paru penyakit asma akibat kerja

Upload: herlina-anggraini-jalalludin

Post on 04-Apr-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/29/2019 Paru Penyakit Asma Akibat Kerja

    1/15

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Alergi atau hipersensitivitas tipe I adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh

    seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang

    umumnya imunogenik (antigenik) atau dikatakan orang yang bersangkutan bersifat atopik.

    Dengan kata lain, tubuh manusia berkasi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan

    yang oleh tubuh dianggap asing dan berbahaya, padahal sebenarnya tidak untuk orang-orang

    yang tidak bersifat atopik. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut

    alergen.

    Alergi dapat merupakan gangguan hipersensitivitas local atau sistemik. Kulit dan

    saluran napas adalah organ yang paling sering terpajan alergen dan terlibat dalam penyakit

    alergi. Reaksi alergi dapat juga terjadi di jaringan vaskular, traktus gastrointestinal, atau

    organ lain. Anafilaksis merupakan bentuk reaksi alergi sistemik yang paling berbahaya.

    Reaksi alergi yang kompleks dapat digambarkan sebagai berikut: reaksi diawali dengan

    pajanan terhadap alergen yang ditangkap oleh Antigen Presenting Cell (APC), dipecah

    menjadi peptida-peptida kecil, diikat molekul HLA (MHC II), bergerak ke permukaan sel dan

    dipresentasikan ke sel Th-2. Sel Th-2 diaktifkan dan memproduksi sitokin-sitokin antara lain

    IL-4 dan IL-13 yang memacuswitchingproduksi IgG ke IgE oleh sel B, terjadi sensitisasi sel

    mast dan basofil, sedangkan IL-5 mengaktifkan eosinofil yang merupakan sel inflamasi

    utama dalam reaksi alergi. Selain itu sel residen juga melepas mediator dan sitokin yang juga

    menimbulkan gejala alergi.

    1

  • 7/29/2019 Paru Penyakit Asma Akibat Kerja

    2/15

    BAB II

    PEMBAHASAN

    II.1 Penyakit Akibat Kerja

    Kemajuan dalam bidang industri sampai sekarang telah menghasilkan sekitar 70.000

    jenis bahan berupa logam, kimia, pelarut, plastik, karet, pestisida, gas, dan sebagainya yang

    digunakan secara umum dalam kehidupan sehari-hari dan memberikan kenyaman dan

    kemudahan bagi penduduk di seluruh dunia. Namun di lain pihak, bahan-bahan tersebut

    menimbulkan berbagai dampak seperti cedera dan penyakit. Cedera akibat kerja dapat

    bersifat ergonomik, ortopedik, fisik, mengenai mata, telinga dan lainnya. Penyakit penyakit

    akibat pajanan di lingkungan kerja dapat berupa toksik, infeksi, kanker, gangguan hati, saraf,

    alat reproduksi, kardiovaskular, kulit dan saluran napas.

    Biological dan chemical terrorism yang mulai banyak dikhawatirkan ditujukan untuk

    menimbulkan kematian atau penyakit pada manusia, hewan dan tanaman dengan

    menggunakan bahan seperti anthrax, cacar, virus ensefalitis yang dikeringkan dan dijadikan

    bubuk sehingga mudah disebarkan.

    Penyakit pertama yang diduga merupakan Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah

    silikosis yang sudah terjadi pada masa manusia membuat peralatan dari batu api.

    Pengetahuan mengenai PAK masih terbatas karena sulitnya melakukan studi epidemiologi;

    hal ini disebabkan berbagai hal seperti definisi PAK yang belum jelas, praktek hygiene

    industri dan cara-cara laporan yang berbeda, tidak ada studi kontrol, tidak mungkin

    menentukan gejala minimal, banyak karyawan tidak melapor dan sudah meninggalkan tempat

    kerja sewaktu penelitian dilakukan sehingga hanya ditemukan survivor population. Hal

    tersebut terlihat dari sedikitnya laporan PAK di Indonesia. PAK tersering adalah yang

    mengenai saluran napas yaitu asma dan rinitis. PAK imunologik lain yaitu pneumonitis

    hipersensitif yang mengenai paru dan PAK yang mengenai kulit.

    II.2 Asma Akibat Kerja

    Asma akibat kerja adalah asma karena paparan zat di tempat kerja. Secara klinis asma

    akibat kerja sama dengan asma yang bukan karena kerja. Beberapa penelitian menemukan

    bahwa lamanya paparan setelah gejala timbul dan beratnya asma saat diagnosa ditegakkan

    sangat menentukan prognosis.

