laporan praktikum ekologi

49
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI INVENTORY DAERAH ALIRAN SUNGAI DI KABUPATEN BANYUMAS Kelompok : 16 Lokasi : Pelus IV (Pagi) Dosen Pendamping : Dr.rer.nat. W. Lestari, M.Sc. Assisten : Catur Nama NIM Andri Prajaka Santo B1J008082 Anistia Rahmadian Ulfa B1J008083 Rosi Istiqomah B1J008084 Dayu Ardiyuda B1J008086 Ayunita Ulfadewi B1J008087

Upload: dayu-ardiyuda

Post on 26-Jun-2015

3.020 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

INVENTORY DAERAH ALIRAN SUNGAI DI KABUPATEN BANYUMAS

Kelompok : 16Lokasi : Pelus IV (Pagi)Dosen Pendamping : Dr.rer.nat. W. Lestari, M.Sc.Assisten : Catur

Nama NIMAndri Prajaka Santo B1J008082Anistia Rahmadian Ulfa B1J008083Rosi Istiqomah B1J008084Dayu Ardiyuda B1J008086Ayunita Ulfadewi B1J008087

Laboratorium Ekologi, Fakultas BiologiUniversitas Jenderal Soedirman

Purwokerto

2010

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

Daftar Isi

Hal

Daftar isi

Pendahuluan

Materi dan Metode

Hasil dan Pembahasan

ACARA 1. EKOSISTEM

a. Tipe pemanfaatan lahanb. Pemodelan interaksi antara factor abiotik dan abiotikc. Deskripsi komponen penyusun ekosistem

ACARA 2. KOMUNITAS

a. Kekayaan speciesb. Kelimpahan atau kepadatan speciesc. Dominansi

ACARA 3. POPULASI

a. Struktur populasib. Piramida populasi berdasarkan ukuran

ACARA 4. FAKTOR LINGKUNGAN

ACARA 5. DISTRIBUSI ORGANISME

Daftar Pustaka

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

PENDAHULUAN

DAS merupakan sumberdaya darat yang sangat komplek dan dapat

dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai peruntukan. Setiap anasir dalam DAS

memerlukan cara penanganan yang berbeda-beda tergantung pada watak,

kelakuan dan kegunaan masing-masing. Sebagai contoh, ketrampilan dan

pengetahuan anasir manusia dapat menyuburkan tanah yang tadinya gersang.

Namun karena berlainan kepentingan, maka dapat terjadi bahwa suatu tindakan

yang baik untuk suatu anasir DAS tertentu justru akan merugikan jika diterapkan

pada anasir DAS yang lain. Sebagai contoh, penanaman jalur hijau untuk

melindungi tebing aliran terhadap pengikisan atau longsoran, dapat mendatangkan

kerugian atas pengawetan sumberdaya air karena meningkatkan transpirasi yang

membuang sebagian air yang dialirkan. Hal ini menunjukkan bahwa perencanaan

pemanfaatan DAS harus bersifat komprehensif, yang lebih mementingkan

pengoptimuman kombinasi keluaran (optimization of the combined output) dari

pada pemaksimuman salah satu keluaran saja (Tedjowulan dan Suwardji,

unpublished).

Praktikum ekologi yang dilakukan adalah dengan mengamati ekologi

sungai di kabupaten Banyumas beserta daratan disekitar sungai tersebut. Pada

pembahasan kali ini sungai yang dijadikan sebagai objek pengamatan adalah

sungai Pelus bagian tengah yang berlokasi di desa Ledug kabupaten Banyumas.

Kondisi ekologi yang diamati meliputi aspek ekosistem, komunitas, populasi,

faktor lingkungan dan distribusi organisme.

Ekosistem merupakan sistem di alam yang di dalamnya terjadi interaksi

timbal balik antara organisme dengan organisme lain, dan komponen tidak hidup

di lingkungannya. Ekosistem dapat juga dikatakan interaksi antara populasi-

populasi penyusun komunitas dengan faktor abiotik yang mempengaruhi.

Berdasarkan pengertian tersebut, suatu sistem terdiri dari komponen komponen

yang bekerja secara teratur sebagai suatu kesatuan. Ekosistem terbentuk oleh

komponen hidup (biotik) dan tak hidup (abiotik) yang berinteraksi membentuk

suatu kesatuan yang teratur. Keteraturan itu terjadi karena adanya arus materi dan

energi, yang terkendali oleh arus informasi antara komponen dalam ekosistem.

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

Masing-masing komponen mempunyai fungsi (relung). Selama masing-masing

komponen tetap melakukan fungsinya dan bekerjasama dengan baik, keteraturan

ekosistem tetap terjaga (Riberu, 2002).

Menurut Heddy dan Kurniati (1997), dari segi kehidupan, ekosistem

terdiri dari dua komponen, yaitu:

1. Komponen abiotik, yang meliputi:

a. Senyawa organic

b. Senyawa anorganik

c. Lingkungan

2. Komponen biotic, yang meliputi:

a. Produsen

b. Makrokunsomer (phagotroph)

c. Mikrokonsumer dan saprotroph.

Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu

waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama

lain. Komunitas memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila

dibandingkan dengan individu dan populasi. Contoh komunitas, misalnya

komunitas sawah dan sungai. Komunitas sawah disusun oleh bermacam-macam

organisme, misalnya padi, belalang, burung, ular, dan gulma. Komunitas sungai

terdiri dari ikan, ganggang, zooplankton, fitoplankton, dan dekomposer. Antara

komunitas sungai dan sawah terjadi interaksi dalam bentuk peredaran nutrien dari

air sungai ke sawah dan peredaran organisme hidup dari kedua komunitas tersebut

(Koesoebiono,1979).

Populasi dapat didefinisikan sebagai sekelompok individu sejenis yang

berada di tempat dan waktu yang sama serta dapat saling mengawini.

Karakteristik dari suatu populasi terdiri dari kerapatan, kelahiran, kematian,

imigrasi, emigrasi, struktur usia dan distribusi umur, penyebaran dan komposisi

genetika.

Sungai memiliki karakteristik yang khas sebagai suatu bentuk perairan

mengalir yang berjalan dari hulu yang sempit sampai kepada hilir yang lebar.

Karakteristik yang khas ini meliputi kecepatan arus, faktor makanan yang tersedia

bagi organisme, struktur tanah sekitar daerah aliran sungai, keasaman tanah, dan

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

struktur batuan. Hal demikian menyebabkan adanya variasi organisme yang

menempati daerah hulu dan hilir sungai. Sungai dikenal sebagai supplier

organisme air tawar yang sangat digemari masyarakat, seperti udang air tawar,

dan ikan air tawar.

Pertumbuhan organisme baik organisme akuatik maupun terstrial sangat

dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungannya. Faktor lingkungan yang dapat

berpengaruh diantaranya yaitu temperatur, pH, substrat tempat organisme tersebut

hidup, kualitas air, dan kecepatan arus. Kualitas air dalam hal ini mencakup

keadaan fisik, kimia, dan biologi yang dapat mempengaruhi ketersediaan air untuk

kehidupan manusia, pertanian, industri, rekreasi dan pemanfaatan air lainnya.

