resensi novel
TRANSCRIPT
Nama : Elok Dwi Swastani Hidayati
Kelas : XII IPA A
SMA NEGERI 1 LAWANG KIDUL
TAHUN PELAJARAN 2011/2012
57 detikRingkasan Cerita
Nisa, ayomi dan Aji mereka adalah tiga remaja “biasa”, sama seperti kita. Mereka
mengaku kadang bosan dengan hari-hari mereka. Sekali-sekali mereka ingin juga
mengalami kejadian seru. Nisa adalah seorang remaja dengan sejuta talenta yang hidup pas-
pasan di sebuah desa. Ia kadang merasa sebel dengan orang tuanya karena tidak pernah
menuruti apa yang ia minta. Ayomi adalah cewek cantik dengan bokap super kaya, jika ia
meminta sesuatu pasti dikabulkan. Tapi Ayomi kadang merasa kesal dengan ayahnya
karena ayahnya selalu mementingkan partai politiknya dan tidak ada waktu sedikit pun
untuknya. Dan Aji, mahasiswa kedokteran di Jakarta yang bosan dengan hidupnya yang
makin sulit. Karena ia selalu menuruti kehendak orang lain bahkan ketika ia masuk
Universitas Kedokteran itu karena kehendak orang tuanya bukan karena keinginannya. Dan
ia juga setiap hari harus menghadapi tugas kuliah yang padat dan tidak ada waktu istirahat
baginya.
Saat Aji memutuskan untuk menenangkan dirinya dan pergi dari rutinitasnya selama
ini, ia memutuskan untuk pergi ke Jogjakarta dan disinilah semuanya terjadi. Sebenarnya
keputusannya untuk pergi ke Jogjakarta bukan merupakan keputusan yang tepat karena
justru menghantarkannya kepada bencana. Karena saat ia berada di Jogjakarta tiba-tiba saja
gempa datang dan mengacaukan semuanya. Hanya dalam waktu 57 detik gempa tersebut
sudah mengubah hidup banyak orang termasuk pada tiga remaja ini. Pada saat gempa ini
juga Ayomi dan Aji dipertemuin, karena pada saat gempa terjadi Ayomi dan temannya
yang sedang menyelamatkan diri dengan menggunakan sepeda motor. Tiba-tiba saja ia
terjatuh dari sepeda motornya dan mengalami cidera pada kakinya yang membuatnya tidak
dapat menari lagi dalam beberapa bulan. Aji yang saat itu melihat kejadian tersebut ia
langsung menolong Ayomi dengan melakukan pertolongan pertama, setelah itu Aji juga
yang membawa Ayomi ke rumah sakit.
Setelah gempa berhenti seluruh rumah-rumah penduduk desa rata dengan tanah,
banyak korban yang luka-luka serta banyak juga korban jiwa yang kehilangan nyawanya.
Nisa salah satu korban tersebut. Ia kehilangan rumahnya dan semuanya, ibunya juga
mengalami cidera sehingga harus dirawat di rumah sakit, tak hanya itu temannya Nisa juga
mengalami musibah yang sama sepertinya, Aisyah namanya. Selain kehilangan rumah ia
juga kehilangan orang tuanya sehingga kini ia yatim piatu. Inilah yang membuatnya
depresi, setelah kejadian gempa tersebut Aisyah menjadi seorang anak yang pemurung dan
susah diajak bicara. Sehingga ini membuat Nisa prihatin akan keadaan temannya itu, dan
Nisa ingin membantu temannya agar dapat tersenyum kembali.
Beberapa minggu gempa berlalu, masyarakat Jogja mulai bangkit dalam
keterpurukannya. Mereka mulai berusaha untuk mendirikan tenda-tenda untuk mereka
berlindung dan membuat dapur umum. Tetapi tetap saja miris, karena banyak bantuan yang
masih belum datang sehingga mereka susah untuk mendapatkan makanan. Selain itu
penyakit mulai menyerang mereka seperti DIARE. Karena pola hidup mereka yang tidak
teratur. Inilah yang membuat hati Aji terenyuh, ia ingin menolong para korban jiwa
terutama bagi mereka yang mengalami cidera. Namun ia tidak dapat berbuat banyak karena
ia bukanlah seorang dokter melainkan baru calon dokter.
