referat leptospirosis

36
BAB I PENDAHULUAN Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen yang dikenal dengan nama Leptosira interrogans. Penyakit ini pertama kali dikemukakan oleh Weil pada tahun 1886 sebagai penyakit yang berbeda dengan penyakit lain yang juga ditandai oleh ikterus. Gejala penyakit ini sangat bervariasi mulai dari gejala infeksi ringan sampai dengan gejala infeksi berat dan fatal. Dalam bentuk ringan, leptospirosis dapat menampilkan gejala seperti influenza disertai nyeri kepala dan mialgia. Dalam bentuk parah (disebut sebagai Weil’s syndrome), leptospirosis secara khas menampilkan gejala ikterus, disfungsi renal, dan diatesis hemoragika. Diagnosis leptospirosis sering kali terlewatkan sebab gejala klinis penyakit ini tidak spesifik dan sulit dilakukan konfirmasi diagnosis tanpa uji laboratorium. Dalam decade belakangan ini, kejadian luar biasa leptospirosis di beberapa negara, seperti Asia, Amerika Selatan dan Tengah, serta Amerika Serikat menjadikan penyakit ini termasuk dalam the emerging infectious diseases.

Upload: ricco-aditya-pradana

Post on 28-Dec-2015

202 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

leptospirosis

TRANSCRIPT

Page 1: Referat leptospirosis

BAB I

PENDAHULUAN

Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme

patogen yang dikenal dengan nama Leptosira interrogans. Penyakit ini pertama kali

dikemukakan oleh Weil pada tahun 1886 sebagai penyakit yang berbeda dengan penyakit lain

yang juga ditandai oleh ikterus.

Gejala penyakit ini sangat bervariasi mulai dari gejala infeksi ringan sampai dengan

gejala infeksi berat dan fatal. Dalam bentuk ringan, leptospirosis dapat menampilkan gejala

seperti influenza disertai nyeri kepala dan mialgia. Dalam bentuk parah (disebut sebagai

Weil’s syndrome), leptospirosis secara khas menampilkan gejala ikterus, disfungsi renal, dan

diatesis hemoragika.

Diagnosis leptospirosis sering kali terlewatkan sebab gejala klinis penyakit ini tidak

spesifik dan sulit dilakukan konfirmasi diagnosis tanpa uji laboratorium. Dalam decade

belakangan ini, kejadian luar biasa leptospirosis di beberapa negara, seperti Asia, Amerika

Selatan dan Tengah, serta Amerika Serikat menjadikan penyakit ini termasuk dalam the

emerging infectious diseases.

Page 2: Referat leptospirosis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun

hewan dengan gambaran klinis yang luas disebabkan kuman leptospira patogen dan

digolongkan sebagai zoonosis. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud

fever, slime fever, swamp fever, autumnal fever, infectious jaundice, field fever, cane

cutter fever, canicola fever, nanukayami fever 7-day fever dan lain-lain.1,2

Weil menggambarkan untuk pertama kalinya penyakit Leptospirosis, tetapi baru pada

tahun 1915 penyebabnya yaitu Spirochaeta dari genus leptospira ditemukan oleh Inada.

Leptospira adalah organisme yang berbentuk langsing seperti benang dengan diameter 0,1

mikron dan panjang 6 – 12 mikron, berlingkar rapat pada sumbu panjangnya. Diantara

genus Leptospira, hanya species Interrogans yang pathogen untuk binatang dan manusia.

Sekurang – kurangnya ada 180 serotipe dan 18 serogrup. Satu jenis serotipe dapat

menimbulkan gambaran klinis yang berbeda, sebaliknya, suatu gambaran klinis, misalnya

meningitis aseptic, dapat disebabkan oleh beberapa serotype.2

II. EPIDEMIOLOGI

Pada umumnya semua mamalia dapat terinfeksi Leptospira dan menyebarluaskan

penyakit tersebut. Binatang seperti tikus, landak, anjing, musang dan hewan ternak dapat

menjadi sumber infeksi bagi manusia, juga burung, ikan dan reptile. Transmisi Leptospira

kepada manusia terjadi karena (1) kontak dengan urin, darah atau organ dari hewan yang

terinfeksi. Urin sapi yang terinfeksi misalnya, dapat mengandung 100 juta Leptospira per

mililiter, (2) kontak dengan lingkungan (tanah, air) yang terkontaminasi Leptospira.2

Organisme dpat hidup beberapa waktu dalam air dan alam terbuka, misalnya ladang

padi. Temperatur yang panas, lembah dan pH tanah atau air antara 6,2 – 8 merupakan

kondisi yang optimal untuk hidup Leptospira. Leptospira dapat hidup di tanah yang sesuai

sampai 43 hari, juga di dalam air dapat hidup selama berminggu – minggu lamanya. Air

tawar, terutama yang terkontaminasi merupakan sumber penularan yang penting bagi

infeksi Leptospira.2

Page 3: Referat leptospirosis

Keseimbangan biologis dapat terjadi antara beberapa serotype Leptospira dengan jenis

hewan tertentu. Organisme tersebut dapat berdiam di dalam tubulus ginjal hewan yang

terinfeksi tanpa menimbulkan kerusakan pada epitel tubulus. Bila keadaan keseimbangan

biologis ini tidak terjadi, binatang tersebut dapat menjadi sakit atau mati. Manusia

merupakan titik terakhir dari rantai penularan, walaupun transmisi dari orang ke orang

secara teoritis masih mungkin. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada individu yang

pekerjaannya banyak berhubungan dengan ternak, babi, anjing atau air yang

terkontaminasi. Pada penelitian di St. Louis, tahun 1974, 15 – 40 % anjing dinyatakan

terinfeksi. Juga studi di Michigan menunjukkan bahwa 31 % anak diperkotaan dan 10 %

anak di pinggiran kota, mempunyai antibodi terhadap leptospira.2

Penyakit ini bersifat musiman, didaerah beriklim sedang masa puncak insidens

dijumpai pada musim panas dan musim gugur karena temperatur adalah faktor yang

mempengaruhi kelangsungan hidup kuman leptospira, sedangkan didaerah tropis insidens

tertinggi terjadi selama musim hujan.3

International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara dengan

insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga dunia untuk mortalitas.4 Di Indonesia

leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta,

Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan

Kalimantan Barat. Pada Kejadian Banjir Besar Di Jakarta tahun 2002, dilaporkan lebih

dari 100 kasus leptospirosis dengan 20 kematian. Epidemi leptospirosis dapat terjadi

akibat terpapar oleh genangan / luapan air (banjir) yang terkontaminasi oleh urin hewan

yang terinfeksi.3

III. ETIOLOGI

Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu

mikroorganisme spirocheata. Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies

yaitu L. interrogans yang patogen dan L. biflexa yang hidup bebas (non patogen atau

saprofit). Spesies L.interrogans dibagi menjadi beberapa serogrup dan serogrup ini dibagi

menjadi banyak serovar menurut komposisi antigennya.5

Saat ini telah ditemukan lebih dari 250 serovar yang tergabung dalam 23. Beberapa

serovar L. interrogans yang dapat menginfeksi manusia di antaranya adalah

L.Icterohaemorrhagiae, L. manhao, L. Javanica, L. bufonis, L. copenhageni, dan lain-lain.

Serovar yang paling sering menginfeksi manusia ialah L. icterohaemorrhagiae dengan

Page 4: Referat leptospirosis

reservoir tikus, L. canicola dengan reservoir anjing, L. pomona dengan reservoir sapi dan

babi.5

Kuman leptospira bersifat aquatic micro-organism dan slow-growing anaerobes,

bentuknya berpilin seperti spiral, tipis, organisme yang dapat bergerak cepat dengan kait

di ujungnya dan 2 flagella periplasmik yang dapat menembus ke jaringan. Panjangnya 6-

20 µm dan lebar 0,1 µm. Kuman ini sangat halus tapi dapat dilihat dengan mikroskop

lapangan gelap dan pewarnaan perak.5

Kuman leptospira dapat hidup di air tawar selama lebih kurang 1 bulan. Tetapi dalam

air laut, selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati. Kuman leptospira

hidup dan berkembang biak di tubuh hewan. Semua hewan bisa terjangkiti. Paling banyak

tikus dan hewan pengerat lainnya, selain hewan ternak. Hewan piaraan, dan hewan liar

pun dapat terjangkit.5

Gambar 1. Leptospira (dikutip dari daftar pustaka nomor 6)

IV. TRANSMISI

Penularan leptospirosis dapat secara langsung dan tidak langsung. Penularan langsung

dapat terjadi melalui darah, urin, atau cairan tubuh lain yang mengandung kuman

Leptospira masuk ke dalam tubuh pejamu; dari hewan ke manusia merupakan penyakit

akibat pekerjaan dan dari manusia ke manusia meskipun jarang. Penularan tidak langsung

terjadi melalui kontak dengan genangan air, sungai, danau, selokan saluran air dan lumpur

yang telah tercemar urin binatang yang terinfeksi Leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika

terdapat luka / erosi pada kulit atau selaput lendir. Terpapar lama pada genangan air yang

terkontaminasi terhadap kulit yang utuh juga dapat menularkan Leptospira. Oleh karena

Page 5: Referat leptospirosis

leptospira diekskresi melalui urin dan dapat bertahan hidup berbulan-bulanm maka air

memegang peranan penting sebagai alat transmisi.7,1

Gambar 2. Transmisi Leptospirosis (dikutip dari daftar pustaka nomor 8)

V. PATOGENESIS

Leptospira dapat masuk melalui luka di kulit atau menembus jaringan mukosa seperti

konjungtiva, nasofaring, dan vagina. Setelah menembus kulit atau mukosa, organisme ini

mengikuti aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Leptospira juga dapat menembus

jaringan serambi depan mata dan ruang sub arachnoid tanpa menimbulkan reaksi

peradangan yang berarti.2

Faktor yang bertanggung jawab untuk virulensi Leptospira masih belum diketahui.

Sebaliknya Leptospira yang virulen dapat bermutasi menjadi tidak virulen. Virulensi

tampaknya berhubungan dengan resistensi terhadap proses pemusnahan di dalam serum

oleh neutrophil. Antibodi yang terbentuk meningkatkan klirens Leptospira dari darah

melalui peningkatan opsonisasi dan dengan demikian mengaktifkan fagositosis. Kuman

Leptospira yang tidak virulen gagal bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh sistem

kekebalan dari aliran darah setelah satu atau dua hari infeksi. Organisme virulen

mengalami multiplikasi di darah dan jaringan, dan kuman leptospira dapat diisolasi dari

Page 6: Referat leptospirosis

darah dan cairan serebrospinal pada hari keempat sampai hari kesepuluh perjalanan

penyakit.1,2

Beberapa penemuan menegaskan bahwa Leptospira yang lisis dapat mengeluarakn

enzim, toksin, dan metabolit lain yang dapat menimbulkan gejala klinis. Hemolisis pada

leptospira dapat terjadi karena hemolisin yang tersirkulasi diserap oleh eritrosit, sehingga

eritrosit tersebut lisis, meskipun di dalam darah terdapat antibodi. Kuman leptospira

merusak dinding pembuluh darah kecil, sehingga menimbulkan vaskulitis disertai

kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenesis kuman leptospira yang penting adalah

perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas selular. Lipopolysaccharide (LPS) pada

kuman leptospira mempunyai aktivitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin

bakteri gram (-) dan aktifitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel

dan trombosit, sehingga terjadi agregasi trombosit disertai trombositopenia.1,2

Diatesis hemoragik pada umumnya terbatas pada kulit dan mukosa, pada keadaan

tertentu dapat terjadi perdarahan gastrointestinal atau organ vital dan dapat menyebabkan

kematian. Beberapa peneliti mencoba menjelaskan bahwa proses hemoragik tersebut

disebabkan rendahnya protrombin serum dan trombositopenia. Namun terbukti, walaupun

aktivitas protrombin dapat dikoreksi dengan pemberian vitamin K, beratnya diathesis

hemoragik tidak terpengaruh dan juga trombositopenia tidak selalu ditemukan pada pasien

dengan perdarahan. Diatesis hemoragik merupakan refleksi dari kerusakan endothelium

