menekankan pada pemberian menga

143
PENERBIT Teori Belajar Iswadi, M. Pd Buku ini menghimpun segala pemikiran yang telah diberikan para ahli tentang Teori belajar , bentuk dan proses belajar, model-model metode pembelajaran, tokoh- tokoh teori belajar, perkembangan teori belajar, dan siklus belajar. Buku ini juga Menjelaskan hakikat teori belajar, menganalisis berbagai teori belajar, memahami teori behaviorisme yang menekankan pada pemberian stimulus pembelajaran kepada siswa, konsep CBSA yang mempelajari keterlibatan mental- psikologis pada siswa sepanjang proses belajar- mengajar, teori keterampilan proses yang bagaimana agar siswa itu terlibat aktif dalam proses belajar-mengajar di dalam kelas sehingga proses belajar lebih penting daripada hasil, kognitif dominan yang menekankan sifak kognit dari belajar. Neurofisiologis yang berusaha mengisolasi korelasinya dari hal-hal mirip belajar seperti persepsi, pemikiran, dan kecerdasan, kemudian evolusioner yang menekankan sejarah evolusi proses belajar organisme. Dalam perkembanganya berkembang teori-teori konstruktivistik, humanistik, dan sibermatik, revolusi sosiokultural, dan kecerdasan majemuk. dengan harapan dapat dijadikan bekal bagi para mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang dipersiapkan untuk menjadi pendidik dan pemikir pendidikan yang profesional serta memiliki wawasan yang mendalam tentang proses belajar dan pembelajaran. Pemahaman terhadap proses belajar akan memperkaya wawasan bukan saja terhadap prilaku normal dan prilaku adaptif, tetapi juga situasi yang menimbulkan prilaku maladaptif dan prilaku abnormal. Praktik pengasuhan anak juga dapat memanfaatkan prinsip belajar lantaran adanya perbedaan individual yang menuntut perlakuan berbeda. Riset tentang proses belajar bisa memengaruhi praktik pengajaran yang efektif dan efisien Penggunaan proses belajar terprogram, mesin pengajaran, dan instruksi dengan bantuan komputer adalah tiga contoh dari bagaimana Penggunaan proses belajar terprogram,mesin pengajaran, dan pembelajaran dengan bantuan komputer adalah beberapa fakta yang menunjukkan arti penting tentang riset di bidang teori belajar yang mempengaruhi praktik pengajaran. Sedangkan Bagi para Guru , buku ini akan membantu mereka untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan lebih memahami seluk beluk belajar dan implikasinya terhadap mengajar.

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: menekankan pada pemberian menga

PENERBIT Teori Belajar

Iswadi, M. Pd

Buku ini menghimpun segala

pemikiran yang telah

diberikan para ahli tentang

Teori belajar , bentuk dan

proses belajar, model-model

metode pembelajaran, tokoh-

tokoh teori belajar,

perkembangan teori belajar,

dan siklus belajar. Buku ini

juga Menjelaskan hakikat

teori belajar, menganalisis

berbagai teori belajar,

memahami teori

behaviorisme yang

menekankan pada pemberian

stimulus pembelajaran

kepada siswa, konsep CBSA

yang mempelajari

keterlibatan mental-

psikologis pada siswa

sepanjang proses belajar-

mengajar, teori keterampilan

proses yang bagaimana agar

siswa itu terlibat aktif dalam

proses belajar-mengajar di

dalam kelas sehingga proses

belajar lebih penting

daripada hasil, kognitif

dominan yang menekankan

sifak kognit dari belajar.

Neurofisiologis yang

berusaha mengisolasi

korelasinya dari hal-hal mirip

belajar seperti persepsi,

pemikiran, dan kecerdasan,

kemudian evolusioner yang

menekankan sejarah evolusi

proses belajar organisme.

Dalam perkembanganya

berkembang teori-teori

konstruktivistik, humanistik,

dan sibermatik, revolusi

sosiokultural, dan kecerdasan

majemuk. dengan harapan dapat

dijadikan bekal bagi para

mahasiswa Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan yang

dipersiapkan untuk menjadi

pendidik dan pemikir

pendidikan yang profesional

serta memiliki wawasan yang

mendalam tentang proses

belajar dan pembelajaran.

Pemahaman terhadap proses

belajar akan memperkaya

wawasan bukan saja terhadap

prilaku normal dan prilaku

adaptif, tetapi juga situasi yang

menimbulkan prilaku maladaptif

dan prilaku abnormal. Praktik

pengasuhan anak juga dapat

memanfaatkan prinsip belajar

lantaran adanya perbedaan

individual yang menuntut

perlakuan berbeda.

Riset tentang proses belajar bisa

memengaruhi praktik pengajaran

yang efektif dan efisien

Penggunaan proses belajar

terprogram, mesin pengajaran, dan

instruksi dengan bantuan

komputer adalah tiga contoh dari

bagaimana Penggunaan proses

belajar terprogram,mesin

pengajaran, dan pembelajaran

dengan bantuan komputer adalah

beberapa fakta yang menunjukkan

arti penting tentang riset di bidang

teori belajar yang mempengaruhi

praktik pengajaran. Sedangkan

Bagi para Guru , buku ini akan

membantu mereka untuk

meningkatkan mutu pendidikan

dengan lebih memahami seluk

beluk belajar dan implikasinya

terhadap mengajar.

Page 2: menekankan pada pemberian menga

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita persembahkan kepada Allah SWT dengan limpahan Rahmat dan

petunjuk-Nyalah kita masih diberikan sedikit ilmu yang dapat berguna bagi Agama, Bangsa

dan seluruh umat manusia. Tak lupa selawat beriring salam kita haturkan kepada junjungan

kita NABI besar Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam

kebodohon kealam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Dengan penuh Semangat dan per juangan akhi rn ya Penul i s b i sa

menyelesaikan buku Teori belajar dengan harapan dapat dijadikan bekal bagi para mahasiswa

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang dipersiapkan untuk menjadi pendidik dan

pemikir pendidikan yang profesional serta memiliki wawasan yang mendalam tentang proses

belajar dan pembelajaran.

Buku ini disusun berdasarkan pengalaman penulis , ketika mengajar dibeberapa

Perguruan Tinggi dimana Pemahaman Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

terhadap proses belajar dan pembelajaran masih sangat rendah.

Kehadiran Buku ini Akan menambah dan melengkapi khasanah buku nasional yang

telah ada dengan informasi dan metode penyampaian lebih Muktakir dan terkini , penyebaran

buku Teori belajar Telah menyebar keseluruh Perguruan Tinggi di Indonesia sehingga sangat

tepat buku ini dijadikan sebagai panduan dan pegangan bagi Mahasiswa Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan untuk menyelesaikan studi nya serta bagi Guru akan membantu mereka

untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan lebih memahami seluk beluk belajar dan

implikasinya terhadap mengajar.

Penulis Berkeinginan mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang

telah mendukung terciptanya Buku Teori belajar , Semoga buku ini mampu memberikan

manfaat yang berarti bagi Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan untuk

meningkatkan Pemahaman terhadap proses belajar sekaligus memperkaya wawasan tentang

perbedaan individual yang menuntut perlakuan berbeda dalam proses belajar dan

pembelajaran. Penulis turut berdo’a agar Buku ini dapat berguna bagi semua Pembaca,

Insyaallah Penulis akan mempertahankan ilmu yang berguna yang telah Penulis dapatkan dan

dapat Penulis transfer melalui Buku ini .

Akhirnya dengan segala kerendahan hati Penulis mohon maaf lahir batin jika dalam

Buku Teori belajar ini terdapat kekurangan serta kekeliruan untuk perbaikan dikemudian hari,

semua saran dan kritik yang membangun semangat, Penulis terima dengan terbuka.

Jakarta

Penulis,

Iswadi, M. Pd

Page 3: menekankan pada pemberian menga

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................................... i Daftar Isi ........................................................................................................................................... ii BAB 1 Pendekatan dalam Pembelajaran ........................................................................... 1 BAB 2 Konsep CBSA .................................................................................................................. 18 BAB 3 Teori Behaviorisme ..................................................................................................... 26 BAB 4 Teori Keterampilan Proses . ...................................................................................... 35 BAB 5 Teori Kognitif Dominan .............................................................................................. 49 BAB 6 Teori Taksonomi Bloom ............................................................................................ 59 BAB 7 Teori Pembelajaran Afektif ....................................................................................... 65 BAB 8 Teori Belajar Konstruktivistik ................................................................................. 81 BAB 9 Teori Pembelajaran Humanistik ............................................................................. 84 BAB 10 Teori Belajar Sibernetik ............................................................................................ 93 BAB 11 Teori Belajar Revolusi Sosiokultural .................................................................... 105 BAB 12 Teori Kecerdasan Majemuk ..................................................................................... 111 BAB 13 Peranan dan Fungsi Guru dalam Pembelajaran .............................................. 123 Soal dan Alternatif Jawaban ...................................................................................................... 132 Daftar Pustaka ................................................................................................................................ 138 Riwayat Penulis .............................................................................................................................. 139

Page 4: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

1

BAB 1

Pendekatan Dalam Pembelajaran

Pengajaran identik dengan pendidikan. Proses pengajaran adalah proses

pendidikan. Setiap kegiatan pengajaran adalah untuk mencapai tujuan

pendidikan. Pengajaran adalah suatu proses aktivitas mengajar dan belajar,

didalamnya terdapat dua subjek yang saling terlibat, yaitu guru dan peserta

didik. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang

sangat fundamental dalam melaksanakan setiap jenis dan jenjang pendidikan.

Adanya proses yang panjang dan tertata dengan rapi serta berjenjang akan

memungkinkan belajar menjadi lebih baik dan efisien.

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar

merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil atau

tidaknya pencapai tujuan pendidikan hanya bergantung kepada bagaimana

proses belajar yang di alami oleh murid sebagai anak didik. Menurut Cronbach

dia mengemukakan dalam bukunya educational psychology dengan

menyatakan bahwa “Belajar dengan yang sebaik-baiknya adalah dengan

mengalami dan dalam mengalami itu sipengajar mempergunakan panca

indranya.

Seorang pendidik terlebih dahulu harus mengetahui teori belajar

sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Teori belajar akan sangat

membantu pendidik, supaya memiliki kedewasaan dan kewibawaan dalam hal

mengajar, mempelajari peserta didiknya, menggunakan prinsip-prinsip

psikologi maupun dalam hal menilai cara mengajarnya sendiri. Dengan

demikian, tujuan mempelajari psikologi belajar adalah: (Mahfud, 1991: 10):

1. Untuk membantu para pendidik, agar menjadi lebih bijaksana dalam

usahanya membimbing murid dalam proses pertumbuhan belajar.

2. Agar para pendidik memiliki dasar-dasar yang luas dalam hal mendidik,

sehingga peserta didik bisa bertambah baik dalam cara belajamya.

3. Agar para pendidik dapat menciptakan suatu sistem pendidikan yang

efisien dan efektif dengan jalan mempelajari, menganalisis tingkah laku

murid dalam proses pendidikan untuk kemudian mengarahkan proses-

proses pendidikan yang berlangsung, guna meningkatkan ke arah yang

lebih baik.

Seorang pendidik dikatakan kompeten bila ia memiliki khasanah cara

penyampaian yang kaya, memiliki pula kriteria yang dapat dipergunakan untuk

memilih cara-cara yang tepat di dalam menyajikan pengalaman belajar

mengajar, sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Kesemuanya itu hanya

akan diperoleh jika guru menguasai teori-teori belajar.

Di dalam konsep pengembangan pembelajaran adalah sebuah implikasi

pengembangan dari teori-teori belajar yang sebelumnya sudah ada. Teori

Page 5: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

2

belajar adalah upaya untuk menggambarkan bagaimana orang dan hewan

belajar, sehingga membantu kita memahami proses kompleks suatu

pembelajaran. Teori belajar selalu berawal dari suatu sudut pandang psikologi

belajar tertentu. Pada era modern ini, dengan berkembangnya ilmu

pengetahuan terutama bidang pskiologi pendidikan bermunculan pula berbagai

teori tetang belajar.

Berdasarkan dari pengembangan ilmu, maka berbagai teori belajar yang

ada akan dibahas dalam buku yaitu:

a. Pendekatan dalam Pembelajaran

b. Konsep CBSA .

c. Teori-teori belajar Behaviorisme

d. Teori Keterampilan Proses

e. Teori Kognitif Dominan

f. Teori Taksonomi Bloom

g. Teori Pembelajaran Afektif

h. Teori Belajar Konstruktivistik

i. Teori-teori belajar Humanistik

j. Teori Belajar Sibernetik

k. Teori Belajar Revolusi Sosiokultural

l. Teori Kecerdasan Majemuk

m. Peranan dan Fungsi Guru dalam Pembelajaran

Sebagai landasan penguraian mengenai apa yang dimaksud dengan

belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa definisi.

a. Hilgard and Brower, dalam buku Teories of learning (1975)

mengemukakan belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku

seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh

pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan

tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon

pembawaan , kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang

(misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya ).

b. Gagne, dalam buku The conditions of learning (1977) menyatakan bahwa:

“belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan

mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya

(performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke

waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.”

c. Morgan dalam buku Introduction to Psychology (1978) mengemukakan

bahwa “belajar adalah setiap perbuatan yang relatif menetap dalam tingkah

laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.”

d. Witherington, dalam buku Educational Psychology mengemukakan bahwa

“belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian yang menyatakan

Page 6: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

3

diri sebagai suatu pola daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap,

kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.”

Dari definisi-definisi yang dikemukakan diatas, dapat dikemukakan

adanya beberapa elemen yang penting yang mencirikan pengertian tentang

belajar, yaitu bahwa:

a. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana

perubahan perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih

baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku Untuk

dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap: harus

merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang.

Berapa lama periode waktu itu berlangsung sulit ditemukan dengan pasti,

tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang

munggkin berlangung berhari-hari, berbulan-bulan, ataupun bertahun-

tahun. Ini berarti kita harus mengenyampingkan perubahan-perubahan

tingkah laku yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman

perhatian atau kepekaan seseorang, yang biasanya hanya berlangsung

sementara.yang lebih buruk.

b. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau

pengalaman; dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh

pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar, seperti

perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri seorang bayi.

c. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut

berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti dalam

pengertian, pemecahan suatu masalah/ berfikir, ketrampilan, kecakapan,

kebiasaan, ataupun sikap.

Kemudian Di lihat dari segi kepentingannya, pendidikaan dapat dilihat

dari dua bagian. Pertama pendidikan dari segi kepentingan individual, kedua

pendidikan dari segi kepentingan masyarakat.Dari segi kepentingan individual,

pendidikan di samping harus memerhatikan perbedaan bakat, kemampuaan,

kecenderungan dan lainnya yang dimiliki anak didik, juga harus dapat

membantu individu dalam mengexpresikan dan mengaktualisasikan dirinya,

sehingga dapat menolongnya dikemudian hari.Dengan pendekatan yang

bersifat individualistis ini, pendidikan hanya befungsi menciptakan kondisi dan

situasi yang memungkinkan bebagai potensi pesreta didik yang berbeda-beda

itu dapat diwujudkan dalam kenyataan. Paradigma pendikan yang digunakan

bukanlah mengisi air ke dalam gelas, melainkan memotivasi dan menginspirasi

agar berbagai potensi yang dimiliki peserta didik itu dapat diexplorasi dengan

upayanya sendiri. Paradigma pendidikan yang demikiaan itu, menempatkan

guru sebagai “seorang bidan” yang membantu melahirkan seorang ibu hamil.

Guru hanya membantu peserta didik agar dapat mengaktualisasikan potensi

yang di milikinya.

Page 7: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

4

Dengan cara demikian, maka guru bukan sebagai informan (pemberi

informasi), melainkan sebagai agent yang menggerakan terjadinya proses

pembelajaran pada anak didik, sehingga anak didik mau belajar denga giat dan

sungguh-sungguh, melahirkan gagasn, pemikiran, dan sebagainya dengan

aktivitasnya sendiri. Keadaan ini pada tahap selanjutnya menempatkan guru

sebagai motivator, katalisator, inspirator, imaginator, fasilitator, dan

seterusnya. Paradigma guru dalam konteks kegiatan pembelajaran yang

demikian itu telah menjadi salah satu pilihan yang banyak diterapkan pada

negara yang mengandung sistem pemerintahan yang demokratis termasuk

diindonesia.

Paradigma pendidikan yang bersifat individualistis ini memiliki landasan

dan akar konseptual pada teori psikologi yang beraliran nativisme, humanisme,

dan liberalisme.yaitu sebagai teori psikologi yang mengatakan bahwa setip

manusia memilik bakat, kecenderungan dan lain sebagainya yang berasal dari

dirinya sendiri, dan oleh karena itu mereka harus diberikan kebebasan sebebas-

bebasnya tanpa ada tekanan dan paksaan dari luar. Konsep pendidikan yang

individualistis ini misalnya, dapat dikembalikan kepada socrates, jogh dewey,

ivan illich, dan lain-lain. Konsep pendidikan ini juga berakar pada pandangan

tentang tidak adanya nilai moral universal. Nilai-nilai moral seluruhnya bersifat

positifistik dan anthropocentris. Yakni bergantung kepada ukuran dan

parameter yang dietentukan oleh masing-masing individu. Dengan demikiaan,

nilai moral menjadi sesuatu yang bersifat relatif dan personal. Keadan ini pada

gilirannya membawa pada keaadaan tidak adanya hukum universal yang dapat

digunakan oleh seluruh umat manusia.

Adapun pendidikan yang dilihat dari segi kepentingan masyarakat adalah

pendidikan yang lebih merupakan media atau sarana yang berfungsi

menyalurkan gagasan, pemikiran, nilai-nilai budaya, agama, sistem politik, ilmu

pengetahuaan, dan lain sebagginya yang sudah diakui oleh masyarakat dan

negara. Dengan demikian, kepentingan masyarakat dan negara sangat

menentukan dalam mengarahkan kegiatan pendidikan.

Pendidikan yang demikiaan itu, pada gilirannya menempatkan guru

sebagai satu-satunya yang memiliki otoritas untuk menentukan corak dan

warna pendidikan. Dan dalam waktu yang bersamaan, peserta didik

ditempatkan sebagai objek yang sepenuhnya mengikuti kehendak guru. Peserta

didik tidak memiliki pilihan lain. Kecuali harus mengikuti agenda dan

pengajaran yang telah disiapkan pemerintah dan masyarakat. Dengan

paradigma yang demikiaan itu, maka paradigma guru menjadi satu-satunya

agent of information atau agent of knowledgel. Hal ini pada gilirannya

membawa konsep pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centris).

Guru memberikan sejumlah pengetahuan ajaran dan lainnya yang harus dihapal

dan dikuasai dengan baik oleh peserta didik, tanpa ada peluang bagi mereka

Page 8: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

5

untuk mempertanyakan urgensitas dan relevansitas yang diajarkan oleh guru

tersebut. Dengan paaradigma ini, maka guru yang menjadi aktif, sedangkan

murid menjadi pasif. Pardigma pendididik yang digunakan dalam konteks ini

adalah “ mengisi air kedalam gelas” atau “ menuangkan ilmu pengetahuaan,

keterampilan, dan sebagainya, kedalam otak peserta didik.”

Dengan pendekatan yang demikiaan, maka pendidikan dengan berbagai

komponennya: Visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar, guru, murid,

manajemen, sarana prasarana, lingkungan, keuangan, alat dan sumber belajar,

evlauasi dan lainnya di tentukan dari atas atau pusat, yaitu di tentukan oleh

mereka yang memiliki otorits sebagai pengambil kebijakan. Pendidikan yang

bercorak sentrlistis ini dianggap kurang memberikan kemungkinan pada pesrta

didik untuk berkreasi, berinovasi, berimajinasi dan lain sebagainya.

Corak pendidikan demikian itu didasarkan pada sebuah asumsi tentang

adanya moral universal, yaitu nilai-nilai moral yang dianggap permanen, telah

teruji dalam sejarah, bersifat abadi, dan karenanya perlu dilestarikan dan

ditanamkan pada peserta didik tanpa syarat. Konsep pendidikan sedemikian itu,

banyak digunakan pada negara berkembang yang menganut sistem

pemerintahan yang otoriter dan sentralistik .Adanya dua aliran kepentingan

pendidikan sebagaimana pendidikan tersebut, pada gilirannya membawa

kepada timbulnya aliran pendidikan yang ketiga, yaitu konsep pendidikan yang

mencoba menghubungkan antara kepentingan individual dan masyarakat.

Konsep yang memadukan kepentingan idividual dan masyarakat ini didasarkan

pada sebuah asumsi, bahwa selain memiliki kebebasan individual, manusia juga

dibatasi oleh kebebasan sosial. Selain makhluk individual yang merupakn hak

privasinya, manusia juga makhluk sosial. Selain mementingkan kebutuhan

individualnya, manusia juga harus mementingkan kebutuhan sosialnya.

Jenis-jenis Pendekatandalam Pembelajaran

1. Pendekatan Individualistic

Pendekatan individualistic dalam proses pembelajaran, adalah sebuah

pendekatan yang bertolak pada asumsi bahwa peserta didik memiliki latar

belakang perbedaan dari segi kecerdasan, bakat, kecenderungan, motivasi, dan

sebagainya. Perbedaan individualistis peserta didik tersebut memberikan

wawasan kepada guru bahwa strategi pembelajaran harus memerhatikan

perbedaan peserta didik pada aspek individual ini. Dengan kata lain, guru harus

melakukan pendekatan individual dalam strategi belajar mengajarnya. Bila hal

ini tidak dilakukan, maka strategi belajar tuntas (mastery learning) yang

menuntut penguasaan penuh kepada peserta didik tidak pernah menjadi

kenyataan. Dengan pendekatan individual ini kepada peserta didik dapat

diharapkan memiliki tingkat penguasaan materi yang optimal.

Pendekatan belajar individualistis ini berguna untuk mengatasi peserta

didik yang suka banyak bicara atau membuat keributan dalam kelas. Caranya

Page 9: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

6

antara lain dengan memindahkan salah satu peserta didik tersebut pada tempat

yang terpisah dengan jarak yang cukup jauh dengan peserta didik lainnya.

Peserta didik yang suka berbicara ditempatkan pada anak didik yang pendiam.

Melalui pendekatan ini, kesulitan peserta didik dalam belajar segera

dapat dipecahkan. Pendekatan individualistic juga adalah pendekatan ruang

demokratis, karena memperlakukan setiap peserta didik sesuai dengan

keinginannya. Dan dengan pendekatan ini, penghargaan terhadap kecakapan

peserta didik yang berbeda-beda dapat dilakukan. Bagi peserta didik yang mau

belajar sungguh-sungguh dan cerdas, memiliki kesempatan dan peluang untuk

belajar lebih cepat. Sebaliknya, peserta didik yang kurang cerdas dan kurang

sungguh-sungguh dapat menyelesaikan pelajarannya sesuai dengan

kesanggupannya.

Namun demikian, pendekatan ini selain memiliki manfaat dan

keuntungan, juga tidak terlepas dari kekurangan. Pendekatan individualistis

mengharuskan seorang guru memberikan perlakuan yang berbeda-beda pada

setiap peserta didik. Keadaan ini amat menyulitkan, jika jumlah peserta

didiknya cukup banyak, karena akan memakan waktu yang cukup banyak pula,

dan karenanya kurang efisien. Selain itu, pendekatan ini juga mengharuskan

adanya desain kelas yang kecil-kecil (small class) yang jumlahnya cukup banyak.

kelas kecil yang jumlahnya cukup banyak ini tidak dapat ditangani hanya oleh

satu orang guru, melainkan oleh sebuah team teacher. Pendekatan ini

menyebabkan peserta didik kurang memiliki kesempatan untuk bersosialisasi,

dan pada gilirannya dapat menimbulkan sikap individualistis pada peserta

didik.

2. Pendekatan Kelompok

Pendekatan kelompok adalah sebuah pendekatan yang didasarkan pada

pandangan, bahwa pada setiap peserta didik terdapat perbedaan-perbedaan

dan persamaan-persamaan antara satu dan lainnya. perbedaan yang peserta

didik yang satu dengan yang lainnya ini, bukanlah untuk dipertentangkan atau

dipisahkan, melainkan harus diintegrasikan. Seorang peserta didik yang cerdas

misalnya, dapat disatukan dengan peserta didik yang kurang cerdas, sehingga

peserta didik yang kurang cerdas itu dapat ditolong oleh peserta didik yang

cerdas. Demikian pula, persamaan yang dimiliki antara peserta didik yang satu

dengan peserta didik yang lainnya dapat disinergikan sehingga dapat saling

menunjang secara optimal. Selain itu, pendekatan kelompok ini juga didasarkan

pada asumsi, bahwa setiap anak didik memiliki kecenderungan untuk berteman

dan berkelompok dalam rangka memperoleh pengalaman hidup dan

bersosialisasi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dengan pendekatan kelompok ini, diharapkan dapat ditumbuhkan rasa

sosial yang tinggi pada setiap peserta didik, dan sekaligus untuk mengendalikan

rasa egoism yang ada dalam diri mereka masing-masing, sehingga terbina sikap

Page 10: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

7

kesetiakawanan sosial di dalam kelas. Dengan pendekatan kelompok ini,

mereka diharapkan memiliki kesadaran bahwa hidup ini ternyata hidup ini

saling membutuhkan dan saling tergantung antara satu dengan yang lainnya.

tidak ada makhluk hidup yang terus menerus dapat mencukupi dirinya tanpa

bantuan orang lain.

Sehubungan dengan penggunaan pendekatan kelompok sebagaimana

tersebut di atas, terdapat sejumlah faktor yang perlu dipertimbangkan, seperti

faktor tujuan, peralatan dan sumber belajar, metode yang akan dipergunakan,

lingkungan tempat belajar, serta keadaan peserta didik itu sendiri. Dengan

demikian, penggunaan pendekatan kelompok ini tidak dapat dilakukan secara

sembrono atau tanpa perhitungan yang matang.

3. Pendekatan Campuran

Pada bagian terdahulu telah dikemukakan, bahwa seorang anak didik di

samping memiliki latar belakang perbedaan secara individual, juga memiliki

persamaan sebagai makhluk yang berkelompok. Dengan demikian, setiap

peserta didik sesungguhnya dapat didekati secara individual dan kelompok.

Pada bagian terdahulu juga sudah dikemukakan, bahwa pada pendekatan

individual dan kelompok masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.

Keadaan sebagaimana tersebut di atas, memberi petunjuk tentang

kemungkinan dapat dilakukan pendekatan yang ketiga, yaitu pendekatan

campuran, yaitu sebuah pendekatan yang bertumpu pada upaya menyinergikan

keunggulan yang terdapat pada pendekatan individual dan keunggulan yang

terdapat pada pendekatan kelompok. Namun dalam praktiknya, pendekatan

campuran ini akan jauh lebih banyak masalahnya dibandingkan dengan dua

pendekatan sebagaimana tersebut di atas. Ketika guru dihadapkan kepada

permasalahan peserta didik yang bermasalah, maka guru akan berhadapan

dengan permasalahan peserta didik yang bervariasi. Setiap masalah yang

dihadapi peserta didik tidak selalu sama, terkadang ada perbedaan.

Uraian tersebut di atas telah menjelaskan, bahwa setiap peserta didik

memiliki motivasi yang berbeda-beda dalam belajar.dari satu sisi terdapat

peserta didik yang memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar, namun pada sisi

lain terdapat peserta didik yang motivasi belajarnya sedang-sedang saja, atau

rendah. Keadaan ini selanjutnya menimbulkan keadaan peserta didik yang satu

bergairah dalam dalam belajar, sedangkan peserta didik yang lainnya biasa-

biasa saja, bahkan tidak bergairah sama sekali, dan tidak mau ikut belajar. Ia

malah asyik bersenda gurau, bermain-main, atau melakukan pekerjaan yang

tidak ada hubungannya dengan kegiatan belajar. Mereka duduk dan berbicara,

berbincang-bincang satu sama lain tentang hal-hal yang terlepas dari masalah

pelajaran.

Page 11: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

8

4. Pendekatan Edukatif

Apapun yang guru lakukan dalam pendidikan dan pengajaran dengan

tujuan untuk mendidik, bukan karena motif-motif 1ain, seperti dendam, gengsi,

ingin ditakuti, dan sebagainya.Anak didik yang telah melakukan kesalahan,

yakni membuat keributan di kelas ketika guru sedang memberikan pelajaran,

misalnya, tidak tepat diberikan sanksi hukum dengan cara memukul badannya

hingga luka atau cidera. Ini adalah tindakan sanksi hukum yang tidak bernilai

pendidikan. Guru telah melakukan pendekatan yang salah. Guru telah

menggunakan teori power, yakni teori kekuasaan untuk menundukkan orang

lain. Dalam pendidikan, guru akan kurang arif dan bijaksana bila menggunakan

kekuasaan, karena hal itu bisa merugikan pertumbuhan dan perkembangan

kepribadian anak didik. Pendekatan yang benar bagi guru adalah dengan

melakukan pendekatan edukatif. Setiap tindakan, sikap, dan perbuatan yang

guru lakukan harus bernilai pendidikan, dengan tujuan untuk mendidik anak

didik agar menghargai norma hukum, norma susila, norma moral, noram sosial,

dan norma agama.

Cukup banyak sikap dan perbuatan yang harus guru lakukan untuk

menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada anak didik. Salah satu contohnya,

misalnya, ketika lonceng tanda masuk kelas telah berbunyi, anak-anak jangan

dibiarkan masuk dulu, tetapi suruhlah mereka berbaris di depan pintu masuk

dan perintahkanlah ketua kelas untuk mengatur barisan. Semua anak

perempuan berbaris dalam kelompok jenisnya. Demikian juga semua anak laki-

laki, berbaris dalam kelompok sejenisnya. Jadi, barisan dibentuk menjadi dua

dengan pandangan terarah ke pintu masuk. Di sisi pintu masuk guru berdiri

sambi! mengontrol bagaimana anak-anak berbaris di depan pintu masuk kelas.

Semua anak dipersilakan masuk oleh ketua kelas. Mereka pun satu per satu

masuk kelas, mereka satu per satu menyalami guru dan mencium tangan guru

sebelum dilepas. Akhirnya, semua anak masuk dan pelajaran pun dimulai.

Contoh di atas menggambarkan pendekatan edukatif yang telah

dilakukan oleh guru dengan menyuruh anak didik berbaris di depan pintu

masuk kelas. Guru telah meletakkan tujuan untuk membina watak anak didik

dengan pendidikan akhlak yang mulia. Guru telah membimbing anak didik,

bagaimana cara memimpin kawan-kawannya dan anak-anak lainnya, membina

bagaimana cara menghargai orang lain dengan cara mematuhi semua

perintahnya yang bernilai kebaikan. Betapa baiknya jika semua sekolah (TK, SD

atau SLTP) melakukan hal yang demikian itu. Mungkin kewibawaan guru yang

dirasakan mulai memudar sekarang ini dapat dimunculkan kembali dan tetap

melekat pada pribadi guru. Sekaranglah saatnya mengedepankan pendidikan

kepribadian kepada anak didik dan jangan hanya pendidikan intelektual serta

keterampilan semata, karena akan menyebabkan anak tumbuh sebagai seorang

intelektual atau ilmuwan yang berpribadi kering.

Page 12: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

9

Guru yang hanya mengajar di kelas, belum dapat menjamin terbentuknya

kepribadian anak didik yang berakhlak mulia. Demikian juga halnya dengan

guru yang mengambil jarak dengan anak didik. Kerawanan hubungan guru

dengan anak didik disebabkan komunikasi antara guru dengan anak didik

kurang berjalan harmonis. Kerawanan hubungan ini menjadi kendala bagi guru

untuk melakukan pendekatan edukatif kepada anak didik yang bermasalah.

Guru yang jarang bergaul dengan anak didik dan tidak mau tahu dengan

masalah yang dirasakan anak didik, membuat anak didik apatis dan tertutup

atas apa yang dirasakannya. Sikap guru yang demikian kurang dibenarkan

dalam pendidikan, karena menyebabkan anak didik menjadi orang yang

introver (tertutup).

Kasus yang terjadi di sekolah biasanya tidak hanya satu, tetapi

bermacam-macam jenis dan tingkat kesukarannya. Hal ini menghendaki

pendekatan yang tepat. Berbagai kasus yang terjadi, selain ada yang dapat

didekati dengan pendekatan individual, ada juga yang dapat didekati dengan

pendekatan kelompok, dan ada pula yang dapat didekati dengan pendekatan

bervariasi. Namun yang penting untuk diingat adalah bahwa pendekatan

individual harus berdampingan dengan pendekatan edukatif; pendekatan

kelompok harus berdampingan dengan pendekatan edukatif, dan pendekatan

bervariasi harus berdampingan dengan pendekatan edukatif. Dengan demikian,

semua pendekatan yang dilakukan guru harus bernilai edukatif, dengan tujuan

untuk mendidik. Tindakan guru karena dendam, marah, kesal, benci, dan

sejenisnya bukanlah termasuk perbuatan mendidik, karena apa yang guru

lakukan itu menurutkan kata hati atau untuk memuaskan hati.

Selain berbagai pendekatan yang disebutkan di depan, ada lagi

pendekatan-pendekatan lain. Berdasarakan kurikulum atau Garis-garis Besar

Program Pengajaran (GBPP) Pendidikan Agama Islam SLTP Tahun 1994

disebutkan lima macampendekatan untuk pendidikan agama Islam, yaitu

pendekatan pengalaman, pendekatan pembiasaan, pendekatan emosional,

pendekatan rasional, dan pendekatan fungsional. Kelima macam pendekatan ini

diajukan, karena pendidikan agama Islam di sekolah umum dilaksanakan

melalui kegiatan intra dan ekstra kurikuler yang satu sama lainnya saling

menunjang dan saling melengkapi. Kelima pendekatan tersebut dijelaskan

sebagai berikut:

a. Pendekatan Pengalaman

Experience is the best teacher, pengalaman adalah guru yang terbaik.

Pengalaman adalah guru bisu yang tidak pernah marah. Pengalaman adalah

guru yang tanpa jiwa, namun selalu dicari oleh siapa punjuga. Belajar dari

pengalaman adalah lebih baik daripada sekadar bicara, dan tidak pemah

berbuat sama sekali. Belajar adalah kenyataan yang ditunjukkan dengan

kegiatan fisiko Karena itu, the proses of learning is doing, reacting, undergoing,

Page 13: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

10

experiencing. The products of learning are all achieved by the learner through

his own activity. (H.C. Witherington dan W.H. Burton, 1986: 57).

Meskipun pengalaman diperlukan dan selalu dicari selama hidup, namun

tidak semua pengalaman tidak bersifat mendidik (edukative ex perience),

karena ada pengalaman yang tidak bersifat mendidik (misedukative

experience). Suatu pengalaman dikatakan tidak mendidik, jika guru tidak

membawa anak ke arah tujuan pendidikan, akan tetapi menyelewengkan dari

tujuan itu, misalnya "mendidik anak menjadi pencopet." Karena itu, ciri-ciri

pengalaman yang edukatif adalah berpusat pada suatu tujuan yang berarti bagi

anak (meaningful), kontinyu dengan kehidupan anak, interaktif dengan

lingkungan, dan menambah integrasi anak. Demikianlah pendapat

Witherington.

b. Pendekatan Pembiasaan Pembiasaan adalah alat pendidikan. Bagi anak yang masih kecil,

pembiasaan ini sangat penting. Karena denganpembiasaan itulahakhimya suatu

aktivitas akan menjadi milik anak di kemudian hari. Pembiasaan yang baik akan

membentuk suatu sosok manusia yang berkepribadian yang baik pula.

Sebaliknya, pembiasaan yang buruk akan membentuk sosok manusia yang

berkepribadian yang buruk pula. Begitulah biasanya yang terlihat dan yang

terjadi pada diri seseorang. Karenanya, di dalam kehidupan

bermasyarakat,kedua kepribadian yang bertentangan ini selalu ada dan tidak

jarang terjadi konflik di antara mereka.

Anak kecil tidak seperti orang dewasa yang dapat berpikir abstrak. Anak

kecil hanya dapat berpikir konkret Kata-kata seperti kebijaksanaan, keadilan,

dan perumpamaan,adalah contoh kata benda abstrak yang sukar dipikirkan

oleh anak. Anak kecil belum kuat ingatannya,ia lekas melupakan apa yang sudah

dan baru terjadi. Perhatian mereka lekas dan mudah beralih kepada hal-hal

yang baru, yang lain, yang disukainya.

c. Pendekatan Emosional Emosi adalah gejala kejiwaan yang ada di dalam diri seseorang. Emosi

berhubungan dengan masalah perasaan. Seseorang yang mempunyai perasaan

pasti dapat merasakan sesuatu, baik perasaan jasmaniah maupun perasaan

rohaniah. Perasaan rohaniah di dalamnya ada perasaan intelektual, perasaan

estetis, perasaan etis, perasaan sosial, dan perasaan harga diri. Menurut Chalijah

Hasan merasa adalah aktualisasi kerja dari hati sebagai materi dalam struktur

tubuh manusia, dan merasa sebagai aktivitas kejiwaan ini adalah suatu

pemyataan jiwa yang bersifat subjektif. Hal ini dilakukan dengan

mengemukakan suatu kesan senang atau tidak senang, dan umumnya tidak

tergantung pada pengamatan yang dilakukan oleh indra.

Page 14: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

11

Perasaan, menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono sebagai fungsi

jiwa untuk dapat mempertimbangkan dan mengukur sesuatu menurut "rasa

senang dan tidak senang", mempunyai sifat-sifat senang dan sedih/tidak

senang, kuat dan lemah, lama dan sebentar, relatif, dan tidak berdiri sendiri

sebagai pernyataan jiwa.

d. Pendekatan Rasional Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh sang Maha Pencipta, yaitu

Allah swt. Manusia adalah makhluk yang sempuma diciptakan. Manusia

berbeda dengan makhluk lainnya yang diciptakan oleh Tuhan. Perbedaannya

terletak pada akal Manusia mempunyai akal, sedangkan makhluk lainnya

seperti binatang dan sejenisnya tidak mempunyai akal. Jadi, hanya manusialah

yang dapat berpikir, sedangkan makhluk lainnya tidak mampu berpikir.

Dengan kekuatan akalnya manusia dapat membedakan mana perbuatan

yang baik dan mana perbuatan yang buruk, mana kebenaran dan mana

kedustaan dari sesuatu ajaran atau perbuatan. Dengan akal pula dapat

membuktikan dan membenarkan adanya Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha

Pencipta atas segala sesuatu di dunia ini. Walaupun disadari keterbatasan akal

untuk memikirkan dan memecahkan sesuatu, tetapi diyakini pula bahwa

dengan akal dapat dicapai ketinggian ilmu pengetahuan dan penghasilan

teknologi modern. Itulah sebabnya manusia dikatakan sebagai homo sapien,

semacam makhluk yang berkecenderungan untuk berpikir.

e. Pendekatan Fungsional Ilmu pengetahuan yang dipelajari oleh anak di sekolah bukanlah hanya

sekadar pengisi otak, tetapi diharapkan berguna bagi kehidupan anak, baik

sebagai individu maupun sebagai makhluk sosia!. Anak dapat memanfaatkan

ilmunya untuk kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Bahkan yang lebih penting adalah ilmu pengetahuan dapat membentuk

kepribadian anak. Anak dapat merasakan manfaat dari ilmu yang didapatnya di

sekolah. Anak mendayagunakan nilai guna dari suatu ilmu sudah fungsional di

dalam diri anak.

Pelajaran agama yang diberikan di kelas bukan hanya untuk

memberantas kebodohan dan pengisi kekosongan intelektual, tetapi untuk

diimplementasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang demikian itulah

yang pada akhimya hendak dicapai oleh tujuan pendidikan agama di sekolah

dalam berbagai jenis dan tingkatan. Karena itu, kurikulum pun disusun sesuai

dengan kebutuhan siswa di masyarakat.

5. Pendekatan Keagamaan

Pendidikan dan pelajaran di sekolah tidak hanya memberikan satu atau

dua macam mata pelajaran, tetapi terdiri dari banyak mata pelajaran. Semua

Page 15: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

12

mata pelajaran itu pada umumnya dapat dibagi menjadi mata pelajaran umum

dan mala pelajaran agama Berbagai pendekatan dalam pembahasan terdahulu

dapat digunakan untuk kedua jenis mata pelajaran ini. Tentu saja

penggunaannya tidak sembarangan, tetapi harus disesuaikan dengan tujuan

pembelajaran yang dicapai. Dalam praktiknya tidak hanya digunakan satu,

tetapi bisa juga penggabungan dua atau lebih pendekatan.