    Asma Akibat Kerja (AAK) ditandai dengan obstruksi saluran napas yang variabel dan

    bronkus hiperesponsif yang disebabkan oleh inflamasi bronkial akut dan kronis. Hal tersebut2

  • 7/29/2019 Paru Penyakit Asma Akibat Kerja

    3/15

    bermula dari inhalasi debu, uap, gas yang diproduksi atau digunakan karyawan atau secara

    tidak sengaja ditemukan dalam lingkungan kerja. Ciri dari semua asma kronis adalah

    iritabilitas berlebihan terhadap berbagai rangsangan/factor dalam lingkungan kerja. Asma

    yang timbul dalam lingkungan kerja dibedakan dalam dua kategori. Pertama adalah asma

    yang disebabkan bahan/faktor dalam lingkungan kerja dan kedua asma yang sudah ada

    sebelum bekerja dan dipicu (eksaserbasi) oleh bahan/ faktor dalam lingkungan kerja.5 Pada

    karyawan yang sudah menderita asma sebelum bekerja, 15% akan memburuk akibat pajanan

    terhadap bahan/ faktor dalam lingkungan kerja.

    Asma akibat kerja yang menjadi permanen, menyebabkan penderita memiliki

    disabilitas, harus pindah bekerja di bidang lain, bertambahnya biaya pengobatan, dan

    turunnya kualitas hidup. Karenanya, perusahaan tempat ia berkerja dan mendapat asma

    seharusnya memberikan kompensasi. Ironisnya banyak perusahaan malah memecat pekerja

    tersebut. Untuk itu, perlu undang-undang yang mengatur kompensasi bagi penderita penyakit

    alergi akibat kerja.

    Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor genetik dan

    faktor lingkungan.

    1. Faktor genetik

    Hipereaktivitas

    Atopi/alergi bronkus

    Faktor yang memodifikasi penyakit genetik

    Jenis kelamin

    Ras/etnik

    2. Faktor lingkungan

    Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur dll)

    Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari)

    Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut, susu

    sapi, telur)

    Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, bloker dll)

    Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum dan lain-lain)

    Ekpresi emosi berlebih

    Asap rokok dari perokok aktif dan pasif

    Polusi udara di luar dan di dalam ruangan

    3

  • 7/29/2019 Paru Penyakit Asma Akibat Kerja

    4/15

    Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktifitas

    tertentu

    Perubahan cuaca

    II.3 Patofisiologi Asma

    Suatu serangan asma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang

    ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu

    diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain

    akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah

    alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th

    memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk

    berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E (IgE). IgE yang terbentuk

    akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila

    proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi

    rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang

    sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan

    basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel

    yang menurunkan kadar cAMP.

    Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan

    menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow

    releasing suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis

    (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini akan menyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu :

    kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan

    menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam

    terjadinya edema mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas ,

    peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut

    menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi

    darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia,

    hiperkapnea dan asidosis pada tahap yang sangat lanjut. (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994,

    William R.S. 1995 )

    II.4 Klasifikasi Asma

    4

  • 7/29/2019 Paru Penyakit Asma Akibat Kerja

    5/15

    Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik

    sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi -2

    agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat,

    kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang

    dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan pemeriksaan klinis termasuk uji

    faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat penting

    dalam penatalaksanaannya.

    Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut).

    1. Asma saat tanpa serangan

    Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1) Intermitten;

    2)Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat (Tabel 1)

    Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang

    dewasa

    Derajat asma Gejala Gejala malam

    Intermitten Bulanan

    - Gejala1x/minggu tetapi2 kali sebulan

    - Serangan dapat mengganggu aktifiti dan tidur .

    Persisten sedang Harian

    - Gejala setiap hari.

    - Serangan mengganggu aktifiti dan tidur.

    - Membutuhkan bronkodilator setiap hari. - >2 kali sebulan

    Persisten berat Kontinyu

    - Gejala terus menerus - Sering

    - Sering kambuh

    5

  • 7/29/2019 Paru Penyakit Asma Akibat Kerja

    6/15

    - Aktifiti fisik terbatas

    Sumber : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Asma Pedoman & Penatalaksanaan di Indonesia, 2004

    2. Asma saat serangan

    Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan

    sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global Initiative

    for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda

    klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi

    yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan

    sedang dan asma serangan berat.

    Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut).

    Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja,

    tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan

    asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian.

    Dalam melakukan penilaian berat-ringannya serangan asma, tidak harus lengkap

    untuk setiap pasien. Penggolongannya harus diartikan sebagai prediksi dalam menangani

    pasien asma yang datang ke fasilitas kesehatan dengan keterbatasan yang ada. Penilaian

    tingkat serangan yang lebih tinggi harus diberikan jika pasien memberikan respon yang

    kurang terhadap terapi awal, atau serangan memburuk dengan cepat, atau pasien berisiko

    tinggi.

    Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan

    Parameter klinis,

    fungsi faal paru,

    laboratorium

    Ringan Sedang Berat Ancaman henti

    napas

    Sesak (breathless) Berjalan Berbicara Istirahat

    Posisi Bisa

    berbaring

    Lebih suka duduk Duduk

    bertopang

    lengan

    Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata

    Kesadaran Mungkin

    iritabel

    Biasanya iritabel Biasanya

    iritabel

    Kebingungan

    Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata

    6

  • 7/29/2019 Paru Penyakit Asma Akibat Kerja

    7/15

    Wheezing , Sedang,

    sering hanya

    pada akhir

    ekspirasi

    Nyaring,sepanjang

    ekspirasiinspirasi

    Sangat nyaring,

    terdengar tanpa

    stetoskop

    Sulit/tidak

    terdengar

    Penggunaan otot

    bantu respiratorik

    Biasanya

    tidak

    Biasanya ya Ya Gerakan

    paradok torako-

    abdominal

    Retraksi Dangkal,

    retraksi

    interkostal

    Sedang, ditambah

    retraksi

    suprasternal

    Dalam,

    ditambah napas

    cuping hidung

    Dangkal / hilang

    Frekuensi napas Takipnu Takipnu Takipnu Bradipnu

    Frekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi

    SaO2 % >95% 91-95% 90%PaO2 Normal

    (biasanya

    tidak perlu

    diperiksa)

    >60 mmHg

  • 7/29/2019 Paru Penyakit Asma Akibat Kerja

    8/15

    Metilsantin

    Kortikosteroid

    sistemik

    Terbutalin

    Prokaterol

    Fenoterol

    Ipratropium bromide

    Teofilin

    Aminofilin

    Teofilin lepas lambat

    Metilprednisolon

    Prednison

    turbuhaler, solution,

    ampul (injeksi)

    IDT

    IDT, solution

    IDT, solution

    Oral

    Oral, injeksi

    Oral

    Oral, inhaler

    Oral

    IDT : Inhalasi dosis terukur = Metered dose inhaler/MDI, dapat digunakan bersama dengan spacer

    Solution: Larutan untuk penggunaan nebulisasi dengan nebuliser

    Oral : Dapat berbentuk sirup, tablet

    Injeksi : Dapat untuk penggunaan subkutan, im dan iv

    II.5 Reactive Airways Dysfunction Syndrome

    Reactive Airways Dysfunction Syndrome (RADS) atau irritant induced asthma adalah

    reaksi non-imunologik serupa asma yang terjadi setelah satu kali pajanan terhadap kadar

    iritan (Toluen Diisosianat/TDI, klorin, fosgen) yang tinggi. Hipereaktivitas bronkus dapat

    menetap sedikitnya satu tahun pasca pajanan tersebut. Pajanan terhadap iritan kadar rendah

    untuk jangka waktu yang lama dapat juga menimbulkan reaksi serupa.

    Dewasa ini, sekitar 250 bahan dalam lingkungan kerja sudah diketahui dapat

    menimbulkan asma. Bahan-bahan dengan berat molekul tinggi (HMW seperti bahan asal

    hewan, tanaman seperti tepung, kopi, soya) biasanya menginduksi sintesis IgE dan memicu

    reaksi asma alergi tipe I. Bahan dengan berat molekul rendah (LMW) seperti TDI, Trimellitic

    Anhydride/TMA, platina, nickel merupakan hapten yang berikatan dengan protein pembawa

    asal tubuh yang dapat memacu sintesis IgE. Bahan HMW berhubungan, sedang bahan LMW

    tidak berhubungan dengan atopi. HMW biasanya menimbulkan reaksi dini dan lambat,

    sedangkan LMW reaksi lambat terisolasi.

