proses industri kimia organik

83
Proses Industri Kimia (Industri Kimia Organik) Oleh: Dr. Ir. Izarul Machdar, M. Eng. Jurusan Teknik Kimia, Unsyiah November 2007

Upload: dedi-priono

Post on 22-Nov-2015

714 views

Category:

Documents


60 download

DESCRIPTION

teknik kimia

TRANSCRIPT

  • Proses Industri Kimia

    (Industri Kimia Organik)

    Oleh: Dr. Ir. Izarul Machdar, M. Eng.

    Jurusan Teknik Kimia, Unsyiah

    November 2007

  • Daftar Isi

  • I. PENGANTAR

    Proses industri kimia (PIK) mencakup fasilitas produksi yang dihasilkan dari (a) reaksi-

    reaksi kimia antara bahan-bahan organik, atau anorganik, atau keduanya; (b) ekstraksi,

    separasi, atau purifikasi dari produk alam, dengan atau tanpa bantuan reaksi-reaksi kimia;

    dan (c) pemisahan dari material yang memiliki rumus spesifik apakah dari bahan alam

    maupun buatan (sintetis). Contoh produk dari PIK adalah plastik, resin, bahan pewarna,

    obat-obatan, cat, sabun, deterjen, petrokimia, bahan pewangi, dan material organik sintetis.

    Diperkirakan saat ini lebih dari 70.000 produk industri kimia yang diperdagangkan.

    1. 1 Perkembangan Industri Kimia

    Industri kimia sudah dimulai sejak abad pertengahan seperti di dalam pembuatan

    sabun, lilin, cat, dan bahan obatan. Pembuatan bahan ini pada saat itu masih dalam skala

    rumah tangga. Produksi kimia menjadi suatu indusri dimulai sejak tahun 1700-an tetapi

    masih dalam skala kecil, karena pada waktu itu belum punya kemampuan untuk

    memproduksi dalam jumlah besar. Pada abad ke-19 dan 20, ketika ahli-hali kimia telah

    memegang peranan penting, maka industri kimia secara skala besar mulai berkembang.

    Penemuan bahan sintetis zat pewarna pada tahun 1860-an oleh W.H. Perkins sebagai titik

    awal bekembangnya industri kimia organik di Inggris dan Jerman.

    Industri kimia organik tumbuh secara signifikan pada tahun 1940 saat berkembangnya

    sektor perminyakan dan petrokimia. Perkembangan petrokimia pada tahun 1960 1970

    disebabkan banyaknya permintaan akan polimer sintetis. Perkembangan pada saat itu juga

    disebabkan banyak hak paten tentang proses kimia yang sudah dilepas sehingga banyak

    negara dapat memanfaatkannya.

    1.2 Karakteristik Industri Kimia

    Industri kimia pada dasarnya merupakan industri berbasis ilmu pengetahuan (science-

    based industry). Perkembangan industri kimia saat ini erat hubungan dengan penemuan di

    laboratorium, sehingga salah-satu faktor utama pendukung perkembangan industri kimia

  • adalah investasi di bidang R&D (Research and Development). Sebagai contoh, negara

    Amerika mengalokasi dana sekitar $US 18 milyar setahun untuk R&D obat-obatan.

    Perusahaan industri kimia dapat dibagi ke dalam 8 kategori, yaitu:

    Industri kimia anorganik Plastik, material, dan bahan buatan (sintetis) Obat-obatan Sabun, pembersih, dan perlengkapan toilet Cat dan produk sejenis Industri kimia organik Bahan kimia pertanian Produk kimia lainnya.

    Sebagai bahan referensi, Tabel 1 memperlihatkan rangking perusahaan penghasil bahan

    kimia dunia dan negara asal perusahaan.

    Tabel 1. Top 10 Penjualan Bahan Kimia (2003 2004)

    Sumber: Chem. & Eng. News., Juli 19, 2004, hal. 11-13

    1.3 Bahan Baku, Pembuatan, dan Rekayasa

    Penyediaan bahan baku untuk industri kimia berasal dari lingkungan alam yang dikonversi

    menjadi bahan intermediet sebagai bahan dasar untuk pembuatan material lainnya. Ada 4

    sumber dari alam, yaitu:

  • Dari kulit bumi (litosphere) Dari lautan (hidrosphere) Dari udara (atsmosphere) Dari tumbuhan (biosphere)

    Bahan baku dari alam di atas dikelompokkan ke dalam renewable dan nonrenewable.

    Sumber-sumber renewable dapat diperbaharui dengan sendirinya, seperti produk dari

    sumber pertanian, hutan, perikanan, dan hewani. Apabila laju penggunaan material di atas

    melampaui kapasitas regenerasinya, maka kelompok renewable menjadi nonrenewable.

    Sumber nonrenewable berasal dari pembentukan geologi yang berlangsung sangat sama.

    Material ini termasuk logam, mineral, dan material organik. Penggunaan kelompok

    renewable juga merupakan bahan yang ramah lingkungan. Limbah dari renewable

    umumnya dapat diuraikan oleh mikroorganisme (biodegradable).

    Industri proses kimia didesain harus ekonomis untuk menghasilkan produk. Penggunaan

    bahan baku harus dilakukan perlakuan awal sebelum diolah di proses industri kimia.

    Tahapan umum di dalam industri proses kimia seperti diperlihatkan pada Gambar 1.

    Gambar 1. Contoh struktur proses pada industri proses kimia

    Dua tahapan utama di dalam PIK adalah reaksi kimia dan permunian produk (purifikasi).

    Reaksi kimia dapat dijalankan secara batch atau kontinyu. Di dalam proses batch, reaktan

    dimasukkan ke dalam reaktor, kemudian produk dikeluarkan (reaktor dikosongkan) setelah

    reaksi berakhir. Proses batch umumnya digunakan pada produksi skala kecil. Di dalam

    proses kontinyu, reaktan ditambahkan dan produk diambil pada laju yang konstan. Ada dua

    jenis reaktor kontinyu, yaitu sistem pencampuran sempurna dan reaktor pipa (plug flow).

    Proses kontinyu sering digunakan untuk skala produk yang besar.

  • Produk dari kedua sistem reaktor di atas tidak murni. Oleh karena itu, diperlukan proses

    downstream untuk didapatkan produk yang diinginkan melalui proses purifikasi dan

    pemisahan. Proses tersebut sering dilakukan melalui filtrasi, distilasi, dan ekstraksi.

    1.4 Aspek Lingkungan

    Di dalam industri kimia organik, penggunaan maupun menghasilkan berbagai pelarut,

    partikel logam, uap asam, dan monomer yang tidak bereaksi. Bahan-bahan ini dikeluarkan

    baik ke media udara, air, maupun tanah. Dengan demikian IPK berpotensi mencemari

    lingkungan di sekitarnya. Tabel 2 menunjukkan potensi pencemaran yang dihasilkan dari

    industri kimia organik.

    Tabel 2. Potensi Bahan Pencemar dari Proses Industri Kimia

    Sumber: Chemical Manufacturers Association, 1993.

    Cara paling baik untuk mereduksi bahan pencemaran dari industri kimia adalah dengan

    meminimalkan produk bahan pencemar tersebut dari proses. Hal ini dapat dilakukan

    melalui evaluasi yield proses, produk samping, dan konversi proses.

  • II. INDUSTRI MINYAK MAKAN, LEMAK, DAN GEMUK (WAX)

    Minyak makan, lemak, dan gemuk (wax) secara alami merupakan ester yang memiliki

    rantai panjang dari asam karboksilat. Kelompok ini merupakan bagian dari group lipid

    yang dilakukan saponifikasi (direaksikan dengan NaOH). Lipid adalah material yang

    dihasilkan secara biologi yang sifatnya relatif tidak larut di dalam air tetapi larut di dalam

    pelarut organik (benzena, khloroform, aseton, eter). Reaksi saponifikasi lipid diberikan

    pada Gambar 2.

    Gambar 2. Produk minyak, lemak dan gemuk adari saponifikasi lipid

    Minyak dan lemak dalah ester dari gliserol. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah

    hanya pada titik leleh. Lemak berbentuk padat pada suhu ruang (20oC) sedangkan minyak

    berbentuk cair. Kedua senyawa tersebut adalah trigliserida.

    Gambar 3. Struktur trigliserida

  • Karena gliserol umumnya ada di dalam lemak dan minyak, baik hewan dan tumbuhan,

    maka asam lemak dari lemak dan minyak menjadi penting. Perbedaan di antara trigliserida

    (lemak dan miyak) disebabkan oleh panjang rantai hidrokarbon dari asam yang dimilikinya

    dan jumlah serta posisi ikatan rangkap duanya (bentuk tidak jenuh).

    Geometri konfigurasi ikatan rangkap dua di dalam lemak dan minyak berbentuk cis.

    Adanya ikatan rangkap yang menyebabkan pembentukan lekuk (kink), membentuk

    molekul tidak teratur, tidak kompak, sehingga trigliserida tidak jenuh ini berbentuk cairan

    pada suhu ruang, yang disebut dengan minyak (lihat Gambar 4).

    Gambar 4. Struktur trigliserida (minyak)

    Lemak dan minyak mengandung energi yang besar (9 kal/g), bandingkan dengan protein

    dan karbohidrat (4 kal/g). Lemak dan minyak juga sebagai pembawa vitamin yang larut

    dalam minyak dan asam lemak esensial. Bahan ini juga menyebabkan makanan terasa

    enak. Penggunaan lemak dan minyak digunakan untuk bahan penggorengan atau memasak,

    sebagai media pemanas, dan juga penyumbang warna dan rasa pada makanan. Penggunaan

  • minyak dan lemak juga pada sabun, deterjen, emulsifier, dawat cetak, pelapis, dan

    makanan ternak.

    Gemuk (wax) adalah monoester dari asam lemak rantai panjang, biasanya mengandung

    sebanyak 24 hingga 28 atom karbon. Wax umumnya jenuh dan berbentuk padatan pada

    suhu ruang.

    Gambar 5. Struktur wax

    Pada tumbuhan, wax biasanya terdapat pada daun dan bijian. Was diklasifikasi

    berdasarkan asalnya baik dari alam maupun sintetis. Wax alami dibagi ke dalam sumber

    hewan, sayuran, dan mineral. Beeswax, spermaceti, woolgrease, lanolin adalah wax

    hewani. Wax sayuran termasuk carnauba, ouricouri, dan candelila. Wax dari minyak bumi

    dikelompokkan sebagai mineral wax. Wax parafin adalah wax dari minyak bumi umumnya

    terdiri dari normal alkana dengan BM kurang dari 450. Komposisi wax diberikan pada

    Tabel 3.

    2.1 Asam Lemak

    Asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis lemak atau minyak disebut dengan asam

    lemak. Asam lemak merupakan building block dari trigliserida, sehinga lemak dan

    minyak sering dinamai sebagai turunan dari asam lemak ini. Misalnya tristearat dari

    gliserol dinamakan tristearin, tripalmitat dari gliserol dinamakan tripalmitin.

    Asam lemak normalnya memiliki rantai hidrokarbon tidak bercabang yang panjang dengan

    rumus kimia CH3(CH2)nCOOH, dimana n bervariasi antara 2 sampai 24. Asam lemak tidak

    jenuh biasanya memiliki satu ikatan rangkap (monosaturated) atau memiliki lebih dari satu

    ikatan rangkap (polisaturated), lihat Gambar 6.

  • Tabel 3. Sumber dan Komposisi Wax Normal

    Sumber : Riegel's Handbook of Industrial Chemistry, 9th ed., 1992.

    Gambar 6. Strukur beberapa asam lemak

  • Tabel 4 memberikan beberapa contoh asam lemak beserta sumbernya, nama yang sering

    dugunakan, dan nama sistematik. Banyak istilah tambahan digunakan untuk membedakan

    asam lemak tidak jenuh dengan melihat lokasi ikatan rangkap pertama terhadap lokasi

    omega () atau karbon CH3.

    2.2 Gliserida

    Gliserol dapat diesterifikasi secara komersial dengan satu, dua, atau tiga asam lemak untuk

    menghasilkan mono-, di-, atau trigliserida (Gambar 7). Lemak dan minyak alami

    merupakan suatu trigliserida, yang terdapat pada tumbuhan dan hewan.

    Sifat trigeliserida tergantung pada komposisi asam lemak dan lokasi relatif asam lemak di

    dalam gliserol. Lemak dan minyak alami terbagi pada trigliserida jenuh dan tidak jenuh

    serta bentuk isometrik tertentu.