Khususnya untuk mata pelajaran umum, sangat berkepentingan dengan

pendekatan keagamaan. Hal lni dimaksudkan agar nilai budaya ilmu itu tidak

sekuler, tetapi menyatu dengan nilai agama. Dengan penerapan prinsip-prinsip

mengajar seperti prinsip korelasi dan sosialisasi, guru dapat menyisipkan

pesan-pesan keagamaan untuk semua mata pelajaran umum. Tentu saja guru

harus menguasai ajaran-ajaran agama yang sesuai dengan mata pelajaran yang

dipegang. Mata pelajaran biologi, misalnya, bukan terpisah dari masalah agama,

tetapi ada hubungannya. Cukup banyak dalil agama yang membahas masalah

biologi. Persoalannya sekarang terletak, mau atau tidaknya guru mata pelajaran

tersebut mencari dan menggali dalil-dalil dimaksud dan menafsirkannya guna

mendukung penggunaan pendekatan keagamaan dalam pendidikan dan

pengajaran. Surah Yaasiin, ayat 34, dan ayat 36, adalah bukti nyata bahwa

pelajaran biologi tidak bisa dipisahkan dari ajaran agama. Surah Yaasiin ayat 37,

38, 39, dan 40 adalah dalil-dalil nyata pendukung pendekatan keagamaan dalam

mata pelajaran fisika.

Akhirnya, pendekatan agama dapat membantu guru untuk memperkecil

kerdilnya jiwa agama di dalam diri siswa, yang pada akhirnya nilai-nilai agama

tidak dicemoohkan dan dilecehkan, tetapi diyakini, dipahami, dihayati, dan

diamalkan selama hayat siswa di kandung badan.

6. Pendekatan Kebermaknaan

Bahasa adalah alat untuk menyampaikan dan memahami gagasan

pikiran, pendapat, dan perasaan, secara lisan maupun tulisan. Bahasa Inggris

adalah bahasa asing pertama di Indonesia yang dianggap penting untuk tujuan

penyerapan dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya, dan

pembinaan hubungan dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Dalam rangka penguasaan bahasa Ingrris tidak bisa mengabaikan

masalah pendekatan yang harus digunakan dalam proses belajar mengajar.

Kegagalan penguasaan bahasa Inggris oleh siswa, salah satu sebabnya adalah

kurang tepatnya pendekatan yang digunakan oleh guru selain faktor lain seperti

faktor sejarah, fasilitas, dan lingkungan serta kompetensi guru itu sendiri.

Kegagalan pengajaran tersebut tentu saja tidak boleh dibiarkan begitu saja,

karena akan menjadi masalah bagi siswa dalam setiap jenjang pendidikan yang

dimasukinya. Karenanya perlu dipecahkan. Salah satu alternatif ke arah

pemecahan masalah tersebut diajukanlah pendekatan baru, yaitu pendekatan

Page 16: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

13

kebermaknaan. Beberapa konsep penting yang menyadari pendekatan ini

diuraikan sebagai berikut:

a) Bahasa merupakan alat untuk mengungkapkan makna yang diwujudkan

malalui struktur (tata bahasa dan kosa kata). Dengan demikian, struktur

berperan sebagai alat pengungkapan makna (gagasan, pikiran, pendapat,

dan perasaan).

b) Makna ditentukan oleh lingkup kebahasaan maupun lingkup situasi yang

merupakan konsep dasar dalam pendekatan kebermaknaan pengajaran

bahasa yang natural, didukung oleh pemahaman lintas budaya.

c) Makna dapat diwujudkan melalui kalimat yang berbeda, baik secara lisan

maupun tertulis. Suatu kalimatdapat mempunyai makna yang berbeda

tergantung pad a situasi saat kalimat itu digunakan. Jadi keragaman ujaran

diakui keberadaannya dalam bentuk bahasa lisan atau tertulis.

d) Belajar bahasa asing adalah belajar berkomunikasi melalui bahasa tersebut,

sebagai bahasa sasaran, baik secara lisan maupun tertulis. Belajar

berkomunikasi ini perlu didukung oleh pembelajaran unsur unsur bahasa

sasaran.

e) Motivasi belajar siswa merupakan faktor utama yang menentukan

keberhasilan belajamya. Kadar motivasi ini banyak ditentukan oleh kadar

kebermaknaan bahan pelajaran dan kegiatan pembelajaran memiliki siswa

yang bersangkutan. Dengan kata lain, kebermaknaan bahan pelajaran dan

kegiatan pembelajaran memiliki peranan yang amat penting dalam

keberhasilan belajar siswa.

f) Bahan pelajaran dan kegiatan pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi

siswa jika berhubungan dengan pengalaman, minat, tata nilai, dan masa

depannya. Karena itu, pengalaman siswa dalam lingkungan, minat, tata

nilai, dan masa depannya harus dijadikan pertimbangan dalam

pengambilan keputusan pengajaran dan pembelajaran untuk membuat

pelajaran lebih bermakna bagi siswa.

g) Dalam proses belajar-mengajar, siswa merupakan subjek utama, tidak

hanya sebagai objek belaka. Karena itu, ciri-ciri dan kebutuhan mereka

harus dipertimbangkan dalam segala keputusan yang terkait dengan

pengajaran.

h) Dalam proses belajar-mengajar guru berperan sebagai fasilitatoryang

membantu siswa mengembangkan keterampilan berbahasanya.

Relevansi Metode dengan Bahan Pelajaran

Dalam proses belajar mengajar, seorang guru harus menyampaikan atau

mengajarkan sesuatu bahan pada murid. Bahan (subject metter) itu biasanya

meliputi pengetahuan, keterampilan sikap dan norma atau nilai-nilai yang

Page 17: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

14

diharapkan dimiliki dan diamalkan. Pada sebagian madrasah, terutama pada

masa silam bahkan juga sampai sekarang, kurikulum masih dalam bentuk

subject metter dan sementara itu dikalangan guru masih terdapat pandangan

yang berbeda terhadap kurikulum semacam itu. Ada yang berpendapat bahwa

bahan pelajaran itu mengandung nilai-nilai instrinsik dan harus dipelajari untuk

kepentingan nilai itu sendiri. Sebagian lagi beranggapan bahwa bahan pelajaran

itu diajarkan untuk dimanfaatkan atau dengan kata lain nilainya tergantung

pada penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Pihak lain beranggapan

bahwa bahan pelajaran itu adalah sebagai alat saja untuk menegambangkan

kemampuan intelektual, keterampilan, norma dan sikap.

Perbedaan pandangan tersebut diatas sebenarnya tidak perlu terjadi

kalau kita memeperhatikan tujuan sekolah atau madrasah pada umumnya.

Madrasah bertujuan untuk membentuk pribadi muslim dengan

memperlengkapi siswa berbagai pengetahuan termasuk pengetahuan agama,

dan keterampilan-keterampilan. Jelaslah bahwa pelajaran itu adalah sebagai

alat yang sangat penting, yaitu alat untuk mencapai tujuan; alat yang digunakan

oleh guru dan murid untuk tujuan yang suci yaitu membentuk pribadi yang

muslim. Hal itu dapat dicapai bila bahan pelajaran yang dipelajari disajikan

dengan cara yang wajar dengan memperhatikan juga faktor murid dan situasi.

Bahan dipelajari secara wajar bila murid mengolah bahan itu melalui proses

penemuan berpikir kreatif, kerjasama dan merealisasi kemampuan diri sendiri.

Bahan pelajaran agama tidak diragukan lagi penuh mengandung nilai-

nilai bagi pembentukan pribadi muslim tetapi kalau dibiarkan dengan cara yang

kurang wajar misalnya anak diseruh menghafal secara mekanis apa yang

disampaikan oleh guru atau yang terdapat didalam buku-buku pelajaran, tidak

mustahil akan timbul pada diri anak murid ras tidak senang pada pelajaran

agama dan mungkin juga tidak senang dengan guru agamnya. Oleh karena

bahan yang akan dipelajari mempunyai sifat yang berbeda satu dengan yang

lainnya, maka untuk setiap jenis bahan memerlukan jenis belajar sendiri. Pada

uumnya dikenal jenis bahan dan jenis belajar yang sesuai dengannya seperti

tersebut dibawah ini.

1. Bahan yang memerlukan pengamatan

Pengetahuan yang dimiliki oleh anak umumnya diperoleh melalui alat

indra atau melalui pengamatan baik langsung maupun tidak langsung. Alat

indra dalam hal ini memegang peranan yang penting, ketidak sempurnaan atau

ketidak pekaan suatu alat indra akan menyebabkan pengamaatan tidak

sempurna dan hasil belaja menjadi berkurang.Dengan mendengar uraian guru

(jadi pengamatan melalui indra pendengar) murid dapat mengetahui hal-hal

yang berhubungan dengan shalat jumat. Begitu juga dengan melalui membaca

(pengamatan melalui indra penglihat), melihat orang sembahyang Jum’at atau

melihat fil tentang orang shalat jumat anak memperoleh pengetahuan shalat

Page 18: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

15

jumat. Dari contoh tersebut diatas jelas bahwa metode yang relevan untuk

bahan tersebut adalah metode ceramah, atau metode resitasi atau metode

proyek (dalam hal ini proyek tentang shalat jumat). Yang ditekankan pada

bahan tersebut adalah segi pengetahuannya sedangkan unuk keterampilan

melakukn shalat Jumat termasuk Khatib memerlukan jenis belajar yang lain dan

metode yang lain pula.

2. Bahan yang memerlukan keterampilan atau gerakan tertentu

Untuk menguasi bahan sejenis ini seseorang terutama harus belajar

secara motoris (motor type of learning). Mungkin jenis belajar melalui

pengamatan perlu juga tetapi tidak sepenting belajar motoris. Contoh : bahan

pelajaran membaca Al-Quran dengan baik.

Dalam hal ini juga diperlukan belajar motoris yaitu menguasai

keterampilan-keterampilan dalam hal gerakan mulut dan lidah, pengaturan

pernafasan dan suara. Metode yang relevan untuk bahan-bahan tersebut adalah

metode demonstrasi dan rilek.

3. Bahan yang mengandung materi hafalan.

Bahan pelajaran agama jenis ini termasuk cukup banyak dan segera harus

diketahui dan dihafalkan karena akan digunakan dalam beribadah dan beramal.

Disamping itu juga untuk keperluan ujian khususnya exhternal education.

Untuk mempelajari bahan hafalan,ini diperlukan jenis belajar menghafalan

(memory type of learning). Belajar menghafal sering menimbulkan penyakit

verbalisme yaitu anak tahu menyebutkan kata-kata, definisi, rumus dan

sebagainya tetapi tidak dipahami. Penyakit lain yang sering dijumpai akibat

belajar menghafal ini ialah intelektualitas penguasaan pengetahuan sebanyak-

banyaknya dari buku pelajaran tanpa menghubungkannya dengan realitas

dalam kehidupan sehari-hari.Untuk menghindarkan anak dari penyakit

tersebut, perlu diperhatikan prinsip-prinsip berikut ini:

a. Bahan yang akan dihafalkan hendaknya diusahakan agar dipahami benar-

benar oleh anak.

b. Bahan hafalan hendaknya merupkan suatu kebulatan (keseluruhan dan

bukan fakta yang lepas).

c. Bahan yang hendak dihafal hendaknya digunakan secara fungsional dalam

situasi tertentu.

d. Active recall hendaknya senantiasa dilakukan.

e. Metode keseluruhan atau metode bagian yang digunakan tergantung pada

sifat bahan.

4. Bahan yang Mengandung Unsur Emosi

Kalau dalam bagian yang lalu telah dibicarakan jenis bahan yang

mengandung unsur pengetahuan dan keterampilan, maka pada bagian ini akan

Page 19: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

16

dilanjutkan dengan bahan yang mengandung unsur emosi seperti kejujuran,

keberanian, kesabaran, kegembiraan, kasih sayang dan sebagainya. Bahan

seperti ni memerlukan jenis belajar tersendiri yang disebut emotion type

learning. Dibandingkan dengan jenis belajar yang lai, jenis emosi ini belum

mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Hal itu mungkin disebabkan oleh

karena jenis belajar ini kurang dipahami dan pelaksanaanya tidak mudah.

Kurikulum pendidikan agama memuat bahan yang khusus untuk membentuk

sifat-sifat tersebut, walaupun sifat itu dapat juga dicapai pada setiap bidang

studi selain pendidikan agama. Contoh : akhlak terhadap diri sendiri.bahan yang

akan dipelajari adalah sifat sabar, pemaaf, pemurah dan menjauhi sifat dendam

dan sebagainya. Untuk mencapai sifat tersebut guru harus mengusahan agar

anak memperoleh pengalaman sebanyak-banyaknya. Jadi dengan

menggunakan metode sosiodrama/bermain peranan da service project. Hal

yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaanya adalah:

a. Harus ada pada anak suatu ide tentang sifat sabar, pemaaf dan sebagainya

yang timbul karena pengalaman,baik didalam kelas maupun diluar kelas.

Memberitahukan sifat-sifat terpuji kepada anak tidak banyak manfaatnya

dan cenderung verbalistis.

b. Timbulkan emosi pada diri anak, yaitu ia merasa bahwa sifat itu baik atau

tidak baik.

c. Sifat-sifat itu harus dilatih, dilaksanakan dalam perbuatan. Sehubungan

dengan hitu faktor situasi sekolah termasuk kepribadian guru, situasi

lingkungan dan keluarga sangat besar artinya.

Rangkuman

Pendekatan pembelajaran dapat berarti titik tolak atau sudut pandang

terhadap proses pembelajaran atau merupakan gambaran pola umum

perbuatan guru dan peserta didik di dalam perwujudan kegiatan pembelajaran,

yang berusaha meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan

psikomotorik siswa dalam pengolahan pesan sehingga tercapai sasaran belajar.

Paradigma pendikan yang digunakan sekarang ini bukanlah paradigma

dimana pembelajar diibaratkan sebagai mengisi air ke dalam gelas, melainkan

guru bertindak sebagai guru yang memotivasi dan menginspirasi agar berbagai

potensi yang dimiliki peserta didik itu dapat diexplorasi dengan upayanya

sendiri. Paradigma pendidikan yang demikiaan itu, menempatkan guru sebagai

“seorang bidan” yang membantu melahirkan seorang ibu hamil. Guru hanya

membantu peserta didik agar dapat mengaktualisasikan potensi yang di

milikinya

Dalam kegiatan belajar mengajar yang berlangsung telah terjadi interaksi

yang bertujuan. Guru dan anak didiklah yang menggerakkannya. Ketika

kegiatan belajar mengajar itu berproses, guru harus dengan ikhlas dalam

Page 20: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

17

bersikap dan berbuat, serta mau memahami anak didiknya dengan segala

konsekuensinya. Hal ini akan mempengaruhi pendekatan yang guru ambil

dalam pengajaran. Pendekatan yang tepat maka akan berlangsung belajar

mengajar yang menyenangkan.

Dalam proses belajar mengajar, seorang guru harus menyampaikan atau

mengajarkan sesuatu bahan pada murid. Dalam bahan yang akan guru ajarkan

pasti mempunyai sifat yang berbeda satu dengan yang lainnya,maka untuk

setiap jenis bahan memerlukan jenis belajar sendiri. Diantaranya Bahan yang

memerlukan pengamatan, Bahan yang memerlukan keterampilan atau gerakan

tertentu, Bahan yang mengandung materi hafalan, Bahan yang Mengandung

Unsur Emosi.

Page 21: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

18

BAB 2

Konsep CBSA

Pembelajaran merupakan suatu proses atau upaya menciptakan kondisi

belajar dalam mengembangkan kemampuan minat dan bakat siswa secara

optimal, sehingga kompetensi dan tujuan pembelajaran dapat tercapai. Di

dalam proses pembelajaran, terjadi interaksi belajar dan mengajar dalam suatu

kondisi tertentu yang melibatkan beberapa unsur, baik unsur ekstrinsik

maupun intrinsik yang melekat pada diri siswa dan guru, termasuk lingkungan.

Dalam konteks pembelajaran,sama sekali tidak berarti memperbesar peranan

siswa di satu pihak dan memperkecil peranan guru di pihak lain. Dalam

pembelajaran, guru tetap harus berperan secara optimal, demikian juga halnya

dengan siswa.

Proses pembelajaran melibatkan berbagai kegiatan dan tindakan yang

perlu dilakukan oleh siswa untuk memperoleh hasil belajar yang baik.

Kesempatan untuk melakukan kegiatan dan perolehan hasil belajar ditentukan

oleh pendekatan yang digunakan oleh guru-siswa dalam proses pembelajaran

tersebut.Dalam kegiatan pembelajaran kita tidak lepas dari istilah pendekatan,

yang kemudian lebih dikenal dengan pendekatan pembelajaran. Pendekatan

memiliki pengetahuan yang berbeda dengan strategi, pendekatan bersifat

filosofis paradigmatik yang mendasari aplikasi strategi dan metode. Pendekatan

adalah pola atau cara berpikir atau dasar pandangan terhadap sesuatu.

Pendekatan dapat diimplementasikan dalam sejumlah strategi sedangkan,

strategi adalah pola umum perbuatan guru-siswa di dalam perwujudan

kegiatan pembelajaran. Strategi dapat diimplementasikan dalam beberapa

metode.

Pendekatan adalah titik tolak atau sudut pandang terhadap proses

pembelajaran atau merupakan gambaran pola umum perbuatan guru dan

peserta didik di dalam perwujudan kegiatan pembelajaran. Sedangkan strategi

sendiri merupakan pola umum perbuatan guru peserta didik di dalam

perwujudan kegiatan pembelajaran.Pendekatan merupakan dasar penentuan

strategi yang akan diwujudkan dengan penentuan metode sedangkan metode

merupakan alat yang digunakan dalam pelaksanaan strategi pembelajaran.

Pendekatan pembelajaran adalah suatu titik tolak atau sudut pandang

mengenai terjadinya proses pembelajaran secara umum berdasarkan cakupan

teoritik tertentu. Pendekatan Pembelajaran Aktif merupakan sebuah konsep

pembelajaran yang dipandang sesuai dengan tuntutan pembelajaran mutakhir.

Oleh karena itu, setiap sekolah seyogyanya dapat mengimplementasikan dan

mengembangkan pendekatan pembelajaran aktif ini dengan sebaik mungkin.

Dalam buku ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan pendekatan

CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), yaitu tentang (a) Pengertian Pendekatan

Page 22: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

19

Belajar aktif, (b) Prinsip-prinsip Pendekatan CBSA, dan (c) Strategi Pendekatan

Cara Belajar Siswa Aktif.

Pengertian Pendekatan Belajar Aktif

Pendekatan Belajar Aktif adalah pendekatan dalam pengelolaan sistem

pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif menuju belajar yang mandiri.

Kemampuan belajar mandiri ini merupakan tujuan akhir dari belajar aktif

(Active Learning). Untuk dapat mencapai hal tersebut kegiatan pembelajaran

dirancang sedemikian rupa agar bermakna bagi siswa atau anak didik.

Pembelajaran aktif (Active Learning) mempunyai tujuan untuk mengoptimalkan

semua potensi yang dimilki oleh peserta didik, sehingga semua peserta didik

dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik

pribadi yang mereka miliki. Pembelajaran aktif (Active Learning) juga

dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa atau peserta didik agar tetap

tertuju pada proses pembelajaran.

Belajar aktif merupakan perkembangan teori Dewrning by Doing ( 1859-

1952 ). Dewey sangat tidak setuju pada rote learning “belajar dengan

Menghafal“. Dewey merupakan pendiri Dewey School yang menerapkan

prinsip-prinsip “Learning by Doing “, yaitu bahwa siswa perlu terlibat dalam

proses belajar secara spontan. Dari rasa keingintahuan siswa akan hal-hal yang

belum diketahuinya mendorong keterlibatannya secara aktif dalam suatu

proses balajar. Belajar aktif mengandung berbagai kiat yang berguna untuk

menumbuhkan kemampuan belajar aktif pada diri siswa dan menggali potensi

siswa dan guru untuk sama-sama berkembang dan berbagi pengetahuan,

keterampilan, serta pengalaman.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diartikan bahwa teori rote learning”

Belajar dengan menghafal “tidak cocok dalam proses belajar mengajar karena

siswa hanya dituntut untuk menghafal saja tanpa disertai dengan pemahaman

terhadap materi yang diajarkan. Berbeda dengan teori Learning by Doing

dimana siswa dilibatkan secara spontan dalam proses belajar mengajar. Dalam

teori ini siswa didorong untuk memberikan pemahamannya terdapat materi

yang diajarkan berdasarkan pemahaman masing-masing siswa. Sehingga teori

ini mengandung berbagai kiat untuk menumbuhkan kemampuan dan potensi

siswa dalam belajar aktif. Peran serta siswa (peserta didik) dan guru dalam

konteks belajar aktif menjadi sangat penting.

Guru berperan aktif sebagai fasilitator yang membantu memudahkan

siswa belajar, sebagai narasumber yang mampu mengundang pemikiran dan

daya kreasi siswa, sebagai pengelola yang mampu merancang dan

melaksanakan kegiatan belajar bermakna, dan dapat mengelola sumber belajar

yang diperlukan. Itulah sebabnya guru dikatakan termasuk dalam salah satu

sumber belajar karena guru merupakan orang yang mampu memberi informasi

dan pengetahuan kepada siswanya. Siswa juga terlibat dalam proses belajar

Page 23: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

20

bersama guru karena siswa dibimbing, diajar dan dilatih menjelajah, mencari,

mempertanyakan sesuatu menyelidiki jawaban atas suatu pertanyaan,

mengelola dan menyampaikan hasil perolehannya secara komunikatif. Siswa

juga diharapkan mampu memodifikasi pengetahuan yang baru diterima dengan

pengalaman dan pengetahuan yang pernah diterimanya

Selain itu, siswa dibina untuk memiliki keterampilan agar dapat

menerapkan dan memanfaatkan pengetahuan yang pernah diterimanya pada

hal-hal atau masalah yang baru dihadapinya. Dengan demikian siswa mampu

belajar mandiri. Active Learning (belajar aktif) pada dasarnyaberusaha untuk

memperkuat dan memperlancar Stimulus yang diberikan guru dan respons

anak didik dalam pembelajaran, serta proses pembelajaran menjadi suatu hal

yang menyenagkan bukan menjadi hal yang membosankan bagi mereka,

sehingga mereka dapat mengingat banyak tentang pelajaran yang disampaikan

oleh gurunya terhadap mereka.

Dengan demikian strategi Active Learning (belajar Aktif) pada anak didik

dapat membantu ingatan (memori) mereka, sehingga mereka dapat

dihantarkan kepada tujuan pembelajaran dengan sukses, hal ini kurang

diperhatikan pada pembelajaran konvensional. Dalam metode Active Learning

(belajar aktif) setiap materi pelajaran yang baru harus dikaitkan dengan

berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada sebelumnya. Agar peserta

didik tidak mudah lupa dengan pelajaran yang diterima sebelumnya. Materi

pelajaran yang baru disediakan secara aktif dengan pengetahuan yang sudah

ada. Agar siswa dapat belajar secara aktif guru perlu menciptakan strategi yang

tepat guna, sedemikian rupa sehingga peserta didik mempunyai motivasi yang

tinggi untuk belajar.

Menurut T. Raka Jono (dalam Abu Ahmadi dan Prasetya Joko Tri,

2005:120) (CBSA) dapat dilihat dari dua segi, yakni dari segi siswa yang berarti

bahwa CBSA merupakan proses kegiatan yang dilakukan siswa dalam rangka

belajar. Aktivitas ini dapat berupa aktivitas fisik, mental, maupun keduanya. Ada

juga yang lebih menekankan pada keaktifan mental, meskipun untuk mencapai

maksud ini dipersyaratkan keterlibatan langsung dalam berbagai keaktifan

fisik.

CBSA dilihat dari segi guru merupakan suatu strategi yang dipilih guru

agar keaktifan siswa dalam kegiatan belajar berlangsung secara optimal. Untuk

mencapai maksud ini guru sebelumnya telah mendesain kegiatan belajar

mengajar yang meletakkan aktivitas pada subjek didik. CBSA adalah

pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk

aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan

siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah

kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Pendekatan CBSA menuntut

Page 24: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

21

keterlibatan mental siswa terhadap bahan yang dipelajari. Konsep CBSA dalam

bahasa Inggris disebut student active learning (SAL).

Pendekatan CBSA adalah pendekatan pembelajaran yang menuntut

keaktifan dan partisipasi subyek didik seoptimal mungkin sehingga siswa

mampu mengubah tingkah lakunya secara lebih efektif dan efisien. Dalam

pendekatan ini guru tidak boleh menganggap siswa sebagai anak kecil yang

tidak mungkin bisa mandiri dalam belajar, akan tetapi guru sebagai mitra siswa

untuk bersama-sama aktif dalam proses pembelajaran.

Prinsip-Prinsip Pendekatan CBSA

Prinsip CBSA adalah tingkah laku belajar yang mendasarkan pada kegiatan-

kegiatan yang nampak, yang menggambarkan tingkat keterlibatan siswa dalam

proses belajar-mengajar baik intelektual-emosional maupun fisik. Prinsip-

Prinsip CBSA yang Nampak pada 4 dimensi sebagai berikut:

1. Dimensi subjek didik

a. Keberanian mewujudkan minat, keinginan, pendapat serta dorongan-

dorongan yang ada pada siswa dalam proses belajar-mengajar.

Keberanian tersebut terwujud karena memang direncanakan oleh

guru, misalnya dengan format mengajar melalui diskusi kelompok,

dimana siswa tanpa ragu-ragu mengeluarkan pendapat.

b. Keberanian atau keinginan untuk mencari kesempatan, untuk

berpartisipasi dalam persiapan maupun tindak lanjut dan suatu proses

belajar-mengajar. Hal ini terwujud bila guru bersikap demokratis.

c. Kreatifitas maupun usaha siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar

sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu yang memang

dirancang oleh guru. Guru hendaknya dapat memahami potensi yang

dimiliki peserta didik dan juga memahami kebutuhannya, sehingga

setelah memahami hal ini guru dapat memilih jenis-jenis kegiatan yang

diperlukan peserta didik sebagai subjek belajar.

d. Dorongan keingintahuan yang besar pada diri siswa untuk mengetahui

dan mengerjakan sesuatu yang baru dalam proses belajar mengajar.

e. Peranan bebas dalam melakukan sesuatu tanpa merasa ada tekanan

dan siapapun termasuk guru dalam proses belajar mengajar. Hal ini

perlu ditanamkan dalam diri peserta didik karena dapat menunjang

keberhasilan kegiatan belajar mengajar (KBM).

2. Dimensi Guru

a. Adanya usaha dan guru untuk mendorong siswa dalam meningkatkan

kegairahan serta partisipasi siswa secara aktif dalam proses belajar-

mengajar. Guru harus mampu berinteraksi dengan peserta didiknya

dan juga dapat memberi motivasi serta dapat menciptakan suasana

belajar yang menyenangkan dan memungkinkan siswa untuk aktif

daalam proses belajar mengajarnya.

Page 25: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

22

b. Kemampuan guru dalam menjalankan peranannya sebagai inovator

dan motivator.

c. Sikap demokratis yang ada pada guru dalam proses belajar-mengajar.

Hal ini sangat diperlukan dalam proses pembelajaran, karena sikap

demokratis adalah sikap memberi kebebasan kepada peserta didik

dalam proses belajar mengajar.

d. Pemberian kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan cara

serta tingkat kemampuan masing-masing. Sehingga diperlukan guru

untuk mengetahui bahwa setiap peserta didik mempunyai banyak

perbedaan, atau tidak sama antar satu dengan yang lainnya.

e. Kemampuan untuk menggunakan berbagai jenis strategi belajar-

mengajar serta penggunaan multimedia. Kemampuan ini akan

menimbulkan lingkungan belajar yang merangsang siswa untuk

mencapai tujuan.

3. Dimensi Program

a. Tujuan instruksional, konsep serta materi pelajaran yang memenuhi

kebutuhan, minat serta kemampuan siswa; merupakan suatu hal yang

sangat penting diperhatikan guru.

b. Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan konsep

maupun aktivitas siswa dalam proses belajar-mengajar.

c. Program yang fleksibel (luwes); disesuaikan dengan situasi dan

kondisi, dalam penentuan media dan strategi belajar mengajar

sehingga peserta didik dapat memahami materi yang dipelajarinya.

4. Dimensi situasi belajar-mengajar

a. Situasi belajar yang di dalamnya terdapat komunikasi yang baik,

hangat, bersahabat, antara guru-siswa maupun antar siswa sendiri

dalam proses belajar-mengajar.

b. Adanya suasana gembira dan gairah pada siswa dalam proses belajar-

mengajar.

Strategi Pendekatan cara belajar siswa aktif

Strategi yang dapat digunakan guru untuk mencapai tujuan tersebut

antara lain:

1. Refleksi

Guru dapat meminta siswa untuk secara berkala merefleksikan hal-hal

yang telah dipelajarinya dalam pembelajaran. Dalam tahap ini guru

menjelaskan sedikit tentang materi yang telah dipelajari sebelumnya untuk

melatih ingatan siswa agar tidak lupa pada materi yang telah diajarkan.

Contohnya: melalui jurnal opinion paper.

Page 26: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

23

2. Pertanyaan Siswa (Anak didik)

Untuk setiap pokok bahasan atau pertemuan, guru memberi tugas siswa

untuk menuliskan pertanyaan-pertanyaan tentang hal-hal yang belum

dipahami, atau hal-hal yang perlu dibahas bersama guru dan teman-teman

siswa lainnya. Pada tahap ini diharapkan siswa untuk mengingat dan

mengembangkan materi yang telah diajarkan.

3. Rangkuman

Guru dapat membiasakan siswa untuk membuat rangkuman terhadap

hasil disuksi kelompok yang dilakukan dikelas atau sebagai tugas

mandiri.Selain itu rangkuman tersebut juga dapat merupakan tugas untuk

mengevaluasi/menilai sesuatu seperti buku, artikel, majalah dan lain-lain

berdasarkan prinsip-prinsip yang telah dipelajarinya dalam pembelajaran.

Dengan demikian siswa bisa memiliki gambaran terhadap materi yang

diajarkan dan siswa dapat menjelaskan kembali materi yang telah dijelaskan

berdasarkan pemahaman mereka masing-masing.

4. Pemetaan Kognitif

Pemetaan kognitif adalah alat untuk membuat siswa aktif belajar tentang

konsep-konsep (reposisi) dan skemanya. Pemetaan kognitif juga dapat

digunakan untuk menumbuhkan proses belajar aktif siswa. Untuk dapat

merancang kegiatan yang melibatkan siswa secara aktif dan menantang siswa

secara intelektual, diperlukan guru yang mempunyai kreativitas dan

profesionalisme yang tinggi. Belajar aktif memperkenalkan cara pengelolaan

kelas yang beragam tidak hanya berbentuk kegiatan belajar klasikal saja.

Kegiatan belajar klasikal (ceramah) masih tetap digunakan agar guru dapat

memberi penjelasan tentang materi pelajaran dengan jelas dan baik. Namun

kegiatan belajar klasikal bukan merupakan satu-satunya model pengelolaan

kelas. Masih banyak bentuk kegiatan lainnya seperti belajar kelompok, kegiatan

belajar berpasangan, dan kegiatan belajar perorangan.

Masing-masing bentuk kegiatan mempunyai keunggulan dan kelemahan

masing-masing.Guru perlu memilih bentuk kegiatan yang paling tepat

berdasarkan tujuan intruksional kegiatan yang telah ditetapkan. Bentuk

kegiatan yang dipilih hendaknya mampu merangsang siswa untuk aktif secara

mental, sekaligus mencapai tujuan instruksional yang ditetapkan. Belajar aktif

mensyaratkan pemanfaatan sumber belajar yang beraneka ragam secara

optimal dalam proses belajar. Sumber belajar yang dapat dimanfaatkan tidak

hanya terbatas pada sumber belajar yang ada di lingkungan sekolah saja, seperti

guru, teman, laboratorium, studio, dan perpustakaan saja. Namun juga pada

sumber belajar yang ada di luar sekolah, seperti komunitas masyarakat,

objek/tempat tertentu media, gejala alam, narasumber setempat seperti

pemuka agama dan pemuka adat. Pemanfaatan sumber belajar yang

Page 27: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

24

beranekaragam secara optimal merupakan titik tolak kegiatan pembelajaran

yang bervariasi dan menantang siswa.

Melalui pendekatan belajar aktif, siswa diharapkan akan mampu

mengenal dan mangembangkan kapasitas belajar dan potensi yang mereka

miliki. Di samping itu siswa secara penuh dan sadar dapat menggunakan

potensi sumber belajar yang terdapat di lingkungan sekitarnya, lebih terlatih

untuk berprakarsa, berpikir secara sistematis, kritis dan tanggap, sehingga

dapat menyelesaikan masalah sehari-hari melalui penelusuran informasi yang

bermakna baginya.

5. Belajar aktif menuntut guru bekerja secara professional

Selanjutnya, Belajar Aktif menuntut guru bekerja secara profesional,

mengajar secara sistematis, dan berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran

yang efektif dan efisien. Artinya guru dapat merekayasa sistem pembelajaran

yang dilaksanakan secara sistematis dan menjadikan proses pembelajaran

sebagai pengalaman yang bermakna bagi siswa.

Untuk itu guru diharapkan memiliki kemampuan untuk Memanfaatkan

sumber belajar di lingkungannya secara optimal dalam proses

pembelajaran,berkreasi mengembangkan gagasan baru,mengurangi

kesenjangan pengetahuan yang diperoleh siswa dari sekolah dengan

pengetahuan yang diperoleh dari masyarakat, mempelajari relevansi dan

keterkaitan mata pelajaran bidang ilmu dengan kebutuhan sehari-hari dalam

masyarakat, mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku siswa

secara bertahap dan utuh, memberi kesempatan pada siswa untuk dapat

berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuannya dan menerapkan

prinsip-prinsip belajar aktif.

Rangkuman

Berdasarkan uraian yang dibahas dalam buku ini,dapat disimpulkan

beberapa hal yang berkaitan dengan pendekatan CBSA.Dimana dalam

pendekatan belajar aktif bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan semua

potensi yang dimilki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat

mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi

yang mereka miliki. Di samping itu pembelajaran aktif juga dimaksudkan untuk

menjaga perhatian siswa atau anak didik agar tetap tertuju pada proses

pembelajaran. Prinsip-prinsip pendekatan CBSA terdapat empat dimensi yakni

dimensi subjek didik, dimensi guru, dimensi program dan dimensi situasi

belajar-mengajar. Sedangkan dalam strategi pendekatan cara belajar siswa aktif

terdapat lima poin pokok yaitu refleksi, pertanyaan siswa, rangkuman,

pemetaan kognitif dan menuntut guru bekerja secara profesional. Dengan

Page 28: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

25

demikian pendekatan CBSA diasumsikan sebagai pendekatan belajar yang

efektif untuk dapat membentuk siswa sebagai manusia seutuhnya yang

mempunyai kemampuan untuk belajar mandiri

Page 29: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

26

BAB 3

Teori Behaviorisme

Behavioristik merupakan salah satu aliran psikologi yang memandang

individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek–aspek

mental. Dengan kata lain, behavioristik tidak mengakui adanya kecerdasan,

bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.Peristiwa belajar

semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi

kebiasaan yang dikuasai individu. Dalam konsep Behavioral, perilaku manusia

merupakan hasil belajar, sehingga dapat di ubah dengan memanipulasi dan

mengkreasi kondisi-kondisi belajar.

Teori behavioristik sangat menekankan perilaku atau tingkah laku yang

dapat di amati.Teori-teori dalam rumpun ini sangat bersifat molekular,karena

memandang kehidupan individu terdiri atas unsur-unsur seperti halnya

molekul-molekul.

Ada beberapa ciri dari rumpun teori ini, yaitu:

1. Mengutamakan unsur-unsur atau bagian-bagian terkecil

2. Bersifat mekanistik

3. Menekankan peranan lingkungan

4. Mementingkan pembentukan reaksi atau respon

5. Menekankan pentingnya latihan

Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan

perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan

terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku

reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain

adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang

menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak,

berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan,

asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).

Pengertian Teori Belajar Behavioristik

Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage

dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman

Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh

terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran

yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada

terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,

mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau

perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan

Page 30: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

27

semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan

akan menghilang bila dikenai hukuman.

Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon

(Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat

menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang

penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.

Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan

respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang

diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon

tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat

diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa

yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar

(respon) harus dapat diamati dan diukur.Teori ini mengutamakan pengukuran,

sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau

tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor

penguatan (reinforcement) dan pelemah (punishment). Penguat terdiri dari

penguat positif dan penguat negatif. Pada penguat positif, perilaku yang

diharapkan terbentuk karena diikuti oleh stimulus yang menyenangkan. Misal:

komentar positif guru (stimulus menyenangkan) akan menyemangati siswa

dalam belajar matematika (siswa rajin belajar matematika). Penguat negatif

membentuk perilaku yang diharapkan karena siswa ingin menghindari

stimulus yang tidak menyenangkan. Misal: Ibu tidak memberikan uang saku

(stimulus tidak menyenangkan) kalau anaknya tidak rajin mengerjakan PR.

Untuk mendapatkan uang saku maka anak rajin mengerjakan PR. Atau guru

mengatakan: Budi , kamu tidak boleh bergabung membuat poster dengan

teman-temanmu (stimulus tidak menyenangkan), sebelum kamu

menyelesaikan tugas.

Beda antara penguat positif dan negatif: pada penguat positif, siswa

berperilaku positif untuk mendapatkan stimulus yang menyenangkan;

sedangkan pada penguat negatif, siswa berperilaku positif untuk menghindari

stimulus yang tidak menyenangkan. Beda antara penguat negatif dan

punishment: Penguat negatif adalah untuk mengembangkan perilaku yang

diharapkan, sedangkan punishment adalah untuk menghilangkan perilaku yang

tidak diharapkan.

Agar penguat bekerja efektif, penguat harus diberikan segera setelah

perilaku yang diharapkan muncul (prinsip kontingensi).

Mempertahankan perilaku yang diharapkan :

a. Melalui penguatan intrinsik. Caranya: sering melibatkan siswa pada

kegiatan yang menyenangkan dan memberikan kepuasan dalam kaitannya

dengan perilaku positif yang akan dipertahankan.

Page 31: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

28

b. Penguatan intermitten. Seperti disebutkan bahwa perilaku yang

diharapkan frekuensinya akan meningkat dengan cepat apabila diberi

penguat setiap kali perilaku tersebut muncul. Apabila munculnya perilaku

tersebut sudah teratur, maka pemberian penguat dikurangi, yaitu pada

kondisi tertentu saja.

c. Mengurangi perilaku yang tidak diharapkan

d. Extinction. Jangan memberikan penguat apapun terhadap perilaku yang

tidak diharapkan.

e. Cueing. Menggunakan bahasa isyarat seperti kontak mata, menaikkan

alismata, mendekati meja siswa dan berhenti disana sampai perilaku yang

tak diharapkan berhenti.

f. Punishment Ada pendapat bahwa hukuman tidak dapat menghentikan

perilaku yang tidak diharapkan. Namun demikian kalau guru dapat

menggunakan instrumen hukuman secara tepat

makahukumantetapberguna.

Tokoh-Tokoh Behavioristik Beserta Pemikirannya

1. Edward Edward Lee Thorndike/Teori Koneksionisme

Thorndike berprofesi sebagai seorang pendidik dan psikolog yang

berkebangsaan Amerika. Lulus S1 dari Universitas Wesleyen tahun 1895, S2

dari Harvard tahun 1896 dan meraih gelar doktor di Columbia tahun 1898.

Buku-buku yang ditulisnya antara lain Educational Psychology (1903), Mental

and social Measurements (1904), Animal Intelligence (1911), Ateacher’s Word

Book (1921),Your City (1939), dan Human Nature and The Social Order (1940).

Menurut Thorndike dasar dari belajar adalah Trial and error atau secara aslinya

di sebut sebagai learning by selecting and connecting. Thorndike mengajukan

pengertian tersebut dari eksperimennya dengan Puzzle box. Atas dasar

pengamatannya terhadap bermacam-macam percobaan, thorndike sampai

pada kesimpulan bahwa hewan itu menunjukan adanya penyesuaian diri

sedemikian rupa sebelum hewan itu dapat melepaskan diri dari puzzle box.

Selanjutnya di kemukakan bahwa perilaku dari semua hewan coba itu

sama,yaitu apabila hewan coba, dalam hal ini kucing yang di gunakan dan di

hadapkan pada masalah, ia dalam keadaan discomfort dan dalam memecahkan

masalahnya menggunakan trial dan error.

