potensi ekologi dan pemanfaatan teripang pada ekosistem

9
OPEN ACCES Vol. 14 No. 1: 116-124 Mei 2021 Peer-Reviewed AGRIKAN Jurnal Agribisnis Perikanan (E-ISSN 2598-8298/P-ISSN 1979-6072) URL:https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/ DOI: 10.29239/j.agrikan.14.1.116-124 Potensi Ekologi dan Pemanfaatan Teripang Pada Ekosistem Lamun di Pulau Tatumbu Seram Bagian Barat (Ecological Potency and Utilization of Sea Cucumber In Seagrass Ecosystem at Tatumbu Island West Seram) Yona A. Lewerissa 1 , Prulley A. Uneputty 1 , Tejo Sugiantoro 1 1 Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura Kota Ambon Indonesia E-Mail: [email protected]; [email protected];[email protected] Info Artikel: Diterima: 26 April 2021 Disetujui: 05 Mei 2021 Dipublikasi: 16 Mei 2021 Artikel Penelitian Keyword: Potential, Utilization, Sea Cucumber, Tatumbu Island Korespondensi: Yona A. Lewerissa Universitas Pattimura Ambon-Indonesia Email: [email protected] Copyright© Mei 2021 AGRIKAN Abstrak: Teripang mempunyai manfaat baik dari segi ekonomi maupun segi ekologi. Dari segi ekonomi merupakan sumber protein, berkhasiat dalam menyembuhkan penyakit sehingga mempunyai nilai jual yang tinggi dalam skala lokal maupun internasional. Dari segi ekologi teripang merupakan penyumbang pakan sekaligus penyubur substrat. Pulau Tatumbu merupakan pulau tidak berpenghuni di Teluk Kotania Seram Bagian Barat dengan padang lamun yang luas dan menjadi daerah sebaran teripang. Meningkatnya permintaan teripang sebagai komoditi ekspor menyebabkan tingginya intensitas penangkapan teripang sehingga berdamak terhadap penurunan populasi teripang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepadatan, potensi atau kelimpahan sumberdaya teripang dan pemanfaatannya di perairan Pulau Tatumbu. Pengambilan sampel teripang dilakukan pada tiga stasiun dengan menggunakan metode Belt Transek. Metode wawancara dengan kuesioner digunakan untuk mengidentifikasi pemanfaatan teripang. Pengukuran parameter lingkungan meliputi suhu, salinitas dan derajat keasaman (pH) secara in situ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diperoleh sembilan spesies teripang yang ekonomis dan tiga spesies yang tidak dimanfaatkan di Perairan Pulau Tatumbu. Kepadatan dari tiga stasiun berkisar 0,0012 ind/m 2 -0,0353 ind/m 2 dengan total potensi/kelimpahan 17187 ind. Nilai kepadatan dan potensi/kelimpahan tertinggi diwakili oleh Stichopus horrens dan terendah diwakili oleh Actinopyga echinites. Penyebaran teripang umumnya pada substrat berpasir dengan asosiasi lamun. Pemanfaatan teripang dilakukan setiap hari dan terus-menerus, khususnya pada tempat-tempat yang sering didatangi oleh nelayan. faktor lingkungan seperti suhu, salinitas dan pH menunjukkan bahwa perairan pulau Tatumbu masih sesuai untuk pertumbuhan teripang. Abstract : Holothurians have benefit both for economic and ecology. Economically, holothurians are source for protein and could be used for healing some diseases. Therefore, they have highly expensive both local and international scale. In addition, ecologically they are source for food and substrate fertilizer. Tatumbu Island is uninhabitant in Kotania Bay, West Seram and coverage by seagrass ecosystem. So, it would be suitable place for holothurians distribution. Nowadays, the demands for holothurians are still highly for export commodity. Consequently, the population would decrease in the future. The purpose of this study is to know the densit, potential and the utilization of holothurians in Tatumbu Island. Data were collected at three stations by using Belt Transect. To identify the utilization of holothurians, the interview was done by using questionnaire. Environmental parameters were measured in situ including temperature, salinity and potential of hydrogen (pH). The results showed that there were nine commercial species and other three species found. The density of three stations ranged from 0,0012-0,0353 ind.m -2 and the potential was 17187 individuals. The highest density and potential were represented by Stichopus horrens whilst the lowest density was represented by Actinopyga echinites. Generally, holothurians distribution on sandy substrate associated with seagrass. The utilization of holothurians is conducted daily and continues by fishers. The temperature, salinity and pH indicated that the waters of Tatumbu Island were suitable for sea cucumber growth. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Tatumbu merupakan pulau tidak berpenghuni yang berada pada Teluk Kotania Seram Bagian Barat, memiliki tiga ekosistem pesisir yaitu mangrove, lamun dan terumbu karang. Vegetasi lamun Pulau Tatumbu berbentuk padang lamun yang luas dan berfungsi sebagai tempat feeding ground, nursery ground, dan spawning ground bagi berbagai biota asosiasi. Echinodermata merupakan salah satu biota asosiasi padang lamun yang memiliki hubungan timbal balik dan saling menguntungkan yaitu padang lamun sebagai tempat tinggal dan mencari makan bagi echinodermata, sebaliknya echinodermata sebagai pendaur ulang nutrien dengan cara memakan detritus sehingga akhirnya akan bermanfaat bagi ekosistem padang lamun (Hadi, 2011 dalam Yunita et.al., 2020). Teripang merupakan salah satu kelas Echinodermata yang bermanfaat baik secara ekologis maupun ekonomis, contohnya spesies Holothuria scabra dan H. atra yang bernilai ekonomis serta berasosiasi dengan padang lamun, sehingga secara