    Tabel 4. Contoh asam lemak yang penting, namanya, dan sumbernya

  • Gambar 7. Pembentukan trigliserida

    2.3 Sifat fisik trigliserida

    Sifat fisik trigliserida yaitu titik leleh, panas spesifik, viskositas, densiti, indeks refraksi

    tergantung pada jenis asam lemak yang ada dan lokasinya, panjang rantai asam lamak,

    jumlah dan lokasi ikatan rangkap cis dan trans.

    Titik Leleh

    Titik leleh lemak tergantung pada komposisi trigliserida, yang meningkat dengan

    bertambah panjangnya rantai. Asam lemak dalam bentuk trans lebih tinggi titik lelehnya

    dibandingkan dengan asam lemak berbentuk cis.

    Panas spefisik

    Panas spefisik lemak didefinisikan sebagai perbandingan kapasitas panas lemak terhadap

    kapasitas panas air. Kapasitas panas trigiserida umumnya meningkat dengan meningkatnya

    jumlah asam lemak tidak jenuh. Kapasitas panas lemak cair dua kali lipat lebih besar dari

    pada kapasitas panas lemak padat. Pengetahun kapasditas panas berguna di dalam operasi

    proses.

    Viscositas

    Pengetahuan tentang viscositas lemak dan minyak diperlukan pada saat menangani sistem

    proses. Viscositas asam lemak umumnya meningkat dengan bertambahnya rantai, dan

    menurun dengan meningkatnya ikatan tidak jenuh. Viscositas merupakan fungsi dari

    ukuran molekul dan orientasi molekul-molekul. Viscositas minyak biasanya meningkat

    dengan memperpanjang masa pemanasan sebagai hasil dari polimerisasi (pembentukan

    gum).

  • Densiti

    Properti ini penting di dalam menentukan solid fat index (SFI). SFI berhubungan dengan

    persentasi padatan di dalam lemak pada suhu tertentu.

    Indeks refraksi

    Indeks refraksi minyak dan lemak sensitif terhadap komposisi. Indeks refraksi lemak

    meningkat dengan meningkatnya panjang rantai asam lemak atau meningkatnya jumlah

    ikatan tidak jenuh. Nilai ini menjadi dasar penentuan analisis di tempat (spot test) dari

    komposisi lemak dan minyak. Nilai indeks refraksi dapat digunakan di dalam prosedur

    selama proses hidrogenasi.

    Polimorphis

    Substan yang dapat berada dalam dua atau lebih bentuk dimana sifat fisiknya atau kimia

    berbeda dinyatakan sebegai polimorphis. Sebagai contoh, tristearin dapat berada dalam tiga

    polimorphis dengan titik leleh yang berbeda, yaitu 54,7; 63,2; dan 73,5oC. Sifat

    polimorphis memberi implikasi di dalam industri yang menggunakan fat sebagai

    shortening, margarin, dan butter coklat.

    2.4 Sifat Kimia trigliserida

    Sifat reaksi kimia yang penting pada trigliserida adalah hidrolisis, matanolisis, hidrogenasi,

    isomerisasi, polimerisasi, dan autooksidasi.

    Hidrolisis

    Lemak dan minyak daapt dihidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol melalui

    penggunaan steam pada tekanan dan suhu tertentu. Reaksi adalah reversible dan

    menggunakan katalis anorganik (ZnO, MgO, atauCaO), seperti reaksi di bawah ini.

  • Gliserida juga dapat dihidrolisis dengan alkali (saponifikasi). Setelah mengalami

    asidifikasi dan ekstraksi, asam lemak bebas diambil sebagai garam alkali (sabun), seperti

    reaksi di bawah ini.

    Metanolisis

    Lemak dan minyak bereaksi dengan metanol membentuk lemak metil ester. Di dalam

    industri pembuatan sabun, katalis yang digunakan adalah alkali anorganik, garam

    ammonium, dan enzim (lipase).

    Hidrogenasi

    Ikatan rangkap tidak jenuh pada rantai asam lemak dikonversi menjadi ikatan rangkap

    jenuh melaui penambahan hidrogen. Reaksi antara cairan minyak dan gas hidrogen

    dipercepat dengan mengguaakan katalis padat yang sesuai seperi nikel, platinum, tembaga,

    atau palladium. Proses hidrogenasi adalah eksotermis, yang akan menaikkan titik didih dan

    menurunkan bilangan iod. Hidrogenasi parsial akan menghasilkan isomerisasi cis ikatan

    rangkap (isomerisasi geometris).

    Isomerisasi

    Konfigurasi ikatan rangkap secara alami terjadi di dalam asam lemak (yang terdapat di

    dalam minyak dan lemak), umumnya dalam bentuk cis. Isomerisasi dapat terjadi apabila

    minyak dan lemak yang dipanasakan pada suhu di atas 100oC dengan adanya tanah

    bleching (pemucat) atau katalis seperti nikel, selenium, sulfur, atau iod.

    Polimerisasi

    Pada kondisi penggorengan 200-300oC, alam lemak tidak jenuh mengalami reaksi

    polimerisasi membentuk senyawa dimer, oligomer, dan polimer. Laju polimerisasi

  • meningkat dengan meningkatnya tingkat ketidakjenuhan (asam lemak jenuh tidak dapat

    dipolimerisasi). Oksidasi polimerisasi melibatkan pembentukan ikatan C-O-C. Polimer

    dengan eter dan ikatan peroksida dibentuk dengan adanya oksigen. Polimer ini

    mengandung kelompok hidroksi, okso, atau epoksi. Kelompok senyawa ini tidak

    diinginkan di dalam penggorengan menggunakan lemak atau minyak dikarenakan

    menghilangkan karakteristik rasa minyak atau lemak dan juga membentuk permasalahan

    foaming.

    Autooksidasi

    Lemak dan minyak selalu mengandung ikatan rangkap. Proses autooksidasi lemak dan

    minyak menghasilkan suatu asam karboksilat, aldehid, dan metil keton yang memiliki

    berat molekul yang ringan. Autooksidasi mengalami tahapan inisiasi, propogasi, dan

    terminasi.

    2.5 Sumber-sumber minyak makan dan lemak

    Banyak sumber dari tumbuhan dan hewan yang menghasilkan lemak dan minyak, tetapi

    hanya beberapa yang diproduksi secara komersial. Tabel 5 menunjukkan sumber-sumber

    utama minyak dan lemak dan metode prosesnya.

    Lemak umumnya bersumber dari hewani, sedangkan minyak dari tumbuhan. Minyak dapat

    diekstrak dari buah (olive oil dan minyak sawit) atau dari biji.

    2.6 Proses dan pemurnian lemak dan minyak

    Lemak dan minyak mentah umumnya terdiri gliserida. Walaupun demikian juga

    mengandung lipid yang lain dalam jumlah sedikit. Minyak jagung misalnya mengandung

  • gliserida juga ada phospholipida, glikolipid, isomer dari sitosterol dan stigmasterol (steroid

    tumbuhan), beberapa tokopherol (vitamin E), vitamin A, wax, hidrokarbon tidak jenuh

    seperti squalen dan karotin, dan senyawa khlorophil, dan juga berbagai produk

    dekomposisi, hidrolisis, dan polimerisasi bahan alam.

    Semua lemak dan minyak mentah diperoleh setelah mengalami proses rendering, crushing

    (engancuran) dam ekstraksi. Tabel 6 menjukkan bahan utama yang diperoleh di dalam

    minyak.

    Tabel 5. Sumber utama minyak dan lemak dan metode prosesnya

    Tabel 6. Komponen minor di dalam minyak

    Beberapa material ini tidak diinginkan dan harus dipisahkan untuk mendapatkan

    karakteristik yang diinginkan seperti warna, bau, rasa, dan menjaga kualitas hingga

    produk akhir. Bahan yang tidak diinginkan dipisahkan selama proses pemurnian (refining),

    sedemikian sehingga konstituen yang diinginkan dan yield gliserida tidak berubah.

  • Gambar 8 menujukkan berbagai tahapan persiapan dan proses pemurnian secara kimia.

    Metode umum yang digunakan untuk menghasilkan minyak makan yang layak dikonsumsi

    oleh manusia terdiri dari (a) persiapan umpan (biji atau buah); (b) ekstraksi; (c)

    degumming; (d) netralisasi; (e) bleaching (pemucatan); (f) deodorisasi (penghilangan bau);

    dan (g) hidrogenisasi.

    Seed Preparation (persiapan bahan baku)

    Ketika bahan baku sampai pada unit penghancur biji, bijian mungkin masih mengandung

    residu tanaman, biji yang rusak, kotoran debu, pasir, kayu, potongan logam, dan bijian

    lainnya. Bijian ini pertama harus dicuci dengan hati-hati menggunakan magnit, saringan,

    dan sistim aspirator. Bijian yang bersih dikeringkan untuk dihilangkan kadar airnya.

    Selanjutnya dilakukan pengupasan untuk menghilangkan kulitnya. Kulit biasanya

    mengandung sedikit minyak dari pada inti. Pengulitan normalnya dilakukan secara hati-

    hati, untuk menjamin isi biji tidak rusak. Kulit dipisahkan melalui saringan dan

    penghembusan. Kulit dapat digunakan sebagai makanan hewan atau dibakar sebagai

    sumber energi.

    Gambar 8. Tahapan Umum ekstraksi dan pemurnian minyak makan dari biji

    minyak

  • Ekstraksi

    Tujuan ekstraksi minyak adalah untuk mendapatkan jumlah maksimum minyak yang

    berkualitas dan selanjutnya mendapatkan minyak dari sisa ampasnya.

    Rendering

    Proses rendering digunakan dalam skala besar untuk menghasikan lemak dari hewani,

    seperti tallow (lemak dari sapi), lard (lemak dari babi), lemak tulang, dan minyak ikan

    paus. Jaringan lemak dipotong kecil-kecil dan dididihkan di dalam steam digester. Lemak

    akan terpisah dari sel dan mengapung ke permukaan, yang selanjutnya dikumpulkan

    dengan skimmer. Metode yang sama digunakan di dalam mengekstraksi minyak kelapa

    sawit dari buah sawit segar.

    Pressing

    Biji minyak tidak memilki sel lemak seperti pada hewan untuk menyimpan lemak. Minyak

    pada biji disimpan di dalam bola-bola kecil berukuran mikrokospik di dalam sel-sel.

    Dalam hal ini, proses rendering tidak akan dapat mengeluarkan minyak dari struktur sel

    ini. Dinding sel hanya hancur melalui penggilingan (grinding), pengupasan (flaking),

    rolling (penggulingan) atau melalaui pengepresan pada tekanan tinggi untuk mengeluarkan

    minyak. Susunan umum pada proses pengepresan biji minyak sebagai berikut: (1)

    persiapan biji untuk menghilangkan logam atau kulit; (2) pengecilan ukuran inti melalui

    grinding, dan (3) pemasakan dan pengepresan menggunakan hidraulik atau screw press.

    Efisiensi ekstraksi minyak menggunakan pres mekanik sangat tergantung pada proses

    persiapan sebelumnya. Tahapan ekstraksi dilakukan dengan screw press (Gambar 9).

    Minyak yang dipress tanpa menggunakan panas akan dihasilkan minyak yang sedikit

    impuritis dan dapat lansung dikonsumsi tanpa pemurnian lebih lanjut. Minyak jenis ini

    sering disebut sebagai cold-drawn, cold-press, atau virgin oil. Minyak yang diperoleh

    melalui pemasakan seed mengandung sejumlah besar impuritis non-gliserida seperti

    phospolipida, bahan berwarna, dan bahan yang tidak dapat disaponifikasi. Minyak jenis

    ini sangat berwarna dan tidak layak untuk penggunaan konsumsi.

  • Gambar 9. Pres Ulir untuk mengeluarkan minyak

    Ekstraksi menggunakan solven

    Sisa pengepresan berupa cake masih mengandung residu minyak sekitar 3 sampai 15%.

    Ekstraksi lebih lanjut menggunakan solven. Continous ekstractor digunakan untuk skala

    industri di dalam ekstrasi minyak. Solven yang sering digunakan adalah heksana atau

    heptana, sering dikenal sebagai eter minyak, yang memiliki titik didih antara 63,3 sampai

    68,9oC. Solven direcoveri menggunakan distilasi dan digunakan kembali. Minyak yang

    diekstraksi dicampur dengan minyak yang didapat melalui pengepresan untuk dilakukan

    pemurnian. Dalam skala besar penggunakan solven lebih menguntungkan dari pada

    menggunakan pengepresan.

