laporan akhir ekologi

56
Kata Pengantar Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam Atas karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan ini. Sholawat serta salam teruntuk Rasul Yang Tercinta Muhammad SAW atas perjuangan Beliau Islam tegak di muka bumi ini. Dan juga sholawat untuk para sahabat , keluarga, dan kita sebagai umatnya yang istiqomah di jalan-Nya. Alhamdulillah laporan ini telah disusun, dengan judul “ Survei Satwa Liar, Perairan, dan Analisis Vegetasi di Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran, Ciamis”. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pada tanggal 29 Mei sampai 2 Juni 2008 di Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran, Ciamis. Penghargaan yang tinggi dan+ucapan terimakasih yang tulus kami sampaikan kepada para pihak pangandaran yang terkait, dosen, asisten laboratorium dan para alumni yang telah membantu kami dalam melakukan pengamatan. Kami sangat berharap mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi para pembaca, dan dalam kesempatan ini kami senantiasa mengharapkan saran yang konstruktif dari para pembaca. Penulis 1

Upload: rhinae-ningtyas

Post on 29-Jun-2015

908 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: laporan akhir ekologi

Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam Atas karunia-Nya kami dapat

menyelesaikan laporan ini. Sholawat serta salam teruntuk Rasul Yang Tercinta Muhammad

SAW atas perjuangan Beliau Islam tegak di muka bumi ini. Dan juga sholawat untuk para

sahabat , keluarga, dan kita sebagai umatnya yang istiqomah di jalan-Nya.

Alhamdulillah laporan ini telah disusun, dengan judul “ Survei Satwa Liar, Perairan,

dan Analisis Vegetasi di Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran, Ciamis”. Berdasarkan

pengamatan yang telah dilakukan pada tanggal 29 Mei sampai 2 Juni 2008 di Taman Wisata

Alam Pananjung Pangandaran, Ciamis.

Penghargaan yang tinggi dan+ucapan terimakasih yang tulus kami sampaikan kepada

para pihak pangandaran yang terkait, dosen, asisten laboratorium dan para alumni yang telah

membantu kami dalam melakukan pengamatan.

Kami sangat berharap mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi para pembaca, dan

dalam kesempatan ini kami senantiasa mengharapkan saran yang konstruktif dari para

pembaca.

Penulis

1

Page 2: laporan akhir ekologi

Daftar Isi

1 PENDAHULUAN

a. LATAR BELAKANG…………………………………………………

b. Permasalahan…………………………………………………

c. Tujuan…………………………………………………

2 METODOLOGI

A. STUDY AREA

B. Metode

C. Cara kerja

D. Analisis

3 Hasil dan pembahasan

4 Kesimpulan

Daftar pustaka

2

Page 3: laporan akhir ekologi

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Keadaan umum

Taman wisata alam pangandaran ditetapkan berdasarkan SK Mentri Pertanian Nomor

170/kps/Um/3/1978 tanggal 10 Maret dengan luas 37,7 ha. Secara geografis terletak pada 1080

30 derajat- 10900 BT dan 7derajat LS. Sedangkan berdasrkan administrasi pemerintah termasuk

wilayah Desa Pangandaran, Kecamatam Pangandaran Kabupaten Ciamis. Menurt administrasi

pengelolaan hutan perum perhutani termasuk BKPH Pangamdaran KPH Ciamis.

Kawasan ini terletak pada bagian utara dari Pananjung Pangandaran, sebagian besar

berfotografi landai dan pada beberapa tempat terdapay beberapa tonjolan-tonjolan bukit kapu

yang terjal. Ketinggian tempat kawasan antara 0 – 20 m.

Menurut klasifikasi Schmit dan Ferguson, Kamojang dan sekitarnya termasuk beriklim

A dengan curah hujan rata-rata 3196 mm per tahun. Temperature udara minimum 25 derajat C,

maksimum sebesar 30 derajat C, dan kelembaban sebesar 80 – 90 %.

Potensi wilayah

Kawasan TWA Pangandaran merupakan hutan sekunder tua yang brumur antara 50 –

60 tahun mendominasi kawasan TWA Pangandaran. Selebuhnya adalah sisa-sisa hutan primer

yang tidak luas dan terpencar letaknya,serta sedikita hutan pantai.

Pohon-pohon ditan sekunder tua didalam kawasan TWA Pangandaran memilki

ketinggian rata-rata 25 – 35 m, dengan jenis-jenis yang dominan diantaranya Laban ( Vitex

pubescan ), Ki Segel ( Dillena excasa ) dan marong ( Cratoxylon formasum ), juga terdapat

beberpa jenis pohn penunggalan hutan primer sperti pohpohan ( Buchan arborecens ), kondang

( Ficus verlegata ), dan benda ( Disoxillum caulostachylum ). Tumbuhan tersebut biasanya

ditandai oleh tumbuhan liana dan epifit.

3

Page 4: laporan akhir ekologi

Hutan pantai hanya terdapat dibagian Timur danBarat kawasan. Ditumbuhi pohon

formasi Barrintonia, seperti Butun ( barringtonia aseatica ), ketapang ( Terminalia catappa ),

Nyamplung ( Callopyllum inophylum ) dan waru laut ( Hibiscus tliaceus ).

Dengan berbagai ragam floranya, kawasan taman wisata Pangandaran merupakan

habitat yang cocok bagi kehidupan satwa liar. Jenis satwa liar yang dapat dijumpai pada kawasan

ini antara lain : Tando ( monyet ekorpanjang ( Macaca fascicularis ), lutung ( presbytus

crystata ), kalong ( Pteropus vanpyrus), banteng ( Bos sondaicus ), Rusa ( Cervus timorensis),

kancil ( Tragulus javanicus ), dan landak ( Hystrix javanica ).

Sedangkan jenis-jenis burung yang dapat dijumpai antara lain burung Canghegar

( Gallus varius ), Tlungtumpuk ( Magalaema javensis ), Cipeuw ( Aegetina tiphia ), larwo

( Copsycus malaharicus ). Dan jogjog ( Phiconotus plumotus ).

Gbr. 01 peta kecamatan pangandaran

Keberadaan taman wisata pengandaran menjadi sangat penting untuk satwa-satwa dan

tumbuhan yang merupakan habitat bagi keanekaragaman hewan dan tumbuhanya.

Dalam kegiatan penelitian atau pemantauan ekologi tumbuhan, terkadang sering terjadi

kekecauan istilah,seperti tumbuh-tumbuhan,flora dan vegetasi. Berhubungan dengan hal tersebut,

terlebih dahulu akan diuraikan istilah tersebut untuk mempersatukan bahasa yang akan diuraikan

dalam istilah tersebut.

Tumbuh-tumbuhan adalah makhluk yang mempunyai kemampuan

menangkap,mengikat, dan mengubah energi sinar matahari menjadi energi bentuk lain yang

4

Page 5: laporan akhir ekologi

dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan itu sendiri dan makhluk lainnya. Salah satu cirri tumbuhan

adalah mempunyai khlorofil (zat hijau daun).

Flora adalah kumpulan jenis tumbuhan yang terdapat dalam suatu wilayah, sedangkan vegetasi adalah masyarakat tumbuhan yang terbentuk oleh berbagai populasi jenis tumbuhan yang terdapat dalam satu wilayah atau ekosistem serta memiliki variasi pada kondisi tertentu.

Menurut Soerianegara dan Indrawan(1980), analiis vegetasi dalam ekologi tumbuhan

adalah cara untuk mempelajari struktur vegetasi dan kompoisis jenis tumbuhan. Analisis vegetasi

bertujuan untuk mengetahui komposi jenis (susunan) tumbuhn dan bentuk (struktur) vegetasi

yang ada di wilayah yang dianalisis. Caranya adalah dengan melakukan ddeskripsi komunitas

tumbuhan.

Analisis vegetasi dapat juga digunakan untuk mengetahui pengaruh dampak lingkungan

merupakan satu cara pendekatan yang khas, karana pengamatan terhadap berbagai aspek vegetasi yang

dilakukan harus secara mendetail dan terdiri atas vegetasi yang belum terganggu. (Fachrul,2006)

Pengaruh kualitas ligkungan mempengaruhi populasi Macaca fascicularis, karena suatu

populasi dapat menempati wilayah yang sempit sampai yang luas, tergantung pada perilaku dan

kondisi habitat. Penelitian ini penting, karena pengaruh lingkungan terhadap bertahanya Macaca

fascicularis sangat ditentukan oleh daya dukung energi yang didapati dari ekosistem hutan

( Firman, 2006 ).