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

25 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Potensi Ekologi dan Pemanfaatan Teripang Pada Ekosistem

OPEN ACCES

Vol. 14 No. 1: 116-124 Mei 2021

Peer-Reviewed

AGRIKAN

Jurnal Agribisnis Perikanan (E-ISSN 2598-8298/P-ISSN 1979-6072)

URL:https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/

DOI: 10.29239/j.agrikan.14.1.116-124

Potensi Ekologi dan Pemanfaatan Teripang Pada Ekosistem Lamun di Pulau Tatumbu Seram Bagian Barat

(Ecological Potency and Utilization of Sea Cucumber In Seagrass Ecosystem at Tatumbu Island West Seram)

Yona A. Lewerissa 1, Prulley A. Uneputty1 , Tejo Sugiantoro1

1Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura Kota Ambon Indonesia

E-Mail: [email protected]; [email protected];[email protected] Info Artikel:

Diterima: 26 April 2021

Disetujui: 05 Mei 2021

Dipublikasi: 16 Mei 2021

Artikel Penelitian

Keyword:

Potential, Utilization, Sea

Cucumber, Tatumbu Island

Korespondensi:

Yona A. Lewerissa

Universitas Pattimura

Ambon-Indonesia

Email: [email protected]

Copyright© Mei

2021 AGRIKAN

Abstrak: Teripang mempunyai manfaat baik dari segi ekonomi maupun segi ekologi. Dari segi ekonomi

merupakan sumber protein, berkhasiat dalam menyembuhkan penyakit sehingga mempunyai nilai jual yang

tinggi dalam skala lokal maupun internasional. Dari segi ekologi teripang merupakan penyumbang pakan

sekaligus penyubur substrat. Pulau Tatumbu merupakan pulau tidak berpenghuni di Teluk Kotania Seram

Bagian Barat dengan padang lamun yang luas dan menjadi daerah sebaran teripang. Meningkatnya

permintaan teripang sebagai komoditi ekspor menyebabkan tingginya intensitas penangkapan teripang

sehingga berdamak terhadap penurunan populasi teripang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

kepadatan, potensi atau kelimpahan sumberdaya teripang dan pemanfaatannya di perairan Pulau Tatumbu.

Pengambilan sampel teripang dilakukan pada tiga stasiun dengan menggunakan metode Belt Transek. Metode

wawancara dengan kuesioner digunakan untuk mengidentifikasi pemanfaatan teripang. Pengukuran

parameter lingkungan meliputi suhu, salinitas dan derajat keasaman (pH) secara in situ. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa diperoleh sembilan spesies teripang yang ekonomis dan tiga spesies yang tidak

dimanfaatkan di Perairan Pulau Tatumbu. Kepadatan dari tiga stasiun berkisar 0,0012 ind/m2-0,0353 ind/m2

dengan total potensi/kelimpahan 17187 ind. Nilai kepadatan dan potensi/kelimpahan tertinggi diwakili oleh

Stichopus horrens dan terendah diwakili oleh Actinopyga echinites. Penyebaran teripang umumnya pada

substrat berpasir dengan asosiasi lamun. Pemanfaatan teripang dilakukan setiap hari dan terus-menerus,

khususnya pada tempat-tempat yang sering didatangi oleh nelayan. faktor lingkungan seperti suhu, salinitas

dan pH menunjukkan bahwa perairan pulau Tatumbu masih sesuai untuk pertumbuhan teripang.

Abstract : Holothurians have benefit both for economic and ecology. Economically, holothurians are source for

protein and could be used for healing some diseases. Therefore, they have highly expensive both local and

international scale. In addition, ecologically they are source for food and substrate fertilizer. Tatumbu Island is

uninhabitant in Kotania Bay, West Seram and coverage by seagrass ecosystem. So, it would be suitable place

for holothurians distribution. Nowadays, the demands for holothurians are still highly for export commodity.

Consequently, the population would decrease in the future. The purpose of this study is to know the densit,

potential and the utilization of holothurians in Tatumbu Island. Data were collected at three stations by using

Belt Transect. To identify the utilization of holothurians, the interview was done by using questionnaire.

Environmental parameters were measured in situ including temperature, salinity and potential of hydrogen

(pH). The results showed that there were nine commercial species and other three species found. The density of

three stations ranged from 0,0012-0,0353 ind.m-2 and the potential was 17187 individuals. The highest density

and potential were represented by Stichopus horrens whilst the lowest density was represented by Actinopyga

echinites. Generally, holothurians distribution on sandy substrate associated with seagrass. The utilization of

holothurians is conducted daily and continues by fishers. The temperature, salinity and pH indicated that the

waters of Tatumbu Island were suitable for sea cucumber growth.

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pulau Tatumbu merupakan pulau tidak

berpenghuni yang berada pada Teluk Kotania

Seram Bagian Barat, memiliki tiga ekosistem

pesisir yaitu mangrove, lamun dan terumbu

karang. Vegetasi lamun Pulau Tatumbu

berbentuk padang lamun yang luas dan berfungsi

sebagai tempat feeding ground, nursery ground, dan

spawning ground bagi berbagai biota asosiasi.

