konsep nusyuz dalam kitab tafsire-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6833/1/khoiriyah 53020150008...
TRANSCRIPT
i
KONSEP NUSYUZ DALAM KITAB TAFSIR
FI ZHILALIL QUR’AN KARYA SAYYID QUTB
SKRIPSI
Disusun Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Agama (S.Ag.)
Oleh :
KHOIRIYAH
NIM: 53020150008
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2019
ii
Halaman ini sengaja dikosongkan
iii
iv
Halaman ini sengaja dikosongkan
v
vi
Halaman ini sengaja dikosongkan
vii
viii
Halaman ini sengaja dikosongkan
ix
MOTTO
“kegagalan ketika dihiasi dengan ilmu, maka akan
mengantarkan pada kesuksesan”
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada
kemudahan.Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan”
(Asy-Syarh: 5-6)
PERSEMBAHAN
Teruntuk bapak dan Ibu tercinta yang tak pernah lelah mendo’akan
dan menyayangiku
Aku takkan pernah lupa semua pengorbanan dan jerih payah yang
engkau berikan untukku sehingga ku dapat meraih semua ini.
Untuk suami tercinta yang selalu mendo’akan, memotivasi,
menyemangati serta mendukungku untuk tetap semangat mencari
ilmu.
Buat kakak dan adik-adik ku, tak lupa kepada sahabat dan teman-
teman ku yang telah membantu memberikan semangat hingga
terselesaikan tugas ini
Dengan segala kekurangan dan segala upaya serta usaha yang penulis
lakukan, tulisan ini penulis persembahkan untuk semuanya.
x
Halaman ini sengaja dikosongkan
xi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
taufik serta hidayah kepada setiap ciptaan-Nya. Sholawat serta salam
kepada Nabi Muhammad SAW, inspirator kebaikan yang tiada pernah
kering untuk digali. Skripsi dengan judul “KONSEP NUSYUZ DALAM
KITAB TAFSIR FI ZHILALIL QUR’AN KARYA SAYYID QUTB”
tidak dapat penulis selesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak.
Banyak orang yang berada di sekitar penulis, baik secara langsung
maupun tidak, telah memberi dorongan yang berharga bagi penulis.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih. Secara khusus penulis
mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang terkait dan
berperan serta dalam penyusunan skripsi ini:
1. Kedua orang tuaku Bapak Mulyono dan Ibu Rosidah tercinta yang tak
pernah lelah mendo‟akan penulis untuk tetap semangat dalam
menuntut ilmu serta dukungan selama proses pembuatan skripsi.
2. Rektor IAIN Salatiga, Prof. Dr. Zakiyuddin, M.Ag. beserta segenap
jajaranya.
3. Dekan Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora IAIN Salatiga, Dr.
Benny Ridwan, M.Hum beserta jajaranya
4. Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir IAIN Salatiga, Tri Wahyu
Hidayati, M.Ag. yang telah memberikan izin untuk penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
xii
5. Bapak Farid Hasan STHi. M.Hum. selaku dosen pembimbing skripsi
penulis yang telah membimbing, memberi nasihat, arahan serta
masukan-masukan yang sangat membantu penyusunan tugas akhir
ini.
6. Seluruh dosen fakultas ushuluddin adab dan humaniora IAIN
Salatiga, terlebih dosen ilmu tafsir atas ilmu-ilmu dan warisan-
warisan intelektual beliau curahkan dan mengantarkan penulis untuk
berproses menjadi lebih baik lagi.
7. Mertua Bapak Khasan dan Ibu Munariyah yang tidak pernah lelah
mendoakan
8. Suami Sonhaji tercinta yang tak pernah lelah mendengar keluhan
penulis dengan sabar dan memberikan dukungan penulis untuk tetap
semangat, memberikan inspirasi dan cinta serta do‟a dalam proses
pembuatan skripsi ini.
9. Kakak Ahmad Ruba‟i, Abdul Rozak, Dian Murniasih, dan Adik
Faiqotul Muna,Adek Naila, Adek Rahel yang selalu memberikan
inspirasi dan cinta serta do‟a dalam proses pembuatan skripsi ini.
10. Teman-teman program studi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir angkatan
2015 yang terus memberikan dukungan serta selalu meluangkan
waktu untuk mendengarkan ocehan penulis di tengah-tengah
perjalanan luar biasa dalam menulis dan menyelesaikan skripsi.
11. Teman-teman Rumah Tafhid Daarun najah Mbak Neni, Mbak Fiqoh,
Kiki, Nafis, Sri, Nunung, Inay, Ayu, Saroh, Tia, Kuni, Hana
xiii
12. Terakhir, untuk semua pihak dan elemen yang secara langsung
maupun tidak langsung dalam membantu menyelesaikan tulisan ini
dari awal hingga proses penelitian hingga skripsi ini terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan,
sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan
dapat dipergunakan sebagaimana mesti.
Salatiga,30 September 2019
Penulis
xiv
Halaman ini sengaja dikosongkan
xv
ABSTRAK
Skripsi ini hasil dari penelitian kepustakaan dengan judul “
Konsep Nusyuz Dalam Kitab Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an Karya Sayyid
Qutb”. Nusyuz adalah mengungkapkan suatu gambaran kondisi kejiwaan
pelaku. Maka, seseorang yang melakukan tindakan nusyuz adalah orang
yang menonjolkan dan meninggikan dirinya dengan melakukan
pelanggaran dan kedurhakaan. Maka penulis tertarik untuk mengetahui
lebih dalam mengenai nusyuz dan dilihat dari gendernya. Adapun
rumusan masalah yang akan diajukan dalam penelitian ini ada dua.
Pertama, bagaimana penafsiran nusyuz dalam kitab tafsir fi zhilalil
qur‟an karya sayyid qutb? Kedua, bagaimana penafsiran nusyuz tentang
penyelesaian nusyuz di lihat dari perspektif gender?
Dalam menyusun skripsi ini, peneliti menggunakan jenis
penelitian kualitatif. Data Primer yang digunakan itu menggunakan karya
Sayyid Qutb yang berjudul Fi Zhilalil Qur‟an. Sementara data sekunder
yang digunakan yaitu menggunakan karya literatur lainnya yang relevan
dengan judul skripsi ini. Adapun teknik pengumpulan data menggunakan
teknik library research (penelitian kepustakaan), sedangkan metode
analisisnya adalah metode deskriptif analisis
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Sayyid Qutb memaknai
Nusyuz dengan kedurhakan, Penafsiran Sayyid Qutb dalam kitab tafsir
Fi Zhilalil Qur‟an tentang Kesetaraan gender dan keadilan gender dalam
hal ini seorang suami dan istri meskipun dikatakan sama atau setara
dianatra laki-laki dan prempuan dalam praktiknya akan menuai
perbedaan karena kedudukan dan kemampuan keduanya berbeda dan
dalam pengambilan suatu keputusan untuk pemecahan suatu masalah
perempuan mengandalkan hati dan perasaan yang sering kali
mengalahkan logika sedangkan laki-laki diberikan kemampuan untuk
lebih mengelola emosi dan kemampuan dalam kepemimpinan serta
kestabilan pengelolaan logika..
Kata kunci: Nusyuz, Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an. Sayyid Qutb, Gender
xvi
Halaman ini sengaja dikosongkan
xvii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman transliterasi huruf (pengalihan huruf) dari huruf Arab ke
huruf Latin yang digunakan adalah hasil Keputusan Bersama Menteri
Agama RI dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 158
Tahun 1987 atau Nomor 0543 b/u 1987, tanggal 22 Januari 1988, dengan
melakukan sedikit modifikasi untuk membedakan adanya kemiripan
dalam penulisan.
A. Penulisan huruf :
No Huruf Arab Nama Huruf Latin
Alif Tidak dilambangkan ا .1
Ba‟ B ة .2
Ta T ت .3
ṡa ṡ ث .4
Jim J ج .5
Ḥa ḥ ح .6
Kha Kh خ .7
Dal D د .8
ẑal ẑ ذ .9
Ra R ر .01
Za Z ز .00
Sin S ش .02
Syin Sy ش .03
Ṣad ṣ ص .04
Ḍad ḍ ض .05
Ṭa‟ ṭ ط .06
Ẓa ẓ ظ .07
ain ‘ (koma terbalik di atas)„ ع .08
Gain G غ .09
Fa‟ F ف .21
xviii
Qaf Q ق .20
Kaf K ك .22
Lam L ل .23
Mim M و .24
25. Nun N
Wawu W و .26
27. Ha‟ H
Hamzah „ (apostrof) ء .28
29. Ya‟ Y
B. Vokal:
Fathah Ditulis “ a “
Kasroh Ditulis “ i “
Dhammah Ditulis “ u “
C. VOKAL PANJANG:
+ا Fathah + alif Ditulis “ ã “ جبههية Jãhiliyah
+ى Fathah + alif
Layin Ditulis “ ã “ يتس Tansã
+ Kasrah +ya‟
Mati
Ditulis “ ỉ
“ Hakỉm حكيى
+و Dlammah +
wawu mati
Ditulis “ ủ
“ Furủd فروض
D. Vokal rangkap:
+ا Fathah + ya‟
mati Ditulis “ ai “ بيكى Bainakum
+و Fathah +
wawu mati
Ditulis “ au
“ Qaul قول
xix
E. Huruf rangkap karena tasydid ( ) ditulis rangkap:
Iddah„ عد ة “ Ditulis ” dd د
Ditulis “ nn “ ي ب Minna
F. Ta’ Marbuthah:
1. Bila dimatikan ditulis h :
Hikmah حكة
Jizah جسية
(ketentuan ini tidak berlaku untuk kata-kata bahasa arab yang
sudah diserap kedalam bahasa indonesia)
2. Bila Ta‟ Marbuthah hidup atau berharakat maka ditulis t :
Zakãt al-fiṭr زكبةانفطر
Ḥayãt al-insãn حيبةاالسب
G. Vokal pendek berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan
Apostrof (‘)
A‟antum أأتى
U‟iddat أعد د
La‟insyakartum نئ شكرتى
H. Kata sandang alif +lam
Al-qamariyah انقرا al-Qur‟ãn
Al-syamsiyah انسبء al-samã‟
xx
I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat:
Ditulis menurut bunyi atau pengucapannya
Ẑawi al-furủd ذو انفروض
Ahl al-sunnah أهم انس ة
xxi
DAFTAR ISI
Halaman Judul.......................................................................................... i
Pernyataan Keaslian................................................................................. iii
Persetujuan Pembimbing..........................................................................v
Pengesahan Kelulusan............................................................................ vii
Motto dan Persembahan........................................................................... ix
Kata Pengantar....................................................................................... xi
Abstrak................................................................................................... xv
Pedoman Transliterasi............................................................................xvii
Daftar Isi................................................................................................ xxi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 10
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.............................................. ..10
D. Kajian Pustaka........................................................................... ..11
E. Kerangka Teori ...........................................................................15
F. Metodologi Penelitian................................................................. 19
G. Sistematika Penulisan................................................................. 21
xxii
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Nusyuz....................................................................... 23
B. Ayat-Ayat Nusyuz....................................................................... 27
C. Kewajiban Suami dan Istri dalam Keluarga................................33
1. Kewajiban Istri terhadap Suami......................................33
2. Kewajiban Suami terhadap Istr.......................................35
D. Macam-Macam Nusyuz................................................................38
1. Nusyuz Istri terhadap Suami............................................ 38
2. Nusyuz Suami terhadap Istri............................................ 43
E. Sebab-Sebab Terjadinya Nusyuz................................................. 45
F. konsep Kesetaraan Gender dan Keadilan Gender.......................49
BAB III BIOGRAFI SAYYID QUTB DAN TAFSIR FI ZHILALIL
QUR’AN
A. Biografi Sayyid Qutb.................................................................. 55
1. Sejarah Hidup ....................................................................... 55
2. Karya-Karya.......................................................................... 60
B. Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an ............................................................ 66
xxiii
1. Sejarah Penulisan …………................................................. 66
2. Metode Penafsiran ............................................................... 67
3. Sistematika Fi Zhilalil Qur‟an............................................. 70
BAB IV PENAFSIRAN SAYYID QUTB TENTANG NUSYUZ
DALAM KITAB TAFSIR FI ZHILALIL QUR’AN
A. Nusyuz Istri Terhadap Suami dalam Kitab Tafsir Fi Zhilalil
Qur‟an…………………………………………………………. 73
1. Asbun Nuzul al-Qur‟an .................................................. 74
2. Hakikat Nusyuz Istri...................................................... .77
B. Nusyuz Suami terhadap Istri dalam Kitab Tafsir Fi Zhilalil
Qur‟an....... ............................................................................... .82
1. Asbabun Nuzul............................................................... 82
2. Hakika Nusyuz Suami..................................................... 83
C. Langkah-langkah Penyelesaian Nusyuz Istri dan Suami
.................................................................................................... 84
1. Langkah Penyelesaian Nusyuz Istri................................. 84
2. Langkah Penyelesaian Nusyuz Suami............................. 93
xxiv
D. Analisis Gender tentang Nusyuz dalam Kitab Tafsir Fi Zhilalil
Qur‟an……………………………………………….…………….…96
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................. 101
B. Saran.....................................................................................102
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................103
DAFTAR RIWAYAT HIDUP……………...................................... 109
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang di turunkan kepada
Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat jibril sebagai
mukjizat. al-Qur‟an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin
yang merupaka dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal.1
Al-Qur‟an merupakan sumber petunjuk bagi orang yang
beriman,2 membacanya merupakan suatu ibadah.
3
Al-Qur‟an secara harfiah berarti “bacaan sempurna”
merupakan suatu nama pilihan Allah yang sangat tepat, karena
tiada satu bacaan pun sejak manusia mengenal baca tulis lima ribu
tahun yang lalu yang dapat menandingi al-Qur‟an al-Karim,
bacaan sempurna lagi mulia itu.4 Al-Qur‟an juga sebagai sumber
utama ajaran Islam dan pedoman hidup bagi setiap muslim. Al-
Qur‟an bukan sekedar memuat petunjuk tentang hubungan
manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur hubungan manusia
dengan sesamanya (hablum min Allah wa hablum min an-nas),
1Ali Mufron, Pengantar Ilmu Tafsir dan Al-Qur‟an. (Yogyakarta: Aura
Pustaka, 2014) hlm. 1
2Aulia Muthiah, Hukum Islam: Dinamika Seputar Hukum Keluarga,
(Yogyakarta: PT Pustaka Baru, 2017). hlm.19
3Ibid., hlm 2
4M.Quraish, Shihab. Wawasan Al-Qur‟an: Tafsir Maudhu‟i Atas Pelbagai
Persoalan Umat. ( Bandung: Mizan, 1999), hlm. 3
2
serta manusia dengan alam sekitarnya (hablum min „alam). Untuk
memahami ajaran Islam secara sempurna diperlukan pemahaman
terhadap kandungan al-Qur‟an dan mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari secara sungguh-sungguh dan konsisten.5Al-
Qur'an memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat.
Salah satu diantaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang
keotentikannya dijamin oleh Allah dan dipelihara6
Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara dua insan
sebagai pasangan untuk menciptakan keluarga (rumah tangga),
yang bahagia, sejahtera, damai, tenteram dan kekal.7 Sedangkan
Dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Pasal 1 menyebutkan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.8 Pengertian ini
tidak jauh berbeda dengan yang disebutkan menurut ahli fiqih
maupun ahli hadits yaitu suatu hubungan yang terjalin antara
suami dan istri berdasarkan hukum Islam dengan memenuhi
syarat-syarat dan rukun-rukun pernikahan, seperti wali, mahar,
5Said Agil Husin Al Munawar, Al-Qur'an Membangun Tradisi Kesaleha
Hakiki, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h1m, 3
6Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an, (Bandung: Mizan Media Utama,
1994), hlm, 21
7Khoiruddin Nasution, Hukum Perkawinan 1: Dilengkapi Perbandingan UU
Negara Muslim Kontemporer, (Yogyakarta: ACAdeMIA + TAZZAFA, 2013), hlm, 22
8Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan islam, (Yogyakarta: UII Press,
2000), hlm. 14
3
dua saksi yang adil dan disahkan dengan ijab dan qabul. Karena
tujuan perkawinan yang begitu mulia yaitu untuk membina
keluarga bahagia, memperoleh ketenangan hidup, kekal, abadi
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perlu diatur hak
dan kewajiban antara masing-masing suami dan istri tersebut.
Apabila hak dan kewajiban terpenuhi, maka dambaan berumah
tangga dengan didasari rasa cinta dan kasih sayang terwujud.
Kondisi seperti ini tersirat dalam firman-Nya dalam QS. Ar- Rum
ayat 21
Dan diantara tanda-tanda kekuasanNya ialah Dia
menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri,
agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dia
menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran
Allah bagi kaum yang berpikir9 (QS. Ar- Rum ayat 21)
Ayat ini menunjukkan bahwa fungsi pernikahan merupakan
tempat menumbuhkan ketentraman kebahagian dan rasa cinta
9Al-Qur‟an. hlm. 398
4
kasih bukan hanya untuk memadamkan kobaran syahwat yang
ada padanya atau hanya sebagai sebagai sebab untuk meneruskan
tali keturunan. Pada dasarnya orang berkeluarga mengharapkan
kebahagiaan dan keharmonisan dalam rumah tangga. Dan Tujuan
perkawinan dalam Islam adalah untuk memenuhi hajat tabi‟at
kemanusian, yaitu berhubungan antara laki-laki dan perempuan
dalam rangka mewujudkan suatu keluarga yang bahagia, dengan
dasar kasih sayang untuk memperoleh keturunan dalam
masyarakat dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur
oleh syari‟at.10
Namun dalam prakteknya tidak selalu berjalan
dengan yang diinginkan. Perselisihan pendapat, perdebatan,
pertengkaran, saling mengejek atau bahkan memaki semua itu
sudah semestinya dapat diselesaikakan dengan baik-baik dengan
jalan bermusyawarah, saling berdialog secara terbuka, dan pada
kenyataannya banyak persoalan dalam rumah tangga meskipun
terlihat kecil,dan sepele namun dapat mengakibatkan
terganggunya keharmonisan hubungan suami istri.
Sungguh Islam telah menetapkan dasar-dasar dan
menegakkan sandaran untuk membangun keluarga dan
melindunginya dengan sesuatu yang besar. Termasuk bagian dari
permasalahan manusia adalah munculnya perselisian di antara
mereka. Timbullah pertentangan ketika keinginan saling
10Wasman dan Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia:
Perbandingan fiqih dan Hukum Positif, (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm, 37
5
berlawanan atau ketidaksenangan karakter dengan hal yang ada di
keluarga berupa perselisihan dan kedekatan, terkadang terjadi
kebosanan sehingga menjadi udara di dalam keluarga berembus
dengan awan tebal. Oleh karena itu, Islam mengakui adanya
kemungkinan terjadinya perselisihan suami dan istri dan
pertentangan dalam lingkungan keluarga, memberikan
penyelesaian, memberitahukan berbagai penyebabnya yang
berjalan bersama peristiwa yang terjadi. Islam tidak membiarkan
dan mengabaikan atas atas permasalahan yang timbul di dalam
keluarga karena mengabaikan tidak dapat mengatasi berbagai
kesulitan hidup sedikitpun11
.