    Pemurnian (degumming dan netralisasi)

    Pemurnian minyak sayuran biasanya melibatkan proses degumming dan alkali refining.

    Proses degumming berfungsi untuk mengurangi kandungan senyawa-senyawa phosfatida

    dan logam pada minyak mentah dengan cara mencampur dengan asam dan air. Senyawa-

    senyawa phosfatida berada dalam bentuk hidrat bebas atau non-hidrat, yang berkombinasi

    dengan kalsium, magnesium atau besi. Di dalam proses alkali refining, phosfatida non-

    hidrat tetap berada di dalam minyak setelah penggunaan asam, dan asam lemak bebas

    terbentuk selama proses hidrolisis (lipolisis) phosfatida hidrat bebas, yang selanjutnya

    diambil melalui proses netralisasi.

  • Di dalam proses yang disebut sebagai soft-degumming digunakan agen chelat (EDTA)

    yang ditambahkan ke dalam minyak untuk memisahkan kation dari dari senyawa phofatida

    non-hidrat menjadi hidrat.

    Proses degumming tergantung pada kualitas minyak mentah. Minyak segar lebih mudah

    dilakukan proses degumming daripada minyak yang sudah berumur. Gambar 10

    menunjukkan tahapan proses degumming.

    Gambar 10. Diagram alir proses degumming

  • Bleaching (pemucatan)

    Minyak yang dimurnikan biasanya memiliki warna yang gelap karena mengandung

    material pigmen seperti khlorophil atau senyawa-senyawa karotenoid, dan juga residu

    phosfatida, sabun, logam, dan produks hasil oksidasi. Bleaching mengurangi warna minyak

    melalui absorbsi zat penyebab warna menggunakan tanah pemucat (bentonit) atau arang

    aktif, atau keduanya. Proses bleaching juga dapat menyerap bahan tersuspensi dan

    impuritis minor lainnya.

    Proses bleaching terdiri dari tiga tahapan:

    Pecampuran awal minyak dengan tanah pemucat Pemanasan minyak di bawah kondisi vacum dengan sparge steam (penyemprotan

    steam) untuk mendapatkan pengontakan sempurna antara minyak dan tanah

    pemucat

    Filtrasi diikuti dengan polishing. Cake yang diperoleh dikeringkan dengan steam dan minyak yang diperoleh diresirkulasi.

    Tanah pemucat alami adalah aluminum silika (bentonit, attapulgit, dan montmorilonit),

    mengandung sejumlah besar unsur Mg, Ca, atau Fe. Tanah ini diaktifkan dengan

    menggunakan panas. Tanah pemucat tidak efektif untuk menyerap kandungan logam.

    Logam ini dapat diambil dengan tanah pemucat yang diasamkan, sehingga meningkatkan

    kapasitas adsorpsinya. Dalam beberapa kasus ke dalam tanah pemucat ditambahkan karbon

    aktif untuk meningkatkan pemisahan pigmen biru dan hijau dan juga hidrokarbon aromatik

    polisiklik. Rasio penggunaan biasanya 1/10 sampai 1/20 terhadap jumlah tanah pemucat.

    Gambar 11 menunjukan flowsheet dari proses bleahing menggunakan double batch

    sistem.

    Untuk mengurangi konsumsi tanah pemucat, alternatif proses blaching digunakan

    (Gambar 12). Proses menggunakan dua tingkat counter current bleaching dan proses

    prefiltrasi. Fungsi utama prefiltrasi adalah untuk memisahkan semua impuritis padatan dan

    juga mengabsorb phosfatida dan sabun. Hal ini meningkatkan efisiensi bleaching pada

    tahap kedua.

  • Deodorisasi (penghilangan bau)

    Kebanyakan lemak dan minyak, bahkan setelah pemurnian sekalipun, memiliki

    karakteristik rasa dan bau tertentu disebabkan adanya sejumlah kecil asam lemak bebas,

    aldehida, keton, dan senyawa lainnya. Konsentrasi bahan yang tidak diinginkan ini berkisar

    antara 0,2 sampai 0,5 %. Efisiensi pemisahan bahan ini tergantung pada (a) tekanan uap

    dari bahan; (b) kondisi deodorisasi (suhu, tekanan, waktu tingga); (c) jumlah stripping

    steam dan (d) geometri tangki.

    Deodorisasi biasanya dilakukan pada suhu antara 220 260oC, pada tekanan antara 2- 4

    mbar, dan di bawah kondisi injeksi steam.

    Bahan volatil menguap selama proses deodorisasi, selajutna dikondensasikan dan direcover

    di dalam condenser atau scrubber. Proses dapat dilakukan secara batch atau kontinyu.

    Biasanya dilakukan menggunakan tangki silinder vertikal tunggal. Proses batch dan

    kontinyu diperlihatkan masing-masing pada Gambar 13 dan Gambar 14.

    Gambar 11. Flowsheet proses bleaching menggunakan double batch sistem

  • Gambar 12. Dua tahapan counter-current bleaching diikuti dengan prefiltrasi

    Gambar 13. Proses deodoorisasi secara batch

  • Gambar 14. Proses deodoorisasi secara kontinyu

    Ke dalam minyak yang telah dilakukan deodorisasi ditambahkan asam sitrat (0,01 %) agar

    kontaminan trace-metal (konsentrasi logam dalam jumlah kecil) menjadi tidak aktif untuk

    terjadinya oksidasi.

    Hidrogenasi

    Proses hidrogenasi digunakan untuk mengkonversi cairan lemak menjadi bentuk lemak-

    plastik, sehingga mudah untuk pembuatan margarin atau shortening. Lemak dan minyak

    hasil hidrogenasi juga memperbaiki warna dan stabilitas oksidasi. Sebagai contoh, minyak

    makan (cooking oil) dapat diperbaiki kualitasnya melalui pengontrolan proses hidrogenasi.

    Di dalam proses hidrogenasi, hidrogen ditambahkan secara langsung ke dalam ikatan

    ganda pada asam lemak.

  • Katalis jenis nikel dan tembaga umumnya sering digunakan di dalam proses hidrogenasi.

    Variabel yang mempengaruhi proses ini adalah katalis, suhu, tekanan hidrogen, dan

    pengadukan. Setelah proses, katalis direcovery dan digunakan kembali.

    2.7 Identifikasi lemak dan minyak

    Bilangan saponifikasi (SN-saponification number)

    Berat KOH yang dibutuhkan (dalam mg) untuk menghidrolisis 1 g sampel minyak atau

    lemak. Bertambah besar nilai SN, bertambah kecil berat molekul rata-rata asam lemak di

    dalam trigliserida. Contoh bilangan SN diberikan pada Tabel 7.

    Tabel 7. Contoh bilangan SN dan IN

    Bilangan asam (acid value AV)

    Bilangan yang penting di dalam menentukan asam lemak bebas (ALB) di dalam minyak

    dan lemak mentah. Bilangan ini adalah jumlah mg KOH yang dibutuhkan untuk

    menetralisir asam organik yang ada di dalam 1 g minyak atau lemak. ALB dihitung

    sebagai asam oleik bebas dan dilaporkan sebagai persentase. Nilai AV ditentukan dengan

    mengalikan ALB dengan faktor 1,9

    Bilangan Iod (Iodine Value)

    Bilangan ini mengukur jumlah minyak dan lemak tidak jenuh dalam unit jumlah gram iod

    yang diabsorb per 100 g sampel. Beberapa contoh nilai IN diperlihatkan pada Tabel 7.

  • Bilangan hidroksil (Hydroxyl number OHN)

    Bilangan ini menggambarkan kandungan hidroksil dari asam lemak, alkohol lemak, mono

    dan diasilgliserol, dan gliserol bebas.

    Komposisi asam lemak

    Asam lemak jenuh dan tidak jenuh (8 sampai 24 atom karbon) di dalam lemak hewani,

    minyak sayuran, dan asam lemak ditentukan secara kuantitatif menggunakan GC (gas

    chromatography) setelah dikonversi menjadi bentuk metil ester-nya.

  • III. INDUSTRI SABUN DAN DETERJEN

    3.1 Sabun

    Istilah sabun diklasifikasi berdasarkan garam K dan Na dari asam lemak. Asam lemak ini

    diperoleh baik dari hewan maupun dari tumbuhan seperti minyak kelapa, kelapa sawit, atau

    minyak kapuk.

    3.1.1 Bahan baku

    Sabun dibuat dari bahan renewable yaitu trigliserida (atau triester dari asam lemak) yang

    banyak terdapat pada tumbuhan dan hewan. Di Amerika, sabun dibuat dari minyak kelapa,

    sedangkan di negara-negara lain sabun dibuat dari minyak sawit. Sabun dari minyak

    kelapa lebih berbusa karena mengandung sejumlah besar gliserida yang diperlukan seperti

    asam laurik dan miristik (lihat Tabel 8).

    Tabel 8. Komposisi Asam Lemak Pada Beberapa bahan baku pembuatan sabun

    Bahan pembantu lainnya dalam pembuatan sabun adalah kaustik soda, garam, soda abu,

    sodium silikat, sodium bikarbonat, dan trisodium phosfat.

    3.1.2 Sifat Kimia Sabun

    Sabun adalah bahan water-soluble garam Na atau K dari asam lemak yang mengandung 8

    22 atom karbon. Reaksi kimia pembuatan sabun melalui proses saponifikasi.

  • Metode lainnya di dalam pembuatan sabun melalui proses splitting yang diikuti dengan

    proses netralisasi dengan NaOH.

    Pada proses di atas alkali yang sering digunakan adalah NaOH, KOH, Na-bikarbonat, dan

    trietanolamin.

    Akhir-akhir ini di Jepang dan Italia sabun diproduksi melalui saponifikasi metil ester

    lemak. Metil ester lemak dan gliserin dihasilkan dari metanolisis trigliserida dengan

    adanya enzim lipase sebagai katalis. Selanjutnya metil ester lemak dilakukan saponifikasi

    untuk membentuk produk akhir.

  • 3.1.3 Pembagian Jenis Sabun

    Ada dua jenis sabun yaitu sabun toilet dan sabun industri. Sabun toilet biasanya dibuat dari

    campuran lemak dan minyak kelapa dengan perbandingan 80-90 ; 10-20. Sabun batangan

    termasuk sabun toilet, sabun deodorant dan antimikroba, dan hard water soap. Semua

    sabun mengandung 10-30 persen air dan juga bahan pewangi untuk memperbaiki bau

    sabun sebenarnya. Sabun toilet hanya mengandung 10 15 persen air dan sedikit bahan

    tambahan, serta bahan pewangi dan titanium oksida yang digunakan sebagai agen pemutih.

    Sabun untuk mencukur mengandung sejumlah besar unsur K dan asam stearik. Kombinasi

    ini memberikan proses pengeringan kulit yang lambat. Sabun untuk mencuci berbentuk

    potongan (chip) atau bubuk umumnya dibuat dari lemak atau kombinasi dari lemak dan

    minyak kelapa. Borak dan builders (seperti sodium silika dan sodium karbonat)

    ditambahkan pada sabun cuci untuk memperbaiki sifat sabun dan pelunakan air.

    3.1.4 Industri Sabun

    Sebelum tahun 1950-an, sabun dibuat melalui proses saponifikasi. Sabun dibuatadi dalam

    ketel yang besar dimana lemak, minyak dan kaustik soda dicampur dan dipanaskan.

    Setelah pendinginan, garam ditambahkan ke dalam campuran membentuk dua kapisan,

    sabun dan air. Sabun kemudian dipompa dari lapisan atas ke dalam tangki tertutup dimana

    builders, bahan pewangi, dan bahan lainnya ditambahkan. Selanjutnya sabun dibentuk

    menjadi batangan atau di spray-dried untuk dijadikan bubuk.

    Saat ini produksi sabun secara modern dilakukan dengan hidrolisis langsung lemak dengan

    air pada suhu tinggi (diperlihatkan pada Gambar 15). Proses termasuk splitting (atau

    hidrolisis) dimana asam lemak dinetralisasi menjadi sabun.

  • Gambar 15. Proses Kontinyu pembuatan sabun dan asam lemak

    Proses saponifikasi trigliserida dengan alkalis merupakan suatu proses substitusi

    bimolecular nucleophilic (SN2). Laju reaksi tergantung pada suhu dan pengadukan.

    Saponifikasi trigliserida dengan alkali, kedua reaktan immisible. Pembentukan sabun

    sebagai produk dari efek emulsifikasi dari kedua reaktan immisible tersebut.

