lpku gagal nafas

31
LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL NAFAS A.Pengertian Menurut Somantri (2007) gagal pernapasan didefinisikan sebagai gangguan pernafasan yang meluas dimana fungsi pernapasan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Menurut Smeltzer dan Bare (2004) gagal nafas (respiratory failure) terjadi ketika pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat mengimbangi laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tekanan oksigen arterial kurang dari 60 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida menjadi lebih dari 50 mmHg (hiperkapnia). Menurut Muttaqin Arif ( 2008 ) gagal nafas adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi hipoksemia, hiperkapnea (peningkatan konsentrasi karbondioksida arteri), dan asidosis

Upload: dewi-puji-astuti

Post on 12-Nov-2015

73 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

hhjh

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL NAFAS

A.PengertianMenurut Somantri (2007) gagal pernapasan didefinisikan sebagai gangguan pernafasan yang meluas dimana fungsi pernapasan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.

Menurut Smeltzer dan Bare (2004) gagal nafas (respiratory failure) terjadi ketika pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat mengimbangi laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tekanan oksigen arterial kurang dari 60 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida menjadi lebih dari 50 mmHg (hiperkapnia).Menurut Muttaqin Arif ( 2008 ) gagal nafas adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi hipoksemia, hiperkapnea (peningkatan konsentrasi karbondioksida arteri), dan asidosisA. Etiologi Gagal Nafas Akut

Penyebab gagal nafas akut dapat dikategorikan berdasarkan struktur anatomi pernapasan yaitu sebagai berikut :

1. Intrapulmonal

Faktor-faktor penyebab yang termasuk intrapulmonal adalah :

a. Saluran napas bawah dan alveoli misalnya pada pasien COPD,Asthma,pneumonia dan sebagainya.

b. Sirkulasi pulmonal misalnya adanya emboli pulmonal.

c. Membran alveolar kapiler seperti pada pasien Acut Respiratory Distress Syndrome (ARDS),inhalasi gas beracun,overdosis obat dan sebagainya.

2. Ekstrapulmonal

Faktor-faktor penyebab gagal napas yang termasuk ekstrapulmonal adalah:

a. Otak,misalnya akibat overdosis obat.

b. Spinal Cord,misalnya pada Guillain-Bare Syndrome

c. Sistem neuromuscular,misalnya pada Myastenia Gravis

d. Thorax,akibat obesitas masif

e. Pleura,misalnya pada efusi pleura

f. Obstruksi saluran napas atas misalnya akibat sleep apnea

B. Klasifikasi Gagal Napas Akut

Menurut pola ketidaknormalan gas darah,gagal napas akut diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Tipe I,gagal napas hipoksemia (Hypoxaemic respiratory failure)

Gagal napas ini ditandai adanya PaO2 kurang dari 50 mmHg dan PCO2 masih dalam batas normal atau turun.Mekanisme patofisiologi dasar yang menyebabkan gagal napas tipe ini biasanya adalah adanya kombinasi ketidaksesuaian antara ventilasi dan perfusi atau ventilation perfusion (V/Q) Mismatching dan adanya right to left shunting.

2. Tipe II,gagal napas hiperkapnia atau (Hipetcapnic respiratory Failure)

Gagal napas ini ditandai adanya PaCO2 > 45 mmHg,diikuti PaO2 yang turun atau kemungkinan masih dalam batas normal.Mekanisme patofisiologi dasar yang menyebabkan gagal napastipe ini adalah disebabkan oleh hipoventilasi alveoli.C. Patofisiologi Gagal Napas Akut

Hiposekmia adalah keadaan rendahnya kadar oksigen dalam darah yang disebabkan oleh gangguan pertukaran gas dan merupakan tipikal dari keseluruhan gagal napas akut (Smeltzer and Bare 2004).Hiperkapnia dapat terjadi tergantung pada penyebab utama yang mendasari gagal napas.Penyebab utama hiposekmia adalah :

1. Hipoventilasi Alveolar

2. Ventilation/perfusion ( V/Q ) mismatching.

3. Intrapulmonary shunting.Gagal napas akut tipe I biasanya terjadi akibat ventilation/perfusion V/Q mismatching dan intrapulmonary shunting,sementara gagal napas tipe II biasanya terjadi akibat hipoventilasi alveoli yang mungkin dapat V/Q mismatching dan intrapulmonary shunting.

