pemberian kuasa bab 16 kuhperdata
TRANSCRIPT
KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
BAB KE ENAM BELAS
Tentang Pemberian Kuasa
A. Definisi
Menurut Pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seorang
memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk
atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.
B. Mengenai Pemberian Kuasa
Dalam jaman yang penuh kesibukan, kadang seseorang tidak
sempat menyelesaikan urusannya sendiri. Oleh karena itu ia memerlukan
jasa orang lain untuk menyelesaikan urusannya terseut. Orang ini
kemudian diberikan kekuasaan atau wewenang untuk menyelesaikan
urusan tersebut atas namanya. Yang dimaksudkan dengan
“menyelenggarakan suatu urusan” adalah melakuikan sesuatu “perbuatan
hukum” yaitu suatu perbuatan yang mempunyai suatu “akibat hukum”.
Orang yang diberikan kuasa dinamakan “jurukuasa” atau “kuasa”
saja, yaitu mereka yang melakukan perbuatan hukum tersebut “atas nama”
orang yang memberikan kuasa atau juga dapat dikatakan bahwa ia
“mewakili” si pemberi kuasa. Artinya adalah bahwa apa yang dilakukan
oleh si kuasa itu adalah “atas tanggungan” si pemberi kuasa dan segala
hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan yang dilakukannya itu
menjadi tanggungan si pemberi kuasa.
Pemberian kuasa itu menerbitkan “perwakilan”, yaitu adanya
seorang yang mewakili orang lain untuk melakukan suatu perbuatan
hukum.
Kuasa dapat diberikan dan diterima dalam suatu akte umum, dalam
suatu tulisan di bawah tangan, bahkan dalam sepucuk surat ataupun
dengan lisan. Kekuasaan atau wewenang yang diberikan untuk melakukan
perbuatan hukum atas nama orang lain dalam bahasa Belanda dinamakan
“volmacht”, dalam bahasa Inggris dinamakan “power of attorney”.
Pemberian kuasa terjadi dengan cuma-cuma, kecuali jika
diperjanjikan sebaliknya. Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus,
yaitu mengenai hanya satu kepentingan tertantu atau lebih, atau secara
umum yaitu melalui segala kepentingan si pemberi kuasa.
Mengenai kecakapan hukum seorang perempuan bersuami, sudah
berlaku suatu yurisprudensi yang menganggap pasal 108 B.W tidak
berlaku lagi, sehingga perempuan yang bersuami itu sekarang adlah
sepenuhnya cakap untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum sendiri,
tanpa memerlukan ijin tertulis atau bantuan dari suaminya.
C. Sifat Pemberian Kuasa
Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, diketahui bahwa
pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seorang
memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk
atas namanya menyelenggarakan suatu urusan (Pasal 1792 KUH Perdata).
Kuasa dapat diberikan dan diterima dalam suatu akta umum, dalam
suatu tulisan di bawah tangan, bahkan dalam bentuk sepucuk surat
ataupun dengan lisan. Penerimaan suatu kuasa dapat pula terjadi secara
diam-diam dan disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh si kuasa.
(Pasal 1793 KUH Perdata).
Pemberian kuasa terjadi dengan cuma-cuma, kecuali jika
diperjanjikan sebaliknya. Jika dalam hal yang terakhir, upahnya tidak
ditentukan dengan tegas, si kuasa tidak boleh meminta upah yang lebih
daripada yang ditentukan dalam pasal 441 untuk wali. (Pasal 1794 KUH
Perdata).
Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu mengenai
hanya satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu
meliputi segala kepentingan si pemberi kuasa. (Pasal 1795 KUH Perdata).
Pemberian kuasa yang dirumuskan dalam kata-kata umum, hanya
meliputi perbuatan-perbuatan pengurusan. Untuk memindahtangankan
benda-benda atau untuk meletakkan hipotik di atasnya, atau lagi untuk
membuat suatu perdamaian, atau pun sesuatu perbuatan lain yang hanya
dapat dilakukan oleh seorang pemilik, diperlukan suatu pemberian kuasa
dengan kata-kata yang tegas. (Pasal 1796 KUH Perdata).