Karakteristik fisik terpenting yang dapat mempengaruhi kualitas air, dan dengan

demikian, berpengaruh terhadap ketersediaan air untuk berbagai pemanfaatan

adalah konsentrasi sedimen dan suhu air. Tinjauan kualitas air akan menempatkan

faktor sedimen dan suhu air (yang terlalu tinggi untuk kehidupan biota akuatis)

sebagai unsur-unsur pencemar.

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan pada prakikum ini adalah thermometer 2 buah (udara

dan air), patok 2 set (moluska dan bambu), botol kosong 2 buah (untuk kecepatan

arus dan sampel air), tali raffia 3 utas ( untuk kecepatan arus, kuadrat 0,5 x 0,5 m

dan 10 x 10 m), kantong plastic untuk sampel moluska, bambu dan tanah, kertas

pH dan soil tester, penggaris, timbangan dan kamera.

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sampel moluska,

sampel bambu, sampel air, dan sampel tanah.

B. Metode

1. Ekosistem

Diamati tipe pemanfaatan lahan dan aktivitas di daerah sekitar sungai.

Dibuat model interaksi faktor abiotik dan biotik (diperlukan data tentang

benda abiotik dan biotik yang dapat ditemukan di lokasi pengamatan)

Dibuat skema hubungan antara komponen biotik dan abiotik.

Data yang diperoleh, ditentukan peranan (fungsi ekologis) dari organisme

tersebut.

2. Komunitas

Pengambilan sampel moluska dan air

1. sampel diambil dengan metode kuadrat

2. dibuat kuadrat dengan menggunakan 4 patok dengan jarak 0,5 x 0,5 m

3. diplih lokasi yang menjadi habitat moluska dengan meletakan kuadrat

tersebut.

4. Dikumpulkan moluska yang ada dalam kuadrat, dimasukan dalam

kantong plastic.

5. Diamati bentuk cangkang, warna, arah lingkarannya, dan diberi kode

6. Diidentifikasi dan dihitung di Laboratorium.

Pengambilan sampel bambu sebagai tumbuhan tepian atau riparian

1. Sampel diambil dengan metode kuadrat

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

2. dibuat kuadrat dengan menggunakan 4 patok dengan jarak 10 x 10 m

3. diplih lokasi yang menjadi habitat bambu, dibentangkan pada kawasan

bambu tersebut.

4. Diamati daun pelepah. Warna buluh, buliran, perbungaan,

percabangan, dan durinya.

5. Diambil foto pada masing-masing bagian tersebut dan beberapa contoh

bagian bambu untuk diidentifikasi di Laboratorium

6. Dihitung jumlah batang bambu yang terdapat pada kuadrat.

3. Populasi

Populasi moluska dan bambu dideskripsikan dengan membuat piramida

ukuran dari spesies yang dominan.

Individu dari setiap spesies yang dominan pada lokasi tersebut dilakukan

pengukuran pada sampel moluska (panjang dan bobotnya), pada sampel

bambu (tinggi dan diameter).

Pengukuran moluska dilakukan di Laboratorium, sedangkan pengukuran

bambu dilakukan di lapangan.

Dikelompokan moluska dan bambu berdasarkan ukurannya.

Dibuat empat piramida populasi berdasrkan ukuran (panjang, bobot, tinggi

dan diameter) dari data diatas.

4. Faktor Lingkungan

Mengukur kondisi lingkungan dengan parameter lingkungan seperti :

temperatur udara, air, kecepatan arus, tipe substrat, dan pH air pada

ekosistem perairan, temperatur udara dan pH tanah pada ekosistem

daratan.

Termometer air raksa digantungkan pada salah satu ranting pohon dekat

dengan sungai, dibiarkan beberapa menit, diamati suhu yang tertera dan

bila telah stabil dicatat. Suhu yang diperoleh tersebut adalah temperatur

udara.

Termometer air raksa dicelupkan ke perairan, dibiarkan beberapa menit,

diamatai suhu yang tertera dan bila telah stabil dicatat. Suhu yang

diperoleh tersebut adalah temperatur air.

Page 8: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

Untuk mengukur kecepatan arus air sungai disiapkan botol plastik, tali

rafia sepanjang 10 meter dan stopwatch. Botol plastik diisi dengan air

setengah botol atau sekitar 250 ml, botol tersebut dilempar ke badan

sungai tepat tegak lurus dengan posisi berdiri, bertepatan dengan jatuhnya

botol ke sungai mulai dihitung waktu tempuh sepanjang 10 meter.

Perlakuan tersebut dilakukan sampai 3 kali ulangan.

Substrat dasar sungai diamati (batu, pasir, lumpur) dan diperkiran jenis

substrat yang dominan.

Menentukan tipe tanah daratan dekat sungai.

Diambil sampel air sungai sebanyak 250 ml dan tanah sebanyak 250 gr

yang kemudian diukur pH nya di laboratorium.

5. Distribusi Organisme dan Faktor Lingkungannya

Dibuat table kehadiran spesies yang ditemukan di sungai (sungai Pelus 2,4

dan 6).

Page 9: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Lokasi PraktikumBagian Sungai Banjaran Pelus KranjiHulu Banjaran 1 Pelus 1 Kranji 1

Banjaran 2 Pelus 2Tengah Banjaran 3 Pelus 3 Kranji 2

Banjaran 4 Pelus 4 Kranji 3Hilir Banjaran 5 Pelus 5

Banjaran 6 Pelus 6 Kranji 4

a. Pemodelan interaksi antara faktor abiotik dan biotik

Tabel 1. Tipe Pemanfaatan LahanLokasi Tipe pemanfaatan

lahanAktivitas masyarakat

Sungai Pelus 4

Pemukiman MCK, memancing, dan berkebun

Tabel 2. Komponen Abiotik dan BiotikNo. Ekosistem Abiotik (benda

mati)Biotik (benda hidup)

1. Aquatik (Sungai) Batu Manusia Air TumbuhanPecahan kaca IkanPasir MoluskaTanah CapungUdara Kupu-kupuSampah plastik BurungKerikil Cacing

2. Terestrial (Daratan) Udara ManusiaTanah BambuBatu KelapaKerikil PisangSampah JatiPaku Tales

PepayaCacing

Page 10: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

Jaring Makanan Ekosistem Sungai

Air Manusia Burung

Udara Tumbuhan

Batu Ikan

Pasir Moluska Capung

Tanah Kupu-kupu

Kerikil Cacing

Jaring Makanan Ekosistem Darat

Manusia

Udara

Tanah Bambu

Singkong

Batu Burung

Pisang Ulat

Cacing

Page 11: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

b. Komponen penyusun ekosistem

Tabel 3. Komponen penyusun ekosistemNo. Komponen penyusun Organisme1. Produsen Tumbuh-tumbuhan