Keadaan ini yang perlu diukur mengingat Macaca fascicularis berfungsi sebagai

pengatur keseimbangan ekosistem hutan. Macaca fascicularis memakan buah dipohon-pohon

yang berada disekitar hutan lindung TWA Pangandaran seperti pohon Nipan, pohon Pidada, sisa

biji-bijian dari buah-buahan yang ada dikawasan TWA Pangandaran itu dapat tersebar ditanah

dan tertanam kembali, sehingga menghasilkan pohon yang baru yang tumbuh dengan cepat.

Pohon tersebut sebagai tempat tidur dan tempat berlindung burung-burung, karena alasan

tersebutlah penelitian/ pengamatan ini dilakukan.

Macaca fascicularis adalah salah satu perwakilan dari berbagai hewan di kawasan TWA

Pangandaranyang paling mudah ditemukan dibandingkan hewan primate lainya, namun saat ini

keberadaan Macaca fascicularis perlu diperhatikan, karena keberadaan mereka sudah sangat

akrab dengan manusia, sehingga pakan hewan primate tersebut tersubstitusi dengan pakanya

manusia, maka dari itu perlu diteliti lebih jauh tentang aktivitas pakanya yang sudah tidak alami

5

Page 6: laporan akhir ekologi

ini apakah akan mempengaruhi keberadaan populasi Macaca fascicularis di kawasa TWA

Pangandaran ini.

Distribusi : Lutung (atau dalam bahasa lain disebut langur) merupakan kelompok monyet dunia lama yang membentuk genus Trachyphitecus. Secara garis besar, lutung tersebar di dua wilayah: Asia Tenggara (India barat daya, Tiongkok selatan, Kalimantan, dan Bali) dan India selatan berikut Sri Lanka.

Deskripsi : Lutung berbadan langsing dan berekor panjang. Warna bulu (rambut)

tubuhnya berlainan tergantung spesiesnya, dari hitam dan kelabu, hingga kuning emas. Jika

dibandingkan dengan kakinya, tangan lutung terbilang pendek, dengan telapak yang tidak

berbulu. Ukuran lutung berkisar antara 40-80 cm, dengan berat 5-15 kg; pejantan berbadan lebih

besar daripada betinanya. Tonjolan di atas matanya membedakan lutung dari saudara dekatnya,

surili. Memiliki lima jari (pentadactyly), bentuk gigi yang umum dan sebuah rencana tubuh

primitif (tidak terspesialisasi).

Cara hidup : Lutung hidup di hutan, terutama hutan hujan. Sehari-hari bergelayutan dan

melompat dari satu pohon ke pohon lainnya, lutung termasuk hewan siang (hewan diurnal), dan

sangat aktif pada pagi dan sore hari. Hewan ini hidup bergerombol antara 5-20-an yang dipimpin

oleh seekor jantan. Suara pejantan ini sangat nyaring, ditujukan terutama untuk mengingatkan

agar kelompok lain tidak memasuki wilayahnya.

Pakan : Lutung termasuk herbivora yang terutama makan dedaunan, buah-buahan, dan

kuncup bunga. Bahan makanan yang cenderung keras ini bisa dicerna, karena lutung memiliki

empat kamar pada lambungnya.

Reproduksi : Biasanya, lutung beranak satu, dengan masa hamil tujuh bulan. Salah satu

hal yang menarik dari monyet ini adalah anaknya yang berbulu keemasan, dan dipelihara oleh

seluruh betina dalam kelompok. Seiring dengan bertambahnya umur, warna keemasan pada

rambutnya ini akan semakin pudar berganti gelap hingga akhirnya mencapai dewasa pada umur

4-5 tahun. Hewan ini bisa hidup hingga 20 tahun.

Di Indonesia terdapat 205 jenis kelelawar (Suyanto,20010 dan sekarang sudah bertambah sekitar

3-5 jenis, sehingga sudah mencapai 208-210 jenis atau 21 % jenis kelelawar didunia.

6

Page 7: laporan akhir ekologi

Kelelawar yang ada dimuka bumi ini sangat penting karena mempunyai peranan yang

sangat besar dalam kehidupan makhluk hidup. Beberapa keuntungan peranan kelelawar adalah :

1. sebagai penyerbuk bunga, ada sekitar 300 jenis tumbuhan tropik yang penyerbukan dan

pemencaran bijinya dilakukan oleh kelelawar. Seperti : durian, kapuk, randu, pisang,

rambutan, dll.

2. Pemencaran biji tumbuh-tumnuhan hutan tropik

3. kotoran kelelawar yang dikenal sebagai Guano yang merupakan pupuk organik kaya akan

NPK.

4. bioindikator pencenaran loga berat.

5. pengendali hama serangga secara biologis.

6. sumber protein hewani, jenis kelelawar Eonyoteris dan Pteropus sering kali ditangkap

untuk dimakan dan dijual ke ruma makan Manado di Jakarta.

Kelelawar mempunyai karakter tubuh yang berbeda antara yang satu dengan yang

lainnya. Mka dari itu perlu dilakukan suatu pengamatan dari kelelawar ini dengan

mengidentifikasinya. Cara mengidentifikasi kelelawar ini membutuhkan teknik khusus, perlu

ketelitian tersendiri karena jenis kelelawar ini ada yang pemakan buah termasuk kelelawar

bertubuh besar dan kelelawar pemakan serangga yang bertubuh kecil.

Indonesia merupakan negara megabiodeversity kedua setelah Brazil dari segi kekayaan

fauna dari jenis burung. Indonesia memiliki 1539 jenis burung atau 17 % dari total burung di

dunia (Andrew, 1992). Ironisnya, meskipun memiliki jenis burung yang sangat banyak,

indonesia juga memiliki jumlah paling besar dari burung-burung yang terancam punah (Hilton,

2000).

Mereka menempati berbagai tipe habitat baik daerah berhutan, sawah, perkebunan,

pekarangan, gua, sungai, rawa, danau maupun lautan. Beberapa diantaranya termasuk golongan

satwa yang dilindungi undang-indang.

Burung merupakan satwa liar yang tergolong anggota vertebrata yang memiliki ciri-ciri

antara lain:

1) Adanya bulu yang menutupi tubuhnya (ciri yang paling unik dan paling khas di antara

vertebrata lainnya).

7

Page 8: laporan akhir ekologi

2) Berdarah panas.

3) Berkembang biak dengan bertelur.

4) Memiliki paruh dan berdiri di atas dua buah kaki.

5) Memiliki sayap meskipun beberapa jenis tereduksi hampir-hampir seperti tidak

bersayap.

6) Perpindahan tempat cukup beragam ada yang berlari, berjalan, melompat, memanjat,

terbang, berenang, dan kombinasi di antara cara-cara tersebut.

Ekosistem perairan dibagi menjadi dua, yaitu perairan air tawar dan perairan air laut.

Masing-masing perairan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Taman Wisata Alam

Pananjung Pangandaran tidak hanya menyediakan ekosistem hutan saja tetapi juga menyediakan

ekosistem air tawar. Bila dibandingkan dengan ekosistem daratan dan lautan, luas ekosistem air

tawar, seperti sungai dan danau, sangatlah kecil. Tetapi ekosistem yang kecil ini adalah habitat

bagi sebagian besar spesies yang ada di bumi.

Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi suhu tidak mencolok, penetrasi cahaya

kurang, dan terpengaruh oleh iklim dan cuaca. Organisme yang hidup di air tawar pada

umumnya telah beradaptasi untuk daerah basah. Adaptasi organisme air tawar adalah sebagai

berikut.Ekosistem yang kami amati yaitu ekosistem air tawar yang terdapat di taman wisata alam

tersebut.( Leksono, 2007)

Ekosistem air tawar dibagi menjadi dua, yaitu ekosistem perairan lentik dan ekosistem

perairan lotik. Ekosistem perairan lentik adalah ekosistem yang memiliki air yang tidak mengalir

misalnya danau dan kolam. Ekosistem lotik adalah ekosistem air tawar yang mengalir, misalnya

sungai. Ekosistem air tawar yang kami amati adalah ekosistem perairan lotik.

1.1.2 Ekosistem Lotik

Ekosistem lotik adalah ekosistem perairan yang mengalir, misalnya sungai dan jeram.

Sungai adalah suatu badan air yang mengalir ke satu arah. Air sungai dingin dan jernih serta

mengandung sedikit sediment dan makanan. Factor pembatas yang paling penting di ekosistem

lotik adalah arus air. Arus air ditentukan oleh beberapa hal, yakni kemiringan, volume air,

kedalaman sungai, keberadaan penghalang seperti batu-batuan, dan sebagainya. Aliran air dan

gelombang secara konstan meningkatkan proses pertukaran udara. Dibandingkan perairan lentik,

8

Page 9: laporan akhir ekologi

perairan lotik memiliki kadar oksigen yang lebih tinggi. Suhu air bervariasi sesuai panjang

sungai, ketinggian, ada tidaknya peneduh dan garis lintang. Variasi vertical sangat kecil karena

tingkat kedalaman sungai yang lebih dangkal daripada danau atau laut.