Dalam eksperimennya Thorndike mengajukan adanya tiga macam hukum

yang sering di sebut dengan hukum primer dalam belajar:

a. Hukum Kesiapan (law of readiness)

Apabila suatu ikatan siap untuk berbuat, perbuatan itu memberikan

kepuasan, sebaliknya apabila tidak siap maka akan menimbulkan ketidak

puasan/ketidaksenangan terganggu. Prinsip pertama teori koneksionisme

Page 32: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

29

adalah belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi(connection) antara

kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak.

b. Hukum Latihan (law of exercise)

Artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin

bertambah erat, jika sering di pakai dan akan semakin berkurang apabila

tidak di gunakan. Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi

(yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat

karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya

tidak dilanjutkan atau dihentikan.

c. Hukum akibat (law of effect)

Hukum akibat yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila

akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak

memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya

koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat

menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi.

Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan

cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.

2. Teori Belajar Menurut Watson

Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus

dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati

(observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-

perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia

menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan

karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena

kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau

Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh

mana dapat diamati dan diukur.

3. Teori Belajar Menurut Clark Hull Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan

respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh

oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua

fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap

bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan

pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati

posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus

dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan

biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-

macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan

dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).

Page 33: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

30

4. Edwin Guthrie/Kontiguitas

Kunci teori Guthrie terletak pada prinsip tunggal bahwa kontiguitas

merupakan fondasi pembelajaran. Guthrie memandang perilaku sebagai

gerakan dari pada sebagai respon. Dalam pembedaan ini, ia mengartikan

gerakan sebagai komponen unit respon yang lebih besar atau tindakan

behavioral. Sejalan dengan itu, perilaku-perilaku terlatih dapat di pandang

sebagai suatu respon kasar yang terdiri dari unit-unit gerakan yang lebih kecil.

Demikian juga stimulus di pandang sebagai situasi kompleks yang terdiri dari

unit-unit gerakan yang lebih kecil. Prinsip kontiguitas menyatakan bahwa suatu

kombinasi elemen-elemen stimulus di sertai dengan gerakan, sekuens gerakan

akan berulang, bila di hadapkan pada elemen stimulus yang sama. Guthrie

berpendapat bahwa pembelajaran adalah suatu pola atau rantai gerakan yang

terpisah yang di timbulkan oleh sinyal-sinyal stimulus lingkungan dan internal.

Karena pandangan Guthrie tentang asosiasi tergantung pada stimulus dan

respon, peran penguatan memiliki interpretasi unik. Guthrie percara pada

pembelajaran satu kali mencoba, dengan kata lain kedekatan hubungan antara

elemen-elemen stimulus dan respon langsung menghasilkan ikatan asosiatif

penuh

.

5. Burrhus Frederic Skinner/Operant conditioning

Ia seorang tokoh dalam kondisioning operan seperti halnya Thorndike,

sedangkan pavlov adalah tokoh kondisioning klasik. Bukunya yang berjudul

”Behaviorism of organism” yang di terbitkan pada tahun 1838 memberikan

dasar dari sistemnya Dalam perkembangan psikologi belajar, ia mengemukakan

teori operant conditioning. Buku itu menjadi inspirasi diadakannya konferensi

tahunan yang dimulai tahun 1946 dalam masalah “The Experimental an

Analysis of Behavior”. Hasil konferensi dimuat dalam jurnal berjudul Journal of

the Experimental Behaviors yang disponsori oleh Asosiasi Psikologi di Amerika

Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan

pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol

melalui proses operant conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol

tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam

lingkungan relatif besar. Dalam beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih

fleksibel daripada conditioning klasik

Reber menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah

sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan.

Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus,

melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri

pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya

sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan

stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning. Memotivasi agar

Page 34: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

31

berlanjut pada komponen tingkah laku selanjutnya sampai pada akhirnya

pembentukan tingkah laku puncak yang di harapkan.

Skinner berpendapat bahwa untuk membentuk tingkah laku tertentu

perlu di urutkan atau di pecah-pecah menjadi bagian-bagian atau komponen

tingkah laku yang spesifik. Selanjutnya agar tetap terbentuk tingkah laku yang

di harapkan pada setiap tingkah laku yang spesifik yang telah di respon, perlu

di berikan hadiah agar tingkah laku tersebut secara terus menerus di ulang,

serta untuk memotivasi agar berlanjut kepada komponen tingkah laku

selanjutnya sampai akhirnya pembentukan tingkah laku puncak yang di

harapkan.

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan

selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar,

diantaranya:

a. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan

stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akanmeningkat.

b. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah

diperkuat melalui proses conditioning tidak diiringi stimulus penguat,

maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Beberapa prinsip Belajar Skinner antara lain :

a. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah

dibetulkan, jika bebar diberi penguat.

b. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.

c. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.

d. Dalam proses pembelajaran, tidak digunkan hukuman. Untuk itu

lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.

e. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.

f. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah

diberikan dengan digunakannya jadwal variabel Rasio reinforcer.

g. Dalam pembelajaran digunakan shaping.

Implikasi Teori Behavioristik Dalam Pembelajaran

Ada beberapa implikasi teori behavior dalam pembelajaran, antara lain:

1. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik

memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak

berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar

adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan

pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar.

2. Peserta didik dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan

motivasi dan penguatan dari pendidik

Page 35: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

32

3. Teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang

memberikan ruang gerak yang bebas bagi peserta didik untuk berkreasi,

bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri Karena

teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi

dan teratur, maka Peserta didik atau orang yang belajar harus dihadapkan

pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat

4. Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada

penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”,

yang menuntut peserta didik untuk mengungkapkan kembali pengetahuan

yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes

5. Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan

biasanya menggunakan paper and pencil test.

Analisis Tentang Teori Behavioristik.

Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses

perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi

stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih

menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum

dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai

dengan suatu keterampilak tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun

secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).

Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para

pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar

pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-

program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram,

modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep

hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat

(reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori

belajar yang dikemukakan Skiner.

Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu

menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal

yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi

sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan

penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan

respon.

Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi

tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan

yang sama.Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang

mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relative sama,

ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih

tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya

Page 36: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

33

mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak

memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan

unsur-unsur yang diamati tersebut.

Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk

berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini

bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa

pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta

didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.

Padahal banyak faktor yang memengaruhi proses belajar, proses belajar tidak

sekedar pembentukan atau shaping.

Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak

menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran.

Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative

reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan

berimajinasi.

Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses

belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan

Guthrie, yaitu:

a. Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat

sementara.

b. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian

dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.

c. Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari caralain (meskipun

salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain,

hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang

kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.

d. Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat

negatif.Penguat negatif tidaksama dengan hukuman. Ketidaksamaannya

terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon

yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat

negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yangsama menjadi

semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena

melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan

kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan.

e. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehinggaia melakukan

kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini

mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang

disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan

positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat

respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan

penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.

Page 37: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

34

Rangkuman

Aliran Behavioristik ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang

tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan

stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang

pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan

atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan

penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Belajar merupakan

akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah

belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut

teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan

output yang berupa respon.Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru

kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar

terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.

Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk

diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat

diamati adalah stimulus dan respon. Oleh karena itu apayang diberikan oleh

guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat

diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran

merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan

tingkah laku tersebut. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran

behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) dan pelemah

(punishment). Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi:

1. Reinforcement and Punishment;

2. Primary and Secondary Reinforcement;

3. Schedules of Reinforcement;

4. Contingency Management;

5. Stimulus Control in Operant Learning;

6. The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).

Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para

pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinner lah yang paling besar

pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-

program pembelajaran sepertiTeaching Machine, Pembelajaran

berprogram modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak

pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor

penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan

teori belajar yang dikemukakan Skiner.

Page 38: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

35

BAB 4

Teori Keterampilan Proses

Keterampilan proses ialah pendekatan pembelajaran yang bertujuan

mengembangkan sejumlah kemampuan fisik dan mental sebagai dasar untuk

mengembangkan kemampuan yang lebih tinggi pada diri siswa. Pendekatan

keterampilan proses adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian

rupa sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-

konsep dan teori-teori dengan keterampilan intelektual dan sikap ilmiah siswa

sendiri. Siswa diberi kesempatan untuk terlibat langsung dalam kegiatan-

kegiatan ilmiah seperti yang dikerjakan para ilmuwan, tetapi pendekatan

keterampilan proses tidak bermaksud menjadikan setiap siswa menjadi

ilmuwan. Pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses dilaksanakan

dengan maksud karena IPA merupakan alat yang potensial untuk membantu

mengembangkan kepribadian siswa. Kepribadian yang berkembang

merupakan prasyarat untuk melangkah ke profesi apapun yang diminati siswa.

Proses dapat didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks yang

digunakan ilmuwan dalam melakukan penelitian ilmiah.

Proses merupakan konsep besar yang dapat diuraikan menjadi

komponen-komponen yang harus dikuasai seseorang bila akan melakukan

penelitian. Keterampilan berarti kemampuan menggunakan pikiran, nalar dan

perbuatan secara efisien dan efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu,

termasuk kreativitas. Dengan demikian Pendekatan Keterampilan Proses

adalah perlakuan yang diterapkan dalam pembelajaran yang menekankan pada

pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan kemudian

mengkomunikasikan perolehannya. Keterampilan memperoleh pengetahuan

dapat dengan menggunakan kemampuan olah pikir (psikis) atau kemampuan

olah perbuatan (fisik). Untuk mengajarkan keterampilan proses, siswa benar-

benar melakukan pengamatan, pengukuran, pemanipulasian variabel dan

sebagainya. Ringkasnya, siswa bertindak sebagai ilmuwan. Oleh karena itu

pendekatan ini lebih banyak melibatkan siswa dengan obyek-obyek konkrit,

yaitu siswa aktif berbuat.

Pendekatan keterampilan proses memberi siswa pemahaman yang valid

tentang hakikat sains. Siswa dapat menghayati keasyikan sains dan dapat lebih

baik memahami fakta-fakta dan konsep-konsep. Siswa diberi kesempatan untuk

belajar sambil berbuat, menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan

bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting

kecakapan hidup (Trianto: 2010).

Pendekatan keterampilan proses menekankan bagaimana siswa belajar,

bagaimana mengelola perolehannya, sehingga mudah dipahami dan digunakan

dalam kehidupan di masyarakat. Dalam proses pembelajaran diusahakan agar

Page 39: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

36

siswa memperoleh pengalaman dan pengetahuan sendiri, melakukan

penyelidikan ilmiah, melatih kemampuan-kemampuan intelektualnya, dan

merangsang keingintahuan serta dapat memotivasi kemampuannya untuk

meningkatkan pengetahuannya yang baru diperolehnya. Dengan

mengembangkan keterampilan-keterampilan memproseskan perolehan anak

akanmampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta

menumbuhkan dan mengembangkan sikap ilmiah dan nilai yang dituntut.

Dengan demikian, keterampilan-keterampilan itu menjadi roda penggerak

penemuan dan pengembangan fakta dan konsep (Trianto: 2010).

Dalam kegiatan mengajar, begitu banyak hal yang harus diperhitungkan

oleh guru misalnya:

1. Melibatkan kemampuan guru/mahasiswa calon guru untuk menguasai

materi.

2. Teknik pengelolaan PBM.

3. Pengelolaan waktu.

4. Pengendalian disiplin

5. Pelayanan terhadap perbedaan kemampuan siswa.

6. Sikap terhadap profesi.

7. Sikap terhadap siswa.

1. Keterampilan Dasar Mengajar meliputi:

a. Keterampilan membuka dan menutup pembelajaranKeterampilan

membuka pelajaran adalah usaha guru untuk mengkondisikan mental

peserta didik agar siap dalam menerima pelajaran.

b. Dalam membuka pelajaran peserta didik harus mengetahui tujuan yang

akandicapai dan langkah-langkah yang akanditempuh.Tujuan

membuka pelajaran adalah Menyiapkan mental siswa agar siap

memasuki persoalan yang akandipelajari atau dibicarakan dan

c. Menimbulkan minat serta pemusatan perhatian siswa terhadap

apayang akandibicarakan dalam kegiatan pembelajaran. Awal kegiatan

pelajaran seorang guru harus melakukan kegiatan membuka pelajaran.

2. Cara untuk menimbulkan motivasi:

a. Dengan Hangat dan Antusias

Hendaknya ramah, antusias, bersahabat dan sebagainya. Sebab dapat

mendorong tingkah dan kesenangan dalam mengerjakan tugas

sehingga motivasi siswa akantimbul.

b. Menimbulkan Rasa Ingin Tahu

Melontarkan ide yang bertentangan dengan mengerjakan masalah

atau kondisi diri kenyataan sehari-hari. Contoh Kalau transmigrasi

dapat meningkatkan kemakmuran penduduk mengapa banyak

penduduk di pulau jawa tidak mau transmigrasi.

Page 40: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

37

Jenis-jenis Keterampilan dalam Keterampilan Proses

Ada berbagai keterampilan dalam keterampilan proses, keterampilan-

keterampilan tersebut terdiri dari keterampilan-keterampilan dasar (basic

skills) dan keterampilan-keterampilan terintegrasi (integrated skills).

Keterampilan-keterampilan dasar terdiri dari enam keterampilan, yakni

mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan,

dan mengkomunikasikan.

Sedangkanketerampilan-keterampilanterintegrasi terdiri dari:

mengindentifikasi variabel, membuat tabulasi data, menyajikan data dalam

bentuk grafik, menggambarkan keterhubungan antar variabel, mengumpulkan

dan mengelolah data, menganalisa penelitian, menyusun hipotesa,

mendifinisikan variabel secara operasional, merancang penelitian, dan

melaksanakan eksperimen.

Sejumlah keterampilan proses yang dikemukakan oleh Funk di atas,

dalam kurikulum (Pedoman Proses Belajar Mengajar) dikelompokkan menjadi

enam keterampilan proses. Adapun 6 (tujuh) keterampilan proses tersebut

adalahmengamati, mengklasifikasikan, mengkomunikasikan, mengukur,

memprediksi dan menyimpulkan.

1. Mengamati

Melalui mengamati kita belajar tentang dunia sekitar kita yang fantastis.

Manusia mengamati obyek-obyek dengan phenomena alam melalui panca

indra: penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan perasa/pengecap.

Informasi yang kita peroleh, dapat menuntun keinginan-tahuan,

mempertanyakan, memikirkan, melakukan interprestasi tentang lingkungan

kita, dan meneliti lebih lanjut. Selain itu, kemampuan mengamati merupakan

keterampilan paling dasar dalam memproses dan memperoleh ilmu

pengetahuan serta merupakan hal esensial untuk mengembangkan

keterampilan-keterampilan proses lain. Mengamati merupakan tanggapan kita

terhadap berbagai obyek dan peristiwa alam dengan menggunakan pancaindra.

2. Mengklasifikasikan

Agar kita memahami sejumlah besar obyek, peristiwa, dan segala yang

ada dalam kehidupan disekitar kita, lebih mudah apabila menentukan berbagai

jenis golongan. Mengklasifikasikan merupakan keterampilan proses untuk

memilahkan berbagai obyek dan peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya,

sehingga didapatkan golong-an/kelompok sejenis dari obyek atau peristiwa

yang dimaksud. Contoh kegiatan yang menampakkan ketrampilam

mengklasifikasikan adalah mengklasifikasikan makhluk hidup selain manusia

menjadi dua kelompok: binatang dan tumbuhan, mengklasifikasikan binatang

Page 41: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

38

beranak dan bertelur, mengklasifikasikan cat berdasarkan warna, dan kegiatan

lain yang sejenis.

3. Mengkomunikasikan

Kemampuan berkomunikasi dengan yang lain merupakan dasar untuk

segala yang kita kerjakan. Grafik, bagan, peta, lambang-lambang, diagram,

persamaan matematika, dan demonstrasi visual, sama baiknya dengan kata-

kata yang ditulis atau dibicarakan, semua adalah cara-cara komunikasi yang

sering kali digunakan dalam ilmu pengetahuan. Manusia mulai belajar pada

awal-awal kehidupan bahwa komunikasi merupakan dasar untuk memecahkan

masalah. Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai menyampaikan dan

memperoleh fakta, konsep dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara,

visual, dan/atau suara visual. Contoh-contoh kegiatan dari keterampilan

mengkomunikasikan adalah mendiskusikan masalah, membuat laporan,

membaca peta, dan kegiatan lain yang sejenis.

4. Mengukur

Berapa banyak? Berapa jaraknya? Berapa ukurannya? Berapa jumlahnya?

Pertanyaan-pertanyaan ini sering kita dengar atau ajukan dalam kehidupan

sehari-hari dan kita perlu untuk memiliki kemampuan menjawabnya dengan

mudah.Pengembangan yang baik terhadap keterampilan-keterampilan

mengukur merupakan hal yang esensial dalam membina observasi kuantitatif,

mengklasifikasikan dan membandingkan segala sesuatu disekeliling kita, serta

mengkomunikasikan secara tepat dan efektif kepada yang lain. Mengukur dapat

diartikan sebagai membandingkan yang diukur dengan satuan ukuran tertentu

yang telah ditetapkan sebelumnya. Contoh-contoh kegiatan yang

menampakkan keterampilan mengukur antara lain: mengukur panjang garis,

mengukur berat badan, mengukur temperatur kamar, dan kegiatan lain yang

sejenis.

5. Memprediksi

Suatu prediksi merupakan suatu ramalan dari apa yang kemudian hari

mungkin dapat diamati. Kegiatan-kegiatan yang dapat digolongkan sebagai

keterampilan memprediksi, antara lain: berdasarkan pola-pola waktu terbitnya

matahari yang telah diobservasi dapat diprediksikan waktu terbitnya matahari

pada tanggal tertentu, memprediksikan waktu yang dibutuhkan untuk

menempuh jarak tertentu dengan menggunakan kendaraan yang kecepatannya

tertentu, dan kegiatan lain yang sejenis.

6. Menyimpulkan

Menyimpulkan dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk

memutuskan keadaan suatu obyek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep,

Page 42: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

39

dan prinsip yang diketahui. Kegiatan-kegiatan yang menampakkan

keterampilan menyimpulkan, antara lain: berdasarkan pengamatan diketahui

bahwa api lilin mati setelah ditutup dengan gelas rapat-rapat, siswa

menyimpulkan bahwa lilin dapat menyala bila ada udara yang mengandung

oksigen. Enam keterampilan yang telah diuraikan sebelumnya merupakan

keterampilan-keterampilan dasar dalam keterampilan proses, yang menjadi

landasan untuk keterampilan proses terintegrasi pada hakikatnya merupakan

keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk melakukan penelitian.

Sepuluh keterampilan terintegrasi tersebut akandiuraikan berikut ini.

1. Mengenali variable

Ada dua macam variable yang perlu dikenal yakni: variabel termanipulasi

(manipulated variabel ) dan variabel terikat. Pengenalan terhadap variabel

berguna untuk merumuskan hipotesis penelitian. Variabel dapat diartikan

sebagai konsep yang mempunyai variasi nilai atau konsep yang diberi lebih dari

satu nilai. Dengan dua batasan seperti disebutkan sebelumnya, Kita dapat

menyimpulkan bahwa variabel merupakan konsep yang mempunyai variasi

nilai atau segala sesuatu yang dapat berubah/berganti dalam satu situasi.

Variabel termanipulasi (manipulated variable) is deliberately changed in a

situation (funk, 1985:89) sedangkan menurut surakhmad (1978:63)

menyebutnya sebagai variabel bebas yakni variabel yang diselidiki

pengaruhnya. Dengan kata lain, variabel termanipulasi atau variabel bebas

dapat kita artikan sebagai variabel yang dengan sengaja diubah-ubah dalam

suatu situasi dan diselidiki pengaruhnya.

2. Membuat table data

Setelah melaksanakan pengumpulan data, seorang penyidik harus

mampu membuat table data. Keterampilan membuat table data perlu

dibelajarkan kepada siswa karena fungsinya yang penting untuk menyajikan

data yang diperlukan penelitian. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan untuk

mengembangkan keterampilan membuat table data diantaranya adalah

membuat table frekuensi dan membuat table silang.

3. Membuat grafik

Keterampilan membuat grafik adalah kemampuan mengolah data untuk

disajikan dalam bentuk visualisasi garis atau bidang datar dengan variabel

termanipulasi selalu pada sumbu datar dan variabel hasil selalu ditulis

sepanjang sumbu vertical. Data untuk setiap variabel terjadi sebagaimana

terjadi pada table data.

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan

keterampilan membuat grafik diantaranya adalah membaca data dalam table,

membuat grafik garis, membuat grafik balok, dan membuat grafik bidang lain.

Page 43: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

40

4. Manggambarkan hubungan antar variabel

Hubungan antar variabel dalam penelitian perlu dideskripsikan oleh

setiap peneliti. Keterampilam mendiskripsikan hubungan antar variabel

merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap peneliti.

Keterampilan menggambarkan hubungan antar variabel dapat diartikan

sebagai kemampuan mendeskripsikan hubungan antar variabel termanipulasi

dengnan variabel hasil hubungan antara variabel-variabel yang sama.

Hubungan antar variabel ini perlu digambarkan karena merupakan inti

penelitian ilmah.

5. Mengumpulkan data dan mengolah data

Keterampilan mengumpulkan dan mengolah data adalah kemampuan

memperoleh informasi/data dari orang atau sumber informasi lain dengan

caralisan, tertulis,atau pengamatan dan mengkajinya lebih lanjut secara

kuantitatif atau kualitatif sebagai dasar pengujian hipotesis atau penyimpulan.

Untuk mengembangkan keterampilan mengumpulkan dan mengolah data dapat

melalui kegiatan yang diantaranya adalah membuat instrument pengumpulan

data, mentabulasi data, menghitung nilai kuadrat, menentukan tingkat

signifikasi hasil perhitungan dan kegiatan lain yang sejenis.

6. Menganalisis penelitian

Keterampilan menganalisis penelitian merupakan kemampuan menelaah

laporan penelitian orang lain untuk meningkatkan pengenalan terhadap unsur-

unsur penelitian. Kegiatan yang dapat dilaksanakan untuk mengembangkan

keterampilan menganalisis diantaranya adalah mengenali variabel, mengenali

rumusan hipotesis, dan kegiatan lain yang sejenis.

7. Menyusun hipotesis

Umumnya penelitian dimaksudkan untuk menguji hipotesis, maka dapat

dipahami mengapa menyusun atau merumuskan hipotesis merupakan langkah

yang penting sekali didalam penelitian. Pentingnya keterampilan menyusun

hipotesis dalam pelaksanaan penelitian, menyebabkan penting pula untuk

dimiliki oleh para calon penyelidik (siswa).

8. Mendefinisikan variabel

Seperti yang kita ketahui, setiap cabang ilmu pengetahuan mencari

hubungan yang sistematis antar variabel. Untuk memudahkan penyistematisan

hubungan antar variabel.

Page 44: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

41

9. Merancang penelitian

Agar suatu penelitian dapat dilaksanakan secara baik dan menghasilkan

sesuatu yang berguna dan bermakna, maka diperlukan adanya rancangan

penelitian. Rancangan penelitian ini diharapkan selalu dibuat pada setiap

kegiatan penelitian. Merancang penelitian dapat diartikan sebagai suatu

kegiatan untuk mendeskripsikan variabel-variabel yang dimanipulasi dan

direspon dalam penelitian secara operasional, kemungkinan dikontrolnya

variabel hipotesisi yang diuji dan caramengujinya, serta hasil yang diharapkan

dari penelitian yang akandilaksanakan. Contoh kegiatan yang tercakup dalam

keterampilan merancang penelitian adalah:

a. Mengenali, menentukan, dan merumuskan masalah yang akanditeliti.

b. Merumuskan satu atau lebih “dugaan yang dianggap benar” dalam rangka

menjawab masalah. Merumuskan “dugaan yang dianggap benar” ini

disebut menyusun hipotesis.

c. Menyusun hipotesis dapat dilakukan dengan mendasarkan dugaan pada

pengalaman sebelumnya atau observasi atau intuisi.

d. Memilih alat/instrument yang tapat untuk membuktikan kebenaran

hipotesis yang dirumuskan.

10. Bereksperimen

Eksperimen merupakan salah satu bentuk penelitian yang sering kali

dilaksanakan oleh seorang tanpa disadari. Bereksperimen dapat diartikan

sebagai keterampilan untuk mengadakan pengujian terhadap ide-ide yang

bersumber dari fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan sehingga dapat

diperoleh informasi yang menerima atau menolak ide-ide itu. Contoh-contoh

yang menampakkan keterampilan bereksperimen antara lain menguji

kebenaran pernyataan bahwa semua zat memuai bila terkena panas dan yang

tidak langsung terkena sinar matahari.

Alasan Perlunya Penerapan Keterampilan Proses

Semiawan dkk, (1985: 15-16) merinci alasan yang melandasi perlunya

diterapkan pendekatan keterampilan proses dalam kegiatan belajar mengajar

sehari- hari:

1. Perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung semakin cepat sehingga tak

mungkin lagi para guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa.

Untuk mengatasi hal tersebut, siswa diberi bekal keterampilan proses yang

dapat mereka gunakan untuk memperoleh ilmu pengetahuan tanpa

tergantung dari guru.

2. Para ahli psikologi umumnya sependapat bahwa anak-anak mudah

memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan

contoh-contoh konkrit, contoh-contoh yang wajar sesuai dengan situasi dan

Page 45: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

42

kondisi yang dihadapi, dengan mempraktekkan sendiri upaya penemuan

konsep melalui perlakuan terhadap kenyataan fisik, melalui penanganan

benda-benda yang benar-benar nyata.

3. Tugas guru bukanlah memberikan pengetahuan, melainkan menyiapkan

situasi menggiring anak untuk bertanya, mengamati, mengadakan

eksperimen, serta menemukan fakta dan konsep sendiri.

4. Penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat mutlak benar 100 %,

penemuannya bersifat relatif. Suatu teori mungkin terbantah dan ditolak

setelah orang mendapatkan data baru yang mampu membuktikan

kekeliruan teori yang dianut. Muncul lagi, teori baru yang prinsipnya

mengandung kebenaran yang relatif. Jika kita hendak menanamkan sikap

ilmiah pada diri anak, maka anak perlu dilatih untuk selalu bertanya,

berpikir kritis, dan mengusahakan kemungkinan-kemungkinan jawaban

terhadap suatu masalah. Dengan perkataan lain anak perlu dibina berpikir

dan bertindak kreatif.

5. Dalam proses belajar mengajar seyogyanya pengembangan konsep tidak

dilepaskan dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak-anak didik.

Konsep disatu pihak serta sikap dan nilai di lain pihak harus dikaitkan.

(Semiawan dkk, 1985 : 15-16).

Model-Model Mengajar Dalam PKP

Model mengajarkan maksudnya adalah dimana proses dan prosedur

pembelajaran yang dapat mengoptimalkan kegiatan belajar siswa. Model-model

tersebut sebagai berikut:

1. Model Dengar-Lihat-Kerjakan (DeLiKan)

Model ini dapat digunakan untuk menyampaikan bahan pengajaran yang

sifatnya fakta dan konsep. Aktivitas mental siswa dalam penggunaan model

mengajar ini adalah: mengingat, mengenal, menjelaskan, membedakan,

menyimpulkan dan menerapkan. Kegiatan belajar siswa yang dikembangkan

menjadi tiga kegiatan yakni: kegiatan dengar, kegiatan lihat, kegiatan kerja.

2. Model mengajar pemecahan masalah (permas)

Pola kegiatan pembelajaran ini mengandung aktivitas belajar siswa yang

cukup tinggi, tepat digunakan untuk mengajarkan konsep dan prinsip.

Penyusunan satuan pertanyaan hampirsama dengan model lain. Yang perlu

diperhatikan adalah menyusunan dan mengorganisasi bahan ajar.

3. Model mengajar induktif

a. Model kegiatan pembelajaran yang dikembangkan melalui caraberfikir

induktif yaitu menarik kesimpulan dari fakta menuju kepada hal umum.

b. Petunjuk pembuatan satuan pelajaran:

Page 46: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

43

1) Waktu paling sedikit 2 jam pelajaran

2) Rumusan tujuan mencakup penyusunan bahan ajar dan

keterampilan proses

3) Bahan pengajaran terdiri dari konsep materi, fakta, peristiwa,

gejala yang akan diamati oleh siswa dan topik atau masalah yang

akan didiskusikan

4) Urutan belajar siswa, menerima informasi, kekunjungan lapangan

atau laboraturium kediskusikan kelompok ke melaporkan hasil

diskusikan oleh kelompok dan merangkumnya sebagai kesimpulan

diskusi kelas

5) Penilaian penilaian proses selama kegiatan berlangsung dan

penilaian hasil belajar setelah pelajaran selesai

4. Model mengajar deduktif

Pola belajar mengajar yang didasarkan atas caraberfikir deduktif adalah

menarik kesimpulan dari pernyataan umum menajadi pernyataan khusus, dari

konsep teori menjadi fakta.Petunjuk pembuatan satuan pelajaran dimulai dari

pembahasan konsep dan prinsip menuju pembuktian empiris di lapangan atau

laboraturium.

5. Model mengajar gabungan deduktif induktif

Pola BM yang menggabungkan penggunaan kedua model ini dalam satu

proses pembelajaran. Tahap pertama menggunakan pendekatan deduktif,

kemudian dilanjutkan dengan pendekatan induktif. Pendekatan deduktif

menekankan konsep dan prinsip bahan pengajaran secara teoritis, berdasarkan

prinsip-prinsip pengetahuan ilmiah.

6. Pendekatan induktif

Pendekatan ini menekankan kajian bukti-bukti empiris dari konsep dan

prinsip di laboraturium atau dengan alat sederhana atau dalam bentuk

pemecahan masalah. Petunjuk pembuatan satuan pelajaran. KBM yang ada

dalam satuan pelajaran harus mangandung:

a. Penjelasa maslah dan gejala oleh guru, supaya siswa memahami ruang

lingkupnya

b. Penelaah buku sumber informasi untuk mendukung memecahkan masalah

c. Pembahasan atau penelaah masalah dan gejala berdasarkan pengetahuan

ilmiah

d. Mencari jawaban dan pembuktian masalah dan gejala berdasarkan konsep

dan prinsip pengetahuan ilmiah dengan melalui diskusi, praktikum atau

pengamatan lapanga

e. Klasifikasi TIK-nya mengandung unsur kognitif tingkat tinggi seperti

aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi

Page 47: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

44

Langkah-langkah Pelaksanaan Keterampilan Proses

Pendekatan keterampilan proses adalah suatu carauntuk mengembangkan

keterampilan-keterampilan yang menjadi roda penggerak penemuan dan

pengembangan fakta dan konsep serta penumbuhan sikap dan nilai. (Conny

Semiawan, 2002: 16)

Pengajaran dengan pendekatan keterampilan proses dilaksanakan

dengan beberapa langkah, sebagai berikut:

1. Observasi

Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan pengamatan yang terarah

tentang gejala atau fenomena sehingga mampu membedakan yang sesuai dan

yang tidak sesuai dengan pokok permasalahan.Pengamatan di sini diartikan

sebagai penggunaan indera secara optimal dalam rangka memperoleh

informasi yang lengkap atau memadai.

2. Mengklasifikasikan

Kegiatan ini bertujuan untuk menggolongkan sesuatu berdasarkan

syarat-syarat tertentu.

3. Menginterpretasikan atau menafsirkan data

Data yang dikumpulkan melalui observasi, perhitungan, pengukuran,

eksperimen, atau penelitian sederhana dapat dicatat atau disajikan dalam

berbagai bentuk, seperti tabel, grafik, diagram.

4. Meramalkan (memprediksi)

Hasil interpretasi dari suatu pengamatan digunakan untuk meramalkan

atau memperkirakan kejadian yang belum diamati atau kejadian yang akan

datang. Ramalan berbeda dari terkaan, ramalan didasarkan pada hubungan

logis dari hasil pengamatan yang telah diketahui sedangkan terkaan didasarkan

pada hasil pengamatan.

5. Membuat hipotesis

Hipotesis adalah suatu perkiraan yang beralasan untuk menerangkan

suatu kejadian atau pengamatan tertentu.Penyusunan hipotesis adalah salah

satu kunci pembuka tabir penemuan berbagai hal baru.

6. Mengendalikan variabel

Variabel adalah faktor yang berpengaruh.Pengendalian variabel adalah

suatu aktifitas yang dipandang sulit, namun sebenarnya tidak sesulit yang kita

Page 48: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

45

bayangkan. Hal ini tergantung dari bagaimana guru menggunakan kesempatan

yang tersedia untuk melatih anak mengontrol dan memperlakukan variabel.

7. Merencanakan penelitian / eksperimen Eksperimen adalah melakukan kegiatan percobaan untuk membuktikan

apakah hipotesis yang diajukan sesuai atau tidak.

8. Menyusun kesimpulan sementara

Kegiatan ini bertujuan menyimpulkan hasil percobaan yang telah

dilakukan berdasarkan pola hubungan antara hasil pengamatan yang satu

dengan yang lainnya.

9. Menerapkan (mengaplikasikan) konsep

Mengaplikasikan konsep adalah menggunakan konsep yang telah

dipelajari dalam situasi baru atau dalam menyelesaikan suatu masalah,

misalnya sesuatu masalah yang dibicarakan dalam mata pelajaran yang lain.

10. Mengkomunikasikan

Kegiatan ini bertujuan untuk mengkomunikasikan proses dari hasil

perolehan kepada berbagai pihak yang berkepentingan, baik dalambentuk kata-

kata, grafik, bagan maupun tabel secara lisan maupun tertulis. Praktik

pengajaran dengan PKP menuntut perencanaan yang sungguh-sungguh dan

berkeahlian, kreatif dalam pelaksanaan pengajaran, cakap mendayagunakan

aneka media serta sumber belajar.

Jadi guru bersama siswa semakin dituntut bekerja keras agar praktik PKP

berhasil efektif dan efisien. Ilmu pengetahuan alam memfokuskan pembahasan

pada masalah-masalah di alam sekitar melalui proses dan sikap ilmiah.

Pembelajaran IPA seperti yang tertuang dalam kurikulum 2006, yaitu

pembelajaran yang berorientasi pada hakikat IPA yang meliputi produk, proses,

dan sikap ilmiah melalui keterampilan proses.

Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa pembelajaran IPA lebih

menekankan pada pendekatan keterampilan proses sehingga siswa

menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori dan sikap ilmiah di

pihak siswa yang dapat berpengaruh positif terhadap kualitas maupun produk

pendidikan.

Pembelajaran IPA selama ini lebih banyak menghafalkan fakta, prinsip,

dan teori saja. Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu dikembangkan strategi

pembelajaran IPA yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan

pembelajaran untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka.

Pengembangan pendekatan keterampilan proses merupakan salah satu upaya

yang penting untuk memperoleh keberhasilan belajar yang optimal. Materi

pelajaran akanlebih mudah dikuasai dan dihayati oleh siswa, bila siswa sendiri

Page 49: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

46

mengalami peristiwa belajar tersebut.Keterampilan membuat hipotesis, meliputi

kemampuan berpikir deduktif dengan menggunakan konsep-konsep, teori-teori

maupun hukum-hukum IPA yang telah dikenal.

a. Keterampilan mengendalikan variabel, yaitu upaya mengisolasi variabel yang

tidak diteliti sehingga adanya perbedaan pada hasil eksperimen adalah dari

variabel yang diteliti.

b. Keterampilan merencanakan dan melakukan penelitian, eksperimen yang

meliputi penetapan masalah, membuat hipotesis, menguji hipotesis.

c. Keterampilan menyimpulkan atau inferensi, yaitu kemampuan menarik

kesimpulan dari pengolahan data.

d. Keterampilan menerapkan atau aplikasi, atau menggunakan konsep atau hasil

penelitian ke dalam perikehidupan dalam masyarakat.

e. Keterampilan mengkomunikasikan, yaitu kemampuan siswa untuk dapat

mengkomunikasikan pengetahuannya, hasil pengamatan, maupun

penelitiannya kepada orang lain baik secara lisan maupun secara tertulis.

8. Penilaian Keterampilan Proses IPA

Surapranata (2004) mengemukakan berbagai bentuk penilaian yang

dapat digunakan, khususnya dalam penilaian berbentuk kelas, yakni:

1. Tes tertulis.

Tes ini umumnya diberikan pada saat penilaian formatif maupun submatif

yang mengungkap aspek kognitif siswa.Bentuknya dapat berupa uraian

(essay), pilihan ganda, menjodohkan, benar-salah, atau isian/jawaban

singkat.

2. Tes perbuatan

Tes ini diberikan pada saat satu kegiatan sedang berlangsung dengan

melakukan pengamatan pada perilaku peserta didik yang ingin dinilai

3. Pemberian tugas

Bentuk penilaian ini dilakukan terutama untuk mengembangkan

kreativitas siswa sesuai dengan bakat, minat, dan tingkat perkembanganya.

4 . Penilaian proyek

Penilaian ini didesain untuk suatu kegiatan yang harus diselesaikan dalam

jangka waktu tertentu yang biasanya dimulai dari pengumpulan data,

pengorganisasian, pelaporan dan penyajian data

5. Penilaian sikap

Penilaian ini berkaitan dengan berbagai obyek sikap, misalnya sikap

terhadap bidang studi, sikap terhadap guru, atau sikap terhadap materi

pembelajaran. Pengukuran dapat di lakukan dengan observasi, laporan

pribadi, dan skala sikap.

6. Penilaian Portofolio

Penilaian portofolio merupakan penilaian terhadap karya siswa yang

disusun secara sistematis dalam jangka waktu tertentu. Tujuannya adalah

Page 50: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

47

untuk memantau perkembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap

siswa dalam mata pelajaran tertentu.

Perananan Guru Dalam Penerapan PKP

a. Guru membimbing dan mendidik siswa untuk lebih terampil dalam

menggunakan pengalaman, pendapat, dan hasil temuannya. Dengancara

menjelaskan bahan pelajaran yang diikuti dengan alat peragakan,

demonstrasi, gambar, modal, bangan yang sesuai dengan keperluan.

Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengembangkan kemampuan

mengamati dengan cepat, cermat dan tepat.

b. Guna menghidupkan suasana belajar yang kondusif sehingga mendorong

siswa untuk berpartisipasi aktif. Dengan merumuskan hasil pengamatan

dengan merinci, mengelompokkan atau mengklasifikasikan materi

pelajaran yang diserap dari kegiatan pengamatan terhadap bahan

pelajaran tersebut.

c. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menantang sehingga siswa

terdorong untuk meneliti dan mencari jawaban atas pertanyaan tersebut.

d. Guru memancing keterlibatan siswa dalam belajar. Seperti meramalkan

sebab akibat kejadian perihal atau peristiwa lain yang mungkin terjadi di

waktu lain atau mendapat suatu perlakuan yang berbeda.

e. Guru harus memberikan semangat yang tinggi kepada siswa dalam

mengajar.

f. Guru melakukan komunikasi yang efektif dan memberikan informasi

yang jelas, tepat, dan tidak samar-samar pada siswa.

g. Guru mendorong siswa untuk dapat menyimpulkan suatu masalah,

peristiwa berdasarkan fakta, konsep, dan prinsip yang diketahui.

Keunggulan dan Kelemahan Pendekatan Keterampilan Proses

Adapun keunggulan dan kelemahan pendekatan keterampilan proses, adalah:

Keunggulan

Samatowa (2006:138) mengemukakan bahwa keunggulan pendekatan

keterampilan proses adalah:

a. Siswa terlibat langsung dengan objek nyata sehingga dapat mempermudah

pemahaman siswa terhadap materi pelajaran,

b. siswa menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari,

c. melatih siswa untuk berpikir lebih aktif dalam pembelajaran,

d. mendorong siswa untuk menemukan konsep-konsep baru,

Page 51: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

48

e. memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar menggunakan metode

ilmiah.

Kelemahan

Sedangkan kelemahan pendekatan keterampilan proses, dikemukakan

oleh Sagala (2003:75), sebagai berikut:

1. Memerlukan banyak waktu sehingga sulit untuk dapat menyesuaikan

bahan pengajaran yang ditetapkan dalam kurikulum,

2. Memerlukan fasilitas yang cukup baik dan lengkap sehingga tidak semua

sekolah dapat menyediakannya,

3. Merumuskan masalah, menyusun hipotesis, merancang suatu percobaan

untuk memperoleh data yang relevan adalah pekerjaan yang sulit, tidak

setiap siswa mampu melaksanakannya.

Pendekatan keterampilan proses akan efektif jika sesuai dengan kesiapan

intelektual. Oleh karena itu, pendekatan keterampilan proses harus tersusun

menurut urutan yang logis dan sesuai dengan tingkat kemampuan dan

pengalaman siswa. Misalnya sebelum melaksanakan penelitian, siswa terlebih

dahulu harus mengobservasi atau mengamati dan membuat hipotesis.

