nusyuz sebagai alasan perceraian di pengadilan …repository.uinjambi.ac.id/2104/1/spm152146_rizki...

91
1 NUSYUZ SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA KELAS I/A KOTA JAMBI Skripsi Oleh : Rizki Wulandari NIM: SPM 152146 PEMBIMBING : Dr. Illy Yanti, M.Ag Drs. H. Usman. H. Idris, M. HI JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

Upload: others

Post on 10-Feb-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    NUSYUZ SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

    KELAS I/A KOTA JAMBI

    Skripsi

    Oleh :

    Rizki Wulandari

    NIM: SPM 152146

    PEMBIMBING :

    Dr. Illy Yanti, M.Ag

    Drs. H. Usman. H. Idris, M. HI

    JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB

    FAKULTAS SYARI’AH

    UNIVERSITAS ISLAM NEGRI

    SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

  • 2

  • 3

  • 4

  • 5

    MOTTO

    Artinya :” kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah

    telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),

    dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab

    itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara

    diri1ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)

    2.

    wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya3, Maka nasehatilah mereka dan

    pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika

    mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk

    menyusahkannya4. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.

    1 Maksudnya: tidak Berlaku curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya

    2 Maksudnya: Allah telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan

    baik. 3 Nusyuz: Yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. nusyuz dari pihak isteri seperti

    meninggalkan rumah tanpa izin suaminya 4 Maksudnya: untuk memberi peljaran kepada isteri yang dikhawatirkan pembangkangannya

    haruslah mula-mula diberi nasehat, bila nasehat tidak bermanfaat barulah dipisahkan dari tempat tidur

    mereka, bila tidak bermanfaat juga barulah dibolehkan memukul mereka dengan pukulan yang tidak

    meninggalkan bekas. bila cara pertama telah ada manfaatnya janganlah dijalankan cara yang lain dan

    seterusnya.

  • 6

    ABSTRAK

    Rizki Wulandari, SPM 152146, Nusyuz Sebagai Alasan Perceraian Di Pengadilan

    Agama Kelas I/A Kota Jambi

    Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk: Untuk dapat mengetahui

    dan memahami konsep nusyuz menurut perspektif hukum perkawinan Islam, Untuk

    mengetahui factor penyebab istri melakukan nusyuz terhadap suami, Untuk

    mengetahui pertimbangan hukum yang digunakan majelis hakim Penelitian ini adalah

    penelitian kualitatif studi kasus dengan metode deskriptif kualitatif, dimana pada

    penelitian ini merupakan jenis pendekatan yang digunakan untuk menyelidiki dan

    memahami sebuah kejadian atau masalah yang telah terjadi dengan mengumpulkan

    berbagai macam informasi yang kemudian diolah untuk mendapatkan sebuah solusi

    agar masalah yang diungkapkan dapat terselesaikan. Berdasarkan penelitian yang

    dilakukan, di peroleh dasil dan kesimpulan sebagai berikut: Nusyuz yang dilakukan

    isteri diselesaikan dengan tiga tahap, yaitu pengajaran (komunikasi intensif dan

    persuasif), pisah tempat tidur dan terakhir dengan memukul yang tidak mencederai.

    Nusyuz yang dilakukan suami diselesaikan dengan cara-cara damai dan dengan

    mencari akar masalah kemudian mengajukan penyelesaian damai yang tepat dan

    menguntungkan semua pihak. Factor penyebab nusyuz, yaitu : adanya Zina, Mabuk,

    Madat, Judi, Meninggalkan Salah Satu Pihak, Dihukum, Poligami, KDRT, Cacat

    Badan,Perselisihan dan Pertengkaran, Kawin Paksa, Murtad, Ekonomi. Pandangan

    Hakim , yaitu: jika istri yang melakukan nusyuz maka istri tidak berhak akan nafkah

    iddah, akan tetapi istri bisa mendapatkan uang mut‟ah dari suami boleh berbentuk

    uang ataupun benda. Jika suami yang melakukan nusyuz maka gugurlah hak istri

    terhadap suami dan kewajiban suami terhadap istri.

    Kata Kunci : Perceraian, Nusyuz

  • 7

    PERSEMBAHAN

    Skripsi ini ku persembahkan untuk Ayahanda dan Ibundaku yang telah sangat berjasa

    dalam mendidik, membimbing dan mengasuh anaknya, serta telah melahirkan.

    Memberikan semangat yang tidak pernah padam kepada penulis. Dan kepada

    temanku miftakhul jannah,eli marlinda,fitri hidayati,delvira putri jannah, hengki adi

    saputra, alpin deswandi, taufikurrahman,lipa adianursila. Serta Teman-temanku

    seperjungan Yang telah memberi motivasi dan bantuan apapun kepada penulis. Dan

    penulis tidak dapat menyebutkan lebih banyak lagi teman-teman yang telah

    membantu penulis. Penulis tidak dapat membalas budi baik tersebut, hanya

    kuserahkan kepada allah SWT , semoga amal perbuatan yang telah diberikan bernilai

    pahala disisi allah SWT dan bermanfaat bagi pembaca,amin ya robbal alamin.

  • 8

    KATA PENGANTAR

    بسم هلل الرا محن الرا حيم

    Alhamdulillah,segala pujian serta syukur yang tak terhingga penulis panjatkan

    kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan limpahan rahmat dan kasih sayang

    nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

    Shalawat teriring salam semoga tercurahkan kepada nabi Muhammdah SAW

    yang telah menebarkan cahaya islam keseluruh penjuru dunia sehingga penulis

    dapatmenikmati indahnya hidup dalam naungaaan cahaya islam.

    Skripsi ini sebagai bentuk nyata dari perjuangan penulis dalam menuntut ilmu

    di bangku kuliah universitas islam negri (UIN) Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

    Berbagai hambatan dan kesulitan selama proses penulisan skripsi ini dapat penulis

    lalui. Semua ini karna do‟a dan dukungan orang-orang yang ada disekitar penulis.

    Oleh karna itu, penulis ingin menyampaikan ucapan rasa terima kasih yang tak

    terhingga kepada para pihak yang telah mendukung penulis dalam penulisan skripsi

    ini terutama sekali yang terhormat:

    1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan.,A, selaku Rektor UIN Sultan thaha

    Saifuddin Jambi

    2. Bapak Dr. A. A, Miftah, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syariah UIN

    Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

    3. Bapak H. Hemanto Harun, Lc, M.HI, ph. D, selaku Wakil Dekan

    Bidang Akaedemik Fakultas Syari‟ah UIN Sulthan Thaha Saifuddin

    Jambi

    4. Ibu Dr.Rahmi ,S. Ag,, M.HI, selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi

    Umum,Perencanaan Dan Keuangan Fakultas Syariah UIN Sulthan

    Saifuddin Jambi.

  • 9

    5. Ibu Dr. Illy Yanti, M. Ag Dan Bapak Drs. H Usman H. Idris, M. HI,

    selaku Pembimbing I Dan Pembimbing II Skripsi ini.

    6. Bapak Alhuni, S. Ag., M. HI, selaku ketua jurusan PM dan Bapak

    Yudi Armansyah, S. Th. I,. M. Hum, selaku sekretaris PM dan seluruh

    staf PM

    7. Bapak dan ibu dosen,asisten dosen,dan seluruh karyawan/karyawati

    Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

    8. Bapak Hakim Drs. H. Efrizal, S. H,. M. HI, selaku hakim yang telah

    membantu saya dalam pencarian data skripsi ini dan seluruh staf yang

    telah membantu.

    9. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini baik secara

    langsung maupun tidak langsung

    Disamping itu, disadari juga bahwa skripsi ini masih jauh dari

    kesempurnaan.oleh kernanya diharapkan kepada semua pihak untuk dapat

    memberikan konstribusi pemikiran demi perbaikan skripsi ini.kepada Allah

    SWT kita memohon ampunannya,semoga amal kebajikan kita bernilai pahala

    di sisi allah swt.

  • 10

    DAFTAR ISI

    HALAM AN JUDUL ...................................................................................................i

    LEMBAR PENYATAAN...........................................................................................ii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................................................................iii

    PENGESAHAN PANITIA UJIAN...........................................................................iv

    MOTTO........................................................................................................................v

    ABSTRAK...................................................................................................................vi

    PERSEMBAHAN......................................................................................................vii

    KATA PENGANTAR .............................................................................................viii

    DAFTAR ISI................................................................................................................x

    BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................1

    A. Latar Belakang Masalah..................................................................1

    B. Rumusan Masalah............................................................................8

    C. Batasan Masalah..............................................................................8

    D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian....................................................8

    E. Kerangka teori.................................................................................9

    F. Tinjaun Pustaka.............................................................................18

    G. Metode Penelitian..........................................................................21

    H. Sistematika Penulisan....................................................................25

    I. Jadwal Penelitian..........................................................................26

    BAB II NUSYUZ SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN DALAM HUKUM

    ISLAM................................................................................................29

  • 11

    A. Pengertian Perceraian....................................................................29

    B. Dasar Hukum Perceraian...............................................................31

    C. Macam-macam Perceraian............................................................35

    D. Sebab-sebab Terjadinya Perceraian……………………………...45

    BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG NUSYUZ...............................49

    A. Pengertian Nusyuz……………………………………………….49

    B. Dasar Hukum Nusyuz……………………………………………51

    C. Akibat Nusyuz…………………………………………………...54

    D. Upaya Mengatasi Nusyuz………………………………………..55

    E. Pandangan Hukum Islam Terhadap Nafkah Iddah Bagi Istri Yang

    Nusyuz………………………………………………………...…59

    BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA HASIL PENELITIAN...................63

    A. Pandamgan Hukum Islam Tentang Nusyuz..................................63

    B. Faktor-faktor Penyebab Istri Nusyuz Nusyuz……......…………..67

    C. Alasan Hakim Memutuskan Perkara Tentang Nusyuz….……....73

    BAB V PENUTUP .........................................................................................77

    A. Kesimpulan ...................................................................................77

    B. Saran .............................................................................................78

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

    1. Wawancara

    2. Surat permohonan data/wawancara ke pengadilan agama jambi

    3. Putusan pengadilan agama jambi

  • 12

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Manusia diciptakan Allah SWT mempunyai naluri menusiawi yang perlu

    mendapat pemenuhan.dalam pada itu manusia diciptakan oleh allah untuk

    mengabdikan dirinya kepada khaliq penciptanya dengan segala aktivitas

    hidupnya.pemenuhan naluri manusiawi, manusia yang antara lain keperluan

    biologisnya termasuk aktivitas hidup, agar manusia menuruti tujuan kejadiannya,

    allah mengatur hidup manusia dengan perkawinan. Jadi aturan perkawinan

    menurut islam merupakan tuntunan agama yang perlu mendapat perhatian,

    sehingga tujuan melangsungkan perkawinan ialah memnuhi nalurinya dan

    petunjuk agama.5

    Dan setiap manusia yang hidup dimuka bumi ini pasti mendambakan

    kebahagiaan dan salah satunya jalan untuk mencapai kebahagiaan itu adalah

    dengan jalan perkawinan.menurut undang-undang republic Indonesia No.1 tahun

    1974 seperti yang termuat dalam pasal 1 ayat 2 perkawinan didefinisikan

    sebagai”ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri

    dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal

    berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa”6dalam pencantuman berdasarkan