Saat Aji pulang ke Jakarta, rasanya ia ingin cepat-cepat lulus dan segera menjadi
dokter agar dapat menolong jiwa seseorang yang membutuhkan pertolongan. Kini ia
menemukan jati dirinya bahwa menjadi dokter memanglah keinginannya dan bukan
merupakan paksaan dari orang tuanya. Karena setelah kejadian gempa tersebut
membuatnya sadar bahwa menjadi seorang dokter tidaklah mudah dan merupakan suatu
tugas yang mulia karena dapat menolong jiwa seseorang yang sedang terancam.
Beberapa bulan sudah gempa terjadi, namun kecemasan dan trauma yang dirasakan
masyarakat Jogjakarta masih saja dapat dirasakan. Saat Aji kembali ke Jogjakarta dengan
maksud memberi bantuan kepada para korban diantaranya berupa pakaian, buku pelajaran
serta pengobatan gratis. Ayomi juga ingin membantu dengan melakukan hiburan yaitu
penampilan cheerleaders. Akhirnya ia dan Aji bekerja sama. Mereka melakukan bakti
sosial ini ke lima desa, salah satunya desa Nisa. Banyak masyarakat yang terhibur dan
sempat lupa dengan apa yang sedang mereka alami dengan penampilan cheerleaders yang
dilakukan oleh Nisa dan anggotanya yang lain.
Dua tahun sudah gempa terjadi. Masyarakat Jogjakarta terus bersemangat untuk
melakukan usaha memperbaiki rumah-rumah mereka dan memperbaiki hidup mereka.
Begitupun dengan Nisa, ia dan keluarganya terus bersemangat untuk memperbaiki
rumahnya yang hancur oleh gempa, serta sekarang Nisa menyadari arti pentingnya sebuah
keluarga. Gempa tersebut telah memberinya pelajaran yang luar biasa. Ayomi kini tidak
lagi menjadi seorang anak yang manja dan resek serta Aji kini ia terus bersemangat untuk
menyelesaikan skripsinya agar ia dapat cepat lulus menjadi seorang dokter. Masyarakat
Jogja juga terus bersemangat untuk melakukan perbaikan bagi kota mereka yang hancur
oleh gempa. Akhirnya kini tiga remaja tersebut menemukan jati dirinya. Filosofi dari
Ayomi. Kalau mau dapat sesuatu, ya kamu harus berjuang untuk mendapatkannya. Korban
bencana aja, yang super-duper sengsara, terus memperjuangkan hidup mereka. Masa kita
nggak?
RESENSI NOVEL
Judul : 57 detik
Pengarang : Ken Terate
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : 2009
Kota terbit : Jakarta
Tebal buku :232 halaman
Harga buku : Rp. 30.000,00
Jenis buku : Fiksi
Ukuran : 20 cm
Novel yang dibuat oleh Ken Terate ini cukup menarik. Karena novel ini mempunyai
bahasa yang mudah dimengerti dan mempunyai cerita yang sangat bagus, karena novel ini
menceritakan kisah hidup tiga orang remaja yang awalnya memiliki kejenuhan dalam
hidupnya. Namun setelah kejadian gempa di Jogjakarta semuanya berubah, mereka kini
lebih mementingkan arti hidup mereka dan mereka menjadi seorang remaja yang tidak
pernah menyerah dalam menghadapi cobaan. Novel ini juga dilengkapi dengan tips-tips
menghadapi gempa dan foto-foto asli saat gempa terjadi.
Novel yang berjudul 57 detik ini memiliki kekurangan seperti di ending cerita tidak
memiliki kejelasan bagaimana akhir kehidupan para tokoh.
Novel ini dapat dijadikan motivasi hidup seseorang yang mengalami cobaan yang
berat seperti yang dialami para korban gempa bumi. Buku ini juga sangat bagus dibaca bagi
para remaja yang membutuhkan motivasi dalam hidupnya. Cerita pada novel ini juga
memberi pelajaran pada kita agar dapat menolong saudara kita yang sedang kesulitan dalam
menghadapi hidupnya.