Si kuasa tidak diperbolehkan melakukan sesuatu apapun yang
melampaui kuasanya, kekuasaan yang diberikan untuk menyelesaikan
suatu urusan dengan jalan perdamaian, sekali-kali tidak mengandung
kekuasaan untuk menyerahkan perkataan kepada putusan wasit. (Pasal
1797 KUH Perdata).
Orang-orang perempuan dan orang-orang belum dewasa dapat
ditunjuk menjadi kuasa, tetapi si pemberi kuasa tidaklah mempunyai suatu
tuntutan hukam terhadap orang-orang belum dewasa, selain menurut
ketentuan-ketentuan umum mengenai perikatan-perikatan yang diperbuat
oleh orang-orang belum dewasa, dan terhadap orang-orang perempuan
bersuami, ia pun tidak mempunyai tuntutan hokum selain, menurut aturan-
aturan yang dituliskan dalam bab ke lima dan ke tujuh Buku ke satu dari
Kitab Undang-undang ini. (Pasal 1798 KUH Perdata).
Si pemberi kuasa dapat menggugat secara langsung orang dengan
siapa si kuasa telah bertindak dalam kedudukannya, dan menurut
daripadanya pemenuhan perjanjiannya. (Pasal 1799 KUH Perdata).
a.1. Tentang Kewajiban-Kewajiban Si Kuasa
Si kuasa diwajibkan, selama ia belum dibebaskan,
melaksanakan kuasanya dan ia menanggung segala biaya,
kerugian dan bungan yang sekiranya dapat timbul karena tidak
dilaksanakannya kuasa itu. Begitu pula diwajibkan
menyelesaikan urusan yang telah mulai dikerjakannya pada
waktu si pemberi kuasa meninggal jika dengan tidak segera
menyelesaikannya dapat timbul sesuatu kerugian. (pasal 1800).
Tugas yang telah disanggupi harus dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya dan dalam waktu yang setepatnya, jika tidak si
penerima kuasa dapat dianggap melalaikan kewajibannya,
untuk mana ia dapat dituntut mengganti kerugian yang
ditimbulkan karena kelalaian itu. Misalnya seorang jurukuasa
diwajibkan membeli surat-suart sero (andil), tetapi karena ia
tidak segara melakukannya, surat sero tersebut telah naik sekali
harganya, ia dapat dianggap sebagai telah melalaikan
kewajibannya. Kalau si pemberi kuasa meninggal, sedangkan
ada urusan yang sudah dikerjakan oleh si kuasa maka urusan
itu harus diselesaikannya dengan baik dahulu sebelum ia
dibolehkan mengundurkan diri. Dengan demikian kita lihat
bahwa meskipun dengan meninggalnya si pemberi kuasa itu,
pemberian kuasa berakhir (pasal 1813), tetapi si jurukuasa
harus bekerja terus untuk menyelesaikan urusannya dahulu
barulah ia akan dibebaskan setelah melaporkan hasilnya
kepada para ahliwaris dan pertanggung jawab itu diterima baik
oleh mereka.
Si kuasa tidak saja bertanggung jawab tentang perbuatan-
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, tetapi juga tentang
kelalaian-kelalaian yang dilakukannya dalam menjalankan
kuasanya. Namun itu tanggung jawab tentang kelalaian-
kelalaian bagi seorang yang dengan cuma-cuma menerima
kuasa adalah tidak sebegitu berat seperti yang dapat diminta
dari seorang yang untuk itu menerima upah. (pasal 1801).
Kalau seorang kuasa diwajibkan melaksanakan tugasnya
sebaik-baiknya, maka dengan sendirinya ia tidak saja dapat
dipertanggungjawabkan untuk akibat-akibat dari perbuatan
yang dilakukan dengan sengaja, tetapi juga untuk akibat-akibat
kelalaian atau kealpaan di dalam menjalankan tugasnya.
Kemudian adalah wajar untuk memberikan keringanan kepada
seorang jurukuasa yang sama sekali tidak menerima upah.
Si kuasa diwajibkan memberikan laporan tentang apa yang
diperbuatnya dan memberikan perhitungan kepada si pemberi
kuasa tentang segala apa yang telah diterimanya berdasarkan
kuasanya, sekalipun apa yang diterimanya itu tidak seharusnya
dibayar kepada si pemberi kuasa. (pasal 1802).
Si kuasa bertanggung jawab untuk orang yang telah ditunjuk
olehnya sebagai penggantinya dalam melaksanakan kuasanya:
a. jika ia tidak diberikan kekuasaan untuk
menunjuk seorang lain sebagai
penggantinya.
b. Jika kekuasaan itu telah diberikan
kepadanya tanpa penyebutan seorang
tertentu, sedanngkan orang yang dipilihnya
itu ternyata seorang yang tak cakap atau tak
mampu.