Perbedaan substansial ekosistem lotik dengan ekosistem lentik terletak pada masukan

energi. Sebagian besar energi yang terdapat di ekosistem lotik berasal dari luar. Sungai

menerima sejumlah besar serasah dan detritus dari ekosistem daratan. Sumber energi yang

berasal dari luar tersebut lebih tinggi dibandingkan yang berasal dari kegiatan fotosintesis secara

in situ.

Komunitas yang berada di sungai berbeda dari danau. Air sungai yang mengalir deras tidak

mendukung keberadaan komunitas plankton untuk berdiam diri karena akan akan terbawa arus.

Sebagai gantinya terjadi fotosintesis dari ganggang yang melekat dan tanaman berakar sehingga

dapat mendukung rantai makanan.

Sebagian besar konsumen tingkat satu yang ada di sungai adalah pemakan detritus

(detrivor). Komposisi komunitas hewan juga berbeda antara sungai, anak sungai, dan hilir.

Organisme sungai dapat bertahan tidak terbawa arus karena mengalami adaptasi evolusioner.

Misalnya bertubuh tipis dorsoventral dan dapat melekat pada batu atau kemampuan melawan

arus. Beberapa jenis serangga yang hidup di sisi-sisi hilir menghuni habitat kecil yang bebas dari

pusaran air.(Leksono, 2007)

2. Perumusan masalah

Permasalahan dari anlisis vegetasi

1. belum mengetahui komposisi,jenis, peranan, penyebaran, dan struktur vegetasi

yang diamati.

Permasalahan dari satwa liar :

1 Belum mengetahui data populasi Macaca fascicularis,lutung, kelelawar, rusa dan

burung di Taman Wisata Alam Pangandaran.

2. Apakah perubahan pola makan Macaca fascicularis mempengaruhi populasi di

Taman Wisata Alam Pangandaran.

9

Page 10: laporan akhir ekologi

Permasalahan ekosistem air tawar :

1. Apakah ekosistem air tawar di pangandaran telah tercemar oleh sampah

pengunjung taman wisata.

3. Tujuan

Tujuan dari pengamatan analisis vegetasi

1. Untuk mengetahui komposisi jenis, peranan, penyebaran, dan struktur dari

suatu tipe vegetasi yang diamati.

Tujuan dari pengamatan satwa liar:

1 Mendapatkan informasi populasi Macaca fascicularis,kelelawar,lutung,

rusa, dan burung di kawasan Taman Wisata Alam Pangandaran.

2. Mendapatkan informasi tentang pengaruh pola pakan Macaca fascicularis

di kawasan TWA Pangandaran.

3. Untuk penelitian selanjutnya.

Pengamatan ekosistem air tawar ini dilakukan bertujuan untuk :

1. Mengetahui komponen substrat yang terdapat pada ekosistem air tawar

2. Mengetahui sifat atau karakteristik dari ekosistem air tawar

3 Mengetahui perbedaan besarnya factor intensitas cahaya antara plot satu dengan

plot lain

10

Page 11: laporan akhir ekologi

BAB II

Metode Penelitian

2.1.Studi Area

Berdasarkan Schmidt dan ferrguson, TWA Pangandaran dan sekitarnya termasuk tipe

iklim A dengan curah hujan rata-rata 3.196mm/tahun, suhu udara rata-rata 25C-30C dengan

kelembaban 80-90%. Curah hujan terbanyak antara Oktober-Maret, dan bulan kering pada bulan

Juli-September. Secara geografis terletak pada 1080 30-1090 BT dan 700LS.Keadaan tofografi

sebagian besar landai dengan beberapa tempat terdapat tonjolan bukit kapur yang terjal. Elevasi

antara 0-20m dpl dan didaerah landai antara 2-3m dpl

Gambar 1. Peta Lokasi Pangandaran, Desa pangandaran kecamatan pangandaran,

kab.Ciamis.Jawa Barat

2.2 Bahan dan Alat

Analisis Vegetasi:

Alat yang digunakan:

a) Roll Meter

b) klinometer

c) kamera

11

Page 12: laporan akhir ekologi

Satwa liar:

a. macaca fascicularis

1. Alat yang digunakan dalam pengamatan tersebut adalah

Note book

Ballpoint

Binokuler

Kamera digital

Kompas

Jam digital

b. lutung.

Alat yang digunakan dalam pengamatan tersebut adalah

Note book

Ballpoint

Binokuler

Kamera digital

Kompas

Jam digital

C Kekelawar

Alat yang digunakan dalam pengamatan tersebut adalah

jaring kabut (mistnet) berukuran 13X15 meter,

head lamp (senter kepala) atau senter tangan

,jangka sorong,

kantong blachu

dan bambu atau penyangga.

d. Burung

Alat yang digunakan dalam pengamatan tersebut adalah

Binokuler

Kompas

Note book

12

Page 13: laporan akhir ekologi

Jam digital

Kamera

e. rusa

Alat yang digunakan dalam pengamatan tersebut adalah

note book

kamera

Ekosistem air tawar

Alat yang digunakan dalam pengamatan tersebut adalah

Frame (terdiri atas pipa dan benang gujir)

Hygrometer

Turbiditymetri

Lux meter

Alat tulis

2.3 metode

Analisis vegetasi:

Menggunakan metode kuadran dan metode kuadrat

Satwa liar:

Metode yang dilakukan dalam pengamatan satw liar adalah metode direct count

(penghitungan langsung). Sensus atau penghitungan langsung merupakan penghitungan

satwa liar dengan cara melihat langsung obyeknya, baik bentu, ukuran, maupun warnanya.

Kegiatan penghitungan ini dilakukan dengan berjalan sepanjang wlayah yang akan diamati,

baik jumlah maupun jaraknya dengan pengamat. kecuali kelelawar deangan menggunakan

metode tidak langsung

Ekosistem air tawar:

Menggunakan metode transek kuadrat. Metode ini merupakan unit pengambilan

sample berbentuk segiempat atau berbentuk retangular yang diletakkan secara acak di dalam

13

Page 14: laporan akhir ekologi

zona sensus. Zona sensus itu dianggap sebagai papan pengecekan atau cheeker board dan

kuadrat yang dicari dapat ditentukan dengan membuat penomoran secara acak

2.4 Cara kerja:

Analisis vegetasi:

1. menentukan suatu daerah pengamatan di lapang dengan transek yaitu

garis lurus memotong areal yang akan diamati.

2. ditentukan satu titik 1 yang dibuat dalam transek tersebut dan dibuat

garis lurus sepanjang transek.

3. dibuat empat kuadran pada satu titik.

4. dicari pohon terdekat dengan titik pada masing-masing kuadran.

5. Ditulis jenis pohon dan ihitung tinggi pohon dengan menggunakan alat

pada pohon pertama dan gunakan metode simulasi pada pohon selanjutnya.. Dan

keliling batang pohon yang tegak lurus pada dada orang dewasa.

6. dibuat 10 titik dengan jarak masing-masing titik 10 meter.

7. ditentukan INP dan SDR.

Satwa liar:

Macaca fascicularis,lutung:

a. Dilakukan perhitugan individu setiap melihat kelompok atau individu dari Macaca

fascicularis, lutung,dan rusa di kawasan TWAPangandaran.

b. Mencatat tinkah laku yang dilkukan monyet ekor panjang Macaca fascicularis, lutung,

dan rusa selama beberapa menit.

c. Mengambil gambar dari objek yang diamati

Kelelawar :

Pada siang hari :

a. Dilakukan pengamatan kelelawar pada goa (lanang, parat, dan sumur mudal)

b. Dihitung jumlah koloni kelelawar

c. Diambil sampel kelelawar dari koloni

d. Diidentifikasi kelelawar yang telah didapat dan dicatat hasil identifikasi.

14

Page 15: laporan akhir ekologi

e. Setelah diidentifikasi, kelaelawar dilepaskan

Pada malam hari

a. Penangkapan kelelawar dilakukan dengan menggunakan jaring kabut (mistnet).

b. Penangkapan kelelawar dilakukan pada sore hari hingga malam hari, sekitar pkl 18.30-

22.00 WIB.

c. Dibuat misnet dengan menggunakan bambu dan jaring misnet untuk perangkap

kelelawar.

d. Ditunggu beberapa jam sampai kelelawar terperangkap dalam misnet

e. kelelawar yang tertangkap, didentifikasi dan dicatat

Burung:

a. mendeteksi suara burung dengan menelusuri kawasan Hutan Pangandaran.

b. mengidentifikasi suara burung yang terdengar

d. mencatat data burung yang di dapat serta waktu dan lokasi keberadaan burung.