    Bisinosis adalah gejala saluran napas serupa asma dalam berbagai derajat yang

    disebabkan oleh pajanan terhadap serat kapas. Oleh karena gejala awal bisinosis terjadi pada

    hari kerja pertama yang biasanya hari Senin, bisinosis disebut juga Monday morning fever

    atau Monday moning chest tightness atau Monday morning asthma. Bisinosis lebih sering

    8

  • 7/29/2019 Paru Penyakit Asma Akibat Kerja

    9/15

    ditemukan pada karyawan pemintalan yang terpajan debu kapas kadar tinggi dibanding

    karyawan pertenunan.

    Pneumonitis hipersensitif (PH) adalah penyakit parenkim paru akibat pajanan dan

    sensitisasi terhadap berbagai debu organik, misalnya produk bakteri, jamur dan protein asal

    tanaman. Diisosianat yang digunakan dalam produksi poliuretan, busa, plastik dapat pula

    menimbulkan PH. Reaksi yang terjadi pada PH dewasa ini dianggap sebagai campuran reaksi

    Tipe III dan Tipe IV.

    II.6 Cara Mendiagnosis Asma Akibat Kerja

    Untuk menegakkan diagnosis AAK, perlu diketahui riwayat atopi, penilaian pajanan,

    imunologi (molekular dan selular), foto paru dan fisiologi seperti hipereaktivitas bronkus,

    fungsi paru serial, uji inhalasi spesifik yang merupakan gold standard.

    Diagnosis asma akibat kerja pada prinsipnya adalah menghubungkan gejala klinis

    asma dengan lingkungan kerja; oleh karenanya dibutuhkan suatu anamnesis yang baik dan

    pemeriksaan penunjang yang tepat. Anamnesis teliti mengenai apa yang terjadi di lingkungan

    kerjanya merupakan hal penting; seperti : kapan mulai bekerja di tempat saat ini, apa

    pekerjaan sebelum di tempat kerja saat ini, apa yang dikerjakan setiap hari, proses apa yang

    terjadi di tempat kerja, bahan-bahan yang dipakai dalam proses produksi serta data bahan

    tersebut. Dan yang tak kalah penting adalah peninjauan lapangan oleh pemeriksa (dokter)

    untuk lebih memahami situasi lapangan.

    Selain anamnesis mengenai tempat kerja, yang perlu juga diketahui adalah mengenai

    klinis yang terjadi. Kapan mulai timbulnya keluhan, sejak mulai masuk tempat tersebut atau

    yang dikenal sebagai masa laten. Masa laten dapat beberapa minggu sampai beberapa tahun,

    umumnya 1-2 tahun.Klinis sesak, batuk, mengi dapat timbul sewaktu kerja, setelah kerja

    (sore maupun malam) atau keduanya. Bila frekuensi serangan lebih sering/memburuk

    sewaktu hari kerja dibandingkan hari libur atau akhir minggu maka dapat diduga asma yang

    timbul berhubungan dengan tempat kerja.

    Pemeriksaan penunjang Spirometri (pemeriksaan FEV1) sebelum dan sesudah shift.

    Dikatakan positif bila terjadi penurunan FEV1 sebesar lebih dari 5% antara sebelum dan

    sesudah kerja; pada orang normal variabel tersebut kurang dari 3%. Pemeriksaan ini oleh

    banyak ahli diragukan sensitivitasnya karena pada suatu penelitian hanya 20% penderita

    asma disebabkan colophony yang turun FEV1nya selama workshift; sedangkan penurunan

    FEV1 juga dijumpai pada 10% kelompok orang yang tidak asma (kontrol).

    9

  • 7/29/2019 Paru Penyakit Asma Akibat Kerja

    10/15

    Cara lain adalah pengukuran FEV1 dan FVC pada pekerja (tersangka asma akibat

    kerja) yang dikeluarkan dari lingkung an kerjanya dan kemudian diukur ulang sewaktu

    bekerja kembali. Apabila hasilnya memperlihatkan perbaikan selama meninggalkan tempat

    kerja dan didukung oleh perbaikan ke luhan maka dapat disimpulkan hubungan keluhan

    klinis dan tempat kerja.

    PEFR : Pemeriksaan serial PEFR (peak expiratory flow rate) selama hari-hari kerja

    dan beberapa hari libur di rumah, merupakan pemeriksaan asma akibat kerja yang terbaik.

    Dikatakan positif respons bila kurva pengukuran selama hari libur di rumah lebih baik dari

    sewaktu hari kerja.