    5 Abd Rahman Ghozaly,fiqih munakahat,(kencana prenada media 2003.hlm 22

    6 Undang-undang republic Indonesia No.1 tahun 1974 tentang perkawinan (surabay arkola)

  • 13

    ketuhanan yang maha esa adalah karena Negara Indonesia berdasarkan kepada

    pancasila yang sila pertamanya adalah ketuhanan yang maha esa bahwa

    perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama kerohanian

    sehingga perkawinan mempunyai unsur lahir batin/jasmani tetapi juga memiliki

    unsur batin/rohani7

    Perkawinan dalam bahasa arab disebut dengan an-nikah yang artinya al-

    wathi‟ dan al-dammu wal at-taddakhul terkadang juga disebut al-dammu wa-

    jam‟u atau ibarat‟an al-wath‟ wal al-aqdu yang bernama bersetubuh, berkumpul

    dan akad yang mana perkawinan secara etimologisnya para ulama fiqih

    mendifinisikan oleh Wahba Zulaihi ialah:”akad yang membolehkan terjadinya

    al-istinta‟(persetubuhan) dengan seorang wanita, atau melakukan wathi‟, dan

    berkumpul selama wanita tersebut bukan wanita yang diharamkan baik sebab

    keturunan,ataupun sepersusuan”defenisi Wahba Zulaihi adalah “akad yang

    telah ditetapkan oleh syar‟i agar seorang laki-laki dapat mengambil manfaat

    untuk melakukan istinta‟ dengan seorang wanita atau sebaliknya” kemudian

    Abu Zahra mendifinisikan nikah sebgai akad yang menimbulkan akibat hukum

    berupa halalnya melakukan persetubuhan antara laki-laki dengan perempuan,

    saling tolong menolong serta menimbulkan hak dan kewajiban diantara

    keduanya.8

    7 Amiur Nuruddin,hukum perdata islam di Indonesia;study kritis perkembangan hukum islam

    dan fiqih,UU No 1/1974 sampai KHI (Jakarta prenada group,2004 cet-3) hlm 43 8Ibid,hlm 39

  • 14

    Dalam Kompilasi Hukum Islam, seperti yang terdapat pasal 2 dinyatakan

    bahwa perkawinan dalam Islam adalah:”pernikahan yaitu akad yang sangat kuat

    atau mitsaqan gholozhan untuk mentaati perintah allah dan melaksanakannya

    merupakan ibadah”.9

    Dan tujuan pernikahan sesungguhnya perintah suatu ikatan yang mulia dan

    penuh kasih barakah. Allah SWT mensyari‟atkan untuk memberikan suatu

    kemaslahatan dan manfaat kepada hambanya agar tercapai maksud-maksud yang

    baik dan tujuan pernikahan ada dua: mendapatkan keturunan dan menjaga diri

    dari zina 10

    Dalam kehidupan rumah tanggga, meskipun pada mulanya suami-istri penuh

    kasih sayang seolah-olah tidak akan menjadi pudar, namun pada kenyataan rasa

    kasih sayang itu bila tidak dirawat bisa menjadi pudar bahkan bisa hilang

    berganti dengan kebencian kalau kebencian sudah datang, dan suami istri tidak

    sungguh hati mencari jalan keluar dan memulihkan kembali kasih sayangnya,

    akan berakibat negative bagi anak keturunannya. Suami-istri dalam ajaran islam

    tidak boleh terlalu cepat dalam mengambil keputusan bercerai, walaupun dalam

    ajaran islam ada jalan penyelesaian terakhir yaitu perceraian, namun perceraian

    adalah suatu hal yang meskipun boleh dilakukan tetapi di benci oleh nabi. Seperti

    para sahabat yang ingin bercerai dengan istrinya, Rasulullah selalu menunjukkan

    rasa tidak senangnya seraya berkata

    9 Abdurrahman,komplikasi hukum islam (kajarta;pressindo,1992)cet-2 hlm.114

    10 http:blog.re.or.id menikah sunnah word press,com.di akses pada tanggal 20 desember

    2010

  • 15

    “ تٍ عًش سضٙ اهلل عُّ انُثٙ طهٗ اهلل عهّٛ ٔسهى لال :اتغض انحالل عُذ اهلل انطالق )سِٔ اتٕ عٍ ا

    دأد(11

    Artinya : Perbuatan yang paling dibenci allah adalah thalak

    Untuk mencapai perdamain antara suami istri bilamana tidak dapat

    diselesaikan oleh mereka, maka Islam mengajarkan agar diselesaikan melalui

    hakam, Yaitu dengan mengutus satu orang yang mungkin untuk didamaikan.

    Putusnya perkawinan dalam undang-undang No.1 tahun 1974 pasal 38 tentang

    perkawinan ialah :

    Perkawinan dapat putus karena :

    1. Kematian

    2. Perceraian

    3. Keputusan pengadilan 12

    Pasal tersebut menyatakan putusnya perkawinan yaitu karna

    kematian,perceraian dan putusan pengadilan.dan tentunya ketentuan tersebut

    dapat menjadikan media hukum bagi suami dan istri dalam dasar hukum

    pengajuan perkara putusan perceraian dipengadilan khususnya hakim, yaitu

    menerima, memeriksa, dan memutuskan perkara yang sesuai dengan UU No.4

    Tahun 2004 pasal 28 ayat 1 yitu tentang asas-asas yang berkaitan dengan hakim

    dan kewajibanya yaitu: hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-

    nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.kita bisa

    11

    Abu Daud,sunan abu daud (Al-Qahirah,Dar-al-harin,1988/1409 H) juz ke-2 hlm 226. 12

    Subekti,kitab undang-undang hukum perdata,PT Prenadya paramita 1999,hlm 549

  • 16

    menyimpulkan segala perkara yang diajukan hakim itu harus sesuai dengan

    kewenangan dan kekuasaannya.13

    Terkadang ada dari kalangan suami yang bertindak kasar, sewenang-

    wenagnya dan tidak bertanggung jawab terhadap istrinya, yang pada akhirnya

    sang istri berbuat serong kepada lelaki lain. Begitupun sebaliknya, tidak sedikit

    para istri yang mengacukan suaminya, tidak mau melayani dan memnuhi hak-

    haknya atau menyeleweng dari garis-garis suami istri, kesemua itu disebut

    nusyuz.14

    Kemudian didalam fikih juga dikenal adanya kewajiban bagi istri untuk

    mentaati perintah suami, selama tidak bertentangan dengan syari‟at. Dan didalam

    pandangan fikih dikenal nusyuz, yaitu wanita-wanita yang diduga meninggalkan

    kewajiban suami istri. Ketika terjadi nusyuz tersebut maka suami mempunyai

    hak pula untuk memperingatkan, dengan cara menasehatinya bahwa istri yang

    tidak taat kepada suami akan mendapatkan siksaan Allah, dan perbuatan nusyuz

    juga dapat menggugurkan nafkah dan giliran.

    Ketika istri tidak mau untuk membenahi dirinya lagi dari perbuatan nusyuz

    nya tersebut, maka suami dapat meninggalkan istri ditempat tidurnya, jika juga

    tidak sadar, maka suami boleh memukul istri dengan pukulan yang tidak

    membahayakan.

    13

    M.Fauzan,pokok-pokok hukum acara perdata peradilan agama dan mahkamah syar‟iyyah

    di Indonesia (Jakarta ;kencana 2005 cet-1)hlm 7 14

    Salih ibn ghanim,nusyuz;konflik suami-istri dan penyelesaiannya.hlm 12

  • 17

    Perbuatan istri yang nusyuz itu mengakibatkan gugurnya nafkah setelah

    perceraian seperti didalam kompilasi hukum Islam akibat putusnya perkawinan

    pasal 149 point b yaitu “para suami harus memberi nafkah, maskan dan kiswa

    kepada bekas istri selama iddah, kecuali bekas istri dijatuhi talak bain atau

    nusyuz, dan dalam keadaan tidak hamil”, ayat tersebut menjelaskan bahwa istri

    yang nusyuz dan tidak taat pada suami itu tidak berhak mendapatkan nafkah

    setelah perceraian seperti nafkah iddah, pada komplikasi hukum islam pasal 152

    yang berbunyi “bekas istri berhak mendapatkan nafkah iddah dari bekas

    suaminya, kecuali bila istri nusyuz tidak mendapatkan nafkah”.

    Di Pengadilan Agama Kota Jambi berdasarkan data yang di update terbaru

    terdapat pada tahun 2017/2018 yang berjumlah 909 perceraian yang terjadi pada

    tahun 2017 dan 1.118 perceraian yang terjadi di tahun 2018 sesuai tabel dibawah

    ini.15

    TABEL. 1

    NO JENIS PERKARA JUMLAH

    1 CERAI GUGAT 658

    2 CERAI TALAK 251

    TOTAL 909

    sumber data :pengadilan agama kota jambi

    15

    Pengadilan Agama Kota Jambi,Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jambi 2017 dan

    2018, 6 Februari 2019

  • 18

    TABEL. 2

    N

    NO JENIS PERKARA

    JUMLAH

    1 CERAI GUGAT 838

    2 CERAI TALAK 280

    TOTAL 1.118

    sumber data :pengadilan agama kota jambi

    Dari 2 tahun perkara yang masuk di Pengadilan Agama jambi penulis

    kalkulasi jumlah perkara perceraian, baik cerai talak maupun cerai gugat terdapat

    2.027 perceraian yang telah terjadi khususnya terhadap perkara nusyuz yang

    terjadi pada tahun 2017 ada 383 perkara yang masuk dan pada tahun 2018 ada

    602 perkara yang masuk16

    . Perkara yang dikabulkan oleh hakim pada tahun 2017

    adalah 896 perkara dan perkara yang ditolak ada 13 perkara dan pada tahun 2018

    ada 1096 perkara yang dikabulkan dan 19 perkara yang ditolak oleh pengadilan

    agama kota jambi.

    Dari jumlah diatas terlihat bahwa tingkat perceraian di pengadilan agama kota

    Jambi sangat tinggi, bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dari

    permasalahan diatas penulis akan mencoba melakukan penelitian tentang perkara

    perceraian akibat nusyuz dari salah satu pihak. Untuk pentingnya penelitian ini

    penulis mengangkat judul tentang : Nusyuz Sebagai Alasan Perceraian Di

    Pengadilan Agama Kelas I/A Kota Jambi

    16

    Pengadilan Agama Kota Jambi,Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jambi 2017 dan

    2018, 6 Februari 2019

  • 19

    B. Rumusan Masalah

    Menururt peraturan yang berlaku yaitu fiqih dan kompilasi hukum Islam,

    bahwa istri yang nusyuz tidak berhak dan gugur atas nafkah iddah tetapi didalam

    pertimbangan putusan hakim tersebut, istri yang nusyuz tetap mendapatkan

    nafkah iddah setelah perceraian untuk memudahkan masalah tersebut,penulis

    rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

    a) Bagaimana Pandangan hukum islam tentang nusyuz?

    b) Apa factor-faktor penyebab istri nusyuz terhadap suami?

    c) Bagaimana pandangan hakim dalam menyelesaikan perkara nusyuz?