Rusa dan hewan lainnya.

a.berjalan lurus menyusuri jalan setapak di hutan dari jalan pertama masuk hutan, melewati

daerah sumur mudal, dan goa –goa yang berada di sana.

b. Dicatat jumlah populasi serta aktivitas harian yang tengah dilakukan oleh satwa

tersebut

Ekosistem air tawar

Pengambilan data pengamatan dilaksanakan dengan melakukan pengamatan dilaksanakan

dengan melakukan pengamatan selama beberapa jam di awal bulan juni 2008, pada siang

hari. Dengan cara berikut

a. Membuat frame 10x10 cm yang terbuat dari pipa dan benang. Frame tersebut dibuat

15

Page 16: laporan akhir ekologi

b. Dengan melubangi setiap pipa berjarak 10 cm yang diberi benang gujir sehingga

terbentuk 100 kotak dalam frame.

c. Menentukan daerah pengamatan ekosistem air tawar yang akan diamati dengan jarak 5

m/ plot

d. Setelah ditentukan daerah yang akan diamati, diukur kelembaban, intensitas cahaya,

arus, dan kekeruhan

e. Kemudian diamati dan dicatat komponen sbstrat yang terdapat di dalam kotak frame.

2.5 Analisis

Metode kuadrat:

Table 1Densiti (kerapatan) dan frekuensi

No Spesies Densiti (kerapatan)

Frekuensi

(%)

1 Sp.1 0.0625 33.3

2 Sp.2 0.125 33.3

3 Sp.3 0.03125 16.6

4 Sp.4 0.03125 16.6

5 Sp.5 6.625 100

6 Sp.6 0.25 50

7 Sp.7 0.875 33.3

8 Sp.8 0.8125 16.6

9 Sp.9 0.09375 16.6

10 Sp.10 0.03125 16.6

11 Sp.11 0.03125 16.6

12 Sp.12 0.0625 33.3

13 Sp.13 0.5625 33.3

16

Page 17: laporan akhir ekologi

14 Sp.14 0.03125 16.6

15 Sp.15 0.0625 16.6

16 Sp.16 0.0625 16.6

17 Sp.17 0.03125 16.6

Rumus kerapatan (density)

k-i = jumlah seluruh tanaman

jumlah seluruh petak contoh

Rumus Frekuensi

f-i = jumlah petak contoh pada spesies ke-i X 100 %

jumlah seluruh petak contoh

Rumus Luas penutupan (cover)

c-i = luas total basal area sp ke-i

luas seluruh petak contoh

table 2 hasil analisis

NO. PLOT ∑ SPESIES

1 1x1 6

2 1x2 1

3 2x2 0

4 2x4 2

5 4x4 6

6 4x8 2

TOTAL 17

17

Page 18: laporan akhir ekologi

grafik 1 Kurva Spesies Area

(KSA)

Luas minimal : 1.7 x 3.2 = 5.44 m2

Table 3. Analisis vegetasi:

titik kuadran spesies Keliling

(m)

Diameter

(m)

Tinggi

(m)

Jarak

(m)

Luas

(m2)

I 1 Jati 7 2.23 24 11 3.9

2 Jati 5 1.59 20 10 1.98

3 Jati 1.52 0.48 21 3.5 0.18

4 Jati 1.2 0.38 18 2.5 0.11

II 1 Jati 1.9 0.61 22 7 0.29

2 Sauheun 2.14 0.64 21 6.5 0.32

3 Sauheun 1.7 0.54 21 8.8 0.23

18

Page 19: laporan akhir ekologi

4 Jati 1.4 0.45 21 5.1 0.16

III 1 Jati 2.6 0.83 21 6.5 0.54

2 Jati 1.4 0.45 21 11 0.16

3 Jati 1.32 0.43 17 8 0.15

4 Jati 1.87 0.6 21 13.6 0.28

IV 1 Sauheun 0.93 0.3 16 7.2 0.07

2 Sauheun 1.3 0.41 12 6 0.13

3 Jati 2.09 0.67 20 10.17 0.33

4 Jati 1.27 0.4 18 10.4 0.13

V 1 Jati 0.8 0.25 23 7.9 0.5

2 Jati 0.7 0.13 12 16.8 0.38

3 Jati 1.37 0.44 8 6 0.47

4 Jati 0.85 0.27 11 6.4 1.57

VI 1 Sauheun 4.5 1.37 28 3.17 1.47

2 Sauheun 0.5 0.10 12 6.19 1.06

3 Jati 1.35 0.43 8 15.2 0.15

4 Kimokla 0.8 0.25 22 3.46 0.05

VII 1 Sauheun 3.5 1.11 8 6.8 0.97

2 Jati 0.6 0.19 8.5 3.4 0.03

3 Jati 0.83 0.26 17 2.7 0.05

19

Page 20: laporan akhir ekologi

4 Jati 0.5 0.16 9 3.4 0.02

VIII 1 Sauheun 1.85 0.54 22 3 0.23

2 Jati 2.31 0.74 25 8.5 0.43

3 Kokosan

monyet

2.16 0.58 21 12.2 0.26

4 Sauheun 0.58 0.18 9 7 0.03

IX 1 Jati 0.65 0.21 8.8 8.2 0.03

2 Jambu

alas

0.5 0.18 15 12 0.03

3 Jati 0.9 0.29 14 13.4 0.07

4 Jati 2.42 0.77 27 2.6 0.47

X 1 Ki hapit 0.7 0.7 5 8.8 0.04

2 Jati 0.94 0.94 12 7.3 0.07

3 Rengas 3.85 3.85 31 12.5 0.64

4 Jambu

alas

0.55 0.55 13 9 0.03

Dari hasil data, dapat dilakukan perhitungan:

A. Kerapatan seluruh spesies per 100 m2

K = 100 m 2

(Jarak rata-rata)2

B. Kerapatan relatif

20

Page 21: laporan akhir ekologi

K-i = kerapatan setiap spesies x 100%

Kerapatan relatif seluruh individu

C. Dominansi

D = Kerapatan relatif suatu individu

Rata-rata dominansi jenis

D. Dominansi relatif

D-i = dominansi suatu individu X 100%

Dominansi total

E. Frekuensi

F = jumlah titik yang ditemukan spesies

Jumlah seluruh titik pengukuran

F. Frekuensi relatif

F-i = frekunsi individu suatu spesies X 100%

frekuensi total

G. INP = kerapatan relatif + dominansi relatif + frekuensi relatif

H. SDR= INP

3

I. Indeks Shanoon

H= - ( n.i log n.i )

Table 4 hasil perhitungan Analisis Vegetasi

21

Page 22: laporan akhir ekologi

No. Spesies Kerapatan relatif (%)

Dominansi

Dominansi relatif (%)

frekuensi Frekuensi relatif (%)

INP (%)

SDR

1 Jati 62.5 0.4482 69.30 1 47.62 179.42 59.806

2 Sauheun 22.5 0.1623 25.095 0.5 23.81 71.405 23..80167

3 Kimokla 2.5 0.0018 0.278 0.1 4.76 7.538 2.51267

4 Kokosan 2.5 0.0078 1.206 0.1 4.76 8.466 2.822

5 Jambu alas

5 0.00216 0.3339 0.2 9.52 14.8539 4.9513

6 Ki Hapit 2.5 0.00144 0.2226 0.1 4.76 7.4826 2.4942

7 Rengas 2.5 0.02304 3.56 0.1 4.76 10.82 3.6067

Kerapatan seluruh spesies = 100 m 2

(jarak rata-rata)

= 100 m 2

(8.321 m)2

= 1.44

INDEKS SHANOON = 0.52154

Satwa liar:

Macaca fascicularis dan lutung :

untuk menganalisa ukuran populasi dilakukan perhitungan secara langsung pada

saat perjumpaan dengan Macaca fascicularis yaitu:

1. popukasi tiap kelompok

Pi = ∑xi individu

N

Dengan

Pi = populasi pada blok pengamatan

22

Page 23: laporan akhir ekologi

Xi = jumlah individu yang dijumpai pada pengamatan

N = jumlah ulangan pengamatan

2. Rata-rata populasi

∑ / p = ∑ Pj individu

J

Dengan

∑/ Pi = rata-rata populasi pada blok pengamatan

Pj = populasi pada blok pengamatan

J = jumlah blok pengamatan

3. Kerapatan populasi

.. / Pj = Pj individu / ha

Ai

Dengan:

.. / Pj = kerapatan populasi pada blok pengamatan ke j ( idividu per / ha )

