ppt
TRANSCRIPT
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan
“Morbus Hansen”
By Kelompok 8
Definisi
Kusta (Lepra atau Morbus Hansen) adalah penyakit
kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
Leprae (M. Leprae). (Arief Masyor, 1999)
Kusta adalah penyakit infeksi yang kronik
penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang intra
seluler obligant saraf perifer sebagai afinitas pertama
lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas
kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf
pusat. (Andhi Djuanda, 1999 : 71)
Lanjutan…
Morbus Hansen (kusta, lepra) adalah penyakit
infeksi yang kronik, penyebabnya adalah
Mycobocterium Leprae yang intraselular obligat.
Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit
dan mokusa traktus respiratorius bagian atas,
kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan
saraf pusat. (FKUI :1999 )
KlasifikasiMenurut klasifikasi Ridley dan Jopling
antara lain :
1. Tipe Tuberkoloid ( TT )
Mengenai kulit dan saraf
Lesi bisa satu atau kurang, dapat berupa
makula atau plakat, batas jelas, regresi, atau,
kontrol healing ( + )
Permukaan lesi bersisik dengan tepi meninggi,
bahkan hampir sama dengan psoriasis atau
tinea sirsirata. Terdapat penebalan saraf perifer
yang teraba, kelemahan otot, sedikit rasa gatal
Infiltrasi Tuberkoloid ( + ), tidak adanya kuman
merupakan tanda adanya respon imun pejamu
yang adekuat terhadap basil kusta
2. Tipe Borderline Tuberkoloid ( BT )
Hampir sama dengan tipe tuberkoloid
Gambar Hipopigmentasi, kekeringan kulit atau
skauma tidak sejelas tipe TT
Gangguan saraf tidak sejelas tipe TT. Biasanya
asimetris
Lesi satelit ( + ), terletak dekat saraf perifer menebal
3. Tipe Mid Borderline ( BB )
Tipe paling tidak stabil, jarang dijumpai
Lesi dapat berbentuk macula infiltrate
Permukaan lesi dapat berkilat, batas
lesi kurang jelas, jumlah lesi melebihi
tipe BT, cenderung simetris
Lesi sangat bervariasi baik ukuran
bentuk maupun distribusinya
Bisa didapatkan lesi punched out, yaitu
hipopigmentasi berbentuk oral pada
bagian tengah dengan batas jelas yang
merupaan ciri khas tipe ini
4. Tipe Borderline Lepromatus
( BL )
Dimulai makula, awalnya sedikit lalu
menjadi cepat menyebar ke seluruh
tubuh. Makula lebih jelas dan lebih
bervariasi bentuknya, beberapa
nodus melekuk bagian tengah,
beberapa plag tampak seperti
punched out. Tanda khas saraf
berupa hilangnya sensasi,
hipopigmentasi, berkurangnya
keringat dan gugurnya rambut lebih
cepat muncil daripada tipe LL
dengan penebalan saraf yang dapat
teraba pada tempat prediteksi.
5. Tipe Lepromatosa
( LL )
Lesi sangat
banyak, simetris,
permukaan halus, lebih
eritoma, berkilap, batas
tidak tegas atau tidak
ditemuka anestesi dan
anhidrosis pada
stadium dini.
Etiologi
M. Leprae merupakan basil tahan asam (BTA),
bersifat obligat intraseluler, menyerang saraf
perifer, kulit dan organ lain seperti mukosa nafas
bagian atas, hati dan sumsum tulang kecuali
susunan saraf pusat. Masa membelah diri M.