    Tes provokasi

    Ada dua macam pemeriksaan:

    1. Non spesifik yaitu provokasi bronkus menggunakan histamin atau metakolin.

    Pemeriksaan ini hanya membuktikan bronkus hiperreaktif .

    2. Spesifik yaitu provokasi bronkus menggunakan alergen yang diduga

    penyebab. Pemeriksaan ini bila dapat dilaksanakan merupakan cara

    pembuktian terbaik bahwa alergen tempat kerja merupakan penyebab.

    Kesulitannya terletak pada penentuan alergen penyebab dan reproduksinya

    bila telah diketahui.

    Tes kulit dan tes serologi

    Pemeriksaan ini dapat dilakukan apabila agen penyebab nya bahan dengan berat

    molekul besar karena akan merangsang terjadinya reaksi imunologi (IgE).

    II.7 Penatalaksanaan Asma Akibat Kerja

    Untuk mencegah terjadinya asma akibat kerja maka pemeriksaan kesehatan sebelum

    kerja, pemakaian alat pelindung, pemantauan polutan di udara lingkungan kerja sangat

    dianjurkan. Bila telah terjadi asma akibat kerja, maka pemindahan ke luar lingkungan kerja

    merupakan hal penting. Apabila karena sesuatu hal tidak bisa dipindahkan maka harus

    dilakukan upaya pencegahan dan pemantauan penurunan fungsi paru.

    Evaluasi fungsi paru secara berkala pada pekerja yang sudah menderita asma akibat

    kerja diperlukan untuk mencegah kecacatan. Klinis asma akan menetap sampai beberapa

    tahun meskipun pekerja tersebut sudah keluar dari lingkungan kerjanya.

    Pengobatan medikamentosa pada pasien asma akibat kerja sama seperti asma bronkial

    pada umumnya:10

  • 7/29/2019 Paru Penyakit Asma Akibat Kerja

    11/15

    Teofilin, merupakan bronkodilator dan dapat menekan neutrophil chemotactic factor.

    Efektifitas kedua fungsi di atas tergantung dari kadar serum teofilin.

    Agonis beta, merupakan bronkodilator yang paling baik untuk pengobatan asma

    akibat kerja dibandingkan dengan antagonis kolinergik (ipratropium bromid).

    Kombinasi agonis beta dengan ipratropium bromid memperbaiki fungsi paru lebih

    baik dibanding hanya beta agonistsaja.

    Kortikosteroid, dari berbagai penelitian diketahui dapat mencegah bronkokonstriksi

    yang disebabkan oleh provokasi bronkus menggunakan alergen. Selain itu juga akan

    memperbaiki fungsi paru, menurunkan eksaserbasi dan hiperesponsivitas saluran nafas dan

    pada akhirnya akan memperbaiki kualitas hidup.

    11

  • 7/29/2019 Paru Penyakit Asma Akibat Kerja

    12/15

    BAB III

    PENUTUP

    III.1 Kesimpulan

    Asma akibat kerja adalah asma karena paparan zat di tempat kerja. Secara klinis asma

    akibat kerja sama dengan asma yang bukan karena kerja. Beberapa penelitian menemukan

    bahwa lamanya paparan setelah gejala timbul dan beratnya asma saat diagnosa ditegakkan

    sangat menentukan prognosis. Selain itu, menghindari paparan alergen penyebab ternyata

    hanya memberi kesembuhan 50 % penderita. Penelitian retrospektif menunjukkan gejala

    asma, obstruksi bronkus, dan hiperreaktivitas menetap walau tidak ada paparan alergen lagi.

    Dengan demikian, jelas tindakan preventif yang tepat sangat diperlukan.

    Pencegahan tingkat kedua dengan deteksi diri pekerja yang menderita penyakit

    tersebut dan menghentikan paparan lebih lanjut. Ini akan mengurangi progresifitas penyakit,

    sehingga tidak menjadi lebih berat. Dokter perusahaan harus melakukan pemantauan medis

    secara rutin, khususnya pada pekerja yang banyak terpapar alergen.

    Tindakan di tingkat tersier adalah menghindarkan pekerja yang telah terdiagnosis dari

    lingkungan kerja sebelumnya yang banyak alergen, ke lingkungan kerja bebas alergen. Hal

    ini akan mencegah kerusakan akibat asma dan hiperreaktivitas yang menetap.

    Asma akibat kerja yang menjadi permanen, menyebabkan penderita memiliki

    disabilitas, harus pindah bekerja di bidang lain, bertambahnya biaya pengobatan, dan

    turunnya kualitas hidup. Karenanya, perusahaan tempat ia berkerja dan mendapat asma

    seharusnya memberikan kompensasi.