2. Makro Konsumen tingkat I Moluska

3. Makro konsumen tingkat II IkanBurungManusia

6. Dekomposer Cacing

Tabel 4. Kekayaan spesies dan kelimpahan moluska atau kekayaan spesies dan kepadatan bambuNo. Nama spesies Jumlah (individu)1. Bambu atter (Gigantochloa atter) 322. Gillia altilis 13. Mudalia sp. 144. Paludestrina minuta 105. Pleurocera acuta 26. Goniobasis airginica 27. Lyrodes coronatus 3

Spesies yang terbanyak merupakan spesies yang dominanTabel.5 Populasi yang dominanLokasi Spesies yang dominan

Sungai Pelus IVMoluska : 14 individu/250 cmBambu : 32 individu/100 meter

Tabel 6. Ukuran Moluska dan Bambu

No. Moluska Bambu

Individu

Panjang (cm) Bobot (gram) Tinggi (cm) Diameter (cm)

1. 3,0 2,0 340 6,7

2. 2,4 1,0 380 4,3

3. 2,5 1,0 350 5,7

4. 2,7 1,0 350 6,7

Page 12: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

5. 1,5 0,16 290 5,2

6. 2,0 1,0 310 6,3

7. 2,2 2,0 320 5,8

8. 1,9 1,0 270 5,0

9. 1,5 0,16 350 6,1

10. 1,4 0,16 370 5,5

11. 1,0 0,12 270 4,2

12. 1,4 0,16 310 4,1

13. 1,5 0,16 330 5,1

14. 1,2 0,16 250 4,3

15. 1,3 0,16 350 5,0

16. 1,4 0,16 280 3,8

17. 1,2 0,16 370 4,2

18. 1,4 0,16 714 5,9

19. 1,2 0,13 526 4,3

20. 1,1 0,12 725 7,0

21. 1,1 0,12 385 4,5

22. 1,3 0,11 731 6,8

23. 1,1 0,16 567 5,7

24. 1,2 0,16 532 5,3

25. 1,1 0,12 313 3,9

26. 0,9 0,1 257 3,2

27. 0,6 0,1 735 7,4

28. 1,1 0,12 258 3,3

29. 1,1 0,11 568 4,7

30. 1,1 0,12 779 7,4

31. 1,1 0,12 343 4,1

32.     501 4,8

Tabel 7. Struktur Populasi Moluska

Panjang Jumlah individu

0,5 cm sampai dengan 1,2 cm 15

1,3 cm sampai dengan 2 cm 11

2,1 cm sampai dengan 2,8 cm 4

Page 13: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

2,9 cm sampai dengan 3,6 cm 1

  = 31

Bobot Jumlah individu

0,1 gram sampai dengan 0,55 gram 24

0,6 gram sampai dengan 1,05 gram 5

1,1 gram sampai dengan 1,55 gram 0

1,6 gram sampai dengan 2,05 gram 2

  = 31

Tabel 7. Struktur Populasi Bambu

Tinggi Jumlah Individu

250 cm sampai dengan 389 cm 22

390 cm sampai dengan 529 cm 2

530 cm sampai dengan 659 cm 3

660 cm sampai dengan 789 cm 5

  =32

Diameter Jumlah Individu

3,2 cm sampai dengan 3,2 cm 8

4,3 cm sampai dengan 5,3 cm 11

5,4 cm sampai dengan 6,4cm 7

6,5 cm sampai dengan 7,6 cm 6

  =32

Page 14: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

Piramida Populasi Panjang Moluska

Piramida Populasi Tinggi Bambu

Piramida Populasi Bobot Moluska

2,9 cm-3,6 cm

2,1 cm - 2,8 cm

1,3 cm - 2 cm

0,5 cm - 1,2 cm

390 cm - 529 cm

530 cm - 659 cm

660 cm - 789 cm

250 cm - 389 cm

1,1 g - 1,55 g

1,6 g - 2,05 g

0,6 g - 1,55 g

0,1 g - 0,55 g

Page 15: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

Piramida Populasi Diameter Moluska

Tabel 8. Kondisi Lingkungan

a. Kondisi Perairan

Parameter

Lingkungan

Hulu Tengah Hilir

Temperatur udara 27 0C 26 0C 31 0C

Temperatur air 26 0C 27 0C 27 0C

Arus 33,78 m/s 0,18 m/s 0,94 m/s

Substrat yang

dominan

Batu Pasir, kerikil,

batuan

Batu dan

pasir

Ph 6 6 6

b. Kondisi Daratan

Parameter

Lingkungan

Hulu Tengah Hilir

Temperatur udara 260C 260C 310C

Tipe tanah Tanah

berpasir

Serasah Serasah

pH 7 7 7

6,5 cm - 7,6 cm

5,4 cm - 6,4 cm

3,2 cm - 3,2 cm

04,3 cm - 5,3 cm

Page 16: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

Tabel 9. Distribusi MoluskaSpesies Hulu Tengah Hilir

Pomatiopsis sp. 15 - -Gillia altilis - 1 -Mudalisa sp. - 14 -

Pleurocera acuta - 2 1Paludestrina minuta - 10 19Goniobasis airginica - 2 -

Lyrodes cocoratus - 3 5Littoridina monzoensis - - 2

Tabel 10. Distribusi BambuSpesies Hulu Tengah HilirDendrocalamus asper 60 - -Gigantochloa atter - 32 17Dendrocalamus strichus - - 48

Page 17: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

B. Pembahasan

Sebagian besar penduduk terutama yang ada di sepanjang DAS masih

menggunakan Sungai Pelus untuk berbagai keperluan seperti MCK, pertanian,

perkebunan, perikanan,dan berbagai aktivitas antropogenik. Hal ini

memungkinkan terjadinya perubahan kualitas perairan yang selanjutnya akan

berdampak pada kehidupan biota air salah satunya perubahan pola struktur

komunitas moluska misalnya perubahan jumlah komposisi, kelimpahan dan

keanekaragamannya.

Sungai adalah perairan umum yang airnya mengalir terus menerus pada

arah tertentu, berasal dari air tanah, air permukaan yang diakhiri bermuara ke laut.

Sungai sebagai perairan umum yang berlokasi di darat dan merupakan suatu

ekosistem terbuka yang berhubungan erat dengan sistem-sistem terestrial dan

lentik. Ciri-ciri umum daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya

pada umumnya mempunyai tofograpi makin bergelombang sampai bergunung-

gunung. Sungai adalah lingkungan alam yang banyak dihuni oleh organisme

(Odum, 1992). Zonasi pada habitat air mengalir adalah mengarah ke longitudinal,

yang menunjukkan bahwa tingkat yang lebih atas berada di bagian hulu dan

kemudian mengarah ke hilir. Menurut Soemarwoto (1980), Pada habitat air

mengalir ini, perubahan-perubahan yang terjadi akan lebih nampak pada bagian

atas dari aliran air karena adanya kemiringan, volume air atau komposisi kimia

yang berubah. Arus mempunyai arti penting untuk pergerakan ikan. Arus yang

searah dari hulu sangat penting untuk pergerakan ikan atau bahkan menyebabkakn

ikan-ikan bergerak aktif melawann arus, kea rah muara pergerakan ikan dapat

berlangsung dengan pasif maupun mengapung (Wotton, 1992), Sungai merupakan

salah satu perairan darat yang mengalir. Berdaasrkan letak dan kondisi

lingkungannya dibagi menjadi tiga bagian : 

1) Hulu sungai, terletak di daerah yang dataran tinggi, menglir melalui bagian

yang curam, dangkal, berbatu, arus deras, volume air kecil, kandungan

oksigen telarut tinggi, suhu yang rendah, dan warna air jernih. 