Ai = luas areal blok pengamatan ke j ( ha )

Kelelawar :

Data yang telah diperoleh akan dianalisis menggunakan persamaan statistik ekologi, yaitu :

2.6.1. Indeks Keanekaragaman jenis Shanon-Wienner (H’)

Untuk menentukan keanekaragaman jenis kelelawar pada setiap stasiun (lokasi). Rumus :

H’ = -Σ Pi log Pi

Keterangan : H’ = Indeks keanekaragam Shanon-Wienner

Pi = ni/N

ni = Jumlah individu pada jenis ke-i

N = jumlah total individu

Kiasaran nilai indeks keragaman (H’) (Odum, 1971) adalah sebagai berikut :

Nilai H’ > 3 keanekaragam tinggi

23

Page 24: laporan akhir ekologi

Nilai H’ 1< H’ < 3 kenekaragaman sedang

Nilai H’ < 1 keanekaragam rendah

Tabel 5.Persentase jumlah kelelawar pada seluruh stasiun (lokasi) per koloni

No Waktu

pengamata

n

jenis Jumlah

koloni

lokasi Persentase Ket

1 14.45

WIB

- - Goa Sumur

Mudal

0 Tidak

ditemukan

2 15.33

WIB

Kelelawar(macro

chiroptera&micro

chiroptera)

19 koloni Goa Lanang 79.167 % Bagian

tengah

goa

3 10.57

WIB

Kelelawar 5 Koloni Goa

Panggung

20.833 %

4 11.15

WIB

- - Goa Parat - Tidak

ditemukan

Tabel 6. Persentase jumlah kelelawar pada stasiun 1 dan 6 (peri ndividu)

No Waktu

Pengamatan

Jenis Jumlah Lokasi Persentase Ket

1 - Hipposiderus

sp.

1 Disamping

Wisma

Cirengganis

arah Selatan

33.33 %

2 - Dyacopterus

spadiceus

1 Disamping

Wisma

33.33 %

24

Page 25: laporan akhir ekologi

Cirengganis

arah Selatan

3 - Dyncopterus sp. 1 Disamping

Wisma

Cirengganis

arah Selatan

33.33 %

4 21.00 WIB Macroglossus

rosobrinus

2 Dibelakang

wisma

Cirengganis

arah Barat

66.67 %

5 22.00 WIB - 1 Dibelakang

wisma

Cirengganis

arah Barat

33.33 % Belum

diketahui

jenisnya

Perhitungan Indeks Keanekaragaman Jenis (H”) kelelawar:

a.Tabel 7 Dihitung perkoloni

No Lokasi Jumlah koloni

yang didapat

(ni)

ni/N (ni/N)2 Diversitas

1 Goa sumur mudal 0 0 0 0

2 Goa Lanang 19 0.7916 0.6266 -0.127

3 Goa Panggung 5 0.2083 0.0433 -0.059

4 Goa Parat 0 0 0 0

25

Page 26: laporan akhir ekologi

Jumlah N = 24 ∑= 0.9999 ∑= 0.6699 ∑= -0.186

Jadi, nilai Indeks keanekaragaman Jenis kelelawar adalah :

H” = -∑ ni/N log ni/N

= - (-0.186)

= 0.186

a. Tabel 8 dihitung per individu (pada staisun 1)

No Jenis Jumlah

individu

ni/N (ni/N)2 Diversitas

1 Hipposiderus sp. 1 0.333 0.11 -0.105

2 Dyacopterus

Spadiceus

1 0.333 0.11 -0.105

3 Dyncopterus sp. 1 0.333 0.11 -0.105

Jumlah N= 3 ∑= 0.999 ∑= 0.33 ∑= -0.315

Jadi, nilai Indeks keanekaragaman Jenis kelelawar pada staisun 1 adalah :

H” = -∑ ni/N log ni/N

= - (-0.315)

= 0.315

b. Tabel 9 dihitung per individu (pada staisun 6)

26

Page 27: laporan akhir ekologi

No Jenis Jumlah

individu

ni/N (ni/N)2 Diversitas

1 Macroglossus

sobrinus

2 0.666 0.443 -0.156

2 Sp.1 1 0.333 0.11 -0.105

jumlah N= 2 0.999 0.553 -0.261

Jadi, nilai Indeks keanekaragaman Jenis kelelawar pada staisun 6 adalah :

H” = -∑ ni/N log ni/N

= - (-0.261)

= 0.261

tabel 10 Hasil Pengamatan Burung :

No. Spesies burung Deteksi Arah Keterangan Waktu

1 Burung suara 1 06.35

2 Rangkong suara 1 06.37

3 Gagak suara 1 06.40

4 Gagak suara Timur 06.45

5 Kangkareng suara Selatan 06.42

6 Gagak suara Timur 06.44

7 Burung suara Selatan 06.48

27

Page 28: laporan akhir ekologi

8 Cipoh suara Barat 06.51

9 Burung suara Selatan 06.55

10 Sri gunting suara Selatan 06.58

11 Tor-tor suara Utara 07.01

12 Burung suara Timur 07.02

13 Cucak visual 07.31

14 Walet visual 4 07.39

15 Layang-layang visual Barat 3 07.42

16 Walet visual 1 07.44

17 Kangkareng visual

18 Megalema javanicum suara timur 07.45

19 Walet visual 1 07.50

20 Ortotomus visual timur 1 08.34

Tabel 11 Indeks kelimpahan dan keragaman

Speies burung Indeks kelimpahan Indeks keragaman

Sp.1 0,037 0,052

Rangkong 0,037 0,052

Gagak 0,148 0,122

Kangkareng 0,111 0,105

Burung 0,037 0.052

28

Page 29: laporan akhir ekologi

Cipoh 0,037 0.052

Burung 0,037 0.052

Sri gunting 0,037 0.052

Tor-tor 0,037 0.052

Burung 0,037 0.052

Cucak 0,037 0.052

Walet 0,333 0,159

Layang-layang 0,111 0,105

Megalema javanicum

Ortotomus 0,037 0,052

Tabel 12 Rusa dan hewan lain:

Analisis Data

no spesies deteksi Waktu jumlah Populasi tiap kelompok

Rata-rata

populasi

1. rusa Visual

visual

6. 48

16.45

1

3

0.5

1.5

0.25

0.75

2 kadal Visual 7.27 1 1 1

3 bajing Visual

Visual

7.28

17.04

1

1

0.5

0.5

0.25

0.25

4 Kancil Visual 8.55 1 01 1

29

Page 30: laporan akhir ekologi

5 landak Visual

Visual

14.26

11.05

2

1

1

1

0.25

1

6 Tupai Visual 15.20 1 1 1

7 Anjing liar Visual 17.58 3 3 3

Populasi tiap kelompok ( Pj )

( Pj ) = ∑ Xi individu

n

dengan:

Pj = populasi pada blok pengamatan ke j (individu)

Xi = jumlah individu yang dijumpai pada pengamatan ke j (individu)

N = jumlah ulangan pengamatan

Rata-rata populasi

. . = ∑ Pj individu

Pj j

Dengan:

. . = rata-rata populasi pada blok pengamatan ke j (individu)

Pj

Ket:

Pj = populasi pada blok pengamatan ke j (individu)

J = jumlah blok pengamatan

30

Page 31: laporan akhir ekologi

Ekosistem air tawar :

Data komponen substrat yang didapat akan dianalisis secara deskriptif untuk

mendapatkan sifat karakteristik dari ekosistem air tawar yang diamati.

31

Page 32: laporan akhir ekologi

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Analisis vegetasi.

Hutan merupakan komponen terpenting bagi kehidupan satwa liar. Oleh karenanya

kondisi masyarakat tumbuhan di dalam hutan baik komposisi jenis tumbuhan, dominansi

spesies, kerapatan, maupun keadaan penutupan tajuknya perlu diukur.(Alikodra,1989)

Hasil dari metode kuadrat menunjukan psesies yang memiliki kerapatan dan

frekuensi tertinggi adalah spesies 5. Spesies 5 merupakan tumbuhan herba dengan ketinggian

kira-kira 15-35 cm, daun berbentuk hati dan termasuk jenis tumbuhan dikotil. Kerapatan

tumbuhan ini mencapai 6.625 artinya tumbuhan ini memiliki nilai kerapatan yang tinggi.

Nilai kerapakan dapat menggambarkan bahwa jenis dengan nilai kerapatan tinggi memiliki

pola penyesuaian yang besar. Kerapatan ditaksir dengan menghitung jumlah individu setiap

jenis dalam kuadrat yang luasnya ditentukan ( Fachrul,2007). Sedangkan frekuensi tumbuhan

ini adalah 100% artinya tumbuhan ini terdapat dalam semua plot yang di buat.

