (i) rutin, (ii) bohong, dan

(iii) keterpaksaan, serta kepentingan utamanya adalah rencana privatisasi bank dunia.

Ketidakefisienan, ketidakberdayaan dan kegagalan merupakan ungkapan makna dari beban

gaji. Sedangkan kepentingan utama di batik angka ini tidak lain adalah kepentingan manajemen

dalam mempertahankan statusquonya. Terakhir, makna kerugian adalah identik dengan tidak

ada wajaran, kebebasan dan kebingungan. Kepentingannya untuk mendapatkan perhatian

dari kepala daerah sebagai pihak yang mengangkat mereka.

Pendapatan PDAM BTM yang terus meningkat merupakan refleksi (powef) yang

digunakan manajemen dengan strategi kenaikan tarif secara rutin. Pada

kenyataannya Pendapatan yang diraih tidak mengindahkan penggunaan kekuasaan

dengan cara yang bijak dan prinsip amanah. Strategi jalan pintas, dengan setiap saat

menaikkan tarif dan sangat membebani pelanggan merupakan bukti. Proses penetapan tarif

meninggalkan nilai-nilai kejujuran, keterbukaan dan akuntabilitas. Dalam meraih Pendapatan,

perusahaan belum sepenuhnya menerapkan nilai-nilai keadilan dalam distribusi air kepada

masyarakat secara umum. Belum sepenuhnya memiliki kepedulian terhadap pelayanan pada

pelanggan dan kelestarian serta kenyamanan lingkungan.

Beban hutang RDI PDAM BTM yang tinggi adalah refleksi penggunaan peran

kekuasaan (power) yang kurang tepat. Sifat pemaksaan dalam memberikan hutang,

11

Page 13: Review disertasi full

menyembunyikan kepentingan dalam pemberian hutang serta ketidaksungguhan

manajemen mengurangi kehilangan air adalah sebagai bukti ketidaktepatan itu. Manajemen tidak

bersifat adil memperlakukan hutang yang diterima. Mau menerima pinjaman sebesarbesarnya

namun tidak ada niat mengembalikan, meskipun memiliki kemampuan memadai. Hutang

yang besar tidak mampu menciptakan keadilan perluasan dan cakupan pelayanan air bagi

seluruh masyarakat tanpa terkecuali.

Beban gaji yang harus ditanggung perusahaan merupakan konsekuensi peran

kekuasaan yang tidak didasari sifat amanah dan akhlak mulia. Beban gaji yang besar adalah

dampak pemaksaan kepentingan individu dan golongan di atas kepentingan umum pada

warga sekitar sumber, serta keegganan untuk bersama mengelola sumber air demi kemaslahatan

umum. Nilai keadilan bagi masyarakat dan lingkungan sekitar sumber air yang kurang

mendapat perhatian menyebabkan sumber pendapatan hilang dan beban gaji pegawai besar.

Keadilan distribusi air masih berorientasi pada profit dan kepada pelanggan yang potensial di daerah

perkotaan. Sementara orientasi pemerataan air sebagai misi sosial dan spiritual belum

banyak mendapat porsi.

Kerugian perusahaan adalah hasil penggunaan kekuasaan yang tidak profesional

dan Iebih mementingkan din sendiri. Kerugian ini merupakan dampak manajemen tidak

memperlakukan hutang sebagaimana mestinya, memaksakan did membayar PAD pada

Pemda meski dalam kondisi rugi. Surat penegasan jaminan kepala daerah yang

membuat motivasi kerja manajemen rendah, serta "doss-dosa" pelanggan turut pula

menciptakan kerugian perusahaan. Strategi menaikkan tarif secara rutin dan membebani

masyarakat terbukti bukan merupakan cara adil dan bijak menutup kerugian. Tarif

dinaikkan namun kerugian tetap saja mengikuti kenaikan tarif.

Keterbatasan dan Pengembangan Penelitian

Penggunaan PEA dalam riset di Indoneisa belum banyak dilakukan. Oleh karena itu di

masa depan PEA perlu terus dikembangkan dan diadaptasikan dengan situasi dan kondisi objek

penelitian. Sehingga PEA akan Iebih bisa berkembang secara konsep dan praktis.