kapiler yang meluas.2

Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Ikterik diduga

disebabkan oleh kerusakan sel sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin darah dari jaringan

yang mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis intrahepatik sampai berkurangnya

sekresi bilirubin.1

Beberapa teori menjelaskan terjadinya ikterik pada leptospirosis. Terdapat bukti yang

menunjukkan bahwa hemolisis bukanlah penyebab ikterus. Di samping itu,

hemoglobinuria dapat ditemukan pada tahap awal perjalanan Leptospirosis, dan

hemoglobinuria dapat ditemukan sebelum timbulnya ikterus. Namun akhir – akhir ini

ditemukan bahwa anemia hanya ada pada pasien Leptospirosis dengan ikterus. Hemolisis

hanya terjadi pada kasus leptospirosis berat dan pada beberapa kasus dapat menimbulkan

ikterus. Penurunan fungsi hati juga sering terjadi, namun nekrosis sel hati jarang terjadi

sedangkan SGOT dan SGPT sedikit meningkat. Gangguan fungsi hati yang paling

mencolok adalah ikterus, gangguan faktor pembekuan, serum albumin menurun dan serum

globulin meningkat.2

Page 7: Referat leptospirosis

Gagal ginjal merupakan penyebab kematian yang penting pada Leptospirosis. Dalam

ginjal kuman Leptospira bermigrasi ke interstitium, tubulus ginjal dan lumen tubulus. Pada

Leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan meningkatkan

permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia.

Hipovolemia akibat dehidrasi dan perubahan permeabilitas kapiler salah satu penyebab

gagal ginjal. Pada kasus yang meninggal pada minggu pertama perjalan penyakit, terlihat

pembengkakan atau nekrosis sel tubuli ginjal. Pada kasus yang meninggal pada minggu

kedua terlihat banyak fokus nekrosis pada epitel sel tubuli ginjal. Sedangkan yang

meninggal setelah hari ke-12, ditemukan sel radang yang menginfiltrasi seluruh ginjal

(korteks dan medulla). Penurunan fungsi ginjal disebabkan oleh hipotensi, hipovolemia

dan kegagalan sirkulasi. Gangguan aliran darah ke ginjal menimbulkan nefropati pada

Leptospirosis. Kadang – kadang terjadi insufisiensi adrenal oleh karena perdarahan

kelenjar adrenal.1,2

Gangguan fungsi jantung seperti miokarditis, perikarditis dan aritmia dapat

menyebabkan hipoperfusi pada leptospirosis. Gangguan jantung ini terjadi sekunder

karena hipotensi, gangguan elektrolit, hipovolemia atau uremia. Mialgia merupakan

keluhan umum pada Leptospirosis. Hal ini disebabkan oleh karena vakuolisasi sitoplasma

pada myofibril. Keadaan lain yang dapat terjadi antara lain pneumonia hemoragik akut,

hemoptisis, meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis, radikulitis, myelitis dan neuritis

perifer. Peningkatan titer antibodi di dalam serum tidak disertai peningkatan antibody

Leptospira didalam cairan bola mata, sehingga leptospira masih dapat hidup di serambi

depan mata selama berbulan – bulan, hal tersebut berkaitan dnegan terjadinya uveitis

rekurens, kronik atau laten pada kasus Leptospirosis.2

Leptospira dapat dijumpai dalam urin sekitar 8 hari sampai beberapa minggu setelah

infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira dapat

dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap

dari darah setelah terbentuknya agglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikro

organisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiuria

berlangsung 1-4 minggu.1

Tiga mekanisme yang terlibat pada pathogenese leptospirosis : invasi bakteri

langsung, faktor inflamasi non spesifik, dan reaksi immunologi.

Page 8: Referat leptospirosis

Bagan 1. Patogenesis Leptospirosis (dikutip dari daftar pustaka nomor 1)

VI. PATOLOGI

Dalam perjalanan pada fase Leptospiremia, Leptospira melepaskan toksin yang

bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi bagi beberapa organ. Lesi yang

muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat

perbadaan antara derajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histologik. Pada

leptospirosis lesi histologi yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan

kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukan bahwa

kerusakan bukan berasal dari struktur organ. Lesi inflamasi menunjukan edema dan

infiltrasi dari sel monosit, limfosit dan sel plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan

Masuk melalui luka di kulit, konjungtiva,Selaput mukosa utuh

Multiplikasi kuman dan menyebar melalui aliran darah

Kerusakan endotel pembuluh darah kecil : ekstravasasi Sel dan perdarahan (hipotensi,

hipovolemia dan diatesis hemoragik)

Perubahan patologi di organ/jaringan

- Ginjal : nefritis interstitial sampai nekrosis tubulus, perdarahan.

- Hati : gambaran non spesifik sampai nekrosis sentrilobular disertai hipertrofi dan hiperplasia sel Kupffer.

- Paru : inflamasi interstitial sampai perdarahan paru

- Otot lurik : nekrosis fokal

- Jantung : petekie, endokarditis akut, miokarditis toksik

- Mata : dilatasi pembuluh darah, uveitis, iritis, iridosiklitis

Page 9: Referat leptospirosis

kapiler dengan perdarahan yang luas dan disfungsi hepatoseluler dengan retensi bilier.

Selain di ginjal, leptospira juga dapat bertahan pada otak dan mata. Leptospira dapat

masuk ke dalam cairan cerebrospinalis dalam fase spiremia. Hal ini menyebabkan

meningitis yang merupakan gangguan neurologi terbanyak yang terjadi sebagai

komplikasi Leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai Leptospira adalah ginjal, hati,

otot dan pembuluh darah.

Kelainan spesifik pada organ:

Ginjal

Interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi pada

Leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi akibat

nekrosis tubular akut. Adanya peranan nefrotoksin, reaksi immunologis, iskemia, gagal

ginjal, hemolisis dan invasi langsung mikro organisme juga berperan menimbulkan

kerusakan ginjal.

Hati

Hati menunjukan nekrosis sentrilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal dan

proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-kasus yang diotopsi, sebagian

ditemukan Leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat diantara sel-sel

parenkim.

Jantung

Epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan miokardium dapat

fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi sel mononuclear dan plasma.

Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal pada

miokardium dan endikarditis.