Rangkuman

Keterampilan dasar mengajar merupakan keterampilan dasar mengajar

yang perlu dimiliki oleh guru dari semua bidang studi. Jika dipertimbangkan

bahwa bidang-bidang studi yang bermacam-macam mempunyai ciri-ciri

pengajaran yang khas, keterampilan mengajar untuk bidang-bidang studi

khusus perlu dikembangkan.Keterampilan dasar mengajar tersebut.

Keterampilan mengajar bagi seorang guru adalah sangat penting kalau

iaingin menjadi seorang guru yang profesional, jadi disamping dia harus

menguasai bidang studi yang dimampu, keterampilan dasar mengajar juga

merupakan keterampilan penunjang untuk keberhasilan dia dalam proses

belajar mengajar.

Page 52: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

49

BAB 5

Teori Keterampilan Proses

Edward Chace Tolman adalah seorang psikolog Amerika yang membuat

kontribusi signifikan terhadap studi belajar dan motivasi. Tolman lahir di

Newton, Massachusetts pada tahun 1886 dan meninggal pada tahun 1959.

Tolman memperoleh gelar M.A. (1912) dan Ph.D. (1915) di Universitas Harvard

pada bidang psikologi. Tolman lalu mengajar di Universitas Northwestern

(1915-1918). Dari Universitas Northwestern Tolman pergi ke Universitas

California dan menetap di sana hingga mengundurkan diri karena menolak

untuk menandatangani sumpah setia yang dianggapnya sebagai pelanggaran

kebebasan akademik. Akan tetapi Tolman kembali lagi ke universitas ini atas

permintaan para professor.

Teori belajar Tolman dapat dikatakan sebagai campuran antara Teori

Gestalt dan Behaviorisme. Setelah lulus dari Harvard Tolman pergi ke Jerman

dan bekerja dengan Koffka. Keberadaan teori Gestalt terhadap proses teori

Tolman mempunyai pengaruh yang sangat signifikan. Sikapnya yang senang

terhadap teori Gestalt tidaklah menghalangi perhatiannya terhadap

behaviorisme. Tolman memperhatikan ada sedikit nilai dalam introspective

approach (pendekatan instropektif), padahal Tolman merasakan psikologi

merupakan objektif yang komplit. Pemikirannya bertentangan dengan para

behavioris yang menyatakan unit perilaku bisa dipelajari sebagai unsur-unsur

yang terpisah. Para behavioris seperti Pavlov, Guthrie, Hull, Watson, dan

Skinner digambarkan Tolman sebagai "Psychology of Twitchism" karena mereka

melihat segmen-segmen perlilaku yang besar dapat dibagi menjadi segmen-

segmen kecil, seperti reflek-reflek yang selanjutnya dianalisis..

Tolman memandang dengan menjadikan elemen-elemen kecil,

sesungguhnya behavioris telah membuang artinya secara utuh. Akan tetapi dia

juga yakin bahwa hal seperti itu mungkin juga untuk dijadikan sebagai objek

ketika belajar tentang molar behavior secara sistematis. Oleh karena itu bisa

dikatakan bahwa Tolman seorang behavioris secara metodologi dan teoris

kognitif dalam hal metafisik. Dengan kata lain, ia belajar behavior untuk

menentukan proses kognitif.

Karateristik utama pemahaman perilaku adalah "purposive" yang selalu

diarahkan ke berbagai tujuan atau maksud. Tolman tidak pernah berpendapat

bahwa perilaku tidak bisa dibagi menjadi unit lebih kecil untuk kepentingan

studi, namun demikian ia merasakan bahwa pola perilaku utuh mempunyai

suatu maksud tertentu yang akan hilang jika dipelajari dari sudut pandang

parsial atau dari elemen-elemen individual.

Bentuk perilaku yang dinamakan Tolman (1932) sebagai molar,

misalnya: seekor tikus yang berlari di simpang siur jalan (maze), seekor kucing

Page 53: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

50

yang keluar dari puzzle box, anak-anak yang saling bercerita tentang pikiran dan

perasaan mereka. Di dalam olahraga dapat dicontohkan pada mahasiswa

jurusan tertentu, yaitu dapat diilustrasikan ada mahasiswa yang hanya

mementingkan atau menggali spesialisasi cabang olahraga yang ditekuninya.

Dan apabila dituntut untuk mempelajari cabang olahraga lain yang kurang

dikuasai, maka ia akan menjalankanya dengan apa adanya tanpa adanya

pemahaman perilaku kalau cabang olahraga tersebut harus dikuasai dan juga

bermanfaat. Ia hanya mengharapkan kelulusan dan nilai tanpa berfikir tentang

apa makna harus mempelajari cabang olahraga yang lain. Yang harus

diperhatikan, bahwa ketika menyebutkan hal di atas maka akan melibatkan

seluruh otot, kelenjar, kegelisahan sensory dan motor nerver. Untuk respon-

respon seperti di atas, bagaimanapun juga cukup mengidentifikasikan sifat-sifat

mereka sendiri.

Behaviorisme Purposif

Teori Tolman dikenal sebagai purposive behaviorism karena mencoba

untuk menjelaskan goal (tujuan) mengarah pada perilaku atau purposive

behavior. (Tolman menggunakan istilahpurposive semata-mata untuk

pendiskripsikan). Ia terkenal dengan contoh mencari perilaku sampai makanan

ditemukan. Oleh karena itu, nampak "as if (seolah-olah)" perilakunya

adalah goal-directedatau purposive. Dalam hal ini ada persamaan antara Guthrie

dan Tolman. Menurut Guthrie perilaku tetap berlaku sepanjang pemeliharaan

stimuli disajikan oleh beberapa status kebutuhan (need). Sedangkan menurut

Tolman perilaku "as if" merupakan goal diarahkan sepanjang organisme sedang

mencari-cari sesuatu yang ada di lingkungannya.

Konsep Teoritis Utama

Tolman memperkenalkan penggunaan variabel campuran dalam riset

psikologis, dan Hull meminjam gagasan itu darinya. Keduanya menggunakan

variabel campuran yang serupa dalam penelitiannya. Namun bagaimanapun

juga, Hull lebih banyak mengembangkan dan mengelaborasi teori belajar dari

pada yang dilakukan Tolman.

Asumsi-asumsi umum yang dikemukakan Tolman dalam proses belajar:

Apa arti belajar?

Para tokoh behavioris seperti, Pavlov, Watson, Guthrie, dan Hull,

mengatakan bahwa asosiasi-asosiasi stimulus respons itu yang dipelajari dan

melibatkan hubungan S-R yang komplek. Atau belajar adalah perubahan dengan

tingkah laku sebagai dari interaksi antara lain stimulus dan respons. Sedangkan

Tolman banyak mengambil petunjuk atau pandangan awal dari teori-teori

Gestald, yang mengatakan bahwa dalam belajar, hal yang utama adalah proses

interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Sebuah organisme yang

Page 54: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

51

sampai pada eksplorasi, yang kemudian menemukan peristiwa tertentu, lalu

ditunjukkan pada peristiwa tertentu lainnya, atau dengan kata lain, lalu

ditunjukkan pada peristiwa tertentu lainnya, atau dengan kata lain, sebuah

tanda memimpin tanda memimpin tanda yang lain. Oleh karena itu, Tolman

lebih dikenal sebagai ahli teori S-S. Pengetahuan bagi Tolman adalah suatu

proses berkelanjutan yang tidak memerlukan motivasi apapun. Dalam hal ini,

Tolman sependapat dengan Guthrie dan bertentangan dengan Pavlov, Skinner,

dan Torndike. Bagaimanapun juga, haruslah ditunjukkan bahwa motivasi

adalah penting bagi teori Tolman. Karena motivasi itu menentukan aspek-aspek

lingkungan mana yang hendak disertai oleh organisme tersebut. Misalnya,

organisme yang lapar akan memakan makanan yang ada di lingkungan itu.

Menurut Tolman, belajar adalah mengenal tentang situasi. Organisme

belajar tentang sesuatu yang ada di sekitarnya, jika ia berbalik ke kiri, ia akan

menemukan sesuatu. Jika ia berbalik ke kanan, ia temukan juga sesuatu yang

lain. Hal ini terjadi secara berangsur-angsur, sehingga ia dapat membuat

kesimpulan sendiri. Dengan demikian, menurut Tolman, belajar itu akan sia-sia

jika hanya dihafal.

Di dalam Ilmu Keolahragaan banyak didominasi dengan keterampilan-

keterampilan gerak, maka belajar akansia-sia jika hanya dihafal. Digambarkan

para tokoh behavioris, mengartikan bahwa belajar adalah interaksi antara S-R,

menurut Tolman ini akan sia-sia karena di dalam memperoleh pembelajaran

hanya bergantung kepada respon sehingga stimulus hanya menghafalkan apa

yang diberikan oleh respon.

Pembelajaran yang dikemukakan oleh Tolman adalah interaksi antara S-

S, dimana stimulus memperoleh pembelajaran dari pengalamanya sendiri dan

lingkunganya. Hal ini akan berpengaruh pada kognisi, yaitu memori otak akan

efektif menyimpan lebih lama stimulus karena memperoleh pembelajaran

secara langsung.

Dapat dicontohkan secara konkret, di Indonesia

olahraga AmericanFootball masih sangat awam dan jarang. Apabila di dalam

pembelajaran hanya mengandalkan hanya dari R-S, tentu akan sulit untuk

membayangkan penggambaran yang dimaksudkan. Tetapi apabila di dalam

pembelajarannya secara langsung mengalami dan mengenal lingkungannya,

maka akan dapat menggambarkan secara langsung tanpa adanya respon yang

mempengaruhi.

Confirmation Versus Reinforcement

Sebagaimana Guthrie, konsep penguatan (reinforcement) adalah tidak

penting bagi Tolman sebagai variabel pembelajaran. Akan tetapi, Tolman

mengatakan sebagai konfirmasi, di mana behavioris

menyebutnya Reinforcement. Selama perkembangan sebuah peta kognitif,

Page 55: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

52

harapan atau dugaan-dugaan dimanfaatkan oleh sebuah organisme. Dugaan

adalah sebuah firasat tentang sesuatu dan fungsinya. Di mana awal sebuah

dugaan bersifat sementara yang disebut hipotesis, yang berasal baik dari

pengalaman maupun bukan. Hipotesis yang telah dikonfirmasikan akan dipakai.

Sedangkan hipotesis yang salah akan dibuang. Yang harus diperhatikan adalah

proses penerimaan maupun penolakan hipotesis merupakan sebuah proses

kognitif bukan termasuk tindakan behavior.

Dalam proses pengambilan keputusan dalam persepsi, ada 4 tahap

pengambilan keputusan:

1. Kategorisasi primitive, di mana objek atau peristiwa yang diamati diisolasi

dan ditandai berdasarkan ciri-ciri khusus.

2. Mencari tanda (cue search), di mana peneliti secara tepat memeriksa

lingkungan untuk mencari informasi-informasi tambahan untuk

memungkinkannya melakukan kategorisasi yang tepat.

3. Konfirmasi, terjadi setelah objek mendapatkan penggolongan

sementaranya. Pada tahap ini peneliti tidak lagi terbuka untuk sembarang

masukan, melainkan ia hanya menerima tambahan informasi yang akan

memperkuat konfirmasi keputusannya. Masukan-masukan yang tidak

relevan dihindari.

4. Konfimasi tuntas, di mana pencarian tanda-tanda diakhiri. Tanda-tanda

baru diabaikan dan tanda-tanda yang tidak konsisten dengan kesimpulan

juga diabaikan.

Di dalam keolahragaan ini sangat berpengaruh terhadap penelitian-

penelitian yang dilakukan, dimana sebelum penelitian dilakukan harus

mempunyai dugaan-dugaan sebagai kesimpulan sementara (hipotesis) dari

informasi-informasi yang telah diperoleh baik dari pengalaman maupun bukan

sebagai kofirmasi dari penelitian.

Vicarious Trial and Error

Tolman memperhatikan karakteristik tikus dalam kebingungan (jalan

simpang siur). Sehingga ia bisa memanfaatkannya sebagai pendukung untuk

menafsirkan teori belajarnya. Seekor tikus sering berhenti pada suatu titik

tertentu dan memandang sekelilingnya seolah-olah berpikir tentang berbagai

alternatif yang ada. Kegiatan seperti ini (berhenti dan memandang

sekelilingnya) yang disebut Tolman sebagaiVicarious Trial and Error, sehingga

organisme itu bisa membuat kesimpulan sendiri dari berbagai kegiatan yang

telah dilakukannya.

Jadi belajar itu terjadi dari percobaan-percobaan yang telah dilakukan

sehingga memperoleh pengalaman dan belajar terjadi dari kesalahan-kesalahan

yang dilakukan sampai akhirnya memperoleh titik optimal ataupun

kesempurnaan dari kegiatan-kegiatan yang sebelumnya telah dilakukan. Hal ini

Page 56: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

53

terjadi pada semua pembelajaran begitu juga dalam hal olahraga yang banyak

mengutamakan keterampilan gerak.

Learning Versus Performance

Sebagaimana diterangkan, bahwa Hull membedakan

antara learning dan performance. Pada akhir teorinya, Hull menyatakan bahwa

banyaknya jumlah percobaan (trial) yang diperbuat merupakan satu-satunya

variabel belajar. Sedangkan variabel-variabel lainnya, yang ada dalam

sistemnya merupakan variabel capaian (performance).

Sehingga performance dapat dimaksudkan sebagai perwujudan belajar ke

dalam perilaku. Hal seperti ini penting bagi Hull, tapi juga penting bagi Tolman.

Menurut Tolman, kita mengetahui banyak hal tentang lingkungan di

sekitar kita, akantetapi, kita hanya akanmelaksanakan informasi atau

pengetahuan itu ketika kita harus melakukannya. Dalam status kebutuhan

(need), organisme memanfaatkan apayang telah dipelajarinya hingga sampai

padareal testing (pengujian nyata) yang bisa menuangi kebutuhan itu. Misalnya,

ada seorang mahasiswa olahraga, dimana iahanya menguasai kecabangan

tertentu; Misalnya bolavoli. Mahasiswa tersebut tidak memperhatikan dan

mengalami suatu pembelajaran pencak silat. Sehingga suatu ketika ia harus

mengambil suatu pembelajaran pencak silat, secara spontan mahasiswa

tersebut akan belajar pencak silat walaupun ia tidak tahu dan tidak mengerti

apa itu pencak silat. Dari sini kita akan menyimpulkan, mahasiswa tersebut

melakukan sesuatu hal yang baru dikarenakan kebutuhan dalam memenuhi

tugas pembelajaran. Dan akhirnya akan mengetahui suatu hipotesa bagaimana

cara belajar pencak silat tanpa harus menunggu ketika memerlukan

pembelajaran tersebut. Beberapa point sejauh ini yang dapat diringkas adalah:

1. Organisme membawa kepada bentuk problem-solving berbagai hipotesis,

yang bisa jadi akan memanfaatkan percobaan untuk memecahkan masalah

ini. Hipotesis ini sebagian besar didasarkan pada pengalaman terdahulu.

Tolman juga percaya bahwa beberapa strategi problem-solving bisa jadi

merupakan pembawaan.

2. Hipotesis yang survive, yaitu yang sesuai dengan kenyataan menjadikan

maksud atau tujuan tercapai.

3. Ketika ada berbagai tuntutan maupun alasan yang harus dipenuhi, sebuah

organisme akan memanfaatkan penggunaan informasi yang ada dalam peta

kognitifnya. Hal inilah yang menjadi dasar

perbedaan learning dan performance.

Page 57: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

54

Latent Learning

Latent learning adalah belajar yang tidak diwujudkan

dalam performance. Dengan kata lain,latent learning merupakan kemungkinan

belajar yang terbengkalai dalam waktu yang amat panjang sebelum hal tersebut

dinyatakan dalam perilaku. Konsep tentang latent learning sangat penting bagi

Tolman, dan dia merasa sukses dalam mendemonstrasikan eksistensinya.

Eksperimen terkenal yang dilakukan oleh Tolman dan Honzik (1930)

melibatkan tiga kelompok tikus, yang mencoba belajar untuk memecahkan

suatu kebingungan (jaringan jalan yang simpang siur). Kelompok pertama, tidak

pernah diperkuat untuk dengan tepat melintasi jalan yang simpang siur itu.

Kelompok kedua, selalu diperkuat (reinforced). Sedang kelompok ketiga,

tidaklah diperkuat sampai hari ke-11 mengadakan percobaan. Kelompok

terakhir inilah yang menarik bagi Tolman. Teorinya tentang latent

learningmeramalkan bahwa kelompok ini akan belajar di simpang siur jalan itu,

sama halnya dengan kelompok yang secara teratur diperkuat. Dan ketika

penguatan (reinforcement) diperkenalkan pada hari ke-11, kelompok ini akan

melakukan seperti halnya kelompok yang secara terus menerus diperkuat

(reinforced).

Baik kita perhatikan gambar yang ada dalam buku, maka akan nampak

hal nyata: Pada F2 jika mulai dari S2. Hal seperti ini merupakan

kelompok respon learning. Sedangkan kelompok lain, selalu diberi makan pada

tempat yang sama F2, sehingga jika kelompok ini mulai dari S1 harus lebih dulu

belok ke kiri untuk diperkuat. Sedangkan jika mulai dari S2, harus lebih dulu

memutar ke kanan. Kelompok inilah yang disebut sebagai place learning.

Dari penggambaran di atas dapat di ambil sebuah gagasan, pada

eksperimen kelompok pertama yang tidak pernah diperkuat maka dapat

disimpulkan bahwa dalam pencapaian pembelajaran tersebut akan terjadi

proses yang begitu panjang dan juga dengan tidak adanya kotrol penguatan

maka kesalahan-kesalahan ataupun kekurangan-kekurangan yang terjadi di

dalam pembelajaran tidak akan terlihat. Dari kelompok eksperimen kedua yang

secara terus menerus diberikan penguatan, kelompok ini akan tepat dan

cepat mencapai tujuan dalam pencapaian pembelajaran, tetapi dengan adanya

penguatan yang secara terus menerus maka menjadikan di dalam

pembelajarannya terjadi ketergantungan terhadap penguatan-penguatan itu.

Pada kelompok eksperimen ketiga yang diberikan penguatan pada hari yang ke

11, ternyata pada hasil penelitiannya sama dengan kelompok eksperimen

kedua. Pada kelompok ketiga ini, penguatan hanya dijadikan sebagai kontrol

sehingga dalam proses pembelajaran secara mandiri dan tujuan dari

pembelajaran tercapai karena adanya kontrol dari penguatan-penguatan

tersebut.

Page 58: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

55

Reinfocement Expectancy

Menurut Tolman, ketika kita belajar, kita menganalisa

"situasi". Term understanding (pemahaman dalam waktu tetentu) selalu ada

hubungannya dengan Tolman sebagaimana para behavioris. Dalam

situasi problem-solving, kita belajar untuk memperoleh cara yang paling praktis.

Kita belajar untuk mengharapkan terjadinya peristiwa tertentu, mengikuti

peristiwa yang lain. Seorang mahasiswa kuliah di Fakultas Keolahragaan, maka

ia akan mengharapkan menjadi seorang ahli dalam olahraga karena

menemukan reinforcer tertentu. Menurut pada ahli teori S-R, bahwa

merubah reinforcer dalam teori belajar tidak akan mengganggu perilaku

sepanjang kuantitas reinforcement tidak dirubah secara drastis. Sedangkan

menurut Tolman, ia memprediksikan, jikareinforcer dirubah, perilaku akan

terganggu, karena reinforcement expectancy merupakan bagian dari apa yang

diharapkan.

Aspek Formal Teori Tolman

Sebagai contoh teorisasi Tolman (1938) yang lebih abstrak, dalam

artikelnya yang berjudul “The Determiners at a Choice Point”, dalam contoh ini,

titik pilihan itu adalah tempat di mana tikus akan memutuskan untuk berbelok

kekiri atau ke kanan dalam jalur teka-teki berbentuk T. Tolman berpendapat

bahwa rasio perilaku ditentukan oleh pengalaman kolektif yang berasal dari

tindakan yang berbelok ke setiap arah saat di titik pilihan dalam beberapa kali

percobaan. Variable lingkungan, perbedaan individual, dan variable intervening

berpengaruh terhada perilaku.

Formalisasi MacCorquodale dan Meehl Atas Teori Tolman

MacCorquodale dan Meehl mendeskripsikan teori Tolman sebagai teori

S1-R1-S2, di mana S1 menimblkan ekspektansi, R1 menunjukkan cara

ekspektansi itu ditindaklanjuti, dan S2 menunjukkan apa perkiraan organisme

tentang hal yang terjadi sebagai akibat dari tindakannya dalam situasi tertentu.

Dengan kata lain, organism tampak berpikir “ dalam situasi ini(S1), jika saya

melakukan ini (R1), maka saya akan mendapatkan pengalaman tertentu (S2)”.

Enam Jenis Belajar

Dalam artikelnya (1949), "There is More than One Kind of

Learning", Tolman membagi belajar menjadi enam macam.

1. Cathexes

Cathexis (jamak chatexes) mengacu pada kecenderungan belajar untuk

berhubungan dengan objek tertentu serta drive state tertentu. Misalnya,

Mahasiswa Ilmu Keolahragaan cenderung untuk mempelajari seluk beluk

tentang olahraga walaupun ada potensi untuk mempelajari ilmu lain selain

olahraga. Karena stimuli tertentu itu dihubungkan dengan

Page 59: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

56

kepuasan drive tertentu, sehingga stimuli-stimuli itu akan cenderung untuk

dicari-cari ketika drive itu terulang.

2. Equivalence Belief

Ketika sebuah "sub goal" mempunyai pengaruh yang sejenis dengan

dirinya, maka sub goal itu dikatakan mendasari sebuah equivalence belief.

Hal seperti ini hampir sesuai dengan yang disebut oleh para ahli teori S-R

sebagai secondary reinforcement. Tolman (1949) menganggap bahwa jenis

belajar ini termasuk dalam typical "social drives" dari pada physiological

drives. Misalnya, Seorang atlet olahraga yang belajar pada fakultas ataupun

akademi olahraga, maka dengan jelas dapat ditunjukan dengan minat,

kebutuhan dan menerima pembelajaran tanpa harus menanyakan tentang

kualitas nilai belajar dan juga tanpa menanyakan tentang equivalence belief.

Di sini ada sedikit perbedaan antara Tolman dan para ahli teori S-R, kecuali

pada sebuah fakta di mana Tolman menyebut "love

reduction" sebagai reinforcement, dan para teori S-R lebih suka

menyebutnya sebagai penurunan drive.

3. Field Expectancies

Ini dikembangkan dengan cara yang sesuai menurut perkembangan peta

kognitif. Sebuah organisme belajar tentang objek dan fungsinya. Ketika

melihat suatu tanda tertentu ia mengharapkan sign yang lain akan

mengikutinya. Pengetahuan umum tentang lingkungan digunakan untuk

menerangkan latent learning dan place learning. Hal seperti ini bukan

merupakan S-R learning melainkan S-S learning atau sign-sign learning.

Dicontohkan seorang mahasiswa yang melihat sign untuk belajar, setelah

memiliki bekal ilmu yang cukup ia berharap untuk bisa menjadi model

pembelajaran untuk yang lainya. Satu-satunya "reinforcement" yang

penting untuk jenis belajar seperti ini adalah konfrmasi sebuah hipotesis.

4. Field-Cognition Modes

Jenis belajar seperti ini kurang diminati oleh Tolman. Ini adalah sebuah

strategi, cara pendekatan untuk situasi problem-solving. Hal ini merupakan

sebuah tendensi untuk menyusun perceptual field dalam bentuk tertentu.

Tolman mencurigai bahwa kecenderungan ini adalah bawaan, tetapi bisa

dimodifikasi dengan pengalaman. Sesungguhnya hal paling utama pada

strategi yang bekerja dalam pemecahan masalah adalah akan dicoba pada

situasi yang sama pada masa yang akan datang. Seperti itulah field

cognitionmodes yang efektif, atau problem-solving, yaitu memindahkan

permasalahan-permasalahan yang berhubungan. Pengalaman belajar akan

digunakan atau di uji pada situasi yang akan datang.

Page 60: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

57

5. Drive Discrimination

Drive discrimination hanya mengacu kepada fakta bahwa organisme dapat

menentukan statusdrive mereka sendiri. Oleh karena itu, mereka mampu

merespon sewajarnya. Contohnya, Seorang mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu

Keolahragaan dibebaskan untuk menentukan program jurusannya,

memilih Olahraga Usia Dini maupun Kesehatan Olahraga.

6. Motor Patterns

Tolman menunjukkan bahwa teorinya sebagian besar itu terkait dengan ide

asosiasi bukan terkait dengan ide yang berhubungan dengan

perilaku. Motor patern learning ini merupakan suatu usaha untuk

memecahkan sebuah masalah. Tolman menerima interpretasi Guthrie

tentang bagaimana respon bisa menjadi hubungan dengan stimulus.

Pendapat Tolman Tentang Pendidikan

Dalam banyak hal, Tolman dan Gestaltis sepakat mengenai praktik

pendidikanyang menekankan pentingnya pemikiran dan pemahaman. Menurut

Tolman, murid perlu melakukan hipotesis dalam situasi problem. Tolam

mendukung diskusi kelompok-kelompok kecil dalam kelas. Yang penting buat

murid adalah punya kesempatan, secara individual atau sebagai anggota

kelompok untuk menguji ide-idenya secara memadai. Terakhir, Tolman

mengatakan bahwa penguatan ekstrinsik adalah tak perlu untuk memicu proses

belajar. Karena belajar bersifat konstan.

Evaluasi Teori Tolman

Kontribusi

Banyak kontribusi yang diberikan olehTolman untuk studi belajar.

Pembahasan belajar laten, eksperimen jalur teka-teki melingkar oleh Tolman,,

telah dijadikan perintis studi tentang kognisi komparatif dewasa ini (Olton,

1992). Penelitian Tolman tentang belajar spasial dan peta kognitif masih

menjadi pedoman riset terhadap belajar ruang pada manusia dan non manusia.

Tetapi perannya yang paling besar adalah temuan riset dan perannya sebagai

tokoh antagonis bagi dominasi neobehaviorisme Hullian. Tolman percaya

metode behaviorisme yang ketat, dan dia memperuasnya ke perilaku molar dan

kejadian mental.

Kritik

Kritik ilmiah terhadap teori Tolman jelas valid. Teorinya tidak mudah

diteliti secara empiris. Teorinya menggunakan banyak variable individual,

bebas, dan intervening yang sulit untuk dijelaskan semuanya. Ia dianggap

membawa psikologi mundur kea bad yang lalu (Malone, 1991).

Page 61: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

58

Rangkuman

Teori Tolman memberikan banyak konsep secara dominan dalam psikologi

perkembangan dan berpengaruh pula pada perkembangan kecerdasan melalui

pengamatan perilaku secara menyeluruh. Teori ini membahas bagaimana

seseorang tidak hanya sekedar melibatkan hubungan stimulus dengan respon,

tetapi juga memperhatikan pemahaman tentang situasi yang berhubungan

dengan tujuan belajar, mengartikan interaksinya dengan berbagai tahapan

perkembangan saat sesorang memperoleh cara baru dalam mempresentasikan

secara langsung.Didalam pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga

melibatkan seluruh aspek gerak sensorik maupun motorik sebagai proses

mengorganisasikan pengalaman-pengalaman ke dalam pola-pola yang

sistematis dan bermakna.Belajar pendidikan jasmani dan olahraga bukan

merupakan suatu penjumlahan, sebaliknya belajar pendidikan jasmani dan

olahraga dimulai dari mempersepsi keseluruhan apa itu pendidikan jasmani

dan olahraga, yang lambat laun akan terjadi suatu proses diferensiasi, yaitu

menangkap bagian-bagian dan detail dari pengalaman.Dengan memahami

bagian-bagian dan detail dari pendidikan jasmani dan olahraga, awalan

keseluruhan obyek yang semula masih agak kabur akan menjadi semakin jelas.

Dari masalah di atas, dapat disimpulkan beberapa prinsip belajar:

1. Belajar pendidikan jasmani dan olahraga menggambarkan tentang manusia

yang bereaksi dan menyesuaikan dengan lingkungannya secara

keseluruhan, tidak hanya intelektual, tetapi juga secara fisik, emosional,

sosial, dan sebagainya.

2. Manusia berkembang sebagai keseluruhan sejak dari kecil sampai dewasa,

lengkap dengan segala aspek-aspeknya.

3. Belajar adalah perkembangan ke arah diferensiasi yang lebih luas.

4. Belajar akan berhasil apabila tercapai kematangan untuk memperoleh

pengertian.

5. Motivasi sangat penting untuk memberi dorongan kemauan untuk belajar.

6. Belajar akan berhasil kalau ada tujuan.

Page 62: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

59

BAB 6

Teori Taksonomi Bloom

Taksonomi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu tassein yang

berarti mengklasifikasi dan nomos yang berarti aturan. Jadi Taksonomi berarti

hierarkhi klasifikasi atas prinsip dasar atau aturan. Istilah ini kemudian

digunakan oleh Benjamin Samuel Bloom, seorang psikolog bidang pendidikan

yang melakukan penelitian dan pengembangan mengenai kemampuan berpikir

dalam proses pembelajaran.

Sejarah taksonomi bloom bermula ketika awal tahun 1950-an, dalam

Konferensi Asosiasi Psikolog Amerika, Bloom dan kawan-kawan

mengemukakan bahwa dari evaluasi hasil belajar yang banyak disusun di

sekolah, ternyata persentase terbanyak butir soal yang diajukan hanya meminta

siswa untuk mengutarakan hapalan mereka. Konferensi tersebut merupakan

lanjutan dari konferensi yang dilakukan pada tahun 1948. Menurut Bloom,

hapalan sebenarnya merupakan tingkat terendah dalam kemampuan berpikir

(thinking behaviors). Masih banyak level lain yang lebih tinggi yang harus

dicapai agar proses pembelajaran dapat menghasilkan siswa yang kompeten di

bidangnya. Akhirnya pada tahun 1956, Bloom, Englehart, Furst, Hill dan

Krathwohl berhasil mengenalkan kerangka konsep kemampuan berpikir yang

dinamakan Taxonomy Bloom.

Jadi, Taksonomi Bloom adalah struktur hierarkhi yang

mengidentifikasikan skills mulai dari tingkat yang rendah hingga yang tinggi.

Tentunya untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, level yang rendah harus

dipenuhi lebih dulu. Dalam kerangka konsep ini, tujuan pendidikan ini oleh

Bloom dibagi menjadi tiga domain/ranah kemampuan intelektual (intellectual

behaviors) yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.

Taksonomi Bloom mengalami dua kali perubahan perubahan yaitu

Taksonomi yang dikemukakan oleh Bloom sendiri dan Taksonomi yang telah

direvisi oleh Andreson dan KartWohl. Untuk pembahasan masing-masing

dijelaskan sebagai berikut.

A. Ranah Kognitif

Tujuan kognitif atau Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup

kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut

aktifitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif.

Dalam ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses berfikir, mulai dari

jenjang terendah sampai jenjang yang tertinggi yang meliputi 6 tingkatan antara

lain:

Page 63: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

60

a. Pengetahuan (Knowledge) – C1

Pada level atau tingkatan terendah ini dimaksudkan sebagai kemampuan

mengingat kembali materi yang telah dipelajari, misalnya: (a) pengetahuan

tentang istilah; (b) pengetahuan tentang fakta khusus; (c) pengetahuan

tentang konvensi; (d) pengetahuan tentang kecendrungan dan urutan; (e)

pengetahuan tentangklasifikasi dan kategori; (f) pengetahuan tentang

kriteria; dan (g) pengetahuan tentang metodologi. Contoh: menyatakan

kebijakan.

b. Pemahaman (Comprehension) – C2

Pada level atau tingkatan kedua ini, pemahaman diartikan sebagai

kemampuan memahami materi tertentu, dapat dalam bentuk: (a) translasi

(mengubah dari satu bentuk ke bentuk lain); (b) interpretasi (menjelaskan

atau merangkum materi);(c) ekstrapolasi (memperpanjang/memperluas

arti/memaknai data). Contoh : Menuliskan kembali atau merangkum materi

pelajaran

c. Penerapan (Application) – C3

Pada level atau tingkatan ketiga ini, aplikasi dimaksudkan sebagai

kemampuan untuk menerapkan informasi dalam situasi nyata

atau kemampuan menggunakan konsep dalam praktek atau situasi yang

baru. Contoh: Menggunakan pedoman/ aturan dalam menghitung gaji

pegawai.

d. Analisa (Analysis) – C4

Analisis adalah kategori atau tingkatan ke-4 dalam taksonomi Bloom

tentang ranah (domain) kognitif. Analisis merupakan kemampuan

menguraikan suatu materi menjadi bagian-bagiannya. Kemampuan

menganalisis dapat berupa: (a) analisis elemen (mengidentifikasi bagian-

bagian materi); (b) analisis hubungan (mengidentifikasi hubungan); (c)

analisispengorganisasian prinsip (mengidentifikasi

pengorganisasian/organisasi). Contoh: Menganalisa penyebab

meningkatnya Harga pokok penjualan dalam laporan keuangan dengan

memisahkan komponen- komponennya.

e. Sintesis (Synthesis) – C5

Level kelima adalah sintesis yang dimaknai sebagai kemampuan untuk

memproduksi. Tingkatan kognitif kelima ini dapat berupa: (a)

memproduksi komunikasi yang unik; (b) memproduksi rencana atau

kegiatan yang utuh; dan (c) menghasilkan/memproduksi seperangkat

hubungan abstrak. Contoh: Menyusun kurikulum dengan mengintegrasikan

pendapat dan materi dari beberapa sumber.

Page 64: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

61

f. Evaluasi (Evaluation) – C6

Level ke-6 dari taksonomi Bloom pada ranah kognitif adalah evaluasi.

Kemampuan melakukan evaluasi diartikan sebagai kemampuan menilai

‘manfaat’ suatu benda/hal untuk tujuan tertentu berdasarkan kriteria yang

jelas. Paling tidak ada dua bentuk tingkat (level) evaluasi menurut Bloom,

yaitu: (a) penilaian atau evaluasi berdasarkan bukti internal; dan (2)

evaluasi berdasarkan bukti eksternal. Contoh: Membandingkan hasil ujian

siswa dengan kunci jawaban.

B. Ranah Afektif

Ranah Afektif mencakup segala sesuatu yang terkait dengan emosi,

misalnya perasaan, nilai, penghargaan, semangat,minat, motivasi, dan sikap.

Lima kategori ranah ini diurutkan mulai dari perilaku yang sederhana hingga

yang paling kompleks :

a. Penerimaan (Receiving) – A1

Mengacu kepada kemampuan memperhatikan dan memberikan respon

terhadap sitimulasi yang tepat. Penerimaan merupakan tingkat hasil belajar

terendah dalam domain afektif. Dan kemampuan untuk menunjukkan

atensi dan penghargaan terhadap orang lain. Contoh: mendengar pendapat

orang lain, mengingat nama seseorang.

b. Responsive (Responding) – A2

Satu tingkat di atas penerimaan. Dalam hal ini siswa menjadi terlibat secara

afektif, menjadi peserta dan tertarik. Kemampuan berpartisipasi aktif

dalam pembelajaran dan selalu termotivasi untuk segera bereaksi dan

mengambil tindakan atas suatu kejadian. Contoh: berpartisipasi dalam

diskusi kelas.

c. Nilai yang dianut (Value) – A3

Mengacu kepada nilai atau pentingnya kita menterikatkan diri pada objek

atau kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak

atau tidak menghiraukan. Tujuan-tujuan tersebut dapat diklasifikasikan

menjadi “sikap dan opresiasi”. Serta Kemampuan menunjukkan nilai yang

dianut untuk membedakan mana yang baik dan kurang baik terhadap suatu

kejadian/obyek, dan nilai tersebut diekspresikan dalam perilaku. Contoh:

Mengusulkan kegiatanCorporate Social Responsibility sesuai dengan nilai

yang berlaku dan komitmen perusahaan.

Page 65: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

62

d. Organisasi (Organization) – A4

Mengacu kepada penyatuan nilai, sikap-sikap yang berbeda yang membuat

lebih konsisten dapat menimbulkan konflik-konflik internal dan

membentuk suatu sistem nilai internal, mencakup tingkah laku yang

tercermin dalam suatu filsafat hidup. Dan Kemampuan membentuk system

nilai dan budaya organisasi dengan mengharmonisasikan perbedaan nilai.

Contoh: Menyepakati dan mentaati etika profesi, mengakui perlunya

keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab.

e. Karakterisasi (characterization) – A5

Mengacu kepada karakter dan daya hidup sesorang. Nilai-nilai sangat

berkembang nilai teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten

dan lebih mudah diperkirakan. Tujuan dalam kategori ini ada hubungannya

dengan keteraturan pribadi, sosial dan emosi jiwa. Dan Kemampuan

mengendalikan perilaku berdasarkan nilai yang dianut dan memperbaiki

hubungan intrapersonal, interpersonal dan social. Contoh: Menunjukkan

rasa percaya diri ketika bekerja sendiri, kooperatif dalam aktivitas

kelompok.

C. Ranah Psikomotorik

Ranah Psikomotorik meliputi gerakan dan koordinasi jasmani,

keterampilan motorik dan kemampuan fisik. Ketrampilan ini dapat diasah jika

sering melakukannya. Perkembangan tersebut dapat diukur sudut kecepatan,

ketepatan, jarak, cara/teknik pelaksanaan. Ada tujuh kategori dalam ranah

psikomotorik mulai dari tingkat yang sederhana hingga tingkat yang rumit.

a. Peniruan – P1 Terjadi ketika siswa mengamati suatu gerakan. Mulai memberi respons

serupa dengan yang diamati. Mengurangi koordinasi dan kontrol otot-otot

saraf. Peniruan ini pada umumnya dalam bentuk global dan tidak

sempurna.

b. Manipulasi – P2

Menekankan perkembangan kemampuan mengikuti pengarahan,

penampilan, gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan suatu penampilan

melalui latihan. Pada tingkat ini siswa menampilkan sesuatu menurut

petunjuk-petunjuk tidak hanya meniru tingkah laku saja.

c. Ketetapan – P3

Memerlukan kecermatan, proporsi dan kepastian yang lebih tinggi dalam

penampilan. Respon-respon lebih terkoreksi dan kesalahan-kesalahan

dibatasi sampai pada tingkat minimum.

Page 66: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

63

d. Artikulasi – P4

Menekankan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan

yang tepat dan mencapai yang diharapkan atau konsistensi internal di

natara gerakan-gerakan yang berbeda.

e. Pengalamiahan – P5

Menurut tingkah laku yang ditampilkan dengan paling sedikit

mengeluarkan energi fisik maupun psikis. Gerakannya dilakukan secara

rutin. Pengalamiahan merupakan tingkat kemampuan tertinggi dalam

domain psikomotorik.

Revisi Taksonomi Bloom

Pada tahun 1994, salah seorang murid Bloom, Lorin Anderson Krathwohl

dan para ahli psikologi aliran kognitivisme memperbaiki taksonomi Bloom agar

sesuai dengan kemajuan zaman. Hasil perbaikan tersebut baru dipublikasikan

pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Revisi hanya

dilakukan pada ranah kognitif. Revisi tersebut meliputi:

1. Perubahan kata kunci dari kata benda menjadi kata kerja untuk setiap level

taksonomi.

2. Perubahan hampir terjadi pada semua level hierarkhis, namun urutan level

masih sama yaitu dari urutan terendah hingga tertinggi. Perubahan

mendasar terletak pada level 5 dan 6. Perubahanperubahan tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut:

a) Pada level 1, knowledge diubah menjadi remembering (mengingat).

b) Pada level 2, comprehension dipertegas

menjadi understanding (memahami).

c) Pada level 3, application diubah menjadi applying (menerapkan).

d) Pada level 4, analysis menjadi analyzing (menganalisis).

e) Pada level 5, synthesis dinaikkan levelnya menjadi level 6 tetapi dengan

perubahan mendasar, yaitu creating (mencipta).

f) Pada level 6, Evaluation turun posisisinya menjadi level 5, dengan

sebutan evaluating (menilai).

Jadi, Taksonomi Bloom baru versi Kreathwohl pada ranah kognitif terdiri

dari enam level: remembering (mengingat), understanding (memahami),

applying (menerapkan), analyzing (menganalisis, mengurai),evaluating

(menilai) dan creating (mencipta). Revisi Krathwohl ini sering digunakan dalam

merumuskan tujuan belajar yang sering kita kenal dengan istilah C1 sampai

dengan C6.