Echinodermata merupakan salah satu biota

asosiasi padang lamun yang memiliki hubungan

timbal balik dan saling menguntungkan yaitu

padang lamun sebagai tempat tinggal dan mencari

makan bagi echinodermata, sebaliknya

echinodermata sebagai pendaur ulang nutrien

dengan cara memakan detritus sehingga akhirnya

akan bermanfaat bagi ekosistem padang lamun

(Hadi, 2011 dalam Yunita et.al., 2020). Teripang

merupakan salah satu kelas Echinodermata yang

bermanfaat baik secara ekologis maupun

ekonomis, contohnya spesies Holothuria scabra

dan H. atra yang bernilai ekonomis serta

berasosiasi dengan padang lamun, sehingga secara

Page 2: Potensi Ekologi dan Pemanfaatan Teripang Pada Ekosistem

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)

117

ekologis berfungsi meningkatkan produksi lamun

atau mempengaruhi kerapatan populasi lamun

oleh perilakunya yang senang membenamkan

dirinya di sedimen. Teripang merupakan

komoditas ekspor ke beberapa negara seperti

Singapura, Hongkong dan Cina, hal ini

menyebabkan pemanfaatan teripang semakin

tinggi bersifat multispesies pada semua kategori

nilai jual.

Permasalahan akibat aktivitas pemanfaatan

teripang yang tinggi di perairan Desa Lairngangas

Maluku Tenggara menyebabkan sulitnya

menemukan spesies tertentu yang awalnya

ditemukan pada penelitian tahun 1990 dengan

jumlah mencapai 16 spesies (Jasmadi, 2018).

Dengan demikian terlihat bahwa pemanfaatan

berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif

bagi kelestarian sumberdaya teripang, maka

ketersediaan informasi dasar khususnya terkait

aspek bioekologi sangat penting. Penelitian terkait

aspek biologi dan ekologi teripang telah

dilakukan khususnya di Maluku seperti di Pulau

Ambon seperti Perairan Negeri Negeri Suli

(Manuputty, 2019, Manuputty et. al, 2019), Negeri

Morela (Ongkers et. al., 2019), Pulau Osi (Yusron

dan Edward, 2019) dan Teluk Un Maluku Tenggara

(Natan et al., 2015). Tingginya pemanfaatan

teripang bernilai ekonomis di Pulau Tatumbu

disebabkan kondisi Pulau Tatumbu yang tidak

berpenguni sehingga bersifat “open access” dan

dimanfaatkan oleh masyarakat dari pulau-pulau di

sekelilingnya, selain itu juga karena teripang

merupakan hewan bentik yang lambat bergerak,

berukuran relatif besar, mudah dipungut, dan

tidak memerlukan peralatan yang canggih untuk

memungutnya. Berdasarkan hasil wawancara awal

diketahui adanya penurunan hasil tangkapan

teripang dari segi jumlah, ukuran dan spesies,

sedangkan belum tersedia informasi ilmiah terkait

potensi ekologi dan pemanfaatan teripang di

Pulau Tatumbu. Berdasarkan latar belakang

tersebut, maka perlu dilakukan penelitian terkait

aspek ekologi teripang seperti kepadatan,

potensi/kelimpahan, bentuk dan pola pemanfaatan

serta parameter lingkungan sehingga diharapkan

dapat menjadi informasi dasar terkait sumberdaya

teripang di Pulau Tatumbu.

1.2. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui kepadatan, potensi/kelimpahan

sumberdaya teripang dan pemanfaatannya di

perairan Pulau Tatumbu. Manfaat dari penelitian

ini diharapkan tersedianya data dan informasi

terkini tentang teripang di Pulau Tatumbu

sehingga dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan

secara berkelanjutan

II. Metodologi Penelitian

2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-

Juni 2017 yang berlokasi di Perairan Pulau

Tatumbu Kabupaten Seram Bagian Barat (Gambar

1).

2.2. Bahan dan Alat

Alat dan bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah, Roll meter, tali nilon,

Kamera digital, Senter kepala, Kantung plastik,

Sarung tangan, Refraktometer, Thermometer, pH

universal, GPS, Pisau cutter, Botol sampel, pipet,

cover glass, Mikroscope slides, Mikroskop

binokuler, Aquades, Larutan pemutih, Tissue dan

Alkohol 70% dan alat tulis menulis dan Scuba

Diving

2.3. Prosedur Penelitian

Pengambilan sampel teripang dilakukan

menggunakan metode Belt Transek menurut

Smith (1980) dalam Khouw (2009) dimana tali

transek ditarik secara tegak lurus pantai dari batas

surut ke arah laut. panjang garis pantai ±1.700 m

dan lebar ±100 m, Lokasi penelitian dibagi menjadi

tiga stasiun mengikuti arah mata angin sehingga

mewakili keseluruhan bagian pulau Tatumbu

yaitu bagian Barat, Utara dan Selatan. Bagian

Timur tidak dijadikan sebagai stasiun penelitian

sebab tidak terdapat lamun dan kondisi substrat

yang sangat berlumpur. Tiap stasiun terdiri dari

tiga transek dengan jarak transek 100 m dan tidak

ada jarak antar kuadran serta menggunakan

kuadran berukuran (5 x 5) m². Pengamatan

dilakukan pada malam hari saat air laut menjelang

pasang dengan mencatat setiap spesies dan jumlah

individu serta dikoleksi dua individu sebagai

sampel untuk diidentifikasi. Koleksi bebas dan

pengamatan secara visual juga dilakukan untuk

memberikan gambaran mengenai sebaran teripang

dan tipe substratnya.