Jadi persoalan nusyuz seharusnya tidak selalu dilihat
sebagai persoalan yang dilakukan oleh salah satu pihak terhadap
yang lain tetapi juga terkadang harus dilihat sebagai bentuk lain
dari protes yang dilakukan salah satu pihak terhadap kesewenang-
wenang pasangan.
Keluarga sebagai sebuah organisasi yang memiliki
setidaknya dua anggota di dalamnya, pasti mengalami
permasalahan. Semakin banyak anggota sebuah keluarga, maka
semakin besar pula potensi terjadinya konflik. Penyebab
terjadinya konflik terkadang bisa karena perbedaan kepentingan
atau cara pandang suatu persoalan dalam keluarga. Permasalahan-
11Ali Yusuf As-Subki. Fiqh Keluarga: Pedoman Berkeluarga dalam Islam,
(Jakarta: Amzah, , 2010), hlm, 299
6
permasalahan dalam keluarga bisa dimunculkan oleh seluruh
anggota keluarga, baik suami, istri maupun anak. Salah satu
permasalahan dalam keluarga yang dimunculkan oleh suami
maupun istri adalah nusyuz12
.
Agama Islam turut andil dalam memberi wejangan kepada
pasangan suami istri untuk hidup harmonis dengan menjalankan
peran masing-masing. Allah swt. berfirman dalam surat an-Nisa‟
ayat 34
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka
wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
12Sayyid Quṭb, Tafsīr Fi Ẓhilalil Qur‟an: Di Bawah Naungan Al-Qur‟an Jilid
1, Terj. As‟ad Yasin dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm, 357
7
memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan
nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di
tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika
mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan
untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi
Maha Besar. (QS. An-Nisa‟, 4, : 34)
Pada ayat di atas, Allah swt. berkata bahwa laki-laki adalah
pemimpin kaum wanita karena terdapat kelebihan atas dirinya,
maka ketika seorang suami telah memberi nafkah kepada istrinya,
seorang istri harus taat pada suaminya. Disisi lain, dalam penutup
ayat ini Allah swt. memaparkan bahwa jika seorang suami
mendapati istrinya nusyuz, maka sebagai seorang pemimpin
suami harus memberi pengajaran kepada sang istri dengan cara
menasehati, memisahkan istri dari tempat tidur dan memukul istri
sebagai jalan keluar atas tindakan nusyuz tersebut.
Selanjutnya dilanjutkan surah an-Nisa‟ ayat 128
8
Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap
tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya
mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan
perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu
menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu
secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak
acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan. (Q.S. An-Nisa‟, 4 : 128).
Pada dasarnya inti dari ajaran agama Islam, sangat
menganjurkan dan menegakkan prinsip keadilan. Al-Qur‟an
sebagai prinsip dasar atau pedoman moral tentang keadilan
tersebut, mencakup berbagai anjuran untuk menegakkan keadilan
ekonomi, politik, dan kultural termasuk keadilan gender. Seiring
berkembangnya zaman, banyak persoalan dan jenis ketidakadilan
yang muncul di masyarakat. Untuk itu diperlukan pisau analisis
dalam menafsirkan ayat-ayat yang dhanny13
yang bisa dipinjam
dari ilmu-ilmu lainnya, termasuk meminjam pisau analisis gender.
Dengan begitu pemahaman atau tafsiran terhadap ajaran keadilan
prinsip dasar agama akan berkembang selaras dengan pemahaman
atas realita sosial, berkaca pada prinsip dasar agama Islam yang
menyerukan keadilan yang tetap relevan.
Kitab Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an karya Sayyid Qutb
merupakan tafsir yang memiliki ciri khas tersendiri, sayyid qutb
selalu memberikan gambaran global mengenai isi dari sebuah
13Dalil al-Qur‟an yang bisa dan boleh menimbulkan tafsiran
9
surat sebelum ia membahas secara detail ayat per ayatnya. Sayyid
Qutb juga tidak tertarik membahas mengenai perbedaan madzhab
dan perbedaan pandangan ulama secara panjang lebar, bahkan
ketika berbicara mengenai ayat “melihat Tuhan”itu malah
menyatakan bahwa perdebatan yang dilakukan mu‟tazilah dan
Suni adalah sia-sia. Kitab Fi Zhilalil Qur‟an dikenal sebagai kitab
yang memiliki bahasa sastra yang tinggi dengan kandungan
hujjah yang kuat sehingga mampu menggugah nurani iman orang-
orang yang membacanya. Kitab ini merupakan hasil dari tarbiyah
rabbani yang didapati oleh Sayid Qutb dalam perjalanan dakwah
yang ia geluti sepanjang hidupnya.14
Keistimewaan Tafsir Fi
Zhilalil Qur‟an merupakan tafsir kontemporer yang paling aktual
dalam memberikan terapi berbagai persoalan dan menjawab
berbagai tuntutan abad modern ini berdasarkan petunjuk al-
qur‟an, Tafsir Fi Zhilalil al-Qur‟an juga dapat dikategorikan
sebagi tafsir bercorak baru yang khas dan unik, serta langkah baru
yang jauh dalam tafsir, tafsir ini juga dapat dikategorikan sebagai
aliran tafsir pergerakan.
Untuk itu mencermati penafsiran sayyid Qutb dengan
menggunakan analisis dan perspektif gender perlu dilakukan
sehingga dapat berimplikasi untuk melahirkan tafsir dan fikih
perempuan yang menggunakan analisis dan perspektif gender
14Nur kholis. Skripsi. Penafsiran Sayyid Qutb Terhadap Surah Al-Kafirun
Dalam Fi Dzilalil Qur‟an (Semarang: UIN Walisongo, 2016), hlm, 5
10
juga rekonstruksi fikih yang digunakan untuk kehidupan
keseharian umat Islam. Dari pemaparan tersebut, penulis merasa
perlu mengkaji penafsiran ayat tersebut dalam bentuk skripsi
dengan judul Konsep Nusyuz Dalam Kitab Tafsir fi Zhilalil
Qur’an Karya Sayyid Qutb
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang di paparkan di atas maka dapat
dirumuskan permasalahan yaitu :
1. Bagaimana penafsiran nusyuz dalam kitab Tafsir Fi
Zhilalil Qur‟an Karya Sayyid Qutb?
2. Bagaimana penafsiran Sayyid Qutb tentang nusyuz dilihat
dari perspektif gender?
C. Tujuan dan kegunaan Penelitian
1. Tujuan penelitian
a. Untuk menjelaskan penafsiran nusyuz dalam Kitab Tafsir
fi Zhilalil Qur‟an Karya Sayyid Qutb
b. Untuk mengetahui penafsiran Sayyid Qutb tentang nusyuz
dilihat dari perspektif gender
2. Kegunaan Penelitian
a. Untuk menampah wawasan penulis serta sebagai
kontribusi pemikiran dalam bidang Ilmu Al-Qur‟an dan
Tafsir.
11
b. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir
pada program strata satu program Studi Ilmu Al-Qur‟an
dan Tafsir di Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka tentang judul “Konsep Nusyuz Dalam
Kitab Tafsir fi Zhilalil Qur’an Karya Sayyid Qutb”
berdasarkan pengamatan penulis belum ada pihak-pihak tertentu
yang mengkajinya secara spesifik. Adapun penelitian yang
berkaitan dengan Nusyuz, penulis menemukan karya yang
membahasnya, seperti Skripsi yang berjudul “Konsep Nusyuz
Menurut Komplikasi Hukum Islam (Perspektif Keadilan Gender)”
Pada tahun 2016 oleh Liatun Khasanah Mahasiswa Jurusan Ilmu-
Ilmu Syari‟ah Fakultas Syari‟ah IAIN Purwokerto. Didalamnya
berisi Penilain dan pandangan mengenai nusyuz yang berat
sebelah dalam arti lebih terkesan merugikan dan memojokan
kaum perempuan serta membela dan melindungi kaum pria perlu
diluruskan. Bahwa nusyuz dapat terjadi dan dilakukan oleh kedua
belah pihak baik laki-laki maupun perempuan. Dengan demikian
kesan selama ini bahwa nusyuz merupakan “monopoli” kaum
perempuan hendakanya dihilangkan. Jika agama telah begitu rinci
menjelaskan langkah-langkah penanggulangan buat istri yang
nusyuz, maka alangkah baikya mulai sekarang dipikirkan untuk
menetapkan sejumlah aturan maupun sanksi bagi suami yang
12
nusyuz terutama suami yang menyakiti, menyiksa, menelantarkan
dan sewenang-wenang terhadap isteri ataupun keluarga dengan
aturan dan sanksi yang jelas dan tegas.15
Selanjutnya skripsi yang berjudul “Tindakan Suami
Terhadap Istri Yang Nusyuz Menurut Muhammad Nawawi Al
Bantani Dalam Kitab Uqud Al Lujiany Dan K.H.Ahmad Rifa‟i
Dalam Kitab Tabyin” Pada tahun 2017 oleh Muhammad Tsabit
Bil Choiri Mahasiswa Jurusan Hukum Keluarga Islam Fakultas
Syari‟ah IAIN Salatiga. Didalamnya berisi Pemikiran mengenai
tindakan suami terhadap istri yang nusyuz menurut Syaikh
Nawawi al Bantani dan K.H Ahmad Rifa‟i tidak bertentangan
dengan hukum islam dan UU No 23 tahun 2004, apa yang ditulis
mengenai tindakan suami terhadap istri yang nusyuz berdasarkan
Q.S An Nisa‟:34. Sedangkan relevansinya dengan hukum islam
dan UU No 23 tahun 2004, pemikiran keduanya tidak
bertentangan karena kebolehan memukul itu sudah merupakan
tahap ke tiga, dan pemukulanya tidak menyakitkan, hanya untuk
mendidik.16
Lalu Skripsi dengan judul “Skripsi yang berjudul “Konsep
Nusyuz Dalam Al-Qur‟an ( Studi Terhadap Tafsir Al-Ahkam
15Liatun Khasanah. Konsep Nusyuz Menurut Komplikasi Hukum Islam
(Perspektif Keadilan Gender). 2016
16Muhammad Tsabit Bil Choiri. Tindakan Suami Terhadap Istri Yang Nusyuz
Menurut Muhammad Nawawi Al Bantani Dalam Kitab Uqud Al Lujiany Dan
K.H.Ahmad Rifa‟i Dalam Kitab Tabyin, 2017
13
Karya Syaikh Abdul Halim Hasan)” Pada tahun 2017 oleh Zulfan
Mahasiswa Jurusan Ilmu Alquran dan Tafsir UIN Sumatera
Utara Medan. Di dalamnya berisi Penafsiran Abdul Halim Hassan
tentang Surah An-Nisa Ayat 34 mengenai Nusyuz Seorang
perempuan yang keluar meninggalkan rumah dan tidak
melakukan tugasnya terhadap suaminya berarti dia telah
meninggikan dirinya dari suaminya dan mengangkat dirinya di
atas suaminya, padahal menurut biasanya dia mengikuti atau
mematuhi suaminya itu. Singkatnya ia telah durhaka kepada
suaminya.17
Skripsi yang berjudul “Nusyuz Suami Terhadap Istri
Dalam Perspektif Hukum Islam” Pada tahun 2018 oleh Aisyah
Nurlia Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung Bandar
Lampung. Di dalamnya berisi tentang hukum nusyuz suami
terhadap istri dapat berakibat terhadap hak-hak yang dimiliki oleh
istri yaitu membatalkan sebagian hak istri, mengakibatkan
batalnya hubungan perkawinan, istri menjadi terlantar dalam
kehidupan rumah tangga, istri mengembalikan mahar kepada
suami, tidak berlaku kewajiban istri terhadap suami, istri dapat
mengajukan gugatan perceraian dengan jalan khulu‟ (mengurangi
jumlah talak dan tidak dapat dirujuk), sedangkan akibat yang
diterima anak yaitu hak-hak anak yang seharusnya dipenuhi oleh
17Zulfan. Konsep Nusyuz Dalam Al-Qur‟an ( Studi Terhadap Tafsir Al-Ahkam
Karya Syaikh Abdul Halim Hasan). 2017
14
ayahnya menjadi tidak terpenuhi, keadaan anak menjadi terlantar
karena orang tua melalaikan kewajiban dalam hal pemeliharaan
anak, hilangnya kedudukan dan keberadaan anak dan berdampak
negatif kepada psikisan18
.
Skripsi yang berjudul “Peran Hakam Dalam Penyelesaian
Nusyuz Suami Istri (Studi Kasus di Desa Bandar Agung
Kecamatan Bandar Sribawono Kabupaten Lampung Timur) ”
Pada tahun 2018 oleh Iswatun Hasanah Mahasiswa Fakultas
Syariah Jurusan al-ahwal asy-syakhsiyyah Universitas Islam
Negeri Raden Intan Lampung. Di dalamnya berisi tentang upaya
mendamaikan dalam penyelesaian Nusyuz suami istri di dalam
keluarga yaitu melalui tokoh agama, tokoh masyarakat dan
aparatur desa sebagai hakam di masyarakat di Desa Bandar
Agung Kecamatan Bandar Sribawono Kabupaten Lampung
Timur berjalan baik dan efektif karena sebagaian besar
permasalahan Nusyuz suami istri di dalam keluarga, terbukti
beberapa pasangan suami istri dapat diselesaikan secara damai
dan belum ada yang sampai ke pengadilan Agama.19
Dari telaah pustaka yang tersaji di atas mempertegas
bahwa sudah ada penelitian baik berupa skripsi maupun jurnal
18Aisyah Nurlia. Nusyuz Suami Terhadap Istri Dalam Perspektif Hukum Islam,
Skripsi Jurusan Hukum.UIN Lampung. 2018
19Iswatun Hasanah. Peran Hakam Dalam Penyelesaian Nusyuz Suami Istri:
Studi Kasus Di Desa Bandar Agung Kecamatan Bandar Sribawono Kabupaten
Lampung Timur.(Skripsi).Jurusan Al-Awhwal Asy-Syakhsiyyah Universitas Islam
Negeri Raden Intan Lampung. 2018
15
yang membahas tentang kitab Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an karya
Sayid Qutb, namun pembahasan buku-buku tersebut kurang
spesifik. Oleh sebab itu, penulis ingin meneliti kitab Tafsir Fi
Zhilalil Qur‟an karya Sayid Qutb di lihat dari perspektif gender..
Dengan demikian penelitian ini bukan pengulangan dari
penelitian terdahulu. Penelitian skripsi ini berbeda dengan skripsi
yang di atas, kajian difokuskan pada Konsep Nusyuz Dalam Kitab
Tafsir fi Zhilalil Qur‟an Karya Sayyid Qutb, dilihat dari
perspektif gender.
E. Kerangka Teori
Al-Qur‟an merupakan petunjuk (huda). Tidak hanya
petunjuk bagi suatu umat tertentu dan untuk periode waktu
tertentu, melainkan menjadi petunjuk universal dan berlaku
sepanjang waktu. Bukan hanya petunjuk untuk orang-orang
beriman, namun juga petunjuk umat seluruh umat manusia
(hudan li al-nas).
Sebagai kitab petunjuk yang berlaku sepanjang zaman, isi
kandungan Al-Qur‟an tentu mencangkup seluruh aspek kehidupan
masyarakat, serta memuat informasi-informasi dasar tentang
berbagai hal. Seiring dengan perubahan dan kemajuan
perkembangan zaman, umat Islam selalu menghadapi berbagai
masalah baru yang meliputi hampir semua aspek kehidupan.
Seperti misalnya persoalan yang terkait dengan Nusyuz.
16
Dalam penelitian ini, penulis mengkaji lebih dalam
mengenai penafsiran nusyuz. Metode pembahasan dalam
penelitian ini berdasarkan tema-tema yang berkaitan, atau dalam
istilah ilmu tafsir dikenal dengan metode tematik.
Mengenai Surah an-Nisa‟(4): 34, ath-Thabari mengatakan
bahwa ayat ini berkaitan dengan hubungan kekeluargaan
antara suami istri. Ayat ini memberikan legislasi kepada
kaum laki-laki bahwa mereka memiliki otoritas yang lebih
atas perempuan, sehingga suami berhak untuk mendidik
istrinya agar istrinya mau taat kepadanya. Ketundukan
seorang istri kepada suaminya ini dilakukan karena adanya
ikatan pernikahan.
Jika dilihat dari asbabun nuzul (sebab turunnya ayat)
dari Surah an-Nisa‟(4): 34 itu, terkait dengan kisah Habibah
binti Zaid yang mengadu kepada Rasulullah, karena telah
ditampar oleh suaminya, sampai meninggalkan bekas
diwajahnya. Maka Rasulullah bersabda, “Ia (suamimu) tidak
behak berbuat demikian (mumukul)”. Maka turunlah ayat
tersebut sebagai tuntunan mendidik istri20
.
Dari ayat itu, diketahui adanya tiga tahapan yang perlu
dilakukan oleh seorang suami, jika istrinya menyimpang dari
norma agama. Tahap pertama adalah dinasihati. Jika dengan
20Al-Wahidi An-Nisaburi, Asbaabun Nuzul: Sebab-Sebab Turunnya Ayat-Ayat
Al-Qur‟an, Terj. (Surabaya: Amelia, 2014), hlm, 230
17
nasehat itu perilaku istri belum berubah, maka dapat ditempuh
dengan tahap kedua, dengan memisahkan tempat tidurnya. Hal ini
dimaksudkan agar istri dapat melakukan intropeksi mengenai
kesalahan yang diperbuatnya. Dengan demikian diharapkan akan
dapat memperbaikinya. Selain itu, dengan pisah ranjang suami
ataupun istri akan dapat membayangkan betapa tidak
nyamannya terpisah dari suami/istri. Sehingga keduanya akan
berupaya memperbaiki kekurangan masing-masing dan
berusaha membina keharmonisan rumah tangga sebagamana
komitmen yang mereka buat sewaktu menikah. Apabila
dengan pisah tempat tidur, tidak membawa perubahan, maka
dapat ditempuh dengan tahap ketiga, yakni diperbolehkan
memukul. Namun pengertian memukul di sini hanyalah
simbol dari yang keras. Melalui cara itu, sesungguhnya suami
telah dapat melukai perasaan si istri. Karena itu, Rasulullah
tidak membenarkan Zaid memukul fisik Habibah (istrinya).21
Dalam Islam, Rasulullah, SAW mensunahkan kepada
orang muslim agar tidak memukul istrinya, Nabi sendiri tidak
pernah memukul istrinya hal itu menunjukan bahwa memukul
adalah tercela yang tergolong ke dalam perbuatan makruh
bahkan haram, karena Nabi sangat marah dan murka terhadap
para suami yang memukul istri mereka, sebagaimana kisah
21Ibid, hlm 231
18
dimasa Nabi banyaknya suamiyang memukul istrinya sehingga
mereka mengadu kepada Rasul, seraya Rasul marah dan
keras terhadap suami yang telah memukul istrinya. Kalaupun
terpaksa dan tak bisa mengelak untuk memukul, maka
Rasulullah,SAW. menganjurkan untuk memukul dengan siwak
seperti sikat gigi dan semacamnya
Menurut Wahbah Zuhaili, saat suami melakukan
pemukulan terhadap istri haruslah dihindari, bagian wajah, sebab
wajahadalah bagian tubuh yang paling dihormati, 2. Bagian
perut dan bagian tubuh lain yang dapat menyebabkan hal
yang negatif atau kematian, sebab pemukulan tidak
dimaksudkan untuk mencederai apalagi membunuh istri
yang nusyuz melainkan untuk mengubah sikap nusyuznya, 3.