Tumbuhan spesies 5 belum dapat dikatakan memiliki dominansi terhadap jenis

tumbuhan lainnya, maka perlu diketahui indeks nilai penting. Indeks penting di hitung dari

Frekuensi relatif, kerapatan relatif, dominansi relatif. Dominansi relatif tinggi apabila

memiliki luas penutupan yang tinggi. Namun pada penelitian ini hanya ditekankan pada

keanekaragaman spesies di suatu vegetasi,sehingga tidak dilakukan pengukuran terhadap luas

penutupan.

Dari grafik di dapatkan hasil bahwa luas minimum pada tempat vegetasi itu adalah

5.44 m 2 . luas minimum menunjukan luas yang bisa digunakan untuk menemukan habitus

spesies yang sama dengan luas kuadrat yang telah di buat, yaitu 32 cm2. luas minimum ini

merupakan perkalian dari jumlah minimum dan luas kuadrat minimum yaitu 1.7 dan 3.2.

Dari hasil analisis pada vegetasi di Taman Wisata pangandaran menunjukan bahwa

jati adalah tanaman yang mendominasi pada vegetasi tersebut. Hal ini ditunjukan dengan

nilai INP tertinggi yaitu 179.42 %. INP adalah indeks kepentingan yang menggambarkan

pentingnya peranan suatu jenis vegetasi dalam ekosistem. Apabila INP bernilai tinggi, maka

jenis itu dapat mempengaruhi kestabilan ekosistem tersebut.

32

Page 33: laporan akhir ekologi

INP ini berguna untuk menentukan dominansi jenis tumbuhan terhadap jenis

tumbuhan lainnya,karena dalam suatu komunitas yang bersifat heterogen data parameter

vegetasi sendiri-sendiri dari nilai frekuensi, kerapatan dan domonansinya tidak dapat

menggambarkan secara menyeluruh, maka untuk menentukan nilai pentingnya yang

mempunyai kaitan dengan struktur komunitasnya dapat diketahui dalam indeks nilai

pentingny. Yaitu seluruh indeks yang dihitung berdasarkan jumlah seluruh nilai frekuensi

relatif (FR), kerapatan relatif (KR) dan dominansi relatif(DR). (Fachrul, 2007)

Nilai perhitungan yang didapatkan pada indeks shanoon adalah 0.52154. Menurut

Odum, nilai shanoon yang kurang dari dari 1 menunjukan keragaman rendah, sehingga dapat

dikatakan pada kuadrat tersebut memiliki keragaman tumbuhan yang rendah. Namun hal ini

tidak dapat dijadikan kesimpulan vegetasi pada hutan tersebut memiliki keragaman yang

rendah, karena pada metode kuadran ini hanya diambil pada satu tempat, selain itu juga tidak

dibuat plot. Sehingga tidak dapat menggambarkan keragaman dari hutan tersebut.

2. Satwa Liar

MONYET EKOR PANJANG ( MACACA FASCICULARIS )

Hasil pengamatan yang dilakuka selam tiga hari di kawasan Taman Wisata

Pangandaran yaitu di dapatkan 47 individu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis )

dengan poulasi tiap kelompok 16 idividu dengan rata-rata populasi 6 individu dan dengan

kerapatan populasi 0,265

Pada pengamtan yang telah dilakukan, pada pukul 14.00 sampai 16.00 aktivitas Macaca

yang biasanya terlihat adalah moving, playing, dan grooming. Dan juga aktivitas kompetisi

antara Macaca, yaitu pada perebutan wilayah dan Macaca betina. Aktivitas lain yang biasa

terlihat adalah perilaku berkembang biak, yaitu mencapai kurang lebih 6 menit sekali dengan

2.1 Morfologi dan taksonomi

primata adalah mamalia yang memilki mata yang menghadap kedepan ( binokuler )

dan lima jari yang diakhiri dengan kuku serta ibu jari yang terpisah dari jari lainya, sehingga

dapat memgang benda dengan sempurna. Salah satu jenisnya adalah Macaca fascicularis yang

tergolong dalm silsilah primata monyet baru. ( Devore & Elmer , 1976 ).

33

Page 34: laporan akhir ekologi

Macaca fascicularis adalah monyet kecil yang berwarna cokelat dengan bagian perut

berwarna lebih mudah dan disertai rambut keputihan yang jelas pada bagian muka. Dalam

perkembangaya rambut keputihan yang jelas pada bagian muka, dalam perkembanganya

rambut yang tumbuh pada muka tersebut berbeda-beda antara satu individu dan individu

lainya. Perbedaan ini merupakan indikator membantu mengenali jenis kelaminya dan kelas

umurnya. ( Alarich & Black, 1976 ) seperti halnya yang diketemuka di Taman Wiasata Alam

Pangandaran Jawa Barat.

Taksonomi Macaca fascicularis

Kingdom : Animalia

Philum : Chordata

Sub Philum Vertebrata

Class : Mamalia

Ordo : Primata ( Linnaeus,1958 )

Sub ordo : Anthropoideae

Famili : Cercopithecoide

Sub Famili : Cercopithecinae

Genus : Macaca

Spesies :Macaca fascicularis ( Rafles, 1821 )

Gbr.01 Macaca fascicularis ( Rafles, 1821 )

Monyet ekor panjang memilki kantung pipih yang berkembang sebagai ciri dari Sub

filum Cercopitheciae ( hapier & Napier, 1985 ) monyet ekor panjang jantan memilki kumis dan

betina berjenggot.

34

Page 35: laporan akhir ekologi

Monyet ekor panjang muda seringkali mempunyai jambul yang tinggi, sedangkan monyet

yang tua bercambang lebih lebat mengelilingi muka. Ciri utama anatomi Macaca fascicularis

adalah kantung pipih untuk menyimpan makanan sementara.

Habitat

Habitat berperan penting untuk mendukung kehidupan satwa liar. Habitat mempengaruhi

populasi.

Habitat adalah komunitas biotik untuk serangkaian komunitas-komunitas biotik yang

ditempati oleh hewan atau populasi kehidupan. Habitat yang lengkap terdiri dari berbagai jenis

makanan, perlindungan, dan bertahan hidup dan secara melangsungkan reproduksinya secara

berhasil ( Bailey, 1984 ).

Habitat yang mempunyai kualitas tinggi nilainya diharapkan pula akan menghasilkan

kondisi populasi satwa yang rapuh ( Alikodra, 1993 ).

Populasi sebagai kelompok organisme yang terdiri dari individu-individu satu spesies yang

mampu mengahasilkan keturunan yang sama dengan tetuanya, sedangkan kepadatan populasi

adalah besaran populasi dalam suatu unit luas atau volume nilai kependudukan diperlukan untuk

menunjuka kondisi daya dukung habitatnya. ( alikodra, 1990 )

Pengelompokan populasi yang paling sederhana adalah pengelompokan ke dalam kelas

umur bayi ( New born ), anak ( Jouvenil ), muda atau remaja ( sub adult ), dan dewasa ( adult ).

Parameter populasi adalah struktur populasi yang terdiri dari seks rasio, distribusi kelas, umur,

tingkat kepadatan, dan kondisi fisik ( Van livavieren, 1982 ).

Pertumbuhan populasi pada awalnya rendah kemudian mencapai maksimal, selanjutnya

menurun sampai akhirnya mencapai nol pada kondisi jumlah individu sama dengan daya dukung

lingkunganya. ( Krebs, 1972 )

Setiap populasi memilki karakteristik kelompok yang beragam secar umum, karakteristik

kelompok ini dapat dibedakan kedalam tipe umum: Karakteristik populasi yang paling mendasar

adalah ukuran kepadatan, empat parameter yang mempengaruhi kepadatan adalah natalis,

mortalitas, emigrasi, dan imigrasi. Karakter sekunder yaitu: sebaran umur, komposisi genetic,

dan pola sebaran. Karakteristikyang secara individual. ( krebs, 1972 ).

Menurut Napier, 1970 Macaca fascicularis merupakan genus yang dapat beradaptasi dengan

lingkungan bermacam-macam pada daerah iklim yang berbeda. Sperti yang ditmukan di TWA

Pangandaran habitat Macaca fascicularis dapat beradaptasi denga lingkungan yang sudah

35

Page 36: laporan akhir ekologi

banyak dicampri oleh manusia sperti turis dan nelayan yang selalu datang dan mencari ikan di

kawasan tersebut.

Macaca fascicularis di kawasan Asia tenggara habitat klasiknya adalah hutan rawa

mangruve, tetapi juga mereka ditemukan di huta primer dan sekunder sampai ketinggian 2000 m

dihutan tebangan di daerah pertanian atau perkebunan atau perladangan di daerah pertanian

mereka sering merusak ladang pertanian yang amat merugikan para petani.