Metode Participatory Rural Appraisal (PRA).

Metoda ini mengutamakan partisipasi aktif dari

masyarakat yang digunakan dalam Focus Group

Discussion (FGD) dan pemetaan partisipatif untuk

memplot informasi Pulau Tatumbu dalam suatu

peta distribusi dan penangkapan teripang di Pulau

Tatumbu. Identifikasi Bentuk-bentuk

pemanfaatan teripang di perairan Pulau Tatumbu

yaitu dengan metode wawancara yang dilakukan

Page 3: Potensi Ekologi dan Pemanfaatan Teripang Pada Ekosistem

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)

118

dengan menggunakan kuisioner. Pengukuran

parameter lingkungan meliputi suhu, salinitas,

dan pH dilakukan secara langsung di lapangan

serta dilakukan pengamatan tipe substrat secara

visual. Spesimen teripang diidentifikasi di

laboratorium Manajemen Sumber daya Perairan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauatan.

Identifikasi dilakukan dengan mengamati bentuk

dan warna tubuh baik bagian dorsal dan ventral

serta bentuk spikula. Spikula diisolasi pada

jaringan integumen bagian dorsal dan ventral

(Clark & Rowe, 1971; Cannon & Silver, 1987;

Purwati dan Wirawati, 2009 dan 2011).

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

2.4. Analisis Data

Kepadatan dan Kelimpahan spesies.

Kepadatan dan Potensi/kelimpahan teripang

dihitung menggunakan formula menurut Krebs

(1985) dan Purba (1994) dalam Uneputty,et.al.,

(2016):

Kepadatan (Ind/m2)

Potensi/Kelimpahan (Ind) = D x A

Keterangan:

D= Kepadatan, n= jumlah individu, a = luas

daerah sampling dan A= Luas daerah penelitian

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Komposisi Taksa Teripang di Pulau Tatumbu

Hasil penelitian pada Perairan Pulau

Tatumbu diperoleh 12 spesies teripang yang

tergolong dalam dua ordo yaitu Aspidochirotida

dan Apodida yang terdiri dari tiga famili dan lima

genera. Diantara 12 spesies teripang yang

ditemukan, terdapat sembilan spesies mempunyai

nilai komersil kategori murah-mahal (Tabel 1).

Hasil penelitian ini menunjukan komposisi

spesies teripang di Perairan Pulau Tatumbu masih

lebih tinggi jika dibandingkan dengan perairan

Pulau Osi yang terdiri dari tujuh spesies teripang

(Yusron dan Edward, 2019), Negeri Morela

ditemukan delapan spesies teripang komersial

dengan keragaman yang sedang (Ongkers et. al.,

2019), Teluk Un Maluku Tenggara ditemukan 11

spesies teripang komersial (Natan et.al., 2015).

Komposisi spesies teripang tertinggi ditemukan

pada stasiun tiga sebanyak dua belas spesies, hal

ini disebabkan karena luasan lamun yang lebih

besar dibandingkan dengan kedua stasiun lainnya

serta adanya variasi substrat. Selain itu kondisi

Pulau Tatumbu juga dilengkapi dengan

komunitas mangrove, sehingga interaksi

ekosistem padang lamun dengan daerah

berlumpur yang ditumbuhi mangrove memiliki

keanekaragaman jenis yang tinggi (Nagelkerken,

et al.,2000 dalam Manuputty, 2019) Jumlah spesies

teripang di Pulau Tatumbu ini masih lebih rendah

jika dibandingkan dengan Perairan Negeri Suli

yang berjumlah 14 spesies dengan 13 spesies

komersial dan satu spesies tidak dimanfaatkan,

Page 4: Potensi Ekologi dan Pemanfaatan Teripang Pada Ekosistem

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)

119

hal ini dapat disebabkan perbedaan jumlah

stasiun dan titik transek pengamatan serta

perbedaan musim (Manuputty et al.,2019).

Tabel 1. Komposisi spesies dan Nilai Jual teripang di Perairan Pulau Tatumbu

Kelas Ordo Famili Genus Spesies Kategori Nilai Jual

(Setyastuti dkk., 2019)

Holothuroidea Aspidochirotida Holothuriidae Actinopyga A.echinites Sedang

Holothuria H. atra

H. fuscocinerea

H. fuscogilva

H. leucospilota

H. scabra

Murah

Murah

Sedang

Murah

Mahal

Stichopodidae Stichopus S. horrens

S. variegates

Sedang

Mahal

Thelenota T. ananas Mahal

Apodida Synaptidae Opheodesoma O.australiensis

O.clarki

O.grisea

Tidak dimanfaatkan

Dari Tabel 1 dapat dijelaskan bahwa

komposisi spesies teripang didominasi oleh

genus Holothuria sebanyak lima spesies serta

nilai jual bervariasi dari kategori mahal sampai

tidak dimanfaatkan. Klasifikasi harga teripang

(per kilo gram kering) terbagi atas atas tiga

kategori yaitu 1). Murah, jika harga jual dari

nelayan adalah pada kisaran Rp. 10.000-250.000; 2).