Otot rangka

Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa fokal nekrotis, vakuolisasi dan

kehilangan striata. Nyari otot yang terjadi pada Leptospira disebabkan invasi langsung

leptospira. Dapat juga ditemukan antigen Leptospira pada otot.

Pembuluh darah

Terjadi perubahan dalam pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis yang akan

menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan atau petechie pada mukosa,

permukaan serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit.

Susunan saraf pusat

Leptospira muda masuk ke dalam cairan cerebrospinal (CSS) dan dikaitkan dengan

terjdinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon antibodi, tidak pada

Page 10: Referat leptospirosis

saat masuk CSS. Diduga terjadinya meningitis diperantarai oleh mekanisme immunologis.

Terjadi penebalan meningen dengan sedikit peningkatan sel mononuclear arakhnoid.

Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptic, biasanya paling sering disebabkan oleh

L. canicola.4,9

VII.MANIFESTASI KLINIS

Leptospirosis merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang ditandai dengan

vaskulitis yang menyeluruh. Karakteristik perjalan penyakitnya adalah bifasik. Kasus sub-

klinis sering kali ditemukan. Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 2 – 26 hari,

biasanya 7 - 12 hari dan rata-rata 10 hari.2,10

Gambaran klinis pada Leptospirosis: 1,10

Sering : Demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia, mialgia, conjuctival

suffusion, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit,

fotophobi.

Jarang : Pneumonitis, hemoptoe, delirium, perdarahan, diare, edema, splenomegali,

atralgia, gagal ginjal, peroferal neuritis, pancreatitis, parotitis, epididimytis,

hematemesis, asites, miokarditis.

Leptospirosis mempunyai 2 fase penyakit yang khas ( bifasik ) yaitu fase

Leptospiremia/septikemia dan fase imun. 2,10

Fase Leptospiremia / fase septikemia (4-7 hari)1,10

Fase Leptospiremia adalah fase ditemukannya Leptospira dalam darah dan CSS,

berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di frontal, rasa

sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis dan pingang disertai nyeri tekan

pada otot tersebut. Mialgia dapat di ikuti dengan hiperestesi kulit, demam tinggi yang

disertai mengigil, juga didapati mual dengan atau tanpa muntah disertai mencret,

bahkan pada sekitar 25% kasus disertai penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan

keadaan sakit berat, bradikardi relatif, dan ikterus (50%). Pada hari ke 3-4 dapat di

jumpai adanya conjungtivitis dan fotophobia. Pada kulit dapat dijumpai rash yang

berbentuk macular, makulopapular atau urtikaria. Kadang-kadang dijumpai

splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika

cepat di tangani pasien akan membaik, suhu akan kembali normal, penyembuhan

organ-organ yang terlibat dan fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset.

Pada keadaan sakit yang lebih berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas

demam selama 1-3 hari, setelah itu terjadi demam kembali. Pada akhir fase ini,

Page 11: Referat leptospirosis

Leptospira menghilang dari darah, dari cairan serebrospinal dan jaringan lain, kecuali

Aqueous Humor mata dan parenkim ginjal.

Fase Imun (minggu ke-2)1,10

Fase ini disebut fase imun atau Leptospiruria yang berlangsung 4 – 30 hari sebab

antibodi dapat terdeteksi dalam sirkulasi atau mikroorganisme dapat diisolasi dari urin,

namun tidak dapat ditemukan dalam darah atau cairan serebrospinalis. Fase ini muncul

sebagai konsekuensi dari respon imun tubuh terhadap infeksi dan berakhir dalam waktu

30 hari atau lebih. Gejala yang muncul lebih bervariasi dibandingkan dengan gejala

pada fase pertama. Berbagai gejala tersebut biasanya berlangsung selama beberapa hari,

namun ditemukan juga beberapa kasus dengan gejala penyakit bertahan sampai

beberapa minggu. Demam dan mialgia pada fase yang ke-2 ini tidak begitu menonjol

seperti pada fase pertama. Sekitar 77% pasien dilaporkan mengalami nyeri kepala hebat

yang nyaris tidak dapat dikonrol dengan preparat analgesik. Nyeri kepala ini seringkali

merupakan tanda awal dari meningitis.

Anicteric Disease ( meningitis aseptik ) merupakan gejala klinik paling utama yang

menandai fase imun anicteric Gejala dan keluhan meningeal ditemukan pada sekitar

50% pasien. Namun, cairan cerebrospinalis yang pleiositosis ditemukan pada sebagian

besar pasien. Gejala meningeal umumnya menghilang dalam beberapa hari atau dapat

pula menetap sampai beberapa minggu. Meningitis aseptik ini lebih banyak dialami

oleh kasus anak-anak dibandingkan dengan kasus dewasa icteric disease merupakan

keadaan di mana leptospira dapat diisolasi dari darah selama 24-48 jam setelah warna

kekuningan timbul. Gejala yang ditemukan adalah nyeri perut disertai diare atau

konstipasi ( ditemukan pada 30 % kasus ), hepatosplenomegali, mual, muntah dan

anoreksia. Uveitis ditemukan pada 2-10 % kasus, dapat ditemukan pada fase awal atau

fase lanjut dari penyakit. Gejala iritis, iridosiklitis dan khorioretinitis ( komplikasi

lambat yang dapat menetap selama beberapa tahun ) dapat muncul pada minggu ketiga

namun dapat pula muncul beberapa bulan setelah awal penyakit.

Komplikasi mata yang paling sering ditemukan adalah hemoragia subconjunctival,

bahkan leptospira dapat ditemukan dalam cairan aquaeous. Keluhan dan gejala

gangguan ginjal seperti azotemia, piuria, hematuria, proteinuria dan oliguria ditemukan

pada 50 % kasus. Manifestasi paru ditemukan pada 20-70 % kasus. Selain itu,

limfadenopati, bercak kemerahan dan nyeri otot juga dapat ditemukan.