Sama dengan sebelum revisi, tiga level pertama (terbawah)

merupakan Lower Order Thinking

Page 67: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

64

Skills, sedangkan tiga level berikutnya Higher Order Thinking Skill. Jadi, dalam

menginterpretasikan piramida di atas, secara logika adalah sebagai berikut:

a. Sebelum kita memahami sebuah konsep maka kita harus

mengingatnya terlebih dahulu

b. Sebelum kita menerapkan maka kita harus memahaminya terlebih

dahulu

c. Sebelum kita menganalisa maka kita harus menerapkannya dulu

d. Sebelum kita mengevaluasi maka kita harus menganalisa dulu

e. Sebelum kita berkreasi atau menciptakan sesuatu, maka kita harus

mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis dan

mengevaluasi. Beberapa kritik dilemparkan kepada penggambaran piramida ini. Ada

yang beranggapan bahwa semua kegiatan tidak selalu harus melewati tahap

yang berurutan. Proses pembelajaran dapat dimulai dari tahap mana saja

tergantung kreasi tiap orang. Namun demikian, memang diakui bahwa

pentahapan itu sebenarnya cocok untuk proses pembelajaran yang terintegrasi.

Hingga saat ini ranah afektif dan psikomotorik belum mendapat

perhatian. Skill menekankan aspek psikomotorik yang membutuhkan

koordinasi jasmani sehingga lebih tepat dipraktekkan bukan

dipelajari. Attitude juga merupakan faktor yang sulit diubah selama proses

pembelajaran karena attitude terbentuk sejak lahir. Mungkin itulah alasan

mengapa revisi baru dilakukan pada ranah kognitif

yang difokuskan pada knowledge.

Page 68: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

65

BAB 7

Teori Pembelajaran Afektif

Pembelajaran afektif berbeda dengan pembelajaran intelektual dan

keterampilan, karena segi afektif sangat bersifat subjektif, lebih mudah

berubah, dan tidak ada materi khusus yang harus dipelajari. Hal-hal di atas

menuntut penggunaan metode mengajar dan evaluasi hasil belajar yang

berbeda dari mengajar segi kognitif dan keterampilan.

Merujuk pada pemikiran Nana Syaodih Sukmadinata (2005), maka di

bawah ini akan dikemukakan beberapa model pembelajaran afektif yang

populer dan banyak digunakan, yakni sebagai berikut:

1. Model Konsiderasi

Manusia seringkali bersifat egoistis, lebih memperhatikan,

mementingkan, dan sibuk mengurusi dirinya sendiri. Melalui penggunaan

model konsiderasi (consideration model) siswa didorong untuk lebih peduli,

lebih memperhatikan orang lain, sehingga mereka dapat bergaul, bekerjasama,

dan hidup secara harmonis dengan orang lain.

Model konsiderasi dikembangkan oleh MC. Paul, seorang humanis. Paul

menganggap bahwa pembentukan moral tidaksama dengan pengembangan

kognisi yang rasional. Pembelajaran moral siswa menurutnya adalah

pembentukan pembentukan kepribadian bukan pengembangan intelektual.

Oleh sebab itu, model ini menekankan kepada strategi pembelajaran yang dapat

membentuk kepribadian. Tujuannya adalah agar siswa menjadi manusia yang

memiliki kepedulian terhadap orang lain. Adapun langkah-langkah

pembelajaran model konsiderasi adalah:

1) Menghadapkan siswa pada suatu masalah yang mengandung konflik, yang

sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Ciptakan situasi”Seandainya

siswa ada dalam masalah tersebut.”

2) Menyuruh siswa untuk menganalisis sesuatu masalah dengan melihat

bukan hanya yang tampak, tapi juga yang tersirat dalam permasalahan

tersebut, misalnya perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain.

3) Menyuruh siswa untuk menuliskan tanggapannya terhadap permasalahan

yang dihadapi. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat menelaah

perasaannya sendiri sebelum mendengar respons orang lain untuk

dibandingkan.

4) Mengajak siswa untuk menganalisis respons orang lain serta membuat

kategori dari setiap respons yang diberikan siswa.

5) Mendorong siswa untuk merumuskan akibat atau konsekuensi dari setiap

tindakan yang diusulkan siswa. Dalam tahapan ini siswa diajak berpikir

tentang segala kemungkinan yang akantimbul sehubungan dengan

tindakannya.

Page 69: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

66

6) Mengajak siswa untuk memandang permasalahan dari berbagai sudut

pandang untuk menambah wawasan agar mereka dapat menimbang sikap

tertentu sesuai dengan nilai yang dimilikinya.

7) Mendorong siswa agar merumuskan sendiri tindakan yang harus dilakukan

sesuai dengan pilihannya berdasarkan pertimbangannya sendiri.

2. Model Pembentukan Rasional

Dalam kehidupannya, orang berpegang pada nilai-nilai sebagai standar

bagi segala aktivitasnya. Nilai-nilai ini ada yang tersembunyi, dan ada pula yang

dapat dinyatakan secara eksplisit. Nilai juga bersifat multidimensional, ada yang

relatif dan ada yang absolut. Model pembentukan rasional (rational building

model) bertujuan mengembangkan kematangan pemikiran tentang nilai-nilai.

Langkah-langkah pembelajaran rasional:

1) Mengidentifikasi situasi di mana ada ketidakserasian atu penyimpangan

tindakan.

2) Menghimpun informasi tambahan.

3) Menganalisis situasi dengan berpegang padanorma, prinsip atu ketentuan-

ketentuan yang berlaku dalam masyarakat.

4) Mencari alternatif tindakan dengan memikirkan akibat-akibatnya.

5) Mengambil keputusan dengan berpegang pada prinsip atau ketentuan-

ketentuan legal dalam masyarakat.

3. Klarifikasi Nilai

Setiap orang memiliki sejumlah nilai, baik yang jelas atau terselubung,

disadari atau tidak. Klarifikasi nilai (value clarification model) merupakan

pendekatan mengajar dengan menggunakan pertanyaan atau proses

menilai (valuing process) dan membantu siswa menguasai keterampilan menilai

dalam bidang kehidupan yang kaya nilai. Penggunaan model ini bertujuan, agar

para siwa menyadari nilai-nilai yang mereka miliki, memunculkan dan

merefleksikannya, sehingga para siswa memiliki keterampilan proses menilai.

Langkah-langkah pembelajaran klasifikasi nilai:

1) Pemilihan. Para siswa mengadakan pemilihan tindakan secara bebas, dari

sejumlah alternatif tindakan mempertimbangkan kebaikan dan akibat-

akibatnya.

2) Mengharagai pemilihan. Siswa menghargai pilihannya serta memperkuat-

mempertegas pilihannya,

3) Berbuat. Siswa melakukan perbuatan yang berkaitan dengan pilihannya,

mengulanginya pada hal lainnya.

Page 70: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

67

4. Pengembangan Moral Kognitif

Perkembangan moral manusia berlangsung melalui restrukturalisasi

atau reorganisasi kognitif, yang yang berlangsung secara berangsur melalui

tahap pra-konvensi, konvensi dan pasca konvensi. Model ini bertujuan

membantu siswa mengembangkan kemampauan mempertimbangkan nilai

moral secara kognitif.

Model pengembangan kognitif dikembangkan oleh Lawrence Kohlberg.

Model ini banyak diilhami oleh pemikiran John Dewey yang berpendapat bahwa

perkembangan manusia terjadi sebagai proses dari restrukturisasi kognitif

yang berlangsung secara berangsur-angsur menurut urutan tertentu. Menurut

Kolhberg, moral manusia itu berkembang melalui 3 tingkat , dan setiap tingkat

terdiri dari 2 tahap.

a. Tingkat Prakonvensional

Pada tingkat ini setiap individu memandang moral berdasarkan

kepentingannya sendiri. Artinya pertimbangan moral didasarkan pada

pandangan secara individual tanpa menghiraukan rumusan dan aturan

yang dibuat oleh masyarakat. Tingkat prakonvensional terdiri dari dua

tahap, yakni:

1. Orientasi hukuman dan kepatuhan

Artinya anak hanya berpikir bahwa perilaku yang benar itu adalah

perilaku yang tidak akanmengakibatkan hukuman, dengan demikian

setiap peraturan harus dipatuhi agar tidak menimbulkan konsekuensi

negatif.

2. Orientasi instrumental relative

Pada tahap ini perilaku anak didasarka pada perilaku adil, berdasarkan

aturan permainan yang telah disepakati. b. Tahap Konvensional

Pada tahap konvensional meliputi 2 tahap, yaitu:

1. Keselarasan interpersonal

Pada tahap ini ditandai dengan perilaku yang ditampilkan individu

didorong oleh keinginan untuk memenuhi harapan orang lain.

2. System social dan kata hati

Pada tahap ini perilaku individu bukan didasarkan pada dorongan

untuk memenuhi harapan orang lain yang dihormatinya. Melainkan

bagaimana kata hatinya.

c. Tingkat postkonvensional

Pada tingkat ini perilaku bukan hanya didasarkan pada kepatuhan terhadap

norma-norma masyarakat yang berlaku, akan tetapi didasari oleh adanya

kesadaran sesuai dengan nilai-nilai yang dimiliki secara individu.

1. Kontra social

Pada tahap iniperilaku individu didasarkan pada kebenaran-kebenaran

yang diakui oleh masyarakat.

2. Prinsip etis yang universal

Page 71: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

68

Pada tahap ini perilaku manusia didasarkan pada prinsip-prinsip

universal.

Langkah-langkah pembelajaran moral kognitif:

1) Menghadapkan siswa pada suatu situasi yang mengandung dilema moral

atau pertentangan nilai.

2) Siswa diminta memilih salah satu tindakan yang mengandung nilai moral

tertentu.

3) Siswa diminta mendiskusikan/menganalisis kebaikan dan kejelekannya.

4) Siswa didorong untuk mencari tindakan-tindakan yang lebih baik.

5) Siswa menerapkan tindakan dalam segi lain.

5. Model Nondirektif

Para siswa memiliki potensi dan kemampuan untuk berkembang sendiri.

Perkembangan pribadi yang utuh berlangsung dalam suasana permisif dan

kondusif. Guru hendak nya menghargai potensi dan kemampuan siswa dan

berperan sebagai fasilitator/konselor dalam pengembangan kepribadian siswa.

Penggunaan model ini bertujuan membantu siswa mengaktualisasikan dirinya.

Langkah-langkah pembelajaran nondirekif:

1) Menciptakan sesuatu yang permisif melalui ekspresi bebas.

2) Pengungkapan siswa mengemukakan perasaan, pemikiran dan masalah-

masalah yang dihadapinya guru menerima dan memberikan klarifikasi.

3) Pengembangan pemahaman (insight), siswa mendiskusikan masalah,

guru memberikan dorongan.

4) Perencanaan dan penentuan keputusan, siswa merencanakan dan

menentukan keputusan, guru memberikan klarifikasi.

5) Integrasi, siswa memperoleh pemahaman lebih luas dan

mengembangkan kegiatan-kegiatan positif.

Kesulitan dalam Pembelajaran Afektif

Pertama, selama ini proses pendidikan sesuai dengan kurikulum yang

berlaku cenderung diarahkan untuk pembentukan intelektual.dengan demikian

keberhasilan proses pendidikan dan proses pembelajaran di sekolah ditentukan

oleh criteria kemampuan intelektual.

Kedua, sulitnya melakukan control karena banyaknya factor yang dapat

mempengaruhi perkembangan sikap seseorang.

Ketiga, keberhasilan pembentukan sikap tidak bisa dievaluasi dengan

segera. Berbeda dengan keberhasilan pembentukan kognisi dan aspek

ketrampilan yang hasilnya dapat diketahui setelah proses pembelajaran

berakhir.

Keempat, pengaruh kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi

yang menyuguhkan aneka pilihan program acara, berdampak pada

pembentukan karakter anak.

Page 72: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

69

Jenis - Jenis Metode Pembelajaran

Dalam proses pemebelajaran seorang guru harus memiliki kreatifitas

(kemampuan) dalam memberikan materi di kelas agar proses pembelajaran

dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan, untuk itu dibutuhkan suatu

metode pembelajaran yang dapat memberikan kemudahan bagi seorang

pendidik agar proses pembelajaran lebih menyenangkan. Dalam prakteknya

terdapat beragam jenis metode pembelajaran dan penerapannya di antaranya

yaitu:

1. Metode Ceramah

Metode ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan menyampaikan

informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada

umumnya mengikuti secara pasif. Metode ceramah dipandang monoton, karena

penyampai informasi seperti ini tidak mengundang umpan balik. Sehingga

langkah-langkah di bawah ini dapat dipakai sebagai petunjuk untuk

mempertinggi kualitas hasil metode ceramah:

a. Tujuan pembicaraan (ceramah) harus dirumuskan dengan jelas.

b. Setelah menetapkan tujuan, harus diteliti sesuaikah metode ini dengan

tujuan.

c. Menyusun ceramah dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Bahan ceramah dapat dimengerti dengan jelas, maksudnya setiap

pengertian dapat menghubungkan pembicaraan dengan pendengar

dengan tepat.

Dapat menangkap perhatian siswa.

Memperlihatkan kepada pendengar bahwa bahan yang mereka peroleh

berguna bagi kehidupan mereka.

d. Menanamkan pengertian yang jelas.

e. Guru terlebih dahulu mengemukakan suatu cerita singkat bersifat ilustratif,

sehingga dapat menggambarkan dengan jelas apa yang dimaksud.

1) Kelebihan Metode Ceramah

a. Guru mudah menguasai kelas.

b. Guru mudah menerangkan bahan pelajaran berjumlah besar.

c. Dapat diikuti anak didik dalam jumlah besar.

d. Mudah dilaksanakan.

2) Kelemahan Metode Ceramah

a. Membuat siswa pasif.

b. Mengandung unsur paksaan kepada siswa.

c. Mengurung daya kritis siswa.

d. Anak didik yang lebih tanggap dari visi visual akan menjadi rugi dan

anak didik yang lebih tanggap auditifnya dapat lebih besar

menerimanya.

e. Sukar mengontrol sejauh mana pemerolehan belajar anak didik.

f. Kegiatan pengajaran menjadi verbalisme (pengertian kata-kata).

Page 73: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

70

g. Bila terlalu lama membosankan.

h. Terkadang penafsiran murid dengan apa yang dijelaskan guru

berbeda.

2. Metode Eksperimen

Metode eksperimen adalah metode pemberian kesempatan kepada anak

didik perorangan atau kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses atau

percobaan. Dengan metode ini anak didik diharapkan sepenuhnya terlibat

merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen, menemukan fakta,

mengumpulkan data, mengendalikan variabel, dan memecahkan masalah yang

dihadapinya secara nyata.

a. Kelebihan metode eksperimen:

1) Metode ini dapat membuat anak didik lebih percaya atas kebenaran

atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya

menerima kata guru atau buku,

2) Anak didik dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi

eksplorasi (menjelajahi) tentang ilmu dan teknologi, suatu sikap yang

dituntut dari seorang ilmuwan, dan

3) Dengan metode ini akan terbina manusia yang dapat membawa

terobosan-terobosan baru dengan penemuan sebagai hasil

percobaannya yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kesejahteraan

hidup manusia.

b. Kekurangan metode eksperimen:

1) Tidak cukupnya alat-alat mengakibatkan tidak setiap anak didik

berkesempatan mengadakan eksperimen;

2) Jika eksperimen memerlukan jangka waktu yang lama, anak didik

harus menanti untuk melanjutkan pelajaran; serta\

3) Metode ini lebih sesuai untuk menyajikan bidang-bidang ilmu dan

teknologi.

3. Metode Demonstrasi Demonstrasi adalah metode yang digunakan pada pengajaran

manipulatif dan keterampilan, pengembangan pengertian, untuk menunjukkan

bagaimana melakukan praktik-praktik baru dan memperbaiki cara melakukan

sesuatu.

a. Jenis Demonstrasi (Nursidik, 2002)

1) Metode Demonstrasi Cara

Demonstrasi cara menunjukkan bagaimana melakukan sesuatu. Hal ini

termasuk bahan-bahan yang digunakan dalam pekerjaan yang sedang

dikerjakan, memperlihatkan apa yang dikerjakan dan bagaimana

mengerjakannya, serta menjelaskan setiap langkah pengerjaannya.

Page 74: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

71

Biasanya dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat dan tidak

memerlukan banyak biaya.

2) Metode Demonstrasi Hasil

Demonstrasi hasil dimakduskan untuk menunjukan hasil dari beberapa

praktik dengan menggunakan bukti-bukti yang dapat dilihat, didengar,

dan dirasakan.

b. Kelebihan

1) Demonstrasi menarik dan menahan perhatian

2) Demonstrasi menghadirkan subjek dengan cara mudah dipahami

3) Demonstrasi menyajikan hal-hal yang meragukan apakah dapat atau

tidak dapat dikerjakan.

4) Metode demonstrasi adalah objektif dan nyata.

5) Metode demonstrasi menunjukkan pelaksanaan ilmu pengetahuan

dengan contoh.

6) Demonstrasi mempercepat penyerapan langsung dari sumbernya.

7) Dapat membantu mengembangkan kepemimpinan local

8) Dapat memberikan bukti bagi praktik yang dianjurkan.

9) Melihat sebelum melakukan. Manfaat bagi siswa dengan melihat

sesuatu yang dilakukan sebelum mereka harus melakukannya sendiri.

c. Kelemahan

1) Demonstrasi yang baik tidak mudah dilaksanakan. Keterampilan yang

memadai diperlukan untuk melaksanakan demonstrasi yang baik.

2) Metode demonstrasi terbatas hanya untuk jenis pengajaran tertentu.

3) Demonstrasi hasil memerlukan waktu yang banyak dan agak mahal.

4) Memerlukan banyak persiapan awal.

5) Dapat dipengaruhi oleh cuaca.

6) Dapat mengurangi kepercayaan jika tidak berhasil

7) Tidak mengalami langsung. Sebuah demonstrasi bukan merupakan

pengalaman langsung bagi siswa kecuali mereka mengikuti dari awal,

sebagai guru adalah menunjukkan langkah atau keterampilan.

4. Metode Eksperimen (Percobaan)

Metode eksperimen adalah metode pemberian kesempatan kepada anak

didik perorangan atau kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses atau

percobaan. Metode eksperimen merupakan suatu metode mengajar yang

menggunakan alat dan tempat tertentu dan dilakukan lebih dari satu kali.

Penggunaan teknik ini mempunyai tujuan agar siswa mampu mencari dan

menemukan sendiri berbagai jawaban atau persoalan-persoalan yang

dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Juga siswa dapat terlatih

dalam cara berfikir yang ilmiah.

Kelebihan dan kelemahan tersebut menurut Martiningsih (2007) yakni

sebagai berikut :

Page 75: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

72

a. Kelebihan

1) Metode ini dapat membuat anak didik lebih percaya atas kebenaran

atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya

menerima kata guru atau buku.

2) Memotivasi peserta didik untuk mengeksplorasi (menjelajahi) tentang

ilmu dan teknologi.

3) Dapat membina manusia yang dapat membawa terobosan-terobosan

baru dengan penemuan sebagai hasil percobaan.

b. Kelemahan

1) Tidak cukupnya alat-alat yang dibutuhkan mengakibatkan tidak setiap

anak didik berkesempatan mengadakan ekperimen.

2) Memerlukan jangka waktu yang lama.

3) Metode ini lebih sesuai untuk menyajikan bidang-bidang ilmu sains dan

teknologi.

c. Aplikasi dalam Pembelajaran

Prosedur eksperimen menurut Roestiyah (2001:81) yang dikutip dari

Martiningsih (2007) adalah :

1) Perlu dijelaskan kepada siswa tentang tujuan eksprimen,mereka harus

memahami masalah yang akan dibuktikan melalui eksprimen.

2) Memberi penjelasan kepada siswa tentang alat-alat serta bahan-bahan

yang akan dipergunakan dalam eksperimen, hal-hal yang harus

dikontrol dengan ketat, urutan eksperimen, hal-hal yang perlu dicatat.

3) Selama eksperimen berlangsung guru harus mengawasi pekerjaan

siswa. Bila perlu memberi saran atau pertanyaan yang menunjang

kesempurnaan jalannya eksperimen.

4) Setelah eksperimen selesai guru harus mengumpulkan hasil penelitian

siswa, mendiskusikan di kelas, dan mengevaluasi dengan tes atau tanya

jawab.

Dalam metode eksperimen, guru dapat mengembangkan keterlibatan

fisik dan mental, serta emosional siswa. Siswa mendapat kesempatan

untuk melatih ketrampilan proses agar memperoleh hasil belajar yang

maksimal. Pengalaman yang dialami secara langsung dapat tertanam

dalam ingatannya. Keterlibatan fisik dan mental serta emosional siswa

diharapkan dapat diperkenalkan pada suatu cara atau kondisi

pembelajaran yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan juga

perilaku yang inovatif dan kreatif.

5. Metode Discovery Metode Discovery menurut Suryosubroto (2002:192) diartikan sebagai

suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan,

manipulasi obyek dan lain-lain, sebelum sampai kepada generalisasi

Page 76: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

73

Metode Discovery merupakan komponen dari praktek pendidikan yang

meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi pada

proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif. Menurut

Encyclopedia of Educational Research, penemuan merupakan suatu strategi

yang unik dapat diberi bentuk oleh guru dalam berbagai cara, termasuk

mengajarkan ketrampilan menyelidiki dan memecahkan masalah sebagai alat

bagi siswa untuk mencapai tujuan pendidikannya. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa metode discovery adalah suatu metode dimana dalam proses

belajar mengajar guru memperkenankan siswa-siswanya menemukan sendiri

informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan atau diceramahkan saja.

Suryosubroto (2002:193) mengutip pendapat Sund (1975) bahwa

discovery adalah proses mental dimana siswa mengasimilasi sesuatu konsep

atau sesuatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolong-

golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan,

dan sebagainya.

a. Tahapan- tahapan Discovery Ada lima tahap yang harus ditempuh dalam metode discovery menurut

Rohani (2004:39) yaitu:

1) Perumusan masalah untuk dipecahkan peserta didik.

2) Penetapan jawaban sementara atau pengajuan hipotesis.

3) Peserta didik mencari informasi , data, fakta, yang diperlukan untuk

menjawab atau memecahkan masalah dan menguji hipotesis.

4) Menarik kesimpulan dari jawaban atau generalisasi.

5) Aplikasi kesimpulan atau generalisasidalam situasi baru.

b. Kelebihan

Kelebihan metode discovery Suryosubroto (2002:2001) adalah:

1) Dianggap membantu siswa dalam mengembangkan atau

memperbanyak persediaan dan penguasaan ketrampilan dan proses

kognitif siswa, andaikata siswa itu dilibatkan terus dalam penemuan

terpimpin. Kekuatan dari proses penemuan datang dari usaha untuk

menemukan, jadi seseorang belajar bagaimana belajar itu.

2) Pengetahuan diperoleh dari strategi ini sangat pribadi sifatnya dan

mungkin merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh, dalam arti

pendalaman dari pengertian retensi dan transfer.

3) Strategi penemuan membangkitkan gairah pada siswa, misalnya siswa

merasakan jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan dan

kadang-kadang kegagalan.

4) Metode ini memberi kesempatan kepada siswa untuk bergerak maju

sesuai dengan kemampuannya sendiri.

5) Lebih merasa terlibat dan bermotivasi sendiri untuk belajar, paling

sedikit pada suatu proyek penemuan khusus.

Page 77: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

74

6) Metode discovery dapat membantu memperkuat pribadi siswa dengan

bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses

penemuan. Dapat memungkinkan siswa sanggup mengatasi kondisi

yang mengecewakan.

7) Strategi ini berpusat pada anak, misalnya memberi kesempatan pada

siswa dan guru berpartisispasi sebagai sesame dalam situasi penemuan

yang jawaban nya belum diketahui sebelumnya.

8) Membantu perkembangan siswa menuju skeptissisme yang sehat

untuk menemukan kebenaran akhir dan mutlak.

c. Kelemahan

Kelemahan metode discovery Suryosubroto (2002:2001) adalah:

1) Harus adanya persiapan mental untuk cara belajar ini.

2) Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas dalam skala besar.

3) Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan

guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran

secara tradisional.

4) Mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang sebagai cara

yang terlalu mementingkan memperoleh pengertian dan kurang

memperhatikan diperolehnya sikap dan ketrampilan. Sedangkan sikap

dan ketrampilan diperlukan untuk memperoleh pengertian atau

sebagai perkembangan emosional sosial secara keseluruhan.

5) Dalam beberapa ilmu, fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide,

mungkin tidak ada.

6) Strategi ini mungkin tidak akan memberi kesempatan untuk berpikir

kreatif, kalau pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah

diseleksi terlebih dahulu oleh guru, demikian pula proses-proses di

bawah pembinaannya. Tidak semua pemecahan masalah menjamin

penemuan yang penuh arti.

6. Metode Inquiry

Metode inquiry adalah metode yang mampu menggiring peserta didik

untuk menyadari apa yang telah didapatkan selama belajar. Inquiry

menempatkan peserta didik sebagai subyek belajar yang aktif (Mulyasa,

2003:234).

Kendatipun metode ini berpusat pada kegiatan peserta didik, namun guru

tetap memegang peranan penting sebagai pembuat desain pengalaman belajar.

Guru berkewajiban menggiring peserta didik untuk melakukan kegiatan.

Kadang kala guru perlu memberikan penjelasan, melontarkan pertanyaan,

memberikan komentar, dan saran kepada peserta didik. Guru berkewajiban

memberikan kemudahan belajar melalui penciptaan iklim yang kondusif,

dengan menggunakan fasilitas media dan materi pembelajaran yang bervariasi.

Page 78: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

75

Inquiry pada dasarnya adalah cara menyadari apa yang telah dialami.

Karena itu inquiry menuntut peserta didik berfikir. Metode ini melibatkan

mereka dalam kegiatan intelektual. Metode ini menuntut peserta didik

memproses pengalaman belajar menjadi suatu yang bermakna dalam

kehidupan nyata. Dengan demikian melalui metode ini peserta didik dibiasakan

untuk produktif, analitis dan kritis.

Langkah-langkah dalam proses inquiry adalah menyadarkan

keingintahuan terhadap sesuatu, mempradugakan suatu jawaban, serta

menarik kesimpulan dan membuat keputusan yang valid untuk menjawab

permasalahan yang didukung oleh bukti-bukti. Berikutnya adalah

menggunakan kesimpulan untuk menganalisis data yang baru (Mulyasa,

2005:235).

a. Strategi Pelaksanaan Inquiry

Strategi pelaksanaan inquiry adalah:

1) Guru memberikan penjelasan, instruksi atau pertanyaan terhadap

materi yang akandiajarkan.

2) Memberikan tugas kepada peserta didik untuk menjawab pertanyaan,

yang jawabannya bisa didapatkan pada proses pembelajaran yang

dialami siswa.

3) Guru memberikan penjelasan terhadap persoalan-persoalan yang

mungkin membingungkan peserta didik.

4) Resitasi untuk menanamkan fakta-fakta yang telah dipelajari

sebelumnya.

5) Siswa merangkum dalam bentuk rumusan sebagai kesimpulan yang

dapat dipertanggungjawabkan (Mulyasa, 2005:236).

b. Kelebihan

Teknik inquiry ini memiliki keunggulan yaitu :

a) Dapat membentuk dan mengembangkan konsep dasar kepada siswa,

sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar ide-ide dengan

lebih baik.

b) Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi

proses belajar yang baru.

c) Mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri,

bersifat jujur, obyektif, dan terbuka.

d) Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesanya

sendiri.

e) Memberi kepuasan yang bersifat intrinsik.

f) Situasi pembelajaran lebih menggairahkan.

g) Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.

h) Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.

i) Menghindarkan diri dari cara belajar tradisional.

Page 79: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

76

j) Dapat memberikan waktu kepada siswa secukupnya sehingga mereka

dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.

7. Metode Latihan Metode latihan (driil) disebut juga metode training, yaitu suatu cara

mengajar untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Juga, sebagai

sarana untuk memelihara kebiasaan-kebiasaan yang baik. Selain itu, metode ini

dapat digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan,

kesempatan, dan keterampilan.

a. Kelebihan Kelebihan metode latihan:

1) Dapat untuk memperoleh kecakapan motoris, seperti menulis, melafalkan

huruf, membuat dan menggunakan alat-alat.

2) Dapat untuk memperoleh kecakapan mental, seperti dalam perkalian,

penjumlahan, pengurangan, pembagian, tanda-tanda/simbol, dan

sebagainya.

3) Dapat membentuk kebiasaan dan menambah ketepatan dan kecepatan

pelaksanaan.

b. Kekurangan

Kekurangan metode latihan:

1) Menghambat bakat dan inisiatif anak didik karena anak didik lebih banyak

dibawa kepada penyesuaian dan diarahkan kepada jauh dan pengertian.

2) Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan.

3) Kadang-kadang latihan yang dilaksanakan secara berulang-ulang

merupakan hal yang monoton dan mudah membosankan.

4) Dapat menimbulkan verbalisme.

8. Metode Simulasi Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya berpura-pura atau

berbuat seakan-akan. Sebagai metode mengajar, simulasi dapat diartikan

sebagai cara penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan

untuk memahami suatu konsep, prinsip, atau keterampilan tertentu.

a. Kelebihan

Kelebihan metode simulasi di antaranya:

1) Simulasi dapat dijadikan sebagai bekal bagi siswa dalam menghadapi

situasi yang sebenarnya kelak, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat,

maupun menghadapi dunia kerja

2) Simulasi dapat mengembangkan kreatifitas siswa, karena melalui simulasi

siswa diberi kesempatan untuk memainkan peran sesuai dengan topik yang

disimulasikan.

Page 80: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

77

3) Simulasi dapat memupuk keberanian dan percaya diri siswa.

4) Memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan untuk

menghadapi berbagai situasi sosial yang problematis.

5) Simulasi dapat meningkatkan gairah siswa dalam proses pembelajaran.

b. Kekurangan Disamping memiliki kelebihan, metode simulasi juga memiliki

kekurangan, di antaranya :

1) Pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat dan sesuai

dengan kenyataan di lapangan.

2) Pengelolaan yang kurang baik, sering simulasi dijadikan sebagai alat

hiburan, sehingga tujuan pembelajaran menjadi terabaikan.

3) Faktor psikologis seperti rasa malu dan takut sering mempengaruhi siswa

dalam melakukan simulasi.

c. Jenis-Jenis Simulasi

Simulasi terdiri atas beberapa jenis, di antaranya:

1) Sosiodrama

Sosiodrama adalah metode pembelajaran bermain peran untuk

memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial,

permasalahan yang menyangkut hubungan antara manusia seperti masalah

kenakalan remaja, narkoba, gambaran keluarga otoriter, dan lain

sebagainya. Sosiodrama digunakan untuk memberikan pemahaman dan

penghayatan akan masalah-masalah sosial serta mengembangkan

kemampuan siswa untuk memecahkannya.

Kelebihan metode sosiodrama diiantaranya adalah :

a. Mengembangkan kreativitas siswa (dengan peran yang dimainkan siswa

dapat berfantasi).

b. Memupuk kerjasama antara siswa.

c. Menumbuhkan bakat siswa dalam seni drama.

d. Siswa lebih memperhatikan pelajaran karena menghayati sendiri.

e. Memupuk keberanian berpendapat di depan kelas.

f. Melatih siswa untuk menganalisa masalah dan mengambil kesimpulan

dalam waktu singkat.

Adapun kelemahan dari metode ini adalah:

a. Adanya kurang kesungguhan para pemain menyebabkan tujuan tak

tercapai.

b. Pendengar (siswa yang tak berperan) sening mentertawakan tingkah laku

pemain sehingga merusak suasana.

Page 81: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

78

2) Psikodrama Psikodrama adalah metode pembelajaran dengan bermain peran yang

bertitik tolak dari permasalahan-permasalahan psikologis. Psikodrama bisanya

digunakan untuk terapi, yaitu agar siswa memperoleh pemahaman yang lebih

baik tentang dirinya, menemukan konsep diri, menyatakan reaksi terhadap

tekanan-tekanan yang dialaminya.

3) Role Playing Role Playing atau bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai

bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah,

mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin

muncul pada masa mendatang.

Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk

‘menghadirkan’ peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu

‘pertunjukan peran’ di dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan

sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap

keunggulan maupun kelemahan masing-masing peran tersebut, dan kemudian

memberikan saran/alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran

tersebut. Metode ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam

‘pertunjukan’, dan bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan

permainan peran.

9. Metode Proyek

Metode proyek adalah suatu cara mengajar yang memberikan

kesempatan kepada anak didik untuk menggunakan unit-unit kehidupan

sehari-hari sebagai bahan pelajarannya. Bertujuan agar anak didik tertarik

untuk belajar.

a. Kelebihan Kelebihan metode proyek:

1) Dapat merombak pola pikir anak didik dari yang sempit menjadi lebih luas

dan menyeluruh dalam memandang dan memecahkan masalah yang

dihadapi dalam kehidupan.

2) Melalui metode ini, anak didik dibina dengan membiasakan menerapkan

pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara terpadu, yang diharapkan

praktis dan berguna dalam kehidupan sehari-hari.

b. Kekurangan Kekurangan metode proyek:

1) Kurikulum yang berlaku di negara kita saat ini, baik secara vertikal maupun

horizontal, belum menunjang pelaksanaan metode ini;

Page 82: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

79

2) Bahan pelajaran, perencanaan, dan pelaksanaan metode ini sukar dan

memerlukan keahlian khusus dari guru, sedangkan para guru belum

disiapkan untuk ini;

3) Harus dapat memilih topik unit yang tepat sesuai kebutuhan anak didik,

cukup fasilitas, dan memiliki sumber-sumber belajar yang diperlukan;

4) Bahan pelajaran sering menjadi luas sehingga dapat mengaburkan pokok

unit yang dibahas.

10. Metode Diskusi

Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa

pada suatu pemasalahan. Tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan

suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami

pengetahauan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan (Killen, 1998).

Karena itu, diskusi bukanlah debat yang bersifat mengadu argumentasi. Diskusi

lebih bersifat bertukar pengalaman untuk menentukan keputusan tertentu

secara bersama-sama.

a. Kelebihan

Kelebihan metode diskusi antara lain:

1) Metode diskusi dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif khususnya

dalam memeberikan gagasan atau ide-ide.

2) Dapat melatih siswa untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam

mengatasi setiap permasalahan.

3) Dapat melatih siswa untuk dapat melatih mengemukakan pendapat atau

gagasan secara verbal. Selain itu, siswa juga lebih terlatih untuk menghargai

pendapat orang lain.

b. Kelemahan Selain beberapa kelebihan, metode diskusi juga memiliki beberapa

kelemahan, di antaranya:

1) Sering terjadi pembicaraan dalam diskusi dikuasai oleh 2 atau 3 orang

siswa yang memiliki keterampilan berbicara.

2) Kadang-kadang pembahasan dalam diskusi meluas, sehingga kesimpulan

menjadi kabur.

3) Memerlukan waktu yang cukup panjang, yang kadang-kadang tidak sesuai

dengan yang direncanakan.

4) Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional

dan tidak terkontrol. Akibatnya, terkadang ada pihak yang merasa

tersinggung, sehingga dapat mengganggu iklim pembelajaran.

Page 83: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

80

c. Jenis-Jenis Diskusi

1. Diskusi Kelas

Diskusi kelas atau disebut juga diskusi kelompok adalah proses

pemecahan masalah yang dilakukan oleh seluruh anggota kelas sebagai peserta

diskusi. Prosedur yang digunakan dalam diskusi ini yaitu : pertama, guru

membagi tugas sebagai pelaksana diskusi, misalnya siapa yang akan jadi

moderator, siapa yang menjadi penulis. Kedua, sumber masalah (guru, siswa,

atau ahli tertentu dari luar) memaparkan masalah yang harus dipecahkan selam

10-15 menit. Ketiga, siswa diberi kesempatan untuk menanggapi permasalahan

setelah dipersilahkan oleh moderator. Keempat, sumber masalah memberi

tanggapan, dan kelima, moderator menyimpulkan hasil diskusi.

2. Diskusi Kelompok Kecil Diskusi kelompok kecil dilakukan dengan membagi siswa dalam kelompo

kelompok. Jumlah anggota kelompok antara 3-5 orang. Pelaksanaanya dimulai

dengan guru menyajikan permasalahan secara umum, kemudian masalah

tersebut dibagi-bagi ke dalam submasalah yang harus dipecahkan oleh setiap

kelompok kecil. Selesai diskusi dalam kelompok kecil, ketua kelompok

menyajikan masalah hasil diskusinya.

3. Simposium Simposium adalah metode mengajar dengan membahas suatu persoalan

dipandang dari berbagai sudut pandang berdasarkan keahlian. Symposium

dilakukan untuk memberikan wawasan yang luas kepada siswa. Setelah para

penyaji memberikan pandangannya tentang masalah yang dibahas, maka

symposium diakhiri dengan pembacaan kesimpulan hasil kerja tim perumus

yang telah ditentukan sebelumnya.

4. Diskusi Panel Diskusi panel adalah pembahasan suatu masalah yang dilakukan oleh

beberapa orang panelis yang biasanya terdiri dari 4-5 orang di hadapan

audiens. Hal inilah yang membedakan diskusi panel dengan beberapa diskusi

lainnya.

Page 84: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

81

BAB 8

Teori Belajar Konstruktivistik

A. Pengertian teori belajar konstruktivisme

Asal kata konstruktivisme adalah “to consrtuct“ yang artinya membangun

atau menyusun menurut Carin (dalam agriamurti, 2009) bahwa teori

konstruktivisme adalah teori pembelajaran yang menekankan bahwa siswa

sebagai pembelajar, tidak menerima begitu saja pengetahuan yang mereka

dapati, tetapi merka secara aktif membangun pengetahuan secara individual.

Menurut von glaserfeld (dalam agriamurti, 2009) Bahwa konstruktivisme

adalah filsafat pengtahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah

konstruksi (bentuk) kita sendiri.

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang

bersifat generatif, yaitu tindakan menciptakan sesuatu makna dari apa yang

dipelajari. Beda dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar

sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon,

sedangkan teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan

manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna

pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa

ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema

sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan

proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai

suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru.

Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah

sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui

pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti

guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap

individu.

Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun

pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu

oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai

dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu. Adapun tujuan dari

teori ini adalah sebagai berikut:

1) Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa

itu sendiri.

2) Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan

mencari sendiri pertanyaannya.

3) Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman

konsep secara lengkap.

4) Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.

5) Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

Page 85: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

82

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan

teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori

ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan

kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar,

yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa.

Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-

ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap

sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988:

132).

B. Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Konstuktivisme

Adapun ciri – ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah:

1) Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui

penglibatan dalam dunia sebenarnya.

2) Menggalakkan soalan/idea yang dimulakan oleh murid dan

menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran

3) Menyokong pembelajaran secara koperatif mengambil kira sikap dan

pembawaan murid.

4) Mengambil kira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide.

5) Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid.

6) Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru.

7) Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan

hasil pembelajaran.

8) Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.

C. Prinsip-Prinsip Konstruktivisme

1) Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.

2) Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya

dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.

3) Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi

perubahan konsep ilmiah.

4) Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses

kontruksi berjalan lancer.

5) Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.

6) Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah

pertanyaan.

7) Mencari dan menilai pendapat siswa.

8) Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.

Dari semua itu hanya satu perinsip yang paling penting adalah guru tidak

boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa, siswa harus

membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat

Page 86: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

83

membantu peroses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi

menjadi sangat bermakna dan sangat relevan dengan siswa, dengan

memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan

ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan mengunkan strategi-

strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat dapat memberikan tangga itu

nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.

D. Kelebihan Dan Kelemahan Teori Konstruktivistik

Kelebihan:

1. Berfikir : Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk

menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan.

2. Faham : Oleh ksrana murid terlibat secara langsung dalam mebina

pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya

dalam semua situasi.

3. Ingat : Oleh karana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka

akan ingat lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini

membina sendiri kefahaman mereka. Justru mereka lebih yakin

menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.

4. Kemahiran sosial : Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan

rakan dan guru dalam membina pengetahuan baru.

5. Seronok : Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat,

yakin dan berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok

belajar dalam membina pengetahuan baru.

Kelemahan

Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat

dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik sepertinya

kurang begitu mendukung.

Page 87: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

84

BAB 9

Teori Pembelajaran Humanistik

A. Pengertian Teori Humanisme

Teori belajar Humanisme memandang bahwa perilaku manusia

ditentukan oleh faktor internal dirinya dan bukan oleh kondisi lingkungan

ataupun pengetahuan. Menurut teori belajar humanisme, aktualisasi diri

merupakan puncak perkembangan individu. Kebermaknaan perwujudan

dirinya itu bahkan bukan saja dirasakan oleh dirinya sendiri, tetapi juga oleh

lingkungan sekitarnya.