Si pemberi kuasa senantiasa dianggap telah memberikan
kuasanya kepada si kuasa untuk menunjuk seorang lain sebagai
penggantinya untuk urusan benda-benda yang terletak di luar
wilayah Indonesia di lain pulau daripada yang di tempat
tinggal si pemberi kuasa. Dalam segala hal, si pemberi kuasa
dapat secara langsung menuntut orang yang ditunjuk oleh si
kuasa sebagai penggantinya itu. (pasal 1803).
Hak seorang jurukuasa untuk menunjuk seorang lain sebagai
penggantinya dinamakan hak substitusi. 1
Dari ketentuan berikut, dapat disimpulkan sebagai berikut:
Jika dalam pemberian kuasa diberikan hak substitusi dengan
menyebutkan nama pengganti tersebut, maka apabila si kuasa
pada suatu waktu menunjuk orang tersebut untuk
menggantikannya, ia bebas dari sesuatu tanggung jawab
mengenai pelaksanaan kuasa selanjutnya, jika diberikan hak
substitusi tanpa menyebutkan si pengganti, maka si kuasa
hanya bertanggung jawab kalau si pemberi kuasa membuktikan
bahwa yang ditunjuk sebagai pengganti itu seorang yang tak
cakap atau tak mampu, akhirnya jika sama sekali tidak ada
penyebutan tentang hak substitusi, maka si kuasa bertanggung
jawab sepenuhnya untuk orang yang ditunjuknya sebagai
penggantinya.
Jika di dalam akta yang sama ditunjuk berbagai orang kuasa,
maka terhadap mereka tidak diterbitkan suatu perikatan
tanggung-menanggung, selain sekadar hal yang demikian itu
ditentukan dengan tegas. Ketentuan ini adalah sesuai dengan
1 Subekti, R. 1995. Aneka Perjanjian. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
asas umum dalam hukum perjanjian bahwa tanggung jawab
secara tanggung-menanggung di antara berbagai debitur harus
secara tegas diperjanjikan dengan kreditur mereka. (pasal
1804).
Si kuasa harus membayar bunga atas uang-uang pokok yang
dipakainya guna keperluannya sendiri, terhitung mulai saat ia
memakai uang-uang itu, dan mengenai uang-uang yang harus
diserahkannya pada penutupan perhitungan, bunga itu dihitung
mulai hari ia dinyatakan lalai. (pasal 1805). Bunga yang
dimaksudkan disini adalah “bunga moratoir”2 sebesar enam
persen setahun.
Si kuasa yang telah memberitahukan secara sah tentang hal
kuasanya kepada orang dengan siapa ia mengadakan suatu
perjanjian dalam kedudukannya sebagai kuasa itu, tidaklah ia
bertanggung jawab tentang apa yang terjadi di luar batas kuasa
itu, kecuali jika ia secara pribadi telah mengikatkan diri untuk
itu. (pasal 1806).
Selama seorang jurukuasa bertindak dalam batas-atas
wewenangnya, ia adalah aman. Semua tanggung jawab dipikul
oleh orang yang memberi kuasa. Tetapi apabila ia bertindak di
luar batas kewenangannya, misalnya menyetujui hal yang tidak
boleh disetujuinya, maka ia bertanggung jawab baik kepada si
pemberi kuasa maupun kepada orang yang dengan siapa ia
telah mengadakan suatu perjanjian.
a.2. Tentang Kewajiban-Kewajiban Si Pemberi Kuasa
Si pemberi kuasa diwajibkan memenuhi perikatan-perikatan
yang diperbuat oleh si kuasa menurut kekuasaan yang ia telah
2 Ibid.,p.6.
berikan kepadanya. Ia tidak terikat pada apa yang telah
diperbuat selebihnya dari pada itu, selain sekadar ia telah
menyetujuinya secara tegas atau secara diam-diam. (pasal
1807).
Dalam semua perjanjian yang dibuat oleh seorang jurukuasa
atas nama si pemberi kuasa, orang yang memberi kuasa inilah
yang menjadi pihak dan sebagai pihak ini ia memperoleh
segala hak dan memikul segala kewajiban yang timbul dari
perjanjian-perjanjian itu. Bahwa ia berhak untuk secara
langsung menggugat orang dengan siapa si kuasa telah
bertindak dalam kedudukannya, sudah ditegaskan dalam pasal
1799.