1. Hipoventilasi alveoli (Alveolar Hipoventilation)

Hipoventilasi alveoli terjadi ketika jumlah oksigen yang dibawa ke alveoli tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.Ini biasa terjadi sebagai akibat dari meningkatnya kebutuhan metabolisme oksigen atau menurunnya ventilasi.Hipoksemia yang disebabkan oleh hipoventilasi alveoli berhubungan dengan hiperkapnia dan umumnya terjadi akibat gangguan-gangguan diluar paru-paru (extrapulmonary disorders).2. Ventilation/Perfusion (V/Q ) Mismatching.

V/Q mismatching terjadi ketika aliran darah dan ventilasi tidak seiring di berbagai area di paru-paru melebihi batas normal.Darah yang melewati alveoli yang sudah terventilasi untuk kebutuhan perfusi,meninggalkan area ini dengan membawa oksigen kurang dari normal.V/Q mismatching merupakan penyebab hipoksemia yang paling sering dan biasanya terjadi akibat sebagian alveoli mengalami kolaps atau terisi oleh cairan.

3. Intrapulmonary Shunting.

Intrapulmonary shunting merupakan bentuk V/Q mismatching yang paling ekstrim.Ini terjadi ketika darah mencapai sistem arteri tanpa melalui proses pertukaran gas. Akibatnya terjadi percampuran antara darah yang tidak teroksigenasi (shunted) dan darah yang sudah teroksigenasi yang pada akhirnya dapat menyebabkan turunnya kadar oksigen dalam darah. Intrapulmonary shunting terjadi ketika darah melewati sebagian paru-paru dan tidak mengalami proses ventilasi. Ini dapat terjadi akibat alveoli mengalami kolaps akibat adanya atelektasis atau alveoli telah punuh terisi oleh nanah,darah atau cairan lainnya. Jika keadaanini berlangsung terus menerus maka hipoksemia dapat berlanjut pada defisit oksigen pada tingkat tingkat sel. Pada saat ini terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen dimana kebutuhan oksigen terus berlanjut sementara penyediaan oksigen terus berkurang. Akibatnya terjadi hipoksia jaringan. Penurunan oksigen pada tingkat sel akan berkontribusi pada gangguan perfusi jaringan dan terbentuklah asidosis asam (lactic acidosis) dan sindrom disfungsi multi organ(multiple organ dysfungtion syndrome).E. Pathway F. Manifestasi Klinis Gagal Nafas Akut

Manifestasi klinis gagal nafas menurut Hopkins (2013) adalah sebagai berikut:1. Takipnea

2. Sianosis pada kulit dan membran mukosa

3. Pernafasan dangkal dan sesak(dyspnea)

4. Retraksi area interkosta dan suprasternal pada saat inspirasi.

5. Hipoksemia biasanya tidak berespon terhadap pemberian terapi oksigen karena adanya intrapulmonary shunting,namun tidak demikian pada hipoksemia akibat rasio ventilasi perfusi yang rendah.

6. Hipoksia serebral,misalnya cemas,bingung,iritabel,kurang kooperatif,mengantuk dan sebagainnya.

7. Hipoksia jantung,misalnya takikardia,disritmia,dan hipotensi.

8. Penurunan saturasi O2 :catatan :SaO2 50 mmHg,dihubungkan dengan kelebihan dosis obat,penyakit neuromuskular,abnormalitas dinding dada,dan gangguan jalan napas yang parah,seperti asma atau emfisema.10. Kejang (dapat terjadi pada hipoksemia berat)