Menurut teori belajar humanisme, tujuan belajar adalah untuk

memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika peserta didik

memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses

belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri

dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar

dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.

Bagi penganut teori humanistik, proses belajar harus berhulu dan

bermuara pada manusia itu sendiri. Teori ini sangat menekankan pentingnya

“isi” dari proses belajar. Dalam kenyataannya teori ini lebih banyak berbicara

tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuiknya yang paling ideal.

Dengan kata lain teoti ini lebih tertarik pad aide belajar dalam bentukny yang

paling ideal daripada belajar apa adanya, seperti apa yang biasa kita amati

dalam keseharian. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuannya untuk

“memanusiakan manusia” mencapai aktualisasi diri dan sebagainya dapat

tercapai.

Perhatian psikologi humanistikyang terutama tertuju pada masalah

bagaimana tiap-tiap inividu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud

pribadi mereka yang mereka hubungkan dengan pengalaman-pengalaman

mereka sendiri. Menurut para pendidik aliran humanistik, penyusunan dan

penyajian materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa.

Tujuan utama pada pendidikan adalah membantu anak untuk mengembangkan

dirinya, yaitu membantu masing-masing individu unytuk mengenal diri mereka

sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam merealisasikan /

mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka. Dalam menyoroti

masalah perilaku, para ahli psikologi behaviorist dan humanistik mempunyai

pandangan yang berbeda. Para behaviorist memandang orang sebagai makhluk

reaktif yang memberikan responnya terhadap lingkungan; pengalaman mas

lampau dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Sebaliknya, para

humanistik mempunyai pendapat bahwa tiap orang itu menentukan perilaku

mereka sendiri, mereka bebas memilih kualitas hidup mereka dan tak terikat

pada lingkungannya.

Page 88: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

85

Pendekatan humanisme diikhtisarkan sbb;

1. Siswa akan maju menurut iramanya sendiri dengan suatu perangkat materi

yang sudah ditentukan lebih dulu untuk mencapai suatu perangkat tujuan

yang telah ditentukan pula dan para siswa bebas menentukan cara mereka

sendiri dalam mencapai tujuan mereka.

2. Pendidik aliran humanistik mempunyai perhatian yang murni dalam

pengmbangan anak-anak, perbedaan-perbedaan individual.

B. Teori Humanistik Menurut Carl Rogers

Metode yang diterapkan Rogers dalam psikoterapi awalnya disebut non

direktive atau terapi yang berpusat pada klien (client centered therapy), dan

pioner dalam risetnya pada proses terapi. Pendekatan terapi yang berpusat

pada klien dari Rogers sebagai metode untuk memahami orang lain, menangani

masalah-masalah gangguan emosional. Rogers berkeyakinan bahwa pandangan

humanistik dan holisme terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Dalam teorinya, klien

diajak untuk memahami diri dan pada akhirnya menyadari untuk

mengembangkan diri secara utuh (berfungsi secara utuh). Lima sifat khas orang

yang berfungsi sepenuhnya (fully human being).

1. Keterbukaan pada pengalaman

Orang yang berfungsi sepenuhnya adalah orang yang menerima semua

pengalaman dengan fleksibel sehingga selalu timbul persepsi baru. Dengan

demikian ia akan mengalami banyak emosi (emosional) baik yang positip

maupun negatif.

2. Kehidupan ekstansial

Kualitas dari kehidupan eksistensial dimana orang terbuka terhadap

pengalamannya sehingga ia selalu menemukan sesuatu yang baru, dan

selalu berubah dan cenderung menyesuaikan diri sebagai respons atas

pengalaman selanjutnya.

3. Kepercayan terhadap organisme orang sendiri

Pengalaman akan menjadi hidup ketika seseorang membuka diri terhadap

pengalaman itu sendiri. Dengan begitu ia akan bertingkah laku menurut apa

yang dirasanya benar (timbul seketika dan intuitif) sehingga ia dapat

mempertimbangkan setiap segi dari suatu situasi dengan sangat baik.

4. Perasaan bebas

Orang yang sehat secara psikologis dapat membuat suatu pilihan tanpa

adanya paksaan-paksaan atau rintangan-rintangan antara alternatif pikiran

dan tindakan. Orang yang bebas memiliki suatu perasaan berkuasa secara

pribadi mengenai kehidupan dan percaya bahwa masa depan tergantung

pada dirinya sendiri, tidak pada peristiwa di masa lampau sehingga ia dapat

meilhat sangat banyak pilihan dalam kehidupannya dan merasa mampu

melakukan apa saja yang ingin dilakukannya.

Page 89: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

86

5. Kreatifitas

Keterbukaan diri terhadap pengalaman dan kepercayaan kepada

organisme mereka sendiri akan mendorong seseorang untuk memiliki

kreativitas dengan cirri-ciri bertingkah laku spontan, tidak defensif,

berubah, bertumbuh, dan berkembang sebagai respons atas stimulus-

stimulus kehidupan yang beraneka ragam di sekitarnya

Carl Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan

perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan

terapist) dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya.

Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas

permasalahan yang dihadapinya dan tugas terapist hanya membimbing klien

menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik assessment

dan pendapat para terapist bukanlah hal yang penting dalam melakukan

treatment kepada klien.

Menurut Rogers motivasi orang yang sehat adalah aktualisasi

diri. Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan

sifat-sifat dan potensi -potensi psikologis yang unik. Aktualisasi diri akan

dibantu atau dihalangi oleh pengalaman dan oleh belajar khususnya dalam

masa kanak - kanak. Aktualisasi diri akan berubah sejalan dengan

perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai usia tertentu (adolensi)

seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke

psikologis.

Pandangan ini dikembangkan berdasarkan terapi yang dilakukannya.

Kehidupan yang sebaik-baiknya bukan sasaran yang harus dicapai, tetapi arah

dimana orang dapat berpartisipasi sepenuhnya sesuai dengan potensi

alamiahnya. Berfungsi utuh adalah istilah yang dipakai Rogers untuk

menggambarkan individu yang memakai kapasitas dan bakatnya, merelisasi

potensinya, dan bergerak menuju pemahaman yang lengkap mengenai dirinya

sendiri dan seluruh rentang pengalamannya / unconditional positive regards.

Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah

pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:

1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa

tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.

2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.

Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan

ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa

3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan

ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.

4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang

proses.

Page 90: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

87

Rogers menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip belajar humanistik yang

penting diantaranya ialah:

1. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.

2. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid

mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.

3. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya

sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.

4. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan

diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.

5. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh

dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.

6. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.

7. Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut

bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.

8. Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik

perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil

yang mendalam dan lestari.

9. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah

dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik

dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang

penting.

10. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah

belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus

terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai

proses perubahan itu.

Salah satu model pendidikan terbuka mencakuo konsep mengajar guru

yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada

tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi yang

mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif.

Carl Rogers menyatakan pentingnya penerimaan tanpa syarat,

penghargaan dan hubungan yang nyaman antara terapis dan klien, hubungan

dialogis yang memberdayakan klien untuk mencapai aktualisasi diri

siswa (dalam Palmer, 2003). Implikasi ajaran tersebut dalam bidang pendidikan

adalah perlunya perilaku guru yang menerima siswa sesuai potensinya,

menciptakan hubungan yang saling percaya dan nyaman, hubungan dialogis

yang memberdayakan siswa untuk mencapai aktualisasi diri. Pengajaran yang

baik adalah “proses yang mengundang siswa untuk melihat dirinya sebagai

orang yang mampu, bernilai, dan mengarahkan diri sendiri, dan pemberian

semangat kepada mereka untuk berbuat sesuai dengan persepsi dirinya

tersebut” (Purkey & Novak, dalam Eggen & Kauchak, 1997).

Page 91: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

88

Kelemahan atau kekurangan pandangan Rogers terletak pada

perhatiannya yang semata-mata melihat kehidupan diri sendiri dan bukan pada

bantuan untuk pertumbuhan serta perkembangan orang lain. Rogers

berpandangan bahwa orang yang berfungsi sepenuhnya tampaknya merupakan

pusat dari dunia, bukan seorang partisipan yang berinteraksi dan bertanggung

jawab di dalamnya.

C. Aplikasi Teori Belajar Humanisme Dalam Pendidikan

1. Pendidikan Humanistik

Menurut Rogers (dalam Palmer, 2003) dalam proses pendidikan

dibutuhkan rasa hormat yang positif, empati, dan suasana yang harmonis/tulus,

untuk mencapai perkembangan yang sehat sehingga tercapai aktualisasi diri.

Salah satu cara untuk mendeskripsikan pendidikan humanistik adalah

dengan melihat apa yang terjadi di kelas. Kirchenbaum dalam (Roberts, 1975)

melihat ada 5 dimensi yang dapat dijadikan jalan untuk menjadi kelas yang

humanis.

a. Pilihan dan kendali diri

Dalam hidupnya siswa dihadapkan dengan proses menetapkan tujuan dan

membuat keputusan. Pendidikan humanistik memfasilitasi kemampuan

tersebut dengan memberikan latihan mengambil keputusan terkait dengan

tujuan sekolah maupun aktivitas harian. Siswa dapat dilatih melalui

aktivitas kegiatan siswa dan belajar yang memungkinkannya memiliki

pilihan dan kendali dalam merancang, menetapkan tujuan, memutuskan,

dan mempertanggung jawabkan keputusan yang telah dibuatnya.

b. Memperhatikan minat dan perasaan siswa

Kelas menjadi humanis ketika kurikulum dan pembelajaran menunjukan

perhatian pada minat dan perasaan siswa. Mengkaitkan materi pelajaran

dengan minat, pengetahuan, dan pengalaman yang sudah dimiliki siswa dan

meminta tanggapan siswa merupakan contoh aktivitas yang dinilai siswa

memperhatikan minat mereka.

c. Manusia seutuhnya

Perlu perubahan orientasi pembelajaran dan penilaian dari orientasi aspek

kognitif menuju ke arah perhatian, penghormatan, dan penghargaan

terhadap siswa sebagai manusia seutuhnya. Integrasi ketrampilan berpikir

dengan kecakapan hidup yang lain sangat penting agar lebih efektif menjadi

individu.

d. Evaluasi diri

Pendidikan humanistik bergerak dari evaluasi yang dikontrol guru menuju

evaluasi yang dilakukan oleh siswa. Siswa perlu difalitasi untuk memantau

kemajuan belajarnya sendiri baik melalui tes atau umpan balik dari orang

lain.

Page 92: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

89

e. Guru sebagai fasilitator

Guru perlu mengubah peran, yaitu berubah dari sebagai direktur belajar

menjadi fasilitator atau penolong. Guru hendaknya lebih suportif daripada

mengkritisi, lebih memahami daripada menilai, lebih real dan asli daripada

berpura-pura. Jika keadaan tersebut dapat dilakukan maka akan

berkembang hubungan menjadi resiprokal, yaitu guru sering menjadi

pembelajar, dan siswa sering menolong dan mengajar juga

Untuk mengembangkan pendidikan yang humanis maka diperlukan:

a. Pendidikan yang menghargai dan mengembangkan segenap potensi

manusia; tidak saja dimensi kognitif, namun juga kemampuan afektif,

psikomotorik dan potensi unik lainnya. Siswa dihargai bukan karena ia

seorang juara kelas melainkan karena ia mengandung potensi yang positif.

b. Interaksi antara siswa dan guru yang resiprokal dan tulus

Tanpa hubungan yang saling percaya dan saling memahami maka

pendidikan yang mengeksporasi segenap perasaan dan pengalaman siswa

sulit untuk dilaksanakan.

c. Proses pembelajaran yang mendorong terjadinya proses interaksi dalam

kelompok dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengeksplorasi pengalaman, kebutuhan, perasaannya sendiri sekaligus

belajar memahami orang.

d. Pengembangan metode pembelajaran yang mampu menggerakkan setiap

siswa untuk menyadari diri, mengubah perilaku, dan belajar dalam aktivitas

kelompok melalui permainan, bermain peran dan metode belajar aktif

lainnya.

e. Guru yang peduli, penuh perhatian, dan menerima siswa sesuai dengan

tertinggi setiap insan.

f. Mengembangkan sistem penilaian yang memungkinkan keterlibatan siswa

misalnya dengan penilaian teman sebaya, dan siswa menilai kemajuan yang

telah dicapai sendiri melalui evaluasi diri.

2. Pendidik yang Humanistik

Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator:

a. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada pencintaan suasana awal,

situasi kelompok, atau pangalaman kelas.

b. Fasilitator membantu untuk memproleh dan memperjelas tujuan-tujuan

perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat

lebih umum.

c. Mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk

melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan

pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.

Page 93: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

90

d. Mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang

paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untukmembntu mencapai

tujuan mereka.

e. Menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk

dapat dimanfaatkan oleh kelompok.

f. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas dan

menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan

mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bgi individual

ataupun bagi kelompok.

g. Bilamana cuacu penerimaan kelas telah mantap, fasilitator berangsur-

angsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi,

seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pandangannya sebagai

seorang individu, seperti siswa yang lain.

h. Mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok perasaannya dan

juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksaan, tetapi

sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak

oleh siswa.

i. Harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan

adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar.

j. Di dalam berperan sebagai fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk

mengenali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.

Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru

yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada

tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondisi yang

mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif. Ciri-ciri guru

yang fasilitatif adalah:

a) Merespon perasaan siswa

b) Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah

dirancang

c) Berdialog dan berdiskusi dengan siswa

d) Menghargai siswa

e) Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan

f) Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan

kebutuhan segera dari siswa.

g) Tersenyum pada siswa.

Borton (dalam Roberts, 1975) lebih lanjut menjelaskan beberapa

karakteristik peran pendidik humanistik disamping perhatian terhadap

perasaan siswa “disini dan kini”, yaitu:

Guru memfasilitasi siswa mempelajari dirinya sendiri, memahami perasaan

dan tindakan yang dilakukanny.

Page 94: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

91

Guru mengenali harapan dan imajinasi siswa sebagai bagian penting dari

kehidupan siswa dan memfasilitas proses saling bertukar perasaan

Guru memperhatikan bahasa ekspresi non verbal, seperti gesture dan

suara. Melalui ekspresi non verbal ini beberapa keadaan perasaan dan sikap

dikomunikasikan oleh siswa.

Guru menggunakan permainan, improvisasi, dan bermain peran sebagai

cara untuk menstimulasi perilaku yang dapat dipelajari dan diubah.

Guru memfasilitasi belajar dengan menunjukkan secara eksplisit tentang

bagaimana prinsip-prinsip dasar dinamika kelompok sehingga siswa dapat

lebih bertanggung jawab untuk mendukung belajar mereka.

Menurut Hamacheek, 1996; Guru yang efektif tampaknya adalah guru

yang “manusiawi”. Mereka mempunyai rasa humor, adil, menarik, lebih

demokratis dripada autaktorik, dan mereka mampu berhubungan dengan

mudah dan wajar dengan para siswa, baik secara perorangan maupun secara

kelompok. Guru yang tidak efektif jelas kurang memiliki rasa humor, mudah

menjadi tidak sabar, mengunakan komentar-komentar yang melukai dan

mengurangi rasa ego, kurang integrasi, cenderung agak otoriter, dan biasanya

kurang peka terhadap kebutuhan-kebutuhan siswa mereka. Menurut Combs

dan kawan-kawan, ciri-ciri guru yang baik adalah;

1) Guru yang mempunyai anggapan bahwa orang lain itu mempunyai

kemampuan untuk memecahkan masalah mereka sendiri dengan baik.

2) Guru yang melihat bahwa orang lain mempunyai sifat ramah dan

bersahabat dan bersifat ingin berkembang.

3) Guru yang cenerung melihat orng lain sebagai orang yang septutny dihargai.

4) Guru yang melihat orang-orang dan perilku mereka pada dasarnya

berkembang dari dalam; jdi, bukan merupakan produk dari peristiwa-

peristiwa eksternal yang dibentuk dan digerakkan. Dia melihat orang-orang

itu mempunyai kreatifitas dan dinamika; jadi bukan orang yang pasif atau

lamban.

5) Guru yang menganggap orang lain itu pada dasarnya dapat dipercayai dan

dpat diandalkan dalam pengertian dia akan berperilaku menurut aturan-

aturan yang ada.

6) Guru yang melihat orng lain itu dapat memenuhi dan memingkatkan

dirinya, bukan menghalangi, aplagi mengancam.

3. Aplikasi dalam Pembelajaran

Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama

proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran

guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa

sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar

dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa

dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran

Page 95: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

92

Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan

pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati

nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari

keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif

dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas

kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak

terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara

bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar

aturan, norma , disiplin atau etika yang berlaku.

Belajar adalah menekankan pentingnya isi dari proses belajar bersifat

eklektik, tujuannya adalah memanusiakan manusia atau mencapai aktualisasi

diri. Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan

siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan

keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Hal ini dapat diterapkan

melalui kegiatan diskusi, membahas materi secara berkelompok sehingga siswa

dapat mengemukakan pendapatny masing-masing di depan kelas. Guru

memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila kurang mengerti

terhadap materi yang diajarkan.Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini

cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat

pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap

fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa

senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir,

perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.

Page 96: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

93

BAB 10

Teori Belajar Sibernetik

A. Pengertian Belajar Menutut Teori Sibernetik

Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relative baru

dibandingkan dengan teori-teori belajar yang sudah dibahas sebelumnya. Teori

ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi.

Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Seolah-olah

teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan

proses belajar dibandingkan hasil belajar. Proses belajar memeng penting

dalam teori sibenetik, namun yang lebih penting lagi adalah sistem informasi

yang diproses yang akan dipelajari siswa. Informasi inilah yang akan

menentukan proses. Bagaimana proses belajar akan berlangsung sangat

ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari.

B. Tokoh – Tokoh yang Menganut Teori Sibernetik

Asumsi lain dari teori sebernetik adalah bahwa tidak ada satu proses

belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa.

Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sisitem informasi.

Implementasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran sibernetik

telah dikembangkan oleh beberapa tokoh, diantaranya yaitu:

i. Teori Pemrosesan Informasi

Dalam upaya menjelaskan bagaimana suatu informasi (pesan

pengajaran) diterima, disandi, diterima, disimpan, dan dimunculkan kembali

dari ingatan serta dimanfaatkan jika diperlukan, telah dikembangkan sejumlah

teori dan model pemrosesan informasi oleh pakar seperti Biehler dan Snowman

(1986); Baine (1986) dan Tennyson (1989). Teori-teori tersebut umumnya

berpijak pada tiga asumsi Lusiana (dalam Budiningsih, 2005) yaitu:

ii. Bahwa antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemrosesan

informasidi man pada masing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah waktu

tertentu.

iii. Stimulus yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan mengalami

perubahan bentuk ataupun isinya.

iv. Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.

Dari tiga asumsi tersebut dikembangkan teori tentang komponen

struktur dan pengatur strategi yang tersimpan di dalam ingatan dan dapat

digunakan setiap saat diperlukan. Komponen pemrosesan informai dipilih

menjadi tiga berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta

proses terjadinya “lupa”. Ketiga komponen tersebut adalah:

Page 97: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

94

a. Sensory Receptor (SR)

Sensory Receptor merupakan sel tempat partama kali informasi diterima

dari luar. Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya, informai

hanya dapat bertahan dalam waktu yang sangat singkat, dan informasi tadi

mudah terganggu atau terganti.

b. Working Memory (WM)

Working Memory (WM) diasumsikan mampu menangkap informasi yang

diberi perhatian (attention) oleh individu. Karakteristik WM adalah bahwa 1) ia

memiliki kapasitas yang terbatas, lebih kurang 7 slots. Informasi di dalamnya

hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik apabila tanpa upaya pengulangan

atau rehearsal; 2) informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari

stimulus aslinya. Asumsi pertama berkaitan dengan penataan jumlah informasi,

sedangkan asumsi kedua berkaitan dengan penataan jumlah informasi,

sedangkan asumsi kedua berkaitan dengan peran proses control. Artinya, agar

informasi dapat bertahan dalam WM, maka upayakan jumlah informasi tidak

melebihi kapsitas WM disamping melakukan rehearsal. Sedangkan penyandian

pada tahapan WM, dalam bentuk verbal, visual, ataupun sematik, dipengaruhi

oleh peran proses control dan seseorang dapat dengan sadar

mengendalikannya.

c. Long Term Memory (LTM)

Long Term Memory (LTM) diasumsikan ; 1) berisi semua pengetahuan

yang telah dimiliki oleh individu, 2) mempunyai kapasitas tidak terbatas, dan 3)

bahwa sekali informasi disimpan didalam LTM ia tidak akan pernah terhapus

atau hilang. Persoalan “lupa” pada tahapan ini disebabkan oleh kesulitan atau

kegagalan memunculkan kembali (retrieval failure) informasi yang diperlukan.

Dikemukakan oleh Howard (1983) (dalam Budiningsih, 2005) bahwa informasi

disimpan di dalam LTM dalam bentuk prototype, yaitu suatu struktur

representasi pengetahuan yang telah dimiliki yang berfungsi sebagai kerangka

untuk mengkaitkan pengetahuan baru. Dengan ungkapan lain, Tennyson

(1989) (dalam Budiningsih, 2005)mengemukakan dalam proses penyimpanan

informasi merupakan proses mengasimilasikan pengetahuan baru peda

pengetahuan yang tekah dimiliki, yang selanjutnya bise berfungsi sebagai dasar

pengetahuan (knowledge base).

Ausubel, 1968 (dalam Budiningsih, 2005) mengemukakan bahwa

perolehan pengetahuan baru merupakan fungsi struktur kognitif yang telah

dimiliki individu. Reigeluth dan Stein, 1983 mengatakan bahwa pengetahuan

ditata didalam struktur kognitif secara herarkhis.

Ini berarti pengetahuan yang lebih umum dan abstrak yang diperoleh

lebih dulu oleh individu dapat mempermudah perolehan pengetahuan baru

yang lebih rinci. Implikasinya di dalam pembelajaran, samakin baik cara

Page 98: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

95

penataan pengetahuan sabagai dasar pengatahuan yang akan datang kemudian,

semakin mudah pengetahuan tersebut ditelusuri dan dimunculkan kembali

pada saat diperlukan.

Reigeluth, Bunderson dan Merrill, 1977 (dalam Budiningsih, 2005)

mengembangkan suatu strategi penataan isi atau materi pelajaran yang

berurusan dengan empat bidang masalah, yaitu; pemilihan (selection), penataan

urutan (sequencing), rangkuaman (summary) , dan sintesis (synthesizing).

Menurut mereka,

1. Jika isi mata pelajaran yang ditata dengan menggunakan urutan dari umum

kerinci, maka isi atau materi pelajaran isi-isi lain yang lebih rinci. Hal ini

sesuai dengan struktur representasi informasi di dalam LTM, sehingga akan

mempermudah proses penelusuran kembali informasi.

2. Jika rangkuman diintegrasikan ke dalam srategi penataan isi atau meteri

pelajaran, maka ia akan berfungsi menunjukan kepada siswa (si Belajar)

informasi mana yang perlu diberi parhatian disamping menghemat

kapasitas WM.

Ada tujuh komponen strategi teori elaborasi yang dikembangkan oleh

Reugeluth dan Stein yang berpijak pada kajian tentang teori pemrosesan

informasi Degeng (dalam Budiningsih, 2005) yaitu ; 1) urutan elaborative, 2)

urutan prasyarat belajar, 3) rangkuman, 4) sintesis, 5) analogi, 6) pengaktif

strategi kognitif, dan 7) control belajar. Sedangkan prinsip-prinsip yang

mendasari model elaborasi meliputi:

a. Penyajian kerangka isi pelajaran (epitome), yaitu suatu upaya untuk

menunjukan bagian-bagian utama pelajaran dan hubungan di antaranya,

yang disajikan pada awal pelajaran.

b. Elaborasi secara bertahap, berkaitan dengan tahapan dalam melakukan

elaborasi isi pengajaran. Elaborasi tahap pertama akan mengelaborasi

bagian-bagian yang tercakup pada elaborasi tahap pertama, dan

seterusnya.

c. Bagian terpenting disajikan pertama kali. Penting tidaknya suatu bagian

ditentukan oleh sumbangannya untuk memahami keseluruhan isi

pelajaran. Dalam pelaksanaannya tentunya tidak meninggalkan

persyaratan belajar.

d. Cakupan optimal elaborasi, yaitu tingkat kedalaman dan kelulusan

elaborasi serta kemudahannya dalam membuat sintesis.

e. Penyajian pensintesis secara bertahap. Setiap kali melakukan elaborasi

dimaksudkan untuk menunjukan hubungan di antara konstruk-konstruk

yang lebih rinci yang baru dipelajari, serta mununjukan konteks elaborasi

dalam epitome, sehingga suatu pengajaran akan diterima lebih dalam

dipelajari di dalam konteksnya.

Page 99: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

96

f. Penyajian pensintesis. Jadi pensintesis supaya disesuaikan dengan tipe isi

pelajaran. Maksudnya, pensintesis yany fungsinya sebagai pengkait satuan-

satuan konsep, prosedur atau prisip, supaya disesuaikan. Seperti struktur

konseptual digunakan untuk konsep, struktur procedural untuk prosedur,

dan struktur teoretik untuk prinsip.

g. Tahapan pemberian rangkuaman. Rangkuman yang dimaksudjan untuk

mengadakan tinjauan ulang mengenahi isi pelajaran yang sudah dipelajari,

supaya diberikan sebelum menyajikan pensisntesis.

C. Teori Belajar Menurut Landa Landa membedakan ada dua macam proses berfikir, yaitu proses berfikir

algortmik dan proses berfikir heuristic. Proses berfikir algoritmik, yaitu proses

berfikir yang sistematis, tahap demi tahap, linear, konvergen, lurus menuju ke

satu target tujuan tertentu.Sedangkan cara berfikir heuristic, yaitu cara berfikir

devergen, menuju ke beberapa target tujuan sekaligus. Memahami suatu konsep

yang mengandung arti ganda dan penafsiran biasanya menuntut seseorang

untuk menggunakan cara berfikir heuristic.

Proses belejar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran yang

hendak dipelajari atau masalah yang hendak dipecahkan (dalam istilah teori

sebernetik adalah system informasi yang hendak dipelajari) diketahui cirri-

cirinya. Materi pelajaran tertentu akan lebih tepat disajikan dalam urutan

teratur, linear, sekuensial, sedangkan materi pelajaran lainnya akan lebih tepat

bila disajikan dalam bentuk “terbuka” dan member kebebasan kepada siswa

untuk berimajinasi dan berfikir. Misalnya, agar siswa mampu memahami rumus

matematika, mungkin akan lebih efektif jika presentasi informasi tentang rumus

terbut disjikan dengan algoritmik. Alasannya, karena suatu rumus matematika

biasanya mengituti urutan tahap demi tahap yang sudah teratur dan mengarah

ke satu target tertentu. Namun untuk memahami sutu konsep yang lebih luas

dan banyak mengandung intrepretasi, misalnya konsep keadilan atau

demokrasi, akan lebih baik jika proses berfikir siswa dibimbing kearah yang

”menyebar” atau berfikir heuristic, dengan harapan pemahaman mereka

terhadap konsep itu tidak tunggal, monoton, dogmatic atau linier.

D. Teori Belajar Menurut Pask dan Scott

Menurut Pask dan Scott (dalam Budiningsih, 2005) ada dua macam cara

berfikir, yaitu cara berfikir serialis dan cara berfikir wholist atau menyeluruh.

Pendekatan serialis yang dikemukakannya memiliki kesamaan dengan

pendekatan algoritmik. Namun apa yang dikatakan sebagai cara berfikir

menyeluruh (wholist) tida sama dengan cara berfikir heuristic. Bedanya, cara

berfikir menyeluruh adalah berfikir yang cenderung melompat kedepan,

langsung ke gambaran lengkap sistem informasi. Sedangkan cara berfikir

heuristic yang dikemukakan oleh Landa adalah cara berfikir devergen

Page 100: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

97

mengarah kebeberapa aspek sekaligus. Siswa tipe wholist atau menyeluruh ini

biasanya dalam mempelajari sesuatu cenderung dilakukan dari tahap yang

paling umum kemudian bergerak ke yang khusus atau detail. Sedangkan sisiwa

tipe serialist dalam mempelajari sesuatu cenderung menggunakan cara berfikir

secara algoritmik.

Teori sibernetik sebagai teori belajar sering kali dikritik karena lebih

menekankan pada system informasi yang akan dipelajari, sementara itu

bagainama proses belajar berlangsung dalam diri individu sangat ditentukan

oleh system informasi yang dipelajari. Teori ini memandang manusia sebagai

pengolah informasi, pemikir, dan pencipta. Berdasarkan pandangn tersebut

maka diasumsikan bahwa manusia merupakan makhluk yang mampu

mengolah, menyimpan, dan mengorganisasikan informasi.

Asumsi diatas direfleksikan ke dalam suatu model belajar dan

pembelajaran. Model tersebut menggambarkan proses mental dalam belajar

yang secara terstruktur membentuk suatu system kegiatan mental. Dari model

ini dikembangkan prisip-prisip belajar seperti:

a. Proses mental dalam belajar terfokus pada pengetahuan yang bermakna.

b. Proses mental tersebut mampu menyandi informasi secara bermakna.

c. Proses mental bermuara pada pengorganisasian dan pengaktualisasian

informasi.

E. Aplikasi Teori Belajar Sibernetik dalam Kegiatan Pembelajaran

Secara Umum

Teori belajar pengolahan informasi termasuk dalam lingkup teori kognitif

yang mengemukakan bahwa belajar adalah proses internal yang tidak dapat

diamati secara langsung dan merupakan perubahan kemampuan yang terikat

pada situasi tertentu. Namun memori kerja manusia mempunyai kapasitas yang

terbatas. Menurut Gagne (dalam Dahar, 1989) untuk mengurangi muatan

memori kerja bentuk pengetahuan yang dipelajari dapat berupa (1) proposisi,

(2) produksi, dan (3) mental images.

1. Proporsisi

Unit dasar unformasi dalam sistem pemprosesan informasi manusia

adalah proposisi. Proposes dapat disamakan gagasan. Sebagai contoh,

pernyataan “manakah yang merupakan gagasan yang sempurna, tumbuhan

ataukah tumbuhan yang memerlukan air?” jelas bagi kita,bahwa gagasan yang

kedua yang lebih sempurna.

Suatu proposisi selalu terdiri atas dua unsure, yaitu suatu hubungan dan

sekumpulan argument. Argument – argument merupakan topik – topik dari

proposisi, dapat berupa kata benda, kata ganti (kadang – kadang juga dapat

berupa kata kerja, dan sifat). Kata-kata, frase-fase dalam kalimat merupakan

Page 101: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

98

mengkomunikasikan gagasan-gagasan sedagkan proposisi merupakan gagasan-

gagasan itu sendiri,jadi proposisi lebih abstrak.

2. Produksi

Produksi merupakan aturan-aturan kondisi-aksi. Artinya produksi-

produksi memprogram terjadinya aksi-aksi tertentu pada kondisi-kondisi.

3. Gambaran mental

Menurut Gagne (dalam Dahar, 1989),mental imaje merupakan penyajian

analog. Biehler (dalam dahar, 1989) mengemukakan bahwa pada umumnya

gambaran mental berarti sesuatu penyajian dari suatu objek konkrett atau

kejadian.

Biehler (dalam dahar, 1989) mengemukakan bahwa gambaran mental

memperlancar pemahaman dan recall.

Teori Gagne dan Briggs(dalam Budiningsih, 2005) mempreskripsikan

adanya kapabilitas belajar, peristiwa pembelajaran dan

pengorganisasian/urutan pembelajaran. Mengenai kapabilitas belajar

kaitannya dengan unjuk kerja dirumuskan oleh Gagne sebagai berikut :

No Kapabilitas Belajar Unjuk kerja

1. Informasi verbal Menyatakan informasi

2. Keterampilan intelektual Menggunakan symbol untuk

berinteraksi dengan lingkungan.

- Diskriminasi Membedakan perangsang yang

memiliki dimensi fisik yang

berlainan.

- Konsep konkret Mengidentifikasi contoh – contoh

konkret

- Konsep Abstrak Mengklasifikasi contoh – contoh

dengan menggunakan ungkapan

verbal atau definisi

- Kaidah Menunjukkan aplikasi suatu

kaidah

- Kaidah tingkat lebih tinggi Mengembangkan kaidah baru

untuk memecahkan masalah

3. Strategi kognitif Mengembangkan cara – cara baru

untuk memecahkan masalah.

Menggunakan berbagai cara untuk

Page 102: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

99

mengontrol proses belajar dan

atau berpikir

4. Sikap Memilih berperilaku dengan cara

tertentu

5. Keterampilan Motorik Melakukan gerakan tubuh yang

luwes dan cekatan serta dengan

urutan yang benar.

Teori belajar pemprosesan informasi mendiskripsikan tindakan belajar

merupakan proses internal yang mencakup beberapa tahapan. Tahapa-tahapan

ini ini dapat dimudahkan dengan menggunakan metode pembelajaran yang

mengikuti urutan tertentu sebagai peristiwa pembelajaran (the events of

instruction), yang mempreskripsikan kondisi belajar internal dan eksternal

utama untuk kapabilitas apapun. Sembilan tahapan dalam peristiwa

pembelajaran yang diasumsikan sebagai cara – cara eksternal yang berpotensi

mendukung proses – proses internal dalam kegiatan belajar adalah:

1. Menarik perhatian

2. Membeitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa

3. Merangsang ingatan pada prasyarat belajar

4. Menyajikan bahan perangsang

5. Memberikan bimbingan belajar

6. Mendorong untuk kerja

7. Memberikan balikan informative

8. Menilai unjuk kerja

9. Meningkatkan retensi dan alih belajar

Dalam mengorganisasikan pembelajaran perlu dipertimbangkan ada

tidaknya prasyarat belajar untuk suatu kapabilitas, apakah siswa telah memiliki

prasyarat belajar yang diperlukan. Ada prasyarat belajar utama, yang harus

dikuasai siswa, dan ada prasyarat belajar pendukung yang dapat memudahkan

belajar. Pengorganisasian pembelajaran untuk kapabilitas belajar tertentu

dijelaskan sebagai berikut:

1. Pengorganisasian pembelajaran ranah keteramplan intelektual

Menurut Gagne, prasyarat belajar utama dan keterkaitan satu dengan

lainnya digambarkan dalam hirarkhi belajar. Reigeluth membedakan struktur

belajar sebagai keterampilan yang lebih tinggi letaknya diatas, sedangkan

keterampilan tingkat yang lebih rendah ada dibawahnya.

Page 103: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

100

2. Pengorganisasian pembelajaran ranah informasi verba

Kemampuan ini menghendaki siswa untuk dapat mengintegrasikan

fakta–fakta kedalam kerangka yang bermakna baginya.

3. Pengorganisasian pembelajaran ranah strategi kognitif

Kemampuan ini banyak memerlukan prasyarat keterampilan intelektual,

maka perlu memasukkan keterampilan – keterampilan intelektual dan

informasi cara–cara memecahkan masalah.

4. Pengorganisasian pembelajaran ranah sikap

Kemampuan sikap memerlukan prasyarat sejumlah informasi tentang

pilihan – pilihan tindakan yang tepat untuk situasi tertentu, juga strategi

kognitif yang dapat membantu memecahkan konflik – konflik nilai pada tahap

pilihan.

5. Pengorganisasian pembelajaran ranah keterampilan motoric

Untuk menguasai keterampilan motorik perlu dimulai dengan

mengajarkan kaidah mengenai urutan yang harus diikuti dalam melakukan

unjuk kerja keterampilan yang dipelajari. Diperlukan latihan – latihan mulai

dari mengajarkan bagian – bagian keterampilan secara terpisah – pisah

kemudian melatihkannya kedalam kesatuan keterampilan.

Dengan demikian aplikasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran

yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001) dalam Asri

Budiningsih (2005), baik diterapkan dengan langkah – langkah sebagai berikut:

a) Menentukan tujuan – tujuan pembelajaran

b) Mementukan materi pembelajaran

c) Mengkaji system informasi yang terkandung dalam materi pembelajaran

d) Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan system informasi

tersebut (apakah algoritmik atau heuristik)

e) Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan system

informasinya

f) Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang sesuai

dengan urutan pelajaran.

F. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Sibernetik

1. Kelebihan teori belajar sibernetik

Menurut Budiningsih 2005, kelebihan dari teori belajar sibernetik sebagai

berikut:

a. Cara berpikir berorientasi pada proses lebih menonjol

b. Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis

c. Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap

d. Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin

dicapai

Page 104: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

101

e. Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang

sesungguhnya

f. Control belajar (conten control, pace control, display control, dan

conscious cognition control) memungkinkan belajar sesuai dengan

irama masing – masing individu (prinsip perbedaan individual

terlayani)

g. Balikan informative memberikan rambu – rambu yang jelas tentang

tingkat untuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja

yang diharapkan.

2. Kekurangan

Teori sibernetik sebagai teori belajar sering kali dikritik karena lebih

menekankan pada system informasi yang akan dipelajari, sementara itu

bagainama proses belajar berlangsung dalam diri individu sangat ditentukan

oleh system informasi yang dipelajari. Teori ini memandang manusia sebagai

pengolah informasi, pemikir, dan pencipta (Pask dan Scott, dalam budiningsih,

2005).

Teori aliran ini dikritik karena tidak secara langsung membahas tentang

proses belajar sehingga menyulitkan dalam penerapan. Ulasan teori ini

cenderung ke dunia psikologi dan informasi dengan mencoba melihat

mekanisme kerja otak. Karena pengetahuan dan pemahaman akan mekanisme

ini sangat terbatas maka terbatas pula kemampuan untuk menerapkan teori ini.

G. Perbandingan Teori Belajar Behavior, Kognitif, Humanistik, dan

Sibernetik

KONSEP BEHAVIOR KOGNITIF HUMANISTIK SIBERNETIK

PENGER-

TIAN

Belajar: perubahan

perilaku, bila mampu

menunjukkan

perubahan perilaku;

Belajar adalah

perubahan persepsi

dan pemahaman

(yang tidak selalu

berupa perubahan

perilaku)

Tujuan

”memanusiakan

manusia”, lambat

laun dapat

mengaktualisa-sikan

dirinya, eklektif.

Berkembang

sejalan

dengan ilmu

informasi.

Belajar

adalah

pengo-lahan

informasi.

PEMBE-

LAJARAN

Stimulus dan respon,

apa yang terjadi pada

diri indi-vidu tidak

diperhatikan faktor lain

penguatan atau

“reinforcement” (positif

Setiap orang telah

mempunyai

pengalaman dan

penge-tahuan

didalam dirinya, dan

tertata dalam bentuk

Terwujud teori

Bloom dan

Krathwohl

(taksonomi: kognitif,

afektif, dan

psikomotor) ; Kolb

Pembelajaran

berlang-sung

sejalan

dengan

“Sistem

informasi”.

Page 105: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

102

dan negatif); Pelopor:

Pavlov, Thorndike,

Skinner, Guthrie, Hull,

Watson.

“struktur kognitif”,

pembelajaran akan

berhasil bila materi

baru bersinambung

dengan stuktur

kognitif yang sudah

ada. Ada tiga teori (1)

Perkembangan

Piaget, (2) Kognitif

Bruner, dan (3)

Bermakna Ausubel

dengan “belajar 4

tahap: konkrit, aktif

reflektif,

konseptualisasi, dan

eksperimentasi

aktif); Honey dan

Mumford (dengan 4

Tipe Mhs: aktifis,

reflektor, teoris, dan

prag-matis);

Habermas (dengan 3

Tipe Belajar: Teknis,

Praktis, dan

Emansipatoris)

Tidak ada

satu pun cara

belajar ideal

untuk segala

situasi. Landa

(pendekatan

“algorit-

mik”,dan

“heuristik);

Pask dan

Scott (tipe

mhs :

“wholist”, dan

“serialist”).

KRITIK Kurang mampu

menjelas-kan proses

belajar yang kompleks;

hasil belajar tidak

hanya

bisaobervableterlalu

menyederhanakan

masalah belajar yang

se-sungguhnya, tidak

semua hasil belajar bisa

diamati.

Lebih dekat kepada

Psikologi daripada

teori belajar, aplikasi

dalam pembelajaran

tidak mu-dah. Kurang

bisa memahami

struktur kognitif mhs,

apalagi kalau dipilah

menjadi bagian yang

diskrit. Pada tahap

lanjut (advanced)

sulit memahami dan

mengidentifikasi

pengetahuan dan

pengalaman mhs

yang sudah ada dan

dimiliki.

Sukar diterapkan

dalam konteks yang

lebih praktis. Terlau

dekat dengan dunia

filasafat.

Karena lebih

menekan-kan

kepada

sistem in-

formasi yang

akan di-

pelajari,

kurang terha-

dap proses

pembela-

jaran

berlangsung.