Si pemberi kuasa diwajibkan mengembalikan kepada si kuasa
persekot-persekot dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh
orang ini untuk melaksanakan kuasanya, begitu untuk
membayar upahnya jika ini telah diperjanjikan. Jika si kuasa
tidak melakukan sesuatu kelalaian, maka si pemberi kuasa
tidak dapat meluputkan diri dari kewajiban mengembalikan
persekot-persekot dan biaya-biaya serta membayar upah
tersebut di atas sekalipun urusannya tidak berhasil. (pasal
1808).
Bahwa urusannya tidak berhasil, tidak dapat dipersalahkan
kepada si kuasa asal ia telah mengerjakannya dengan sebaik-
baiknya dan bertindak dalam batas wewenangnya. Si pemberi
kuasa tetap wajib memenuhi semua kewajibannya terhadap
jurukuasanya. Misalnya seorang pengacara yang tidak berhasil
memenangkan perkaranya tetap berhak atas honorariumnya
dan pengembalian semua persekot dan biaya yang telah
dikeluarkan untuk kepentingan si pemberi kuasa.
Begitu pula si pemberi kuasa harus memberikan ganti rugi
kepada si kuasa tentang kerugian-kerugian yang diderita
sewaktu menjalankan kuasanya, asal dalam hal itu si kuasa
tidak telah berbuat kurang hati-hati. (pasal 1809).
Si pemberi kuasa harus membayar kepada si kuasa bunga atas
persekot-persekot yang telah dikeluarkan oleh si kuasa,
terhitung mulai dari dikeluarkannya persekot-persekot itu.
(pasal 1810).
Jika seorang kuasa diangkat oleh berbagai orang mewakili
suatu urusan yang merupakan urusan mereka bersama, maka
masing-masing dari mereka adlaah bertanggung jawab untuk
seluruhnya terhadap si kuasa mengenai segala akibat dari
pemberian kuasa itu. (pasal 1811).
Kalau dibandingkan dengan pasal 1804, maka ternyata
keadaannya adalah sebaliknya yaitu kalau dalam hal yang
diatur oleh pasal 1804 satu orang pemberi kuasa berhadapan
dengan beberapa orang kuasa maka dalam hal yang diatur oleh
pasal 1811 satu orang jurukuasa berhadapan dengan beberapa
orang pemberi kuasa. Dalam hal yang pertama, ternyata
undang-undang tidak menetapkan adanya tanggung jawab
secara tanggung menanggung di antara para penerima kuasa
sedangkan dalam hal yang terakhir ditetapkan bahwa beberapa
orang pemberi kuasa itu bertangggung jawab secara tanggung
menanggung terhadap si penerima kuasa.
Si kuasa adalah berhak untuk menahan segala apa kepunyaan si
pemberi kuasa yang berada di tangannya, sekian lamanya,
hingga kepadanya telah dibayar lunas segala apa yang dapat
dituntutnya sebagai akibat pemberian kuasa. (pasal 1812).
Hak yang diberikan kepada jurukuasa untuk menahan barang
kepunyaan si pemberi kuasa, sampai pada yang terakhir ini
memenuhi kewajiban-kewajibannya terhadap dia, dinamakan
hak retensi 3 , yaitu suatu hak seperti yang diberikan juga kepada
seorang tukang yang mengerjakan sesuatu pada barang
seorang.
a.3. Tentang Bermacam-macam Cara Berakhirnya Pemberian Kuasa
Pemberian kuasa berakhir dengan ditariknya kembali kuasanya
si kuasa dengan pemberitahuan penghentian kuasanya oleh si
kuasa dengan meninggalnya, pengampuannya atau pailitnya si
pemberi kuasa maupun si kuasa, dengan perkawinannya si
perempuan yang memberikan atau menerima kuasa. (pasal
1813).
Pemberian kuasa tergolong pada perjanjian dimana prestasi
sangat erat hubungannya dengan pribadi para pihak. Mengenai
kawinnya seorang perempuan yang memberikan atau
menerima kuasa, dengan lahirnya yurisprudensi yang
mengenggap seorang perempuan yang bersuami sepenuhnya
cakap menurut hukum, ketentuan yang berkenaan dengan
kawinnya seorang perempuan, dengan sendirinya tidak berlaku
lagi.
Si pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya manakala
itu dikehendakinya dan jika ada alasan untuk mengembalikan
kuasa yang dipegangnya. (pasal 1814).