Page 18: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

2) Hilir sungai, terletak didaratan yang rendah, dengan arus yang tidak begitu

kuat dan volume air yang besar, kecepatan fotosintesis yang tinggi dan

banyak bertumpuk pupuk organic.

3) Muara sungai letaknya hamper mencapai laut atau pertemuan sungai-

sungai lain, arus air sangat lambat dengan volume yang lebih besar,

banyak mengandung bahan terlarut, Lumpur dari hilir membentik delta

dan warna air sangat keruh .

Sungai Pelus memiliki peran penting bagi organisme consumer tingkat

rendah maupun consumer tingkat tinggi seperti manusia. Daerah sekitar sungai

Pelus banyak dimanfaatkan sebagai pemukiman. Aktivitas yang banyak dilakukan

disana adalah memancing, berkebun, dan MCK. Dari hasil studi lapangan yang

telah dilakukan di daratan sekitar sungai Pelus, komponen abiotik yang ada adalah

udara, tanah, batu, pasir, kerikil. Udara penting sebagai penyedia unsure

anorganik dan organic seperti karbon dioksida, nitrogen, oksigen. Sedangkan

tanah memiliki unsure hara yang tinggi. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap

pH (keasaman) tanah, tanah daratan di sekitar sungai Pelus memiliki pH sekitar 7

dengan tipe tanah serasah, yaitu tumpukan daun mengering yang karena aktivitas

decomposer berubah menjadi humus yang membantu kesuburan tanah.

Komponen biotic yang ditemukan adalah manusia, bambu, kelapa, pisang, jati,

tanaman talas, papaya, cacing. Bambu merupakan populasi yang paling banyak

hidup didaerah sekitar sungai. Komponen biotic yang didapatkan dari hasil

pengamatan di sungai Pelus adalah manusia, ikan, moluska, capung, kupu-kupu,

burung, dan cacing.

Dalam suatu ekosistem yang kompleks terjadi interaksi antara individu

sejenis maupun beda spesies. Interaksi ini dapat berupa pola makan-memakan

atau disebut rantai makanan, atau dapat berupa interaksi persaingan dalam

memperebutkan makanan. Rantai makanan merupakan roses perpindahan energy

makanan dari sumber daya tumbuhan melalui seri organisme atau melalui jalur

makan-memakan (Heddy dan Kurniati, 1997). Jaringan perpindahan energy yang

lebih kompleks sering disebut sebagai jaring makanan. Tumbuhan, fitoplankton

dalam suatu ekosistem perairan menempati sebagai produsen, yang kemudian

Page 19: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

akan dimanfaatkan energinya oleh mikrokonsumen seperti zooplankton ataupun

makrokonsumen seperti ikan dan manusia.

Di alam terdapat bermacam-macam komunitas yang secara garis besar

dapat dibagi dalam dua bagian yaitu:

1. Komunitas akuatik, misalnya yang terdapat di laut, danau, sungai, parit

atau kolam.

2. Komunitas terrestrial, yaitu kelompok organisme yang terdapat di

pekarangan, hutan, padang rumput, padang pasir, dll.

Menurut Gardner, Pearce dan Mitchell (1991), pertumbuhan tanaman dan

produksi bambu dipengaruhi oleh dua factor, yaitu factor genetic dan factor

lingkungan tempat tumbuhnya. Untuk memperoleh sifat genetic yang baik dapat

dilakukan melalui pembiakkan secara vegetative, salah satunya adalah

menggunakan stek batang atau umbi. Sedangkan factor lingkungan yang

kemungkinan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman antara

lain jarak tanam bambu.

Berikut klasifikasi bambu yang dijumpai pada bantaran Sungai Pelus.

Gigantochloa atter

Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Poales

Famili : Poaceae

Genus : Gigantochloa

Spesies : Gigantochloa atter (Hassk) Kurz ex Munro

Deskripsi :

Rumpun tegak, tinggi hingga 15 m, diameter 5 - 10 cm. Buluh lurus dengan

akar udara dari node, tinggi bisa mencapai 22 m, panjang bisa mencapai 50 cm.

Berdinding tipis dengan diameter 5-10 cm dengan ketebalan 8 mm. Daunnya

gundul, kuping pelepah buluh kecil, ligula rata kurang 2 mm dan gundul. Pelepah

buluh tertutup bulu hitam yang mudah luruh dengan kuping pelepah buluh

membulat, ujung melengkung keluar. Daun pelepah buluh berketuk balik dan

Page 20: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

menyegitiga. Rebung berwarna hijau keunguan yang tertutup bulu hitam. Cabang-

cabang muncul jauh di atas permukaan tanah, termasuk Unequal (percabangan

tidak sama). Sebaran mencakup Asia Tenggara, di kepulauan Sunda kecil tersebar

di pulau Lombok hingga pulau Timor. Batang banbu ater biasanya digunakan

orang untuk dinding rumah, pagar, alat-alat rumah tangga, kerajinan tangan dan

ada juga yang digunakan untuk alat music.

Bambu ater (Gigantochloa atter) tidak banyak dijumpai ditanam secara

meluas di Indonesia. Biasanya orang menanamnya hanya beberapa rumpun saja.

Di Jawa Barat orang menyebut jeis bambu ini sebagai bambu temen. Sedangkan

di Jawa Tengah orang sering juga menamakan pring jowo. Buluhnya berwarna

hijau tua, dan hijau kehitam-hitaman. Rumpunannya sedikit agak rapat, terdiri

dari banyak buluh yang tegak, tingginya sampai 20 meter. Garis tengah atau

penampang buluh sampai 7 cm. Buluh yang muda mempunyai pelepah buluh

yang bermiang coklat tua. Waktu buluh menjadi dewasa, pelepahnya jatuh dengan

sendirinya sehingga buluhnya jadi bersih tanpa pelepah buluh. Panjang setiap ruas

buluh adalah sekitar 15 sampai 60 cm. Sedangkan panjang daunnya antara 20

sampai 32 cm dengan lebar daun 2 sampai 5,5,cm. Tanaman ini dapat tumbuh di

daerah-daerah dengan ketinggian dari 0 sampai 650 meter di atas permukaan laut.