    Trigliserida + 3 NaOH 3 RCOONa + Gliserin

    Di dalam diagram alir yang ditunjukkan pada Gambar 15, terdapat komponen penting yaitu

    hidrolyzer dimana lemak dan katalis dimasukan setelah pencampuran dan preheating di

    dalam tangki pencampur (blend tank). Pada saat yang sama air panas (deaerated-

    demineralized) diumpankan melalui puncak hydrolizer. Asam lemak dikeluarkan dari

    puncak spliter dan gliserin dipisahkan dari bagian bawah hydrolizer. Asam lemak dikirim

    ke flash tank dimana air dipisahkan atau flused off.

  • Asam lemak diaerasi dan didistilasi di dalam high-vacuum still. Proses deaerasi dilakukan

    untuk mencegah perubahan warna (darkening) akibat proses oksidasi selama proses

    dilakukan. Asam lemak panas yang diambil dari bagian bawah menara distilasi selanjutya

    didinginkan pada suhu ruang melalui kondenser sebelum dinetralisasi dengan kaustik soda

    50% pada tangki netralizer dengan pengadukan kecepatan tinggi menjadi garam sodium

    dan sabun.

    Jumlah kaustik soda (NaOH) yang dibutuhkan untuk netralisasi asam lemak dapat dihitung

    sebagai berikut:

    NaOH = (berat asam lemak x 40)/M asam lemak

    M asam lemak = 56,1 x 1000/BA

    Dimana,

    BA = bilangan asam dari asam lemak = mg KOH yang dibutuhkan untuk

    menetralisasi 1 g asam lemak

    Sabun murni (60 sampai 63% dari bahan asam lemak) dikeluarkan dan dialirkan ke dalam

    tangki pengaduk putaran rendah untuk mencapai netralisasi sempurna. Pada tahap ini

    sabun diambil untuk dijadikan sabun konvensional (batangan, atau bubuk) atau dilanjutkan

    proses pada high-pressure stream exchanger. Sabun yang panas dikirim ke flush tank untuk

    proses partial drying. Sabun yang dihasilkan berbentuk pasta kemudian didinginkan dari

    suhu 105 oC menjadi 65oC.

    Kelebihan dari pembutan sabun melalui proses ini adalah warna sabun yang lebih baik,

    recoveri gliserin yang lbeih baik, dan kebutuhan ruang dan pekerja yang lebih sedikit.

    3.1.5 Aspek Lingkungan

    Permasalahan utama dari pabrik sabun adalah bau. Sumber bau berasal dari gudang

    penyimpanan dan penanganan bahan tambahan seperti garam dan sulfat. Pengendalian bau

    dapat dilakukan dengan menggunakan scrubbing exhaust fume atau pembakaran

    (incinerator) senyawa organik volatil. Bau dari spray dryer dapat dikendalikan dengan

  • scrubbing larutan asam. Debu yang erasal dari blending, mixing, drying dan packaging

    dikumpulkan melalaui bag houses atau cyclone.

    3.2 Deterjen

    Sabun masih menjadi produk penting hingga awal abad 20 sampai ditemukannya deterjen

    di Jerman. Deterjen merupakan formula yang kompleks mengandung lebih dari 25 jenis

    bahan yang dibagi ke dalam kelompok berikut:

    Surfactan Builder Bleaching agent Additive

    Setiap bahan tersebut memiliki fungsi khusus dan sinergis selama proses pencucian

    3.2.1 Surfactan

    Surfactan (bahan aktif permukaan) merupakan kelompok paling penting di dalam deterjen.

    Surfactan adalah bahan water-soluble memiliki group hidrophobic (rantai alkil panjang)

    yang tertempel pada grup hydrophilic. Group hydrophilic biasanya ditambahkan secara

    sintetis pada bahan hidrophobic agar senyawa tersebut larut dalam air. Walaupun

    demikian, solubilisasi ini tidak begitu penting di dalam menghasilkan deterjen, disebabkan

    sifat deterjen tergantung pada keseimbangan berat molekul hidrophobic terhadap

    hidrophilic. Kelompok surfactan dibagi empat yaitu anion (alkil sulfonat), kation (dialkil

    dimetilammonium khlorida), nonion (alkil poly-etilen glikol-eter), dan amphoter (betain).

  • 3.2.1.1 Surfaktan Ion

    Alkilbenzen sulfonat adalah kelompok sintetis anion surfaktan yang paling banyak

    digunakan. TPS (tetra propilen benzene sulfonat) merupakan bahan deterjen yang sering

    digunakan sampai akhir tahun 1960-an sebagai bahan pencuci. Walupun demikian,

    disebabkan sifat bahan ini yang tidak mudah terurai secara biologi, maka bahan ini kurang

    disukai. Struktur TPS diberikan pada Gambar 16.

    Gambar 16. Struktur TPS (tetra propilen benzene sulfonat)

    LAS (linear alkilbenzensulfonat) menggantikan TPS. LAS diproduksi melalui

    dehidrogenasi parafin, yang diikuti dengan proses alkilasi benzena yang dicampur dengan

    olefin atau parafin. Proses ini menggunakan katalis hidrogen fluorida (HF). Struktur LAS

    diberikan pada Gambar 17.

  • Proses pembuatan LAS adalah dengan proses parsial khlorinasi parafin, diikuti dengan

    alkilasi kholoparafin atau parafin menggunakan katalis AlCl3.

    LAS dapat juga diproduksi melalui parsial khlorinasi tetapi dengan memasukkan proses

    dehidrokhlorinasi olefin sebelum proses alkilasi, dengan menggunakan katalis HF atau

    AlCl3.

    Gambar 17. Struktur LAS (linear alkilbenzensulfonat)

    Perusahaan UOP (Universal Oil Product) menyediakan proses, katalis adsorben, dan

    peralatan untuk menghasilkan LAB (linear alkilbenzen) dari kerosen atau normal parafin.

    Saat ini lebih dari 70% produksi LAB di dunia menggunakan teknologi UOP.

    Sulfonasi LAB

    Sulfonisasi alkilbenzen menghasilkan produk asam sulfonik yang kemudian dinetralisasi

    dengan basa seperti NaOH untuk menghasilkan sodium alkilbenzen sulfonat. Reaksi ini

    sangat eksotermis dan cepat. Reaktor khusus digunakan untuk mengambil panas yang

    dihasilkan untuk mencegah dekomposisi produk. Reaksi sulfonisasi menggunakan oleum

    (SO3H2SO4) atau SO3. Walaupun proses dengan oleum menggunakan peralatan yang tidak

    mahal, tetapi proses ini umumnya tidak menguntungkan dibandingkan dengan proses

    menggunakan SO3. Pada proses ini diperlukan disposal asam dan potensi korosif. Reaksi

    sulfonasi dengan oluem dan netralisasi diberikan di bawah ini.

    Sulfonasi:

  • Netralisasi:

    Reaksi sulfonasi dengan SO3 terdiri dari tiga tahapan utama, yaitu sulfonasi, hidrasi, dan

    netralisasi.

    Sulfonasi:

    Hidrasi:

    Netralisasi:

    3.2.1.2 Surfactan Kation

    Surfactan kation jenis DSDMAC (disteral diametil ammonium chloride) merupakan zat

    aktif permukaan yang sangat kuat nilai penyerapannya. Surfactan jenis ini digunakan pada

    keadaan khusus misalnya untuk penyerapan mikroba. Semua surfactan kation mengandung

    senyawa amino. Bahan yang sering digunakan adalah garam ammonium seperti

    cetrylmetilammonioum khlorida (germisida).

  • 3.2.1.3 Surfactan Non-ion

    Surfactan non-ion umumnya hasil dari produk kondensasi etilen oksida dengan senyawa

    hidrophobic. Material non-ion dapat dari salah satu produk reaksi berikut:

    Kondensat dari fatty alkohol dan alkilphenol

    Kondensat dari asam lemak

    Kondensat dari etilen oksida dengan amina

    Kondensat dari etilen oksida dengan amida

  • 3.2.1.4 Surfactan Amphoter

    Senyawa ini memilki sifat deterjen anion dan kation. Dipakai untuk pH netral, sering

    dijumpai pada shampoo, pembersih kulit, dan shampoo karpet. Surfactan jenis ini jarang

    digunakan untuk pembersih kain disebabkan harganya yang mahal.

    3.2.2 Builder Anorganik

    Kegunaan builder adalah untuk meningkatkan fungsi deterjen. Kemampuan builder adalah

    untuk mengontrol kesadahan air dan ion logam lainnya dengan mengeliminasi ion Ca2+

    dan Mg2+ yang terdapat di dalam air maupun kotoran tanah. Senyawa builder dibagi ke

    dalam kelompok:

    Phosfat Silika Karbonat Zeolit Senyawa bleaching

    3.2.2.1 Phosfat

    Kelompok phosfat terbagi dua, yaitu:

    Orthophosfat Kompleks phosfat

  • Orthophosfat yang digunakan pada indutri deterjen adalah trisodium phosfat dalam bentuk

    hidrat maupun anhidrat (Na3PO4 dan Na3PO4. 12H2O), disodium phosfat, Na2HPO4, dan

    kristal Na2HPO4. 12H2O). Trisodium phosfat saat ini tidak digunakan karena menyebabkan

    proses eutrophikasi air.

    Industri deterjen saat ini memasukkan bentuk phosfat yang lain yang disebut sebagai

    condensed phosphat. Bahan ini memiliki P2O5 yang lebih besar dan sedikit Na2O. Phosfat

    ini memiliki alkalinitas lebih rendah daripada trisodium phosfat. Kompleks phosfat yang

    sering digunakan adalah:

    Tetrasodium pyrophosfat, Na4P2O7 (TSPP) Sodium tripolyphosfat, Na5P3O10 (STP) Sodium tetraphosfat, Na6P4O13 Sodium hexametaphosfat (NaPO3)6

    Sodium tetraphosfat dan hexametaphosfat adalah senyawa hygroskopik sehingga tidak

    sesuai untuk dibentuk menjadi bubuk deterjen kering.

    3.2.2.2 Silika

    Penambahan Na dan K silika ke dalam deterjen sintetis sangat menguntungkan. Bahan ini

    dapat bebentuk padat atau cair sehingga menjadi bahan penting di dalam proses

    emulsifikasi, buffering, deflokulasi. Bahan ini dibuat dengan mereaksikan silika dengan

    soda abu seperti reaksi berikut ini.

    3.2.2.3 Karbonat

    Karbonat digunakan untuk mengganti phosfat pada daerah yang dilarang menggunakan

    phosfat di dalam deterjen. Sodium karbonat atau kombinasi Na2CO3 dan zeolit digunakan

    untuk menggantikan STP sebagai builder di dalam produk deterjen granular. Sodium

  • karbonat sering digunakan di dalam deterjen bubuk, senyawa untuk pencuci piring

    automatis, dan bahan pembersih tangan.

    3.2.2.4 Zeolit

    Zeolit dikenal juga sebagai molecular sieves, sebagai bahan alternatif penting builder untuk

    deterjen bubuk dan pengganti garam phosfat. Zeolit alam diperoleh bersenyawa dengan

    garam kalsium, sodium, magnesium, potasium dan barium. Kelebihan zeolit dibandingkan

    dengan phosfat adalah tidak larut dalam air, dapat memisahkan secara cepat ion-ion logam

    berat seperti mangan dan besi. Walaupun demikian, zeolit tidak dapat memisahkan

    magnesium seluruhnya. Untuk itu, zeolit dicampur dengan builder lain seperti sodium

    karbonat.

    3.2.3 Senyawa Bleaching

    Senyawa aktif peroksida paling banyak digunakan sebagai bahan bleaching (pemucat) di

    seluruh dunia. Di antara senyawa peroksida, hidrogen perosida (H2O2) paling sering

    digunakan dengan mereaksikannya dengan media alkalis. Sumber hidrogen peroksida

    umumnya dari sodium perborat, dikenal sebagai sodium peroxoborat tetrahidrat,

    NaBO3.4H2O berbentuk kristal. Bahan ini stabil ketika dicampurkan dengan bahan kering

    lainnya. Walaupun demikian, apabila terdapat kandungan air dan logam berat tertentu,

    perborat akan terdekomposisi. Oleh karena itu, perlu ditambahkan magnesium sulfat atau

    silikat, atau tetrasodium pirophosfat untuk menyerap air agar waktu penyimpanan bubuk

    deterjen dapat lebih lama.