    C. Batasan Masalah

    Agar pembahasan dalam skripsi ini lebih terarah dan efesien dalam mencapai

    pokok masalah,maka penulis merasa perlu untuk memberikan batasan dalam

    masalah,untuk mempermudah pembahasan dan agar penelitian ini lebih akurat

    dan terarah sehingga tidak menimbulkan masalah baru serta meluas maka penulis

    membatasi pembahasan ini pada masalah seputar istri nusyuz menurut hukum

    islam dan untuk pembatasan objek penelitian, maka penelitiannya difokuskan

    pada putusan hakim di tahun 2017-2018

    D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

    1. Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk:

    a) Untuk dapat mengetahui dan memahami konsep nusyuz menurut

    perspektif hukum perkawinan Islam

  • 20

    b) Untuk mengetahui factor penyebab istri melakukan nusyuz terhadap

    suami

    c) Untuk mengetahui pertimbangan hukum yang digunakan majelis hakim

    2. Kegunaan penelitian

    Adapun kegunaan penelitian adalah :

    a) Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya didalam hukum

    perkawinan islam di Indonesia

    b) Untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai ruang

    lingkup penyelesain perkara istri yang nusyuz terhadap suami

    c) Menambah wawasan keilmuan untuk khususnya Mahasiswa UIN STS

    JAMBI Sulthan Thaha Saifuddin fakultas syari‟ah dan hukum dan

    masyarakat pada umumnya.

    E. Kerangka Teori

    1. Konsep dan Bentuk Istri nusyuz menurut Mazhab Hanafi dan Mazhab

    Syafi’i

    Konsep nusyuz mengikut mazhab Hanafi ialah apabila seseorang istri

    mengikatkan dirinya di rumah suaminya dan tidak keluar tanpa seizin suaminya17

    sekalipun dia tidak bersedia dicampuri tanpa dasar syara‟ yang benar. Penolakan

    seperti itu sekalipun haram, tetapi tidak menggugurkan haknya atas nafkah bagi

    Iman Hanafi, yang menjadi sebab keharusan memberi nafkah adalah beradanya

    17

    Taqiyu Ad-Din Abi Bakr ibn Muhammad al-husni ad- Dimasqi Kifayat al-alkhyar. (Beirut , Dar al Fikr ,t t ) Tc. hlm-550

  • 21

    wanita tersebut di rumah suaminya. Persoalan ranjang dan hubungan seksual

    tidak ada hubungan dengan kewajiban nafkah18

    , maka istri dianggap taat. Tetapi

    apabila istri keluar rumah tanpa dasar syara‟ maka ia dianggap nusyuz. Manakala

    konsep nusyuz mengikut mazhab Syafi‟i ialah apabila istri tidak memberi

    kesempatan kepada suami untuk menggauli dirinya dan berkhalwat dengannya

    tanpa alasan berdasarkan syara‟ maupun rasio, maka dia dipandang sebagai istri

    yang nusyuz. Bahkan menurut pandangan mazhab Syafi‟i menyatakan bahawa

    sekadar kesediaan digauli dan berkhalwat sama sekali belum dipandang cukup

    kalau istri tidak menawarkan dirinya kepada suami.

    Hukum Islam tidak membatasi mengenai alasan-alasan perceraian. Apabila

    masing-masing pihak sudah tidak saling mencintai lagi, maka sang suami dapat

    menjatuhkan talak pada istrinya dan sebaliknya pihak istri dapat meminta untuk

    diceraikan.19

    Perceraian dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang bermacam-macam.

    Bukanlah mudah untuk menyatukan dua pribadi yang berbeda antara suami dan

    istri. Pribadi yang berbeda inilah yang kemudian memicu munculnya

    pertengkaran kecil yang pada akhirnya tidak dapat diselesaikan dan kemudian

    berlarut-larut.Pertengkaran yang terjadi dapat menyebabkan salah satu pihak

    dalam perkawinan baik istri maupun suami untuk kemudian tidak

    18

    Muhammad Jawad Mugniyah, Fiqh lima mazhab., (Jakarta;lentera,2010), cet ke-2 .hlm 402 19

    Lili Rasjidi,Alasan Perceraian Menurut UU.No 1 Tahun 1974 Tentang

    Perceraian.Bandung. Alumni 1983 hlm 7

  • 22

    melaksananakan kewajibannya karena ego yang keras. Kondisi ketika suami atau

    istri tidak melakukan kewajibannya lagi inilah yang disebut nusyuz dan dapat

    berujung pada perceraian.

    Nusyuz pada pihak istri terjadi apabila ia melalaikan kewajiban-kewajibannya

    sebagai istri, tidak mau taat kepada suami, tidak mau bertempat tinggal bersama

    suami, suka menerima tamu orang-orang yang tidak disukai suami, suka keluar

    rumah tanpa izin suami, dan sebagainya. Suami dapat pula dikatakan nusyuz

    apabila ia tidak mau memenuhi kewajiban-kewajibannya terhadap istri20

    . Nusyuz

    bukan hanya dapat berasal dari pihak istri, melainkan juga dapat berasal dari

    pihak suami. Keduanya memiliki potensi yang sama untuk berbuat nusyuz karena

    tidak ada yang membedakan kedua pihak tersebut dalam posisinya sebagai pihak

    dalam sebuah rumah tangga.

    2. Penyelesaian Istri nusyuz mengikut Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi’i

    A. Pandangan mazhab Hanafi Terhadap Penyelesaian Istri Nusyuz

    Ada empat tahap jalan keluar yang diajarkan Islam untuk mengatasi

    nusyuz istri. Firman Allah dalam surah an-Nisaa‟ ayat 34.

    Artinya:

    ”Dan perempuan-perempuan (para istri) yang kamu khawatirkan nusyuznya,

    maka nasihatilah mereka, dan jauhilah mereka di tempat-tempat tidur

    mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka

    20

    Ibid,hlm 89

  • 23

    janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya

    Allah Maha Tinggi dan Maha Besar.”(an-Nisa‟:34)

    Tahap pertama, Pemberian nasihat. Yaitu, dengan cara mengingatkan

    istrinya secara sopan, lemah lembut dan jelas, agar bisa menyadari kesalahan-

    kesalahan yang telah dilakukan. Juga dengan menasihatinya agar bertakwa

    kepada Allah SWT dan belajar lebih baik mengenai apa yang menjadi

    kewajiban istri kepada suami. Namun, sebelum melangkah ke tahap

    pemberian nasihat ini, suami tentunya harus melakukan introspeksi terlebih

    dahulu. Karena, bisa jadi nusyuznya istri tersebut adalah sebagai dampak atau

    akibat dari kesalahan suami sendiri. Jika ini yang terjadi maka suamilah yang

    harus berbenah. Tapi, jika memang terbukti istri yang bersalah, maka barulah

    tahap pemberian nasihat ini bisa dilaksanakan. Saat memberikan nasihat, baik

    juga dijelaskan kepada istri bahwa nusyuz secara hukum bisa menggugurkan

    hak-hak istri atas suaminya.

    Tahap kedua, berpisah ranjang dan tidak saling tegur sapa. Ini

    merupakan tahap lanjutan, ketika tahap pertama tidak berhasil menyudahi

    nusyuz istri. Khusus mengenai tidak bertegur sapa, batas waktu yang

    diperbolehkan adalah maksimal tiga hari. Nabi bersabda:21

    َِٕأِتٗ َأْعٍ َ( ُّ بَ ِسُّٚ ٌَُٕ ُسَّأضٗ هلُلَ ْعُ ًْسهٍٍِىل سهََّى َلَأَهلِلَ طهَّٗ هلُلَ عهََِّْٛ ل س َُٓجش أٌَْ ◌:َال ُِٚحُّم نُِ َُِٕ خاأَََْٚ ق فَْ

    َِٛال، ٍَٛاَنث َثالَِ ََْٰـَفُِٛعُشٌ َْٚهَتِم ََْٰـُِْٚعُشاَ ٔزص َٔزص )يسهىو (سٔاِ ِتانَّسال َِأ ََْٚثذ٘ نَِّزاًا َُْْخُٛشاَ

    21

    Abu Husain Muslim bin Hajaj Muslim, sahih Muslim ., ( Beirut; Ad-Dar al-jamil, t t ), cet Ttc., Jilid 4 hlm-9

  • 24

    Artinya:

    Daripada Abi Ayyub (ra) bahwa Rasulullah (sallallahu alaihi wasalam)

    bersabda: “Tidak halal bagi seorang muslim tidak bertegoran dengan

    saudaranya (seagama) lebih dari tiga malam; mereka bertemu lalu yang ini

    berpaling dan yang itu juga berpaling, dan yang paling baik di antara mereka

    berdua ialah siapa yang memulai salam”. (HR. Muslim)

    Tahap ketiga, memukul istri dengan pukulan yang ringan dan tidak

    melukai. Dalam konteks ini, syariat memberikan kriteria sebatas apa

    pemukulan boleh dilakukan, yaitu:

    1. Tidak memukul bagian muka (wajah), karena muka adalah bagian tubuh

    yang paling terhormat. Sebagaimana sabda Nabi SAW.22

    ََّ ْاب َال تَِْضِشَٔ ْٕج ُْٓجش َٔال ُتَمثِّْحَ َٔن نثَِْٛتْاالَّ ِفٙ ِإَال تَْ

    Artinya:

    “Janganlah engkau memukul wajah (istrimu), jangan menjelekkannya, dan

    jangan memboikotnya (mendiamkannya) kecuali di dalam rumah.” (HR. Abu

    Dawud)

    2. Tidak memukul perut atau bagian tubuh lain yang yang dapat menyebabkan

    kematian atau kemudaratan, karena pemukulan ini tidak dimaksudkan untuk

    mencenderai, melainkan untuk mengubah sikap nusyuz istri.

    22

    Abu Daud, Sulaiman bin al-Ash‟ath al sajistaniy, Sunan Abu Daud, ( Beirut dar al-kitb al-arabi t t ), cet. T.c Juz 4 hlm-358

  • 25

    3. Tidak memukul di satu tempat, karena akan menambah rasa sakit dan akan

    memperbesar timbulnya bahaya.