Dendrocalamus strictus

Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Poales

Famili : Poaceae

Genus : Dendrocalamus

Spesies : Denrocalamus strictus

Deskripsi :

Sebuah bambu berumbai daun padat. Tinggi batang 8-16 m dengan

diameter 2,5-8 cm. Warna biru pucat kehijauan ketika rebung, kusam hijau atau

kuning pada saat tua, banyak melengkung di atas internode agak bengkak,

internode dengan cabang 30-45 cm, berdinding tebal. Daun linier-lanset, kecil,

Page 21: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

panjang sampai dengan 25 cm dan lebar 3 cm, bulat di dasar yang menjadi tangkai

daun, ujung tajam acuminate dengan titik bengkok, kasar dan sering berbulu di

atas,sangat sedikit berbulu lembut di bawah . Banyak digunakan sebagai bahan

baku di pabrik kertas dan juga untuk berbagai tujuan seperti konstruksi, alat

pertanian, alat musik, furnitur dll Tunas muda umum digunakan sebagai makanan.

Rebusan daun dan node dan materi silicious digunakan dalam pengobatan

tradisional.

Dendrocalamus asper

Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Poales

Famili : Poaceae

Genus : Dendrocalamus

Spesies : Denrocalamus aspers Backer

Deskripsi :

Tersebar luas di Asia. Diameter 8-20 cm dengan tinggi batang 20-30 m.

Dikenal dengan bambu raksasa. Panjang internode 30-50 cm. Digunakan untuk

konstruksi material dan bahan bangunan.

Berdasarkan data bambu yang di peroleh di sekitar bantaran Sungai Pelus

terdapat 3 spesies yang berbeda yaitu Dendrocalamus asper dapat dijumpai pada

bantaran Sungai Pelus bagian hulu dengan jumlah 60 individu. Gigantochloa atter

dapat dijumpai pada bantaran Sungai Pelus bagian tengah dengan jumlah individu

sebanyak 32. Sedangkan pada bagian hilir ditemukan dua spesies yaitu

Dendrocalamus strictus yang berjumlah 48 individu dan Gigantochloa atter

sebanyak 17 individu. Hasil tersebut merupakan komunitas bambu yang dominan

pada masing-masing lokasi.

Tanaman bambu dijumpai tumbuh mulai dari dataran rendah sampai

dataran tinggi 100 – 2200 m di atas permukaan laut. Walaupun demikian tidak

semua jenis bambu dapat tumbuh dengan baik pada semua ketinggian tempat,

namun pada tempat-tempat yang lembab atau pada tempat yang kondisi curah

Page 22: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

hujannya tinggi dapat mencapai pertumbuhan terbaik, seperti ditepi sungai,

ditebing-tebing yang curam (Soendjoto, 1997).

Umumnya tanaman bambu dapat tumbuh dengan baik dan tersebar

dimana-mana, walaupun dalam pertumbuhannya dapat dipengaruhi oleh keadaan

iklim. Unsur-unsur iklim meliputi sinar matahari, suhu, curah hujan dan

kelembaban. Tempat yang disukai tanaman bambu adalah lahan yang terbuka

dimana sinar matahari dapat langsung memasuki celah-celah rumpun sehingga

proses fotosintesis dapat berjalan lancer. Type iklim mulai dari A, B, C, D sampai

E (mulai dari iklim basah sampai kering), semakin basah type iklim makin banyak

jenis bambu yang dapat tumbuh. Ini disebabkan karena tanaman bambu termasuk

tanaman yang banyak membutuhkan air yaitu curah hujan minimal 1020

mm/tahun dan kelembaban minimum 76%.Jenis tanah di lokasi praktek mulai dari

tanah berat sampai ringan dan mulai dari tanah subur sampai kurang subur. Sifat

fisik tanah pada lokasi praktikum dengan pH 7 dengan suhu 27°C (Anonim,

2010).

Di Indonesia terdapat lebih kurang 125 jenis bambu. Bambu merupakan

tanaman yang memiliki manfaat sangat penting bagi kehidupan. Semua bagian

tanaman mulai dari akar, batang, daun, kelopak, bahkan rebungnya dapat

dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan.. Akar tanaman bambu dapat

berfungsi sebagai penahan erosi guna mencegah bahaya banjir. Tak heran bila

beberapa jenis bambu yang banyak tumbuh di pinggir sungai atau jurang

sesungguhnya berperan penting mempertahankan kelestarian tempat tersebut.

Batang bambu memang merupakan bagian yang paling banyak diusahakan untuk

dibuat berbagai macam barang untuk keperluan sehari-hari. Batang bambu baik

yang masih muda maupun yang sudah tua dapat digunakan untuk berbagai macam

keperluan. Namun, ada juga jenis bambu yang dapat dan tidak dapat dimanfaatkan

(Widjaja, 1985).

Dalam komunitas, semua organisme merupakan bagian dari komunitas

dan antara komponennya saling berhubungan melalui keragaman interaksinya.

Interaksi antarkomponen ekologi dapat merupakan interaksi antarorganisme,

antarpopulasi, dan antar komunitas. Interaksi antarkomunitas cukup komplek

karena tidak hanya melibatkan organisme, tapi juga aliran energi dan makanan.

Page 23: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

Interaksi antarkomunitas dapat kita amati, misalnya pada daur karbon. Daur

karbon melibatkan ekosistem yang berbeda misalnya laut dan darat.

Moluska berasal dari bahasa Romawi, molis yang berarti lunak yang

hidup sejak periode Cambrian,terdapat lebih dari 100 ribu spesies hidup dan 35

ribu spesies fosil, kebanyakan dijumpai di laut dangkal, beberapa pada kedalaman

7000m, beberapa di air payau, air tawar, dan darat (Pennak, 1978). Menurut

Hyman (1967), filum moluska ditandai oleh tubuh yang lunak, yang tidak terbagi

dalam segman – segmen yang biasanya dilindungi oleh satu atau lebih keping

cangkang.

Moluska merupakan organisme akuatik yang hidup di dasar perairan

dengan pergerakan relatif lambat yang sangat dipengaruhi oleh substrat dasar serta

kualitas perairan. Moluska berperan penting dalam proses mineralisasi dan

pendaur-ulangan bahan organic maupun sebagai salah satu sumber makanan bagi

organisme konsumen yang lebih tinggi. Penurunan komposisi, kelimpahan dan

keanekaragaman dari moluska biasanya merupakan indikator adanya gangguan

ekologi yang terjadi pada sungai tersebut (Mason,1981).

Deskripsi molusca yang diperoleh:

Paludestrina minuta Totten

Termasuk dalm genus Paludestrina. Cangkang yang dimiliki sangat mirip

dengan kepunyaan Fontigen. Gigi tengah radula memiliki ujung satu basal

dentikel pada setiap sisinya dan tanpa proses pembentukan lidah.

Pleurosera acuta Rafinesque

Genus Pleurocera. Ukuran cangkangnya kecil hingga sedang, menipis,

tidak mengalami perforasi (lubang-lubang), halus dan nodulose atau

carinate. Apertue subrhomboidal, diperpanjang ke dalam saluran pendek

dibawah ini. Columella membelit tetapi tidak mengalami penipisan.

Terdistribusi luas di timur sebagian dari United States.