Macaca fascicularis mampu beradaptasi dengan terhadap manusia dari kelompk-

kelompok besar berada di pinggir jalan menghampiripara pengunjung yang membawa makanan

yang kadang diberi Macaca fascicularis dengan spontan pengunjung yang akan memberi

makanan akan dihampiri dengan tangan, akan tetapi tidak langsung dimakan melainkan dibawa

ketempat menjauhi pengunjung yang memberi makan itu.

Adanya hubungan antar individu hewan baik dalam jenis yang sama maupun berbeda

telah membentuk suatu pola tingkah laku yang sangat penting yaitu dikenal dengan dengan home

range dan teritorial. Home range merupakan daerah tempat tinggal suatu hewan yang tidak

dipertahankan oleh hewan tersebut terhadap masuknya hewan sejenis yang sama, namun apabila

daerah tempat tinggal tersebut mulai dijaga dipertahankan terhadap masuknya jenis-jenis yang

sama , maka tempat tinggal tersebut menjadi daerah teritorinya. ( Suratmo, 1979 )

Macaca fascicularis Teroterial yang merupakan salah satu kunci kekeluargaan

pertahanan dari daerah teritori ini adalah penting, karena ini berkaitan dengan bagi semua

kelompok dalam teritori juga terdapat temat tidur.

Luas teritori erat kaitanya dengan tingkah laku makan ( Chivers, 1972 ) yang dibuktikan

dengan penelitian Bismark ( 1990 ) yang menyatakan bahwa territorial kera pemakan daun lebih

kecil daerah teritorinya dibnadingkan dengan daerah teritori pemakan buah,. Hal ini disebabkan

karena pesediaan daun-daunan lebih banyak dibandigkan persediaan buah.

Menurut wilson, 1980. Macaca fascicularis lebih banyak menyakai sekunder; seperti tepi

danau, sungai atau sepanjang pantaiseperti yag ada di Taman Wisata alam Pangandaran. Jenis

dari primat ini merupakan satu-satunya jenis primate yang dapat hidup bersama-sama lutung

pantai Presbytis auratus yang di diamai pada habitat tersebut.

36

Page 37: laporan akhir ekologi

Populasi

Monyet ekor panjang merupakan salah satu jenis dari satwa primate yang memliki

territorial, sehingga setap kelompok ini akan mempertahankan wilayahnya dari invansi

kelompok lan.

Pola pakan

Berdasarkan susunan makanan, Macaca fascicularis termasuk Frugtivor ( Rijhsen,

1978 ). Disamping itu berbagai jenis buah-buahan sebagai makanan utamanya Macaca

fascicularis juga mengkosumsi tipe-tipe makanan lainya. Menurut Kurllan, 1973; Macaca

fascicularis mempunyai kebiasaan makan yang selektif memilih makan buah dan daun dari

pohon fikus, dillenia dan lain sebagainya dan juga aneka jenis pohon lainya. Mereka juga

memakan bunga, orthoptera, dan beberpa larva serangga yang besar.

Mckinnon dan Mckinnon (1980) menjelaskan bahwa Macaca fascicularis adalah jenis

primate yang oportunis yang dapat menyesuaikan dari tingkat organ seleksi yang tinggi,

mengabaikan beberapa sumber daya makanan yang lain. Suatu hari mereka dapat memakan

hanya satu tipe bunga pada hari lain memakan satu jenis buah dan pada waktu yang lain juga

seperti yang Macaca fascicularis yang ditemukan di kawasan TWA Pangandaran Ciamis

mereka memakan jenis makanan yang diberikan oeh pengunjung.makanan yang mereka makan

dengan syarat makanan yang mereka sukai atau memenuhi criteria sebagai makanan yang mudah

dicerna oleh tubuhnya. Pernah Macaca fascicularis ini mengambil botol aqua yang berisi gipsum

akan tetapi karena gypsum itu bukan makannanya monyet tersebut membuangnya. mereka

menyebar kohesi dan koordinasi kelompok berubah ubah dengan anggotanya terpusat pada

suatu daerah sumber daya makanan yang besar tersebar ke sumber daya makanan yang lebih

kecil sewaktu kondisi tersebut berubah. Kelompok monyet ini mengalihkan perhatianya pada

makanan apa saja yang paling mudah didapati atau paling tersedia.

Kerapatan

Berdasarkan distribusi, aktivitas dalam ruang Macaca fascicularis merupakanjenis

primata arboreal ( Aldhrick-Black, 1990 ) . vegetasi sebagai komponen habitat sebagai sumber

makanan juga difungsikan juga sebagai pelindung.

Menurut Wilson (1975 ) territorial Macaca fascicularis yaitu 50-100 Ha/ kelompok,

sedangkan menurut Kurland( 1973 ) perkiraan home range kelompok monyet Macaca

37

Page 38: laporan akhir ekologi

fascicularis banyaknya jumlah individu dalam satu kelompo sekitar 18-19 ekor. Luas territorial

ini erat kaitanya dengan yingkah laku.

Menurut Kindlad, 1973 kelompok Macaca fascicularis biasanya menggunakan pohon

yang kurang berdaun ( leafless true ) sebagai tempat hidupnya, Muchtar ( 1982 ) kehidupan

monyet dalam beristirahat biasanya menggunakan cabang-cabang atau batang poho yang

posisinya lebih condong atau rebah.

Perpindahan merupakan salah satu pencarian tempat baru untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya, seperti pakan dan tepat berlindung.

2.2 Lutung

Kelompok lutung yang ditemukan diperkirakan berjumlah + 15 individu, terdiri dari king

alfa, king beta, betina dewasa, pradewasa jantan dan betina, remaja jantan dan betina serta anak-

anak jantan/ betina. Berwarna hitam, berekor panjang, tubuh ditutupi rambut (kecuali muka, dan

telapak), pada lutung yang masih anak-anak rambut yang menutupi tubuh berwarna oranye yang

seiring dengan pertumbuhannya akan menjadi lebih gelap.

Pada pengamatan yang dilakukan untuk melihat pola aktivitas lutung yang merupakan

satwa diurnal (aktif pada siang hari), dilakukan pendekatan atau metode secara langsung (direct

methode) berdasarkan pengamatan saat di lapangan.

Lutung yang ditemukan berada di atas pohon tidurnya (bangun tidur) sekitar pukul 06.00.

Pada siang hari, saat dilakukan penyisiran hutan Taman Wisata Alam (TWA) Pangandaran,

ditemukan sekelompok lutung sedang beraktivitas di atas pohon sekitar pukul 15.00 – 16.00

dimana diperkirakan pohon tersebut merupakan daerah teritorialnya sedang bergelayutan dan

melompat dari pohon satu ke pohon lainnya.

Secara umum, aktifitas yang dilakukan lutung antara lain :

1. Aktivitas makan (feeding), aktivitas yang dimulai ketika menemukan makanan

sampai berhenti makan.

38

Page 39: laporan akhir ekologi

2. Aktivitas bergerak (locomotion), pergerakan dari satu tempat ke tempat lainnya, dari

satu pohon ke pohon lainnya.

3. Istirahat (immobile), aktivitas diam, meliputi duduk, berdiri, dan tidur.

4. Grooming, aktivitas mencari kutu atau kotoran di tubuh sendiri atau pada individu

lain.

5. Aktivitas main (playing), aktivitas bermain, meliputi waktu dan lokasi permainan.

6. Lain-lain, seperti bersembunyi dan aktivitas lain yang belum teridentifikasi.

Mengenai pakan lutung sendiri, tidak terlihat aktivitas tersebut maupun ditemukannya feses yang menandakan pakan jenis pakannya. Tetapi, berdasarkan literature, pakan lutung berupa dedaunan, buah-buahan, dan kuncup bunga. Bahan makanan yang cenderung keras ini bisa dicerna, karena lutung memiliki empat kamar pada lambungnya.