    4. Tidak memukul dengan alat yang bisa melukai. Dalam hal ini, mazhab

    Hanafi menganjurkan penggunaan alat berupa sepuluh lidi atau kurang dari

    itu, Dalam konteks ini, apabila pemukulan tenyata mengakibatkan wafatnya

    istri, maka suami dikenai hukum qishash, karena ia telah mengabaikan syarat

    pemukulan yang mengharuskan terpeliharanya keselamatan istri. Ini menurut

    mazhab Hanafi dan Syafi‟i. Sedangkan menurut mazhab Maliki dan Hanbali,

    suami tidak dikenai hukum qishash, karena pemukulan tersebut dibenarkan

    oleh syariat, selama dilakukan sesuai kriteria yang berlaku. Yang perlu

    dicatat, meski pemukulan terhadap istri yang nusyuz boleh dilakukan sesuai

    kriteria di atas. Tahap keempat, Mengutus juru damai. Tahapan ini sebetulnya

    merupakan salah satu langkah untuk mengatasi syiqaaq, bukan sekedar

    nusyuz. Syiqaaq sendiri secara umum dapat dimengerti sebagai

    ”Persengketaan dan Permusuhan”, Perkataan Syiqaaq diturunkan dari

    perkataan ” Syaqqun” berarti ”sebelah” kerana masing masing dari kedua

    orang yang bertikai itu berada disebelah berlawanan arah dengan pihak yang

    lain, lantaran itu adanya permusuhan dan pertikaian antara keduanya. 23

    Tujuan utama pengutusan hakam atau juru damai adalah untuk

    membuka peluang damai bagi suami-istri yang sedang berselisih. Ini

    23

    M.Ali ash- Shabuni. Tafsir Ayat-ayat Hukum Dalam a1-Quran. (Kuala Lumpur: Pustaka Antara, 2000), Cet. Ke- 3, jilid 1, hlm. 817

  • 26

    dilakukan selama jalan damai masih mungkin ditemukan dan akan berdampak

    kebaikan bagi keduanya. Namun, jika ternyata damai tidak mungkin tercapai,

    bahkan justru akan menimbulkan kemudaratan, sehingga suami-isteri yang

    sedang berselisih tersebut lebih baik dipisahkan, maka yang menjadi tugas

    hakam selanjutnya adalah mempersiapkan prosedur perceraian, agar dapat

    dilaksanakan dengan sebaik baiknya menurut cara yang makruf (patut) dan

    ihsan (budi dan tindakan yang baik). Keempat tahapan ini, menurut jumhur al-

    ‟ulama (mayoritas ulama), termasuk mazhab Hanbali, harus dilaksanakan

    secara berjenjang dan disesuaikan dengan tingkat atau kadar nusyuz istri.

    Dimulai dari yang teringan, yakni tahap pertama, hingga yang paling berat,

    yakni tahap terakhir. Sedangkan menurut Imam Syafi‟I dan Imam Nawawi,

    seorang ulama mazhab Syafi‟i, keempat tahapan itu tidak harus dilaksanakan

    secara berjenjang. Artinya, suami boleh mengambil langkah dan tahapan yang

    mana saja yang dianggapnya paling tepat untuk mengatasi masalah nusyuznya

    istri, bahkan tahap yang terberat sekalipun. Pendapat ini kemunculannya

    dilatarbelakangi oleh pemahaman bahwa kata sambung berupa huruf wau

    (yang berarti: ”dan”) dalam surat an-Nisaa‟, 4: 34 di atas, fungsinya adalah li

    at-tartiib (untuk menunjukkan makna berurutan atau berjenjang).

    B. Pandangan Imam Syafi’i Terhadap Penyelesaian Istri Nusyuz

    Mengenai tiga tindakan yang harus dilakukan suami terhadap istri

    yang nusyuz berdasarkan pada surat an-Nisa' Ayat 34 di atas. Iman Syafi‟i,

    termasuk Imam Nawawi, berpendapat bahwa kata sambung wau tersebut

  • 27

    adalah li muthlaq al-jam‟ (sekedar menunjukkan makna ketergabungan, yang

    bukan berarti harus berurutan ataupun berjenjang), Partikel tersebut hanya

    semata-mata untuk menghimpunkan beberapa tindakan. Maka seorang suami,

    dalam hal nusyuz istrinya, boleh mengambil salah satu dari tindakan-tindakan

    tersebut, mana saja yang ia kehendaki, dan bolehlah ia menggunakan

    tindakan-tindakan semua sekaligus. 24

    Imam Syafi‟i berkata: Bentuk nasihat itu ialah dengan suami berkata

    kepada istrinya: “Bertaqwalah engkau kepada Allah (atau takutlah engkau

    kepada Allah). Aku mempunyai hak terhadap kamu. Kembalilah ke pangkal

    jalan. Engkau mesti mengetahui taatkan aku ini wajib‟ dan lain-lain bentuk

    nasihat.

    Ringkasnya, suami memulakan dengan nasihat dan peringatan. Lalu ia

    jelaskan kepada istri haramnya nusyuz dan kesan buruknya kepada kehidupan

    berumahtangga. Suami juga mesti bersedia mendengar pandangan istrinya

    dalam isu berkaitan. Mazhab Syafi‟i berpendapat bahwa suami boleh

    memukul istrinya, setelah terbukti dia benar-benar nusyuz. Tetapi segera

    ditambahkannya, bahwa meskipun boleh tetapi hendaknya anda “tidak

    memukul dengan pukulan yang melukai atau mengeluarkan darah, jangan

    berulang-ulang dan hindarkan pemukulan pada wajah”. Pada tempat lain

    dikatakan : “seyogyanya pemukulan itu dilakukan dengan sapu tangan,

    dengan tangan dan jangan dengan cambuk atau tongkat”. (Nawawi, al

    24

    Ibid, h. 827

  • 28

    Majmu‟, XV/325). Imam al Syafi‟i juga mengatakan : “Aku lebih suka tidak

    memukulnya, karena ada hadis Nabi saw : “lan yadhriba khiyarukum (orang

    yang baik di antara kalian tidak akan memukul istri. Dalam kesempatan lain

    sesudah Nabi saw. mendengar ada tujuh puluh orang perempuan yang

    mengadukan perlakuan kasar suami mereka, beliau mengatakan :”wa ma

    tajiduna ula-ika bikhiyarikum/kalian perlu ketahui bahwa mereka (para

    suami yang berlaku kasar terhadap istri) bukan orang orang yang baik di

    antara kalian”.

    3. Menghantar dua orang pendamai

    Sebagaimana penyelesaian terakhir ialah melalui perlantikan hakam

    (pendamai). Firman Allah SWT dalam surat an-Nisa‟ ayat 3525

    Artinya:

    ”Kemudian jika kamu menghawatirkan perselisihan antara keduanya,

    hendaknya kamu mengutus hakam (juru damai) dari keluarga laki-laki dan

    hakam dari keluarga perempuan. Jika keduanya menginginkan berdamai,

    niscaya Allah akan memberi taufik di antara keduanya. Sesungguhnya Allah

    Maha Mengetahui dan Maha Mengenal ” ( an-Nisa‟: 35).

    Perkara yang disunatkan ialah melantik 2 orang yang adil dan

    menjadikan merekaberdua sebagai pendamai. Paling baik jika dipilih seorang

    dari kalangan keluarga pihak suami dan seorang dari keluarga pihak istri. Ini

    25

    Al- Nawawi, al-Majmu‟ Syarah al-Muhazzab. (Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah , 2007),

    Cet. Ke-6, hlm-. 325.

  • 29

    kerana kaum keluarga mereka berdua lebih memahami dengan keadaan

    keduanya dari orang lain dan lebih prihatin terhadap keinginan mahu

    mendamaikan. Jika dua orang pendamai itu dari kalangan orang asing, ia juga

    diharuskan. Matlamat pendamai ini ialah supaya masing-masing pendamai

    duduk bersama suami dan seorang lagi bersama istri secara berasingan dan

    cuba menyingkap dan menyelami isu sebenar yang berlaku di antara suami

    istri tersebut dan mengetahui keinginan sebenar kedua-dua pasangan suami

    isteri itu sama ada untuk terus bersama atau berpisah. Kedua-dua pendamai

    kemudian bertemu dan melakukan perkara terbaik sama ada menjatuhkan

    talak atau

    khulu‟.

    Mazhab Hanafi berpendapat bahwa hakam perlu melaporkan perkara

    tersebut dan hakam mempunyai kuasa samada hendak mentalakkan ataupun

    tidak. Manakala Mazhab Syafi‟i berpendapat hakam tidak ada kuasa mentalak

    atau khulu‟ tanpa mendapat keizinan suami.26

    C. Tinjauan Pustaka

    Dalam kajian pustaka terdahulu ini, penulis berusaha mendata dan membaca

    hasil penelitian yang ada hubungannya atau hampir sama dengan penelitian yang

    penulis lakukan dalam bentuk skripsi maupun buku yang dibahas tentang Nusyuz

    sebagai alasan perceraian:

    26

    Abdul Kadir Muhammad, Nusyuz Istri dan Suami Perspektif Hukum, (Kota Bharu: Kolej

    Islam Antarabangsa Sultan Ismail Petra (KIAS), 2007), Cet. Pertama, hlm-. 69.

  • 30

    1. Intervensi Orang tua sebagai faktor pemicu perceraian (studi analisis

    putusan pengadilan agama jakarta barat) Ahwa Al-Syakhsiyyah

    peradilan agama universitas Islam negeri Syarif Hidayatullah Jakarta oleh

    Eva Muslimah NIM 104044201463

    2. Perselisihan terus menerus antara suami istri akibat turut campur orang

    tua sebagai dasar alasan perceraian(kajian terhadap putusan pengadilan

    agama jakarta timur no.1164/pdt.G/2008/PAJT)27

    oleh AHMAD SAUQI

    NIM 106044101386

    3. Judul :Faktor ekonomi Sebagai Alasan Perceraian Ahwal Al-syakhsiyyah

    Peradilan AgamaUniversitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta

    Fakultas Syari‟ah Dan Hukum) oleh Surya Parma Batu Bara NIM

    10202214445

    Dari ketiga penelitian diatas, maka yang menjadi subtansi dan perbedaan

    adalah :

    1. Subtansi dari Intervensi Orang tua sebagai faktor pemicu perceraian (studi

    analisis putusan pengadilan agama jakarta barat) Ahwa Al-Syakhsiyyah

    peradilan agama universitas Islam negeri Syarif Hidayatullah Jakarta oleh Eva

    Muslimah menjelaskan penyebab dan faktor-faktor yang menyebabkan

    adanya pemicu perceraianyang menjadi akhir dari rumah tangga. Perbedaan

    27

    http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5062/1/Ahmad%20Sauqi-

    FSH_NoRestriction.pdf

  • 31

    menjelaskan perceraian yang diakibatkan karna perselisihan yang terjadi

    antara suami istri

    2. Subtansi dari Perselisihan terus menerus antara suami istri akibat turut campur

    orang tua sebagai dasar alasan perceraian(kajian terhadap putusan pengadilan

    agama jakarta timur no.1164/pdt.G/2008/PAJT)28

    oleh AHMAD SAUQI

    tentang perceraian yang diakibatkan perselisihan terus menerus karna campur

    tangan orang tua dalam rumah tangga dan akibat kurang siapnya menjalin

    sebuah keluarga sehingga adanya turut campur orang tua dan perbedaan

    dengan penulis adalah perceraian yang diakibatkan karna perselisihan antara

    suami istri karna tidak terpenuhinya nafkah dan tidak adanya rasa sayang

    antara suami istri sehingga terjadi perceraian. Perbedaan perceraian yang

    diakibatkan karna perselisihan antara suami istri karna tidak terpenuhi nafkah

    jasmani.