Littoridina monroensis Frauenfeld

Genus Littoridina. Cangkang kecil, hampir mengalami perforasi, seperti

diperpanjang, padat dan tidak tembus cahaya. Alur putaran tubuhnya

subangulate pada batas luar. Aperturnya periform, mulutnya sederhana

tetapi tidak terus menerus. Radula menyerupai pada Amnicola.

Page 24: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

Goniobasis airginiea Gmelin

Genus Goniobasis. Ukuran cangkangnya kecil hingga sedang, menipis,

halus, carinate dan kadang-kadang tuberculate. Columella halus, tidak

membelit. Terdistribusi luas dari Lembah Mississippi. Kelompok kecil

dari spesies ini terdapat pada utara California.

Arus adalah faktor pembatas utama pada aliran deras, tetapi dasar yang

keras terutama bila terdiri dari batu, dapat menyediakan permukaan yang cocok

untuk organism (flora dan fauna) untuk menempel atau melekat. Dasar di air

tenang yang lunak dan terus-menerus berubah umumnya membatasi organisme

bentik yang lebih kecil sampai bentuk penggali, tetapi bila kedalaman lebih besar

lagi, lebih sesuai untuk plankton, neuston dan plankton. Komposisi jenis dari

komunitas air deras sewajarnya 100% berbeda dari zona perairan yang tenang

seperti kolam dan danau (Odum, 1988).

Sungai yang dijumpai dihampir semua tempat pada mulanya, sebelum

mendapat gangguan manusia, mempunyai kualitas air yang bersifat alamiah.

Debu, mineral-mineral atmosfer dan berbagai macam gas banyak yang terlarut

dalam air hujan yang pada gilirannya akan menentukan status kualitas air alamiah

badan air atau sungai tersebut (Wirakusumah, 2003).

Diantara karakteristik fisik perairan (alamiah) yang dianggap penting

adalah konsentrasi larutan sedimen, suhu air, dan tingkat oksigen terlarut dalam

suatu sistem aliran air. Larutan sedimen yang sebagian besar terdiri atas larutan

lumpur dan bebrapa bentuk koloida-koloida dari berbagai material inilah yang

seringkali mempengaruhi kualitas air dalam kaitannya dengan pemanfaatan

sumberdaya air untuk kehidupan manusia dan organisme akuatik lainnya.

Meningkatnya suhu perairan yang dapat diklasifikasikan sebagai pencemar

perairan dapat mempengaruhi kehidupan organisme akuatik secara langsung atau

tidak langsung. Sementara itu, oksigen terlarut dalam perairan dapat dimanfaatkan

untuk indikator atau sebagai indeks sanitasi kualitas air (Soeriaatmadja, 1977).

Muatan sedimen. Kualitas fisik perairan sebagian besar ditentukan oleh

jumlah konsentrasi sedimen yang terdapat dalam perairan tersebut. Muatan

sedimen total yang terdapat dalam aliran air terediri atas sedimen merayap

(bedload) dan sedimen melayang (suspended sediment). Untuk suatu sistem

Page 25: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

daerah aliran air, terutama yang terletak di hulu, jumlah muatan sedimen yang

terlarut dalam aliran air mempunyai pengaruh yang menentukan terhadap kualitas

air di tempat tersebut. Pengaruh tersebut diwujudkan dalam bentuk pengaruh

muatan sedimen pada besar kecilnya dan kedalaman cahaya matahari yang masuk

ke dalam aliran air. Muatan sedimen dalam suatu perairan diukur melalui tingkat

kekeruhan yang terjadi di aliran air tersebut. Pada tingkat kekeruhan tertentu,

cahaya matahari yang masuk ke dalam badan air berkurang sehingga menghambat

proses fotosintesis jenis vegetasi yang tumbuh di dalam perairan. Cahaya matahari

yang dapat masuk ke dalam badan air juga berguna untuk kehidupan organjisme

akuatik, terutama dalam mempertahankan suhu perairan tersebut pada tingkat

yang memungkinkan untuk menunjang kehidupan organisme tersebut. Muatan

sedimen dalam aliran air juga membawa serta unsur hara (nutrisi) dan logam berat

yang akan mempengaruhi pemanfaatan sumber daya air (Thohir, 1991).

Muatan sedimen dapat dibedakan menjadi dua yaitu muatan sedimen

organik dan muatan sedimen non-organik. Muatan sedimen organik terdiri atas

unsur-unsur yang berasal dari flora (vegetasi) dan fauna (hewan) yang seringkali

terangkut dalam aliaran air pada periode aliran besar (debit besar sebelum tercapai

debit puncak). Muatan sedimen non-organik meliputi unsur-unsur pasir, lumpur,

dan koloida-koloida dari berbagai mineral yang pada tempat dan waktu tertentu

dapat mengendap di dasar perairan (Asdak, 1995).

Sedimen melayang (suspended material) dalam perairan sungai alamiah dapat

dibedaklan menjadi dua tipe:

Sedimen non-organik, terutama terdiri atas pasir, debu, dan koloida-koloida

yang berasal dari permukaan tanah daerah tangkapan air dan dari dasar

saluran-saluran air di tempat tersebut.

Sedimen organik, terdiri atas unsur-unsur tanaman dan hewan baik yang hidup

atau mati yang terlarut dalam aliran air sungai. Sedimen-sedimen organik

dapat juga teruraikan (decomposed) oleh biota yang hidup dalam perairan

tersebut antara lain serangga dan vegetasi perairan lainnya, bakteri, jamur dan

ganggang menjadi bentuk lain dari unsur-unsur organik (Hewlett, 1982).

Sedimen non-organik yang banyak dijumpai pada sungai Pelus sebagai subdtrat

yang dominan adalah pada bagian hulu substrat yang dominan adalah bebatuan,

Page 26: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

pada bagian tengah substrat yang dominan adalah pasir, kerikil, dan bebatuan,

pada bagian hilir substrat yang dominan adalah pasir dan batuan.

Sedimen terlarut (dissolved material) dalam perairan sungai alamiah dapat

dibedakan menjadi dua tipe:

Larutan non-organik, termasuk unsur-unsur mineral dan gas. Meskipun unsur-

unsur mineral mendominasi larutan non-organik ternyata beberapa jenis gas ,

terutama oksigen dan karbon dioksida memegang peranan yang lebih penting

untuk keberlanjutan kehidupan flora dan fauna akuatis serta menentukan

kualitas air.

Larutan organik, meliputi bermacam-macam unsur organik yang bersifat

komplek sebagai hasil proses-proses fotosintesis, metabolisme, dan

dekomposisi jaringan-jaringan tanaman dan hewan yang hidup di perairan.

Beberapa unsur organik tersebut ditemukan dalam kadaan tidak stabil, sebaian

lainnya diserap oleh organisme akuatis untuk menghasilkan sedimen organik

lain, dan banyak di antara komponen-komponen organik tersebut yang

berfungsi sebagai unsur hara makanan dan bentuk sumber energi lainnya bagi

flora dan fauna yang hidup di perairan bagian hilir (Asdak, 1995).

Arus air. Kandungan sedimen dalam air mempengaruhi kecepatan arus air,

jika sedimen yang terdapat dalam air lebih banyak maka arus air akan semakin

lambat, jika kandungan sedimennya sedikit maka arus air akan semakin cepat.