    3.2.4 Bahan Additive

    3.2.4.1 Bahan Antiredeposit

    Deterjen memiliki sifat yang penting di dalam memisahkan kotoran dari serat kain selama

    proses pencucian. Untuk mencegah redeposit dari kotoran yang telah dipisahkan

    diperlukan penambahan bahan antiredeposit. Bahan ini akan diabsorb pada permukaan

  • kain yang menyebabkan terbentuk lapisan pelindung untuk mencegah kotoran kembali

    tertempel pada kain.

    Turunan carboxymethyl cellulose (CMC) dan carboxymethyl starch (CMS) adalah bahan

    antiredeposit yang aktif untuk serat yang mengandung selulosa seperti kain katun atau

    campuran katun dan serat sintetis. CMC tidak berpengaruh terhadap serat sintetis murni.

    Untuk serat sintetis digunakan eter selulosa non-ion. Deterjen modern terdiri dari

    campuran polimer anion dan non-ion (seperti carboxymethyl cellulose-metylcellulose) dan

    juga polimer polietilen glikol dan asam terepthalik.

    3.2.4.2 Optical brightener (bahan pengilap)

    Optical brightener merupakan bahan yang terintergasi di dalam produk bahan pencuci, baik

    berbentul cair maupun bubuk. Bahan ini berupa senyawa organik yang mampu mengubah

    bagian cahaya ultraviolet tak tampak menjadi cahaya biru yang tampak (panjang

    gelombang lebih panjang). Refleksi cahaya biru menyebabkan bahan pakaian lebih cerah

    daripada mulanya.

    Optical brightener biasanya turunan dari coumarin, stilbene, distyrylbipheny, dan

    bis(benzoxazole).

  • 3.2.4.3 Bahan chelat

    Fungsi bahan chelat (chelating agent) adalah untuk menahan pembentukan ion polivalen

    dan membuatnya tidak efektif. EDTA (etilen diamin tetraasetat) dan NTA (nitril triasetat)

    adalah dua bahan yang sering digunakan sebagai bahan chelat. Garam Na-EDTA bereaksi

    dengan ion kalsium akan membentuk ion kompleks Ca pada atom nitrogen-EDTA. Pada

    reaksi ini dua atom Na dilepaskan.

    EDTA atau NTA digunakan di dalam formula deterjen untuk menahan pembentukan ion

    tiga valensi, sehingga dapat menahan pengotoran ion besi pada kain yang dicuci.

    3.2.4.4 Enzim

    Enzim didefinisikan sebagai katalis organik yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi.

    Secara alami terbentuknya enzim dari protein yang terdiri dari sebagian besar komposisi

    asam amino. Katalis enzim digunakan untuk merusak dan menghilangkan kotoran yang

    berasal dari protein dan kotoran lainnya yang khusus. Makanan coklat dan kotoran

    makanan yang berasal dari starch sangat sulit dihilangkan dari kain pada kondisi suhu

    rendah. Hal demikian dapat dihilangkan dengan deterjen yang mengandung enzim.

    Ada 4 jenis enzim yang digunakan pada industri deterjen, yaitu:

    Protease, digunakan untuk kotoran berbasis protein yang diubah menjadi asam amino

    Amilase, mengubah starch menjadi dekstrin Lipase, berfungsi untuk kotoran lemak dan minyak Selulose, menghidrolisa selulosa dari serat permukaan yang rusak dan

    menghilangkan kotoran-kotoran halus dan warna yang menempel

  • 3.3 Pembuatan Deterjen

    3.3.1 Produksi alkilbenzen sulfonat

    Alkilbenzen sulfonat, digunakan sebagai surfaktan cairan di dalam pembuatan slurry

    detergen, dihasilkan melalui sulfonasi alkil linear yang diikuti dengan tahapan netralisasi

    dengan larutan kaustik NaOH. Proses sulfonasi alkilbenzen dengan oleum dilakukan di

    dalam sistem batch dengan 5 tahapan (lihat Gambar 17).

    Sulfonasi Digestion Dilution Pemisahan Netralisasi

    Tahapan sulfonasi termasuk mixing senyawa alkil dengan oleum menghasilkan reaksi

    eksoterm. Pengambil panas dilakukan melalui jaket reaktor. Parameter kunci pengendali

    reaksi sulfonasi adalah suhu, tingkat keasaman, waktu reaksi, dan rasio oleum terhadap

    senyawa alkil. Reaksi berakhir setelah 15 sampai 30 menit. Campuran asam sulfonat dan

    asam sulfat diencerkan dengan air. Campuran dikirim ke unit pemisah. Lapisan bagian

    bawah berupa lapisan asam mengandung 75 sampai 80% asam sulfat. Lapisan atas berupa

    asam sulfonat mengandung 88 sampai 91 %.

    Alkil sulfonat liner dinetralisasi dengan cairan basa seperti NaOH, KOH, NH4OH atau

    alkanoamin. Garam Na digunakan di dalam proses formulasi untuk menghasilkan deterjen

    kering yang digunakan pada pencucian. Sedangkan netralisasi dengan garam-garam

    ammonium dan alknoamin digunakan utuk deterjen cairan.

  • Gambar 17. Proses Sulfonasi dengan oleum

    3.3.2 Sulfonasi alkohol lemak

    Sulfonasi alkohol lemak dilakukan di dalam reaktor falling film pada suhu rendah. Asam

    sulfonat yang diperoleh dinetralisasi segera untuk meminimalkan degradasi dan reaksi

    samping di dalam tahapan penyimpanan. Reaksi diberikan di bawah ini.

    Contoh proses diberikan pada Gambar 18. Tahapan posthidrolisis termasuk bleaching

    dilakukan untuk memisahkan warna sebelum proses netralisasi. Proses netralisasi asam

    sulfonat mirip seperti proses sulfonasi dengan menggunakan oleum.

  • Gambar 18. Proses Sulfonasi alkohol lemak

    3.3.3 Proses spray-drying

    Tahapan pertama dari proses spray-drying adalah persiapan slurry dari bahan deterjen.

    Slurry, builder, dan bahan penambah lainnya dicampur di dalam crutcher. Campuran

    dibawa ke tangki penampung berpenganduk untuk dipompa secara kontinyu ke spray

    dryer. Bahan tersebut di spray ke dalam suatu menara melalui suatu nozzle tunggal pada

    tekanan 4,1 sampai 6,9 kPa dan tekanan 340 sampai 690 melalui nozzle cairan ganda.

    Steam dan udara digunakan sebagai atomizing fluid di dalam nozzle ganda. Suhu udara

    panas yang digunakan berkisar antara 315 oC 400oC. Bubuk kering deterjen keluar dari

    menara pada suhu 90 oC 100oC. Udara dialirkan untuk pendinginan dan mencegah

    penggumpalan. Menara umumnya didesain secara countercurrent. Slurry dimasukan dari

    puncak dan udara panas dari bawah menara. Bubuk deterjen dibawa melalui conveyor

    mekanik atau dengan bantuan udara dari menara untuk dicampur dengan bahan tambahan

    lainya seperti bahan pewangi. Susunan peralatan diberikan pada Gambar 19.

    3.3.4 Aspek Lingkungan

    Pengendalian Emisi

    Udara yang keluar melaui menara pabrik deterjen mengandung dua jenis kontaminan:

  • Partikel halus deterjen Uap bahan organik

    Emisi debu dihasilkan dari hopper, mixer, dan crutcher selama proses batch dan mixing.

    Dari conveyor, mixing dan pengepakan granul deterjen juga menghasilkan emisi debu

    deterjen. Untuk hal ini maka perlu dipasang penyaring kain untuk mengeliminasi emisi dan

    juga mereoveri bahan.

    Dry cyclone umumnya dipakai untuk menangkap debu deterjen di dalam exhaust spray

    dryer dan debu tersebut dikembalikan ke crutcher.

    Selain emisi, VOC (volatil organic compound) juga keluar dari bahan organik slurry.

    Bahan surfaktan merupakan sumber VOC.

    Gambar 19. Blok diagram proses pembuatan bubuk deterjen

  • IV. INDUSTRI GULA

    Karbohidrat, gula, dan tepung adalah bahan organik yang paling banyak dan tersebar di

    seluruh dunia. Bahan ini merupakan komponen inti dari metabolisme hewan dan tumbuhan

    karena merupakan bahan dasar makanan. Bahan-bahan ini dapat berbentuk sebagai bahan

    pemanis, gel, pemekat, stabilizer, dan juga sebagai pemancing aroma dan penghasil warna

    di dalam makanan melalui suatu tahapan reaksi selama pemrosesan.

    Karbohidrat awalnya dikenal sebagai hidrat dari karbon dengan rumus molekul Cn(H2O)m.

    Lebih realistis, karbohidrat sekarang dianggap sebagai polihidroksi aldehida, polihidroksi

    keton, atau bahan yang dihasilkan dari hidrolisa asam.

    4.1 Sifat Kimia Sakarida

    Bahasa latin dari gula adalah saccharum yang menghasilkan istilah sakarida (saccharide)

    yang merupakan dasar klasifikasi sistem karbohidrat. Gula paling sederhana yang termasuk

    di dalam klas karbohidrat adalah monosakarida (misalnya fruktosa dan glukosa). Glukosa

    dan fruktosa merupaka struktur yang berbentuk isomer dengan rumus molekul C6H12O6.

    Rumus struktur glukosa mengandung cincin yang memiliki 6 atom (C5O, bentuk piranosa)

    dan group aldehida (aldosa). Walaupun demikian, rumus struktur fruktosa memiliki 5 atom

    (C4O, bentu furanosa) dan group keton (ketosa) yang disajikan pada Gambar 20.

    Gambar 20. Struktur molekul glukosa dan fruktosa

  • Disakarida terbentuk dengan menggambungkan dua buah monsakarida dengan kehilangan

    satu molekul air. Contoh disakarida adalah laktosa, sellobiosa, maltosa, dan sukrosa.

    Rumus molekul sukrosa adalah C2H22O11.Struktur sukrosa disajikan pada Gambar 21.

    Gambar 21. Struktur molekul sukrosa

    Kelompok karbohidrat (polisakarida) merupakan senyawa yang memiliki unit

    monosakarida terikat bersama melalui ikatan glikosida. Melalui hidrolisis sempurna, suatu

    senyawa polisakarida akan menghasilkan monosakarida. Tepung (starch) adalah jenis

    polisakarida yang sangat berguna. Molekul starch (amilosa dan amilopektin) adalah seperti

    pohon dimana mengandung 250 sampai 1000 atau lebih unit glukosa yang terikat melalui

    ikatan alpha (Gambar 22).

    Gambar 22. Struktur molekul starch (tepung)

  • Selulosa adalah polisakarida yang paling banyak dijumpai. Senyawa ini berbentuk

    komponen berserat yang terdapat pada dinding sel tumbuhan (contohnya kapas). Molekul

    sellulosa merupakan rantai dari molekul D-glukosa berjumlah lebih dari 14.000 unit terikat

    bersama melalui ikatan beta (Gambar 23).

    Gambar 23. Struktur molekul selulosa

    4.2 Sifat Sukrosa

    Di dalam penggunakan komersial, istilah gula sering disamakan dengan sukrosa. Sukrosa

    merupakan suatu gula disakarida yang ada di alam dalam setiap buahan dan sayuran.

    Bahan ini merupakan produk utama dari photosintesis. Gula terdapat dalam jumlah besar

    pada batang tebu (sugar cane) maupun umbi manis (sugar beet), yang dipisahkan untuk

    dimanfaatkan secara ekonomi. Pabrik gula baik bahan baku yang berasal dari batang tebu

    atau umbi merupakan sukrosa murni, sehingga konsumen tidak dapat membedakan bahan

    bakunya lagi. Walaupun produk akhir tidak dapat dibedakan, industri gula beet sangat

    berbeda metodologi produksinya dengan industri gula tebu.

    Kristal sukrosa dibentuk dari laruran pekat berbentuk kristal hemimorphis. Apabila

    terdapat impuritis rafinosa atau dekstran dalam jumlah yang besar, maka produk gula

    membentuk kristal jarum.

    Titik didih sukrosa sekitar 188oC yang tergantung pada penggunaan pelarut pada saat

    proses kristalisasi. Densitas sukrosa adalah 1,5879 g/cm3.

  • Properti yang penting pada sukrosa di dalam larutan adalah nilai polarisasi. Telah diketahui

    bahwa sukrosa di dalam larutan akan memutar cahaya terpolarisasi ke kanan sesuai dengan

    kuantitas sukrosa yang ada di dalam larutan. Properti ini digunakan di dalam sacharimeter,

    suatu instrumen yang dapat membaca secara langsung persentase larutan sukrosa. Oleh

    karena itu, sukrosa yang dijual dimonitor dengan menggunakan peralatan polarisasi.