Page 12: Referat leptospirosis

Leptospirosis An-ikterik

Fase septikemia didahului oleh demam, malaise, nyeri otot, nyeri kepala, dan yeri

abdomen. Gejala ini menghilang dengan lisisnya Leptospira. Pada pemeriksaan fisis

didapatkan nyeri otot (otot betis, pinggang, dan abdomen), keluhan pada konjungtiva,

yaitu fotofobia, nyeri mata, pendarahan konjungtiva, dehidrasi, limfadenopati

menyeluruh, hepatosplenomegali, ruam kulit (macula, makulopapula, urtikaria, eritema,

petekia, purpura hemoragik atau deskuamasi). Ruam tampak jelas padat bagian badan.

Disarming gejala tersebut, dapat ditemukan pula faringitis, artritis, parotitis, orkitis,

epididymitis, prostatis, arthralgia dan otitis media. Hipotensi jarang ditemukan pada

leptospirosis an-ikterik. Pada anak dapat ditemukan dilatasi kandung empedu non-

obstruktif.2

Fase imun pada kasus leptospirosis an-ikterik ditandai demam, uveitis, ruam, nyeri

kepala dan meningitis. Demam tidak setinggi saat terjadi septikemia dan berlangsung

singkat. Tanda khas untuk fase imun pada leptospirosis an-ikterik ialah adanya

meningitis. Hal ini digambarkan dengan adanya pleositis pada cairan serebrospinal

dengan atau tanpa gejala meningeal. Beratnya meningitis bervariasi dan tidak

tergantung dari beratnya gejala klinis leptospirosis lainnya. Pleositosis cairan

serebrospinal dapat menetap 2-3 bulan, tetapi biasanya menghilang dalam 7-21 hari.

Bersamaan dengan meningginya antibody, Leptospira menghuling dari cairan

serebrospinal terjadi pada minggu ke-2 perjalanan penyakit, reaksi meningeal dapat

ditemukan pada lebih kurang 80% pasien, namun hanya 50% yang jelas menunjukkan

tanda meningitis. Jumlah sel pada cairan serebrospinal berkisar antara normal sampai

500 sel/ml. Sel leukosit PMN lebih sering ditemukan pada awal fase imun dan

selanjutnya lebih banyak ditemukan sel mononuklear. Konsentrasi protein pada cairan

serebrospinal berkisar dari normal sampai 300 mg/dl. Konsentrasi glukosa biasanya

normal. Ensefalitis, spastisitas, paralisis, paralisis saraf kranial, neuritis perifer,

nistagmus, radikulitis, kejang, gangguan penglihatan, myelitis atau sindrom yang

menyerupai Guillain Barre dapat timbul pada atau setelah fase imun.2

Gejala lain yang khas pada fase imun pada leptospirosis an-ikterik adalah leptospiuria.

Hal ini tidak berkaitan dengan gangguan fungsi ginjal. Berbeda dengan binatang,

manusia bukanlah reservoir Leptospira. Leptospiuria pada manusia bersifat sementara.

Pada leptospirosis an-ikterik, proteinuria, piuria, hematuria mikroskopi, dan azotemia

ringan atau sedang dapat ditemukan.2

Page 13: Referat leptospirosis

Leptospirosis Ikterik (Sindroma Weil)

Manifestasi Leptospirosis yang berat ini terjadi pada kurang lebih 10% kasus. Gejala

awalnya serupa dengan leptospirosis an-ikterik, yang berbeda adalah pada fase imun,

yaitu dapat terjadi gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, kegagalan sirkulasi,

gangguan kesadaran, sehingga angka mortalitas tinggi (5 – 10%). Gejala ikterus dan

azotemia dapat demikian berat sehingga ciri bifasik perjalanan penyakitnya tidak jelas.

Ditemukan demam yang menetap antara fase septikemia dan fase imun. Demam pada

fase imun lebih tinggi dan lebih lama daripada demam Leptospirosis an-ikterik. Ikterus

tampak mulai hari ketiga atau mulai pada minggu kedua. Kadar bilirubin dapat

mencapai 60 – 80 mg/dl, tapi sebagian besar kurang dari 20 mg / dl. Bilirubin direk

maupun indirek dapat meningkat. Peningkatan alkali fosfotase, penurunan aktivitas

protrombin plasma, penurunan albumin serum, dan hipoprotrombinemia dapat

ditemukan. Hipoprotrombinemia dapat dicegah dengan pemberian vitamin K.2

Gangguan fungsi ginjal, kegagalan sirkulasi, dan penyulit perdarahan terjadi pada kasus

dengan gejala ikterus berat. Pada fase septikemia, kelainan sedimen urin ditemukan

pada 80% kasus. Proteinuria paling sering ditemukan dan biasanya ringan. Hematuria

makroskopik dan mikroskopik juga sering ditemukan. Hal ini menggambarkan

diathesis hemoragik dan bukan kerusakan glomerulus. Oliguria dan anuria lebih sering

terjadi setelah minggu pertama, tapi dapat pula terjadi karena hipotensi, syok dan

kekurangan cairan. Gangguan jantung pada umumnya jarang, dan dapat berupa gagal

jantung kongestif dan kolaps kardiovaskular. Gambaran EKG abnormal dan non-

spesifik dapat ditemukan pada 90% kasus. Hiponatremia juga sering ditemukan pada

kasus ikterik berat, dan terapi yang terbaik adalah pembatasan cairan, kecuali terjadi

hipotensi.2

Fase Gambaran Klinik Spesimen Laboratorium

Leptospirosis anikterik

(antara fase leptospiremia

dan fase imun terdapat fase

asimtomatik 1 – 3 hari)

Fase leptospiremia (3-

7 hari)

Demam tinggi, nyeri

kepala, mialgia, nyeri

perut, mual, muntah,

conjunctival suffusion.

Darah, cairan serebrospinal

Page 14: Referat leptospirosis

Fase imun (3-30 hari) Demam ringan, nyeri

kepala, muntah, meningitis

aseptik.