Memukul hanya pada suatu tempat, karena akan menambah
rasa sakit dan memperbesar kemungkinan timbulnya bahaya di
daerah lain
Adapun Corak dan kecenderungan yang peneliti gunakan
dalam mengkaji tema ini menggunakan corak fiqih (tafsir fiqhi)
yang khusus membahas ayat-ayat dalam Al-Qur‟an tentang
nusyuz.
Penulis berharap dengan menggunakan metode dan corak
seperti ini akan terkuak bagaimana Al-Qur‟an dapat memberikan
jawaban bagi permasalahan manusia, khususnya untuk masalah
Nusyuz.
19
F. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian sangat menentukan sebuah
keberhasilan atas maksud yang ingin dicapai dalam sebuah
tulisan. Persoalan yang penting patut dikedepankan dalam
metodologi penelitian adalah dengan cara apa dan bagaimana data
yang diperlukan dapat dikumpulkan sehingga hasil akhir
penelitian mampu menyajikan informasi yang valid dan reliable.22
Oleh karena itu, untuk memperoleh bahan informasi yang
akurat dalam pembahasan Skripsi ini, digunakanlah metodologi
dan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Jenis Data
Jenis penelitian ini adalah library research (penelitian
kepustakaan) melalui pendekatan kualitatif. Pendekatan
kualitatif digunakan karena fokus penelitian menitik beratkan
pada kajian konseptual mengenai Nusyuz, dengan membaca
buku referensi dari literatur yang berkenaan dengan penelitian
ini, yaitu berupa karya tulis dan sebagainya.
2. Sumber Data
Karena penelitian ini merupakan library research, maka
semua penelitian dipusatkan pada kajian terhadap data dan
22
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metologis ke Arah
Ragam Varian Kontemporer (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003),hlm, 42.
20
buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan ini. Dalam
penulisan ini, penulis menggunakan dua sumber, yaitu:
a. Data Primer
Yaitu data yang diambil dari sumber asli yang
memuat suatu informasi. Artinya sumber data yang
digunakan merupakan karya yang langsung diperoleh dari
tangan pertama yang terkait dengan tema penelitian. Jadi,
data-data primer ini mencangkup Kitab Tafsir Fi Zhilalil
Qur‟an Karya Sayyid Qutb.
b. Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh bersifat pelengkap.
Biasanya data ini tersusun dalam bentuk dokumen-
dokumen untuk memberikan penjelasan tentang pokok
permasalahan. Dalam hal ini penulis mengambil data dari
buku-buku yang ada relevansinya dengan permasalahan
yang sedang penulis bahas, seperti kitab Tafsir Al-Misbah,
Fiqih Sunnah, Fiqh Keluarga, dan lain sebagainya.
c. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang
dipakai untuk mengumpulkan informasi atau fakta-fakta di
lapangan.23
23Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan
Penelitian (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2014), hlm, 208.
21
Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
menggunakan metode riset kepustakaan. Penulisan dalam
kajian pustaka sebagaian besar hanya merupakan kutipan
dari berbagai karya ilmiah dan buku refrensi yang
mendukung pembahasan masalah judul skripsi ini.
d. Analisis Data
Setelah semua data yang dibutuhkan didapatkan, penulis
akan mengolah data dan menganalisis data tersebut
dengan menggunakan metode yang bersifat deskriptif,
yaitu bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat
ini berlaku.24 Untuk mengetahui tentang tafsir fi Zhilalil
Qur‟an dengan analisis gender.
G. Sistematika Penulisan
Agar lebih memudahkan dalam penulisan ini, maka perlu
disusun sistematika sebagai berikut :
Bab Pertama adalah pendahuluan yang akan mengulas
perihal latar belakang masalah yang menjadi pijakan awal
penelitian ini. Di dalamnya juga terdapat rumusan masalah, tujuan
dan kegunaan penelitian, tinjuan pustaka, metodologi penelitian,
dan sistematika penelitian.
24Mardalis, Metode Penelitian:Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2006), hlm, 26.
22
Bab Kedua akan menjelaskan tinjauan umum tentang
nusyuz yakni berupa pengertian, Ayat-Ayat Nusyuz, macam-
macam, dan penyebab-penyebab terjadinya nusyuz, Gender.
Bab Ketiga adalah Mengenal tafsir Fi Zhilalil Qur‟an
karya Sayid Quthub. Bab ini mengenai biografi Sayid Quthub,
karya-karyanya, Metodenya, Karakteristik penulisan tafsir Fi
Zhilalilil Qur‟an,
Bab Keempat akan memaparkan penafsiran Nusyuz dalam
kitab tafsir fi Zhilalil Qur‟an karya Sayyid Qutb yang dilihat
dalam kacamata gender yang kemudian akan ditarik solusi-solusi
yang relevan untuk mengatasi suami atau istri yang nusyuz dan
penafsiran sayyid qutb tentang penyelesaian nusyuz di lihat dari
perspektif gender. Bab ini merupakan pembahasan inti dari pada
penelitian ini
Bab Kelima adalah penutup yang memuat kesimpulan dari
hasil penelitian dan saran.
23
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Nusyuz
Nusyuz berasal dari bahasa Arab yang secara bahasa, kata
nusyuz berasal dari kata nasyaza (نزش) yansyuzu (ينزش ) nusyūzān
.yang berarti tempat yang tinggi ,(نشوزا)25
Sikap tidak patuh dari
salah seorang di antara suami istri. Arti kata nusyuz dalam
pemakaiannya berkembang menjadi durhaka (Al-„isyan) atau
tidak patuh sebagai lawan kata dari qunut (senantiasa patuh).
Sedangkan menurut istilah nusyuz adalah kedurhakaan seorang
istri terhadap suaminya atau sebaliknya26
Adapun dalam pendefinisian nusyuz secara terminologi,
para ulama terbagi ke dalam dua pendapat, beberapa ulama
membatasi nusyuz dilakukan oleh pihak istri saja, sedangkan
ulama lain berpendapat bahwa nusyuz dilakukan oleh istri
maupun suami, antara lain sebagai berikut:
1. Sayyid Quṭb yang menyatakan bahwa makna nusyuz secara
bahasa mengungkapkan suatu gambaran kondisi kejiwaan
pelaku. Maka, seseorang yang melakukan tindakan nusyuz
25Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT Mahmud Yunus Wa
Dzurriyyah, 1989), hlm. 452.
26M. Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur‟an: Kajian Kosakata, (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), hlm. 740.
24
adalah orang yang menonjolkan dan meninggikan dirinya
dengan melakukan pelanggaran dan kedurhakaan27
. Oleh
karena itu, arti kata nusyuz seringkali diartikan dengan
kedurhakaan
2. Ahsin W. Al-Hafiz mendefinisikan nusyuz adalah sebuah
keadaan dimana seorang suami atau istri telah meninggalkan
kewajibannya masing-masing sehingga menimbulkan
ketegangan antara keduanya. Sehingga nusyuz bisa datang dari
pihak suami maupun dari istri28
3. M. Quraish Shihab memberi pengertian nusyuz istri dalam
surat an-Nisa‟: 34 sebagai pembangkangan istri terhadap hak-
hak yang diberikan Allah swt. kepada suami.29
Adapun
pengertian nusyuz suami yang terdapat dalam surat an-Nisa:
128 dimaknai sebagai keangkuhan suami yang mengakibatkan
ia meremehkan dan menghalangi hak-hak sang istri30
4. Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnah mendefinisikan nusyuz
sebagai kedurhakaan istri terhadap suaminya, tidak taat
27Sayyid Quṭb, Tafsīr Fi Ẓilalil Quran Jilid II, juz 5 (Kairo: Daar Syuruq,
1992), hlm. 57
28Ahsin Al-Hafiz, Kamus Fiqh (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 176
29
M.Quraish shihab, Tafsir Al-Misbah. Volume 2. (Jakarta: Lentera Hati, 2002),
hlm. 423
30Ibid. hlm. 604
25
kepadanya atau menolak diajak ketempat tidurnya atau keluar
dari rumahnya tanpa seizin suaminya31
5. Ibnu Manzur mendefinisikan nusyuz berasal dari kata نشز yang
berarti tempat yang tinggi dan yang terlihat atau jelas, juga
berarti lembah tinggi dan tidak keras dalam hal pernikahan
mempunyai nusyuz didefinisikan sebagai rasa kebencian salah
satu pihak (suami atau istri) terhadap pasangannya.32
6. Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, makna nusyuz dalam surat
an-Nisa‟: 34 ialah istri yang tidak menjalankan kewajiban-
kewajiban yang harus dilaksanakan dalam rumah tangga,
dalam arti istri tersebut durhaka.33
Sedangkan nusyuz dalam
surat an-Nisa‟: 128 dipahami dengan perubahan sikap suami
kepada istri yang bisa jadi dikarenakan hilangnya rasa cintanya
kepada sang istri atau ada tanda-tanda bahwa ia akan
menceraikannya. Tanda-tanda tersebut bisa berupa perlakuan
yang kasar, tidak memberi nafkah, tidak memberi kasih sayang
layaknya pasangan suami istri, dan hal tersebut dilakukan
bukan atas dasar kesibukan agama ataupun dunia34
31Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah (Madinah: Al-Fatkh Li I‟lamil Arabiy, 1990)
hlm. 314
32Ibnu Manzur, Lisan Al-‟Arabi, (Kairo: Darul Ma‟arif, T.T.) hlm. 4425
33
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy. Tafsir Al-Qur‟anul Madjid An-Nur Jilid 1,
(Jakarta: Cakrawala Publishing, 2011), hlm. 526
34Ibid. hlm. 597
26
7. Ibnu Katsir dalam tafsirnya Nusyuz adalah merasa lebih tinggi.
Berarti wanita yang nusyuz adalah wanita yang merasa tinggi di
atas suaminya dengan meninggalkan perintahnya, berpaling dan
membencinya. Kapan saja tanda-tanda nusyuz itu timbul, maka
nasehatilah dia dan takut-takutilah dengan siksa Allah, jika
maksiat kepada suaminya. Karena Allah telah mewajibkan hak
suami atas istri, dengan ketaatan istri kepada suami, serta
mengharamkan maksiat kepadanya, karena keutamaan dan
kelebihan yang dimiliki suami atas istri35
Penggunaan istilah nusyuz pada suami dan istri dalam al-
Qur‟an menunjukkan bahwa nusyuz adalah tindakan
meninggalkan kewajiban bersuami istri. Nusyuz mempunyai
makna yang lebih kuat daripada sekedar pengabaian kewajiban
sebagai suami istri. Dengan kata lain, nusyuz baik yang
dilakukan oleh suami maupun istri adalah pengabaian
kewajiban berumah tangga yang berdampak serius bagi
kelangsungan pernikahan36
Permasalahan dalam rumah tangga bisa terjadi dalam
berbagai bentuk. Adakalanya suami istri saling berselisih dan
saling cekcok satu sama lain. Permasalahan seperti ini disebut
35Abdullah, Tafsir Ibnu Katsir, hlm. 73.
36
Kementerian Agama RI Badan Litbang Dan Diklat Lajnah Pentashihan
Mushaf Al-Qur‟an Tahun 2008, Tafsir al-Qur‟an Tematik: Membangun Keluarga
Harmonis, Jilid 3, (Jakarta: Penerbit Aku Bisa, 2012), hlm, 164
27
dengan syiqaq.37
Atau masalah istri yang tidak sanggup
menjalani ikatan pernikahan dengan suaminya dikarenakan
berbagai alasan, sehingga ia ingin diceraikan. Masalah seperti
ini dalam istilah fiqih disebut khulu‟.38
Ada pula permasalahan
yang timbul karena kecurigaan seorang suami bahwa istrinya
telah berzina dengan laki-laki lain. Kasus seperti ini akan
mengarah pada li‟an yaitu sumpah seorang suami bahwa
istrinya telah berzina.39
Namun berbagai masalah tersebut
bukan disebut nusyuz, dan karya ilmiah ini tidak membahas
selain masalah nusyuz.
B. Ayat-Ayat Nusyuz
Telah disebutkan di dalam al-Qur‟an, kata nusyuz dan
yang seakar dengannya juga digunakan dalam beberapa tempat,
yakni terulang sebanyak lima kali. Dua kali disebutkan dalam QS
Al-Mujadalah/58: 11, dan tiga lainnya masing-masing disebutkan
dalam QS Al-Baqarah/2: 259, QS an-Nisa‟/4: 34, dan QS an-
Nisa‟/4: 12840
Dalam QS Al-Mujadalah/58: 11 Allah swt. berfirman:
37M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, hlm, 433
38
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunah jilid 2, Terj. Asep Sobari dkk, (Jakarta: Al-
I‟tishom, 2008), 480
39Ibid, hlm, 508
40
Muhammad Fuwad „Abd al-Baqi, al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfaz Al-Qur‟an
al-Karim (Kairo: Maktabah Dar al-Kutub al-Misriyyah, 1364 H.), hlm, 700
28
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan
kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka
lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan41
Dua kata nusyuz pada ayat tersebut dalam wazn fi‟il amr
(kata perintah), yakni „lapangkanlah!‟, dalam arti perintah
untuk bangkit berdiri dan mempersilakan duduk bagi orang
lain yang terlambat datang dalam suatu majelis, sebagaimana
yang dijelaskan oleh Abu Ishaq. Ia berkata bahwa taqdir dari
lafal perintah tersebut adalah فانهضوا انهضوا قيل أذا (Apabila
dikatakan kepadamu: “Bangkitlah!”, maka bangkitlah!)
Adapun dalam Q.S Al-Baqarah/2: 259
41Al-Qur‟an. hlm. 542
29
atau Apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang
melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi
atapnya. Dia berkata: "Bagaimana Allah menghidupkan
kembali negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan
orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya
kembali. Allah bertanya: "Berapakah lamanya kamu tinggal
di sini?" ia menjawab: "Saya tinggal di sini sehari atau
setengah hari." Allah berfirman: "Sebenarnya kamu telah
tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada
makanan dan minumanmu yang belum lagi beubah; dan
lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang
belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan
Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang
30
keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian
Kami membalutnya dengan daging." Maka tatkala telah
nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang
telah mati) diapun berkata: "Saya yakin bahwa Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu.42
Kata ننزش (nunsyizu) pada ayat tersebut dikembangkan
artinya menjadi „Kami menyusunnya‟, dalam arti tulang-
belulang keledai yang berserakan diangkat kembali di dalam
bentuk tersusun oleh Allah dan Ia membalutnya dengan
daging
Adapun dalam dua ayat lain, yaitu QS an-Nisa‟/4: 34, dan
QS an-Nisa‟/4: 128, penggunaan kata nusyuz berkaitan
dengan pengertiannya secara syara‟, yaitu istilah yang dikenal
dalam kehidupan suami-istri. Pada QS an-Nisa‟/4: 34
diterangkan tentang nusyuz istri, yakni pembangkangan yang
dilakukan oleh seorang istri kepada suaminya. Firman-Nya
42Al-Qur‟an, hlm, 43
31
kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita,
oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-
laki) atas sebahagian yang lain (wanita) , dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada
Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh
karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang
kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dapukullah
mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. 43
Dalam ayat ini pembangkangan atau kedurhakaan yang
dilakukan seorang istri terhadap suaminya dinamakan nusyuz
karena saat berbuat hal tersebut, berarti ia telah
memposisikan dirinya lebih tinggi atas suaminya
Kemudian firman Allah yang menerangkan tentang nusyuz
seorang suami terdapat dalam QS an-Nisa‟/4: 128
43Al-Qur‟an, hlm, 84
32
dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap
tidak acuh dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi
keduanya Mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya,
dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun
manusia itu menurut tabiatnya kikir. dan jika kamu bergaul
dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari
nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah
adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.44
Dari keempat ayat tentang nusyuz dan yang seakar
dengannya diatas, dalam kajian ini penulis mengambil dua
ayat yang berkaitan langsung mengenai nusyuz atau
pembangkangan hak dan kewajiban antar suami istri dan
kedurhakaan dalam rumah tangga yaitu QS An-Nisa‟ 4/34
dan QS An-Nisa‟ 4/128.
44Al-Qur‟an, hlm, 99
33
C. Kewajiban Suami dan Istri dalam Keluarga
Sebagaimana telah dikemukakan, nusyuz berarti
ketidaktaatan istri atau suami akan kewajiban terhadap
pasangannya. Adapun kewajiban-kewajiban yang harus
ditunaikan suami dan istri antara lain:
1. Kewajiban istri terhadap suami
a. Taat dan patuh kepada suaminya, selama itu tidak
bertentangan dengan perintah Allah SWT45
b. Ikhlas menjadi makmum
Pernikahan memang bukan untuk menciptakan
persamaan, tetapi bagaimana seorang suami istri
bertoleransi terhadap perbedaan. Bila tidak ada
keikhasan dari seorang istri untuk menempatkan
suaminya diposisi pemimpin maka rasanya cinta itu
tidak terbukti
c. Memelihara kehormatan dan harta suami46
Sebagai bukti cinta terhadap suami, seorang istri
selayaknya berkewajiban untuk memelihara harta dan
kehormatan suaminya
d. Memaafkan suami
45Annalia. Pemahaman Ulama Kontemporer Indonesia tentang Nusyuz dan
penyelesaian dalam surah an- Nisa‟ 34. (Skripsi Uin syarif Hidayatullah Jakarta. 2017),
hlm. 27
46Ibid, hlm, 27
34
e. Mendukung suami dalam ketakwaan
Pernikahan adalah alat untuk mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat. Maka dari itu jalan
ketakwaan adalah satu-satunya jalan bagi sepasang
suami istri untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan
akhirat. Untuk itu dibutuhkan dukungan istri kepada
suami begitupun sebaliknya dalam hal ketakwaan
kepada Allah
f. Melayani suami
Hubungan suami dan istri bukanlah hubungan
vertikal seperti pembantu dan majikannya, melainkan
hubungan horizontal yang seimbang dengan hak dan
kewajiban yang sudh ditentukan tanpa merasa lebih
unggul antar satu dengan yang lain. Jadi suami tidak
boleh memperlakukan istriya layaknya budak yang
dapat diperintah seenaknya diluar kewajaran. Namun
melayani suami adalah hal suatu kewajiban bagi istri
tidak hanya hal-hal yang komplek tapi juga bisa dengan
mendengarkan keluh kesahnya setiap hari, menghibur
dan memuji suami juga termasuk sebagai tindakan
melayani suami yang dilakukan oleh istri yang solihah.
g. Menjaga kesucian diri serta teguh dengan memegang
amanah
35
Menjaga diri bagi seorang bisa berupa menjaga
pandangan terhadap yang bukan haknya. Selain itu,
menghindari diri dari bepergian berdua dengan yang
bukan mahram merupakan bentuk lain dari menjaga
diri
h. Bersyukur atas pemberian suami
Seorang istri yang tulus mencintai suaminya pasti
akan selalu berterima kasih terhadap apapun yang
diberikan oleh suaminya. Karena yang terpenting bukan
pada nilainya, tetapi yang penting adalah kesungguhan
dalam memberikan yang terbaik yang Ia mampu untuk
keluarganya
i. Meminta izin suami
Kewajiban suami adalah menjamin keselamatan
istrinya maka dari itu istri harus meminta izin terlebih
dahulu kepada suaminya bila ia harus keluar rumah
atau keluar kota. Kewajiban ini adalah sebagai wujud
cinta istri kepada suaminya yang lahir dari rasa percaya
bahwa suaminya senantiasa melindunginya
j. menjaga dan mendidik anak-anaknya dari segi
pengetahuan maupun akhlak47
2. Kewajiban suami terhadap istri
47Annalia. Pemahaman Ulama Kontemporer Indonesia tentang Nusyuz dan
penyelesaian dalam surah an- Nisa‟ 34. hlm. 28
36
a. Membayar mahar dan memberi nafkah seperti
makanan, pakaian dan tempat tinggal
b. Memperlakukan istri dengan baik48
c. Menjadi pemimpin atau kepala rumah tangga yang baik
dan mampu mengarahkan keluarga dengan cara yang
benar49
d. Tidak memukul istri
Terkadang ada sebagian suami yang memberikan
pukulan kepada istrinya karena hal yang sepele itu
semua tidak diperbolehkan. Pukulan yang menyakitkan
dapat menimbulkan kebencian dan membuat orang
yang dipukul sering merasa gelisah, khawatir dan takut.