Sulit untuk

dipraktekkan

H. Model – Model Pembelajaran Yang Diterapkan Dalam Teori Sibernetik

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, model dapat diartikan sebagai

kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman melakukan kegiatan.

Sedangkan pembelajaran adalah “suatu upaya sistematik dan disengaja untuk

menciptakan kondisi agar kegiatan belajar dan mengajarkan” (Marx, dalam

Dahar.1989). Model pembelajaran merupakan kerangka berfikir yang

mengarahkan seseorang merancang dan melaksanakan pembelajaran dikelas

serta membimbing siswa belajar sehingga interaksi belajar mengajarnya lebih

Page 106: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

103

terarah (Joyce et al, 2000).Pengembangan model-model pembelajaran tersebut

adalah dimaksudkan membantu guru meningkatkan kemampuanya untuk lebih

mengenal siswa dan menciptakan lingkungan yang lebih bervariasi bagi

kepentingan belajar siswa-siswa.

Bruce Joyce dan Marsha Well, mengemukakan bahwa model pembelajaran

ada 4 macam, yaitu : model interaksi sosial, model pengolahan informasi, model

personal humanistik dan model modifikasi tingkah laku. Kaitanya disini model

berpikir induktif merupakan bagian dari kelompok model pembelajaran

pengolahan informasi (information processing). Model berpikir induktif

meyakini bahwa siswa sebagai peserta didik merupakan konseptor ilmiah.

Alasan – alasan model pembelajaran berpikir induktif dapat dimasukkan

kedalam teori sibernetik jika ditinjau dari:

a) Pengertian belajar menurut teori sibernetik Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Seolah-

olah teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan

proses belajar dari pada hasil belajar. Dari pernyataan diatas kami

menyimpulkan bahwa model yang digunakan dalam teori kognitif yaitu model

pembelajaran berpikir induktif dapat digunakan pula dalam teori sibernetik.

b) Teori pemprosesan informasi

Model pembelajaran berpikir induktif dapat dimasukkan kedalam teori

sibernetik karena dalam proses pengolahan informasi dalam ingatan dimulai

dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan

informasi (storage), dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi –

informasi yang telah disimpan dalam ingatan(retrival) (Budiningsih, 2005 : 86),

jika kita tinjau dari model berpikir induktif, kita dapat memasukan model

berpikir induktif kedalam teori sibernetik dari sintak matik modelnya, seperti

dibawah ini:

Tabel: Sintaks Matik Pengajaran Induktif (Inductive Teaching Model)

Tahapan

Strategi

Fase Pertama Fase Kedua Fase ketiga

Tahap Pertam

a :

Pembentukan

Konsep

Mengidentifikas

i dan

menyebutkan

data satu

persatu. Data

yang relevan

dimasukan

Mengelompokka

n data kedalam

kategori yang

sejenis

Mengembangka

n label – label

dari setiap

kategori

Page 107: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

104

kedalam topic

atau masalah

Tahap Kedua :

Interprestasi

Data

Mengidentifikas

i dimensi –

dimensi yang

saling

berhubungan

Menjelaskan

dimensi –

dimensi yang

saling

berhubungan.

Membuat

inferensi atau

kesimpulan.

Tahap Ketiga:

Aplikasi

prinsip

Memprediksi

akibat, atau

konsekuensi –

konsekuensi

pridiksi dan

melakukan

hipotesis.

Menjelaskan atau

Alasan - alasan

yang

Mendukung

prediksi dan

hipotesis .

Membuktikan

prediksi –

prediksi.

Page 108: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

105

BAB 11

Teori Belajar Revolusi Sosiokultural

Pengertian Teori Belajar Revolusi Sosio-Kultural

Teori belajar revolusi sosiokultur adalah peningkatan fungsi-fungsi

mental seseorang yang berasal dari kehidupan social atau kelompoknya, dan

bukan sekedar dari individu itu sendiri. Teori belajar sosiokultur berangkat dari

penyadaran tentang betapa pentingnya sebuah pendidikan yang melihat proses

kebudayaan dan pendidikan yang tidak bisa dipisahkan. Pendidikan dan

kebudayaan memiliki keterkaitan yang sangat erat, di mana pendidikan dan

kebudayaan berbicara pada tataran yang sama, yaitu nilai-nilai. Tylor telah

menjalin tiga pengertian manusia, masyarakat dan budaya sebagai tiga dimensi

dari hal yang bersamaan. Oleh sebab itu pendidikan tidak dapat dilepaskan dari

kebudayaan dan hanya dapat terlaksana dalam suatu komunitas masyarakat.

Dasar Terbentuknya Teori Sosio-Kultural

Ada 2 tokoh yang mendasari terbentuknya teori belajar sosio-kultural

yaitu:

1. Piaget

Piaget berpendapat bahwa belajar ditentukan karena adanya karsa atau

kemauan individu artinya pengetahuan berasal dari individu. Siswa

berinteraksi dengan lingkungan sosial yaitu teman sebayanya dibanding orang-

orang yang lebih dewasa. Penentu utama terjadinya belajar adalah individu

yang bersangkutan (siswa) sedangkan lingkungan sosial menjadi faktor

sekunder. Menurut Piaget perkembangan kognitif merupakan suatu proses

genetik, yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis dalam bentuk

perkembangan sistem syarat. Makin bertambah umur seseorang, makin

komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya.

Kegiatan belajar terjadi seturut dengan pola tahap-tahap perkembangan

tertentu dan umur seseorang. Ketika individu berkembang menuju

kedewasaan, ia akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang

akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur

kognitifnya.

2. Vygotsky

Jalan pikiran seseorang dapat dimengerti dengan cara menelusuri asal

usul tindakan sadarnya dari interaksi sosial (aktivitas dan bahasa yang

digunakan) yang dilatari sejarah hidupnya. Peningkatan fungsi-fungsi mental

bukan berasal dari individu itu sendiri melainkan berasal dari kehidupan sosial

atau kelompoknya. Menurut Vygotsky perkembangan kognisi seorang anak

Page 109: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

106

dapat terjadi melalui kolaborasi antar anggota dari satu generasi keluarga

dengan yang lainnya. Perkembangan anak terjadi dalam budaya dan terus

berkembang sepanjang hidupnya dengan berkolaborasi dengan yang lain. Dari

perspektif ini para penganut aliran sosiokultural berpendapat bahwa sangatlah

tidak mungkin menilai seseorang tanpa mempertimbangkan orang-orang

penting di lingkungannya. Ia menekankan bahwa proses-proses perkembangan

mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran

dengan orang–orang yang ada di lingkungan sosialnya. Selain itu ia juga

menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan

dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut.

Menurut Vygotsky teori belajar Sosiokultur ini menekankan bahwa

perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami

diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memakai

informasi-informasi baru. Teori belajar sosiokultur meliputi tiga konsep utama,

yaitu:

1) Hukum Genetik tentang Perkembangan

Setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati

dua tataran, yaitu interpsikologis atau intermental dan intrapsikologis atau

intramental. Pandangan teori ini menempatkan intermental atau lingkungan

sosial sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan

pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang. Sedangkan fungsi

intramental dipandang sebagai derivasi atau keturunan yang tumbuh atau

terbentuk melalui penguasaan dan internalisasi terhadap proses-proses sosial

tersebut.

2) Zona Perkembangan Proksimal Vygotsky membagi perkembangan proksimal (zone of proximal

development) ke dalam dua tingkat:

a. Tingkat perkembangan aktual yang tampak dari kemampuan seseorang

untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah

secara mandiri (intramental).

b. Tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan

seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah

ketika dibawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan

teman sebaya yang lebih kompeten (intermental).

Jarak antara keduanya, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat

perkembangan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal. Zona

perkembangan proksimal diartikan sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan-

kemampuan yang belum matang yang masih berada dalam proses pematangan.

Page 110: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

107

3) Mediasi Menurut Vygotsky, semua perbuatan atau proses psikologis yang khas

manusiawi dimediasikan dengan psychologis tools atau alat-alat psikologis

berupa bahasa, tanda dan lambang, atau semiotika. Ada dua jenis mediasi, yaitu:

a. Mediasi metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan

untuk melakukan self- regulation yang meliputi: self planning, self

monitoring, self checking, dan self evaluating. Mediasi metakognitif ini

berkembang dalam komunikasi antar pribadi.

b. Mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan

masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau subject-domain

problem. Mediasi kognitif bisa berkaitan dengan konsep spontan (yang bisa

salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya).

Pengaruh Sosio-Kultural pada Perkembangan Kognitif

a. Pengaruh sosial pada perkembangan kognitif: Pembelajaran pada anak

terjadi melalui interaksi sosial dengan tutor yang lebih berpengalaman,

Tutor ini menjadi model dalam berperilaku atau menyediakan instruksi

verbal untuk anak. Model inilah yang disebut dengan dialog kooperatif atau

kolaboratif. Anak mencari pemahaman perilaku atau instruksi dari tutor,

menginternalisasi informasi dan menggunakannya untuk

memformulasikan perilaku mereka.

b. Pengaruh Budaya pada perkembangan kognitif: Vygotsky menekankan

bagaimana seseorang berkembang dalam lingkungan yang berubah.

Dengan berfokus pada individu ataupun pada lingkungan tidak cukup untuk

menjelaskan mengenai perkembangan seseorang.

Kelebihan dan Kekurangan Teori Sosio Kultural

1. Kelebihan

a. Anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan

zona perkembangan proximalnya atau potensinya melalui belajar dan

berkembang.

b. Pembelajaran perlu lebih dikaitkan dengan tingkat perkembangan

potensialnya daripada tingkat perkembangan aktualnya.

c. Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk

mengembangkan kemampuan intermentalnya daripada kemampuan

intramental.

d. Anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan

pengetahuan deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan

prosedural yang dapat dilakukan untuk tugas-tugas atau pemecahan

masalah.

Page 111: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

108

2. Kekurangan

Terbatas pada perilaku yang tampak, proses-proses belajar yang kurang

tampak seperti pembentukan konsep, belajar dari berbagai sumber belajar,

pemecahan masalah dan kemampuan berpikir sukar diamati secara langsung

oleh karena itu diteliti oleh para teoriwan perilaku.

Aplikasi Teori Sosio Kultur

Aplikasi teori sosio-kultural dalam pendidikan. Penerapan teori sosio

kultural dalam pendidikan dapat terjadi pada 3 jenis pendidikan yaitu:

a. Pendidikan informal (keluarga)

Pendidikan anak dimulai dari lingkungan keluarga, dimana anak pertama

kali melihat, memahami, mendapatkan pengetahuan, sikap dari lingkungan

keluarganya. Oleh karena itu perkembangan prilaku masing-masing anak akan

berbeda manakala berasal dari keluarga yang berbeda, karena faktor yang

mempengaruhi perkembangan anak dalam keluarga beragam, misalnya: tingkat

pendidikan orang tua, faktor ekonomi keluarga, keharmonisan dalam keluarga

dan sebagainya.

b. Pendidikan nonformal

Pendidikan nonformal yang berbasis budaya banyak bermunculan untuk

memberikan pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku pada anak, misalnya

kursus membatik. Pendidikan ini diberikan untuk membekali anak hal-hal

tradisi yang berkembang di lingkungan sosial masyarakatnya.

c. Pendidikan formal

Kehadiran kurikulum 2013 tidak lepas dari kurikulum sebelumnya, yakni

KTSP tahun 2006. Kurikulum 2013 sebagai hasil dari penjabaran Permendikbud

No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah

yang mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang dipandu

dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik atau ilmiah.

Sebagaimana disebutkan Sudrajat (2013) bahwa kehadiran kurikulum

2013 menjadikan menjadikan siswa lebih aktif dalam mengkonstruksi

pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat mendorong siswa untuk

melakukan penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu fenomena

atau kejadian. Artinya, dalam proses pembelajaran, siswa dibelajarkan dan

dibiasakan untuk menemukan kebenaran ilmiah, bukan diajak untuk beropini

apalagi fitnah dalam melihat suatu fenomena. Mereka dilatih untuk mampu

berfikir logis, runut dan sistematis, dengan menggunakan kapasistas berfikir

tingkat tinggi (High Order Thingking). Penerapan pendekatan saintifik/ilmiah

dalam pembelajaran menuntut adanya perubahan setting dan bentuk

pembelajaran tersendiri yang berbeda dengan pembelajaran konvensional. Hal

Page 112: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

109

ini sesuai dengan beberapa metode pembelajaran yang dipandang sejalan

dengan prinsip-prinsip pendekatan saintifik/ilmiah, antara lain metode: (1)

Problem Based Learning; (2) Project Based Learning; (3) Inkuiri/Inkuiri Sosial;

dan (4) Group Investigation.

Metode-metode tersebut merupakan berusaha membelajarkan siswa

untuk mengenal masalah, merumuskan masalah, mencari solusi atau

menguji jawaban sementara atas suatu masalah/pertanyaan dengan

melakukan penyelidikan (menemukan fakta-fakta melalui penginderaan), pada

akhirnya dapat menarik kesimpulan dan menyajikannya secara lisan maupun

tulisan. Dengan kata lain, paradigma pengembangan kurikulum 2013 sesuai

dengan paradigma pembelajaran abad 21, yakni menghasilkan insan Indonesia

yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap (tahu

mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang

terintegrasi dengan demikian kurikulum 2013 menekankan pada penilaian

terhadap tiga komponen dalam proses. Tiga komponen tersebut adalah skill

(keterampilan), knowlidge (pengetahuan), dan attitude (prilaku). Tiga

komponen itu didapatkan pada proses pembelajaran berlangsung. Selain itu,

kurikulmu 2013 lebih mengedepankan penilaian otentik (penilaian yang

sebenarnya). Seluruh rangkaian pembelajaran siswa menjadi titik perhatian

seorang pendidik dalam memberikan penilaian.

Dalam proses penilaian, digunakan pendekatan penilaian menggunakan

sistem penilaian otentik , siswa dinilai pada proses pembelajaran berlangsung.

Pada proses pembelajaran, mengedepankan pendekatan saintifik, siswa

diarahkan untuk mengelabolarisakan, menemukan dan menjelaskan fenomena

yang terjadi dilapanan berdasarkan hasil temuannya. Dengan demikian,

pendekatan ini mengarahkan pada satu kesimpulan bahwa siswa akan

memahami pengetahuan berdasarkan apa yang ia rasakan dan ditemukan

sehinga interaksi sosial akan semakin efektif

Rangkuman

Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi Asumsi lain dari

teori sebernetik adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal

untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa, Implementasi teori

sibernetik dalam kegiatan pembelajaran sibernetik telah dikembangkan oleh

beberapa tokoh, diantaranya yaitu Landa, pask dan scott. Teori belajar

pengolahan informasi termasuk dalam lingkup teori kognitif yang

mengemukakan bahwa belajar adalah proses internal yang tidak dapat diamati

secara langsung dan merupakan perubahan kemampuan yang terikat pada

situasi tertentu. Teori belajar pemprosesan informasi mendiskripsikan

tindakan belajar merupakan proses internal yang mencakup beberapa tahapan.

Page 113: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

110

Aplikasi teori pengolahan informasi dalam pembelajaran antara lain

dirumuskan dalam teori Gagne dan Briggs yang mempreskripsikan adanya

kapabilitas belajar, peristiwa pembelajaran, dan pengorganisasian atau urutan

pembelajaran. Model pembelajaran yang diterapkan dalam teori sibernetik

model berpikir induktif. Penafsiran tentang teori pembelajaran disarankan

tidak hanya berpacu pada pengolahan informasi yang bersifat teknologi, namun

pacuan dari pengolahan informasi itu adalah tahapan pengolahan informsi yang

ada pada otak.

Teori pembelajaran sibernetik tidak hanya mampu kita terapkan dalam model

pembelajaran yang berbasis teknologi namun teori belajar sibernetik bisa

diterapkan di model pembelajaran lainnya. Pemilihan model pembelajaran

sibernetik berpacu pada proses pengolahan informasi.

Page 114: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

111

BAB 12

Teori Kecerdasan Majemuk

Sejarah Munculnya Teori Kecerdasan Majemuk/ Multiple Intelligence

Konsep multiple intelligence diperkenalkan pada tahun 1983 oleh Prof.

Howard Gardner pada yaitu seorang psikolog dan profesor utama di Cognition

and Education, Harvar Graduate School of Education dan juga profesor di bidang

Neurologi, Boston University School of Medicine. Konsep ini memiliki esensi

bahwa setiap orang adalah unik, Setiap orang perlu menyadari dan

mengembangkan ragam kecerdasan manusia dan kombinasi-kombinasinya.

Setiap siswa berbeda karena mempunyai kombinasi kecerdasan yang berlainan.

Konsep kecerdasan majemuk atau multiple intelligences berawal dari

karya Horward Gardner dalam buku Frames Of Mind tahun 1983 yang

didasarkan atas hasil penelitian selama beberapa tahun tentang kapasitas

kognitif manusia (Human Cognitif Capacities). Gardner menolak asumsi bahwa

kognisi manusia merupakan satu kesatuan dan individu hanya mempunyai

kecerdasan tunggal. Meskipun sebagian besar individu menunjukkan

penguasaan yang berbeda, individu memiliki beberapa kecerdasan dan

bergabung menjadi satu kesatuan membentuk kemampuan pribadi yang cukup

tinggi.

Gardner menetapkan syarat khusus yang harus dipenuhi oleh setiap

kecerdasan agar dapat dimasukkan dalam teorinya diantaranya adalah:

1. Setiap kecerdasan dapat dilambangkan misalnya Matematika jelas ada

lambang, Musik ada lambang, kinestetik ada lambang atau irama

gerak (seperti: lambaian tangan, untuk selamat tinggal atau mau tidur dan

lain-lain).

2. Setiap kecerdasan mempunyai riwayat perkembangan artinya tidak seperti

IQ yang meyakini bahwa kecerdasan itu mutlak tetap dan sudah ditetapkan

saat kelahiran atau tidak berubah, MI (Multiple Intelligences) percaya

bahwa kecerdasan itu muncul pada titik tertentu dimasa kanak-kanak,

mempunyai periode yang berpotensi untuk berkembang selama rentang

hidup dan berisikan pola unik yang secara berlahan atau cepat semakin

merosot seiring dengan semakin tuanya seseorang.

3. Setiap Kecerdasan rawan terhadap cacat akibat kerusakan atau cedera pada

wilayah otak tertentu. Misalnya orang dengan kerusakan pada Lobus

Frontal pada belahan otak kiri, tidak mampu berbicara atau menulis dengan

mudah, namun tanpa kesulitan dapat menyanyi, melukis dan menari. Orang

yang Lobus, Temporalnya yang kanan yang rusak, mungkin mengalami

kesulitan di bidang musik tetapi dengan mudah mampu bicara, membaca

Page 115: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

112

dan menulis. Pasien dengan kerusakan pada Lobus Oksipitalbelahan otak

kanan mengkin mengalami kesulitan dalam mengenali wajah,

membayangkan atau mengamati detail visual.

Setiap kecerdasan mempunyai keadaan akhir berdasar nilai

budaya.Artinya tidak harus Matematis-Logis yang penting atau Spatial atau

Musik, atau tergantung budaya masing-masing misalnya ada kemampun naik

kuda, melacak jejak dan lain-lain dalam budaya tertentu itu sangat penting dan

lain-lain.

Pengertian Kecerdasan Majemuk/ Multiple Intelligence

Sebelum kita mengetahui mengenai apa itu kecerdasan majemuk, terlebih

dahulu kita ketahui apa yang dimaksud dengan kecerdasan. Howard Gardner

mendefinisikan kecerdasan sebagi berikut:

1. Kemampuan menyelesaikan masalah atau produk mode yang merupakan

konsekuensi dalam suasana budaya.

2. Keterampilan memecahkan masalah membuat seseorang mendekati situasi

yang sasaran harus dicapai.

3. Kemampuan untuk menemukan arah/cara yang tepat kea rah sasaran

tersebut (Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran. 2010).

Tidak hanya mendefinisikan kecerdasan Prof. Howard Gardner

mendefinisikan mengenai kecerdasan majemuk/ganda. Seorang ahli psikologi

kognitif dari Universitas Harvard ini menyatakan bahwa yang dimaksud dengan

kecerdasan ganda (multiple intelligences) adalah kemampuan untuk

memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai dalam satu

latar belakang budaya tertentu. Artinya, setiap orang jika dihadapkan pada satu

masalah, ia memiliki sejumlah kemampuan untuk memecahkan masalah yang

berbeda sesuai dengan konteksnya.

Kemampuan “memecahkan” masalah tidak hanya berkaitan dengan

berhasil atau tidaknya menghitung perkalian, namun juga meliputi kemampuan

membentuk suatu tim, kemampuan untuk mengatur anggota dalam

kelompokguna bersama-sama memecahkan masalah yang sulit, dan lain-lain.

Sementara itu “menciptakan suatu produk” meliputi kemampuan membentuk

sesuatu dari lilin (tanah liat), menciptakan suatu bentuk tarian, dan sebagainya.

Sedangkan “bernilai dalam satu latar belakang budaya tertentu” berkaitan

dengan apa dampaknya bagi lingkungan, keuntungan yang dapat dipetik oleh

orang lain. Misalnya, dapat dinikmati keindahannya, anggota tim dapat bekerja

lebih sistematis.

Gardner memandang kecerdasan tidak semata-mata berdasarkan skor

tertentu yang telah memiliki nilai standar melainkan berdasarkan ukuran

kemampuan yang dikuasai oleh individu. Pendekatan ini mencoba memahami

bagaimana pikiran individu dalam menjalankan kehidupan, baik yang berkaitan

Page 116: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

113

dengan benda-benda konkret maupun hal-hal yang bersifat abstrak sehingga

bagi Gardner tidak ada anak yang bodoh atau pintar, yang ada hanyalah anak

yang lebih menguasai satu bidang tertentu atau beberapa bidang lain. Oleh

karena itu, bidang atau kecerdasan tertentu yang kurang dikuasai dapat

distimulasi agar lebih terampil. Namun demikian, Gardner juga mempercayai

bahwa setiap individu memiliki kecenderungan untuk cerdas pada satu bidang

tertentu sehingga individu tidak memerlukan usaha yang susah payah untuk

mengembangkannya. Berkaitan dengan hal tersebut maka Gardner

mengembangkan suatu kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur apakah

potensi yang dimiliki oleh seseorang memang merupakan suatu kecerdasan

yang sesungguhnya.

Jenis-jenis Kecerdasan

Gardner menyebutkan ada delapan jenis kecerdasan yang kemudian

berkembang menjadi 10 jenis kecerdasan yang dimiliki setiap individu yaitu:

1. Kecerdasan Linguistik.

Kemampuan menggunakan kata secara efektif, baik secara lisan

(misalnya pendongeng, orator, atau politis) maupun tertulis (misalnya

sastrawan, penulis drama, editor, wartawan). (Yatim Riyanto, Paradigma Baru

Pembelajaran. 2010). Kecerdasan ini meliputi kemampuan memanipulasi tata

bahasa atau struktur, fonologi, semantik dan pragmatik.

Ciri-ciri anak dengan kecerdasan linguistic yang menonjol biasanya

senang membaca, pandai bercerita, senang menulis cerita atau puisi, senang

belajar bahasa asing, mempunyai perbendaharaan kata yang baik, pandai

mengeja, suka menulis surat atau e-mail, senang membicarakan ide-ide dengan

teman-temannya, memiliki kemampuan kuat dalam mengingat nama atau fakta,

menikmati permainan kata (utak-atik kata, kata-kata tersembunyi, scrabble

atau teka-teki silang, bolak-balik kata, plesetan atau pantun) dan senang

membaca tentang ide-ide yang menarik minatnya.

2. Kecerdasan Matematis-Logis

Kemampuan menggunakan angka dengan baik (misalnya, ahli

matematika, akuntan pajak, ahli statistik) dan melakukan penalaran yang benar

misalnya, sebagai ilmuwan, pemrogaman computer, atau ahli logika). (Yatim

Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran. 2010). Kecerdasan ini meliputi

kepekaan pada pola hubungan logis, pernyataan dan dalil, fungsi logis dan

abstraksi lain.

Seseorang dengan kecerdasan matematis logis yang tinggi biasanya

memiliki ketertarikan terhadap angka-angka, menikmati ilmu pengetahuan,

mudah mengerjakan matematika dalam benaknya, suka memecahkan misteri,

senang menghitung, suka membuat perkiraan, menerka jumlah (seperti

menerka jumlah uang logam dalam sebuah wadah), mudah mengingat angka-

Page 117: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

114

angka serta skor-skor, menikmati permainan yang menggunakan strategi

seperti catur atau games strategi, memperhatikan antara perbuatan dan

akibatnya (yang dikenal dengan sebab-akibat), senang menghabiskan waktu

dengan mengerjakan kuis asah otak atau teka-teki logika, senang menemukan

cara kerja komputer, senang mengelola informasi kedalam tabel atau grafik dan

mereka mampu menggunakan komputer lebih dari sekedar bermain games.

3. Kecerdasan Spasial

Kemampuan mempersepsikan dunia spasial-visual secara akurat

(misalnya, sebagai pemburu, pramuka, pemandu) dan mentrasformasikan

persepsi dunia spasial-visual tersebut (misalnya, decorator interior, arsitek,

seniman, atau penemu). Kecerdasan ini meliputi kemampuan membayangkan,

mempersentasikan ide secara visual atau spasial, dan mengorientasikan diri

secara tepat dalam atriks spasial. (Yatim Riyanto, Paradigma Baru

Pembelajaran. 2010).

Seorang anak yang memiliki kecerdasan dalam spasial biasanya lebih

mengingat wajah ketimbang nama, suka menggambarkan ide-idenya atau

membuat sketsa untuk membantunya menyelesaikan masalah, berpikir dalam

bentuk gambar-gambar serta mudah melihat berbagai objek dalam benaknya,

dia juga senang membangun atau mendirikan sesuatu, senang membongkar

pasang, senang membaca atau menggambar peta, senang melihat foto-

foto/gambar-gambar serta membicarakannya, senang melihat pola-pola dunia

disekelilingnya, senang mencorat-coret, menggambar segala sesuatu dengan

sangat detail dan realistis, mengingat hal-hal yang telah dipelajarinya dalam

bentuk gambar-gambar, belajar dengan mengamati orang-orang yang sedang

mengerjakan banyak hal, senang memecahkan teka-teki visual/gambar serta

ilusi optik dan suka membangun model-model atau segala hal dalam 3 dimensi.

Anak dengan kecerdasan visual biasanya kaya dengan khayalan sehingga

cenderung kreatif dan imajinatif.

4. Kecerdasan Kinetis-Jasmani

Keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan

perasaan (misalnya, sebagai aktor, pemain pantonim, atlet, atau penari) dan

keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu

(misalnya, sebagai perajin, pematung, ahli mekanik, dokter bedah). Kecerdasan

ini meliputi kemampuan-kemampuan fisik yang spesifik, seperti koordinasi,

keseimbangan, keterampilan, kekuatan, kelenturan, dan kecepatan maupun

kemampuan menerima rangsangan (proprioveptive) dan hal yang berkaitan

dengan sentuhan (tactile & haptic). (Yatim Riyanto, Paradigma Baru

Pembelajaran. 2010).

Page 118: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

115

Anak yang memiliki kecerdasan dalam memahami tubuh cenderung suka

bergerak dan aktif, mudah dan cepat mempelajari keterampilan-keterampilan

fisik serta suka bergerak sambil berpikir, mereka juga senang berakting, senang

meniru gerak-gerik atau ekspresi teman-temannya, senang berolahraga atau

berprestasi dalam bidang olahraga tertentu, terampil membuat kerajinan atau

membangun model-model, luwes dalam menari, senang menggunakan gerakan-

gerakan untuk membantunya mengingat berbagai hal.

5. Kecerdasan Musikal

Kemampuan menangani bentuk-bentuk musical, dengan cara

mempersepsi (misalnya pemikat music), membedakan (misalnya sebagai

kritikus musik), menggubah (misalnya, sebagai composer), dan

mengekspresikan (misalnya sebagai penyanyi). Kecerdasan ini meliputi

kepekaan pada, irama, pola titik nada atau melodi, dan warna nada atau warna

suara suatu lagu (Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran. 2010).

Seorang anak yang memiliki kecerdasan dalam bermusik biasanya

senang menyanyi, senang mendengarkan musik, mampu memainkan instrumen

musik, mampu membaca not balok/angka, mudah mengingat melodi atau nada,

mampu mendengar perbedaan antara instrumen yang berbeda-beda yang

dimainkan bersama-sama, suka bersenandung/bernyanyi sambil berpikir atau

mengerjakan tugas, mudah menangkap irama dalam suara-suara

disekelilingnya, senang membuat suara-suara musikal dengan tubuhnya

(bersenandung, bertepuk tangan, menjentikkan jari atau menghentakkan kaki),

senang mengarang/menulis lagu-lagu atau rap-nya sendiri dan mudah

mengingat fakta-fakta dengan mengarang lagu untuk fakta-fakta tersebut.

6. Kecerdasan Interpersonal.

Kemampuan mempersepsi dan membedakan suasana hati, maksud,

motivasi, serta perasaan orang lain. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada

ekspresi wajah, suara, gerak isyarat; kemampuan membedakan berbagai

macam tanda interpersonal; dan kemampuan menanggapi secara efektif tanda

tersebut dengan tindakan pragmatis tertentu (misalnya mempengaruhi

sekelompok orang untuk melakukan tindakan tertentu). (Yatim Riyanto,

Paradigma Baru Pembelajaran. 2010).

Jika seseorang memiliki kecerdasan dalam memahami sesama biasanya

ia suka mengamati sesama, mudah berteman, suka menawarkan bantuan ketika

seseorang membutuhkan, menikmati kegiatan-kegiatan kelompok serta

percakapan yang hangat dan mengasyikkan, senang membantu sesamanya yang

sedang bertikai agar berdamai, percaya diri ketika bertemu dengan orang baru,

suka mengatur kegiatan-kegiatan bagi dirinya sendiri dan teman-temannya,

mudah menerka bagaimana perasaan sesamanya hanya dengan mengamati

Page 119: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

116

mereka, mengetahui bagaimana cara membuat sesamanya bersemangat untuk

bekerja sama atau bagaimana agar mereka mau terlibat dalam hal-hal yang

diminatinya, lebih suka bekerja dan belajar bersama ketimbang sendirian, dan

senang bersukarela untuk menolong sesama. Anak yang memiliki kecerdasan

interpersonal biasanya disukai teman-temannya karena ia mampu berinteraksi

dengan baik dan memiliki empati yang besar terhadap teman-temannya.

7. Kecerdasan Intrapersonal

Kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan

pemahaman tersebut. Kecerdasan ini meliputi kemampuan memahami diri

yang akurat. (kekuatan dan keterbatasan diri) ; kesadaran akan suasana hati,

maksud, motivasi, tempramen, dan keinginan. Serta kemampuan berdisplin diri,

memahami dan menghargai diri. (Yatim Riyanto, Paradigma Baru

Pembelajaran. 2010).

Seorang anak yang memiliki kecerdasan dalam memahami diri sendiri

biasanya lebih suka bekerja sendirian daripada bersama-sama, suka

menetapkan serta meraih sasaran-sasarannya sendiri, mengetahui bagaimana

perasaannya dan mengapa demikian dan seringkali ia menghabiskan waktu

hanya untuk merenungkan dalam-dalam tentang hal-hal yang penting baginya.

Anak dengan kecerdasan intrapersonal biasanya sadar betul akan bidang yang

menjadi kemahirannya dan bidang dimana dia tidak terlalu mahir. Anak seperti

ini biasanya sadar betul akan siapa dirinya dan ia sangat senang memikirkan

masa depan dan cita-citanya di suatu hari nanti.

8. Kecerdasan Naturalis

Keahlian mengenali dan mengategorikan spesies flora dan fauna di

lingkungan sekitar. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada fenomena alam

lainnya (misalnya formasi awan dan gunung-gunung) dan bagi mereka yang

dibesarkan di lingkungan perkotaan, kemampuan membedakan benda tak

hidup, seperti karet dan sampul kaset CD (Yatim Riyanto, Paradigma Baru

Pembelajaran. 2010).

Seorang yang memiliki kecerdasan dalam memahami alam biasanya suka

binatang, pandai bercocok tanam dan merawat kebun di rumah atau di

lingkungannya, peduli tentang alam serta lingkungan. Selain itu ia juga senang

berkemah atau mendaki gunung di alam bebas, senang memperhatikan alam

dimanapun dia berada, mudah beradaptasi dengan tempat dan acara yang

berbeda-beda.

Page 120: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

117

9. Kecerdasan Eksistensial

Kecerdasan yang berhubungan dengan kapasitas dan kemampuan

(Gardner, 2003). (Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran. 2010).

Kecerdasan ini biasanya dimiliki oleh para filsuf.

10. Spiritual

Keyakinan dan mengaktualisasikan akan sesatu yang bersifat transenden

atau penyadaran akan nilai-nilai akidah-keimanan, keyakinan akan kebesaran

Tuhan. Kecerdasan ini meliputi kesadaran suara hati, internalisasi nilai,

aktualisasi, dan keikhlasan. Misalnya menghayati batal dan haram dalam agama,

toleransi, sabar, tawakal, dan keyakinan akan takdir baik dan buruk.

Mengaktualisasikan hubungan dengan Tuhan berdasarkan keyakinannya.

a. Poin-poin kunci dalam teori kecerdasan majemuk

Disamping pembahasan kedelepan kecerdasan perlu diperhatikan

beberapa poin tentang model kecerdasan majemuk berikut ini:

1) Setiap orang memiliki kedelapan kecerdasan.

2) Orang pada umumnya dapat mengembangkan setiap kecerdasan

sampai pada tingkat penguasaan yang memadai.

3) Kecerdasan-kecerdasan umumnya bekerja bersamaan dengan cara

yang kompleks.

4) Ada banyak cara untuk menjadi cerdas dalam setiap kategori.

b. Kecerdasan majemuk dan perkembangan kepribadian

Untuk menerapkan suatu model pembelajaran di lingkungan sekolah. Guru

harus terlebih dahulu menerapkan model tersebut apabila tidak memiliki

pemahaman empiris tentang teori tersebut dan menjalaninya sendiri sulit

bagi guru menerapkan model tersebut pada anak didik. Ketika guru mulai

menerapkannya pada diri sendiri akan akan jelas terlihat bagaimana

kefasihan guru atau kekurang fasihan guru. Menggunakan kedelapan

kecerdasan itu dapat mempengaruhi kecakapan guru ketika menjalankan

peran-peran sebagai pendidik. Teori kecerdasan majemuk adalah model

yang sangat tepat baik untuk melihat kekuatan mengajar maupun untuk

mempelajari wilayah-wilayah yang perlu diperbaiki

c. Faktor – Faktor Penting Dalam Implementasi Teori Kecerdasan Ganda

Implementasi teori kecerdasan ganda dalam aktivitas pembelajaran

memerlukan dukungan komponen-komponen sistem persekolahan sebagai

berikut:

Orang tua murid

Guru

Kurikulum dan fasilitas

Page 121: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

118

Sistem penilaian

Komponen masyarakat, dalam hal ini orang tua murid, perlu memberikan

dukungan yang optimal agar implementasi teori kecerdasan ganda di sekolah

dapat berhasil. Orang tua, dalam konteks pengembangan kecerdasan ganda

perlu memeberikan sedikit kebebasan pada anak mereka untuk dapat memilih

kompetensi yang ingin dikembangkan sesuai dengan kecerdasan dan bakat

yang mereka miliki.

Guru memegang peran yang sangat penting dalam implementasi teori

kecerdasan ganda. Agar implementasi teori kecerdasan ganda dapat mencapai

hasil seperti yang diinginkan ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu:

a. Kemampuan guru dalam mengenali kecerdasan individu siswa

b. Kemampuan mengajar dan memanfaatkan waktu mengajar secara

proporsional.

Kemampuan guru dalam mengenali kecerdasan ganda yang dimiliki oleh

siswa merupakan hal yang sangat penting. Faktor ini akan sangat menentukan

dalam merencanakan proses belajar yang harus ditempuh oleh siswa. Ada

banyak cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengenali kecerdasan

spesifik yang dimiliki oleh siswa. Semakin dekat hubungan antara guru dengan

siswa, maka akan semakin mudah bagi para guru untuk mengenali karakteristik

dan tingkat kecerdasan siswa.

Setelah mengetahui kecerdasan setiap individu siswa, maka langkah –

langkah berikutnya adalah merancang kegiatan pembelajaran. Armstrong

(2004) mengemukakan proporsi waktu yang dapat digunakan oleh guru dalam

mengimplementasikan teori kecerdasan ganda yaitu:

a. 30 % pembelajaran langsung

b. 30 % belajar kooperatif

c. 30% belajar independent

Implementasi teori kecerdasan ganda membawa implikasi bahwa guru

bukan lagi berperan sebagai sumber (resources), tapi harus lebih berperan

sebagai manajer kegiatan pembelajaran. Dalam menerapkan teori kecerdasan

ganda, sistem sekolah perlu menyediakan guru-guru yang kompeten dan

mampu membawa anak mengembangkan potensi-potensi kecerdasan yang

mereka miliki. Guru musik misalnya, selain mampu memainkan instrumen

musik, ia juga harus mampu mengajarkannya sehimgga dapat menjadi panutan

yang baik bagi siswa yang memiliki kecerdasan musikal.

Sekolah yang menerapkan teori kecerdasan ganda juga perlu

menyediakan fasilitas pendukung selain guru yang berkualitas. Fasilitas

tersebut dapat digunakan oleh guru dan siswa dalam meningkatkan

kecerdasan-kecerdasan yang spesifik.

Fasilitas dapat berbentuk media pembelajaran dan peralatan serta

perlengkapan pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan

Page 122: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

119

kecerdasan ganda. Contoh fasilitas pembelajaran yang dapat digunakan untuk

meningkatkan kecerdasan ganda antara lain: peralatan musik, peralatan olah

raga dan media pembelajaran yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan

spesifik.

Sistem penilaian yang diperlukan oleh sekolah yang menerapkan teori

kecerdasan ganda berbeda dengan sistem penilaian yang digunkan pada

sekolah konvensional. Sekolah yang menerapkan teori kecerdasan ganda pada

dasarnya berasumsi bahwa semua individu itu cerdas. Penilaian yang

digunakan tidak berorientasi pada input dari proses pembelajaran tapi lebih

berorientasi pada proses dan kemajuan (progress) yang diperlihatkan oleh

siswa dalam mempelajari suatu keterampilan yang spesifik. Metode penilaian

yang cocok dengan sistem seperti ini adalah metode penilaian portofolio. Sistem

penilaian portofolio menekankan pada perkembangan bertahap yang harus

dilalui oleh siswa dalam mempelajari sebuah keterampilan atau pengetahuan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi intelligence

Faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi mengenai faktor yang

mempengaruhi intelegensi sampai saat ini belum ada kesamaan pendapat

secara utuh dan bulat seperti yang di sampaikan Torndike dengan teori

multifaktor yang menjelaskan bahwa intelegensi itu tersusun atas beberpa

faktor. Menurut beberapa tokoh faktor yang mempengaruhi intelegensi:

a. Spearman, intelegensi mengandung dua faktor yaitu; General ability (faktor

G) dan specific ability (faktor S). Teori ini dikenal dengan Two Factor

Theory.

b. Robert J. Sternberg Intelegence is capacity to learn from experience, and

ability to adapt to the surounding environment atau intelegensi ialah

kecakapan untuk belajar dari pengalaman dan kemampuan untuk

beradaptasi dengan lingkungan.

Faktor yang mempengaruhi Intelegensi (setiap orang berbeda)

1) Faktor pembawaan, faktor ini ditentuka oleh sifat yang dibawa sejak lahir.

Batas-batas atau kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara

lain di tentukan oleh faktor pembawaan. Oleh karena itu dalam satu kelas

dapat dijumpai anak yang bodoh, agak pintar, dan pintar sekali, meskipun

mereka menerima pelatihan dan pengajaran yang sama.

2) Faktor minat dan pembawaan yang khas, dimana minat mengarahkan

perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan dengan

perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan atau motif yang

mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar, sehingga apa

yang diamati oleh manusia dapat memberikan dorongan untuk berbuat

lebih giat dan lebih baik lagi.

Page 123: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

120

3) Faktor pembentukan, pembentukan adalah segala keadaan di luar diri

seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Dapat di

bedakan antara pembentukan yang tidak disengaja, misal; pengaruh alam

disekitarnya.

4) Faktor kematangan, dimana tiap organ tubuh manusia mengalami

pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik maupun

psikis, dapat dikatakan telah matang. Anak kelas satu SD mengerjakan soal

matematika kelas empat SD belum mampu mengerjakannya, karena soal-

soal itu masih terlampau sukar. Organ tubuhnya dan fungsi jiwanya masih

belum matang menyelesaikan saoal tersebut dan kematang berhubungan

erat dengan umur.