Urin

Leptospirosis ikterik

Fase leptospiremia dan fase

imun (sering menjadi satu

atau tumpang tindih)

Demam, nyeri kepala,

mialgia, ikterik, gagal

ginjal, hipotensi,

manifestasi perdarahan,

pneumonitis hemoragik,

leukositosis

Darah, cairan serebrospinal

(minggu I) dan urin

(minggu II)

Tabel 1. Perbedaan Leptospirosis an-ikterik dan Leptospirosis ikterik

(dikutip dari daftar pustaka nomor 11)

Tabel 2. Perjalanan Leptospirosis (dikutip dari daftar pustaka nomor 11)

Page 15: Referat leptospirosis

VIII. DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Pada anamnesis identitas pasien, keluhan yang dirasakan dan data epidemiologis

penderita harus jelas karena berhubungan dengan lingkungan pasien. Identitas pasien

ditanyakan : nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal dan juga menanyakan hewan

peliharaan maupun hewan liar di lingkungannya, karena berhubungan dengan

Leptospirosis. Tempat tinggal; dari alamat dapat diketahui apakah tempat tinggal

termasuk wilayah padat penduduk, banyak pejamu reservoar, lingkungan yang sering

tergenang air maupun lingkungan kumuh. Kemungkinan infeksi leptospirosis cukup

besar pada musim pengujan lebih-lebih dengan adanya banjir. Keluhan-keluahan khas

yang dapat ditemukan, yaitu : demam mendadak, keadaan umum lemah tidak berdaya,

mual, muntah, nafsu makan menurun dan mata makin lama bertambah kuning dan sakit

otot hebat terutama daerah betis dan paha.3,9

2. Pemeriksaan Fisik

Gejala klinik menonjol ikterik, demam, mialgia, nyeri sendi serta conjungtival

suffusion. Gejala klinik yang paling sering ditemukan conjungtival suffusion dan

mialgia. Conjungtival suffusion bermanifestasi bilateral di palpebra pada hari ke-3

selambatnya hari ke-7 terasa sakit dan sering disertai perdarahan konjungtiva unilateral

ataupun bilateral yang disertai fotofobia dan injeksi faring, faring terlihat merah dan

bercak-bercak. Mialgia dapat sangat hebat, pemijatan otot betis akan menimbulkan

nyeri hebat dan hiperestesi kulit. Kelainan fisik lain, yaitu hepatomegali, splenomegali,

kaku kuduk, rangsang meningeal, hipotensi, ronkhi paru dan adanya diatesis

hemoragik. Perdarahan sering ditemukan pada leptospirosis ikterik dan manifestasi

dapat terlihat sebagai petekiae, purpura, perdarahan konjungtiva dan ruam kulit. Ruam

kulit dapat berwujud eritema, makula, makulopapula ataupun urtikaria generalisata

maupun setempat pada badan, tulang kering atau tempat lain.3,9

Gambar 3. Conjunctival Suffusion (dikutip dari daftar pustaka nomor 12)

Page 16: Referat leptospirosis

3. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium umum

a. Pemeriksaan darah

- Pemeriksaan darah rutin : leukositosis normal atau menurun.

- Hitung jenis leukosit : peningkatan netrofil.

- Trombositopenia ringan.

- LED meninggi.

- Pada kasus berat ditemui anemia hipokrom mikrositik akibat perdarahan

yang biasa terjadi pada stadium lanjut perjalanan penyakit.

b. Pemeriksaan fungsi hati

- Jika tidak ada gejala ikterik, fungsi hati normal.

- Gangguan fungsi hati : SGOT, SGPT dapat meningkat.

- Kerusakan jaringan otot, menyebabkan kreatinin fosfokinase meningkat.

peningkatan terjadi pada fase-fase awal perjalanan penyakit, rata-rata

mencapai 5 kali nilai normal.

Laboratorium Khusus2,9,11,13

Pemeriksaan Laboratorium diperlukan untuk memastikan diagnosa leptospirosis,

terdiri dari pemeriksaan secara langsung untuk mendeteksi keberadaan kuman

Leptospira atau antigennya (kultur, mikroskopik, inokulasi hewan,

immunostaining, reaksi polymerase berantai), dan pemeriksaan secara tidak

langsung melalui pemeriksaan antibodi terhadap kuman leptospira (MAT, ELISA,

tes penyaring).

Pemeriksaan yang spesifik adalah pemeriksaan bakteriologis dan serologis.

Pemeriksaan bakteriologis dilakukan dengan bahan biakan/kultur leptospira dengan

medium kultur Stuart, Fletcher, dan Korthof. Leptospira dapat ditemukan dalam

darah atau cairan serebrospinal pada fase septikemia dan dapat ditemukan dalam

urin pada fase imun. Selain dari cairan tubuh, Leptospira juga dapat ditemukan

dalam jaringan biopsi. Jumlah Leptospira yang sedikit dan memerlukan waktu

yang lama untuk tumbuh, maka diperlukan lebih dari satu biakan dengan inkubasi

5 – 6 minggu dalam kamar gelap. Cairan tubuh yang akan dibiakkan harus segera

dimasukkan ke dalam media, namun bila tidak terdapat media, Leptospira dapat

bertahan selama 11 hari dalam darah dengan antikoagulan, misalnya natrium

oksalat. Diagnosa pasti dapat ditegakkan jika dalam waktu 2 - 4 minggu terdapat

Leptospira dalam kultur. Impregnasi perak dan teknik fluoresens antibodi dapat

Page 17: Referat leptospirosis

digunakan untuk mengidentifikasi Leptospira pada jaringan atau cairan tubuh.

Demikian juga dengan mikroskop kamar fase kontras atau lapangan gelap, namun

untuk cara ini diperlukan konsentrasi Leptospira 10.000 – 20.000 / mililiter.

Diagnosis lebih sering ditegakkan dengan tes serologic. Biasanya digunakan

serum, tetapi cairan serebrospinal, urin, empedu atau cairan bola mata juga dapat

digunakan. Uji serologic dapat dilakukan dengan Microscopic Slide Agglutination

Test (MSAT) yang menggunakan organisme mati. Selain itu yang kini lebih sering

digunakan adalah Microscopic Slide Agglutination Test yang menggunakan

organisme hidup. Cara terbaru yang dikembangkan adalah ELISA dapat

merupakan pemeriksaan alternatif bagi Microscopic Slide Agglutination Test

karena sensitive dapat dilakukan standarisasi dan sederhana. Gold standard

pemeriksaan serologi adalah MSAT suatu pemeriksaan aglutinasi secara

mikroskopik untuk mendeteksi titer antibodi aglutinasi dan dapat mengidentifikasi

jenis serovar. Pemeriksaan serologis ini dilakukan pada fase ke-2 (hari ke 6 - 12).