    4.3 Produksi Gula Tebu

    4.3.1 Persiapan Bahan baku

    Gula putih adalah sukrosa murni yang diperoleh dari batang tebu. Pohon tebu adalah

    anggota dari family saccharum. Beberapa spesies saccharum terdapat di daerah Asia

    Tenggara, Amerika Selatan, dan India Barat. Pemanenan tebu dengan alat mekanik

    menghasilkan tebu yang mengandung kotoran (lumpur, pasir, sampah pohon, dan bahan

    butiran halus) selama transportasi ke lokasi pabrik. Semua impuritis ini akan menimbulkan

    masalah di dalam proses penggilingan (grinding) dan pemisahan (clarification) sari gula

    tebu maupun di dalam tahapan proses selanjutnya. Sistim pencucian dilakukan dengan

    penyiraman air hangat di atas suatu meja (conveyor) dan dilanjutkan di dalam suatu bak air

    untuk menghilangkan batuan dan lumpur. Gambar 24 menyajikan beberapa tahapan

    persiapan bahan baku produksi gula.

    Gambar 24. Diagram alir persiapan bahan baku pembuatan gula tebu

  • 4.3.2 Ekstraksi Sari gula

    Sari gula diekstrak dari batang tebu dengan menggunakan penggiling (milling) maupun

    difusion. Penggilingan digunakan apabila sari gula diambil dengan melakukan pengepresan

    melalui suatu rol yang berat, sedangkan difusion dilakukan dengan pengeluaran sari gula

    dengan menggunakan air (leaching). Cara lain dilakukan pemotongan ke dalam bentuk

    kecil-kecil berukuran (8 sampai 12 in) dengan melewatkan melalui pisau berputar (rotating

    knive).

    Tujuan utama milling adalah untuk mendapatkan sebanyak mungkin sukrosa dari tebu ke

    dalam bentuk sari gula dan untuk menghasilkan serat tebu akhir (bagase, residu serat tebu)

    sekering mungkin, sehingga dapat segera dibakar pada unit boiler. Unit milling standard

    yang sering dipakai di pabrik gula berbentuk segitiga, disajikan pada Gambar 25.

    Penggiling (roller) bagian atas berputar berlawanan dengan arah jarum jam, sedangkan

    bagian bawah sebaliknya. Susunan milling terdiri dari 3 sampai 7 unit, dimana bagase yang

    diperoleh pada milling pertama selanjutnya di bawa ke unit selanjutnya untuk

    mendapatkan ekstrasi yang baik. Proses ini disebut dengan coumpound imbibition

    digunakan untuk menguragi sukrosa di dalam serat melalui proses pengulangan

    pengepresan. Sari gula yang diperoleh pada mill pertama digabung dengan yang diperoleh

    pada mill selanjutnya, yang kemudian dilewatkan melalui saringan logam berlubang (1

    mm) untuk pemurnian (clarification).

    Gambar 25. Potongan dari alat penggiling tebu three-roller mill

  • 4.3.3 Proses difusion

    Difuser secara umum digunakan pada proses ekstraksi sukrosa dari umbi gula (sugar beet)

    tetapi proses ini baru untuk ekstraksi dari tebu. Pada proses ektrasi gula tebu terdapat dua

    sistem utama, yaitu difusi dari tebu dan difusi dari bagase. Operasi difuser didasarkan pada

    pencucian secara countercurrent dengan bantuan imbibisi air panas (65 75oC). Secara

    praktis hal ini dilakukan di dalam conveyor. Air akan melarutkan gula dari dalam sumber

    sukrosa dan sari gula yang terbentuk dikumpulkan di dalam hopper (penampung). Sari gula

    yang diperoleh selanjutnya dipompa dan proses diulangi hingga diperoleh konsentrasi sari

    gula maksimum pada unit terakhir dari difuser.

    Kelebihan proses difusion dibandingkan dengan proses milling adalah sederhana, lebih

    efisien, biaya rendah, dan hanya memerlukan sedikit energi. Walaupun demikian, hasil

    bagase dari proses difusion lebih banyak mengandung air yang harus dikeringkan lebih

    lanjut.

    4.3.4 Permunian Sari Gula

    Bahan mentah sari gula yang keluar dari unit penggilingan sedikit asam (pH 5,6 sampai

    6,5), keruh dan berwarna. Juga mengandung serat tebu, kotoran tanah, protein, lemak,

    bahan bewarna, dan garam terlarut. Pada kondisi asam yang demikian, sukrosa di dalam

    sari gula berubah perlahan menjadi glukosa dan fruktosa (proses hidrolisa). Untuk

    menghentikan proses ini, maka dilakukan penghilangan impuritis melalui unit clarification

    atau defecation. Untuk menghentikan hidrolisa ditambahkan cairan susu kapur untuk

    menaikkan pH menjadi 7,5 sampai 8,5. Untuk menghentikan enzim dan aktifitas mikroba

    di dalam cairan gula, dilakukan pemanasan berkala pada suhu mendekati 100oC. Pada saat

    yang sama bahan suspensi dipisahkan melalui pengendapan. Clarification dengan

    menggunakan panas dan kapur disebut pross defecation. Modifikasi proses dilakukan

    dengan menggunakan phosfat untuk meningkatkan jumlah endapan kalsium phosfat.

    Flokulan polielektrolit seperti poliakrilamida juga digunakan untuk kasus tertentu dimana

    proses pengendapan sulit dilakukan. Sari gula yang telah jernih dibawa ke unit evaporator

    tanpa pengolahan lainnya.

  • Sari gula yang telah dibersihkan dari kotoran biasanya berwarna gelap (coklat tua)

    disebabkan oleh pemanasan (100oC) di dalam proses penggunaan kapur. Penggunaan SO2

    atau CO2 bersamaan dengan kapur akan menghasilkan gula yang berwarna sangat putih.

    Penggunaan SO2 yang ditambahkan ke dalam kapur akan menghasilkan produk

    clarification yang lebih baik. Dalam metode ini (proses sulfitasi), kapur ditambah seperti

    biasanya, tetapi kemudian ditambahkan SO2 dari sulfur burner yang dibuihkan ke dalam

    sari gula. Proses sulfitasi menaikkan biaya proses, dikarenakan dibutuhkan sealing yang

    baik di dalam evaporator dan tingginya debu di dalam gula, sehingga saat ini proses

    tersebut jarang dilakukan.

    4.3.5 Proses evaporasi dan pemanasan

    Sari gula yang telah di-clarification mengandung sekitar 85% air, sehingga diperlukan

    pemisahan air dengan penguapan untuk mendapatkan produk kristal gula. Evaporasi

    dilakukan dalam dua tahapan, pemekatan dan dilanjutkan dengan kristalisasi pada tekanan

    vakum. Proses evaporasi dilakukan evaporator multiple-effect yang dibagi ke dalam

    sejumlah tahapan. Contoh multiple effect evaporator disajikan pada Gambar 26. Produk

    evaporator berupa cairan dengan kadar gula (sirup) 65% sampai 68%. Larutan sirup

    berwarna coklat tua dan keruh. Konsentrasi larutan gula diukur dengan skala Brix (skala

    densitas larutan sukrosa), misalnya skala Brix 68 berarti konsentrasi sukrosa 68%.

    Gambar 26. Multiple effect evaporator

  • 4.3.6 Kristalisasi

    Larutan sirup gula dari evaporator dibawa ke vacuum pan (suatu tangki dimana sirup gula

    didihkan di bawah tekanan vakum untuk membentuk campuran kristal dan larutan induk

    mother liquor yang disebut dengan massecuite). Vacuum pan merupakan suatu

    evaporator single effect dengan ukuran bervariasi (diameter hingga 4,27 m) dan bahkan

    lebih besar. Fungsi vacuum pan untuk memproduksi dan meningkatkan kristal gula dari

    sirup gula. Umumnya digunakan dua jenis pan, yaitu coil pan (yang dioperasikan dengan

    bantuan steam) dan Calandria pan (yang terdiri dari pipa vertikal menggunakan exhaust

    steam tekanan rendah dari preevaporator atau concentrator). Contoh Calandria pan

    diberikan pada Gambar 27.

    Metode kristalisasi larutan gula yang lain menggunakan vacuum pan dikenal dengan nama

    sugar boiling. Untuk mengontrol pan-boiling digunakan seeding berupa inti kristal (butiran

    gula berukuran 0,35 mm ke dalam larutan sukrosa jenuh (massecuite) yang jumlahnya

    sama dengan populasi kristal yang diinginkan.

    Gambar 27. Calandria pan

  • 4.3.7 Sentrifugasi

    Larutan dari vacuum pan atau dari kristalizer pertama dikirim ke tangki penampung yang

    berpengaduk untuk mencegah pengendapan kristal. Kristal dan larutan dipisahkan dengan

    menggunakan unit sentrifugal yang bekerja secara batch dengan kecepatan perputaran yang

    tinggi (Gambar 28). Untuk menghemat energi dan waktu, centrifuge kontinyu dapat

    digunakan.

    Gambar 28. Contoh batch centrifuge

    4.3.8 Packing dan penyimpanan

    Gula kering yang diperoleh dari sentrifuge selanjutnya dipak dan disimpan. Untuk pabrik

    yang besar pengepakan tidak praktis. Gula dikirim biasanya dalam bentuk bulk (curah).

  • 4.3.9 Pemurnian Gula

    Gula yang dihasilkan biasanya masih berwarna gelap, liat, dan mengandung 1 % sampai 2

    % abu, tepung, dan bahan berwarna. Tujuan pemurnian gula adalah untuk menghilangkan

    impuritis tersebut, sehingga diperoleh gula yang kemurnian mendekati 100%. Ada

    beberapa tahapan pemurnian gula (Gambar 28).

    Gambar 29. Tahapan pemurnian gula

    4.3.9.1 Affinasi

    Tahapan awal pemurnian gula adalah pengambilan lapisan tipis molases dari kristal gula

    melalui pencucian yang dikenal dengan proses affinasi. Hal ini dilakukan dengan

    mencampur gula mentah dengan larutan sirop panas di dalam tangki berpengaduk. Larutan

    sirop akan melarutkan lapisan molases yang melekat pada gula yang selanjutnya diambil

    dengan air panas. Proses affinasi menghasilkan gula yang berwarna pucat.

    4.3.9.2 Melting

    Gula yang telah tercuci dilelehkan di dalam tangki. Larutan gula coklat tua diatur

    densitasnya pada skala Brix 65. Cairan yang meleleh dialirkan melalui saringan untuk

    memisahkan impuritis.

    4.3.9.3 Clarification

    Gula mentah dari unit melting masih mengandung bahan partikel yang berasal dari

    berbagai sumber, misalnya kotoran tanah dan serat, jamur, kapang, bahan koloid, dan

    kontaminan lainnya. Tujuan clarification adalah untuk menghilangkan semua kontaminan

  • tersebut. Bahan baku gula juga bersifat asam, sehingga perlu dinetralkan menggunakan

    peroses karbonasi, phospatasi atau filtrasi.

    4.3.9.4 Decolorization

    Produk dari proses clarification walaupun sudah bersih tetapi masih berwarna coklat tua.

    Zat warna ini berasal dari pigmen tumbuhan yang tetap berada di dalam larutan gula yang

    berasal dari hasil reaksi asam amino, atau karamel hasil dari dekomposisi panas sukrosa.

    Peningkatan zat warna berasal dari setiap unit proses umumya disebabkan karena panas.

    Penghilangan warna merupakan tujuan utama karena warna mempengaruhi nilai ekonomi

    khususnya untuk bahan makanan.

    Adsorben karbon seperti arang tulang atau arang kelapa secara tradisional sudah digunakan

    untuk menghilangkan warna. Pada saat penghilangan warna di pabrik gula sering

    dilakukan dengan sistem ion exchanger. Senyawa khlorida (resin anion) atau senyawa

    sodium (resin kation) digunakan sebagai bahan exchanger pengilangan warna. Kelebihan

    sistem ion exchanger adalah dapat diregenerasi di tempat (in situ) tanpa menggunakan

    panas, waktu kontak yang singkat, dan ukuran alat yang kecil.

    4.3.9.5 Kristalisasi dan Finishing

    Cairan gula (Brix 55 sampai 65) yang telah dilakukan penghilangan warna selanjutnya

    dibawa ke unit kristalisasi. Pada industri gula tertentu, sebelum dikristalisasi dilakukan

    penguapan untuk mencapai nilai Brix lariutan gula lebih besar dari 68. Hal ini untuk

    menjamin larutan gula bebas dari bahan impuritis. Proses kristalisasi dilakukan seperti

    yang telah dijelaskan sebelumnya.