5) Faktor kebebasan, manusia memilih metode tertentu dalam memecahkan

memecahkan masalah yang dihadapi.

Pendorong dan Penghambat Kecerdasan

Crystallizing Experiences dan Paralyzing Experiences adalah dua proses

kunci dalam perkembangan kecerdasan. Pengalaman yang mengkristalkan

(Crystallizing Experiences) adalah “titik balik” dalam perkembangan bakat dan

kemampuan orang, sering kali titik balik itu terjadi pada awal masakanak-kanak

meskipun dapat terjadi sepanjang hidup.

Sedangkan pengalaman yang melumpuhkan (Paralyzing Experiences)

untuk menyebut pengalaman yang mematikan “kecerdasan”, misalnya seorang

guru mungkin mempermalukan siswa di depan kelas.

Pengalaman yang melumpuhkan sering kali dipenuhi oleh perasaan malu,

rasa bersalah, takut, kemarahan dan emosi negatif lain (miller, dalam amstrong,

2002).

Sejumlah pengaruh lingkungan juga berperan mendorong atau

menghambat perkembangan kecerdasan. Pengaruh tersebut antara lain:

1. Akses ke sumber daya atau mentor;

2. Faktor historis-kultural;

3. Faktor geografis;

4. Faktor keluarga;

5. Faktor situasional;

Manfaat Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligence)

Manfaat Multiple Inteligences (kecerdasan majemuk) di dalam proses

pendidikan yaitu:

1) Kita dapat menggunakan kerangka kecerdasan majemuk dalam

melaksanakan proses pengajaran secara luas. Aktivitas yang dapat

dilakukan seperti menggambar, menciptakan lagu, mendengarkan musik,

dan melihat pertunjukan dapat menjadi pintu masuk yang vital ke dalam

Page 124: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

121

proses belajar. Bahkan siswa yang penampilannya kurang baik pada saat

proses belajar menggunakan pola tradisional (menekankan bahasa dan

logika). Jika aktivitas ini dilakukan akan memunculkan semangat mereka

untuk belajar.

2) Dengan kecerdasan majemuk, maka seorang pendidik menyediakan

kesempatan bagi siswa untuk belajar sesuai dengan kebutuhan, minat, dan

talentanya.

3) Peran serta orang tua dan masyarakat akan semakin meningkat dalam

mendukung proses belajar mengajar. Hal ini bisa terjadi karena setiap

aktivitas siswa di dalam proses belajar akan melibatkan anggota

masyarakat.

4) Siswa akan mampu menunjukkan dan bebagi tentang kelebihan yang

dimilikinya. Membangun kelebihan yang dimiliki akan memberikan suatu

motivasi untuk menjadikan siswa sebagai seorang spesialis.

5) Pada saat seorang pendidik mengajar dalam rangka memahami, siswa akan

mendapatkan pengalaman belajar yang positif dan meningkatkan

kemampuan untuk mencari solusi dalam memecahkan persoalan yang

dihadapinya.

6) Kecerdasan Majemuk memberikan pandangan bahwa terdapat sembilan

macam kecerdasan yang dimiliki oleh setiap orang. Yang membedakan

antara satu dengan yang lainnya adalah komposisi atau dominasi dari

kecerdasan tersebut.

Selain itu berpijak pada teori kecerdasan majemuk, maka manfaat yang

dapat dirasakan secara umum adalah:

1) Dapat membuat setiap anak merasa senang dalam belajar.

2) Merangsang potensi kecerdasan setiap anak secara maksimal sesuai

dengan jenis kecerdasannya masing-masing.

3) Memperlakukan potensi kecerdasan anak secara lebih adil dan proposional.

Bagi seorang guru teori ini sangat bermanfaat dalam memperkaya

metode pengajaran secara kreatif dan inovatif. Dan mengembangkan

kecerdasan majemuk anak merupakn kunci utama untuk kesuksesan masa

depan anak. Sebagai orang tua masa kini mereka sering kali menekan agar anak

berprestasi secara akademik di sekolah dan menjadi juara. Padahal, peran orang

tua dalam memberikan latihan-latihan dan lingkungan yang mendukung jauh

lebih penting dalam menjadikan seorang anak menjadi cerdas.

Page 125: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

122

Rangkuman

Setiap Individu adalah unik, Setiap individu perlu menyadari dan

mengembangkan ragam kecerdasan manusia dan kombinasi-kombinasinya.

Setiap siswa berbeda karena mempunyai kombinasi kecerdasan yang berlainan.

Ada tiga syarat khusus yang harus dipenuhi oleh setiap kecerdasan agar

dapat digolongkan kedalam kecerdasan majemuk menurut Gardner.

Ada 10 jenis-jenis kecerdasan majemuk menurut Gardner, yaitu:

Kecerdasan Linguistik, Kecerdasan Matematis-Logis, Kecerdasan Spasial,

Kecerdasan Kinetis-Jasmani, Kecerdasan Musikal, Kecerdasan Interpersonal,

Kecerdasan Intrapersonal, Kecerdasan Naturalis, Kecerdasan Eksistensial,

dan Spiritual.

Komponen masyarakat, dalam hal ini orang tua murid, perlu memberikan

dukungan yang optimal agar implementasi teori kecerdasan ganda di sekolah

dapat berhasil. Orang tua, dalam konteks pengembangan kecerdasan ganda

perlu memeberikan sedikit kebebasan pada anak mereka untuk dapat memilih

kompetensi yang ingin dikembangkan sesuai dengan kecerdasan dan bakat

yang mereka miliki. Sebaiknya guru lebih mengetahui tentang keadaan peserta

didik nya, karena setiap manusia memang diciptakan unik, dan oleh karena itu

peserta didik harus memperoleh layanan pendidikan yang sesusai dengan tipe

kecerdasannya. Dengan keunikan tersebut setiap guru harus mengetahui

metode belajar apa yang cocok untuk anak tersebut. Demikian juga dengan

metode ceramah, yang dewasa ini memang masih amat mendominasi metode

dan pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh para pendidik di negeri ini.

Page 126: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

123

BAB 13

Peranan dan Fungsi Guru dalam Pembelajaran

Pengertian Guru

Guru dalam bahasa jawa adalah menunjuk pada seorang yang

harus digugu dan ditiru oleh semua murid dan bahkan masyarakat.

Harus digugu artinya segala sesuatu yang disampaikan olehnya senantiasa

dipercaya dan diyakkini sebagai kebenaran oleh semua murid.

Sedangkan ditiru artinya seorang guru harus menjadi suri

teladan (panutan) bagi semua muridnya. Secara tradisional guru adalah seorang

yang berdiri didepan kelas untuk menyampaikan ilmu pengetahuan.

Guru sebagai pendidik dan pengajar anak, guru diibaratkan seperti ibu

kedua yang mengajarkan berbagai macam hal yang baru dan sebagai fasilitator

anak supaya dapat belajar dan mengembangkan potensi dasar dan

kemampuannya secara optimal,hanya saja ruang lingkupnya guru

berbeda, guru mendidik dan mengajar di sekolah negeri ataupun swasta.

Adapun pengertian guru menurut para ahli:

1) Menurut Noor Jamaluddin (1978: 1) Guru adalah pendidik, yaitu orang

dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada

anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai

kedewasaannya, mampu berdiri sendiri dapat melaksanakan tugasnya

sebagai makhluk Allah khalifah di muka bumi, sebagai makhluk sosial dan

individu yang sanggup berdiri sendiri.

2) Menurut Peraturan Pemerintah Guru adalah jabatan fungsional, yaitu

kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak

seorang PNS dalam suatu organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya

didasarkan keahlian atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri.

3) Menurut Keputusan Menpan, guru adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi

tugas, wewenang dan tanggung jawab oleh pejabat yang berwenang untuk

melaksanakan pendidikan di sekolah.

4) Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 Guru adalah pendidik

profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada

pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan

pendidikan menengah.

Peran dan Fungsi Guru

Para pakar pendidikan di Barat telah melakukan penelitian tentang peran

guru yang harus dilakoni. Peran guru yang beragam telah diidentifikasi dan

dikaji oleh Pullias dan Young (1988), Manan (1990) serta Yelon dan Weinstein

(1997). Adapun peran-peran tersebut adalah sebagai berikut:

Page 127: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

124

1. Guru Sebagai Pendidik

Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi

para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki

standar kualitas tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri

dan disiplin. Peran guru sebagai pendidik (nurturer) berkaitan dengan

meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh

pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan

jasmani, bebas dari orang tua, dan orang dewasa yang lain, moralitas

tanggungjawab kemasyarakatan, pengetahuan dan keterampilan dasar,

persiapan.untuk perkawinan dan hidup berkeluarga, pemilihan jabatan,

dan hal-hal yang bersifat personal dan spiritual. Oleh karena itu tugas guru

dapat disebut pendidik dan pemeliharaan anak. Guru sebagai penanggung

jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar

tingkat laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada.

2. Guru Sebagai Pengajar

Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam kegiatan belajar

peserta didik dipengaruhi oleh berbagai factor, seperti motivasi,

kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal,

tingkat kebebasan, rasa aman dan keterampilan guru dalam berkomunikasi.

Jika factor-faktor di atas dipenuhi, maka melalui pembelajaran peserta didik

dapat belajar dengan baik. Guru harus berusaha membuat sesuatu menjadi

jelas bagi peserta didik dan terampil dalam memecahkan masalah.

Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam

pembelajaran, yaitu: Membuat ilustrasi, Mendefinisikan, Menganalisis,

Mensintesis, Bertanya, Merespon, Mendengarkan, Menciptakan kepercayaan,

Memberikan pandangan yang bervariasi, Menyediakan media untuk mengkaji

materi standar, Menyesuaikan metode pembelajaran, Memberikan nada

perasaan.

Agar pembelajaran memiliki kekuatan yang maksimal, guru-guru harus

senantiasa berusaha untuk mempertahankan dan meningkatkan semangat yang

telah dimilikinya ketika mempelajari materi standar.

3. Guru Sebagai Pembimbing

Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan, yang berdasarkan

pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawab atas kelancaran

perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya menyangkut

fisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral dan

spiritual yang lebih dalam dan kompleks. Sebagai pembimbing perjalanan

guru memerlukan kompetensi yang tinggi untuk melaksanakan empat hal

berikut:

Page 128: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

125

1) Guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifikasi kompetensi

yang hendak dicapai.

2) Guru harus melihat keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran, dan

yang paling penting bahwa peserta didik melaksanakan kegiatan

belajar itu tidak hanya secara jasmaniah, tetapi mereka harus terlibat

secara psikologis.

3) Guru harus memaknai kegiatan belajar

4) Guru harus melaksanakan penilaian

4. Guru Sebagai Pemimpin

Guru diharapkan mempunyai kepribadian dan ilmu pengetahuan. Guru

menjadi pemimpin bagi peserta didiknya. Ia akan menjadi imam.

5. Guru Sebagai Pengelola Pembelajaran

Guru harus mampu menguasai berbagai metode pembelajaran. Selain

itu, guru juga dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan

keterampilan agar supaya pengetahuan dan keterampilan yang dirnilikinya

tidak ketinggalan jaman.

6. Guru Sebagai Model dan Teladan

Guru merupakan model atau teladan bagi para peserta didik dan semua

orang yang menganggap dia sebagai guru. Terdapat kecenderungan yang

besar untuk menganggap bahwa peran ini tidak mudah untuk ditentang,

apalagi ditolak. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan

guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang disekitar

lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Ada

beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru: sikap dasar, bicara dan

gaya bicara, kebiasaan bekerja, sikap melalui pengalaman dan kesalahan,

pakaian, hubungan kemanusiaan, proses berfikir, perilaku neurotis, selera,

keputusan, kesehatan, gaya hidup secara umum.

Perilaku guru sangat mempengaruhi peserta didik, tetapi peserta didik

harus berani mengembangkan gaya hidup pribadinya sendiri. Guru yang

baik adalah yang menyadari kesenjangan antara apa yang diinginkan

dengan apa yang ada pada dirinya, kemudian menyadari kesalahan ketika

memang bersalah. Kesalahan harus diikuti dengan sikap merasa dan

berusaha untuk tidak mengulanginya.

7. Sebagai Anggota Masyarakat

Peranan guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat. Seorang

guru diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan disegala bidang

Page 129: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

126

yang sedang dilakukan. Ia dapatmengembangkan kemampuannya pada

bidang-bidang dikuasainya. Guru perlu juga memiliki kemampuan untuk

berbaur dengan masyarakat melalui kemampuannya, antara lain

melalui kegiatan olah raga, keagamaan dan kepemudaan. Keluwesan

bergaul harus dimiliki, sebab kalau tidak pergaulannya akan menjadi kaku

dan berakibat yang bersangkutan kurang bisa diterima oleh masyarakat.

8. Guru sebagai administrator

Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik dan pengajar, tetapi juga

sebagai administrator pada bidang pendidikan dan pengajaran. Guru akan

dihadapkan pada berbagai tugas administrasi di sekolah. Oleh karena itu

seorang guru dituntut bekerja secara administrasi teratur. Segala

pelaksanaan dalam kaitannya proses belajar mengajar perlu

diadministrasikan secara baik. Sebab administrasi yang dikerjakan seperti

membuat rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan sebagainya

merupakan dokumen yang berharga bahwa ia telah melaksanakan

tugasnya dengan baik.

9. Guru Sebagai Penasehat

Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik juga bagi orang tua,

meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat dan

dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasehati orang.

Peserta didik senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk membuat

keputusan dan dalam prosesnya akan lari kepada gurunya. Agar guru dapat

menyadari perannya sebagai orang kepercayaan dan penasihat secara lebih

mendalam, ia harus memahami psikologi kepribadian dan ilmu kesehatan

mental.

10. Guru Sebagai Pembaharu (Inovator)

Guru menerjemahkan pengalaman yang telah lalu ke dalam kehidupan yang

bermakna bagi peserta didik. Dalam hal ini, terdapat jurang yang dalam dan

luas antara generasi yang satu dengan yang lain, demikian halnya

pengalaman orang tua memiliki arti lebih banyak daripada nenek kita.

Seorang peserta didik yang belajar sekarang, secara psikologis berada jauh

dari pengalaman manusia yang harus dipahami, dicerna dan diwujudkan

dalam pendidikan.

Tugas guru adalah menerjemahkan kebijakan dan pengalaman yang

berharga ini kedalam istilah atau bahasa moderen yang akan diterima oleh

peserta didik. Sebagai jembatan antara generasi tua dan genearasi muda,

yang juga penerjemah pengalaman, guru harus menjadi pribadi yang

terdidik.

Page 130: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

127

11. Guru Sebagai Pendorong Kreatifitas

Kreativitas merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran dan

guru dituntut untuk mendemonstrasikan dan menunjukkan proses

kreatifitas tersebut. Kreatifitas merupakan sesuatu yang bersifat universal

dan merupakan cirri aspek dunia kehidupan di sekitar kita. Kreativitas

ditandai oleh adanya kegiatan menciptakan sesuatu yang sebelumnya tidak

ada dan tidak dilakukan oleh seseorang atau adanya kecenderungan untuk

menciptakan sesuatu.

Akibat dari fungsi ini, guru senantiasa berusaha untuk menemukan cara

yang lebih baik dalam melayani peserta didik, sehingga peserta didik akan

menilaianya bahwa ia memang kreatif dan tidak melakukan sesuatu secara

rutin saja. Kreativitas menunjukkan bahwa apa yang akan dikerjakan oleh

guru sekarang lebih baik dari yang telah dikerjakan sebelumnya.

12. Guru Sebagai Emansipator

Dengan kecerdikannya, guru mampu memahami potensi peserta didik,

menghormati setiap insan dan menyadari bahwa kebanyakan insan

merupakan “budak” stagnasi kebudayaan. Guru mengetahui bahwa

pengalaman, pengakuan dan dorongan seringkali membebaskan peserta

didik dari “self image” yang tidak menyenangkan, kebodohan dan dari

perasaan tertolak dan rendah diri. Guru telah melaksanakan peran sebagai

emansipator ketika peserta didik yang dicampakkan secara moril dan

mengalami berbagai kesulitan dibangkitkan kembali menjadi pribadi yang

percaya diri.

13. Guru Sebagai Evaluator

Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling

kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta

variable lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks

yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian.

Teknik apapun yang dipilih, dalam penilaian harus dilakukan dengan

prosedur yang jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan

dan tindak lanjut.

14. Guru Sebagai Kulminator

Guru adalah orang yang mengarahkan proses belajar secara bertahap dari

awal hingga akhir (kulminasi). Dengan rancangannya peserta didik akan

melewati tahap kulminasi, suatu tahap yang memungkinkan setiap peserta

didik bisa mengetahui kemajuan belajarnya. Di sini peran kulminator

terpadu dengan peran sebagai evaluator.

Page 131: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

128

Guru sejatinya adalah seorang pribadi yang harus serba bisa dan serba tahu.

Serta mampu mentransferkan kebisaan dan pengetahuan pada muridnya

dengan cara yang sesuai dengan perkembangan dan potensi anak didik.

Begitu banyak peran yang harus diemban oleh seorang guru. Peran yang

begitu berat dipikul di pundak guru hendaknya tidak menjadikan calon

guru mundur dari tugas mulia tersebut. Peran-peran tersebut harus

menjadi tantangan dan motivasi bagi calon guru. Dia harus menyadari

bahwa di masyarakat harus ada yang menjalani peran guru. Bila tidak, maka

suatu masyarakat tidak akan terbangun dengan utuh. Penuh ketimpangan

dan akhirnya masyarakat tersebut bergerak menuju kehancuran.

Kompetensi Guru

Menurut Mulyasa kompetensi adalah perpaduan dari pengetahuan,

keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan

bertindak. Menurut Muhaimin, kompetensi adalah seperangkat tindakan

intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat

untuk dianggap mampu melaksankan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan

tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukan sebagai kemahiran, ketetapan, dan

keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukkan sebagai

kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi

maupun etika. Menurut Muhibbin Syah kompetensi adalah kemampuan atau

kecakapan.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan

bahwa pengertian kompetensi guru adalah pengetahuan, keterampilan dan

kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari

dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik

dengan sebaik-baiknya.

Selanjutnya menurut Muhibbin Syah, dikemukakan bahwa kompetensi

guru adalahkemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-

kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Kompetensi guru juga dapat

diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang

ditampilkan dalam bentuk perilaku cerdas dan penuh tanggung jawab yang

dimiliki seorang guru dalam menjalankan profesinya . Menurut Mulyasa

kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal,

keilmuan, sosial, spiritual yang secara kaffah membentuk kompetensi standar

profesi guru yang mencakup penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta

didik, pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi dan

profesionalisme.

Jadi kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan

dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang

kompeten dan profesional adalah guru piawai dalam melaksanakan profesinya.

Page 132: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

129

Berdasarkan uraian di atas kompetensi guru dapat didefinisikan sebagai

penguasaan terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang

direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam menjalankan

profesi sebagai guru.

Guru sebagai agen pembelajaran diharapkan memiliki empat jenis

kompetensi guru. Empat kompetensi tersebut yakni kompetensi pedagogik,

sosial, kepribadian, dan kompetensi profesional.Sebelum membahas tentang

kompetensi sosial dan kepribadian, penulis uraikan secara singkat tentang

kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang

Guru Dan Dosen pada pasal 10 ayat (1) menyatakan “Kompetensi guru

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang

diperoleh melalui pendidikan profesi”.

Bahwa guru yang profesional itu memiliki empat kompetensi atau

standar kemampuan yang meliputi kompetensi Kepribadian, Pedagogik,

Profesional, dan Sosial. Kompetensi guru adalah kebulatan pengetahuan ,

keterampilan dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung

jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran. Sebagai agen

pembelajaran maka guru dituntut untuk kreatif dalam mnenyiapkan metode

dan strategi yang cocok untuk kondisi anak didiknya, memilih dan menetukan

sebuah metode pembelajaran yang sesuai dengan indikator

pembahasan. Dengan sertifikasi dan predikat guru profesional yang

disandangnya, maka guru harus introspeksi diri apakah saya sudah mengajar

sesuai dengan cara-cara seorang guru profesional. Sebab disadarai atau tidak

banyak diantara kita para pendidik belum bisa menjadi guru yang profesional

sebagai mana yang diharapkan dengan adanya sertifikasi guru sampai saat

ini.

A. Kompetensi kepribadian

Adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang

mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik,

dan berakhlak mulia. Sub kompetensi dalam kompetensi kepribadian meliputi:

1. Kepribadian yang mantap dan stabil meliputi bertindak sesuai dengan

norma sosial, bangga menjadi guru, dan memiliki konsistensi dalam

bertindak sesuai dengan norma.

2. Kepribadian yang dewasa yaitu menampilkan kemandirian dalam

bertindak sebagai pendidik dan memiliki etod kerja sebagai guru.

3. Kepribadian yang arif adalah menampilkan tindakan yang didasarkan pada

kemamfaatan peserta didik, sekolah dan masyarakat dan menunjukkan

keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.

Page 133: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

130

4. Kepribadian yang berwibawa meliputi memiliki perilaku yang berpengaruh

positif terhadappeserta didik dan memiliki perilaku yangh disegani.

5. Berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan meliputibertindak sesuai

dengan norma religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka menolong) dan memiliki

perilaku yang diteladani peserta didik.

B. Kompetensi Pedagogik

Kemampuan pemahaman terhadappeserta didik, perancangan dan

pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta

didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Sub

kompetensi dalam kompetensi Pedagogik adalah:

1. Memahami peserta didik secara mendalam yang meliputi memahami

peserta didik dengan memamfaatkan prinsip-prinsip perkembangan

kognitif, prinsip-prinsip kepribadian, dan mengidentifikasi bekal ajar awal

peserta didik.

2. Merancang pembelajaran,teermasuk memahami landasan

pendidikan untuk kepentingan pembelajaran yang meliputi memahmi

landasan pendidikan, menerapkan teori belajar dan pembelajaran,

menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta

didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar, serta menyusun

rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.

3. Melaksanakan pembelajaran yang meliputi menata latar

( setting) pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.

4. Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran yang meliputi

merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil

belajar secara berkesinambungan denga berbagai metode,menganalisis

hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat

ketuntasan belajar (mastery level), dan memamfaatkan hasil penilaian

pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara

umum.

5. Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai

potensinya meliputi memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan

berbagai potensi akademik, dan memfasilitasipeserta didik untuk

mengembangkan berbagai potensi nonakademik.

C. Kompetensi Profesional

Adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang

mencakup penguasaan materi kurikulummata pelajaran di sekolah dan

substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap

struktur dan metodologi keilmuannya. Sub kompetensi dalam kompetensi

Profesional adalah:

Page 134: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

131

a) Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi yang

meliputi memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah,

memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau

koheren dengan materi ajar, memahami hubungan konsep antar nmata

pelajaran terkait, dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam

kehidupan sehari-hari.

b) Menguasai struktur dan metode keilmuan yang meliputi menguasai

langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk membperdalam

pengetahuandan materi bidang studi.

D. Kompetensi Sosial

Kompetensi Sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan

bergaul secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang

tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar

Kode Etik Guru dan Dosen

Kode etik adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam

melaksanakan tugas dan kehidupan sehari-hari. Isi pokok kode etik guru dan

dosen:

1) Kewajiban beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

2) Menjunjung tinggi hukum dan peraturan yang berlaku

3) Mematuhi norma dan etika susila

4) Menghormati kebebasan akademik

5) Melaksanakan tridarma perguruan tinggi

6) Menghormati kebebasan mimbar akademik

7) Mengukuti perkembangan ilmu

8) Mengembangkan sikap obyektif dan universal

9) Mengharagai hasil karya orang lain

10) Menciptakan kehidupan sekolah/kampus yang kondusif

11) Mengutamakan tugas dari kepentingan lain

12) Pelanggaran terhadap kode etik guru dan dosen dapat dikenai

sanksi akademik, administrasi dan moral.

Rangkuman

Guru adalah seseorang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak

didiknya dan bertanggung jawab untuk mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, menilai dan mengevaluasi anak didiknya agar

bermanfaat dimasa yang akan datang.

Seorang guru harus mengetahui peran dan fungsinya yaitu:

a. Guru Sebagai Pendidik

b. Guru Sebagai Pengajar

Page 135: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

132

c. Guru Sebagai Pembimbing

d. Guru Sebagai Pemimpin

e. Guru Sebagai Pengelola Pembelajaran

f. Guru Sebagai Model dan Teladan

g. Sebagai Anggota Masyarakat

h. Guru Sebagai Administrator

i. Guru Sebagai Penasehat

j. Guru Sebagai Pembaharu (Inovator)

k. Guru Sebagai Pendorong Kreatifitas

l. Guru Sebagai Emansipator

m. Guru Sebagai Evaluator

n. Guru Sebagai Kulminator

Soal dan Alternatif Jawaban

1. Sebutkan dan jelaskan enam ranah berdasarkan taksonomi bloom.

Alternatif Jawaban:

1) Ranah Pengetahuan

Pengetahuan adalah ingatan tentang materi atau bahan yang sudah pernah

dipelajari (mengingat). Ketika mengetahui fakta kemudian dapat

mengingat kembali, maka sudah masuk ranah pengetahuan.

2) Ranah Pengertian

Pengertian atau pemahaman adalah kemampuan untuk menangkap arti

suatu materi atau informasi yang dipelajari. misalnya, kita tahu lingkaran

itu apa dan bagaimana sesuatu itu dapat disebut lingkaran. ketika kita

melihat berbagai macam bentuk bangun ruang, kita dapat mengenali yang

mana lingkaran itu.

3) Ranah Aplikasi

Aplikasi adalah kemampuan menerapkan materi atau informasi yang telah

dipelajari kedalam suatu keadaan baru dan konkret dengan hanya

mendapatkan sedikit pengarahan. Hal ini termasuk aplikasi dari suatu

aturan, konsep, metode dan teori guna memecahkan masalah.

Sederhananya, ketika dapat menerapkan apa yang telah diketahui pada

suatu keadaan baru yang berbeda. Contoh mudahnya ketika kita tahu apa

itu subjek dan objek. ketika kita dapat menyebutkan contoh yang berbeda

dari subjek dan objek dapat dikatakan sudah memiliki kemampuan aplikasi.

4) Ranah Analisis

Analisis adalah kemampuan memecahkan atau menguraikan suatu materi

atau informasi menjadi komponen-komponen yang lebih kecil sehingga

lebih mudah dipahami.dapat melihat hubungan antar komponen atau sebab

akibatnya.

Page 136: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

133

5) Ranah Sistesis

Sistesis adalah kemampuan untuk menyatukan bagian-bagian atau

komponen menjadi suatu bentuk yang lengkap dan unik.berlawanan

dengan analisis yang meminta untuk menguraikan menjadi komponen kecil

agar dapat terlihat sebab akibat atau hubungan antar komponen, maka

sintesis menyatukan komponen tersebut namun dalam bentuk yang

berbeda dari sebelumnya (membuat generalisasi).

6) Ranah Evaluasi

Evaluasi adalah kemampuan menentukan nilai suatu materi, pernyataan,

laporan, cerita atau lainnya dengan tujuan tertentu. Penilaian dilakukan

berdasarkan pada suatu kriteria yang baku dan jelas.

2. Salah satu hal yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah-

sekolah adalah kesiapan guru di dalam proses belajar mengajar termasuk

dalam penyusunan soal evaluasi untuk peserta didik. Buatlah masing-

masing satu soal untuk setiap ranah yang berbentuk essay yang tercakup

dalam taksonomi bloom.

Alternatif Jawaban:

Berikut contoh soal disetiap ranah.

1) Ranah Pengetahuan

Contoh: Siapakah yang memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada

17 Agustus 1945?

2) Ranah Pengertian

Contoh: Jika dilihat dari ciri-cirinya, apakah konsep kultus dewa raja pada

masa kerajaan hindu budha sama dengan konsep khalifatullah pada masa

kerajaan islam?

3) Ranah Aplikasi

Contoh: Pada masa megalithikum di Indonesia, masyarakat sudah

mengenal perdagangan. Konsep perdagangan seperti apakah yang

diterapkan masyarakat pada masa tersebut?

4) Ranah Analisis

Contoh: Pada masa politik etis, pendidikan mulai gencar digalakkkan di

daerah jajahan hindia belanda. kesejahteraan ditingkatkan melalui imigrasi

dan emigrasi. apa yang melatarbelakangi diterapkannnya politik etis di

Indonesia oleh pemerintah hindia belanda?

5) Ranah Sintesis

Contoh: Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, kehidupan masyarakat

Indonesia tidak dapat dikatakan baik. Kekacauan yang terjadi pasca

proklamasi berakibat buruk terhadap berbagai sektor dalam kehidupan.

Page 137: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

134

Jelaskan bagaimana keadaan umum perekonomian Indonesia pasca

kemerdekaan!

6) Ranah Evaluasi

Contoh: Banyak pendapat dari para ahli tentang masuk dan berkembangnya

Islam Nusantara, menurut mereka Islam masuk kemudian dengan jalan

damai melalui perdagangan, perkawinan, pendidikan, kesenian, dan politik.

Ketika Islam telah melembanga dalam sebuah kerajaan atau kesultanan,

adakalanya islam disebarkan oleh pihak kerajaan dengan jalan penaklukan

dan peperangan dengan daerah lain. Dari kenyataan tersebut, tepatkah

pendapat yang menyatakan Islam tersebar di Nusantara dengan jalan

damai?

3. Jelaskan perbedaan teori behaviorisme dengan humanistik!

Alternatif Jawaban:

1) Teori Behaviorisme

Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku

individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena

jasmaniah, dan mengabaikan aspek–aspek mental. Dengan kata lain,

behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan

individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-

refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.

Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh

perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku

organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau

mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional;

behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan

oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan

pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang

memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan

membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin”

(Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan

bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan,

mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya

latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan

kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang

diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa

tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan

atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku

belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan

stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkah

Page 138: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

135

laku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil

belajar.

2) Teori Humanistik

Pengertian humanistik yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya

dalam dunia pendidikan mengundang berbagai macam arti pula. Sehingga perlu

adanya satu pengertian yang disepakati mengenai kata humanistik dala

pendidikan. Dalam artikel “What is Humanistik Education?”, Krischenbaum

menyatakan bahwa sekolah, kelas, atau guru dapat dikatakan bersifat

humanistik dalam beberapa kriteria. Hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa

tipe pendekatan humanistik dalam pendidikan. Ide mengenai pendekatan-

pendekatan ini terangkum dalam psikologi humanistik.

Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic Psychologist”

Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik.

Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang

dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian

manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang

dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah

“sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk

melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut

sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya

memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.

Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif

yang terdapat dalam domain afektif, misalnya ketrampilan membangun dan

menjaga relasi yang hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan

kepercayaan, penerimaan, keasadaran, memahami perasaan orang lain,

kejujuran interpersonal, dan pengetahuan interpersonal lainnya. Intinya adalah

meningkatkan kualitas ketrampilan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari.

Selain menitik beratkan pada hubungan interpersonal, para pendidikan yang

beraliran humanistik juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang

membantu anak didik untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat,

berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan, dan berfantasi.

Pendidik humanistik mencoba untuk melihat dalam spektrum yang luas

mengenai perilaku manusia. “Berapa banyak hal yang bisa dilakukan manusia?

Dan bagaimana aku bisa membantu mereka untuk melakukan hal-hal tersebut

dengan lebih baik?

4. Jelaskan tentang Teori Belajar Konstruktivistik!

Page 139: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

136

Alternatif Jawaban:

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat

generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda

dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan

yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori

kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun

atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya

sesuai dengan pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru

kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa

yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif

dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu

keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru.

Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih

menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai

penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga

dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi

belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir

seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa

”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang

ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan

yang dimiliki.

5. Apa yang Anda ketahui mengenai Teori Kecerdasan Majemuk?

Alternatif Jawaban:

Teori kecerdasan majemuk (KM) adalah validasi tertinggi gagasan bahwa

perbedaan individu adalah penting. Pemakaiannya dalam dunia pendidikan

sangat tergantung pada pengenalan, pengakuan, dan penghargaan terhadap

setiap atau berbagai cara siswa belajar, di samping pengenalan, pengakuan, dan

penghargaan terhadap setiap minat dan bakat masing-masing pembelajar. Teori

KM bukan hanya mengakui perbedaan individual ini untuk tujuan-tujuan

praktis seperti pengajaran dan penilaian, tetapi juga menganggap serta

menerimanya sebagai suatu yang normal, wajar, bahkan menarik dan sangat

berharga.

Kecerdasan majemuk pada dasarnya merupakan pengembangan dari

kecerdasan otak (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual

(SQ). Setiap orang memiliki cara yang unik untuk menyelesaikan persoalan yang

sedang dihadapinya. Kecerdasan merupakan kemampuan yang dimiliki

seseorang untuk melihat suatu masalah, lalu menyelesaikan masalah atau

membuat sesuatu yang berguna bagi orang lain (Handy Susanto, 2005).

Page 140: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

137

Ketujuh kecerdasan yang diidentifikasikan oleh Gardner (1983) adalah: (1)

kecerdasan linguistik berkaitan dengan bahasa; (2) kecerdasan logis-matematis

berkaitan dengan nalar logika dan matematika; (3) kecerdasan spasial

berkaitan dengan ruang dan gambar; (4) kecerdasan musikal berkaitan dengan

musik, irama dan bunyi atau suara; (5) kecerdasan badani-kinestik berkaitan

dengan badan dan gerak tubuh; (6) kecerdasan interpersonal berkaitan dengan

hubungan antarpribadi, sosial; (7) kecerdasan interpersonal berkaitan dengan

hal-hal yang sangat mempribadi.

6. Bagaimana pandangan anda terhadap profesionalisme guru selama ini?

Alternatif Jawaban:

Profesionalisme guru sangat berhubungan secara signifikan dengan

kompetensi yang dimiliki oleh guru, artinya guru yang tidak memiliki

kompetensi berarti tidak profesional. Karea guru tidak profesional, maka

kualitas proses pembelajaran rendah dan akhirnya mutu pandidikan juga

rendah. Dan secara umum kebanyakan guru kita mempunyai kualitas yang

rendah, hal ini disebabkan karena guru-guru kita tidak mampu melakukan

inovasi pembelajaran. Hal ini terjadi karena guru-guru kita belum banyak yang

mendapatkan pembinaan dan pengembangan profesi guru.

Page 141: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

138

DAFTAR PUSTAKA

Abuddin, Nata. 2009. Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta:

Prenada Media Group.

Ahmadi, Abu dan Tri, Prasetya Joko. 2005. SBM Strategi Belajar Mengajar.

Alsa, Asmadi. 2008. Pendekatan Behavioristik

Amstrong, Thomas. 2002. Setiap Anak Cerdas: Panduan Membantu Anak Belajar

dengan Memanfaatkan Multiple Intelligence-Nya. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka.

Anonymous. 2011. Teori Belajar Behavioristik

Armstrong, T. 2002. Sekolah Para Juara : Menerapkan Multiple Intelegences di

Dunia Pendidikan. Bandung: Kaifa.

Bruce, J., Marsh, W. 2010. Model Teaching. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Dahar, R.W. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, P2PLTK.

Delfi, Refny. 2007. Kecerdasan Ganda (Multiple Intelligences). Jakarta:

Universitas Terbuka.

Djaali. 2011. Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Djamarah, S. B, Aswan, Z. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Rineka Cipta.

Kingsoka, Karom. 2010. Teori Belajar Sibernetik dan Penerapannya dalam Proses

Belajar Mengajar.

Moedjiono dan Dimyati, Moh. 1993. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:

DEPDIKBUD.

Purwanto, Ngalim. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakar.

Ramayulis. 2001. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Cet Ketiga. Jakarta:

Kalam Mulia.

Riyanti, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarata: Prenada Media

Group.

Sumantri, Mulyani dan Permana, Johar. 1999. Strategi Belajar

Mengajar. Jakarta: DEPDIKBUD.

Tim Penyusun. 2006. Bahan Ajar Belajar dan Pembelajaran. Padang: Universitas

Negeri Padang.

Tohirin. 2005. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja

Grapindo Persada.

Trisuminar. 2011. Tinjauan Filsafati (Otologi,Epistomologi dan Aksiologi

Manajemen Pembelajaran Berbasisi Teori Sibernetik).

Usman, M. Basyruddin. 2002. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Cet I.

Jakarta. Ciputat Pers.

Page 142: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

139

RIWAYAT PENULIS

Iswadi, M. Pd dilahirkan di desa Mesjid Laweung, 01 November 1979 sebagai

anak kelima dari sembilan bersaudara. Ayah nya bernama Mohd Amin dan Ibu

bernama Hamidah. dia telah memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (2005)

kemudian melanjutkan Kursus Perguruan Lepas Ijazah (KPLI) di Institut

Perguruan Darul Aman Malaysia (2006) dan menyelesaikan program Magister

Pendidikan di Unsyiah (2009). Sejak sekolah dasar hinggga sekolah menengah

penulis selalu optimis belajar . Hal itu membawa nya ke luar negeri ketika

selesai menempuh Program Sarjana Pendidikan Biologi di Universitas Serambi

Mekkah Aceh. penulis mendapatkan beasiswa penuh dari pemerintah Malaysia

pada tahun 2006. Selanjutnya, prestasi yang sudah dia ukir di bangku sarjana

dan KPLI tidaklah cukup bagi nya untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa.

Tahun 2007 dia terus berusaha untuk menjadi yang terbaik untuk Indonesia

dengan kuliah melalui Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) yang

merupakan program beasiswa dari Dikti untuk dosen di Magister Administrasi

Pendidikan Universitas Syiah Kuala. Alhasil juga lulus tepat waktu pada Tahun

2009 , dan saat ini sedang menyelesaikan studi di program doktoral Manajemen

Pendidikan Universitas Negeri Jakarta dengan program Beasiswa Unggulan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, saat ini penulis juga berprofesi

sebagai dosen tetap di STKIP Kusuma Negara Jakarta, Kegiatan mengajar telah

di mulai sejak masih mahasiswa tahun 2004, yaitu sejak menjadi staf pengajar

di pesantren Oemar Dian Indrapuri Aceh Besar dilanjutkan dengan staf pengajar

di SMA Negeri 5 Banda Aceh, SMA Negeri 4 Banda Aceh, staf SMA Negeri 10 Fajar

Harapan, MAS Ruhul Islam Anak Bangsa dan SMA Lab School Unsyiah.

Disamping itu, begitu selesai pendidikan sarjana di Universitas Serambi Mekkah

Aceh, dia langsung menjadi asisten dosen di fakultas Tarbiyah UIN Ar-Raniry

Banda Aceh. Selanjutnya dia juga aktif sebagai dosen STIK Pantekulu Banda

Aceh. Sekembali dari studi di Malaysia tahun 2006 dia langsung diangkat

menjadi Dosen tetap di Universitas Serambi Mekkah Aceh. Namun tetap aktif

mengajar di PTS lainnya seperti Universitas Abulyatama Aceh, Universitas

Iskandar Muda Aceh, STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh, Akademi

Kebidanan Saleha Banda Aceh, dan sejak tahun 2015 telah pindah unit kerja

menjadi dosen tetap di STKIP Kusuma Negara Jakarta sekaligus dosen lepas di

Page 143: menekankan pada pemberian menga

Teori Belajar

140

Universitas Mr. Moestopo (beragama) Jakarta. Di bidang birokrasi akademik

dia pernah menjabat sebagai Pembantu Dekan III FKIP Universitas Serambi

Mekkah Aceh. Kiprah nya di bidang politik juga pernah berperan sebagai Ketua

Rumah Kreasi Indonesia Hebat Provinsi Aceh periode 2014-2019, yaitu salah

satu organisasi relawan Jokowi-JK pada saat pilpres tahun 2014 lalu dan sukses

bersama tim mewujudkan kemenangan Jokowi-JK sebagai presiden dan wakil

presiden periode 2014-2019.

Di samping itu, dia aktif juga di bidang sosial karena saat ini dia sedang

menjabat sebagai Ketua Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Aceh

periode 2015–Sekarang. Di bidang pendidikan, dia pernah menjadi Koordinator

Tim Perumus Simposium Guru dan Tenaga Kependidikan Kemdikbud RI Tahun

2015. dia bersama tim akademisi sudah berhasil merumuskan prosiding dan

jurnal dari karya-karya guru se-Indonesia.

“Orang Yang Memahami Orang Lain Adalah Bijaksana,Orang Yang Memahami

Diri Sendiri Bebas dari Prasangka (Loo Tzu, Filsuf China)’’