Sedang, berada pada kisaran 251.000-500.000; dan

3). Mahal jika harga lebih dari Rp. 500.000

(Setyastuti et.al, 2019). Ada beberapa spesies yang

mengalami perubahan kategori nilai jual seperti

Thelenota ananas yang awalnya berada pada

kategori sedang namun sekarang mengalami

peningkatan menjadi mahal, Hal ini juga

disebabkan karena semakin sulitnya menemukan

jenis ini, sedangkan permintaan pasar masih

tinggi. Stichopus variegatus, Thelenota ananas dan

Holothuria fuscogilva di Perairan Pulau Tatumbu

dijual dengan harga berkisar antara Rp. 400.000-

800.000 kg/berat kering Spesies Actinopyga

echinites, Holothuria atra Holothuria scabra dan

Stichopus horrens dengan harga berkisar antara Rp.

250.000-500.000 kg/berat kering. Adapun jenis

Holothuria fuscocinerea dan Holothuria leucopilota

memiliki nilai jual yang murah dengan harga Rp.

150.000/kg berat kering untuk semua ukuran.

Harga teripang juga tergantung pada spesies,

ukuran maupun kualitas pengolahannya.

.

3.2. Kepadatan dan Potensi/Kelimpahan Teripang

di Perairan Pulau Tatumbu

Berdasarkan hasil penelitian di tiga stasiun

terlihat adanya variasi nilai kepadatan dan potensi

(kelimpahan) teripang yaitu berkisar 0,0012

ind/m2-0,0353 ind/m2 untuk kepadatan (Gambar 2),

sedangkan untuk nilai potensi (kelimpahan)

berkisar antara 31,52 ind-1802,79 ind (Gambar 3).

Pada stasiun 1 nilai kepadatan teripang tertinggi

diwakili oleh spesies Opheodesoma australiensis

dengan nilai kepadatan yaitu 0,0353 ind/m2 dan

potensi sebesar 987,37 ind, nilai kepadatan

terendah diwakili oleh spesies Actinopyga

echinites dengan nilai kepadatan yaitu 0,0016

ind/m2 dan potensi sebesar 44,21 ind. Pada stasiun

2 nilai kepadatan tertinggi diwakili oleh spesies

Holothuria atra dengan nilai kepadatan yaitu

0,0297 ind/m2 dan potensi sebesar 772,12 ind, nilai

kepadatan terendah diwakili oleh spesies

Holothuria leucospilota dengan nilai kepadatan

yaitu 0,0012 ind/m2 dan potensi sebesar 31,52 ind.

Sementara untuk stasiun 3 nilai kepadatan

tertinggi diwakili oleh spesies Stichopus horrens

dengan nilai kepadatan yaitu 0,0316 ind/m2 dan

potensi sebesar 1802,79 ind, nilai kepadatan

terendah diwakili oleh spesies Actinopyga

echinites dengan nilai kepadatan yaitu 0,0031

ind/m2 dan potensi sebesar 176,74 ind. Jika diamati

terlihat bahwa tiap stasiun memiliki perbedaan

spesies yang memiliki nilai kepadatan dan potensi

tertinggi maupun terendah.

Untuk stasiun satu Opheodesoma

australiensis memiliki nilai kepadatan tertinggi,

hal ini dapat terjadi karena merupakan spesies

non komersial yang tidak dimanfaatkan oleh

masyarakat. Hal yang sama terjadi pada perairan

pantai di Perairan Kampung Kapisawar Raja

Ampat yaitu teripang jenis Opheodesoma grisea

dan Synapta maculata yang memiliki nilai

kepadatan tertinggi karena kedua jenis ini

merupakan teripang yang tdak ekonomis sehingga

tidak ditangkap oleh masyarakat (Handayani dkk.,

Page 5: Potensi Ekologi dan Pemanfaatan Teripang Pada Ekosistem

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)

120

2017). Nilai kepadatan terendah umumnya

ditemukan pada spesies teripang komersial

dengan nilai murah sampai sedang,. Adanya nilai

ekonomis dari spesies-spesies tersebut maka

upaya penangkapan oleh masyarakat cukup

tinggi yang dapat berpengaruh terhadap jumlah

individu yang rendah dalam proses reproduksi

dan recruitmen.

Gambar 2. Kepadatan Spesies Teripang Tiap Stasiun di Perairan Pulau Tatumbu

Gambar 3. Nilai Potensi Spesies Teripang Tiap Stasiun di Perairan Pulau Tatumbu

Berdasarkan hasil penelitian di perairan

Pulau Tatumbu didapatkan nilai kepadatan dan

potensi (kelimpahan) spesies teripang secara

keseluruhan antara 0,0019 hingga 0,0272 ind/m2.