ParameterHipoksemiaHiperkapnia

Sensori 1. Tidak dapat istirahat

2. Bingung

3. Jugdment yang buruk

4. Koma 1. Sakit kepala

2. Perubahan kesadaran

3. Koma

Respirasi 1. Sesak nafas

2. Pernafasan cepat dan dangkal-

Kulit 1. Sianosis

2. Kuku dan kulit pucat1. Kemerahan

2. Hangat

3. Lembab

Kardiovaskuler 1. Hipertensi dan takikardia ringan

2. Hipotensi dan bradikardia1. Hipertensi dan takikardia

G. Pemeriksaan Diagnostik

Beberapa pemeriksaan diagnostik ini yang sering digunakan dalam pemeriksaan pasien gagal nafas yaitu:

1. Analisis gas darah : Untuk mengetahui apakah klien mengalami asidosis metabolic dan alkalosis respiratorik atau sebaliknya. Hipoksemia :

a. Ringan : PaO2 < 80 mmHgb. Sedang : PaO2 < 60 mmHgc. Berat : PaO2 < 40 mmHg2. Pemeriksaan rontgen dada : Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui.3. Pemeriksaan fungsi paru : Penggunaan respirometer untuk menggetahui ada tidaknya gangguan obstruksi dan retraksi paru. FEV1 normal > 83%.4. Hematokrit,hemoglobin sel darah putih

5. Elektrolit6. EKG : adanya hipertensi pulmonal dapat dilihat pada EKG yang ditandai dengan perubahan gelombang P meninggi di sadapan II, III, aVF, serta jantung yang mengalami hipertrofi ventrikel kanan.7. Pemeriksaan sputum: yang di perhatikan ialah bau, warna dan kekentalan. Jika perlu lakukan kultur dan uji kepekatan terhadap kuman penyebab.H . Penatalaksanaan Medis1. Terapi oksigen: Pemberian oksigen dengan masker venturi2. Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau PEEP.3. Inhalasi nebulizer4. Fisioterapi dada5. Pemantauan status hemodinamik/jantung6. Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan7. Obat-obatan:a. Antibiotic: diberikan setelah dilakukan uji kultur sputum dan uji kepekaan terhadap kuman penyebab. b. Bronkodilatator, kartikosteroid, diuretic, digitalisI. Konsep Asuhan KeperawatanA. PENGKAJIAN 1. Identitas

a. Identitas Pasien

Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin, dan lain-lain.

b. Identitas Penanggung Jawab

Identitas penanggungjawab meliputi nama, umur, alamat, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan lain-lain.2. Pengkajian Tingkat Kesadaran : Dengan Nilai GCS : ( Glasglow Coma Scale)

Apakah klien berubah menjadi sensitif dan cepat marah (iritability), tanpak binggung (confusion), atau mengantuk (somnolent). Kaji kemampuan orientasi klien terhadap tempat dan waktu. Hal ini perlu diperhatikan karena gangguan funngsi paru akut dan berat sering direfeksikan dalam bentuk perubahan status mental.3. Pengkajian Primer

a. Airway : adanya sumbatan jalan nafas atau tidak ,Bunyi Nafas: Crekels , Ronchi , Wheexingb. Breathing : Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi. Menggunakan otot aksesori pernapasan. Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis.c. Circulation :

Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia Sakit kepala Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk Papiledema Penurunan haluaran urine CRT > 2 detik , Sianosisd. Disability :

Pengkajian ini bertujuan untuk menilai status neurologi secara cepat dan tepat. Salah satu alat pengkajian yang paling sering digunakan adalah pengkajian menggunakan metode AVPU. Secara urut pengkajian tersebut adalah:

a) A (Alert) jika pasien sadar dan berorientasi dengan baik

b) V (Verbal) jika pasien memberikan respon terhadap rangsang verbal

c) P (Pain) jika pasien memberikan respon terhadap rangsang nyeri

d) U (Unresponsive) jika pasien tidak memberikan respon terhadap rangsangan apapun.

Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan lainnya seperti pemeriksaan ukuran dan respon pupil terhadap cahaya, pemeriksaan adanya tanda atau gejala peningkatan tekanan intra cranial serta postur tubuh pasien.

e. Exposure:

Untuk menilai apakah pasien sesak nafas terjadi secara tiba-tiba , atau bertahap dalam onset, terus-menerus atau intermiten, berhubungan dengan kelelahan atau terjadi saat istirahat, dan mungkin terkait dengan posisi, seperti berbaring.4. Pengkajian Sekunder:a. S ( Sign and Symtomps ) : Sesak nafas , Takipneu ,Takhikardia ,Sianosis, sesak nafas terjadi secara tiba-tiba , atau bertahap dalam onset, terus-menerus atau intermiten, berhubungan dengan kelelahan atau terjadi saat istirahat, dan mungkin terkait dengan posisi, seperti berbaring, Batuk kering atau produktif ,Pasien gelisah,letargia, Nyeri pleuritik :nyeri dada saat inspirasi , Nyeri pada esofagusb. A ( Allergies ) : Adakah riwayat alergi dengan makanan atau obat ?

c. M ( Medication ) : Pengobatan yang sudah dilakukan ? Obat yang sudah dikonsumsi ?d. ( P ) Past Medical History : Mempunyai riwayat penyakit sebelumnya seperti AMI, DM,Hipertensi ?

Pernahkah mengalami komdisi serupa sebelumnya ? Riwayat Merokok

e. ( L) Last Oral Intake:

Makanan atau minuman terakhir dikonsumsi ?

Jam berapa

f. ( E ) Even Prociding Incident :

- Peristiwa yang mengawali terjadinya serangan atau penyakit pasien saat ini.5. Pengkajian FungsionalObservasi Tanda-tanda Vital

Tanda-tanda vital, bersama dengan observasi, merupakan bagian penting dari respiratory assessment, dan meliputi:

1) Tingkat pernapasan: ini harus diberi batas waktu lebih dari 30 detik, normal adalah antara 10 dan 20.

2) Denyut jantung: takikardia adalah tanda umum dalam gangguan pernapasan dan mencerminkan peningkatan aktivitas simpatik, bradikardia adalah tanda akhir dari hipoksia berat.

3) Tekanan darah: hipertensi atau hipotensi.

4) SpO2: pulse oximetry adalah yang paling penting dari tanda-tanda vital dalam penilaian pernapasan karena memberikan penilaian langsung oksigenasi dan panduan kebutuhan untuk inisiasi atau modifikasi terapi oksigen. Penurunan SpO2. SpO2 20x/menit atau karena penyakit sistemik seperti sepsis, perdarahan, syok, dan gangguan metabolic seperti diabetes militus, PalpasiMemperhatikan pelebaran ICS dan penurunan taktil fremitus yang menjadi penyebab utama gagal nafas, Pengembangan dada simetris atau tidak PerkusiPerkusi yang dilakukan dengan saksama dan cermat dapat ditemukan daerah redup- sampai daerah dengan daerah nafas melemah yang disebabkkan oleh peneballan pleura, efusi pleura yang cukup banyak, dan hipersonor, bila ditemukan pneumothoraks atau emfisema paru. AuskultasiAuskultasi untuk menilai apakah ada bunyi nafas tambahan seperti wheezing dan ronki serta untuk menentukan dengan tepat lokasi yang didapat dari kelainan yang ada.b. Sistem Kardiovaskuler

Monitor dampak gagal nafas pada status kardovaskuler meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT , EKG : adanya hipertensi pulmonal dapat dilihat pada EKG yang ditandai dengan perubahan gelombang P meninggi di sadapan II, III, aVF, serta jantung yang mengalami hipertrofi ventrikel kanan,