Perasaan ini yang dapat menghilangkan man-isnya
hidup dalam rumah tangga
e. Selalu menjaga perasaan istri
Terkadang istri mengalami kondisi sulit seperti
didzalimi oleh orang lain. Oleh karena itu suami harus
berusaha menghibur, berdiri disampingnya dan
berusaha untuk menyenangkannya.
f. Memaafkan kesalahan istri
g. Bersikap adil
48Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Hubungan Antar Umat Beragama:
Tafsir AlQur‟an Tematik, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008) cet. 1 hlm 99
49Annalia. Pemahaman Ulama Kontemporer Indonesia tentang Nusyuz dan
penyelesaian dalam surah an- Nisa‟ 34, hlm, 27
37
Maksud dari adil adalah dalam urusan membagi
jatah tidur, nafkah, dan tempat tinggal, bukan dalam hal
cinta. Karena otoritas cinta bukanlah berada dibawah
kekuasaan manusia, akan tetapi merupakan
keistimewaan dan keserasian. Allah berfirman dalam
Q.S An-Nisa‟ 4/129
dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil
di antara isteri-isteri(mu),walaupun kamu sangat ingin
berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu
cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu
biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu
Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari
kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang50
h. Berlaku lemah lembut
Perilaku lemah lembut yang dilakukan dalam
rumah akan menghiasi rumah tangga dengan kasih
saying dan akan menambah kedalaman cinta pasangan
50Al-Qur‟an. hlm. 99
38
suami dan istri. Hal ini juga dapat menguatkan
hubungan antara suami istri
i. Menampakkan rasa cinta
j. Mendidik dan mengajari ilmu-ilmu agama yang ia
butuhkan, khususnya tentag kewajiban-kewajiban
utama51
Dengan demikian jika seorang istri atau suami telah
melalaikan atau meninggalkan kewajibannya, maka istri atau
suami tersebut telah dianggap melakukan nusyuz
Setelah memaparkan pengertian nusyuz dari berbagai
pendapat serta kewajiban-kewajiban suami istri diatas penulis
lebih condong kepada pendapat yang menyatakan nusyuz
tidak hanya dibatasi dari pihak istri saja. Namun nusyuz juga
dilakukan oleh pihak suami, karena didalam al-Qur‟an sendiri
sudah dijelaskan bahwa terdapat kata nusyuz yang
disematkan kepada suami yakni dalam QS An-Nisa‟/4:128
D. Macam-Macam Nusyuz
1. Nusyuz istri terhadap suami
Nusyuz istri adalah tindakan atau perbuatan durhaka yang
dilakukan oleh seorang istri terhadap suami.52
hal ini bisa
terjadi dalam rumah tangga dengan bentuk pelanggaran
51Annalia, Pemahaman Ulama Kontemporer Indonesia tentang Nusyuz dan
penyelesaian dalam surah an- Nisa‟ 34, hlm, 27
52Djuaini, Konflik Nusyuz Dalam Relasi Suami-Istri Dan Resolusinya
Perspektif Hukum Islam, Jurnal Hukum Islam (Istimbath), hlm, 260
39
perintah, penyelewengan dan hal-hal yang menganggu
keharmonisan rumah tangga.53
Dalam Al-Qur‟an terdapat firman Allah, bagaimana cara
mengatasi nusyuz isteri agar tidak terjadi perceraian. Surat an-
Nisa‟ ayat 34:
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur
mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka
mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha
Besar54
Kita mengetahui, bahwa nusyuz bisa terjadi pada
perempuan dan juga laki-laki. Akan tetapi, watak perempuan
berbeda dengan watak laki-laki. Oleh karena itu, cara
penyembuhannya juga berbeda secara teori dikarenakan
perbedaan nusyuz antara mereka berdua. Meskipun dalam hal
53Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di
Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hlm, 209
54Al-Qur‟an. hlm, 84
40
itu ada persamaan antara keduanya dan bahwa pada setiap diri
mereka mencemaskan bagi lainnya.
Wajib bagi suami pada saat itu untuk mencari sebab
terjadinya perubahan istri, ia berterus terang dengannya
mengenai apa yang terjadi, maka diharapkan istri dapat
menjelaskan sebab yang membuatnya marah, yang tidak
dirasakan oleh suami. Oleh karena itu, bagi suami jika telah
jelas baginya bahwa nusyuz karena berpalingnya perilaku istri
sehingga ia membangkang dan durhaka dengan melakukan
dosa dan permusuhan, kesombongan dan tipu daya. Berangkat
dari Surat An-Nisa ayat 34. Al Qur‟an memberikan opsi
sebagai berikut:55
1. Istri diberi nasihat
Dengan cara yang ma‟ruf agar ia segera sadar
terhadap kekeliruan yang diperbuatnya. Memperingatkan
isteri pada suatu yang layak dan patut dan menyebutkan
dampak-dampak nusyuz, di antaranya bisa berupa
perceraian yang berdampak pada keretakan eksistensi
keluarga dan terlantarnya anak-anak. Kemudian,
memberikan penjelasan kepada istri tentang apa yang
mungkin terjadi di akhirat, bagi perempuan yang ridha
dengan Tuhannya dan taat kepada suaminya. Pemberian
55Ali Yusuf As-Subki. Fiqh Keluarga, (Jakarta:Amzah, 2010). hlm, 302
41
nasihat menurut Al-Qur‟an begitu pula hadits-hadits Nabi
dan juga para ulama tafsir tidak membatasi, fiqh terhadap
yang terlihat selama waktu tertentu. Seharusnya bagi
suami untuk terus memberi nasihat kepada isterinya dan
mengutamakan hal tersebut sebelum berpindah pada fase
pemecahan masalah selanjutnya.
2. Pisah ranjang.
Cara ini bermakna sebagai hukuman psikologis
bagi isteri dan dalam kesendiriannya tersebut ia dapat
melakukan koreksi diri terhadap kekeliruannya. Berpisah
dari tempat tidur yaitu suami tidak tidur bersama isterinya,
memalingkan punggungnya dan tidak bersetubuh
dengannya. Jika isteri mencintai suami maka hal itu, tersa
bersat atasnya sehingga ia kembali baik. Kemudian, jika
ia masih marah maka hal itu jelas diketahui bahwa nusyuz
berawal dari nya. Dalam pandangan ulama hal ini berakhir
selama sebulan sebagaimana dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW ketika menawan Hafshah dengan
perintah sehingga ia membuka diri tentang Nabi kepada
Aisyah dan mereka berdua mendatangi Nabi.
Sebagaimana berpisah itu telah bermanfaat dengan
meninggalkan tempat tidur saja, tanpa meninggalkan
berbicara dengannya secara mutlak.
42
Apabila dengan cara ini tidak berhasil, langkah
berikutnya adalah memberi hukuman fisik dengan cara
memukulnya. Penting untuk dicatat, yang boleh dipukul
hanyalah bagian yang tidak membahayakan si istri seperti
batasnya. Sebenarnya, pemukulan ini tidak wajib secara
syara‟ dan juga tidak baik untuk dilakukan. Hanya saja ini,
merupakan cara terakhir bagi laki-laki setelah ia tidak
mampu menundukkan istrinya, mengajaknya dengan
bimbingan, nasihat, dan pemisahan. Akan tetapi, ini
merupakan ini merupakan usaha untuk menyelamatkan
tabiat keluarga dari kehancuran, membersihkan rumah
tangga dari keterpecahan yang dihadapinya.
Pemukulan yang dilakukan bersifat tidak
meninggalkan bekas pada tubuh, tidak mematahkan
tulangnya, dan tidak mengakibatkan luka karena yang
dimaksud dari pemukulan ini adalah memperbaiki, bukan
yang lain. Bagi suami untuk memukul dengan pukulan
yang halus tanpa menyakiti. Rasulullah Bersabda:
“Pukullah perempuan-perempuan itu jika ia
mendurhakaimu dalam kebaikan dengan pukulan yang
tidak menyakitkan”56
56Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga: Pedoman Keluarga dalam Islam,
(Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm, 309
43
Dalam pelaksanaan hukuman suami sendiri yang
melaksanakannya, bukan penguasa. Bahkan Allah
menetapkan hal itu tanpa proses pengadilan, tanpa saksi
atau bukti, sebab dalam hal ini Allah betul-betul percaya
kepada para suami dalam menangani istri-istrinya57
3. Nusyuz suami terhadap istri
Nusyuz tidak hanya dari pihak istri namun dari pihak
suami. Selama ini, disalah pahami bahwa nusyuz hanya dari
pihak istri saja. Padahal di dalam al-Qur‟an juga menyebutkan
adanya nusyuz dari suami seperti yang terlihat dalam surat An-
Nisa‟ ayat 128
Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap
tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya
mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan
perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu
57Syaikh Mahmud al-Mashri, Perkawianan Idaman, (Jakarta: Qisthi Press,
2010), hlm, 360
44
menurut tabiatnya kikir. Dan juga kamu bergaul dengan istrimu
secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak
acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.58
Nusyuz suami terjadi bila ia tidak melaksanakan
kewajibannya terhadap istrinya, baik meninggalkan kewajiban
yang bersifat materi atau nafaqah atau meninggalkan kewajiban
yang bersifat non materi diantaranya mu‟asyarah bi al-ma‟ruf
atau menggauli istrinya dengan baik. Yang terakhir ini
mengandung arti yang luas, yaitu segala sesuatu yang dapat
disebut menggauli istrinya dengan cara buruk, seperti berlaku
kasar, menyakiti fisik dan mental istri, tidak melakukan hubungan
badaniyah dalam waktu tertentu dan tindakan lain yang
bertentangan dengan asas pergaulan baik59
Dalam hadist Nabi SAW, diantara kewajiban suami
terhadap isteri adalah60
1. Memberi sandang dan pangan.
2. Tidak memukul wajah jika isteru sedang nusyuz
3. Tidak mengolok-olok dengan mengucapkan hal-hal yang
dibencinya.
58Al-Qur‟an. hlm. 99
59Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fiqih
Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 193
60Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di
Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hlm, 211
45
4. Tidak menjauhi isteri atau menghindari isteri kecuali didalam
rumah.
E. Sebab-sebab Terjadinya Nusyuz
1. Kurangnya komunikasi
Seseorang dilahirkan dengan berbagai macam perbedaan,
wujud yang berbeda, cara pikir yang berbeda dan sifat yang
berbeda. Maka dari itu, perbedaan itu harus disatukan dengan
visi yang konkret melalui komunikasi yang baik.
Kurangnya komunikasi antar pasangan suami-istri dapat
menjadi salah satu pemicu munculnya tindakan nusyuz dalam
rumah tangga. Dengan minimalnya komunikasi seperti
musyawarah dan dialog, suami atau istri tidak akan
mengetahui keinginan pasangan bahkan akan mengantarkan
pada kesalah pahaman antara keduanya. Selain itu,
permasalahan dalam rumah tangga tidak akan terselesaikan
dengan baik. Allah berfirman dalam QS Asy-Syuara‟:42/38
dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi)
seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan
mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan
46
mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan
kepada mereka.61
Dalam berdialog, jangan memaki, dan jangan
mengutarakan kritik yang terlalu pedas. Suami dan istri harus
ingat bahwa pernikahan didasari oleh cinta, dan tidak ada
cinta jika tanpa perhatian dan penghormatan kepada pasangan.
Melecehkan dengan sikap maupun ucapan sangat tidak
diperbolehkan karena bertolak belakang dengan
penghormatan62
2. Akhlak yang buruk
Salah satu penyebab nusyuz adalah akhlak yang buruk
atau sifat dan perangai yang buruk. Hal ini dapat
menyebabkan prahara atau masalah dalam rumah tangga.
Akhlak buruk yang dimaksud antara lain: bersikap otoriter
dan dominan, mudah marah, dan tidak bersabar atas
kekurangan pasangan. Bersikap otoriter dan dominan bisa
dilihat ketika istri mempunyai harta yang lebih banyak dari
suami perbedaan profesi seperti bumi dan langit, hingga
perbedaan kasta sehingga seolah-olah ia merasa punya hak
61Al-Qur‟an. hlm. 368
62
M. Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur‟an, Kalung Permata Buat Anak-
Anakku, (Tangerang: Lentera Hati, 2014), hlm, 189
47
untuk menolok-olok suaminya karena merasa lebih dominan
dan lebih tinggi dari suaminya.
Sedangkan dari suami merasa dominan karena gelar
pemimpin yang disematkan kepadanya, sehingga dia bersikap
menang sendiri dan menganggap lemah dan rendah istrinya.
Sebaiknya seorang istri dan suami harus bersikap saling
menerima, dan bijaksana serta tidak saling merasa unggul satu
sama lain. Akhlah buruk selanjutnya adalah mudah marah.
Bersikap pemarah adalah salah satu aib dalam keluarga. Jika
ada sedikit problem yang kemudian langsung dihadapi dengan
kemarahan itu hanya akan menyebabkan kerusakan bahtera
rumah tangga yang telah dibangun. Hendaknya suami dan istri
lebih bersabar dan tidak mengandalkan ego masing-masing
dalam menyelesaikan masalah.
Akhlak buruk yang lain adalah tidak bersabar atas
kekurangan pasangan. Bersyukur adalah sesuatu yang
sederhana namun tidak semua orang dapat melakukannya.
Dalam konteks suami istri bersyukur tidak hanya sebatas
berterima kasih atas segala kebaikan istri dan suami. Namun
juga bersyukur terhadap kondisi pasangan dan menghargai
kekurangan pasangan. Manusia diciptakan Allah dengan
kekurangan dan kelebihan masing-masing. Hendaknya suami
dan istri bisa menerima kekurangan dari pasangannya karena
48
baik suami atau istri tidaklah bisa sempurna dan terlepas dari
sebuah kekurangan. Jadi seorang pasangan suami istri
janganlah mencari-cari kekurangan pasangannya dan
melupakan kelebihannya. Saling menerima kekurangan dan
kelebihan dapat menjadikan keluarga menjadi tenteram dan
jauh dari kemudharatan.
3. Tidak dilandasi cinta dan kasih sayang
Perkawinan dapat saja langgeng walaupun tanpa cinta dan
kasih sayang. Namun perkawinan seperti ini dapat disebut
sebagai perkawinan murahan. Memang agama tidak melarang
karena hal ini dapat disebabkan beberapa faktor seperti anak
atau lainnya, namun agama tidak menyenanginya. Allah telah
menciptakan potensi mawaddah (cinta kasih) dalam jiwa
suami dan istri yang harus mereka asah dan asuh sehingga
kemesraan dan keharmonisan dapat terjalin dan perkawinan
menjadi langgeng dalam kemesraan.63
Bila kita mencintai
pasangan kita karena cinta kepada Allah maka Allah akan
melimpahkan keberkahan dan kebahagiaan untuk keluaga
kita. Allah akan memelihara kasih sayang dan keharmonisan
keluarga kita dan melenyapkan badai rumah tangga kita.
63Ibid, hlm, 51
49
F. Kesetaraan dan keadilan gender dalam islam
1. Pengertian gender
Perbedaan antara laki-laki dan perempuan bisa dilihat dari
dua segi, pertama dari segi seks dan yang kedua dari segi
gender. Seks (jenis kelamin) adalah perbedaan laki-laki dan
perempuan yang merupakan kodrat Tuhan, bersifat permanen
dan tidak dapat dipertukarkan.64
Jadi, seks adalah perbedaan
biologis yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang ada
pada mereka sejak lahir.
Istilah gender diperkenalkan oleh para ilmuwan sosial
untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki yang
bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan dan yang bersifat
bentukan budaya yang dipelajari dan disosialisasikan sejak
kecil. Pembedaan ini sangat penting, karena selama ini sering
sekali mencampur adukan ciri-ciri manusia yang bersifat
kodrati dan yang bersifat bukan kodrati (gender).
Kata gender dapat diartikan sebagai perbedaan peran,
fungsi, status dan tanggungjawab pada laki-laki dan
perempuan sebagai hasil dari bentukan (konstruksi) sosial
budaya yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian gender
adalah hasil kesepakatan antar manusia yang tidak bersifat
64Musdah Mulia, Indahnya Islam: Menyuarakan Kesetaraan Dan Keadilan
Gender, (Yogyakarta: Naufan Pustaka, 2014), hlm, 66
50
kodrati. Oleh karenanya gender bervariasi dari satu tempat ke
tempat lain dan dari satu waktu ke waktu berikutnya. Gender
tidak bersifat kodrati, dapat berubah dan dapat dipertukarkan
pada manusia satu ke manusia lainnya tergantung waktu dan
budaya setempat.65
Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan
dalam peran, fungsi, hak, tanggung jawab, dan perilaku yang
dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya dan adat istiadat dari
kelompok masyarakat yang dapat berubah menurut waktu
serta kondisi setempat. Tanggung jawab dan perilaku yang
dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya dan adat istiadat dari
kelompok masyarakat yang dapat berubah menurut waktu
serta kondisi setempat.66
2. Konsep kesetaraan dan keadilan gender
a. Prinsip kesataraan gender.
Kesataraan gender adalah kesamaan kondisi bagi
perempuan dan laki-laki untuk memperoleh kesempatan
dan hak-haknya sebagai manusia agar mampu berperan
dan berpartisipasi dalam seluruh aspek kehidupan, sosial-
budaya, politik, ekonomi, dan pendidikan. Suami-istri,
dengan demikian, perlu memahami dengan baik
65 Herien Puspitawati, Konsep, Teori Dan Analisis Gender, (Bogor: PT IPB
Press, 2013), hlm, 1
66Ibid, hlm, 1
51
perbedaan antara konsep jenis kelamin dan gender.