Total kepadatan teripang di perairan Pulau

Tatumbu tertinggi adalah Stichopus horrens

dengan nilai kepadatan yaitu sebesar 0,0272

ind/m2, sedangkan kepadatan terendah yaitu

Actinopyga echinites dengan nilai kepadatan

0,0019 ind/m2. (Tabel 2). Kepadatan dan Potensi

(kelimpahan) Stichopus horrens tertinggi

meskipun selalu dimanfaatkan oleh masyarakat

karena spesies ini ditemukan pada semua habitat

dengan tipe substrat yaitu substrat pasir, pasir

berlumpur, dan lumpur berpasir yang berasosiasi

dengan lamun pada stasiun satu sampai tiga. Hal

ini dapat terjadi karena kesukaan teripang pada

habitat pasir yang ditumbuhi lamun sehingga

meningkatkan daya saing dalam menempati

substrat, beradaptasi terhadap ukuran butiran

substrat terkait dengan kebiasaan makan serta

dapat berlindung/ bersembunyi di padang lamun

untuk menghindari cahaya matahari maupun

serangan predator (Radjab et al. (2014);Yusron

(2009); Purwati dan Wirawati (2009); Hasanah et al.

(2012) dalam Oedjoe dan Eoh (2015)). Agusta et al.

(2012) dalam Yusuf dan Kadim (2019), menyatakan

bahwa kelas Holothuroidea menyukai substrat

pasir dan pasir berlumpur hal ini karena beberapa

spesies dari kelas Holothuroidea memanfaatkan

butiran-butiran pasir untuk menghindari sinar

matahari, pasir yang menempel membuat suhu

tubuhnya menjadi rendah. Hal ini dapat

dibuktikan dengan peta sebaran spesies teripang

di Perairan Pulau Tatumbu yang didominasi pada

substrat berpasir dan ditumbuhi lamun (Tabel 3).

0.00

500.00

1000.00

1500.00

2000.00

Po

ten

si (

ind

)

Spesies Teripang

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Page 6: Potensi Ekologi dan Pemanfaatan Teripang Pada Ekosistem

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)

121

Tabel 2. Nilai Kepadatan dan Potensi Total Spesies Teripang di

Pulau Tatumbu

No Spesies Jumlah

Individu

Kepadatan

(Ind/m2)

Potensi

(Ind)

1 A. echinites 13 0,0019 212,99

2 H. atra 154 0,0227 2523,10

3 H. fuscocinerea 120 0,0177 1966,05

4 H. fuscogilva 59 0,0087 966,64

5 H. leucospilota 18 0,0027 294,91

6 H. scabra 96 0,0142 1572,84

7 S. horrens 184 0,0272 3014,61

8 S. variegatus 134 0,0198 2195,42

9 T. ananas 32 0,0047 524,28

10 O. australiensis 141 0,0208 2310,11

11 O. clarki 30 0,0044 491,51

12 O. grisea 68 0,0100 1114,10

Total 1,049 0,1548 17186,57

Tabel 3. Penyebaran Teripang berdasarkan Habitat di Pulau Tatumbu

No Spesies

Tipe Substrat Asosiasi Vegetasi Laut

Pasir Pasir

berlumpur

Lumpur

Berpasir

Rumput

Laut Lamun

1 A. echinites + - - - +

2 H. atra + + - + +

3 H. fuscocinerea + - - + +

4 H. fuscogilva + - + - +

5 H. leucospilota + - - + +

6 H. scabra + + + - +

7 S. horrens + + + - +

8 S. variegatus + - + - +

9 T. ananas + + - - +

10 O. australiensis + - - - +

11 O. clarki + + - - +

12 O. grisea + - - - +

Dari Tabel 3 ini juga dapat dijelaskan bahwa

spesies yang dapat beradaptasi terhadap ketiga

substrat yaitu Stichopus horrens dan Holothuria

scabra, sebaliknya yang sulit berdaptasi dan hanya

menyukai satu jenis substrat yaitu berpasir dengan

adalah A. echinites, Holothuria leucospilota dan

Thelenota ananas. Ketiga spesies ini memiliki

nilai kepadatan yang rendah dan potensi yang

rendah karena memiliki nilai komersial sedang

sampai mahal, namun berbeda dengan

Opheodesoma australiensis dan O. grrisea yang

hanya menyukai substrat berpasir, namun tidak

dimanfaatkan sehingga pada stasiun tertentu

memiliki nilai kepadatan yang tinggi.. Selain itu

juga, Romimohtarto dan Juwana (1999) dalam

Lewerissa (2014) mengatakan bahwa suatu

individu mempunyai nilai kepadatan yang tinggi,

umumnya karena habitat yang cocok dengannya

sehingga jumlah individu yang diperoleh pada

saat pengambilan sampel akan besar. Adanya

faktor lain yang turut berpengaruh seperti faktor

fisik, misalnya pasang surut, arus maupun faktor

biologi dan ekologi lainnya seperti ketersediaan

makanan dan kemampuan teripang untuk

beradaptasi atau bersaing dalam menempati

habitat yang sesuai untuk jenis-jenis tersebut

(Gultom,2004 dalam Agusta dkk.,2012).