c. Sistem Neurologis

Pengkajian perubahan status mental penting dilakukan perawat karena merupakan gejala sekunder yang terjadi akibat gangguan pertukaran gas. Diperlukanan pemeriksaan GCS unruk menentukan tiingkat kesadaran. Alert, berorientasi dan tenang menunjukkan bahwa ada cukup pernapasan cadangan / kompensasi ada. Kemampuan untuk berbicara: kemampuan untuk berbicara dengan nyaman adalah penanda keparahan sesak napas, kemampuan untuk berbicara hanya dalam frase singkat atau kata-kata tunggal menunjukkan sesak napas berat. Gelisah, cemas, gelisah atau bingung: sementara ini mungkin merupakan masalah neurologis primer atau penyakit sistemik lainnya, hipoksia dapat hadir. iritabilitas, tidak kooperatif, gambaran dan reaksi pupil, penggunaan alat pengaman termasuk restrain, respon nyeri, dan refleks gag.d. Sistem Gastrointestinal Integritas mukosa bibir dan rongga mulut, kemampuan menelan, status nutrisi, diet, penggunaan Nasigastric Tube, peristaltik usus, ostomy, status defekasi, distensi perut, nyeri tekan dan sebagainya.Pengkajian terhadap status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhanya. Pada klien sesak nafas potensial terjadi kekurangan pemenuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dispnea saat makan, laju metabolisme, serta kecemasan yang dialami klien.e.Sistem Genitourinari Meliputi status eliminasi urin dan karakteristik dan jumlah urine output , penggunaan dan fungsi kateter urin dan sebagainya. Pengukuran volume output urin perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perlu memonitor adanya oliguria, karena hal tersebut merupaka tanda awal dari syok.f.Sistem Integumen dan Muskuloskeletal

Mencakup integritas kulit, fungsi pergerakan terutama terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar pasien seperti, makan, minum, kepersihan diri pasien (personal hygiene) dan lain-lain. Dikaji adanya edema ekstermitas, tremor, tanda-tanda infeksi pada ekstermitas, turgon kulit, kelembaban, pengelupasan atau bersik pada dermis/ integument.Hasil AGD abnormal :a. Gagal napas hipoksemia dicirikan dengan PaO2 normal atau rendah, kondisi ini paling sering terjadi dan disebabkan oleh semua penyakit paru akut (edema paru, pneumonia).b. Gagal napas hiperkapnia dicirikan dengan PaCO2>50 mmHg, dihubungkan dengan kelebihan dosis obat, penyakit neuromuskular, abnormalitas dinding dada, dan gangguan jalan napas yang parah, seperti asma atau emfisema.ParameterHipoksemiaHiperkapnia

Sensori 5. Tidak dapat istirahat

6. Bingung

7. Jugdment yang buruk

8. Koma 4. Sakit kepala

5. Perubahan kesadaran

6. Koma

Respirasi 3. Sesak nafas

4. Pernafasan cepat dan dangkal-

Kulit 3. Sianosis

4. Kuku dan kulit pucat4. Kemerahan

5. Hangat

6. Lembab

Kardiovaskuler 3. Hipertensi dan takikardia ringan

4. Hipotensi dan bradikardia2. Hipertensi dan takikardia

B. DIAGNOSA KEPERAWATANMenurut Muttaqin (2008) berikut ini diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan pada pasien dengan gagal napas antara lain :a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas

b. Gangguan pertukaran gas

c. Ketidakefektifan pola napas

d. Perubahan status nutrisi

e. Cemas

f. Kurang pengetahuanC. INTERVENSI KEPERAWATANMenurut American Association of Critical-Care Nurse (2013) berikut intervensi keperawatan pada pasien kritis antara lain :a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan denganobstruksi jalan napas (spasme jalan napas, pengumpulan sekresi, mukus berlebih), fisiologis (disfungsi neuromuskular, penyakit paru obstruktif kronis, infeksi, asma, dan trauma).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan jalan nafas pasien efektif dengan kriteria hasil :1) Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan dalam batas normal.2) Pernapasan pasien vesikuler.

3) Pasien tidak mengalami dispnea.

Intervensi:1) Auskultasi paru-paru pasien.

R/: mengevaluasi keefektifan bersihan jalan nafas.

2) Pertahankan suhu humidifier tetap hangat ( 35 37,8 C).

R/: Membantu mengencerkan sekret.

3) Anjurkan pasien batuk efektif.

R/: Mengeluarkan sekret pada jalan napas.

4) Lakukan penghisapan (suctioning).R/: Menjaga patensi jalan napas.

5) Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi.R/: Mengeluarkan sekresi yang berlebih.