Karena, dewasa ini, status dan peranan perempuan di
indonesia dinilai masih bersifat subordinatif dan belum
sampai pada posisi mitra sejajar dengan laki-laki.67
b. Prinsip keadilan gender
Suatu kondisi yang menjamin perlakuan adil terhadap
perempuan dan laki-laki. Dalam kehidupan berkeluarga,
porsi tugas dan tanggung jawab masing-masing suami-istri
hendaknya dibagi secara adil. Yang dimaksud adil di sini
tidaklah mesti berarti tugas dan tanggung jawab keduanya
sama persis, melainkan dibagi secara proporsional,
tergantung dari kesepakatan bersama.68
3. Wujud Kesetaraan dan Keadilan Gender
a. Akses
Kapasitas untuk menggunakan sumberdaya untuk
sepenuhnya berpartisipasi secara aktif dan produktif
(secara sosial, ekonomi dan politik) dalam masyarakat
termasuk akses ke sumberdaya, pelayanan, tenaga kerja
dan pekerjaan, informasi dan manfaat. Contoh: Memberi
kesempatan yang sama bagi anak perempuan dan laki-laki
untuk melanjutkan sekolah sesuai dengan minat dan
67Musdah Mulia, Indahnya Islam: Menyuarakan Kesetaraan Dan Keadilan
Gender, (Yogyakarta: Naufan Pustaka, 2014), hlm, 55
68Ibid, hlm, 55
52
kemampuannya, dengan asumsi sumberdaya keluarga
mencukupi.
b. Partisipasi
Suami dan istri berpartisipasi yang sama dalam proses
pengambilan keputusan atas penggunaan sumberdaya
keluarga secara demokratis dan bila perlu melibatkan
anak-anak baik laki-laki maupun perempuan.
c. Kontrol
Perempuan dan laki-laki mempunyai kontrol yang sama
dalam penggunaan sumberdaya keluarga. Suami dan istri
dapat memiliki properti atas nama keluarga.
d. Manfaat. Semua aktivitas keluarga harus mempunyai
manfaat yang sama bagi seluruh anggota keluarga.69
4. Analisis Gender
Analisis gender adalah suatu metode atau alat untuk
mendeteksi kesenjangan atau disparitas gender melalui
penyediaan data dan fakta serta informasi tentang gender yaitu
data yang terpilah antara laki-laki dan perempuan dalam aspek
akses, peran, kontrol dan manfaat. Dengan demikian analisis
gender adalah proses menganalisis data dan informasi secara
sistematis tentang laki-laki dan perempuan untuk
mengidentifikasi dan mengungkapkan kedudukan, fungsi,
69Herien Puspitawati, Konsep, Teori Dan Analisis Gender hlm, 6
53
peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan, serta
faktor-faktor yang mempengaruhi. Syarat utama terlaksananya
analisis gender adalah tersedianya data terpilah berdasarkan
jenis kelamin. Data terpilah adalah nilai dari variable-variabel
yang sudah terpilah antara laki-laki dan perempuan
berdasarkan topik bahasan/hal-hal yang menjadi perhatian.
Data terdiri atas data kuantitatif (nilai variabel yang terukur,
biasanya berupa numerik) dan data kualitatif (nilai variabel
yang tidak terukur dan sering disebut atribut, biasanya berupa
informasi).70
a. Teknik Analisis Gender Model Moser
Teknik analisis model Moser atau Kerangka Moser
dikembangkan oleh Caroline Moser (Moser 1993) seorang
peneliti senior dalam perencanaan gender. Kerangka ini
didasarkan pada pendekatan Pembangunan dan Gender
(Gender and Development/ GAD) yang dibangun pada
pendekatan Perempuan dalam Pembangunan (Women in
Development/ WID). Kerangka ini kadang-kadang diacu
sebagai Model Tiga Peranan (Triple Roles Models).
Adapun tujuan dari kerangka pemikiran perencanaan
gender dari Moser adalah:71
70 Herien Puspitawati, Konsep, Teori Dan Analisis Gender, hlm, 6
71
Ibid. hlm, 12
54
1) Mempengaruhi kemampuan perempuan untuk
berpartisipasi dalam intervensi intervensi yang telah
direncanakan,
2) Membantu perencanaan untuk memahami bahwa
kebutuhankebutuhan perempuan adalah seringkali
berbeda dengan kebutuhan-kebutuhan laki-laki,
3) Mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan
melalui pemberian perhatian kepada kebutuhan-
kebutuhan praktis perempuan dan kebutuhan-
kebutuhan gender strategis
4) Memeriksa dinamika akses kepada dan kontrol pada
penggunaan sumber-sumberdaya antara perempuan
dan laki-laki dalam berbagai konteks ekonomi dan
budaya yang berbeda-beda,
5) Memadukan gender kepada semua kegiatan
perencanaan dan prosedur dan
6) Membantu pengklarifikasian batasan-batasan politik
dan teknik dalam pelaksanaan praktek perencanaan
55
BAB III
MENGENAL TAFSIR FI HILALILLl QUR’AN
KARYA SAYYID QUTB
A. Biografi Sayyid Qutb
1. Sejarah Hidup
Nama lengkap Sayyid Qutb adalah Sayyid Qutb Ibrahim
Husain Syadzili72
. Dia dilahirkan pada tanggal 9 Oktober
1906 M di kota Asyut, salah satu daerah di Mesir73
. Dia
merupakan anak tertua dari lima bersaudara, dua laki-laki dan
tiga perempuan. Bentuk tubuhnya kecil, kulitnya hitam dan
bicaranya lembut, oleh teman-teman sezamannya ia dikenal
sangat sensitif, serius, dan mengutamakan persoalan tanpa
rasa humor74
.
Sayyid Qutb mempunyai lima saudara kandung, yang
pertama adalah Nafisah, dia lebih tua tiga tahun darinya.
Berbeda dengan saudara-saudaranya yang lain Nafisah tidak
sebagai penulis tetapi ia menjadi aktivis Islam dan menjadi
syahidah. Saudara yang kedua: Aminah, ia juga aktivis Islam
72Arsyad Sobby Kesuma. Re-Interpretasi Pemikiran Ukhuwwah Sayyid Qutb.
Miqot Vol. XLII No. 1 Januari-Juni 2018. hlm 84
73Sayyid Quṭb, Tafsīr Fi Ẓhilalil Qur‟an: Di Bawah Naungan Al-Qur‟an Jilid
1, Terj. As‟ad Yasin dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm. 406
74Ibid. hlm. 407
56
dan juga aktif menulis buku-buku sastra, ada dua buku yang
diterbitkannya yaitu: Fi Tayyar Al-Hayah (dalam arus
kehidupan ) dan Fith-Thariq (di jalan). Aminah menikah
dengan Sayyid Muhammad Kamaluddin as-Sanuari pada
tahun 1973, suaminya meninggal sebagai syahid di penjara
pada 8 November 1981. Ketiga, Hamidah. Hamidah adalah
adik perempuan Qutb yang bungsu. Ia juga seorang penulis
buku. Ia menulis buku bersama saudara-saudaranya dengan
judul Al-Athyaf Al-Arba‟ah. Keaktifannya dalam pergerakan
Islam, membuat dirinya divonis hukuman penjara 10 tahun
dan dijalaninya selama enam tahun empat bulan. Setelah kelar
dari penjara, ia menikah dengan Dr. Hamdi Mas‟ud. Keempat,
Muhammad Qutb. Ia adalah adik Sayyid Qutb yang selisih
umurnya 13 tahun. Ia mengikuti jejak Sayyid Qutb menjadi
aktivis pergerakan Islam dan penulis masalah Islam dalam
berbagai aspeknya, lebih dari 12 buku telah ditulisnya75
.
Ayahnya bernama Ibrahim Husain Shadzili, ia termasuk
anggota Al-Hizb Al-Wathani (Partai Nasionalis) Musthafa
Kamil sekaligus pengelola majalah al-Liwa`, salah satu
majalah yang berkembang pada saat itu. Qutb muda adalah
seorang yang sangat pandai. Konon, pada usianya yang relatif
muda, dia telah berhasil menghafal al-Quran diluar kepala
75Shalah Abdul Fatah Al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir fī Zhilal
Qur‟an Sayyid Quthb, (Solo: Era Intermedia, 2001), hlm, 23
57
pada umurnya yang ke-10 tahun. Pendidikan dasarnya dia
peroleh dari sekolah pemerintah selain yang dia dapatkan dari
sekolah Kuttâb atau sekolah agama di desanya (TPA).76
Pada tahun 1918 M, dia berhasil menamatkan pendidikan
dasarnya. Pada tahun 1921 Sayyid Qutb berangkat ke Kairo
untuk melanjutkan pendidikannya di Madrasah Tsanawiyah.
Pada masa mudanya, ia pindah ke Helwan untuk tinggal
bersama pamannya, Ahmad Husain Ustman yang merupakan
seorang jurnalis. Pada tahun 1925 M, ia masuk ke Institusi
Diklat Keguruan, dan lulus tiga tahun kemudian. Lalu ia
melanjutkan jenjang perguruannya di Universitas Dar al-
„Ulum hingga memperoleh Gelar Sarjana (Lc) dalam bidang
sastra sekaligus diploma pendidikan pada tahun 1928 M.77
Dalam kesehariannya, ia bekerja sebagai tenaga pengajar
di Universitas tersebut. Selain itu, ia juga diangkat sebagai
pengawas pada Kementerian Pendidikan dan Pengajaran
Mesir, hingga akhirnya ia menjabat sebagai inspektur. Sayyid
Qutb bekerja dalam kementerian tersebut hanya beberapa
tahun saja. Beliau kemudian mengundurkan diri setelah
melihat adanya ketidak cocokan terhadap kebijakan yang
diambil oleh pemerintah dalam bidang pendidikan karena
terlalu tunduk kepada pemerintah Inggris. Pada waktu bekerja
76Ibid. hlm. 37
77
Ibid. hlm. 38
58
dalam pendidikan tersebut, beliau mendapatkan kesempatan
belajar ke U.S.A untuk kuliah di Wilson‟s Teacher College
dan Stanford University dan berhasil memperoleh gelar M.A
di bidang pendidikan. Beliau tinggal di Amerika selama dua
setengah tahun, dan hilir mudik antara Washington dan
California. Melalui pengamatan langsung terhadap peradaban
dan kebudayaan yang berkembang di Amerika, Sayyid Qutb
melihat bahwa sekalipun Barat telah berhasil meraih
kemajuan pesat dalam bidang sains dan teknologi, namun
sesungguhnya ia merupakan peradaban yang rapuh karena
kosong dari nilai-nilai spiritual.78
Dari pengalaman yang diperoleh selama belajar di Barat
inilah yang kemudian memunculkan paradigma baru dalam
pemikiran Sayyid Qutb atau bisa juga dikatakan sebagai titik
tolak kerangka berfikir sang pembaharu masa depan.
Sepulangnya dari belajar di negeri Barat, Sayyid Qutb
langsung bergabung dalam keanggotaan gerakan Ikhwân al-
Muslimîn yang dipelopori oleh Hasan al-Banna. Dan dia juga
banyak menulis secara terang-terangan tentang masalah
keislaman.79
78Nuim Hidayat, Sayyid Qutb Biografi dan Kejernihan Pemikirannya (Jakarta:
Gema Insani, 2005). hlm. 40
79Ibid, hlm. 41
59
Dari organisasi inilah beliau lantas banyak menyerap
pemikiran-pemikiran Hasan al-Banna dan Abu al-A‟la al-
Maududi. Ikhwan al-Muslimin sebagai satu gerakan yang
bertujuan untuk mewujudkan kembali syari‟at politik Islam
dan juga merupakan medan yang luas untuk menjalankan
Syariat Islam yang menyeluruh. Selain itu, dia juga meyakini
bahwa gerakan ini adalah gerakan yang tidak tertandingi
dalam hal kesanggupannya menghadang zionisme, salibisme
dan kolonialisme80
Sepanjang hayatnya, Sayyid Qutb telah menghasilkan
lebih dari dua puluh buah karya dalam berbagai bidang.
Penulisan buku-bukunya juga sangat berhubungan erat dengan
perjalanan hidupnya. Sebagai contoh, pada era sebelum tahun
1940-an, beliau banyak menulis buku-buku sastra yang hampa
akan unsur-unsur agama. Hal ini terlihat pada karyanya yang
berjudul “Muhimmat al-Syi‟r fi alHayah” pada tahun 1933
dan “Naqd Mustaqbal al-Tsaqafah fî Misr” pada tahun 1939.
Pada tahun 1940-an, Sayyid Qutb mulai menerapkan unsur-
unsur agama di dalam karyanya. Hal itu terlihat pada karya
beliau selanjutnya yang berjudul “al-Tashwir al-Fanni fi al-
Qur‟an” (1945) dan “Masyahid al-Qiyamah fi al-Qur‟an”81
.
80Ibid, hlm. vii
81
Sayyid Quṭb, Tafsīr Fi Ẓhilalil Qur‟an: Di Bawah Naungan Al-Qur‟an Jilid
1, hlm.407
60
Pada tahun 1950-an, Sayyid Qutb mulai membicarakan
soal keadilan, kemasyarakatan dan fikrah Islam yang suci
menelusuri „al-Adalah al-Ijtima‟iyyah fi al-Islam dan
„Ma‟rakah al-Islam wa ar-Ra‟s al-Maliyyah‟. Selain itu,
beliau turut menghasilkan “Fî Zhilali al-Qur‟an‟” dan
“Dirasat Islamiyyah”. Semasa dalam penjara, yaitu mulai dari
tahun 1954 hingga 1966, Sayyid Qutb masih terus
menghasilkan karyakaryanya. Di antara buku-buku yang
berhasil ia tulis dalam penjara adalah “Hadza al-Din”, “al-
Mustaqbal li Hadza al-Din”, “Khasha`is al-Tashawwur al-
Islami wa Muqawwamatuhu‟ al-Islam wa Musykilah al-
Hadharah” dan “Fi Zhilalil Qur‟an‟.82
Pada tahun 1965, Sayyid Qutb divonis hukuman mati atas
tuduhan perencanaan menggulingkan pemerintahan Gamal
Abdul Nasher. Menurut sebuah sumber, sebelum dilakukan
eksekusi, Gamal Abdul Nasher pernah meminta Sayyid Qutb
untuk meminta maaf atas tindakan yang hendak dilakukannya,
namun permintaan tersebut ditolak oleh Sayyid Qutb83
2. Karya-karya Sayyid Qutb
Dalam beberapa literatur biografi tokoh-tokoh Islam.
Sayyid Qutb adalah salah seorang yang aktif berjuang dengan
82
Shalah Abdul Fatah Al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir fī Dzilal
Qur‟an Sayyid Quthb,hlm. 57
83Ibid, hlm. 36
61
tulisan. Karya-karyanya selain beredar di negara-negara
Islam, juga beredar di kawasan Eropa, Afrika, Asia dan
Amerika. Ia menulis lebih dari 20 buku yang diterjemahkan
dalam berbagai bahasa di dunia. Di antara bukunya adalah84
1. Al-Taswir Al-Fanny Fi Al-Qur‟an, Kairo, Dar Al-Maarif,
1945. Buku ini mengupas tentang seni terutama dalam
etika penggambaran dalam Al-Qur‟an.
2. Muhimmat Al-Sya‟ir Fi Al-Hayat, Cairo, Lajnatu Al-Nashr
Li AlJami‟iyyin, tt. Buku ini menjelaskan tentang urgensi
penyair dalam kehidupan berdasarkan syariat Islam.
3. Thifl Min Al-Qaryah, Cairo: Lajnatu Al-Nashr Li Al-
Jami‟iyyin, 1946. Buku ini menjelaskan cerita anak desa,
beberapa pandangan bahwa buku ini merupakan refleksi
dari biografi Sayyid Qutb.
4. Al-Asywak, Cairo: Dar Sa‟ad Mishr Bi Al-Fuja‟ah, 1947.
Secara inti penulis belum mendapatkan dan membaca
kitab ini namun bila diartikan secara etimologi kata al-
asywak berarti duri-duri.
5. Musyaahidat Al-Qiyamah Fi Al-Qur‟an, Cairo: Dar Al-
Maarif, 1947. Dalam buku ini menjelaskan hari kiamat
menurut Al-Qur‟an.
84Nuim Hidayat, Sayyid Quthb Biografi dan Kejernihan Pemikirannya, hlm. 22
62
6. Fi Zhilali Al-Quran, Cairo: Dar Ihya Kutub Al-
„Arabiyyah, 1986.
7. Al-Salam Al-Alamy Wa Al-Islam, Cairo: Dar Al-Kitab Al-
Arabi, 1951. Buku ini menjelaskan bagaimana membentuk
dunia yang damai melalui jalan syariat Islam.
8. Al-Mustaqbal Li Hadza Al-Diin, Cairo: Maktabah
Alwahbah, tt. Buku ini berintikan gagasan dan pandangan
menyongsong masa depan dengan syariat Islam.
9. Al-„Adalah Al-Ijtima‟iyyah Fi Al-Islam, Cairo: Dar
Alkitab Al„Arabi, Dar Al-Maarif, 1948. buku pertama
Sayyid Qutb dalam hal pemikiran Islam. Inti dari buku ini
adalah membedakan antara pemikiran sosialis dengan
pemikiran Islam, bagaimana keadilan dalam perspektif
sosialis dan Islam berdasarkan syari‟at.
10. Hadza Ad-Din (inilah agama), Kairo, Dar Al-Qalam,
1955. kumpulan berbagai macam artikel yang dihimpun
oleh Muhibbudin al-khatib, terbit 1953. buku ini
menjelaskan secara rinci hakikat agama Islam
11. Dirasah Al-Islamiyyah, Kairo: Maktabah Lajnah Syabab
AlMuslim, 1953, buku ini menjelaskan lebih spesifik
terhadap agama Islam.
12. Al-Islam Wa Muskilah Al-Hadharah, Dar Ihya Al-Kutub
Al„Arabiyyah, 1960/1962. Buku ini menerangkan
bagaimana problematika kebudayaan yang semakin
63
kedepan semakin kompleks dan bagaimana peran Islam
dalam memandang problematika tersebut.
13. Khasaisu Tashawuri Al-Islami Wa Muqawwamatuhu (ciri
dan nilai visi Islam), buku dia yang mendalam yang
dikhususkan untuk membicarakan karakteristik akidah dan
unsur-unsur dasarnya. Dar Ihya Al-Kutub Al-„Arabiyyah,
1960/1962. Buku ini menjelaskan tifologi konsep-konsep
islam dalam ekonomi, sosial, politik dan budaya.
14. Ma‟alim Fi Al-Thariq, Cairo: Maktabah Al-Wahbah,
1964, buku ini berintikan petunjuk-petunjuk jalan menuju
Islam Kaffah.
15. Ma‟rakatuna Ma‟a Al-Yahudi, Beirut: Dar Al-Syuruq,
1978, inti dalam wacananya adalah gerakan Islam
terhadap kelompok Yahudi.
16. Nahwa Mujtama‟ Al-Islamiy, Cairo: Maktabah Al-
Wahbah, 1966. Buku ini berisi pembentukan masyarakat
Islam.
17. Fit-Tariikh, Fikrah Wa Manaahij (teori dan metode
dalam sejarah).
18. Ma‟rakah Al-Islaam War-Ra‟sumaaliyah (perbeturan
Islam dan kapitalisme).
19. An-Naqd Al-Adabii Usuuluhu Wa Maanaahijuhu (kritik
sastra, prinsip, dasar dan metode-metode).
64
20. As-Syathi‟ Al-Majhul, kumpulan sajak Qutb satu-satunya,
terbit februari 1935.
21. Nadq Kitab “Mustaqbal Ats-Tsaqafah Di Mishr” Li Ad-
Duktur Thaha Husain, terbit tahun 1939.
22. Al-Athyaf Al-Arba‟ah, ditulis bersama saudara-
saudaranya: Aminah, Hamidah, Muhammad. Terbit tahun
1945.
23. Al-Madinah Al-Manshurah, Sebuah kisah khayalan
semisal kitab seribu satu malam, terbit tahun 1946.