    3. Subtansi dari Faktor ekonomi Sebagai Alasan Perceraian Ahwal Al-

    syakhsiyyah Peradilan AgamaUniversitas Islam Negri Syarif Hidayatullah

    Jakarta Fakultas Syari‟ah Dan Hukum) oleh Surya Parma Batu Bara

    menjelaskan faktor-faktor perceraian yang diakibatkan karna ekonomi

    keluarga dan adanya pihak ketiga dalam penyesaian selain orang tua yang

    membantu keluarga anaknya perbedaan dengan penulis yaitu tidak adanya

    ikut serta ortu ataupun orang luar dalam permasalahan rumah tangga.

    28

    http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5062/1/Ahmad%20Sauqi-

    FSH_NoRestriction.pdf

  • 32

    Perbedaan menjelaskan faktor penyebab kandasnya rumah tangga/perceraian

    akibat perselisihan dan pertengkaran yang secara khusus karna tidak

    terpenuhinya nafkah bathin.

    D. Metode Penelitian

    Untuk memperoleh data yang akan dibutuhkan untuk menyusun skripsi ini,

    maka penulis mengunakan beberapa metode antara lain:

    1. Tempat dan Waktu Penelitian

    Lokasi penelitian merupakan tempat dimana dilakukannya penelitian.

    Dengan ditetapkannya lokasi, dalam penelitian akan dapat lebih mudah untuk

    mengetahui tempat dimana suatu penelitian dilakukan. Lokasi yang digunakan

    dalam penelitian ini adalah di Pengadilan Agama Jambi Kelas I/A Kota Jambi

    2. Pendekatan Penelitian

    Penelitian ini adalah penelitian kualitatif studi kasus, dimana pada

    penelitian ini merupakan jenis pendekatan yang digunakan untuk menyelidiki

    dan memahami sebuah kejadian atau masalah yang telah terjadi dengan

    mengumpulkan berbagai macam informasi yang kemudian diolah untuk

    mendapatkan sebuah solusi agar masalah yang diungkapkan dapat

    terselesaikan. Adapun yang membedakan penelitian dengan pendekatan studi

    kasus dengan jenis pendekatan penelitian kualitatif yang lain terdapat pada

    kedalaman analisisnya pada sebuah kasus tertentu yang lebih spesifik. Metode

  • 33

    ini sangat tepat untuk menganalisis kejadian tertentu disuatu tempat tertentu

    dan waktu tertentu pula.29

    3. Jenis Penelitian

    Adapun jenis penelitian setelah penulis melihat data yang dibutuhkan

    dalam judul skripsi ini, maka termasuk dalam kategori penelitian kualitatif

    lebih khususnya dengan mengunakan penelitian lapangan (field research)

    yaitu penelitian yang mengharuskan peneliti untuk mencari data-data primer

    ke lapangan dimana dalam hal ini penulis mencari data-data yang dibutuhkan

    dari hasil wawancara majelis hakim yang memeriksa perkara ini.

    4. Sumber Data

    Dalam penelitian ini akan digunakan data primer dan data sekunder.

    Dibawah ini akan dirinci satu persatu apa saja yang termasuk kedalam data

    primer dan data sekunder

    a. Data Primer

    Data tersebut diambil dari beberapa data di pengadilan agama jambi

    berupa putusan pengadilan agama tentang Nusyuz Sebagai Alasan Perceraian

    Di Pengadilan Agama Kelas I/A Kota Jambi dengan menganalisa putusan

    Hakim yang menjadi sumber data.

    29

    Sugiono,metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dan R&d,al-fabeta bandung 2007 hlm

    147

  • 34

    b. Data Sekunder

    Data sekunder adalah data yang diperoleh oleh peneliti melalui banyak

    sumber yang sebelumnya sudah ada. Artinya peneliti berperan sebagai pihak

    kedua karna tidak didapatkan secara langsung. Biasanya dapat diperoleh dari

    buku, jurnal, laporan, dan sebagainya

    5. Instrumen Pengumpulan Data

    Adapun instrument pengumpulan data yaitu: instrument biasanya

    digunakan oleh penelitian untuk menanyakan atau mengamati responden

    sehingga diperoleh informasi yang dibutuhkan.instrumen penelitian antara

    lain dapat berbentuk wawancara,angket,kuesioner,30

    a) Observasi yaitu, instrument untuk mendapatkan data utama dalam skripsi

    ini. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi non

    partisipasi. Kedudukan peneliti hanya sebagai pengamat dan selama proses

    observasi akan dibuat catatan-catatan untuk keperluan analisis dan

    pengecekan data kembali.31

    b) Wawancara, yaitu digunakan untuk mendapatkan data mentah dari

    informan (hakim), sehinggga dapat ditemukan data baru yang tidak

    terdapat dalam dokumen. Data mentah ini adalah data utama dalam

    30

    Sugiono,metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dan R&d,al-fabeta bandung 2007

    hlm.138 31

    Ibid hlm .203

  • 35

    penelitian ini yang diperoleh oleh peneliti secara langsung dari informan

    (hakim) .32

    c) Dokumentasi, yaitu metode mencari data mengenai hal-hal atau variable-

    variabel berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen,

    dokumen rapat atau catatan harian. Metode ini dipergunakan dalam rangka

    melakukan pencatatan dokumen, maupun monografi data yang memiliki

    nilai historis yang terkait dengan permasalahan dalam pembahsan33

    .

    6. Analisis Data

    Untuk mempermudah dalam menganalisa suatu data yang diperoleh di

    perpustakaan, maka penulis mengadakan studi komparatif kualitatif dengan

    cara :34

    a) Display Data : Data Display berarti mendisplay data yaitu

    menyajikan data dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan

    antar kategori, dsb. Menyajikan data yang sering digunakan dalam

    penelitian kualitatif adalah naratif. Ini dimaksudkan untuk

    memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya

    berdasarkan apa yang dipahami.

    32

    Ibid hlm 194 33

    Ibid hlm 117 34

    Miles, B. M., & Huberman, M. (1992) Analisis Data Kualitatif Buku Sumber tentang

    Metode-metode Baru. Jakarta ;UIP

  • 36

    b) Reduksi Data : Reduksi Data berarti merangkum, memilih hal

    yang pokok, memfokuskan pada hal yang penting, dicari pola dan

    temanya.

    c) Konklusi Data : Langkah Terakhir dari model ini adalah penarikan

    kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian mungkin

    dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal

    namun juga tidak, karna masalah dan rumusan masalah dalam

    penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan berkembang

    setelah peneliti ada dilapangan. Kesimpulan penelitian kualitatif

    merupakan temuan baru yang sebelumnya belum ada yang berupa

    deskripsi atau gambaran yang sebelumnya belum jelas menjadi

    jelas dapat berupa hubungan kasual/interaktif dan hipotesisi/teori.

    E. Sistematika Penulisan

    Agar penulisan skripsi ini tidak melebar dan menimbulkan banyak

    kesalahpahaman, dan agar penelitian ini dapat berjalan sesuai dengan setting

    yang telah penulis tentukan sebelumnya, maka penulis menyusun sistematika

    penulisan skripsi ini, yang dapat dijadikan rujukan untuk melihat secara garis

    besar pembahasan-pembahasan yang ada dalam skripsi yang akan menjadi

    panduan penulis dalam menyelesaikan peneltian ini.berikut sistematika penulisan

    skripsi dengan judul : Nusyuz Sebagai Alasan Perceraian Di Pengadilan

    Agama Kelas I/A Kota Jambi

  • 37

    BAB I Pendahuluan, pada bab ini berisi tentang beberapa sub bab seperti,

    Latar Belakang, Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan dan Kegunaan

    Penelitian,Kerangka Teori dan Tinjauan Pustaka, metodologi penelitian,

    sistematika penulisan, jadwal penelitian

    BAB II Merupakan bab yang menerangkan nusyuz sebagai alasan perceraian

    dalam hukum islam dengan rincian sebagai berikut: menjelaskan pengretian,

    dasar hukum perceraian, sebab-sebab terjadi perceraian, macam-macam

    perceraian.

    BAB III Bab ini menerangkan sekilas tentang gambaran umum tentang

    nusyuz dengan rincian sebagai berikut: pengertian nusyuz, dasar hukum nusyuz,

    akibat nusyuz, upaya mengatasi nusyuz, pandangan hukum islam terhadap

    nafkah iddah bagi istri yang nusyuz

    BAB IV Pada bab ini menerangkan tentang deskripsi dan analisa hasil

    penelitian yang menjelasakan tentang: pandangan hukum islam tentang nusyuz,

    factor-faktor nusyuz, alasan hakim memutuskan perkara tentang nusyuz

    BAB V Penutup bagi sistematika penulisan skripsi ini yang berisi sub-sub

    judul yaitu: kesimpulan, saran-saran, serta akan dikengkapi dengan daftar

    pustaka dan lampiran-lampiran yang dianggap penting.

    F. Jadwal Penelitian

    Penulisan ini dilakukan slama enam bulan, Penelitian dilakukan

    dengan pembuatan proposal, kemudian dilanjutkan dengan perbaikan hasil

    seminar skipsi. Setelah pengesahan judul dan izin riset, maka penulis

  • 38

    mengadakan pengumpulan data.Verifikasi dan analisis data dalam waktu yang

    berurutan. Hasilnya penulis melakukan konsulasi dengan pembimbing

    sebelum diajukan kesidang munaqasah. Adapun Jadwal Penelitian sebagai

    berikut.

  • 39

    No Jenis Kegiatan

    Penelitian

    Bulan

    April Mei Juni Juli Agustus Septemb

    er

    1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

    1 Pengajuan Judul x

    2 PenunjukkanDosen

    Pembimbing

    X

    3 Pembuatan

    Proposal

    X X X

    4 Seminar Proposal

    danPerbaikanHasil

    Seminar

    X

    5 Surat Izin Riset X

    6 PengumpulandanPe

    nyusunan Data

    X

    7 Pembuatan Skripsi X X

    8 Bimbingan dan

    Perbaikan

    x X X

    9 Agenda dan Ujian

    Skripsi

    X

    10 Perbaikan dan

    Penjilidan

    x X

  • 40

    BAB II

    NUSYUZ SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN DALAM HUKUM ISLAM

    A. Pengertian Perceraian

    Talak diambil dari kata ithlaq artinya “melepaskan” atau irsal

    “memutuskan”atau tarkun “meninggalkan” firaaqun “perpisahan”.yang

    dimaksud dengan talak adalah melepaskan ikatan perkawinan dengan lafaz

    talak atau sebangsanya.35

    Menurut hukum Islam talak merupakan ikrar dari suami yang

    menyatakan perceraian atau talak dan ucapan talak tersebut dapat saja

    diucapkan oleh suami kapan dan dimana saja. Hal ini sesuai dengan sebuah

    hadist yang berbunyi sebagai berikut :36

    ٖ ٔاتٍ ز ثالث جذ ٍْ جذ ْٔضنٍٓ جذ انُكاح ٔانطالق ٔانشجعح )سِٔ اتٕ دٔاد ٔانتشي

    ياجّ(

    Artinya :”tiga hal yang dapat terjadi baik dengan sungguh-sungguh atau

    guraun, yaitu: nikah, talak, dan rujuk (H.R.Abu Daud ,Al-

    Tarmidzi,Ibn Majah)

    35

    Drs.Baharuddin Ahmad,MHI,Dr.Illy Yanti,M.Ag Eksistensi dan implementasi hukum islam

    di indonesia,cetakan I. Oktober 2015 celeben timur yogyakarta.hlm 159 36

    Ibid.