    4.4 Jenis gula yang lain

    Industri gula di seluruh dunia menghasilkan 4 jenis produk gula, yaitu berbentuk granul,

    berwarna coklat, cairan gula, dan gula invert.

  • 3.4.1 Gula granul

    Gula granul merupakan kristal murni dari sukrosa, yang dapat dibagi ke dalam 7 jenis gula

    berdasarkan ukuran kristal. Umumnya gula jenis ini sebagai bahan isian makanan (pabrik

    roti) Setiap kristal memiliki fungsi khusus tarhadap makanan yang akan dibuat. Jenis-jenis

    gula granul dan penggunaanya disajikan pada Tabel 9.

    Tabel 9. Jenis-jenis gula granul dan penggunaannya

    4.4.2 Gula Coklat (Brown Sugar)

    Gula ini dipakai untuk rumah tangga dan industri makanan untuk meningkatkan cita rasa

    pada kue atau permen. Gula ini terdiri dari kristal gula yang dilapisi oleh sirup molases

    dengan cita rasa dan warna alami. Molases adalah sirup gula berwarna hitam yang berasal

    dari pengulangan proses sentrifugasi yang dipisahkan dari gula. Umumnya pabrik gula

    menghasilkan gula ini melalui pendidihan molases yang khusus hingga terbentuk krital

    gula.

    4.4.3 Gula Cair

    Gula berbentuk cair yang berasal dari gula granul yang sering dipakai untuk minuman.

  • 4.4.4 Gula Invert

    Proses inversi atau peruraian kimia sukrosa menghasilkan gula invert (campuran glukosa

    dan fruktosa) yang tersedia secara komersial dalam bentuk cairan. Gula invert lebih terasa

    manis dari pada gula granul. Digunakan pada industri minuman dan produk makanan

    untuk memperlambat kristalisasi gula dan mempertahankan kelembaban.

    4.5 Pemanis Lainnya

    Secara tradisional, gula (sukrosa) atau madu digunakan sebagai pemanis makanan.

    Walaupun demikian di industri makanan modern digunakan sejumlah pemanis selain gula

    dalam bentuk pemanis curah sebagai pengganti gula (dengan jumlah yang sama apabila

    digunakan gula) atau sebagai pengisi substitusi bahan pemanis (penggunaan dengan jumlah

    sedikit).

    Sirup fruktosa tinggi yang dibuat dari starch biasanya digunakan sebagai pengganti gula

    yang dikenal sebagai HFCS (High Fructose Corn Syrup) yang mengandung 35% fruktosa,

    35% glukosa, dan 6% sakarida tinggi lainnya.

    Alkohol gula seperti sorbitol, mannitol dan xylitol juga digunakan sebagai bahan pemanis.

    Bahan ini diperoleh dari gula yang ada secara alami pada beberapa buah-buahan dan dibuat

    melalui reduksi kimia dari gula induk. Alkohol gula memiliki kalori yang rendah dari pada

    gula darimana bahan gula alkohol diperoleh, yang sering dikonsumsi untuk penderita

    diabetes. Maksimum konsumsi gula jenis ini sebesar 20 sampai 50 g/hari.

    Permanis buatan digunakan untuk pengganti gula sebagai bahan produk makanan yang

    dikonsumsi oleh peserta diet. Pemanis buatan pertama adalah sakarin yang ditemukan pada

    tahun1879 oleh ahli kimia Inggris, Constantine Fahlberg. Pada awalnya banyak

    dikonsumsi yang akhirnya dilarang disebabkan karena dapat menyebabkan penyakit

    kanker.

    Permintaan yang tinggi akan pemanis menyebabkan industri menghasilkan beberapa

    pemanis buatan seperti acesulfame-K, alitame, aspartame, cyclamate, adn sucralose.

    Tingkat kemanisan bahan pemanis dibandingkan dengan sukrosa disajikan pada Tabel 10.

  • Tabel 10. Tingkat kemanisan beberapa bahan pemanis

  • V. INDUSTRI FERMENTASI

    Fermentasi dapat didefinisikan sebagai perubahan atau produksi suatu bahan dengan

    bantuan mikroorganisme. Fermentasi telah digunakan untuk mengawetkan atau mengubah

    makanan sejak dahulu kala, khususnya di dalam metode untuk mengubah produk segar

    pertanian menjadi suatu produk yang tahan lama. Yogurt, salami (semacam sosis),

    sauerkraut (asinan), tauco, tempe, dan cuka adalah beberapa contoh produk makanan

    fermentasi yang masih disukai sampai saat ini.

    Fermentasi dapat terjadi spontan atau terencana dengan penambahan mikroorganisme.

    Pembusukan bahan makanan adalah contoh fermentasi spontan, sedangan pembuatan roti

    dengan penambahan ragi adalah contoh fermentasi secara terencana. Sejak tahun 1800,

    mekanisme fermentasi telah dipelajari. Contohnya Louise Pasteur, ahli kimia Prancis yang

    menjeaskan bahwa mikroba bertanggung jawab terhadap pembentukan asam laktat pada

    saat makanan diawetkan. Pasteur juga yang mengungkapkan bahwa untuk menghentikan

    proses fermentasi yang tidak diinginkan dapat dilakukan dengan pemanasan substrat atau

    bahan baku, yang dikenal dengan proses pasteurisasi. Teknik ini masih digunakan sampai

    saat ini pada industri susu atau sari buah. Contoh pemanfaatan proses fermentasi untuk

    keselamatan umat manusia adalah dalam pembuatan penisilin, yaitu antibiotik pertama

    yang dipakai untuk melawan bakteri penyebab infeksi.

    Produksi asam amino melalui fermentasi pertama dilakukan di Jepang tahun 1960, sebagai

    produk utamanya adalah asam glutamat yang dijual dalam bentuk garam yang dikenal

    sebagai MSG (monosodium glutamat). MSG digunakan sebagai bahan penyedap.

    Pengembangan genetic engineering (bioteknologi) pada tahun 1980-an memungkinkan

    untuk memilih jenis mikroorganisme untuk melakukan tugas yang khusus (spesifik). Saat

    ini berbagai proses fermentasi dilakukan di industri untuk memproduksi berbagai bahan

    yang bermanfaat untuk kehidupan umat manusia. Gambaran perkembangan indutri

    fermentasi disajikan pada Tabel 11.

  • 5.1 Aspek-Aspek Proses Dan Biokimia

    Hampir semua proses fermentasi mengikuti prinsip yang sama. Unit utama di dalam proses

    ini adalah fermentor (fermenter) dimana mikroorganisme tumbuh dan menghasilkan

    produk yang diinginkan. Substrat adalah makanan mikroorganisme, yang juga

    mengandung starting material yang dibutuhkan di dalam proses.

    Fermentasi dimulai dengan menambahkan seed mikroorganisme (starter culture), yang

    disebut dengan inoculum. Starter diproduksi di dalam suatu fermentor inokulum berukuran

    kecil sebelum ditambahkan ke dalam fermentor yang berukuran besar. Pada akhir proses

    fermentasi diperoleh larutan (broth) yang komplek terdiri dari bakteria, substrat yang tidak

    terkonversi, produk samping, air dan sebagainya. Oleh karena itu, diperlukan tahapan

    selanjutnya berupa pemisahan dan pemurnian sebelum produk cukup murni untuk

    dipasarkan. Proses lanjutan tersebut sering disebut sebagai downstream processing.

    Ringkasan tahapan proses fermentasi disajikan pada Gambar 30.

    Tabel 11. Perkembangan Industri fermentasi

  • Gambar 30. Diagram alir proses fermentasi

    5.2 Mikroorganisme

    Mikroorganisme yang digunakan di dalam fermentasi umumnya sel tunggal atau sel

    agregat (biasanya bakteri, kadang-kadang jamur atau alga). Suatu sel bakteri terdiri dari

    dinding sel luar berupa membran sel yang melindungi isi sel dari kebocoran, tetapi

    memungkinkan transportasi nutrien ke dalam dan metabolisme ke luar sel. Cairan sel

    mengandung berbagai komponen untuk mendukung kehidupan sel, misalnya protein,

    enzim, dan vitamin.

    Selama pertumbuhan sel, nutrien dari substrat dikonversi menjadi massa sel. Senyawa-

    senyawa kimia yang dihasilkan pada proses ini disebut sebagai metabolisme primer. Massa

    sel umumnya terdiri dari protein, tetapi sejumlah produk utama lainnya sebagai limbah

    juga terbentuk seperti karbon dioksida, asam laktat, etanol, dan sebagainya.

    Pembentukan dari metabolisme sekunder tidak langsung berhubungan dengan

    pertumbuhan sel, cotohnya pembentukan antibiotik dan vitamin.

    5.3 Bioreaktor

    Bioreaktor harus memiliki sejumlah persyaratan tertentu agar dapat dapat digunakan di

    dalam skala produksi yang besar, termasuk efisiensi pencampuran tanpa menimbulkan

    tegangan mekanik terhadap mikroorganisme, pengendalian suhu, pH, dan oksigen (untuk

  • sistem aerobik) yang efektif. Bioreaktor juga dapat dibersihkan dan disterilisasi dengan

    mudah.

    Bioreaktor didesain dalam berbagai bentuk, dimana sistem tangki reaktor berpengaduk

    yang sering digunakan. Bioreaktor dapat dioperasi secara batch atau kontinyu. Contoh

    jenis bioreaktor disajikan pada Gambar 31 dan skala industri pada Gambar 32.

    Gambar 31. Jenis bioreaktor berpengaduk (kiri) dan air lift (kanan)

    Gambar 32. Bioreaktor skala industri

    5.4 Proses Downstream

    Produk yang diperoleh dari proses fermentasi biasanya dalam konsentrasi yang rendah dan

    mengandung berbagai komponen. Pemekatan dan pemisahan dari komponen lain untuk

  • mendapatkan produk fermentasi yang diiginkan merupakan suatu tahapan yang

    membutuhkan biaya yang besar (60 sampai 90% dari biaya total).

    Pemisahan pertama dalam proses downstream adalah memisahkan dari sel-sel mikroba,

    yang dilakukan biasanya melalui sedimentasi. Penambahan flokulan dapat mempercepat

    proses pengendapan. Apabila sel merupakan suatu target produk, maka sel yang diperoleh

    dikeringkan dan dipak. Apabila produk di dalam fasa likuid di dalam broth- (misalnya

    etanol), maka proses pemurnian selanjutnya dilakukan. Apabila produk berada di dalam sel

    (misalnya enzim), maka sel harus dipecah untuk mengambil produkya. Pemecahan sel

    dapat dilakukan melalui tekanan atau ultrasonik.

    5.5 Produk Makanan dari proses fermentasi

    Pengawetan makanan dengan menggunakan proses fermentasi hingga sekarang masih

    digunakan, bahkan diaplikasi pada skala yang besar. Asam laktat yang dihasilkan oleh

    bakteria dapat melindungi makanan dari kerusakan. Asam laktat berfungsi sebagai

    penghambat pertumbuhan jamur dan mikroorganisme lainnya. Contoh makanan yang

    diproduksi melalui proses fermentasi disajikan pada Tabel 12.

    Tabel 12. Contoh Bahan Makanan yang diproduksi melalui fermentasi

  • 5.6 Industri Bahan Kimia melalui Fermentasi

    5.6.1 Etanol

    Etanol adalah bahan alkohol utama yang banyak digunakan di industri. Etanol dapat

    dihasilkan dari fermentasi dengan bahan baku (feedstock) gula. Fermentasi alkohol

    merupakan salah satu industri fermentasi tertua yang ada. Secara tradisional, proses ini

    telah digunakan untuk memproduksi minuman beralkohol, tetapi saat ini telah digunakan

    di dalam industri kimia dan kenderaan bermotor sebagai bahan bakar. Etanol juga

    digunakan sebagai pelarut yang penting dan starting material pada industri kosmetik dan

    obat-obatan, dan juga banyak digunakan sebagai disinfektan di dalam dunia kedokteran.

    Etanol diproduksi dari bahan karbohidrat dengan bantuan yeast (ragi), yang ditunjukkan

    reaksi biokimianya seperi berikut ini.