24. Kutub Wa Syakhshiyat, sebuah studi Qutb terhadap karya-
karya pengarang lain terbit tahun 1946.
25. Raudhatut Thifl, ditulis bersama Aminah As-Sa‟id dan
Yusuf Murad, terbit dua episode.
26. Al-Qashash Ad-Diniy, ditulis bersama Abdul Hamid
Jaudah As-Sahhar.
27. Al-Jadid Fil Al-Lughah Al-Arabiyah, bersama penulis
lain.
28. Al-Jadid Fil Al-Mahfuzhat, ditulis dengan penulis lain.
Sedangkan studi yang bersifat ke Islaman, harokah yang
matang yang menyebabkan ia di eksekusi (dalam penjara)
adalah:85
1. Ma‟alim Fi Al-Thariq.
85
Ibid, hlm. 24
65
2. Fi Zhilal As-Sirah.
3. Muqawwimat At-Tashawwur Al-Islam.
4. Fi Maukib Al-Iman.
5. Hadza Al-Quran.
Buku pertama Qutb yang berbicara tentang Islam adalah
At-Tashwir al fanni fil Quran. Di dalam buku ini ia
menuliskan tentang karakteristik-karakteristik umum
mengenai keindahan artistik dalam Al-Quran. Sayyid
mendefinisikan ilustrasi artistik (At-Tashwir Al-Fanni)
sebagai berikut: “Ia adalah sebuah instrumen terpilih dalam
gaya Al-Qur‟an yang memberikan ungkapan dengan suatu
gambaran yang dapat dirasakan dan khayalkan mengenai
konsep akal pikiran, kondisi kejiwaan, peristiwa nyata,
adegan yang dapat ditonton, tipe manusia dan juga tabiat
manusia. Kemudian ia meningkat dengan gambaran yang
dilukiskan itu untuk memberikan kehidupan yang menjelma
atau aktivitas yang progresif. Dengan demikian konsepsi akal
pikiran itu muncul dalam sebuah format atau gerak. Kondisi
kejiwaan tiba-tiba menjadi sebuah pertunjukan. Model atau
tipe manusia tiba-tiba menjadi sesuatu yang menjelma dan
hidup dan tabiat manusia seketika menjadi dapat berbentuk
dan terlihat nyata. Berbagai adegan, kisah, dan perspektif
ditampilkan dalam sebuah wujud yang muncul. Di dalamnya
66
terdapat kehidupan dan juga gerak. Jika ditambahkan lagi
dengan sebuah dialog, maka menjadi lengkaplah semua
unsur-unsur imajinasi itu.86
B. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an
1. Sejarah Penulisan
Kondisi Mesir tatkala itu sedang porak poranda ketika
Sayyid Qutb telah kembali dari perhelatannya menempuh
ilmu di negeri Barat. Saat itu, Mesir sedang mengalami krisis
politik yang mengakibatkan terjadinya kudeta militer pada
bulan juli 1952. Pada saat itulah, Sayyid Qutb menulis dan
mengembangkan pemikiranya yang lebih mengedepankan
tehadap kritik sosial politik. Oleh karenanya, tak heran
memang jika melihat upaya-upaya yang diakukan Sayyid
Qutb dalam tafsirnya lebih cenderung mengangkat term sosial
kemasyarakatan. Salah satu karya terbesar beliau yang sangat
terkenal adalah tafsir yang diberi nama Tafsir Fi Zhilialil
Qur‟an. Dalam tafsir ini lebih cenderung membahas tentang
logika negara Islam sebagaimana yang didengungkan oleh
pengikut Ikhwanul al-Muslimin lainnya seperti halnya Abu
A‟lal Maududi.87
86
Ibid. hlm. 25
87Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zilalil Qur‟an, terj. Asad Yasin dkk (Jakarta: Gema
Insani Press, 2003) jilid III, hlm 407.
67
Secara singkatnya, sebenarnya Sayyid Qutb memulai
menulis tafsirnya atas permintaan rekannya yang bernama Dr.
Said Ramadhan yang merupakan redaksi majalah al-Muslimin
yang ia terbitkan di Kairo dan Damaskus. Dia meminta
Sayyid Qutb untuk mengisi rubrik khusus mengenai
penafsiran al-Qur‟an yang akan diterbitkan satu kali dalam
sebulan. Sayyid Qutb menyambut baik permintaan rekannya
tersebut dan mengisi rubrik tersebut yang kemudian diberi
nama Fi Zhilali Qur‟an. Adapun mengenai tulisan yang
pertama yang dimuat adalah penafsiran surat al-Fatihah lantas
dilanjutkan dengan surat al-Baqarah. Namun hanya beberapa
edisi daja tulisan itu berlangsung yang kemudian Sayyid Qutb
berinisiatif menghentikan kepenulisan itu dengan maksud
hendak menyusun satu kitab tafsir sendiri. Karya beliau lantas
diterbitkan al-Babi al-Halabi. Akan tetapi kepenulisan tidak
berlangsung secara 30 juz. Setiap juz kitab terbit dalam dua
bulan sekali dan ada yang kurang dalam dua blan, dan sisa-
sisa juz beliau selesaikan ketika berada dalam tahanan.88
2. Metode Penafsiran
Sayyid Quthb menggunakan metode tahlili, suatu metode
tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-
88Bahnasawi, K. Salim, Butiran-Butiran Pemikiran Sayyid Qutb, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2003), hlm, 121
68
Qur‟an dan seluruh aspeknya. Mufassir mengikuti susunan
ayat sesuai mushaf (tartib mushhafi), mengemukakan arti
kosakata, penjelasan arti global ayat, mengemukakan
munasabah dan membahas sabab an-Nuzul, disertai Sunnah
Rasul, pendapat sahabat, tabi‟i dan pendapat penafsir itu
sendiri dengan diwarnai oleh latarbelakang pendidikannya,
dan sering pula bercampur baur dengan pembahasan
Seungguhnya metode beliau merupakan buah dari
semangatnya untuk memasuki alam al-Qur‟an tanpa berbagai
ketentuan pemikiran sebelumnya danjuga dari keyakinannya
kekayaan al-Qur‟an serta banyaknya makna dan inspirasinya.
Metodenya berdiri atas dua tahap89
1. Ia mengambil dari al-Qur‟an saja, sama sekali tidak ada
peran bagi rujukan, referensi dan sumber-sumber lain. Ini
adalah tahap dasar,utama dan langsung. Tahap ini
tersimpulkan dalam pembacaannya terhadap surat-surat
al-Qur‟an seacara utuh beberapa kali, kekadang
pembacaan ini diulangi lagi sambil dicermati dari hari ke
hari, hingga akhirnya memperoleh petunjuk tentang tema
utama dan poros umum yang sub-sub tema lain
seluruhnya berkisar padanya, hingga apabila ia
menemukan jalan untuk itu dan mendapatkan pencerahan
89Shalah Abdul Fatah Al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir fī Dzilal
Qur‟an Sayyid Quthb, hlm. 176
69
dari Allah, mulailah ia konsentrasi untuk menafsirkannya
dengan waktu yang seminimal mungkin. Seandainya
mungkin dilakukan dalam satu tempat saja, tentu akan ia
lakukan.
2. Sifatnya sekunder serta penyempurnaan bagi tahap
pertama, dengan cara melengkapi kekurangan, meluruskan
kekeliruan,mengemukakan pendapat- pendapat atau
mengutip bebearapa pemikiran. Tahapan ini bersandar
kepada sumber dan referensi secara mendasar. Sebab ia
berdiri di atas perhatian terhadap kitab- kitab tafsir untuk
mengetahui asbabun nuzul, atau menjelaskan sesuatu
masalah fikih atau mengambil bukti dengan hadis atau
riwayat yang sahih tentang penafsiran ayat. Kembalinya
Sayyid Qutb kepada rujukan- rujukan dan sumber-sumber
pada tahap kedua ini menunjukkan bahwa perkataannya
dalam Zhilal bukanlah perkataan sastera sentimental yang
tidak berisi ilmu seperti yangditunjukkan oleh karakter
Zhilal, dan juga bukan sekadar karangan atau gagasan-
gagasan saja.Hal ini juga menunjukkan terpenuhinya
syarat keilmiahan dan metodologi dalam melakukan
kajian terhadap dirinya serta semangat beliau untuk
berkomitmen dengannya.Tafsir Zhilal berdiri atas
keilmiahan dan metodologi ini.Ia selalu tunduk kepada
70
syarat- syarat yang dituntut dalam suatu studi ilmiah.
Dalam Zhilal, ia selalu berusaha untuk kembali kepada
referensi dan mengambil sumber. Pengambilan sumber ini
memiliki dua bentuk.90
a. Mengambil pemikiran- pemikiran secara umum, atau
petunjuk petunjuk dan ketentuan- ketentuan dan tidak
mengutip perkataan tertentu. Halini cukup dengan
menunjukkan referensi kepada pembaca.
b. Mengambil perkataan untuk dijadikan argumentasi,
atau bukti,atau gambaran, atau penjelas, kemudian
dikutipnya dengan seringkali denganmenggunakan
tanda kutip, dan terkadang dengan menunjukkan
rujukan danhalamannya pada catatan kaki. Pengutipan
yang dilakukan olehnya ini jelasmemenuhi kriteria
metodologi ilmiah.
3. Sistematika Fi Zhilalil Qur‟an
Sistematika yang ditempuh Sayyid Qutb dalam tafsirnya,
yaitu menafsirkan seluruh ayat-ayat al-Qur‟an sesuai
susunannya dalam mushaf al-Qur‟an, ayat demi ayat dan surat
demi surat, dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri
dengan surat an-Nas, maka secara sistematika tafsir ini
menempuh tartib mushhafi.
90Ibid. hlm. 177
71
Mengawali penafsirannya, Sayyid Qutb meyajikan
sekolompok ayat yang berurutan, yang dianggap berkaitan
dan berhubungan dalam tema kecil. Cara ini tergolong model
baru pada masa itu. Pada masa sebelumnya atau semasa
dengannya, para mufassir kebanyakan menafsirkan kata per
kata atau kalimat per kalimat
Penafsiran perkelompok ayat ini membawa pemahaman
pada adanya munasabah ayat dalam setiap kelompok ayat itu
dalam tartib mushhafi. Dengan begini akan diketahui adanya
keintegralan pembahasan al-Qur‟an dalam satu tema kecil
yang dihasilkan kelompok ayat yang mengandung munasabah
antara ayat-ayat al-Qur‟an serta yang paling penting adalah
terhindar dari penafsiran secara parsial yang bisa keluar dari
maksud nash. Dari cara tersebut, menunjukkan adanya
pemahaman lebih utuh yang dimiliki Sayyid Qutb dalam
memahami adanya munasabah dalam urutan ayat, selain
munasabah antara ayat (tafsir al-Qur‟an bi al-Qur‟an) yang
telah banyak diakui kelebihannya oleh para peneliti91
Kitab tersebut merupakan sebuah tafsir sempurna tentang
kehidupan dibawah sinar qur‟an dan petunjuk Islam.
Pengarangnya hidup dibawah naungan Qur‟an yang bijaksana
sebagaimana dapat dipahami dari penamaan terhadap
91Shalah Abdul Fatah Al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir fī Zhilalil
Qur‟an Sayyid Quthb, hlm. 178.
72
kitabnya. Ia meresapi keindahan al-Qur‟an dan mampu
mengungkapkan perasaannya dengan jujur sehingga sampai
pada kesimpulan bahwa umat manusia dewasa ini sedang
berada dalam kesengsaraan yang disebabkan oleh berbagai
paham dan aliran yang merusak dan pertarungan berdarah
yang tiada hentinya. Bagi situasi seperti ini, tiada jalan
keselamatan selain dengan Islam92
92Ali Mufron. Pengantar Ilmu Tafsir dan Al-Qur‟an. (Yogyakarta: Aura
Pustaka, 2014) hlm, 332
73
BAB IV
PENAFSIRAN NUSYUZ DALAM TAFSIR FI ZHILALIL QUR’AN
KARYA SAYYID QUTB
Pada bab terdahulu penulis sudah mengemukakan nusyuz secara
umum menurut para mufasir dan ciri-ciri istri atau suami yang melakukan
nusyuz . Kemudian pada bab ini penulis akan memaparkan nusyuz
menurut Sayyid Qutb dalam tafsirnya Fi Zhilalil Qur‟an yang kemudian
dianalisa menggunakan perspektif gender.
A. Nusyuz Istri Terhadap Suami dalam Kitab Tafsir Fi Zhilalil
Qur’an
Allah swt. berfirman dalam surat an-Nisa‟ ayat 34
74
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita,
oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-
laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab
itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah
telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu
khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya
Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. An-Nisa‟, 4 : 34)93
1. Asbabun Nuzul QS An-Nisa‟/4: 34
Menurut riwayat Muqatil, QS An-Nisa‟/4: 34 turun atas
sepasang suami-istri dari kaum Ansar, yaitu Sa‟d bin al-Rabi‟
dan istrinya, Habibah bint Zaid bin Abi Zuhair. Ia
mengungkapkan bahwa Habibah bint Zaid berbuat nusyuz
terhadap Sa‟d bin al-Rabi‟, hingga Sa‟d bin al-Rabi‟
menamparnya. Karena tidak terima dengan perlakuan
suaminya tersebut, Habibah bint Zaid bersama bapaknya
mendatangi Nabi saw. dan melaporkan hal tersebut. Maka
Nabi saw. bersabda, “Hendaknya mengambil qisas
terhadapnya” Mendengar hal itu, Habibah bint Zaid dan
bapaknya hendak pergi dan melaksanakan hal tersebut, namun
Nabi saw. kemudian menahan mereka dengan berkata,
93Al-Qur‟an. hlm. 84
75
“Kembalilah! Ini Jibril „as. mendatangiku dan Allah swt.
menurunkan ayat ini (QS an-Nisa‟/4: 34)”. Lalu Rasulullah
saw. bersabda, “Kita menghendaki suatu perkara dan Allah
menghendaki suatu perkara pula. Dan apa yang dikehendaki
Allah lah yang baik.”94
Riwayat Sa‟id bin Muhammad bin Ahmad az-Zahid
memberitahu kami, Ia berkata, Zahir bin Ahmad memberitahu
kami, Ia berkata, Ahmad bin al-Husain bin al-Junaid
memberitahu kami, Ia berkata, Ziad bin Ayyub memberitahu
kami, ia berkata Husyaim memberitahu kami, Ia berkata.
Yunus memeberitahu kami, dari al-Hasan, bahwa pernah ada
seorang laki-laki menampar istrinya. Lalu sang istri
mengadukannya kepada Nabi saw. ia datang menghadap nabi
ditemani keluarganya. Mereka berkata: wahai Rasulullah saw.
sesungguhnya si fulan menampar perempuan, istrinya ini.”
Rasulullah saw. bersabda: qisas, qisas belum sampai hukuman
balas itu dilaksanakan turunlah Q.S. an-Nisa‟ ayat 34.
“Riwayat lain dari Abu Bakr al-Harisi telah memberitakan
kepada kami, ia berkata: Abu al-Syaikh al-Hafiz telah
memberitakan kepada kami, ia berkata: Abu Yahya al-Razi
telah menceritakan kepada kami, ia berkata: Sahl al-„Askiri
telah menceritakan kepada kami, ia berkata: „Ali bin Hasyim
94Al-Wahidi An-Nisaburi, Asbaabun Nuzul: Sebab-Sebab Turunnya Ayat-Ayat
Al-Qur‟an, Terj. (Surabaya: Amelia, 2014), hlm, 230
76
telah menceritakan kepada kami, dari Isma‟il, dari al-Hasan,
ia berkata: Ketika ayat qisas turun pada umat muslim, seorang
suami menampar istrinya. Maka istri tersebut melapor kepada
Nabi saw. Ia berkata: Sesungguhnya suamiku telah
menamparku, maka (bisakah berlaku) qisas. Nabi saw.
bersabda: al- qisas.95
Maka Allah swt. menurunkan ayat “kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh
karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki)
atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
sebab itu Maka perempuan yang saleh, ialah yang taat kepada
Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh
karena Allah telah memelihara (mereka). perempuan-
perempuan yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur
mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka
mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi
Maha besar”, Maka Nabi saw. bersabda: “Kita menghendaki
suatu urusan, tetapi Allah menolaknya kecuali dengan urusan
lain. Genggamlah wahai lelaki dengan tangan istrimu”96
95Al-Wahidi An-Nisaburi, Asbaabun Nuzul: Sebab-Sebab Turunnya Ayat-Ayat
Al-Qur‟an, hlm, 231
96Ibid, hlm, 232
77
2. Hakikat nusyuz istri
Bahwa ayat 34 masih berhubungan dengan ayat
sebelumnya yakni ayat 32-33. Q.S an-Nisa‟ ayat 32
disebutkan
Dari tafsirannya Sayyid Qutb dapat diambil pengertian
bahwa manusia baik laki-laki maupun perempuan janganlah
berangan-angan dan iri dengan keistimewaan yang telah
Allah berikan. Karena setiap orang memiliki fungsi dan
peranan masing-masing dalam masyarakat97
. Kemudian
dalam ayat 33 disebutkan
97Sayyid Quṭb, Tafsīr Fi Ẓhilalil Qur‟an: Di Bawah Naungan Al-Qur‟an Jilid
1, Terj. As‟ad Yasin dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm.350
78
Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang
ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan
pewaris-pewarisnya. dan (jika ada) orang-orang yang kamu
telah bersumpah setia dengan mereka, Maka berilah kepada
mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala
sesuatu.98
Allah telah menetapkan bagian-bagian warisan yang
ditinggalkan oleh kedua orang tua antara laki-laki dan
perempuan, serta adanya perbedaan antara laki-laki dan
perempuan dalam pembagian warisan tersebut. Dalam
kehidupan bermasyarakat, setiap kelompok dalam bentuk
apapun harus memiliki seorang pemimpin. Begitu adanya
dalam kehidupan rumah tangga.
Pada awal ayat ini telah dijelaskan keutamaan seorang
laki-laki yang telah diberikan oleh Allah SWT. yakni sebagai
qawwam yaitu pemimpin bagi perempuan. Karena laki-laki
98Al-Qur‟an. hlm. 83
79
memiliki kelebihan dari perempuan baik dalam hal akal atau
ilmu pengetahuan, wilayah atau kekuasaan dan lain-lain. Posisi
laki-laki/suami sebagai pemimpin tidak boleh dijadikan
indikator bahwa laki-laki/suami berhak mengatur atau bahkan
berlaku sewenang-wenang terhadap istri, karena hal tersebut
sangat bertentangan dengan nilai Islam sebagai rahmah li al-
„alamin.
Pada hakikatnya, kepemimpinan yang dimaksud dalam
ayat tersebut tidak lain adalah bentuk tanggung jawab suami
terhadap istri seperti bentuk penjagaan, kasih sayang dan
pemenuhan kebutuhan. Adanya kepemimpinan seorang suami
karena seorang suami atau laki-laki memiliki psikis dan fisik
yang lebih kuat dari perempuan dan suami telah mencari
nafkah atau menafkahkan sebagian hartanya untuk istri dan
anak-anaknya.
Sebagai pemimpin dalam rumah tangga, seorang suami
memiliki beberapa hak layaknya hak seorang pemimpin dalam
suatu kelompok masyarakat. Sebagaimana dipaparkan
sebelumnya, hak suami atas istri antara lain: taat kepada suami
(kecuali dalam kemaksiatan), berperilaku baik dan sopan
kepada suami, melayani suami dengan menyediakan segala
keperluannya, memelihara kehormatan suami, menjaga harta
suami, menuntun atau mendukung suami ke jalan yang benar,
80
setia kepada suami, dan bersikap baik terhadap keluarga dan
kerabat suami.