  • 41

    Berdasarkan hadist tersebut, baik nikah, talak, maupun rujuk yang

    diucapkan dengan sungguh-sungguh atau secara gurauan dapat saja terjadi

    atau perbuatan tersebut menjdi sah.37

    Ketentuan tersebut sangat berbeda dengan yang diatur didalam KHI.

    KHI pasal 117 menetapkan “talak adalah ikrar suami dihadapan sidang

    pengadilan agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan

    degan cara sebagaimana dimaksud dalam pasal 129, 130 dan 131.” Jadi

    menurut pasal 117 KHI ini, talak yang diucapkan oleh suami diluar sidang

    PA, atau disebut juga talak liar tidak diakui keabsahannya.38

    Subekti mengatakan bahwa perceraian adalah pengahpusan

    perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam

    perkawinan itu

    Sayyid Sabiq39

    dalam kitabnya “fiqih sunnah”memberikan defenisi

    thalaq ialah :

    ٛححم ساتطح انضٔاج ٔإَٓاء انعال لح انضٔ ج

    Artinya :” thalaq ialah melepas ikatan perkawinan atau menyelesaikan

    hubungan perkawinan “

    Jadi dari beberapa pengertian diatas meskipun berbeda-beda

    redaksinya, tetapi mempunyai subtansi yang sama dimana talak ialah salah

    37

    Ibid. 38

    ibid 39

    Sayyid Sabiq,Fikih Sunnah

  • 42

    satu bentuk putusnya perkawinan antara suami istri karna sebab-sebab tertentu

    yang memang sudah tidak diteruskan lagi dalam ikatan pernikhan mereka

    demi menghilangkan kesengsaraan yang diderita, maka dapat diambil

    kesimpulan bahwa talak merupakan pemutus hubungan suami dan istri serta

    hilangnya pula hak dan kewajiban suami isrti. Meskipun dalam

    pengucapannya talak menggunakan lafaz-lafaz tertentu, Namun penekananya

    dimaksud dengan tujuan yang sama yaitu untuk berpisah antara suami dan

    istri dalam artian putusnya perkawinan.40

    B. Dasar Hukum Perceraian

    Hidup dalam hubungan perkawinan itu merupakan sunnah Allah dan

    Rasul. Itulah yang dikehendaki oleh islam. Sebaliknya melepaskan diri dari

    kehidupan perkawinan itu menyalahi sunnah Allah dan sunnah Rasul tersebut

    dan menyalahi kehendak allah menciptakan rumah tangga yang

    sakinah,mawaddah dan warahmah. Dan pada prinsipnya suatu perkawinan itu

    ditujukan untuk selama hidup dan kebahagiaan yang kekal abadi bagi

    pasangan suami istri yang bersangkutan.41

    Meskipun demikian, ketika hubungan pernikahan itu tidak dapat

    dipertahankan dan kalau dilanjutkan juga akan menghadapi kemudharatan dan

    kehancuran, maka Islam membuka pintu untuk terjadinya perceraian. Dengan

    demikian, pada dasarnya perceraian atau talak itu adalah sesuatu yang tidak

    40

    ibid 41

    Ibid.hlm 16-17

  • 43

    disenangi, memang tidak terdapat dalam Al-qur‟an menyuruh atau melarang

    eksistensi perceraian itu.42

    Sedangkan untuk perkawinan ditemukan beberapa

    ayat yang menyuruh melakukannya. Walaupun banyak ayat al-qur‟an yang

    mengatur perceraian atau talak mesti Terjadi,seperti dalam firman allah :43

    Artinya : “ Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi

    dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.

    tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah

    kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir

    tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu

    khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan

    hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang

    bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya44

    . Itulah

    hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya.

    42

    Moh. Idris Ramulyo,hukum perkawinan islam (jakarta,PT.Bumi Aksara,q996)cet-1 hlm 98 43

    Q.S Al-Baqarah :229 44

    Ayat Inilah yang menjadi dasar hukum khulu' dan penerimaan 'iwadh. Kulu' Yaitu

    permintaan cerai kepada suami dengan pembayaran yang disebut 'iwadh

  • 44

    Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah

    orang-orang yang zalim.”

    Dan surat yang lainnya allah juga berfirman 45

    :

    Artinya :” apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya,

    Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi

    dengan bakal suaminya46

    , apabila telah terdapat kerelaan di antara

    mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada

    orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari

    kemudian. itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui,

    sedang kamu tidak mengetahui.”

    45

    Q.S Al-baqarah :232 dan Q.S At-thalaq : 1 46

    Kawin lagi dengan bekas suami atau dengan laki-laki yang lain

  • 45

    Artinya :”Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka

    hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat

    (menghadapi) iddahnya (yang wajar)47

    dan hitunglah waktu iddah

    itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu

    keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka

    (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji

    yang terang48

    . Itulah hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya

    Dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. kamu tidak

    mengetahui barangkali Allah Mengadakan sesudah itu sesuatu hal

    yang baru49

    .”

    Adapun hadist nabi yang menyatakan nahwa ketidaksenangan Nabi

    kepada perceraian yang diriwayatkan dari Ibnu Umar menurut riwayat Abu

    Daud sabda nabi :

    عٍ اتٍ عًش سضٙ اهلل عُّ انُثٙ طهٗ اهلل عهّٛ ٔسهى لال :اتغض انحالل عُذ اهلل انطالق )سِٔ اتٕ

    دأد(50

    Artinya : Perbuatan yang paling dibenci allah adalah thalak

    47

    Maksudnya: isteri-isteri itu hendaklah ditalak diwaktu suci sebelum dicampuri. tentang

    masa iddah Lihat surat Al Baqarah ayat 228, 234 dan surat Ath Thalaaq ayat 4. 48

    Yang dimaksud dengan perbuatan keji di sini ialah mengerjakan perbuatan-perbuatan

    pidana, berkelakuan tidak sopan terhadap mertua, ipar, besan dan sebagainya. 49

    Suatu hal yang baru Maksudnya ialah keinginan dari suami untuk rujuk kembali apabila

    talaqnya baru dijatuhkan sekali atau dua kali. 50

    Abu Daud,sunan abu daud (Al-Qahirah,Dar-al-harin,1988/1409 H) juz ke-2 hlm 226.

  • 46

    Walaupun hukum asal dari thalak itu adalah makruh, namun melihat

    keadaan tertentu dalam situasi tertentu, maka hukum thalak itu adalah sebagai

    berikut :

    1. Wajib, yaitu seperti menalak istri yang disumpah (di-ila‟),yaitu si suami

    bersumpah demi Allah bahwa dia tidak akan menjimainya selama 4 bulan

    jika waktu telah berlalu melebihi 4 bulan si suami tidak menjimainya, istri

    berhak mengadukan perkaranya ke pengadilan agama agar mendapat

    penyelesaian sebagaimana mestinya, atas wewenang hukum untuk

    menceraikan suami istri termasuk dengan sekalian talak.51

    2. Nadab atau sunnah , yaitu dalam keadaan rumah tangga sudah tidak dapat

    dilanjutkan dan seandainya dipertahankan juga kemudharatan yang lebih

    banyak akan timbul.52

    3. Mubah, atau boleh saja dilakukan bila memang perlu terjadi perceraian

    dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dengan perceraian itu

    sedangkan manfaatnya juga ada kelihatannya.53

    4. Haram, yaitu thalaq yang dilakukan tanpa alasan, sedangkan istri dalam

    keadaan haid atau suci yang dalam masa itu ia telah digauli54

    C. Macam-macam Perceraian

    51

    Dr. Muhmmad syaifuddin,S. H. ,M.Hum., Sri Turatmiyah, S. H., M,Hum.,Annalisa

    yahanan, S.H., M.Hum hukum perceraian (sinar grafika,feruari 2014)hlm.118-119 52

    Ibid .hlm 119 53

    ibid 54

    Ibid.

  • 47

    Pada dasarnya perkawinan itu dilakukan untuk waktu yang lama

    sampai ajal menjemput salah satu dari mereka. Inilah sebenarnya yang

    dikehendaki agama islam, namun dalam keadaan tertentu terdapat hal-hal

    yang menghendaki putusnya perkawinan sebagai langkah terakhir dari usaha

    melanjutkan rumah tangga. Putusnya perkawinan adalah suatu jalan keluar

    yang baik, macam-macam perceraian dengan rincian sebagai berikut yaitu :

    perceraian atau talak, khulu‟, zhihar, ila‟, syiqaq, dan li‟an.55

    Berikut ini penjelasan dari masing-masing perceraian atau talak sudah

    dibahas diawal :

    1. Khulu‟

    a. Khulu‟ dan hikmahnya

    Menurut para fuqoha yang dimaksud dengan khulu‟ dalam arti

    uumnya yaitu perceraian yang disertai dengan sejumlah harta

    sebagian iwadh yang diberikan oleh istri kepada suami untuk

    menebus diri agar terlepas dari ikatan perkawinan. Hukum islam

    memberikan jalan kepada istri yang menghendaki percerain dengan

    mengajukan khulu‟ sebagaimana Islam memberi jalan kepada suami

    untuk menceraikan istrinya dengan jalan talak.56

    55

    Ibid hlm 130 56

    ibid

  • 48

    Dasar hukum disyari‟atkan khulu‟ ialah firman allah didalam kitab al-

    qur‟n:57

    Artinya :” Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk

    lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara

    yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu

    dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau

    keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-

    hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami

    isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka

    tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan

    oleh isteri untuk menebus dirinya58

    . Itulah hukum-hukum Allah,

    Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang

    57

    Q.S Al-baqarah:229 58

    Ayat Inilah yang menjadi dasar hukum khulu' dan penerimaan 'iwadh. Kulu' Yaitu

    permintaan cerai kepada suami dengan pembayaran yang disebut 'iwadh.

  • 49

    melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang

    yang zalim.”

    Hikmahnya adalah menolak bahaya, maksudnya yaitu apabila

    kebencian antara suami istri memuncak dan dikhawatirkan tidak dapat

    menjalankan syarat-syarat dalam kehidupan suami istri, maka khulu‟

    adalah cara-cara yang sudah ditetapkan oleh allah yang maha bijaksana,

    menegaskan hukum-hukum alllah.

    b. Syarat-syarat khulu‟

    1) Kerelaan dan persetujuan, khulu‟ dilakuakan berdasarkan

    kerelaan dan persetujuan suami dan istri, dengan maksud

    kerelaan dan persetujuan itu tidak dapat berakibat kerugian

    dipihak orang lain

    2) Istri adalah seorang yang berada dlam wilayah sisuami dalam

    artian istri atau yang telah diceraikan, namun masih berada

    dalam iddah raj‟inya.