Leprae 12 – 21 hari dan masa tunasnya antara 40
hari – 40 tahun.Ketidak keseimbangan antara
derajat infeksi dan derajat penyakit oleh karena
respon Imonologi
Tanda dan GejalaTanda-tanda umum :
Adanya bercak tipis seperti panu pada badan
atau tubuh manusia
Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit,
tetapi lama-lama semakin melebar dan banyak
Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf
ulnaris, medianus, aulicularis magnus serta
peroneus. Kelenjar keringat kurang kerja
sehingga kulit menjadi tipis dan mengkilat
Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul)
yarig tersebar pada kulit
Alis rambut rontok
Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut
facies leomina (muka singa)
Gejala-gejala umum :
Panas dari derajat yang rendah sampai
dengan menggigil
Anoreksia
Nausea, kadang-kadang disertai vomitus
Cephalgia
Kadang-kadang disertai iritasi, orchitis
dan pleuritis
Kadang-kadang disertai dengan
Nephrosia, Nepritis dan
hepatosplenomegali
Neuritis
Patofisiologi
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Klinis
Kulit
Syaraf tepi
Inspeksi
2. Pemeriksaan Bakteriologi
3. Pemeriksaan Sesologi
4. Pemeriksaan Histopatologi
Penatalaksanaan
Komplikasi
Cacat merupakan komplikasi yang dapat
terjadi pada penyakit kusta baik akibat kerusakan
fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu
terjadi reaksi kusta.
Dampak Penyakit
1. Terhadap individu
Aspek fisik
Gangguan pada syaraf sensoris pada kulit berupa rasa nyeri dan suhu meningkat
Ganguan produksi keringat
Kelainan pada kulit berupa bercak putih nodul penebaklan dan suhu telinga serta
wajah
Kerontokan rambut atau mata
kelainan pada tulang berupa osteomelytis
Aspek sosiologi
Klien merasa rendah diri bergaul dengan masyarakat sehingga cenderung
mengisolisasi diri.
2. Terhadap masyarakat
Masyarakat menganggap bahwa penyakit kusta tidak bisa disembuhkan
sehingga mengucilka penderita kusta dari pergaulan dimasyarakat
3. Terhadap keluarga
Potensial terjadinya penularan pada anggota
keluarga yang lain karena kurang pengetahuan
keluarga tentang penyakit kusta dan cara
penularannya
Pengeluaran bertambah untuk pengubatan
klien
Keluarga merasa rendah diri dalam bergaul
dalam masyarakat
Asuhan Keperawatan
Pengkajian1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, pendidikan, agama, suku,
alamat, tanggal MRS, nomor register dan ruangan, serta orang yang bertanggung jawab.
2. Keluhan utama
Pada umumnya pada pasien dengan morbus hansen ,mengeluh adanya bercak-bercak
disertai hiperanastesi dan terasa kaku diikuti dengan peningkatan suhu
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat penyakit kusta biasanya adanya bercak-bercak merah disertai hiper anastesi dan
odema pada ektrimitas pada bagian perifer seperti tangan,kaki serta bisa juga terjadi
peningkatan suhu tubuh.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah penderita pernah menderita alergi, infeksi sebelumnya.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya merupakan penyakit menular maka anggota keluarga mempunyai resiko beasar tertular
dengan kontak lama.
4. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
b. Pola nutrisi dan metabolisme
c. Pola eliminasi
d. Pola istirahat dan tidur
e. Pola aktivitas dan latihan
f. Pola persepsi dan konsep diri
g. Pola sensori dan kognitif
h. Pola reproduksi seksual
i. Pola hubungan peran
j. Pola penanggulangan stress
k. Pola nilai dan kepercayaan
Pemeriksaan Fisik1. Pemeriksaan integument
Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas,
lesi kulit dapat tinggal atau multipel, biasanya
hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi kemerahan atau
berwarna tembaga, lesi dapat bervariasi tetapi umumnya
berupa makula, papul atau nodul.
2. Pemeriksaan bakteriologi
BTA positif
3. Pemeriksaan tanda-tanda vital
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital terjadi
peningkatan suhu tubuh.
Diagnosa
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses
penyebaran penyakit
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, kaku
3. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
penyakit yang dideritanya
4. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan pada
tubuh
5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh
yang lemah
Intervensi
Evaluasi
Tidak terjadi komplikasi dan proses penyebaran tidak terlalu banyak
Suhu 36,5 – 37,5 oC
Nadi 60 – 100 x / menit
Palpasi kulit hangat
Mukosa bibir lembab
Klien mau bekerja sama dengan tim medis dalam tindakan
keperawatan, dan kliendapat mengungkapkan ketenangannya, tidak
gelisah dan expresi wajah tenang
Mengungkapkan rasa percaya diri dalam kemampuan menghadapi
penyakitnya,perubahan gaya hidup dan kemungkinan keterbatasan
TERIMA KASIH