Dugaan diagnosis leptospirosis didapatkan jika titer antibodi > 1:100 dengan gejala

klinis yang mendukung.

Pada pemeriksaan urine didapatkan perubahan sedimen urine (leukosituria, eritrosit

meningkat dan adanya torak hialin atau granuler). Pada leptospirosis ringan bisa

tedapat proteinuria dan pada leptospirosis berat dapat terjadi azotemia.

Pada Leptospirosis yang sudah mengenai otak, maka pemeriksaan CSS didapatkan

peningkatan sel-sel PMN ( pada awal ) tapi kemudian digantikan oleh sel-sel

monosit, protein pada CSS normal atau meningkat, sedangkan glukosanya normal.

4. Penegakan Diagnosis

Diagnosis pertama yang ditegakkan pada Leptospirosis adalah meningitis, hepatitis,

nefritis, Fever of Unknown Origin (FUO), influenza, sindroma Kawasaki, sindrom

syok toksik, dan penyakit Legionela. Leptospirosis harus dipikirkan pada semua kasus

demam dengan anamnesis kontak dengan binatang atau tanah / air yang terkontaminasi

urin hewan, terlebih lagi bila ada gejala akut demam, menggigil, myalgia, kekeruhan

konjungtiva, nyeri kepala, mual dan muntah. Diagnosis pasti ditetapkan apabila

Leptospira dapat di isolasi dari cairan tubuh, gambaran klinis yang sesuai dengan

Leptospirosis dan adanya kenaikan titer antibody empat kali lipat atau lebih antara fase

akut dan konvalesens.2

Daftar Pertanyaan Jawaban Nilai

Page 18: Referat leptospirosis

A. Jenis gejala dan laboratorium

Sakit kepala mendadak Ya/tidak 2/0

Conjunctival suffusion bilateral Ya/tidak 4/0

Demam Ya/tidak 2/0

Bila demam >38 C Ya/tidak 2/0

Meningismus Ya/tidak 4/0

Nyeri otot terutama betis Ya/tidak 4/0

Meningismus, nyeri otot dan konjungtiva suffosion bersamaan

Ya/tidak 10/0

Ikterik Ya/tidak 1/0

Albuminuria atau azotemia Ya/tidak 2/0

B. Faktor epidemiologi seperti riwayat kontak binatang ke hutan, rekreasi, tempat kerja atau diduga atau diketahui kontak dengan air yang terkontaminasi.

Ya/tidak 10/0

C. Hasil laboratorium serologi :

Serologi (+) di daerah endemik :

Single (+), titer rendah Ya/tidak 2/0

Single (+), titer tinggi Ya/tidak 10/0

Pair sera, titer meningkat Ya/tidak 25/0

Serologi (+) bukan daerah endemik :

Single (+), titer rendah Ya/tidak 5/0

Single (+), titer tinggi Ya/tidak 15/0

Pair sera, titer meningkat Ya/tidak 25/0

Tabel 3. Kriteria WHO untuk Leptospirosis (dikutip dari daftar pustaka nomor 4)

Keterangan : Berdasarkan kriteria di bawah, leptospirosis dapat ditegakkan bila jumlah

A+B >25, atau A+B+C >25 disebut presumptive leptospirosis; dan bila A+B nilai

antara 20-25 disebut suggestive leptospirosis.

Page 19: Referat leptospirosis

5. Diagnosis Banding

Leptospirosis anikterik dapat di diagnosis banding dengan influenza, demam berdarah

dengue, malaria, pielonefritis, meningitis aseptik viral, keracunan makanan/bahan

kimia, demam tifoid, demam enterik.

Leptospirosis ikterik dapat di diagnosis banding dengan malaria falcifarum berat,

hepatitis virus, demam tifoid dengan komplikasi berat, haemorrhagic fevers with renal

failure, demam berdarah virus lain dengan komplikasi.

Bagan 2. Diagnosis Banding Leptospirosis (dikutip dari daftar pustaka nomor 5)

IX. PENATALAKSANAAN

1. Terapi Kuratif

Antibiotik sebaiknya diberikan sebelum organisme merusak endotel pembuluh darah

dan berbagai organ atau jaringan. Kesulitan melihat hasil pengobatan adalah bahwa

fakta pada umumnya Leptospira merupakan penyakit self limiting dengan prognosis

yang cukup baik. Bahkan pasien dengan Leptospirosis ikterus yang berat dapat

Page 20: Referat leptospirosis

sembuh tanpa pengobatan yang spesifik. Beberapa peneliti menunjukkan tak jelasnya

efek antibiotic terhadap beratnya penyakit, atau pencegahan terjadinya gangguan

susunan saraf pusat, hati, ginjal, atau penyulit perdarahan dan juga dibuktikan bahwa

lamanya Leptospiremia dan adanya organisme dalam cairan serebrospinal tidak

terpengaruh oleh pengobatan.2

Pengobatan yang dapat diberikan adalah Penisilin G 6 – 8 juta U/m2/hari secara

intravena terbagi dalam 6 dosis selama 7 hari atau tetrasiklin 10 – 20 mg/kgBB/hari

secara intravena terbagi dalam 4 dosis selama 7 hari. Selain itu hal yang perlu

diperhatikan adalah perawatan suportif. Pemasukan cairan dan balans elektrolit harus

diperhatikan. Keadaan seperti gagal ginjal akut, dehidrasi dan kegagalan sirkulasi

memerlukan penanganan yang spesifik dan cermat.2

Leptospirosis An-ikterik Leptospirosis Ikterik

Pilihan

pertama

- Ampisilin 75 – 100

mg/kgBB/hari.