    3) Khulu‟ Harus diridhoi oleh pihak yang memberikan ganti

    materi

    4) Khulu‟ dengan ganti materi yang sah sebagai mahar. Ganti

    yang sah sebagai mahar adalah setiap yang sah dijadikan

    sebagai harga dan imbalan.

    c. Akibat Khulu‟ ini ialah sama dengan akibat talak bain shugra.

    Yaitu suami tidak mempunyai hak untuk merujuk bekas istrinya

  • 50

    kecuali dengan perkawinan yang baru dan akad yang baru

    berdasarkan persetujuan dari masing-masing pihak.

    2. Zhihar

    Zhihar adalah seorang laki-laki yang mengharamkan istrinya bagi

    dirinya dengan menyerupakan keharaman seperti ibunya, saudara

    perempuannya, atau salah satu mahramnya. Zihar dari segi bahasa arab,

    zhihar berasal dari kata zahr (punggung) bukan dari kata yang berarti

    pertolongan, dengan maksud suami mengatakan kepada istrinya :kamu

    bagiku seperti punggung ibuku. Dalam istilah fiqh zihar diartikan sebagai

    perkataan suami terhadap istrinya yang mengandung maksud

    menyamakan istrinya dengan ibunya sendiri. Mislanya :”punggung kamu

    seperti punggung ibuku” pengkhususan kata “punggung” dalam hal ini

    disebabkan biasanya yang di tunggangi itu adalah punggung. Oleh karna

    itu orang-orang arab menyebut binatang-binatang tunggangan dengan

    kata az-zahr.59

    Wanita yang di zihar memang diharamkan untuk digauli, tetapi hanya

    bersifat sementara, yaitu sampai membayar”kafarat ziharnya, mengenai

    hal ini allah berfirman dalam kitab al-qur‟an 60

    :

    59

    Ibid.hlm 153-154 60

    Q.S Al-Mujadalah:2

  • 51

    Artinya :” orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu,

    (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) Tiadalah

    isteri mereka itu ibu mereka. ibu-ibu mereka tidak lain

    hanyalah wanita yang melahirkan mereka. dan Sesungguhnya

    mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu Perkataan

    mungkar dan dusta. dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf

    lagi Maha Pengampun.”

    Adapun kafarat dari zihar yang ditunaikan oleh suami yang menzihar

    istrinya,sesuai dengan bunyibunyi surat al-mujdilah ayat 3-4:

    Artinya :” orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka

    hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, Maka

  • 52

    (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua

    suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan

    kepada kamu, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu

    kerjakan.”

    Kemudian jumhur ulama‟ sepakat bahwa bentuk-bentauk kafarat

    diberlakukan secara berturut, artinya tidak boleh yang kedua dijadikan

    pilihan pertama. Dalam istilah mereka, hukuman itu dikenakan kepda

    pelaku zihar sesuai dengan tertib hukuman yang terdapat dalam ayat

    tersebut.61

    3. Ila‟

    a. Ila‟ dan hukumnya

    Ila‟ menurut bahasa artinya menolak dengan bersumpah, jadi

    ila‟ ialah berarti menolak untuk mengumpuli istrinya dengan

    bersumpah. Dalam hal ini sumpahnya baik dengan nama allah ataupun

    dengan berpuasa atau dengan bershadaqah atau dengan haji, atau

    dengan bercerai sumpah suami tidak akan mencampuri istri masa lebih

    dari empat bulan atau tidak menyebutkan jangka waktu62

    Apabila seorang suami bersumpah sebagaimana sumpah tersebut,

    hendaklah ditunggu selama empat bulan. Kalau dia kembali baik

    kepada istrinya, sebelum sampai empat bulan, dia wajib membayar

    61

    ibid 62

    Ibid,hlm 148

  • 53

    denda sumpah khafarat saja.tetapi sampai empat bulan dia tidak

    kembali pada istrinya, hakim berhak menyuruhnya memilih dua

    perkara,yaitu membayar kafarat sumpah serta berbuat baik kepada

    istrinya atau menalak istrinya. Kalau suami itu tidak mau menjalani

    salah satu dari kedua perkara tersebut,hakim berhak menceraikan

    mereka secara terpaksa.63

    Sebagian ulama berpendapat, apabila sampai empat bulan sumi

    tidak kembali(tidak campur), maka dengan sendirinya kepada istri itu

    jatuh talak bain, tidak perlu dikemukakan hakim.64

    b. syarat-syarat ila‟

    1) syarta-syarat yang berhubungan dengan suami istri sepakat para

    fuqoha bahwa suami yang dibolehkan meng-ila‟ istrinya ialah

    suami yang baligh, berakal, dan tidak gila

    2) ila‟ hendaknya berupa sumpah

    3) isi ila‟ hendaklah bahwa suami bersumpah tidak akan

    mencampuri istrinya.

    c. Kafarat Sumpah

    Bagi suami yang meng-ila‟ istrinya lalu diwajibkan

    menjauhinya selama empat bulan itu menimbulkan kerinduan terhadap

    istri, lalu menyesali sikapnya yang sudah berlalu, memperbaiki diri

    63

    Ibid hlm 150-151 64

    Sulaiman Rasyid 1996,fiqh islam (jakarta:sinar baru argensindo) hlm.410

  • 54

    sebagai bekal sikap yang lebih baik, ketimbang masa-masa

    sebelumnya dalam hal ini jika kemudian suami berbaik kembali

    kepada istrinya diwajibkan membayar kafarat sumpah karna telah

    mempergunakan nama Allah untuk keperluan dirinya, kafarat itu

    berupa memberi makan 10 orang miskin, memerdekan seorang

    budak,puasa tiga hari.65

    4. Syiqaq

    Syiqaq berarti “perselisihan”, maksudnya perselisihan suami istri yang

    diselesaikan oleh kedua orang hakam, yaitu hakam dari pihak suami dan

    seorang dari pihak istri.66

    Dasar hukumnya ialah firman allah dalam al-qur‟an:67

    Artinya :” dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara

    keduanya, Maka kirimlah seorang hakam68

    dari keluarga

    laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika

    kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan,

    65

    Kamal Mukhtar,asas-asas hukum islam tentang perkawinan,(jakarta;bulan

    bintang,1974)cet-2 hlm.191-192 66

    Dr.Muhmmad syaifuddin,S.H.,M.Hum.,Sri Turatmiyah,S.H.,M,Hum.,Annalisa

    yahanan,S.H.,M.Hum hukum perceraian (sinar grafika,feruari 2014)hlm.128 67

    Q.S An-nisa‟ :35 68

    Hakam ialah juru pendamai

  • 55

    niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu.

    Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha

    Mengenal.”

    Menurut firman Allah tersebut jika terjadi kasus syiqaq antara suami

    istri,maka diutus seorang hakam dari pihak suami dan seorang hakam dari

    pihak istri untuk mengadakan penyelidikan sebab terjadinya syiqaq

    tersebut serta berusaha mendamaikan kembali agar suami istri kembali

    hidup bersama dengan sebaik-baiknya, kemudian jika jalan perdamaian

    itu tidak mungkin ditempuh, maka kedua hakam berhak mengambil

    inisiatif untuk menceraikan .

    5. Lia‟an

    Lian berasal dari kata Al-la‟anu yang artinya kutukan atau laknat

    menurut istilah yaitu suami istri yang saling melaknat. Suami menuduh

    istri berzina, Tetapi tidak mampu membuktikannya dengan menghadirkan

    empat orang saksi, maka dia harus bersumpah empat kali sumpah

    menyatakan bahwa kalau suami tersebut berbohong dengan tuduhannya

    maka laknat allah untuk dirinya(suami).69

    Kemudin istri menolak tuduhan

    dengan empat kali bersumpah juga dengan ucapan penolakan tuduhan

    suaminya tersebut dan ia siap dilaknat allah kalau ia melakukannya.

    Dengan terjadi sumpah lian itu maka terjadilah perceraian antara suami

    69

    Dr.Muhmmad syaifuddin,S.H.,M.Hum.,Sri Turatmiyah,S.H.,M,Hum.,Annalisa

    yahanan,S.H.,M.Hum hukum perceraian (sinar grafika,feruari 2014)hlm.157

  • 56

    istri tersebut dan antara keduanya tidak boleh terjadi perkawinan kembali

    untuk selama-lamanya.70

    D. Sebab-sebab Terjadinya Perceraian

    Dalam kompilasi hukum Islam,pasal 2 dinyatakan bahwa perkawinan

    dalam islam adalah :”pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau nitsaqan

    gholozohan untuk mentaati perintah allah dan melaksanakannya merupakan

    ibadah, dengan memahami keterangan pasal tersebut bahwa, sebenarnya Islam

    mendorong terwujudnya perkawinan yang bahagia dan kekal tampak dan

    menghindari terjadinya perceraian. Dapat dikatakan pada prinsipnya Islam

    tidak memberi peluang untuk terjadinya perceraian kecuali pada hal-hal

    darurat.71

    Setidaknya ada empat kemungkinan yang dapat terjadi dalam

    kehidupan rumah tangga yang dapat memicu terjadi penyebab perceraian;

    nusyuz istri, nusyuz suami, syiqaq, salah satu berbuat zina.72

    Dan sebab-sebab

    perceraian akan dijelaskan sebagai berikut :

    1. Nusyuz dari pihak istri

    Nusyuz dari pihak istri yaitu: istri mendurhakai, angkuh, sombong,

    dan ingkar terhadap suami serta tidak melaksanakan tanggung jawab

    70

    Ibid. 71

    Amir Nuruddin,dan Azhari Akmal Tarigan ,hukum perdata islam di indonesia(jakart

    kencana 2004)cet-1 hlm 208 72

    Dr.Muhmmad syaifuddin,S.H.,M.Hum.,Sri Turatmiyah,S.H.,M,Hum.,Annalisa

    yahanan,S.H.,M.Hum hukum perceraian (sinar grafika,feruari 2014)hlm.117

  • 57

    sebagaimana yang telah diperintahkan oleh allah SWT kepada suami

    mereka. Seorang istri boleh dikategorikan Nusyuz apabila menolak

    ajakan suaminya untuk melakukan persetubuhan tanpa adanya keuzuran

    syar‟i keluar rumah tanpa izin, tidak taat kepada suami seperti tidak

    mencuci pakaian,memsak,dan menyiapkan minuman ketika suami pulang

    kerja tanpa adanya keuzuran jasmani.73

    2. Nusyuz suami kepada istri

    Kemungkinan nusyuz ternyata tidak datang dari pihak istri tetapi dapat

    juga datang dari pihak suami. Seperti, seorang suami tidak menjalankan

    kewajiban yang menjadi hak-hak istri, seperti tidak memberikan nafkah

    dan lain sebagainya74

    .Allah berfirman didalam kitabnya :75

    Artinya :” dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz76

    atau sikap

    tidak acuh dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya

    73

    ibid 74

    ibid 75

    Q.S An-nisa‟:128 76

    Nusyuz: Yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. nusyuz dari pihak isteri seperti

    meninggalkan rumah tanpa izin suaminya. nusyuz dari pihak suami ialah bersikap keras terhadap

    isterinya; tidak mau menggaulinya dan tidak mau memberikan haknya.