    Bahan tumbuhan yang mengandung gula dapat digunakan langsung untuk produksi etanol

    tanpa perlakuan awal. Contoh bahan dari tumbuhan adalah buah-buah, tebu, ubi kayu,

    gandum, dan sebagainya. Apabila pembuatan etanol dari tepung atau produk limbah, maka

    dibutuhkan enzim sebagai perlakuan awalnya. Material selulosa seperti kayu dimasak

    terlebih dahulu dengan asam untuk memutuskan ikatan karbohidrat polimer untuk

    membentuk monomer sebelum digunakan sebagai bahan baku pembutan etanol. Tahapan

    produksi etanol (lihat Gambar 33) adalah:

    1. Persiapan bahan baku

    Bahan baku dipotong dan diekstrak gulanya.

    2. Fermentasi

    Bahan dimasukkan ke dalam fermentor dan didinginkan pada suhu 30oC untuk

    menjamin tidak ada mikroba lain di dalam bahan. Ragi dimasukkan dengan

    jumlah yang sesuai. Ragi akan menghasilkan alkohol hingga 8-12%. Pada

    kondisi ini ragi selanjutnya tidak aktif.

    3. Pemisahan

    Pada tahap ini pemisahan produk dilakukan dengan distilasi sederhana. Residu

    distilasi berupa slurry yang merupakan campuran biomassa mikroba dan air.

  • 4. Distilasi

    Tahap ini peningkatan konsentrasi etanol hingga mencapai 96%.

    5. Dehidrasi

    Etanol anhidrous diperlukan untuk dicampur dengan gasolin, yang diperoleh

    dengan menggunakan dehidrasi (molecular sieve atau distilasi tingkat lanjut).

    Gambar 33. Diagram alir produksi etanol

    5.6.2 Asam-asam Organik

    Telah dijelaskan di atas tentang pentingnya asam laktat di dalam pengawetan makanan. Di

    samping itu asam laktat digunakan untuk memproduksi etil laktat yang digunakan di dalam

    industri elektronik untuk memisahkan garam-garam dan lemak dari papan sirkuit, dan juga

    komponen penting untuk industri cat. Asam asetat adalah produk fermentasi lainya yang

    dihasilkan dari oksidasi etanol dengan bantuan organisme Acetobacter. Asam asetat

    (vinegar) digunakan sebagai bahan makanan (bentuk encer) atau konsentrasi tinggi untuk

    digunakan di dalam industri. Asam sitrat dihasilkan dari fermentasi gula menggunakan

    Aspergillus niger.

    Ketiga asam di atas menunjukkan bagaimana kegunaan fermentasi di dalam menghasilkan

    produk yang berbeda dengan bahan baku yang sama (diberikan oleh reaksi di bawah ini).

  • Industri modern memproduksi asam sitrat melalui bahan baku larutan glukosa atau

    sakarosa dan garam. Bahan baku dimasukkan ke dalam cation exchanger untuk

    memisahkan ion-ion yang mengganggu, dan dilakukan sterilisasi. Asam sitrat diproduksi

    secara fermentasi batch dengan menggunakan Aspergillus niger. Bubble coloumn

    digunakan sebagai reaktor. Setelah fermentasi, larutan dipisahkan dari sel melalui vacuum

    filter dan saringan membran. Impuritis lainnya dihilangkan dengan menggunakan anion

    dan cation exchanger serta karbon aktif. Larutan asam sitrat yang jernih dipekatkan di

    dalam unit evaporator, kemudian dikristalkan, dan dikeringkan.

    5.6.3 Asam Amino

    L-asam glutamat atau garamnya (MSG) digunakan sebagai bahan tambahan di dalam

    makanan sebagai penyedap. Mulanya asam glutamat diekstrak dari rumput laut, tetapi pada

    tahun 1956, Ajinomoto (suatu perusahaan di Jepang) berhasil memproduksi asam glutamat

    melalui fermentasi. Saat ini L-asam glutamat umumnya diproduksi melalui fermentasi

    menggunakan bakteria yang gen-nya telah dimodifikasi.

    Fermentasi MSG menggunakan glukosa dalam kondisi aerobik. MSG yang terbentuk larut

    di dalam medium (broth) yang selanjutnya dipekatkan dan dikristalkan.

  • 5.6.4 Vitamin

    Vitamin dihasilkan dari fermentasi dengan bahan baku gula dan bahan tambahan khusus.

    Vitamin terakumulasi di dalam sel dan tidak di dalam larutan fermentor. Vitamin A1

    (retinal) dihasilkan dari -karoten yang diperoleh dari fermentasi jagung atau kacang

    kedelai. Vitamin B2 (riboflavin) diproduksi dari ragi dengan bahan baku glukosa, urea, dan

    garam mineral di dalam fermentasi aerobik. Vitamin B12 (cyanocobalamin) dihasilkan dari

    glukosa, jagung, dan garam kobalt dalam kondisi anaerobik (3 hari) serta aerobik (3 hari).

    Starting point untuk menghasilkan vitamin C adalah senyawa gula D-sorbit yang

    dioksidasi menjadi L-sorbose menggunakan bakteri Acetobacter suboxidant. L-sorbose

    kemudian diubah menjadi asam L-ascorbit, yang dikenal sebagai vitamin C.

    5.6.5 Biopolimer

    Umumnya membran, protein, dan nukleotide yang terdapat pada organisme hidup adalah

    polimer. PHAs (polyhydroxyalkanoic acids) adalah biopolimer yang sangat menjanjikan

    sebagai bahan biodegradable substitusi pada polimer sintetis. Walaupun demikian, biaya

    fermentasi produk ini masih mahal dibandingkan dengan biaya produksi polimer sintetis,

  • VI. INDUSTRI PETROLEUM DAN PETROKIMIA

    Petroleum (juga disebut minyak mentah, crude oil) dalam bentuk tidak dimurnikan

    (unrefined) atau dalam bentuk mentah tidak dapat digunakan langsung, sehingga disebut

    sebagai industri komoditas. Hidrogen dan karbon merupakan elemen dasar minyak mentah

    yang berkombinasi menjadi bermacam-macam jenis senyawa, dan nilai ekonomi dari

    komponen ini bervariasi sesuai dengan kualitas masing-masing senyawa tersebut.

    Berdasarkan titik didihnya minyak mentah dibagi ke dalam beberapa kategori (Tabel 13)

    dan proses pengilangannya (Gambar 34).

    Tabel 13. Minyak Mentah adalah campuran senyawa-senyawa yang dapat dipisahkan berdasarkan fraksi titik didihnya.

    2

    Gas dan gasoline (bensin) diambil dari produk dengan titik didih lebih rendah dan biasanya

    bernilai lebih dibandingkan dengan fraksi dengan titik didih lebih tinggi. Bahan ini sebagai

    penyedia gas (LPG), naphtha, bahan bakar pesawat, BBM, dan feedstock untuk industri

    petrokimia.

    Naphtha sebagai bahan baku gasolin dan solven, diekstrak baik dari komponen ringan

    maupun menengah yang juga digunakan sebagai bahan baku petrokimia. Distilat tingkat

    menengah terdiri dari kerosen (minyak tanah), bahan bakar diesel (solar), light gas oil.

    Pelumas, gemuk, dan asphalt merupakan produk dengan titik didih yang tinggi.

  • Untuk menkonversi minyak mentah menjadi poduk yang diinginkan secara umum dibagi

    ke dalam tiga tahapan proses:

    1) proses pemisahan, yang dilakukan melalui distilasi

    2) proses konversi, melibatkan proses catalytic cracking

    3) prose finishing, proses hydrotreating untuk memisahkan sulfur

    Sebelum proses proses pemisahan minyak menjadi produk yang diinginkan, diperlukan

    pembersihan awal dari sumber minyak mentah, termasuk di sini penghilangan kandungan

    garam (desalting) dan air (dewatering) yang berasal dari sumur pengeboran.

    Gambar 34. Skematik Umum Pengilangan Minyak Mentah

    6.1 Desalting dan Dewatering

    Minyak yang diambil dari sumur minyak bercampur dengan berbagai bahan seperti gas-

    gas, air, dan batuan (mineral), sehingga diperlukan perlakukan awal sebelum dilakukan

  • pemurnian. Pemisahan di sumur minyak biasanya dilakukan untuk memisahkan gas-gas,

    air, dan kotoran yang terikut bersama minyak dari dalam bumi. Separator berupa suatu

    tangki yang besar yang memberikan pemisahan dengan gaya grafitasi membagi minyak ke

    dalam tiga lapisan, yaitu gas, minyak mentah, dan air yang mengandung kotoran.

    Desalting adalah proses pencucian dengan air yang dilakukan pada lapangan minyak dan

    pada lokasi refinery (lihat Gambar 35). Apabila minyak dari separator mengandung air

    dan kotoran, maka pencucian dengan air akan memisahkan mineral yang larut dengan air.

    Apabila kontaminan minyak tidak dapat dipisahkan, akan menyebabkan permasalahan di

    unit selanjutnya, seperti terjadinya penyumbatan dan korosi serta katalis yang tidak aktif.

    Gambar 35. Operasi desalting menggunakan elektrostatik

    6.2 Proses Evaluasi

    Setelah minyak mentah dibersihkan dan sebelum dilakukan pemurnian, dibutuhkan untuk

    mengestimasi potensi karakteristik minyak selama operasi pemurnian. Pada tahap ini

    biasanya dilakukan tiga pengujian, yaitu densitas (specific grafity, API gravity), faktor

    karakteristik, dan kandungan sulfur.

    Specific grafity adalah rasio berat minyak terhadap berat air dengan volume yang sama

    pada suhu standard, biasanya 60oF. Nilai API (American Petroleum Institute) grafity

    adalah nilai kebalikan dari specific grafity (sp gr) yang diberikan sebagai:

    Gravity, oAPI = (141,5/sg) 131,5

  • 6.3 Distilasi

    Tahapan pertama dan proses paling menentukan di dalam pemurnian minyak (setelah

    proses perlakuan awal) adalah distilasi, sehingga disebut sebagai primary refining process.

    Distilasi mencakup pemisahan berbagai fraksi hidrokarbon. Di dalam proses distilasi

    atmosfir (Gambar 36), minyak mentah yang telah dipanaskan dipisahkan di dalam kolom

    distilasi (menara distilasi) ke dalam aliran-aliran yang kemudian dimurnikan menjadi

    produk yang siap dipasarkan. Komponen yang lebih ringan (titik didih rendah) dipisahkan

    pada lokasi kolom lebih atas, sedangkan komponen berat (titik didih tinggi) diambil pada

    lokasi kolom lebih bawah. Fraksinasi ini dikenal sebagai straight run fractions, yang terdiri

    dari (menara atmosfir) adalah gas, gasolin, dan naptha sampai pada minyak tanah, gas oil,

    dan diesel ringan, dan (menara vakum) dengan produk minyak pelumas dan residu.

    Umpan distilasi sebelumnay dipasankan melalui pipa-pipa di dalam furnace yang besar.

    Unit pemanas dikenal sebagai pipe still heater atau pipe still furnace. Fungsi unit ini untuk

    mengubah minyak mentah menjadi bentuk uap. Bagian yang tidak teruapkan berupa fraksi

    berat diambil melalui bottom product pada unit distilasi, sehingga hanya pemisahan gas oil,

    kerosen, dan naphta yang dilakukan sepanjang kolom distilasi. Residu kemudian

    dipanaskan dan diumpan ke dalam distilasi vacum pada tekanan 10 mmHg dimana produk

    yang dihasilka berupa vacuum gas oil, heavy vacuum ga oil, dan vacuum residu (disajikan

    pada Gambar 37). Produk overhead (gas oil) diperoleh pada suhu 150oC, minyak pelumas

    pada 250-350oC, dan residu pada suhu 350oC (sama dengan suhu umpan).

    Gambar 36. Unit distilasi atmosfir

  • Gambar 37. Unit distilasi vakum

    Residu dari proses distilasi atmosfir dan vakum selanjutnya dikirim ke unit deasphalting

    untuk dipisahkan komponen dengan berat molekul lebih tinggi, yaitu asphalt dan deasphalt

    oil. Deasphalt oil digunakan sebagai feedstock unit catalytic cracking. Pada unit

    deasphalting digunakan solven dimana residu terpisah berdasarkan perbedaan berat

    molekul (densitas). Solven yang digunakan bervariasi dari propana sampai pentana.

    6.4 Cracking, Coking, Hydrocracking, dan Reforming

    Proses cracking bertujuan untuk memecah struktur dari bahan yang memiliki titik didih

    tinggi dengan menggunakan panas menjadi fraksi produk dengan titik didih rendah.

    Catalytic cracking adalah proses yang sering digunakan dimana pemecahan molekul

    dilakukan dengan bantuan katalis