Arus air pada sungai Pelus bagian hulu kecepatan arusnya adalah 3,78 m/s, pada

bagian tengah 0,18 m/s, sedangkan pada bagian hilir arus airnya adalah 0,94 m/s.

Hal ini berarti kandungan sedimen pada bagian tengah lebih besar daripada

dibagian hulu dan hilir. Bagian hulu memilki kandungan sedimen yang relatif

lebih sedikit, karena sedimen yang ada terbawa lairan air sampai ke tengah dan

menurun jumlahnya jika sudah sampai ke bagian hilir (Leksono, 2007).

Temperatur air. Suhu di dalam air dapat menjadi faktor penentu atau

pengendali kehidupan flora dan fauna akuatis, terutama suhu di dalam air yang

telah melampaui ambang batas (terlalu hangat atau terlalu dingin) bagi kehidupan

flora dan fauna akuatis tersebut. Jenis, jumlah dan keberadaan flora dan fauna

akuatis seringkali berubah dengan adanya perubahan suhu air, terutama oleh

adanya kenaikan suhu di dalam air. Secara umum, kenaikan suhu perairan akan

Page 27: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

mengakibatkan kenaikan aktivitas biologis dan pada gilirannya memerlukan lebih

banyak oksigen di dalam perairan tersebut. Kenaikan suhu suatu perairan alamiah

umumnya disebabkan oleh aktivitas penebangan vegetasi di sepanjang tebing

aliran air tersebut. Dengan adanya penebangan atau pembukaan vegetasi di

sepanjang tebing aliran tersebut mengakibatkan lebih banyak cahaya matahari

yang dapat menembus ke permukaan aliran air tersebut dan pada akhirnya akan

meningkatkan suhu di dalam air (Asdak, 1995).

Suhu air atau temperatur air di sungai Pelus pada bagian hulu adalah

sebesar 26 0C, pada bagian tengah dan hilir temperatur airnya mencapai 27 0C.

Nilai temperatur air tersebut masih dalam batas normal, tidak terlalu dingin dan

tidak terlalu hangat atau panas sehingga flora dan fauna organisme akuatis dapat

tumbuh dengan optimal. Nilai temperatur udara di sekitar sungai pada bagian hulu

temperatur udaranya adalah 270C, pada bagian tengah sebesar 26 0C, dan pada

bagian hilir sebesar 31 0C. Temperatur udara tersebut masih dalam batas normal.

Jika temperatur udaranya terlalu dingin atau terlalu panas maka hal tersebut tidak

bagus untuk kehidupan ikan organisme akuatik lainnya.

pH air. pH air biasanya dimanfaatkaan untuk menentukan indeks

pencemaran dengan melihat tingkat keasaman atau kebasaan air yang diuji,

terutama oksidasi sulfur dan nitrogen pada proses pengasaman dan oksidasi

kalsium dan magnesium pada proses pembasaan. Besarnya angka pH dalam suatu

perairan dapat dijadikan indikator adanya keseimbangan unsur-unsur kimia dan

dapat mempengaruhi ketersediaan dan unsur hara yang sangat bermanfaat bagi

kehidupan vegetasi akuatik. pH air juga mempunyai peranan penting bagi

kehidupan ikan dan fauna lain yang hidup di perairan tersebut. Umumnya,

perairan dengan tingkat pH lebih kecil daripada 4,8 dan lebih besar daripada 9,2

sudah dianggap tercemar (Brook et al., 1989).

Bagi kebanyakan ikan yang hidup di perairan tawar, angka pH yang

dianggap sesuai untuk kehidupan ikan-ikan tersebut adalah berkisar anatara 6,0

hingga 8,4. Apabila pH air telah turun jauh dibawah angka 6,0 ikan dan organisme

akuatik lainnya menjadi terganggu kehidupannya. Pada angka pH lebih kecil dari

4,5 keadaan kualitas air telah menjadi kritis dan tidak mampu lagi mendukung

Page 28: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

kehidupan ikan. Sementara itu, untuk kebanyakan jenis ganggang tidak dapat

hidup di perairan dengan pH lebih besar daripada 8,5 (Asdak, 1995).

pH air di sungai Pelus dari bagian hulu, tengah, dan hilir mempunyai nilai

pH yang sama yaitu 6,0. Hal ini berarti sungai Pelus masih bagus kualitas airnya

dan pH tersebut merupak pH yang optimal untuk kehidupan ikan dan organisme

akuatik lainnya.

Kondisi daratan disekitar aliran sungai banayk ditumbuhi pepehonan dan

tanah yang ada dimanfaatkan sebagai lahan pemukiman dan lahan perkebunan.

Tanah pada lahan tersebut merupakan tanah serasah ada juga yang berupa pasir,

pH tanah normal yaitu 7,0 sehingga tanah tersebut sangat cocok untuk lahan

perkebunan. Temperatur udara dibagian daratan adalah sebesar 260C pada bagian

hulu dan tengah sedangkan pada bagian hilir temeperatur udaranya adalah 31 0C.

Nilai temperatur ini masih dalam batas normal untuk pertumbuhan organisme

yang ada di dalamnya (Dwidjoseputro, 1991).

Tanaman bambu tersebar luas di daerah beriklim tropis, sub tropis dan

sedang (Sutiyono, et al., 1992). Penyebaran bambu berdasarkan garis lintang yaitu

antara 40o LU/LS dengan penyebaran bambu tipe monopodial 30-38o LU/LS dan

bambu tipe simpodial 250 LU/LS (Uchimura, 1981).

Penyebaran bambu yang luas ini sangat dipengaruhi oleh faktor iklim

antara lain suhu, curah hujan, kelembaban yang berkaitan satu dengan yang lain

(Sutiyono, et al., 1992). Menurut Huberman (1959) daerah yang memiliki curah

hujan tahunanan minimal 1020 mm dan kelembaban udara minimal 80% dengan

suhu optimum antara 8,8-360C merupakan daerah yang cocok untuk pertumbuhan

bambu. Bambu dapat tumbuh baik di berbagai jenis tanah, kecuali tanah yang

berada di dekat pantai. Pada tanah tersebut, bambu dapat tumbuh tetapi

pertumbuhannya lambat dan buluh kecil. Umumnya bambu dapat tumbuh di

tempat dengan ketinggian 1-1200 m dpl dengan keadaan pH tanah antara 5,0-6,5

(Alrasyid, 1990). Verhoef (1957) menyatakan bahwa berbagai keadaan tanah

dapat ditumbuhi oleh bambu mulai dari tanah ringan sampai tanah berat, tanah

kering sampai tanah becek dan dari tanah yang subur sampai ke tanah yang

kurang subur.