6) Kolaborasi pemberian bronchodilator misalnya : aminofilin, albuteal dan mukolitik.

R/: Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas sekret.

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot-otot respirasi, sindrom hipoventilasi, disfungsi neuromuskular.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pola pernapasan yang efektif.

Kriteria Hasil :

1) Pasien menunjukkan frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal.2) Ekspansi dada simetris.3) Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan.Intervensi:

1) Monitor frekuensi, kedalaman dan kualitas pernafasan serta pola pernapasan.

R/: Kecepatan frekuensi dan kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas.2) Monitor tanda vital dan tingkat kesadaran setiap jam.

R/: Untuk mengetahui keadaan umum pasien.

3) Posisikan kepala tempat tidur pasien 45 derajat dan gunakan jalan nafas tambahan (jika tidak ada kontraindikasi).

R/: Untuk meningkatkan ekspansi paru yang lebih baik dan meningkatkan pertukaran gas.

4) Berikan bantuan ventilasi mekanik bila PaCO > 60 mmHg.R/: Untuk mencukupi suplai oksigen.

5) Berikan oksigen dalam bantuan ventilasi dan humidifier sesuai dengan indikasi. R/: Untuk mencukupi suplai oksigen.c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi-ventilasi.Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang adekuat.

Kriteria Hasil :

1) Status neurologis dalam rentang yang diharapkan.

2) Tidak ada dispnea, gelisah dan sianosis.

3) Gas darah dalam batas normal.

Intervensi :

1) Monitor saturasi oksigen.

R/: Pembacaan oksimetri nadi berkorelasi dengan PaO2. Jika SaO2 < 90% maka tidak memungkinkan perfusi dalam mencukupi suplai oksigen untuk jaringan dan organ-organ vital.

2) Monitor TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap jam.

R/: mengetahui status kesadaran pasien.

3) Monitor dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2.R/: Untuk mengidentifikasi tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia.

4) Memantau perubahan EKG cacat ritme , disritmia , atau konduksi jantung.R/: Hipoksia dapat menyebabkan disritmia yang mengancam jiwa yang membutuhkan perawatan yang muncul.

5) Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau PEEP.

R/: Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus dengan tekanan yang sesuai.

d. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan kemampuan mencerna.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi tercukupi.Kriteria hasil : albumin serum normal, tonus otot kuat.Intervensi :

1) Evaluasi kemampuan makan pasien.

R/: Pasien dengan selang endotrakeal harus terpenuhi kebutuhan makannya melalui parenteral atau selang makan.

2) Observai penurunan kekuatan otot dan kehilangan lemak subkutan. R/: Penurunan jumlah komponen gizi mengakibatkan penurunan cadangan energi pada otot dan dapat menurunkan fungsi otot pernapasan.

3) Timbang berat badan bila memungkinkan.

R/: Untuk mengetahui bahwa kehilangan berat badan 10 % merupakan abnormal.

4) Berikan masukan cairan sedikitnya 2500 cc/ hari.

R/: Untuk mencegah adanya dehidrasi.

5) Monitor pemeriksaan laboratorium : serum, glukosa, dan BUN/kreatinin.

R/: Memberikan informasi tentang dukungan nutrisi adekuat atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA

Flatten H.Gjerde S.Guttormsen AB.Haugen O.(2003).Outcome After Acute Respiratory Failure is More Dependent on Dysfunction in Other Vital Organs than Out The Severity of The Respiratory Failure.Critical care Hopkins, Trase.(2014). Intisari Medikal Bedah:Buku Praktek Klinik, edisi 3 Jakarta :EGC.Muttaqin, Arifin. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Smeltzer dan Bare. (2004). Brunner and Suddarts Medical Surgical Nursing. Philadelphia : Lippincot Williams & Wilkins.

Somantri, Irman. (2007). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.Tobin, Antony, Alicia Martin, Julian Van Dijk, Robert OBrien, Stuart Dilley & Mattew Williams. (2008). Clinical Skills in Hospitals Project Respiratory 1 and Respiratory 2. Melbourne : St Vincents Hospital.