- Amoksisilin 50mg/kgBB/hari,

oral, tiap 6-8 jam, selama 7

hari

- Penisilin G 100,000

U/kgBB/hari, intravena, tiap

6 jam,

- Ampisilin200mg/kgBB/hari,

intravena, tiap 6 jam

- Amoksisili

200mg/kgBB/hari, intravena,

tiap 6 jam

Pilihan kedua - Doksisiklin 40mg/kgBB/hari,

oral, dua kali

- Eritromisin 50

mg/kgBB/hari, intravena

Alergi

penisilin

- Doksisiklin

40mg/kgBB/hari,oral,2x

sehari, selama 7 hari (tidak

direkomendasikan untuk

umur dibawah 8 tahun)

- Eritromisin 50 mg

/kgBB/hari, intravena (data

penelitian in-vitro)

Tabel 4. Antibiotik untuk Leptospirosis (dikutip dari daftar pustaka nomor 4)

2. Pencegahan

Pencegahan penularan kuman Leptospira dapat dilakukan melalui tiga jalur intervensi

yang meliputi intervensi sumber infeksi, intervensi pada jalur penularan dan intervensi

pada pejamu manusia.4

Page 21: Referat leptospirosis

Kuman Leptospira mampu bertahan hidup bulanan di air dan tanah, dan mati oleh

desinfektan seperti lisol. Maka upaya “”lisolisasi”di seluruh permukaan lantai, dinding

dan bagian rumah yang diperkirakan tercemar air banjir yang mungkin sudah terdapat

kuman Leptpspira, dianggap cara mudah dan murah untuk mencegah mewabahnya

Leptospirosis.

Selain sanitasi sekitar rumah dan lingkunga, hygiene perorangan dilakukan dengan

menjaga tangan selalu bersih. Selain terkena air kotor, tangan yang tercemar kuman

dari hewan peliharaan yang sudah terjangkit penyakit dari tikus atau hewan liar dapat

menyebabkan penyakit ini, oleh sebah itu hindari kontak dengan kencing hewan

peliharaan.4

Tikus rumah perlu dibasmi hingga ke sarang – sarangnya. Begitu juga jika ada hewan

pengerat lain.4

X. PROGNOSIS

Prognosis Leptospirois umumnya baik, Tergantung dari virulensi kuman dan daya tahan

tubuh pasien. Usia juga berpengaruh terhadap meningkatnya mortalitas. Pada anak angka

kematian lebih rendah dibandingkan orang dewasa, mortalitas diata 51 tahun adalah 56%.

Pada kasus Leptospirosis An-ikterik, mortalitasnya jauh lebih rendah, tetapi dengan

terjadinya icterus mortalitas dapat mencapai 15 – 40%. Prognosis jangka panjang pada

kasus Leptospirosis dengan lesi ginjal akut adalah baik. Daya filtrasi glomerulus dapat

kembali normal, namun beberapa kasus masih menunjukkan disfungsi tubular, seperti

gangguan kapasitas konsentrasi ginjal.2

Page 22: Referat leptospirosis

BAB III

KESIMPULAN

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh kuman

Leptospira. Manusia dapat terinfeksi melalui kontak langsung dan tidak langsung yang

terjadi secara insidental. Leptospirosis sering kali menunjukkan gejala yang tidak khas

sehingga terlambat derdiagnosis.

Leptospirosis terdiri dari dua fase, antara lain fase septikemia dan fase imun.

Leptospirosis terbagi menjadi dua yaitu Leptospirosis an-ikterik dan Leptospirosis ikterik.

Leptospirosis ikterik memiliki gejala yang lebih berat dibandingkan yang Leptospirosis

an-ikterik, selain itu antara fase septikemia dan fase imun tidak jelas batasnya.

Gejala klinis dapat timbul mulai dari ringan sampai yang berat bahkan dapat

mengakibatkan kematian, apabila terlambat mendapat pengobatan. Diagnosis dini yang

tepat dan penatalaksanaan yang cepat akan mencegah perjalanan penyakit yang berat.

Pencegahan dini terhadap mereka yang beresiko tinggi terekspos diharapkan dapat

melindungi dari serangan Leptospirosis.

Page 23: Referat leptospirosis

DAFTAR PUSTAKA

1. Dit Jen PPM & PL RSPI Prof. DR. Sulianti Saroso. Pedoman Tatalaksana Kasus dan

Pemeriksaan Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit. Jakarta. Departemen

Kesehatan RI: 2003.

2. Herry, Rejeki S, Sumarmo. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis : Leptospirosis.

edisi kedua. Jakarta. Ikatan dokter Anak Indonesia: 2008.

3. Budiharta S. Seminar Nasional Bahaya Dan Ancaman Leptospirosis : Epidemiologi

Leptospirosis. Yogyakarta: 2002.

4. World Health Organization/ International Leptospirosis Society. Human Leptospirosis

Guidance for Diagnosis, Surveillance and Control. Geneva. WHO: 2003.

5. Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi Spiroketa. Edisi 15 jilid 2. Jakarta.

Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2007.

6. MicrobeWiki. Leptospira. 2010. Kenyon College. Diunduh pada tanggal 15 Mei

2014, Available on : https://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Leptospira.

7. Departemen Kesehatan. Pedoman Tatalaksana Kasus dan Pemeriksaan Laboratorium

Leptospirosis di Rumah Sakit : Leptospira. Jakarta. Bagian Pemberantasan Penyakit

Menular dan Penyehatan Lingkungan DEPKES RI: 2008.

8. Halim HD. Gejala Kerusakan Ginjal. Medicinesia. 2012. Diunduh pada tanggal 15

Mei 2014, Available on : http://www.medicinesia.com/kedokteran-klinis/infeksi-

imunologi/leptospirosis/.

9. Widarso, Yatim F. Majalah Kesehatan : Leptospirosis dan Ancamannya. Edisi 15

Jakarta. Departeman Kesehatan RI: 2000.

10. . Dharmojono. Leptospirosis : Waspadailah Akibatnya!. Jakarta. Pustaka Populer

Obor: 2002.

11. Iskandar Z, Nelwan RHH, Suhendro. Leptospirosis : Gambaran Klinis di RSUPNCM.

Jakarta. RSUPNCM: 2002.

12. PhysicianByte. Leptospirosis. 2010. Physician Byte. Diunduh pada tanggal 15 Mei

2014, Available on : http://www.physicianbyte.com/ECGChangesTwo.aspx.

13. Riyanto B, Gasem MH, Pujianto B, Smits H. Leptospira Sevoars in Patient with

Severe Leptospirosis Admitted to Hospitals of Semarang. Buku Abstrak Konas VIII

PETRI. Malang. PETRI: 2002.