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan: Animalia

Filum: Chordata

Kelas: Mamalia

Ordo: Primates

Famili: Cercopithecidae

Genus: TrachypithecusReichenbach, 1862

2.3 Kelelawar

Kelelawar merupakan makhluk yang sangat menarik. Yang paling hebat dari kemampuannya adalah kemampuannya yang luar biasa dalam penentuan arah. Kemampuan mengindera tempat dengan gema pada kelelawar ditemukan melalui serangkaian percobaan yang dilakukan oleh para ilmuwan. Mari kita simak lebih dekat percobaan-percobaan tersebut untuk mengungkap rancangan yang luar

Keanekaragaman jenis kelelawar dihutan Pangandaran pada tabel 1. dapat dilihat bahwa jumlah

kelelawar yang paling banyak adalah jenis Macroglossus sobrinus dengan persentase 66.67 %,

sedangkan yang paling rendah dengan persentase 33.33 % yaitu jenis Hipposiderus sp.,

Dyacopterus spadiceus, dan Dyncopterus sp.sedangkan persentase jumlah koloni yang terbesar

ditemukan distasiun 3 yaitu goa Lanang dengan persentase 79.167 % dan yang paling sedikit

39

Page 40: laporan akhir ekologi

ditemukan adalah pada stasiun 1,,4,6 yaitu dengan persentase 33.33%,20.833%, dan

33.33%.pada stasiun 2 dan 5 tidak ditemukan sama sekali jenis kelelawar. Hal ini dikarenakan

lokasi pengamatan dilakukan di goa bagian depan dan belakang yang berkemungkinan terkena

cahaya matahari.

Menurut Griffin (1970) dalam Wijayanti (2001) bahwa kelelawar dalam mencari

makanan mempunyai kemampuan terbang dari tempat bertengger sejauh 60 km. Dari

kemampuan terbang yang dimiliki oleh kelelawar ini membuat kelelawar mendapat makanan

jauh dari tempat bertenggernya.pada saat penangkapan kelelawar dilakukan pada akhir Mei

2008, ketika tanaman tidak banyak yang sedang berbunga ataupun berbuah sehingga membuat

potensi ketersediaan makanan pada saat itu rendah sehingga kelelawar yang didapat juga

sangatlah rendah.

Berdasarkan ahasil perhitungan dari indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wienner

(1963), bahwa jenis keanekaragaman kelelawar di hutan Pananjung Pangandaran rendah. Hal ini

dapat dilihat pada tabel 3,4 dan 5 dimana indeks keanekaragaman jenisnya bernilai antara 0.186-

0.315. Menurut Odum (1971) disebutkan kisaran nilai Indeks Keanekaragaman (H”) suatu jenis

adalah sebagai berikut:

Nilai H’ > 3 Keanekaragaman tinggi

Nilai H’ < H’ < 3 Keanekaragaman sedang

Nilai H’ < 1 Keanekaragaman rendah

Jadi, ditekankan lagi bahwa indeks keanekaragaman jenis kelelawar dihutan panjung

Pangandaran rendah karena bernilai H’ < 1. akan tetapi jika dilihat dari kategori masing-masing

lokasi, didapatkan bahwa pada stasiun 6 memiliki indeks keanekaragaman yang tinggi bila

dibandingkan dengan lokasi-lokasi yang lainnya. Keanekaragaman jenis cenderung akan rendah

pada ekosistem yang secara fisik sangat dikendalikan dancenderung tinggi pada ekosistem yang

di atur oleh sistem biologi.

Burung

40

Page 41: laporan akhir ekologi

Satwa di alam bebas akan banyak ditemukan pada habitat yang memiliki sumber daya yang

dibutuhkan. Sebaliknya jarang atau tidak ditemukan pada lingkungan yang kurang

menguntungkan. Kehadiran atau keberadaan satwa dapat diartikan sebagai keberadaan suatu

individu dalam kelompok individu yang ditempatinya. Hal ini juga terjadi pada burung

keberadaan dan penyebaran burung erat hubungannya dengan ketersediaan makan dan tempat

untuk hidupnya. (Peterson, 1980 dalam Fachrul,2007)

Dari hasil pengamtan pada didapatkan indeks kelimpahan tertinggi terdapat pada burung walet

yaitu 0.333. kelimpahan menunujukan total jumlah individu burung yang ditemukan selama

pengamtan. Nilai kelimpahan memberi gambaran suatu komposisi jenis dalam komunitas. Dan

nilai keanekaragaman jenis tertinggi terdapat pada walet,yaitu 0.159. hal ini menunjukan burung

walet memiliki kelimpahan dan keragaman tertinggi di Pangandaran.

Kelimpahan dan keragaman yang tinggi pada walet mungkin juga disebabkan karena banyaknya

gua yang merupakan tempat hidup dari walet. Sedangkan burung lain yang ditemukan adalah

gagak,kangkareng, cipoh, Sri gunting,tor0tor, cucak, layang-layang, Magalema japanicum,

Ortotumus dan tiga spesies burung yang belum diketahui.

Ekosistem air tawar

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap ekosistem air tawar, pasir sebagai salah satu

komponen dalam air tawar terdapat dalam jumlah terbesar. Selain pasir, terdapat pula serasah,

batu, bambu, sampah plastik, dan ikan. Air pada ekosistem air tawar yang kami amati

mempunyai sifat-sifat antara lain yaitu : kelembaban, kecepatan arus, dan kekeruhan. Selain itu

faktor abiotik yang terpenting yaitu intensitas cahaya yang sangat perlu diketahui,karena

intensitas cahaya mempengaruhi suhu sehingga intensitas cahaya dapat menentukan jenis

makhluk hidup yang terdapat dalam ekosistem air tawar tersebut. Ekosistem air tawar yang

diamati merupakan sungai.

Reynolds (dalam Iskandar, 2003)dalam Suwangsa, 2006 menjelaskan bahwa suhu

merupakan faktor penting di dalam perairan dan dipengaruhi oleh jumlah cahaya matahari yang

jatuh ke permukaan air. Suhu juga merupakan salah satu faktor penunjang produktivitas

41

Page 42: laporan akhir ekologi

fitoplangkton, karena mempengaruhi laju fotosintesis dan kecepatan pertumbuhan. Selain itu

juga suhu berpengaruh terhadap laju dekomposisi dan konversi bahan organik menjadi bahan

anorganik.

Suhu air bervariasi sesuai panjang sungai,ketinggian, ada tidaknya peneduh dan garis intensitas. Variasi vertikal sangat kecil karena tingkat kedalaman sungai yang lebih dangkal daripada atau laut (Leksono, 2007)

Kecepatan arus pada ekosistem air tawar yang kami amati sebesar 0. Artinya ekosistem

tersebut dalam keadaan tidak mengalir padahal dari bentuk fisik ekosistem tersebut, seharusnya

ekosistem air tersebut dalam keadaan mengalir. Sehingga jika kecepatan arus sebesar 0, maka

hal tersebut disebabkan karena adanya faktor lingkungan berupa cahaya matahari. Pada saat

pengamatan, sedang terjadi musim kemarau sehingga air tidak mengalir karena tidak ada

penambahan air dan terjadi hilangnya air melalui pemanasan(penguapan) akibat musim

kemarau.

Kekeruhan pada tiap plot berbeda. Kekeruhan terbesar terdapat pada plot kedua, hal ini

mungkin disebabkan komponen pasir pada plot tersebut dalam jumlah terbasar diantara plot-plot

lain. Kemungkinan lain dapat juga disebabkan karena adanya gerakan dari pengamat yang

menyebabkan pasir yang mengendap bergerak keatas sehingga ketika diambil sampel air untuk

diukur kekeruhannya, pasir tersebut ikut terambil.

BAB IV

Kesimpulan dan Saran

Daftar pustaka

Alikokodra, Hadi S. 1989. Pengolahan Satwa Liar.Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan

Eimerl, sarel & Devor, irvan, 1978.Primata. Jakarta. Pusaka Alam

Fachrul, Melati Ferianita. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta : Bumi Aksara

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta. PT. Bumi Aksara

Kuntasih, harini,1992. Habitat Satwa Liar. Bogor IPBpress

Leksono, Amin Setyo. 2007. Ekologi : Pendekatan Secara Deskriptif dan Kuantitatif. Malang

Baumedia Publishing.

42

Page 43: laporan akhir ekologi

Nurhikmawati. 2007. Teknik Pengawetan dan Identifikasi Kelelawar Pemakan Buah

( Chiroptera : Pteropodidae) Sulawesi Selatan. Di Museum Zoologi Bagian Puslit Biologi

– LIPI Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL). UIN Syarif Hidayatullah : Jakarta.

Nurhikmawati. 2008. Studi Keanekaragaman Jenis Kelelawar (ordo : Chiroptera ) Dikawasan

Hutan Konservasi Alam Bodogol Taman Nasional Gg.Gede Pangrango. Jawa Barat.

Skripsi S1. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Suwangsa, Irpan Hilmi. 2006. Keanekaragaman Plankton di Perairan Danau Beratan Bali.

Skripsi S1. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta

Suyanto, A. 2001. Kelelawar di Indonesia. Puslit Biologi- LIPI. Bogor.

Wijayanti, F. 2001. Komunitas Fauna Gua PAtruk dan Guan Jati Jajar Kabupaten Kebumen

Jawa Tengah. Tesis S2. UI Depok.

43