3.3. Bentuk-Bentuk Pemanfaatan Sumberdaya

Teripang di Perairan Pulau Tatumbu

Berdasarkan hasil wawancara dengan

masyarakat dan nelayan teripang didapatkan

bahwa informasi bahwa penangkapan teripang

masing secara tradisional yaitu dengan

menggunakan kalawai(tombak) dan kole-kole

(perahu), namun hasil tangkapan teripang yang

mereka dapatkan mempunyai ukuran dan jenis

yang bervariasi. Teripang-teripang yang ditangkap

biasanya dijual seluruhnya kepada pengumpul

teripang dalam bentuk kering. Rata-rata penjualan

teripang yang dilakukan oleh nelayan ke

pengumpul dilakukan sebanyak 2-4 kali sebulan

Page 7: Potensi Ekologi dan Pemanfaatan Teripang Pada Ekosistem

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)

122

dengan jumlah ± 25-75 kg berat kering. Padang

lamun yang merupakan habitat teripang sering

dilakukan aktivitas bameti dan tambatan perahu.

3.4. Pola Pemanfaatan Sumberdaya Teripang di

Perairan Pulau Tatumbu

Masyarakat yang melakukan aktifitas

penangkapan teripang berasal dari sekitar Dusun

Kotania dan Wael. Aktifitas penangkapan teripang

di pulau Tatumbu biasanya dilakukan hampir

setiap hari secara rutin baik saat surut maupun

pasang mulai dari sore sampai malam hari apabila

iklim mendukung. Rata-rata hasil tangkapan

teripang komersial oleh nelayan per hari berkisar

25-75 ekor sekitar 85%, sedangkan 15% sekitar < 25

ekor. Hasil tangkapan nelayan teripang 92% terdiri

dari 5-6 spesies teripang dan 8% hanya

mendapatkan 4 spesies. Berdasarkan hasil

wawancara dengan masyarakat diketahui bahwa

masyarakat melakukan penangkapan teripang di

pulau Tatumbu hanya terfokus pada beberapa

lokasi yang berpotensi bagi kehadiran teripang,

yaitu stasiun 1 dan 3 yang terdapat spesies

Stichopus horrens termasuk kategori nilai jual

sedang (Gambar 4).

Gambar 4. Peta Partisipatif Pemanfaatan Jenis Teripang di Perairan Pulau Tatumbu

3.5. Parameter Lingkungan

Kondisi lingkungan perairan yang sesuai

dengan standar kriterianya, yang dapat direspon

oleh kemampuan organisme teripang agar dapat

tumbuh dan berkembang secara alami, sesuai

dengan batas-batas toleransinya. Beberapa

parameter yang digunakan untuk menentukan

tingkat kesesuaian lingkungan perairan adalah

suhu, salinitas dan derajad keasaman (pH).

Perairan Pulau Tatumbu memiliki kisaran suhu

28-300C, salinitas berkisar 33-35‰, dan pH berkisar

6-8. Kisaran parameter tersebut sesuai bagi

pertumbuhan teripang yaitu kisaran suhu 26–33

ºC, dan salinitas 15–35 ‰ (Al Rahsdi et al., 2013

dan Rustam, 2006 dalam Sulardiono et.al.,2017).

Menurut Munarto (2010) dalam Yusuf dan Kadim

(2019), kisaran pH air yang baik untuk kehidupan

organisme air antara 6-7,5.

IV. PENUTUP

Teripang yang ditemukan di perairan Pulau

Tatumbu terdiri dari 12 spesies dengan sembilan

spesies kategori komersial dan tiga spesies tidak

dimanfaatkan. Nilai kepadatan dan potensi

tertinggi diwakili oleh Stichopus horrens dan

terendah diwakili oleh Actinopyga echinites.

Penyebaran teripang didominasi pada substrat

berpasir dengan asosiasi lamun. Pemanfaatan

teripang dilakukan setiap hari dan lebih terfokus

pada stasiun satu dan tiga. Parameter lingkungan

masih sesuai untuk pertumbuhan teripang di

Perairan Pulau Tatumbu. Perlu adanya penelitian

lanjutan mengenai kondisi biologi (tingkat

kematangan gonad dan sebaran ukuran panjang

berat) teripang serta keterkaitan teripang dengan

komunitas lamun di Pulau Tatumbu.

Page 8: Potensi Ekologi dan Pemanfaatan Teripang Pada Ekosistem

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)

123

REFERENSI

Agusta, O. R. B. Sulardiono. dan S. Rudiyanti. 2012. Kebiasaan Makan Teripang (Echinodermata:

Holothuriidae) di Perairan Pantai Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Journal Of

Management Of Aquatic Resources. 1 (1): 1-8.

Clark, A. M. dan Rowe. F. W. E. 1971. Monograph of Shallow-water Indo-West Pacific echinoderms.

Trustees of he British Museum (Nat. Hist.), London: (PP 171 - 210).

Cannon, L. R. G. & H. Silver. 1987. Sea Cucumber of Nothern Australia. Queensland Museum, South

Brisbane: vii + 60 hlm

Handayani, T.,Sabariah, V., Hambuako, R.R. 2019. Komposisi Spesies Teripang (Holothuroidea) di

Perairan Kampung Kapisawar Distrik Meos Manswar Kabupaten Raja Ampat. Jurnal

Perikanan Universitas Gadjah Mada 19 (1): 45-51 ISSN: 0853-6384 eISSN: 2502-5066.

https://doi.org/10.22146/jfs.26946.

Hardiyanti, Y. dan Kadim, M. K. 2019. Struktur komunitas Echinodermata pada ekosistem lamun Desa

Taula’a Kecamatan Bilato, Kabupaten Gorontalo. Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir

dan Perikanan. Volume 8, Number 3, Page 207-216. DOI: 10.13170/depik.8.3.14288.