Oleh karena itu dapat disimpulkan tiga kewajiban yang
harus dilakukan seorang istri antara lain:
1. Seorang perempuan yang sholihah adalah perempuan yang
taat kepada Allah dan suaminya. Taat disini berarti tidak
taat dalam hal kemaksiatan dan bertentangan dengan
perintah Allah,
2. Melayani suami dengan baik dengan cara menyiapkan
seluruh kebutuhan suami
3. Bersikap baik terhadap suami, tidak menyebarkan aib
suami, menjaga nama baiknya dan nama baik keluarganya.
Sebagaimana yang disebutkan dalam kitab tafsir Fi
Zhilalil Qur‟an seorang istri yang salihah adalah
perempuan yang „qanitat yaitu istri yang taat kepada Allah
dan suami dengan memenuhi hak-hak suami, dan istri
yang hafizat‟ yaitu istri yang memelihara dirinya dengan
tidak memasukkan orang lain tanpa izin suaminya serta
keluar rumah tanpa izin dari suaminya serta menjaga harta
suaminya ketika suaminya tidak dirumah karena Allah
telah memelihara mereka.
Dalam tafsir Fi Zhilalil Qur‟an diterangkan:
81
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya”99
Sayyid Qutb memaknai kata nusyuz dengan
“kedurhakaan”. Yakni perilaku jelek atau buruk atau
pembangkangan (bersikap tinggi) terhadap hak-hak yang telah
diberikan Allah yang dilakukan seorang istri kepada suaminya
dimana suaminya adalah sebagai seorang qawwam atau
pemimpin dalam rumah tangga dengan tidak menaati, tidak
melayani dan tidak bersikap baik.100
Dari penafsiran diatas dapat disimpulkan bahwa, pada
hakikatnya perempuan yang dikategorikan berperilaku nusyuz
yang disebutkan oleh Sayyid Qutb adalah perempuan yang
tidak menaati suami, tidak menjaga harta dari suaminya
dengan baik ketika suaminya sedang tidak ada dirumah dan
tidak melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri. Pada
zaman sekarang ini diantara sekian banyak istri terkadang
masih ada fenomena istri durhaka yakni banyak yang menyia-
nyiakan waktu, melakukan apa saja yang dikehendakinya
sesuai dengan hawa nafsunya tanpa rasa malu dan takut pada
Allah.
Pada zaman sekarang ada istri yang kurang
memperhatikan adab dan sopan santunnya terhadap suaminya,
99Sayyid Qutb, Tafsīr Fi Ẓhilalil Qur‟an: Di Bawah Naungan Al-Qur‟an Jilid I,
Terj. As‟ad Yasin dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2001),hlm 358
100Ibid. hlm. 357
82
tidak mengenal kedudukannya sebagai pemimpin dalam rumah
tangga dan apabila ada sesuatu yang tidak menyenangkan dari
suaminya Ia langsung saja melupakan segala kebaikan yang
pernah dilakukan suaminya.
Ada banyak hal yang dikategorikan sebagai kedurhakaan
istri yang kerap kali dilakukan seorang istri padahal suaminya
telah bersikap baik kepadanya, seperti banyak mencela dan
mengingkari kebaikan suami, melontarkan kata-kata yang jelek
kepada suaminya dan lainnya. Hal inilah yang dapat
menjadikan seorang istri dikategorikan sebagai istri yang
nusyuz .
B. Nusyuz Suami Terhadap Istri dalam Kitab Tafsir Fi Zhilalil
Qur’an
Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap
tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya
mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan
perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu
menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu
83
secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak
acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan. (Q.S. An-Nisa‟, 4 : 128).
1. Asbabun Nuzul QS An-Nisa‟/4: 128
Telah menceritakan kepada kami Muhamamad telah
mengabarkan kepada kami 'Abdullah telah mengabarkan
kepada kami Hisyam bin 'Urwah dari bapaknya dari 'Aisyah
radliallahu 'anha tentang ayat ini QS An-Nisaa: 128: "Apabila
seorang isteri takut suaminya akan berbuat nusyuz (tidak mau
menggaulinya) atau berlaku kasar terhadapnya"), dia ('Aisyah
radliallahu 'anha) berkata: "Yaitu jika seorang suami yang
memiliki isteri namun dia tidak lagi mencintai dan
menggaulinya serta berkehendak untuk menceraikanya lalu
isterinya berkata, "aku persilakan kamu meninggalkan aku
namun jangan ceraikan aku", maka turunlah ayat ini".
2. Hakikat Nusyuz Suami
Dalam QS an-Nisa‟/4: 128 juga masih berkaitan dengan ayat
sebelumnya yakni QS an-Nisa‟/4: 127 dan ayat sesudahnya
yakni QS an-Nisa‟/4: 129. Allah berfirman QS an-Nisa‟/4:
127
84
dan mereka minta fatwa kepadamu tentang Para wanita.
Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang
mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al-Qur‟an
(juga memfatwakan) tentang Para wanita yatim yang kamu
tidak memberikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk
mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka dan tentang
anak-anak yang masih dipandang lemah. dan (Allah
menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim
secara adil. dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan,
Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahuinya.101
Ayat ini menerangkan tentang adanya fatwa dari Allah
dan fatwa dari apa yang telah dibacakan dari kitab suci, yakni
ayat-ayat yang telah turun. Yakni tentang ketentuan berlaku
adil kepada para wanita dan anak-anak yang yatim. Harta-
harta anak yatim yang ada di tangan wali diserahkan dan
terjalin hubungan pernikahan, baik dengan perempuan-
perempuan yatim, maupun selain mereka. Allah melarang
menikahi anak yatim hanya karena ingin memliki hartanya,
begitu juga melarang anak yatim untuk menikah karena
khawatir hartanya tidak lagi bisa dimilikinya. Kemudian pada
101Al-Qur‟an. hlm. 98
85
ayat 128 Allah telah memberikan fatwa baru mengenai
masalah pernikahan.
C. Langkah Penyelesaian Nusyuz Istri dan Suami
1. Langkah penyelesaian nusyuz istri
Dalam Q.S An-Nisa‟ 4/34 dijelaskan:
Semua ini disyariatkan ketika timbul kekhawatiran
terhadap nusyuz sang istri, bagaikan tindakan preventiv yang
segera diambil untuk memperbaiki kejiwaan dan tatanan
kehidupan berumah tangga. Jadi ada tiga tahapan yang dapat
ditempuh dalam menyelesaikan nusyuz yang dilakukan oleh
istri.102
1. Suami memberi nasihat kepada istrinya. Inilah tindakan
pertama yang harus dilakukan oleh kepala rumah tangga
(suami), yaitu melakukan tindakan pendidikan, yang
memang senantiasa dituntut kepadanya dalam semua hal,
102Sayyid Qutb, Tafsīr Fi Ẓhilalil Qur‟an: Di Bawah Naungan Al-Qur‟an Jilid
II, Terj. As‟ad Yasin dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm 358
86
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia
dan batu. (At-Tahrim: 6)103
Akan tetapi, dalam kondisi khusus ini, ia harus
memberikan pengarahan tertentu untuk sasaran tertentu
pula. Yaitu, mengobati gejala-gejala nusyuz sebelum
menjadi genting dan berakibat fatal. Meskipun, adakalanya
nasihat tidak mempan karena hawa nafsunya lebih
dominan, memperturutkan perasaan, merasa lebih tinggi,
atau menyombongkan kecantikannya, kekayaannya, status
sosial keluarganya, atau kelebihan-kelebihan lain. Si istri
lupa bahwa dia adalah partner suami dalam organisasi
rumah tangganya, bukan lawan untuk bertengkar atau
sasaran kesombongan.
2. Tindakan yang menunjukkan kebesaran jiwa dari suami
terhadap apa yang dibanggakan oleh istri yang berupa
kecantikan, daya tarik, atau nilai apapun yang
dibanggabanggakannya untuk mengungguli suaminya.
“Dan, pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka”.104
Tempat tidur atau ranjang merupakan tempat untuk
melepaskan ransangan dan daya tarik, yang disini si istri
103Ibid,hlm, 358 QS At-Tahrim: 6
104
Sayyid Qutb, Tafsīr Fi Ẓhilalil Qur‟an: Di Bawah Naungan Al-Qur‟an Jilid
II, hlm, 358
87
yang nusyuz dan menyombongkan diri itu merasa berada di
puncak kekuasaannya. Apabila suami dapat menahan
keinginannya untuk bercumbu, melakukan hubungan
badan atau hal-hal manis lainnya terhadap ransangan ini,
maka gugurlah senjata utama wanita nusyuz yang sangat
dibangga-banggakannya tiu. Biasanya sang istri lantas
cenderung surut dan melunak di depan suami yang tegar
ini, di depan kekuatan khusus suami dalam mengendalikan
iradah dan kepribadiannya.
Tindakan membiarkan atau memisahkan diri dari
istri ditempat tidur tanpa ada aktivitas kemesraan harus
berdasarkan pendidikan tertentu dalam melakukannya,
yaitu pemisahan itu tidak dilakukan secara terang-terangan
di luar tempat suami istri biasa berduaan. Tidak melakukan
pemisahan di depan anak-anak, karena hal itu akan
menimbulkan dampak yang negatif bagi mereka. Tidak
pula dilakukan dengan pindah kepada orang lain, dengan
menghinakan si istri atau menjelek-jelekkan
kehormatannya dan harga dirinya, karena yang demikian
itu hanya akan menambah pertentangan. Tujuan pemisahan
diri itu adalah untuk mengobati nusyuz, bukan untuk
merendahkan istri dan merusak anak-anak.
88
3. Satu solusi yang lain untuk memecahkannya, walaupun
merupakan langkah atau tindakan yang lebih keras, tetapi
masih lebih ringan dan lebih kecil dampaknya
dibandingkan dengan kehancuran organisasi rumah tangga
itu sendiri gara-gara nusyuz.
“Serta, pukullah mereka”.105
Sejalan dengan maksud dan tujuan semua tindakan
di muka maka pemukulan yang dilakukan ini bukanlah
untuk menyakiti, menyiksa, dan memuaskan diri.
Pemukulan ini tidak boleh dilakukan dengan maksud untuk
menghinakan dan merendahkan. Juga tidak boleh
dilakukan dengan keras dan kasar untuk menundukkannya
kepada kehidupan yang tidak disukainya. Pemukulan yang
dilakukan haruslah dalam rangka mendidik, yang harus
disertai dengan rasa kasih sayang seorang pendidik,
sebagaimana yang dilakukan seorang ayah terhadap
anakanaknya dan yang dilakukan oleh guru terhadap
muridnya.
Sudah dimaklumi bahwa semua tindakan ini tidak
boleh dilakukan kalau kedua boleh pihak ini berada dalam
kondisi harmonis tetapi hanya boleh dilakukan untuk
menghadapi ancaman kerusakan keretakan.
105Sayyid Qutb, Tafsīr Fi Ẓhilalil Qur‟an: Di Bawah Naungan Al-Qur‟an Jilid
II, hlm, 358
89
Ketika nasehat sudah tidak berguna, ketika
pemisahan di tempat tidur juga tidak berguna, maka sudah
tentu penyimpangan ini sudah lain macamnya.
Tingkatannya juga sudah lain, yang tidak mempan
diselesaikan dengan cara-cara lain kecuali dengan cara
pemukulan ini. Kenyataan dan pengalaman kejiwaan dalam
beberapa kasus menunjukkan bahwa cara ini merupakan
cara yang paling tepat untuk menyelesaikan konflik
kejiwaan tertentu dan memperbaiki perilaku pelakunya
serta memuaskan hatinya.
Bagaimanapun keadaannya, yang menetapkan
cara-cara pemecahan seperti ini adalah Allah sang
Pencipta. Dia lebih mengerti tentang manusia yang
diciptakanNya. Semua bantahan terhadap firman Tuhan
Yang Maha Mengerti lagi Maha Mengetahui ini adalah caci
maki dan kekalutan pikiran. Penentangan dan penolakan
terhadap apa yang telah dipilihkan Sang Maha Pencipta
dapat menjadikan yang bersangkutan keluar dari kawasan
keimanan secara total. Allah Yang Mahasuci telah
menetapkan semua ini dalam suasana yang kondusif,
ditentukan sifat dan macam kasus dan pemecahannya,
ditentukan niat yang menyertainya, dan ditentukan pula
tujuan yang melatarbelakanginya. Semua tindakan ini
90
boleh dilakukan untuk memecahkan problem nusyuz
sebelum menjadi gawat dan diperingatkan pula agar semua
itu tidak dilakukan dengan buruk, meski Islam mengakui
dan memperkenankan tindakan-tindakan pemecahan itu.
Rasulullah saw telah memberlakukan dengan
sunnah amaliah di dalam rumah tangga beliau terhadap
istri-istri beliau, dan dengan pengarahan-pengarahan beliau
untuk mengobati sikap ghuluw “berlebih-lebihan” di sana-
sini, untuk meluruskan pemahaman yang keliru dengan
sabda-sabda beliau berikut ini. Diriwayatkan dalam kitab
as-Sunan dan Musnad dari Mu‟awiyah bin Haidah al-
Qusyairi bahwa dia bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah
hak istri terhadap seseorang di antara kami terhadap
suaminya?” Beliau menjawab,106
ذا طعمت أن ت ذا وتكسوها ˛طعمها ا
ح ول ˛الوجه تضب ول ˛اكتسيت ا تجر ول تقب
لا البيت ف ا
“(Yaitu) engkau memberinya makan kalau engkau makan;
engkau memberinya pakaian kalau engkau berpakaian;
jangan engkau pukul wajahnya; jangan engkau jelekkan
dia (jangan engkau mencelanya); dan jangan engkau pisah
darinya kecuali masih tetap dalam rumah.”
106Sayyid Qutb, Tafsīr Fi Ẓhilalil Qur‟an: Di Bawah Naungan Al-Qur‟an Jilid
II, hlm, 359 dalam kitab as-Sunan dan Musnad dari Mu‟awiyah bin Haidah al-Qusyairi ,
Abu Dawud, hadis 277
91
Hadis lain diriwayatkan oleh Abu Hurairah dalam
kitab mashabihus Sunnah dalam ash-Shihhah Rasulullah
saw Bersabda:107
مرأته أحدك يضب ل ها ˛كلبعي ا ل ار أول ي أخره يضاجعها ثا النا
“janganlah seseorang diantara kamu memukul istrinya
bagaikan unta, yaitu dia memukulnya pada pagi hari,
tetapi kemudian pada malam harinya mencampurinya.”
Begitu juga dengan hadis yang diriwatkan oleh
Tirmidzi dan Thabrani bahwa Rasulullah saw bersabda:108
ك ك خي ك وأن ˛ألهل خي ألهل خي
“Sebaik-baik kamu ialah orang yang paling baik terhadap
istrinya (keluarganya), dan aku adalah orang yang paling
baik terhadap keluargaku di antara kalian”
Nash-nash dan pengarahan seperti ini beserta
kondisi yang melingkupinya, melukiskan gambaran
pertentangan antara pengarahan-pengarahan islam terhadap
masyarakat muslim dan tradisi jahiliah dimana kedudukan
wanita sangat hina bahkan menjadi objek warisan, atau
ketika seorang lelaki menjadi algojo dan seorang wanita
107Sayyid Qutb, Tafsīr Fi Ẓhilalil Qur‟an: Di Bawah Naungan Al-Qur‟an Jilid
II, hlm, 360 diriwayatkan oleh Abu Hurairah dalam kitab mashabihus Sunnah dalam
ash-Shihhah
108Ibid, hlm, 360 diriwatkan oleh Tirmidzi dan Thabrani
92
berubah menjadi budak, dan atau ketika lelaki berubah
fungsinya seperti wanita dan wanita berubah fungsinya
seperti lelaki, sebagaimana pertentangannya dalam
lapangan-lapangan kehidupan lainnya, sebelum mantapnya
peraturan-peraturan Islam dan meresapnya ke dalam kalbu
masyarakat Islam pada kala itu.
Bagaimanapun keadaannya, Islam telah membuat
batas-batas bagi tindakan ini, yang tidak boleh dilanggar
apabila sasaran telah tercapai pada salah satu tahapnya.
Maka, batas itu tidak boleh dilanggar,
“Kemudian jika mereka menaatimu, maka
janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya.”
Apabila sasaran telah dicapai maka tindakan itu
harus dihentikan. Karena sasaran yang berupa ketaatan
itulah yang menjadi tujuan, yaitu ketaatan yang positif,
bukan ketaatan yang karena tekanan. Karena, ketaatan
semacam ini tidak layak untuk membangun organisasi
rumah tangga yang merupakan basis masyarakat.
Nash ini mengisyaratkan bahwa melakukan
tindakan-tindakan itu setelah terwujudnya ketaatan istri
kepada suami adalah perbuatan aniaya dan melampaui
batas.
93
“Maka, janganlah kamu nmencari-cari jalan
untuk menyusahkannya.”109
Kemudian larangan ini disudahi dengan
mengingatkan mereka kepada Allah Yang Maha Tinggi
lagi Maha Besar, supaya hati menjadi tenang, kepala
merunduk, dan mengundurlah perasaan ingin berbuat
aniaya dan semena-mena, apabila jiwa itu dikepung
peringatan menurut metode al-Qur‟an dalam memberikan
semangat dan dalam memberikan ancaman.
“Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.”110
2. Langkah penyelesaian nusyuz suami
Apabila si istri khawatir diperlakukan dengan kasar dan
kekerasan ini menjurus kepada terjadinya perpecahan, sesuatu
yang halal tapi paling dibenci oleh Allah, atau si suami
bersikap tidak acuh terhadapnya dan membiarkannya
terkantung-kantung, tidak sebagai istri dan tidak pula
terceraikan, maka tidak mengapa baginyadan bagi suaminya
untuk melepaskan sebagian dari tugas-tugas
kehartabendaannya atau tugas-tugas kehidupannya, seperti
melepaskannya sebagian atau keseluruan kwajiban nafkahnya.