    III.2 Saran

    Saat ini sekitar 7 dari 100 pekerja penuh ( full time ) yang bekerja di sektor swasta

    setiap tahunnya mengalami kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Di dunia sekitar 2,8 juta

    kasus mengakibatkan hilangnya waktu berproduksi dan setiap tahunnya pula 6000 pekerja

    meninggal dunia akibat kecelakaan di tempat kerja.

    Perencanaan perlu dilaksanakan untuk mengidentifikasi bahaya penilaian

    pengendalian resiko. Perencanaan harus didokumentasikan dan terus diperbaharui sesuai

    dengan keadaan. Mengidentifikasikan bahaya, resiko dan implementasi pencegahan termasuk

    kegiatan rutin dan non rutin, dan kegiatan setiap personal yang mempunyai akses ke tempat

    kerja termasuk kontraktor dan tamu.

    12

  • 7/29/2019 Paru Penyakit Asma Akibat Kerja

    13/15

    Metode untuk mengidentifikasi bahaya dan penilaian resiko :

    Mendefinisikan sesuai ruang lingkup, sifat alami dan waktu untuk memastikan

    proaktif.

    Klasifikasi resiko dan identifikasi mana yang harus dihilangkan atau dikontrol. Konsisten dengan pengalaman operasi dan kemampuan pengontrolan resiko yang

    dimiliki.

    Menentukan fasilitas yang diperlukan, identifikasi pelatihan yang mungkin diperlukan

    atau pengembangan kontrol opersional.

    Memonitor langkah-langkah yang mungkin yang diperlukan untuk memastikan

    efektivitas dan ketepatan waktu implementasi.

    Identifikasi bahaya, penilaian resiko dan pengontrolan resiko dijelaskan dalam formulir

    HIRARC (Hazard Identification Resico Assesement dan Resico Control).

    Suatu perusahaan harus mempunyai kebijakan untuk selalu mamperhatikan dan menjamin

    implementasi, peraturan keselamatan, kesehatan dan lingkungan yang meliputi :

    Peningkatan berkelanjutan

    Sesuai dengan aturan dan perundangan keselamatan dan kesehatan ditempat kerja

    yang berlaku. Mengkomunikasikan keseluruh karyawan agar karyawan sadar dan mawas mengenai

    kewajiban keselamatan dan kesehatan pribadi.

    Dapat diketahui atau terbuka bagi pihak-pihak yang berminat.

    Evaluasi berkala untuk mempertahankan agar tetap relevan dan sesuai dengan

    perusahaan.

    Perusahaan juga harus memiliki kewajiban-kewajiban didalam manajemen keselamatan kerjayaitu :

    1. Safety Policy

    Mendefinisikan kebijaksanaan umum suatu perusahaan didalam hal keselamatan kerja.

    2. Organisation / Management Commitment

    Merinci komitmen manajemen disetiap level dan dalam bentuk tindakan sehari-hari.

    3. Accountability

    13

  • 7/29/2019 Paru Penyakit Asma Akibat Kerja

    14/15

    Mengindikasikan hal-hal yang dapat dilaksanakan oleh bawahan untuk menjamin

    keselamatan kerja.

    Yang dimaksud Accountability dalam manajemen keselamatan kerja adalah suatu

    pengukuran yang aktif oleh manajemen untuk menjamin terpenuhinya suatu target

    keselamatan. DidalamAccountability ini tercakup dua hal yaitu :

    1. Responsibility

    Yaitu keharusan menanggung aktivitas dan akibat-akibatnya didalam suatu keselamatan.

    2.Authority

    Yaitu hak untuk memperbaiki, memerintahkan dan menentukan arahan dan tahapan suatu

    tindakan.

    14

  • 7/29/2019 Paru Penyakit Asma Akibat Kerja

    15/15

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Nadel M, Boushey M, Textbook of respiratory medicine. 3rd edition, vol. 2,

    Philadelphia, Pennsylvania. 54:1575-1614, 2000.

    2. Buchari : Manajemen Kesehatan Kerja dan Alat Pelindung Diri, 2007.

    3. Cermin Dunia Kedokteran : Penyakit Akibat Kerja, 2006

    4. Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI, Sp. JP(K) : Keputusan Menteri Kesehatan Republik

    Indonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008

    5. http//www.wikipedia.penyakit akibat kerja-k3.com

    15