Jasmadi. 2018. Pertumbuhan dan Aspek Ekologi Teripang Pasir Holothuria scabra Pada Keramba Jaring

Tancap di Perairan Lairngngas Maluku Tenggara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan

Tropis Vol. 10 No. 2, Hlm. 317-331. DOI: http://dx.doi.org/10.29244/jitkt.v10i2.24047.

Khouw, A. S. 2009. Metode dan Analisa Kuantitatif dalam Bioekologi Laut. Jakarta :P4L. 346 hal.

Lewerissa, Y. A. 2014. Studi Ekologi Sumberdaya Teripang Di Negeri Porto Pulau Saparua, Maluku

Tengah. Biopendix, 1 (1) :32-42.

Natan, Y. Uneputty, Pr. A., Lewerissa, Y.A, Pattikawa, J.A. 2015. Species and size composition of sea

cucumber in coastal waters of UN bay, Southeast Maluku, Indonesia. International Journal

of Fisheries and Aquatic Studies 2015; 3(1): 251-256. ISSN: 2347-5129 (ICV-Poland) Impact

Value: 5.62 (GIF) Impact Factor: 0.352.

Manuputty, G.D. 2019. Hubungan Panjang Bobot dan Faktor Kondisi Teripang Pasir (Holothuria Scabra)

di Perairan Suli, Maluku Tengah, Maluku. AGRIKAN Jurnal Agribisnis Perikanan Volume

12 Nomor 1 (Mei 2019). Hal 174-181. (E-ISSN 2598-8298/P-ISSN 1979-6072) URL:

https:https://ejournal. stipwunaraha. ac. id/index. php/AGRIKAN/ DOI: 10.29239/j.agrikan.

12.1.174-181.

Manuputty, G.D. Pattinasarany, M.M, Limmon, G.V and Luturmas, A. 2019. Diversity and abundance of

sea cucumber (Holothuroidea) in seagrass ecosystem at Suli Village, Maluku, Indonesia. The

First Maluku International Conference on Marine Science and Technology. IOP Conf. Series:

Earth and Environmental Science 339 012031. doi:10.1088/1755-1315/339/1/012032.

Oedjoe M.Dj dan Eoh, C.B. 2015. Keanekaragaman Timun Laut (Echinodermata: Holothuroidea) di

Perairan Sabu Raijua, Pulau Sabu Nusa Tenggara Timur. J. Ilmu dan Teknologi Kelautan

Tropis, 7(1): 309-320. https://doi.org/10.29244/jitkt.v7i1.

Ongkers, O. T. S., Pattinasarany,M.M.. . Mamesah, J. A. B,. Uneputty, Pr. A and. Pattikawa, J. A. 2019

Biodiversity of Holothurians in Morella coastal waters, Central Maluku, Indonesia. The First

Maluku International Conference on Marine Science and Technology. IOP Conf. Series:

Earth and Environmental Science 339 012031 doi:10.1088/1755-1315/339/1/012031.

Page 9: Potensi Ekologi dan Pemanfaatan Teripang Pada Ekosistem

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)

124

Purwati, P. dan I. Wirawati. 2009. Holothuriidae (Echinodermata, Holothuroidea, Apidochirotida)

Perairan Dangkal Lombok Barat Bagian I. Marga Holothuria. Jurnal Oseanologi, 2 (1/2): 1-25.

Purwati, P. dan I. Wirawati. 2011. Holothuriidae (Echinodermata, Holothuroidea, Apidochirotida)

Perairan Dangkal Lombok Barat Bagian II.Genus Actinopyga, Bohadschia, Pearsonothuria,

Labidodemas. Jurnal Oseanologi, 3 (1/2): 1-10.

Setyastuti, A., Wirawati, I., Permadi, S.,Vimono, I.B. 2019.Teripang Indonesia: Jenis, Sebaran dan Status

Nilai Ekonomi. PT. Media Sains- Jakarta. 75 hlm.

Sulardiono B, Purnomo P. W. dan Haeruddin 2017. Tingkat Kesesuaian Lingkungan Perairan Habitat

Teripang (Echinodermata : Holothuroidae) di Karimunjawa. Saintek Perikanan Vol.12 No.2:

93-97. DOI: 10.14710/ijfst.12.2.93-97.

Uneputty, P.A.. Pattikawa, J.A, Rijoly, F. 2016. Status Populasi Bulu Babi Tripneustes gratilla di Perairan

Desa Liang Pulau Ambon. Omni-Akuatik 12(3):98-105.

DOI: http://dx.doi.org/10.20884/1.oa.2016.12.3.131.

Yunita, R. Suryanti. R.,Latifah S. N. 2020. Biodiversitas Echinodermata pada Ekosistem Lamun di

Perairan Pulau Karimunjawa, Jepara. Jurnal Kelautan Tropis Maret Vol. 23(1):47-56.

DOI: 10.14710/jkt.v23i1.3384.

Yusron, E. dan Edward. 2019. Diversitas Echinodermata (Asteroidea, Echinoidea dan Holothuroidea) di

Perairan Pulau Osi Seram Barat Maluku Tengah. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis

Volume 11 No.2. Hal.437-446. DOI: http://doi.org/10.29244/jitkt.v11i2.20109.