Atau melepaskan giliran malamnya, kalau si suami
109Sayyid Qutb, Tafsīr Fi Ẓhilalil Qur‟an: Di Bawah Naungan Al-Qur‟an Jilid
II, hlm, 360
110Ibid, hlm, 360
94
mempunyai istri lain yang lebih diutamakannya, sedangkan si
istri sudah kehilangan gairah hidupnya dalam pergaulan suami
istri atau sudah kehilangan daya tariknya. Semua ini apabila si
istri melihat dengan segenap usaha dan perkiraannya terhadap
semua kondisinya, bahwa yang demikian itu lebih baik dan
lebih mulia baginya.111
Sayyid Qutb dalam tafsirannya menjelaskan Jika seorang
wanita khawatir akan Nusyuz atau sikap tidak acuh dari
suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan
perdamaian yang sebenar-benarnya112
Dapat diketahui bahwa ayat tersebut membolehkan bagi
suami untuk diberikan sebagian dari hak istri, apabila istri
ridha dengan keyakinan bahwa hal tersebut lebih baik
baginya. Dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an karya Sayyid Qutb
dijelaskan perdamaian secara mutlak itu lebih baik daripada
perseteruan, tidak kekerasan, nusyuz, dan talak.113
Dengan
kerelaan tersebut diharapkan seorang suami tidak berlaku
nusyuz kepada istrinya sehingga tercipta kedamaian dalam
kehidupan rumah tangga suami istri tersebut
Sayyid Qutb Juga mengatakan Cara yang tepat untuk
menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam kehidupan
111Sayyid Qutb, Tafsīr Fi Ẓhilalil Qur‟an: Di Bawah Naungan Al-Qur‟an Jilid
III, hlm, 91
112Ibid, hlm, 91
113
Ibid, hlm,91
95
rumah tangga adalah dengan cara mendatangkan juru damai
dari kedua belah pihak, cara ini harus dilakukan, keduanya
bertemu dalam suasana yang tenang, jauh dari subjektivitas,
jauh dari perasaan yang menyelimuti, jauh dari kondisi
kehidupan yang menyelimuti kejernihan hubungan suami
istri. Juga bebas dari segala pengaruh yang merusak suasana
kehidupan, yang meruwetkan urusan, yang karena dekatnya
hubungan jiwa suami istri semuanya itu tampak besar dan
menutupi semua unsur kebaikan yang lain dalam kehidupan
mereka. Dengan penuh keinginan menjaga nama baik
keluarga, dengan penuh kasih sayang terhadap anak-anaknya
yang kecil, dengan melepaskan segala keinginan
mengalahkan dan menyalahkan sebagaimana yang sering
terjadi antara kedua suami istri dalam kondisi seperti ini. Dan
penuh keinginan dalam kebaikan suami istri dan anak-
anaknya serta organisasi rumah tangganya yang terancam
runtuh. Kedua hakam berkumpul untuk mencoba melakukan
islah (perbaikan perdamaian) Jika dalam hati suami istri itu
masih ada keinginan yang sungguh untuk kebaikan, dan
hanya kemarahan saja yang menghalangi keinginan itu, dan
di tunjang kemauan yang kuat dari hati kedua hakam, maka
Allah akan memberikan kebaikan dan Taufik kepada
keduanya.
96
Dari pemahaman diatas dapat diketahui bahwa Sayyid
Qutb juga mengemukakan bentuk-bentuk nusyuz yang
dilakukan oleh pihak suami, tidak hanya dari pihak istri saja.
Hal ini sudah menunjukkan keadilan gender.
D. Penafsiran Sayyid Qutb tentang Nusyuz dilihat dari
Perspektif Gender
Perbedaan mendasar antara laki-laki dan perempuan dapat
dilihat dari dua sisi, yakni dari segi seks dan yang lain dilihat dari
segi gender. Seks dan gender adalah dua hal yang berbeda, seks
dilihat dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan dan bersifat
kodrati dari Tuhan. Berbeda halnya dengan gender, gender
diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan
tanggungjawab pada laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari
bentukan (konstruksi) sosial budaya yang tertanam lewat proses
sosialisasi dari satu generasi ke generasi berikutnya dan sifatnya
tidak kodrati karena bisa berdasarkan kesepakatan antara pihak
laki-laki dan perempuan dapat juga adat istiadat yang sudah
berlaku di masyarakat.
Sering kali perbedaan tersebut tidak dipahami oleh
masyarakat. melihat lebih jauh, prinsip kesataraan gender
berangkat dari kesamaan kondisi antara laki-laki dan perempuan
sedangkan keadilan gender melihat dari perlakuan adil. Wujud
97
kesaraan dan keadilan gender meliputi akses, partisipasi, kontrol,
manfaat.
Analisis gender adalah proses menganalisis data dan
informasi secara sistematis tentang laki-laki dan perempuan untuk
mengidentifikasi dan mengungkapkan kedudukan, fungsi, peran
dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan, serta faktor-faktor
yang mempengaruhi. Dari keempat wujud konsep tersebut
berintikan pada keseimbangan antara pembagian peran yang
diperoleh suami dan istri dalam konsep berumah tangga yang
seimbang demi terwujudnya keluarga yang harmonis dan
mencapai pada kesakinahan, mawaddah, dan rohmah.
Dalam kitb tafsir Fi Zhilalil Qur‟an seorang istri yang
salihah adalah perempuan yang „qanitat yaitu istri yang taat
kepada Allah dan suami dengan memenuhi hak-hak suami, dan
istri yang hafizat yaitu istri yang memelihara dirinya dengan tidak
memasukkan orang lain tanpa izin suaminya serta keluar rumah.
Seorang perempuan yang sholihah adalah perempuan yang taat
kepada Allah dan suaminya. Taat disini berarti tidak taat dalam
hal kemaksiatan dan bertentangan dengan perintah Allah,
melayani suami dengan baik dengan cara menyiapkan seluruh
kebutuhan suami, bersikap baik terhadap suami, tidak
menyebarkan aib suami, menjaga nama baik dan nama baik
keluarganya.
98
Dalam penafsiran tentantang hak istri terhadap suami
yaitu engkau memberinya makan kalau engkau makan; engkau
memberinya pakaian kalau engkau berpakaian; jangan engkau
pukul wajahnya; jangan engkau jelekkan dia (jangan engkau
mencelanya); dan jangan engkau pisah darinya kecuali masih
tetap dalam rumah.
Pada hakikatnya, kepemimpinan yang dimaksud disini
tidak lain adalah bentuk tanggung jawab suami terhadap istri
seperti bentuk penjagaan, kasih sayang dan pemenuhan
kebutuhan. Adanya kepemimpinan seorang suami karena seorang
suami atau laki-laki memiliki psikis dan fisik yang lebih kuat dari
perempuan dan suami telah mencari nafkah atau menafkahkan
sebagian hartanya untuk istri dan anak-anaknya. Hak suami atas
istri antara lain taat kepada suami (kecuali dalam kemaksiatan),
berperilaku baik dan sopan kepada suami, melayani suami dengan
menyediakan segala keperluannya, memelihara kehormatan
suami, menjaga harta suami, menuntun atau mendukung suami ke
jalan yang benar, setia kepada suami, dan bersikap baik terhadap
keluarga dan kerabat suami.
Apabila dalam menjalankan peran antara suami dan istri
dikhawatirkan terjadi nusyuz maka Sayyid Qutb dalam tafsir Fi
Zhilalil Qur‟an memberikan langkah-langkah sebagai berikut jika
istri nusyuz maka hal pertama yang dilakukan adalah nasehat, jika
tidak memberikan perubahan maka di sarankan untuk pisah
99
ranjang dan apabila hal ini tidak juga memberikan hasil yang
diinginkan maka hal yang bisa di tempuh adalah dengan
memberikan pukulan yang tidak menyakitkan. Namun ketika
suami nusyuz langkah yang bisa di lakukan adalah melakukan
perdamaian dengan sebenar-benarnya dan apabila di perlukan
dapat mengundang pihak ketiga untuk menengahi keduanya agar
dapat menyelesaikan persoalan tersebut.
Kesetaraan gender dan keadilan gender dalam hal ini
seorang suami dan istri meskipun dikatakan sama atau setara di
antara laki-laki dan perempuan dalam praktiknya akan menuai
perbedaan karena kedudukan dan kemampuan keduanya berbeda
dan dalam pengambilan suatu keputusan untuk pemecahan suatu
masalah perempuan mengandalkan hati dan perasaan yang sering
kali mengalahkan logika sedangkan laki-laki diberikan
kemampuan untuk lebih mengelola emosi dan kemampuan dalam
kepemimpinan serta kestabilan pengelolaan logika.
Dengan prinsip Mu‟asyarah bi al-ma‟ruf bahwa
hubungan suami istri di artikan sebagai pergaulan, pertemanan,
persahabatan, kekeluargaan, dan kekerabatan yang dibangun
bersama (antara suami istri) dengan cara-cara yang baik. Dengan
prinsip mu‟asyarah bi al ma‟ruf, persoalan-persoalan yang timbul
dalam urusan rumah tangga bisa terselesaikan dengan baik.114
114Hussein Muhammad, Fiqh Perempuan, (Yogyakarta: LKiS, 2001), hlm, 107
100
Dalam Sayyid Qutb menjelaskan pemukulan yang dilakukan
bukanlah untuk menyakiti, menyiksa dan memuaskan diri.
Pemukulan ini tidak boleh dilakukan dengan maksud untuk
menghinakan dan merendahkan. Juga tidak boleh dilakukan
dengan keras dan kasar untuk menundukkannya kepada
kehidupan yang tidak disukainya. Pemukulan yang dilakukan
haruslah dalam rangka mendidik, yang harus disertai dengan rasa
kasih sayang seorang pendidik, sebagaimana yang dilakukan
seorang ayah terhadap anak-anaknya dan yang dilakukan oleh
guru terhadap muridnya. Sudah dimaklumi bahwa semua tindakan
ini tidak boleh dilakukan kalau kedua belah pihak ini berada
dalam kondisi harmonis dalam mengendalikan organisasi rumah
tangga yang amat sensitive. Tindakan itu hanya boleh dilakukan
untuk menghadapi ancaman kerusakan dan keretakan. Karena itu,
tindakan itu tidak boleh dilakukan kecuali kalau terjadi
penyimpangan yang hanya dapat diselesaikan dengan cara
tersebut.
101
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah membahas makna dari nusyuz , penafsiran tentang
nusyuz dalam kitab tafsir Tafsir fi Zhilalil Qur‟an Karya Sayyid
Qutb, mulai dari penafsiran tentang ayat nusyuz istri yakni Q.S
An-Nisa‟:4/34 hingga ayat nusyuz suami yakni QS An-
Nisa‟:4/128 beserta penafsiran sayyid qutb tentang penyelesaian
nusyuz dilihat dari perspektif gender, maka penulis dapat
mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Sayyid Qutb memaknai kata nusyuz dengan kedurhakaan atau
perilaku buruk seorang suami atau seorang istri. Perilaku buruk
seorang istri atau nusyuz adalah tidak menaati suami, tidak
menjaga harta dari suaminya dengan baik ketika suaminya
sedang tidak ada dirumah dan tidak melaksanakan
kewajibannya sebagai seorang istri. Sedangkan perilaku buruk
seorang suami atau nusyuz suami seperti menelantarkan istri
dengan tidak menafkahi istri baik lahir maupun batin, tidak
tinggal serumah, tidak adil dalam poligami, dan tidak tinggal
atau tidur bersama. Kemudian, solusi yang dikemukakan
Sayyid Qutb dalam tafsirnya, untuk mengatasi nusyuz istri
adalah dengan nasihat, tidak menemani istri tidur seranjang,
102
dan pukulan yang tidak melukai. Solusi ini dibuat berurutan
tidak dilakukan secara bersamaan. Sedangkan solusi untuk
mengatasi nusyuz suami adalah dengan perdamaian.
2. Penafsiran Sayyid Qutb tentang nusyuz di lihat dari perspektif
gender adalah Kesetaraan gender dan keadilan gender dalam
hal ini seorang suami dan istri meskipun dikatakan sama atau
setara dianatra laki-laki dan prempuan dalam praktiknya akan
menuai perbedaan karena kedudukan dan kemampuan
keduanya berbeda dan dalam pengambilan suatu keputusan
untuk pemecahan suatu masalah perempuan mengandalkan
hati dan perasaan yang sering kali mengalahkan logika
sedangkan laki-laki diberikan kemampuan untuk lebih
mengelola emosi dan kemampuan dalam kepemimpinan serta
kestabilan pengelolaan logika.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan di atas, maka penulis
memberikan saran sebagai berikut:
1. Umat Islam diharapkan untuk terus menggali pemikiran para
mufasir, khususnya ayat-ayat yang berkenaan dengan sosial
kemasyarakatan, sehingga dapat menambah wawasan
keislaman yang tidak parsial dan dapat di aplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari
2. Karya Ilmiah ini tentu banyak kekurangannya. Oleh karena itu
penulis berharap sikap kritis pembaca dalam menerima dan
103
menanggapi karya ilmiah ini dengan baik dan bijak. Dan terus
melakukan kajian lanjutan yang lebih mendalam tentang
nusyuz.
3. Selanjutnya untuk para peneliti sebaiknya terus menggali
pemikiran-pemikiran para pendahulu kita yang telah berijtihad
dalam upaya pengembangan Hukum Islam guna mengetahui
manhaj mereka dan mengaplikasikannya dalam tatanan
kehidupan modern saat ini.
Demikian pembahasan skripsi ini, penulis menyadari
pembahasan ini jauh dari sempurna, baik dari penguasaan
materi, gaya bahasa dan lainnya. Semoga skripsi ini dapat
memperkaya khazanah dunia Islam. Kritik dan saran sangat
diharapkan
104
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah Nurlia. “Nusyuz Suami Terhadap Istri Dalam Perspektif Hukum
Islam” Skripsi. UIN Lampung, 2018
Ali Yusuf , As-Subki. Fiqh Keluarga: Pedoman Berkeluarga dalam
Islam. Jakarta: Amzah, 2010.
Al-Baqi, Muhammad Fuwad „Abd. al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfaz Al-
Qur‟an al-Karim. Kairo: Maktabah Dar al-Kutub al-Misriyyah,
1364 H.
Al-Hafidz, Ahsin W. Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur‟an. Jakarta:
Bumi Aksara, 2005.
Al-Khalidi, Shalah Abdul Fatah. Pengantar Memahami Tafsir fī Zhilalil
Qur‟an Sayyid Quthb. Solo: Era Intermedia, 2001.
Al-Mashri, Syaikh Mahmud. Perkawianan Idaman. Jakarta: Qisthi Press,
2010.
Al Munawar, Said Agil Husin. Al-Qur'an Membangun Tradisi Kesaleha
Hakiki, Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
An-Nisaburi, Al-Wahidi. Asbaabun Nuzul: Sebab-Sebab Turunnya Ayat-
Ayat Al-Qur‟an, Terj. Surabaya: Amelia, 2014.
Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi. Tafsir Al-Qur‟anul Madjid An-Nur
Jilid 1. Jakarta: Cakrawala Publishing, 2011.
As-Subki,Ali Yusuf. Fiqh Keluarga. Jakarta:Amzah, 2010.
As-Subki, Ali Yusuf Fiqh Keluarga: Pedoman Keluarga dalam Islam.
Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2012.
105
Basyir, Ahmad Azhar. Hukum Perkawinan islam, Yogyakarta: UII Press,
2000.
Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metologis
ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2003.
Departemen Agama RI. Al-Qur‟an dan Terjemahnya. Bandung: PT.
Sygma Examedia Arkanleema, 2010.
Djuaini. “Konflik Nusyuz Dalam Relasi Suami-Istri Dan Resolusinya
Perspektif Hukum Islam”, Jurnal Hukum Islam vol. 15, (Desember
2016): 260
Dzuhayatin, Sri Ruhaini. Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan
Gender Dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2002.
Hasanah. Iswatun. “Peran Hakam Dalam Penyelesaian Nusyuz Suami
Istri: Studi Kasus Di Desa Bandar Agung Kecamatan Bandar
Sribawono Kabupaten Lampung Timur”. Skripsi. UIN Raden Intan
Lampung, 2018
Hidayat, Nuim. Sayyid Qutb Biografi dan Kejernihan Pemikirannya.
Jakarta: Gema Insani, 2005.
Kementerian Agama RI Badan Litbang Dan Diklat Lajnah Pentashihan
Mushaf Al-Qur‟an Tahun 2008, Tafsir al-Qur‟an Tematik:
Membangun Keluarga Harmonis, Jilid 3. Jakarta: Penerbit Aku
Bisa, 2012
106
Kumari, Fatrawati. “Agama dan Kekerasan terhadap perempuan: Analsis
Gender dan filsafat Taoisme-Islam”, Jurnal Marwah, Vol. XII ,
No. 2 (Desember 2013)
Khasanah, Liatun. “Konsep Nusyuz Menurut Komplikasi Hukum Islam:
Perspektif Keadilan Gender”. Skripsi. IAIN Purwakarta, 2016
kholis, Nur “Penafsiran Sayyid Qutb Terhadap Surah Al-Kafirun Dalam
Fi Dzilalil Qur‟an” Skripsi. Semarang: UIN Walisongo, 2016.
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Hubungan Antar Umat
Beragama: Tafsir Al-Qur‟an Tematik. Jakarta: Departemen Agama
RI, 2008.
Mardalis, Metode Penelitian:Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2006
Mufron, Ali. Pengantar Ilmu Tafsir dan Al-Qur‟an. Yogyakarta: Aura
Pustaka, 2014.
Mustaqim, Abdul. Metode Penelitian Al-Qur‟an Dan Tafsir. Yogyakarta:
Idea Press, 2015
Muhammad Tsabit Bil Choiri. “Tindakan Suami Terhadap Istri Yang
Nusyuz Menurut Muhammad Nawawi Al Bantani Dalam Kitab
Uqud Al Lujiany Dan K.H.Ahmad Rifa‟i Dalam Kitab
Tabyin”.Skripsi. IAIN Salatiga, 2017
Mulia, Musdah. Indahnya Islam: Menyuarakan Kesetaraan Dan
Keadilan Gender. Yogyakarta: Naufan Pustaka, 2014.
Muthiah, Aulia. Hukum Islam: Dinamika Seputar Hukum Keluarga.
Yogyakarta: PT Pustaka Baru, 2017
107
Nasution, Khoiruddin, Hukum Perkawinan 1: Dilengkapi Perbandingan
UU Negara Muslim Kontemporer. Yogyakarta: ACAdeMIA +
TAZZAFA, 2013.
Nuruddin, Amir dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di
Indonesia. Jakarta: Prenada Media, 2004.
Prastowo,Andi. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif
Rancangan Penelitian Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2014
Quṭb, Sayyid. Tafsīr Fi Ẓilalil Quran Jilid II, Kairo: Daar Syuruq, 1992
Quṭb, Sayyid. Tafsīr Fi Ẓhilalil Quran: Di Bawah Naungan Al-Qur‟an ,
Terj. As‟ad Yasin dkk. Jakarta: Gema Insani, 2001.
Sabiq, Sayyid. Fiqh Sunnah. Madinah: Al-Fatkh Li I‟lamil Arabiy, 1990.
Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunah jilid 2, Terj. Asep Sobari dkk. Jakarta: Al-
I‟tishom, 2008.
Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Qur‟an: Tafsir Maudhu‟i Atas
Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan, 1999.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah. Volume 2. Jakarta: Lentera Hati,
2002.
Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fiqih
Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Kencana,
2006.
Wardah Nuroniyah dan Wasman.. Hukum Perkawinan Islam Di
Indonesia: Perbandingan fiqih dan Hukum Positif. Yogyakarta:
Teras, 2011.
108
Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: PT Mahmud Yunus
Wa Dzurriyyah, 1989.
Zulfan. “Konsep Nusyuz Dalam Al-Qur‟an: Studi Terhadap Tafsir Al-
Ahkam Karya Syaikh Abdul Halim Hasan”. Skripsi. UIN
Sumatera, 2017.
109
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Khoiriyah
Tempat Tanggal Lahir: Demak, 24 April 1997
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Weding Rt 03/Rw 03 Bonang Demak
RIWAYAT PENDIDIKAN
Tamatan:
Taman kanak-kanak (TK) Setia Budi Demak Tahun 2003
Sekolah Dasar Negeri (SDN 01) Demak Tahun 2009
MTS Miftahul Ulum Weding Demak tahun 2012
MA Raudlotul Ulum Guyangan Trangkil Pati tahun 2015