Yang dimaksudkan oleh ketentuan ini adalah bahwa si pemberi
kuasa dapat menghentikan kuasa itu “at any time” asal dengan
pemberitahuan penghentian dengan mengingat waktu yang
3 Ibid.,p.6.
secukupnya. Bila si kuasa tidak mau menyerahkan kembali
kuasanya secara sukarela, ia dapat dipaksa berbuat demikian
lewat pengadilan.
Penarikan kembali yang hanya diberitahukan kepada si kuasa,
tidak dapat dimajukan terhadap orang-orang pihak ketiga, yang
karena mereka tidak mengetahui tentang penarikan kembali itu,
telah mengadakan suatu perjanjian dengan si kuasa, ini tidak
mengurangi tuntutan si pemberi kuasa kepada si kuasa. (pasal
1815).
Dalam praktek penarikan kembali itu diumumkan dalam
beberapa surat kepada para pihak atau relasi yang
berkepentingan. Bahwa si pemberi kuasa dapat menuntut
jurukuasa yang melakukan tindakan-tindakan tanpa dasar
hukum, adalah sudah semestinya.
Pengangkatan seorang kuasa baru, untuk menjalankan suatu
urusan yang sama, menyebabkan ditariknya kembali kuasa
yang pertama, terhitung mulai hari diberitahukannya kepada
orang yang belakangan ini tentang pengangkatan tersebut.
(pasal 1816).
Si kuasa dapat membebaskan diri dari kuasanya dengan
pemberitahuan penghentian kepada si pemberi kuasa. Jika
namun itu pemberitahuan penghentian ini baik karena ia
dilakukan dengan tidak mengindahkan waktu, maupun karena
salahnya si kuasa, membawa rugi bagi si pemberi kuasa, maka
orang ini harus diberikan ganti rugi oleh si kuasa, kecuali
apabila si kuasa berada dalam keadaan tak mampu meneruskan
kuasanya dengan tidak membawa rugi yang tidak sedikit bagi
dirinya sendiri. (pasal 1817).
Kalau si pemberi kuasa dapat mengakhiri atau menarik
kembali kuasanya setiap waktu manakala itu dikehendakinya
(pasal 1814), begitu pula dari pihaknya si penerima kuasanya,
asal dengan mengindahkan waktu secukupnya dalam
memberitahukan penghentian kepada si pemberi kuasa.
Jika si kuasa tidak sadar akan meninggalnya si pemberi kuasa
atau akan adanya sesuatu sebab lain yang mengakhiri
kuasanya, maka apa yang diperbuatnya di dalam ketidaksadara
itu adalah sah. Dalam hal itu segala perikatan yang dibuat oleh
si kuasa harus dipenuhi terhadap orang-orang pihak ketiga
yang beritikad baik. (pasal 1818).
Apabila ada orang pihak ketiga yang beritikad buruk, yaitu
sudah mengetahui adanya hal-hal yang menyebabkan
berakhirnya pemberian kuasa (misalnya sudah mengetahui
tentang sudah meninggalnya si pemberi kuasa), maka itu
merupakan suatu hal yang (dalam proses di muka hakim) harus
dibuktikan oleh para ahliwarisnya si pemberi kuasa.
Jika si kuasa meninggal, para ahli warisnya harus
memberitahukan hal itu kepada si pemberi kuasa, jika mereka
tahu tentang adanya pemberian kuasa, dan sementara itu
mengambil tindakan-tindakan yang perlu menurut keadaan
bagi kepentingan si pemberi kuasa, atas ancaman mengganti
biaya, kerugian dan bunga, jika ada alasan untuk itu. (pasal
1819).
Pemberian kuasa ada kaitannya dengan “perwakilan”, yaitu
bahwa pemberian kuasa itu merupakan sumber perwakilan, di
samping sumber lainnya, yaitu undang-undang. Pemberian
kuasa dan perwakilan menerbitkan suatu keadaan yang mirip
dengan apa yang dalam hukum Anglo-Saxon dinamakan
agency dan ada kemiripan pula dengan trust.
D. Trust
Trust adalah suatu lembaga populer dan khas dalam hukum Inggris
(Anglo-Saxon). Pada pokoknya dalam apa yang dinamakan trust ini ada
suatu kekayaan yang dipercayakan kepada seorang untuk dipelihara atau
diurus bagi kepentingan seorang ketiga yang dinamakan “beneficiary”.