Penelitian lapangan yang dilakukan dengan waktu singkat dan terbatasnya dana

memungkinkan tidak banyak fenomena yang mampu terekam dan dijadikan objek

penilaian dan pemahaman dengan menggunakan PEA. Padahal jika dilakukan secara

lebih intensif dan waktu yang lebih panjang dimungkinkan akan banyak menemukan

fenomena yang makin lengkap dalam menilai dan memahami kinerja perusahaan.

12

Page 14: Review disertasi full

Berdasarkan keterbatasan penelitian yang ada serta mengingat pentingnya

penelitian dengan model ini maka di masa yang akan datang diperlukan penelitian yang

lebih intensif untuk menguji lebih jauh alat analisis berupa PEA sehingga didapatkan

penyempurnaan PEA. Selain itu diperlukan penelitian yang berupaya

membandingkan pemahaman dan penilaian kinerja untuk dua atau lebih perusahaan

sejenis, dan tentunya dengan periode penelitian lapangan yang lebih balk. Dengan

demikian akan dapat diperoleh hasil perbandingan penerapan IPEA untuk perusahaan

sejenis.

Implikasi Hasil Penelitian

Hasil penelitian dengan menggunakan alat analisis berupa Political Economy of

Accounting (PEA) sebagai cara Pandang yang berbeda dalam penelitian di PDAM BTM

ini memiliki implikasi:

(a) implikasi Teoritis

Alat analisis PEA merupakan gagasan untuk memahami laba (rugi) secara

kontektual. Oleh karena itu alat analisis ini dapat digunakan peneliti lain dikemudian had untuk

memahami kinerja pada perusahaan di industri yang berbeda. Dengan PEA, pemahaman suatu

fenomena lebih bersifat integral dan tidak hanya mengandalkan aspek ekonomi semata. Namun

juga melibatkan aspek lain yang tidak kalah pentingnya dengan ekonomi yaitu aspek budaya,

sosial dan politik suatu institusi. Dengan pengembangan PEA semacam ini diharapkan alat

analisis akan lebih berdaya uji dan terus disempurnakan oleh peneliti sendiri maupun oleh

pihak lain. Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan wawasan baru dan referensi

baru dalam menjadi alat analisis berbasis PEA.

Teori kritis konsep dari dari PEA mempunyai komitmen yang tinggai kepada tata

social yang lebih adil. Teori ini memandang keadilan sebagai hal yang utama dalam

interaksi manusia dalam berekonomi. Implikasi teori ini adalah bahwa memperlakukan

fenomena ekonomi khususnya harus tetap menjunjung tinggi rasa keadilan bagi

masyarakat. Keadilan bagi masyarakat umum tidak boleh diabaikan apalagi

dienyahkan demi mengejar materi atau keuntungan semata. Perusahaan tidak dilarang

memperoleh keuntungan namun demikian sebagai perusahaan yang bermisi sosial dan

bisnis, maka kedua misi ini harus berjalan secara proposianal. Penggunaan cara-cara

yang merugikan pihak lain dan

13

Page 15: Review disertasi full

(b) Implikasi Praktis

Kinerja PDAM BTM sangat komplek permasalahannya karena menyangkut

masalah intern manajemen, dan pihak lain yang kepentingan dengan PDAM. Karena

kompleknya permasalahan itu perlu dilakukan langkah-langkah cepat,dan lompatan

besar untuk memperbaiki citra dan kinerja PDAM BTM di masa depan. Langkah itu

antara lain: (1) pengurangan intervensi Pemda terhadap pengelolaan PDAM BTM sangat

pr;nsip diperlukan dan bersifat segara keberadaannya. Ciptakan hubungan yang

rasional dan spiritual saja diantara keduanya. (2) Perbaikan kualitas SDM dengan

mengarahkan pada SDM yang inovatif, kreatif dan aktif serta selalu berorientasi pasar dan

misi sosial secara seimbang. (3) Untuk saat ini sangat diperlukan pelibatan peran serta

pihak lain (swasta) untuk mengembangkan usaha dengan prinsip saling menguntungkan

dan tidak mengorbankan pelanggan dan masyarakat. dan yang terutama pemerataan

distribusi air bagi seluruh rnasyarakat tanpa terkecuali.

14