Page 29: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

Berdasarkan data moluska yang diperoleh, pada daerah hulu hanya

ditemukan spesies Pomatiopsis sp yang berjumlah 15 individu. Jumlah spesies

pada daerah tengah ditemukan 6 spesies yang berbeda dengan jumlah yang

berbeda, diantaranya Gillia altilis 1, Mudalia sp. 14, Paludestrina minuta 10,

Pleurocera acuta 2, Goniobasis airginica 2,dan Lyrodes coronatus 3. Sedangkan

jumlah spesies pada daerah hilir ditemukan 4 spesies yang berbeda yaitu,

Paludestrina minuta 19, Pleurocera acuta 1, Lyrodes coronatus 5, dan Littoridina

monroensis 2.

Adanya perbedaan jumlah komposisi taksa moluska pada Sungai Pelus

dapat disebabkan karena adanya perbedaan pengaruh bahan organik dan adanya

perubahan kondisi lingkungan, khususnya substrat sebagai akibat dari kegiatan

antropogenik dan industri yang menimbulkan tekanan lingkungan terhadap jenis

moluska tertentu. Komposisi taksa pada tingkat genus yang hanya berkisar antara

5 - 6 jenis, menandakan bahwa tingkat keanekaragaman taksa ini tergolong

rendah. Sedikitnya jumlah taksa yang ditemukan juga tidak dapat menunjukkan

bahwa perairan tersebut tercemar. Ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi

kondisi suatu lingkungan, misalnya fungsi aliran energi. Menurut Odum (1971),

penilaian tercemar atau tidaknya suatu ekosistem tidak mudah terdeteksi dari

hubungan antara keanekaragaman dan kestabilan komunitasnya. Sistem yang

stabil, dalam pengertian tahan terhadap gangguan atau bahan pencemar bisa saja

memiliki keanekaragaman yang rendah atau tinggi, hal ini tergantung dari fungsi

aliran energi yang terdapat pada perairan tersebut.

Page 30: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dipaparkan sebelumnya, maka

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Macam-macam komunitas yang terdapat di alam secara garis besar dapat

dibagi menjadi dua bagian yaitu komunitas akuatik dan terrestrial.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi moluska dan distribusi bambu

antara lain: gas terlarut, kejernihan, arus air, suhu, penetrasi cahaya, pH,

substrat dan polinasi.

3. Faktor lingkungan yang penting untuk daratan yaitu cahaya, temperatur

dan air, sedangkan cahaya, temperatur dan kadar garam merupakan faktor

tiga besar untuk perairan.

4. Perpindahan energi akan terjadi melalui proses makan-memakan atau

disebut rantai makanan yang kemudian bergabung membentuk jaring-

jaring makanan.

5. Dalam satu ekosistem, terdapat variasi komponen abiotik dan biotic yang

menempati suatu zona berbeda pada sungai.

6. Sungai Pelus sebagai daerah aliran sungai yang memiliki potensi besar

bagi kesejahteraan masyarakat senantiasa harus selalu dijaga

kelestariannya dari usaha pencemaran.

Page 31: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. Bamboo. http://www.artikata.com/arti-320512-bambu.php. Diakses tanggal 24 November 2010

Anonymous. Serasah. http://id.wikipedia.org/serasah.html. Diakses tanggal 25 November 2010.

Asdak, 2007. Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah mada University press. Yogyakarta.

Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Barus, 2002. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia,Jakarta. 459 hal.

Brooks, K. N., P. F. Ffolliott, H. M. Gregersen, dan J. L. Thames. 1989. Hydrology and the Management of Watershed. Ohio University Press, Columbus, USA.

Dwidjoseputro, D. 1991. Ekologi Manusia dengan Lingkungannya. Erlangga, Jakarta.

Effendi, H. 2003. Lahan Kualitas Air bagi Pengelola Sumberdaya & Lingkungan Perairan. J MSP Fak. P & K IPB, Bogor.

Halfon, E. 1979. Theoretical Systems in Ecology. Academic Press. New york.

Hewlett, J. D. 1982. Principles of Forest Hydrology. The University of Georgia Press. Athens, USA.

Irwan, 1992. Ekosistem Komunitas & Lingkungan. Bumi aksara. Jakarta.

Koesoebiono. 1979. Dasar-dasar Ekologi Umum, Bagian IV (Ekologi Perairan). Sekolah Pasca Sarjana, Jurusan PSL, IPB, Bogor.124 hal.

Krebs, C.J. 1989. Ecological Methodology. Harper and Row Publishers, New York. 678 p.

Leksono, A. S. 2007. Ekologi Pendekatan Deskriptif dan Kuantitatif. Bayumedia Publishing, Malang.

Mason, C.F. 1981. Biology of Freshwater Pollution.Longman Inc. New York. 250 hal.

Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. 3rd Edition W. B. Saunders Co. Philadelphia. 546 p.

Page 32: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

Odum, T. Howard.1992. Ekologi System. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Rajawali.

Pennak, RW. 1978. Freshwater Invertebrates of the United States. New York: A Willey Interscience Publications John Willey and Sons.

Polunin, nicholas. 1997. Teori ekosistem dan penerapannya. Yogyakarta ; Universitas Gajah Mada Press.

Polunin, nicholas. 1997. Teori ekosistem dan penerapannya. Yogyakarta ; Universitas Gajah Mada Press.

Sary, 2006. Bahan Kuliah Manajemen Kualitas Air. Politehnik vedca. Cianjur.

Soendjoto, M.A. 1997. Prosiding Ekspose Hasil Penelitian dan Uji Coba Balai Teknologi Reboisasi Banjar Baru. Upaya Peningkatan Mutu dan Produktifitas Hutan Menuju Pengelolaan Hutan Lestari. BTR Banjarbaru, Kal – Sel.

Soeriaatmadja, R. E. 1977. Ilmu Lingkungan. ITB, Bandung.

Susatyo, ari. 2003. Petunjuk praktikum ekologi. Semarang ; IKIP PGRI Semarang.

Susatyo, ari. 2003. Petunjuk praktikum ekologi. Semarang ; IKIP PGRI Semarang.

Thohir, K. A. 1991. Butir-Butir Tata Lingkungan. Rineka Cipta, Jakarta.

Widjaja, E. A. 1998. Bamboo diversity in Flores. In H. Simbolon, The Natural Resources of Flores Island. :38-50.

Widjaja, E. A. 1998. Bamboo diversity in Flores. In H. Simbolon, The Natural Resources of Flores Island. :38-50.

Widjaja, E. A. 2001. Identikit Jenis-jenis Bambu di Kepulauan Sunda Kecil.Bogor: Herbarium Bogoriense, Balitbang Botani, Puslitbang Biologi-LIPI.

Widjaja, E. A. 2001. Identikit Jenis-jenis Bambu di Kepulauan Sunda Kecil.Bogor: Herbarium Bogoriense, Balitbang Botani, Puslitbang Biologi-LIPI.

Widjaja, E.A. 1985. Bamboo research in Indonesia, in Lissard and A Chouinard (eds). Bamboo Research in Asia Proceedings of a Workshop held in Singapura. IDRC and IUFRO.

Wirakusumah, S. 2003. Dasar-Dasar Ekologi Menopang Pengetahuan Ilmu-Ilmu Lingkungan. UI-Press, Jakarta.