  • 58

    Mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya77

    , dan

    perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu

    menurut tabiatnya kikir78

    . dan jika kamu bergaul dengan

    isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan

    sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha

    mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

    Kekhawatiran adalah dugaan terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan

    dengan terlihatnya sebagian tanda-tandanya atau indikasi-indikasinya.

    Dalam kondisi semacam ini, maka ayat diatas mengarahkan kepada suami

    istri untuk memlakukan islah/kesepakatan damai sekalipun salah satu

    pihak harus mundur dari haknya dan pihak lain mendapatkan lebih, hal ini

    demi keutuhan rumah tangga 79

    3. Terjadinya Syiqaq

    Jika dua kemungkinan yang telah disebutkan dimuka menggambarkan

    satu pihak yang telah melakukan nusyuz sedang pihak yang lain dalam

    kondisi normal, maka kemungkinan penyebab ketiga ini karna keduanya

    terlibat dalam syiqaq (percekcokan), syiqaq menurut bahasa berarti

    perselisihan, percecokan, dan permusuhan. Sedangkan menurut istilah

    berarti perselisihan yang berkepanjangan dan meruncing antara suami

    77

    Seperti isteri bersedia beberapa haknya dikurangi Asal suaminya mau baik kembali 78

    Maksudnya: tabi'at manusia itu tidak mau melepaskan sebahagian haknya kepada orang

    lain dengan seikhlas hatinya, Kendatipun demikian jika isteri melepaskan sebahagian hak-haknya,

    Maka boleh suami menerimanya. 79

    Prof.Dr.Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Prof.Dr.Abdul Wahhab Sayyed Hawwas(guru

    besar university Al-Azhar mesir)AMZAH cet-2 januari 2011 hlm.174

  • 59

    istri secara bersamaan mislanya disebbakan kesulitan ekonomi sehingga

    keduanya sering bertengkar.80

    4. Salah satu pihak melaukan perbuatan zina (Fahisyah), yang menimbulkan

    saling tuduh menuduh antara keduanya. Li‟an yang dimaksud, sumpah

    yang diucapkan suami ketika ia menuduh istrinya berbuat zina dengan

    empat kali kesaksian bahwa ia bersedia menerima laknat allah jika ia

    berdusta dalam tuduhannya. Li‟an sesungguhnya telah memasuki

    “gerbang putsnya” perkawinan, dan bahkan untuk selama-lamanya. Karna

    akibat lian adalah terjadinya talak ba‟in kubra.81

    80

    Dr.Muhmmad syaifuddin,S.H.,M.Hum.,Sri Turatmiyah,S.H.,M,Hum.,Annalisa

    yahanan,S.H.,M.Hum hukum perceraian (sinar grafika,feruari 2014)hlm.128 81

    ibid

  • 60

    BAB III

    GAMBARAN UMUM TENTANG NUSYUZ

    A. Pengertian Nusyuz

    Nusyuz secara bahasa berasal dari kata nasyaza-yansyuzu-nasyazan

    wa nusyuzan yang berarti meninggi, menonjol, durhaka, menentang atau

    bertindak kasar.82

    Secara definitive nusyuz diartikan dengan :”kedurhakaan

    istri terhadap suami dalam dalam hal menjalankan apa-apa yang diwajibkan

    Allah atasnya”.

    Nusyuz juga diartikan seagai kedurhakaan istri terhadap suami dan

    pembangkanganya atas perintah Allah dalam ketaatan terhadap suami ataupun

    penolakan istri atas ajakan suami untuk bersetubuh, ataupun keluarnya istri

    dari rumah tanpa seizin dari suami. Dalam hal ini nusyuz ialah penolakan atau

    pembangkangan istri terhadap suami terhadap hal-hal yang menjadikan

    otoritas suami untuk mendidik istrinya, seperti keluar tanpa izin suami,

    meninggalkan perintah allah, seperti shalat atau berkhianat terhadap suaminya

    dalam urusan harta dan jiwa.

    Kemudian nusyuz adalah tindakan istri yang dapat ditafsirkan

    menentang atau membadel atas kehendak suami.tentu saja kehendak suami

    yang tidak bertentangan dengan hukum agama, apabila kehendak suami

    82

    Prof. DR. H. Muhammad Yunus kamus Arab-Indonesia

  • 61

    bertentangan atau tidak dapat dibenarkan oleh agama,maka istri berhak

    menolaknya dan penolakan itu bukanlah sifat nusyuz.(durhaka).

    Adapun beberapa perbuatan yang dilakukan istri,yang termasuk

    nusyuz antara lain:

    a) Suami telah menyediakan rumah yang sesuai dengan keadaan

    suami, tetapi istri tidak mau pindah ke rumah itu, atau istri

    meninggalkan rumah tangga tanpa izin suami.

    b) Apabila suami istri tingga dirumah kepunyaan istri dengan izin

    istri,kemudian pada suatu waktu istri mengusir (melarang)suami

    masuk rumah itu, dan bukan karna minta pindah kerumah yang

    disediakan suami.

    c) Istri menolak ajakan suaminya untuk menetap dirumah yang

    disediakannya, tetapi istri berkeberatan dengan tidak ada lasan yang

    pantas.

    d) Apabila istri berpergian dengan tidak beserta suami atau

    mahramnya, walaupun perjalanannya itu wajib, seperti pergi haji,

    karna perjlalanan perempuan yang tidak beserta mahramnya itu

    terhitung maksiat.

  • 62

    B. Dasar Hukum Nusyuz

    Dalam firman Allah SWT:83

    Artinya :”kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh

    karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki)

    atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-

    laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab

    itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah

    lagi memelihara diri84

    ketika suaminya tidak ada, oleh

    karena Allah telah memelihara (mereka)85

    . wanita-wanita

    yang kamu khawatirkan nusyuznya86

    , Maka nasehatilah

    mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan

    83

    Q.S An-Nisa‟:34 84

    Maksudnya: tidak Berlaku curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya. 85

    Maksudnya: Allah telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan

    baik. 86

    Nusyuz: Yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. nusyuz dari pihak isteri seperti

    meninggalkan rumah tanpa izin suaminya

  • 63

    pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka

    janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya87

    .

    Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.”

    Kemudian ayat selanjutnya Allah berfirman :88

    Artinya:”. Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz89

    atau sikap

    tidak acuh dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi

    keduanya Mengadakan perdamaian yang sebenar-

    benarnya90

    , dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka)

    walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir91

    . dan jika

    kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara

    87

    Maksudnya: untuk memberi peljaran kepada isteri yang dikhawatirkan pembangkangannya

    haruslah mula-mula diberi nasehat, bila nasehat tidak bermanfaat barulah dipisahkan dari tempat tidur

    mereka, bila tidak bermanfaat juga barulah dibolehkan memukul mereka dengan pukulan yang tidak

    meninggalkan bekas. bila cara pertama telah ada manfaatnya janganlah dijalankan cara yang lain dan

    seterusnya. 88

    Q.S.An-nisa‟:128 89

    Nusyuz: Yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. nusyuz dari pihak isteri seperti

    meninggalkan rumah tanpa izin suaminya. nusyuz dari pihak suami ialah bersikap keras terhadap

    isterinya; tidak mau menggaulinya dan tidak mau memberikan haknya. 90

    Seperti isteri bersedia beberapa haknya dikurangi Asal suaminya mau baik kembali 91

    Maksudnya: tabi'at manusia itu tidak mau melepaskan sebahagian haknya kepada orang

    lain dengan seikhlas hatinya, Kendatipun demikian jika isteri melepaskan sebahagian hak-haknya,

    Maka boleh suami menerimanya.

  • 64

    dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya

    Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

    Didalam hadist disebutkan :

    Berdasarkan kepada nash-nash al-qur‟an dan sunnah,jelas

    menujukkan bahwa nusyuz berkemungkinan kepada pihak antar suami

    istri atau kedua-duanya sekaligus.sebagai makhluk yang diciptakan

    oleh allah SWT dia maha mengetahui setiap kelebihan dan kelemahan

    yang ada pada manusia. Allah telah menggariskan panduan yang perlu

    diikuti oleh setiap manusia bagi menghadapi pasangan nusyuz suapaya

    tindakan yang diambil adalah tindakan yang bijaksana dan tidak

    melampaui batasan-batasan yang ditetapkan oleh syara‟. Didalam

    kompilasi hukum islam pasal 80 pada ayat ke-7 dijelaskan tentang

    beberapa pasal yang berkenaaan dengan nusyuz yaitu:”kewajiban suami

    sebagaimana yang dimaksud ayat (5) gugur apabila istri nusyuz”

    Dan juga pada pasal 149 point (b) dijelaskan bahwa bilamana

    perkawinan putus karna talak,maka bekas suami wajib memberi

    nafkah,maskan dan kiswah kepada bekas istri selama dalam iddah,

    kecuali bekas istri jatuhi talak bai‟in atau nusyuz dan dalam keadaan

    tidak hamil.lalu KHI juga menyebutkan pada pasal 152 yang

  • 65

    berbunyi:”bekas istri berhak mendapatkan nafkah iddah dari bekas

    suaminya kecuali ia nusyuz.”92

    C. Akibat Nusyuz

    Pada dasarnya nafkah itu diwajibkan sebagai penunjang kehidupan

    suami istri. Bila kehidupan suami istri berada dalam keadaan yang biasa,

    dimana suami maupun istri sama-sama melaksanakan kewajiban yang

    ditetapkan agama tidak ada masalah. Namun bila salah satu pihak tidak

    menjalankan kewajibanya, maka berhaklah ia menerima hak yang sudah

    ditentukan, seperti istri tidak menjalankan kewajibannya berhaklah menerima

    nafkah dari suaminya, sebaliknya suami tidak menjalankan kewajibannya,

    berhaklah menerima pelayanan dasi istrinya.

    Dalam hal istri tidak menjalankan kewajiban yang disebut dengan

    nusyuz, menurut jumhurul ulama suami tidak wajib memberi nafkah dalam

    masa nusyuznya itu. Alasan bagi jumhur itu adalah bahwa nafkah yang

    diterima istri itu merupakan imbalan dari ketaatan yang diberikannya kepada

    suami. Istri yang nusyuz hilang ketaantannya pada masa itu, oleh karna itu istri

    tidak berhak atas nafkah selama masa nusyuz berlangsung dan kewajiban itu

    kembali dilakukan setelah nusyuz istri berhenti.93

    Dari uraian diatas bahwa istri

    yang nusyuz dalam hal tidak taat, suka membantah, tidak menjalankan

    92

    Kompilasi Hukum Islam,