Orang yang mempercayakan kekayaan itu dinamakan “trustor”, sedang
yang dipercayai dinamakan “trustee”. Trust dapat dilahirkan baik dari
suatu persetujuan (perjanjian) maupun dari suatu wasiat (testament).
Dalam hal diadakan dengan suatu persetujuan (perjanjian), ia ada
sedikit mirip dengan apa yang terkandung dalam B.W. dinamakan
perjanjian dengan janji untuk pihak ketiga (“derden-beding”) menurut
pasal 1317. Namun ada perbedaannya pula. Dalam derden-beding itu
beding-nya bagi pihak ketiga tersebut merupakan suatu embel-embel dari
suatu perjanjian pokok yang dibuat oleh dua orang lain, sedasng dalam
halnya trust perjanjian itu semata-mta dibuat untuk menciptakan trust
tersebut.
Dalam hal trust dilahirkan dari suatu wasiat (testament), maka ia
menyerupai suatu legaat dengan sebuah beban (last) dimana last ini berupa
suatu “bewind” (pengurusan) oleh suatu pihak. Namun ada perbedaannya,
yaitu beban atau last yang diadakan guna keuntungan orang ketiga itu
dalam B.W. merupakan suatu embel-embel lagi sebagaimana halnya
dengan derden-beding, padahal testament yang melahirkan trust itu dalam
hukum Inggris dibuat semata-mata untuk keperluan menciptakan trust
tersebut.
E. Agency
Menurut hukum B.W dan W.v.K., selain mencakup pengertian
berdasarkan terjemahan (yaitu perwakilan) juga mencakup perwakilan
berdasarkan undang-undang. Agency dapat dikatakan mencakup semua
peraturan kita yang terkandung dalam perjanjian “lastgeving” dari B.W.
ditambah dengan peraturan perihal makelar dan komisioner dari W.v.K.
Agency dilahirkan dengan suatu perbuatan yang dilakukan dengan suatu
perbuatan yang digolongkan pada kategori persetujuan atau perjanjian
yang dinamakan “contract of agency”.
Satu hal yang sama adalah bahwa baik agency maupun pemberian
kuasa (lasgeving menurut B.W.) kedua-duanya dapat terjadi secara diam-
diam dalam arti bahwa baik penerimaan kuasa oleh seorang jurukuasa
(menurut B.W) maupun penerimaan “attorney” oleh seorang agent dapat
dilakukan secaara diam-diam, yaitu dengan tidak membantah atau
mengajukan keberatan terhadap suatu penyerahan kuasa (“attorney”)
ataupun secara diam-diam menjalankan kuasa yang telah diberikan (B.W.
pasal 1793 ayat 2).
F. Kesimpulan
Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seorang
memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang
menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu
urusan. Pemberian kuasa terjadi dengan cuma-cuma, kecuali
jika diperjanjikan sebaliknya. Pemberian kuasa dapat dilakukan
secara khusus, yaitu mengenai hanya satu kepentingan tertantu
atau lebih, atau secara umum yaitu melalui segala kepentingan
si pemberi kuasa. Orang yang diberikan kuasa dinamakan
“jurukuasa” atau “kuasa” saja, yaitu mereka yang melakukan
perbuatan hukum tersebut “atas nama” orang yang memberikan
kuasa atau juga dapat dikatakan bahwa ia “mewakili” si
pemberi kuasa. Si kuasa tidak diperbolehkan melakukan
sesuatu apapun yang melampaui kuasanya. Pemberian kuasa
ada kaitannya dengan “perwakilan”, yaitu bahwa pemberian
kuasa itu merupakan sumber perwakilan, di samping sumber
lainnya, yaitu undang-undang. Pemberian kuasa dan
perwakilan menerbitkan suatu keadaan yang mirip dengan apa
yang dalam hukum Anglo-Saxon dinamakan agency dan ada
kemiripan pula dengan trust.
G. Saran
Sebaiknya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dibentuk
suatu bab tersendiri mengenai pembahasan “perwakilan” karena ternyata
ada perbedaan antara permberian kuasa dengan perwakilan.
Lebih menjelaskan kembali perihal penggantian rugi terhadap si
kuasa bilamana si pemberi kuasa meninggal saat berlangsungnya kuasa
tersebut.
H. Daftar Pustaka
Subekti, R. 2004. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: PT.
Pradnya Paramita.
Subekti, R. 1995. Aneka Perjanjian. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Subekti, R. 2008. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta : PT.
Intermasa.