referat gagal nafas akut

37
GAGAL NAFAS AKUT Definisi Distress pernafasan adalah suatu keadaan sistem respirasi melakukan kompensasi untuk memperbaiki pertukaran gas yang menurun dalam paru serta mempertahankan oksigenasi dan ventilasi. Gagal nafas adalah suatu sindrom dimana sistem respirasi gagal untuk melakukan pertukaran gas yaitu oksigenasi dan pengeluaran karbondioksida. Gagal napas dapat terjadi secara akut atau kronis. Gagal nafas akut adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa dimana analisa gas darah arterial dan status asam basa berada dalam batas yang membahayakan. Gagal nafas kronik terjadi secara perlahan dan gejalanya kurang jelas. Adanya kegagalan pernafasan dinyatakan apabila paru-paru tidak dapat lagi memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteri dan pembuangan karbondioksida. Ada beberapa tingkatan dari gagal pernafasan, dan dapat terjadi secara akut atau secara kronik. Kegagalan pernafasan kronik menyatakan gangguan fungsional jangka panjang yang menetap selama beberapa hari atau bulan dan mencerminkan adanya proses patologis yang mengarah kepada kegagalan dan proses komplikasi untuk menstabilkan keadaan. Gas-gas dalam darah dapat sedikit abnormal atau dalam batas normal pada saat istirahat, tetapi dalam keadaan di mana kebutuhan meningkat seperti pada sewaktu latihan maka gas-gas darah dapat jauh dari batas normal. 1

Upload: ovirizki

Post on 13-Apr-2016

158 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

gagal nafas pada anak

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Gagal Nafas Akut

GAGAL NAFAS AKUT

Definisi

Distress pernafasan adalah suatu keadaan sistem respirasi melakukan kompensasi untuk

memperbaiki pertukaran gas yang menurun dalam paru serta mempertahankan oksigenasi dan

ventilasi.

Gagal nafas adalah suatu sindrom dimana sistem respirasi gagal untuk melakukan

pertukaran gas yaitu oksigenasi dan pengeluaran karbondioksida. Gagal napas dapat terjadi

secara akut atau kronis. Gagal nafas akut adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa dimana

analisa gas darah arterial dan status asam basa berada dalam batas yang membahayakan. Gagal

nafas kronik terjadi secara perlahan dan gejalanya kurang jelas.

Adanya kegagalan pernafasan dinyatakan apabila paru-paru tidak dapat lagi memenuhi

fungsi primernya dalam pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteri dan pembuangan

karbondioksida. Ada beberapa tingkatan dari gagal pernafasan, dan dapat terjadi secara akut atau

secara kronik. Kegagalan pernafasan kronik menyatakan gangguan fungsional jangka panjang

yang menetap selama beberapa hari atau bulan dan mencerminkan adanya proses patologis yang

mengarah kepada kegagalan dan proses komplikasi untuk menstabilkan keadaan. Gas-gas dalam

darah dapat sedikit abnormal atau dalam batas normal pada saat istirahat, tetapi dalam keadaan

di mana kebutuhan meningkat seperti pada sewaktu latihan maka gas-gas darah dapat jauh dari

batas normal. Peningkatan kerja pernafasan mengurangi cadangan pernafasan dan pengurangan

aktivitas fisik adalah dua mekanisme utama untuk mengatasi insufisiensi pernafasan kronik.

Kegagalan pernafasan akut secara numerik didefinisikan bila PaO2 ≤ 50 sampai 60

mmHg atau dengan kadar CO2 ≥ 50 mmHg dalam keadaan istirahat pada ketinggian permukaan

laut. Alasan pemakaian definisi numerik berdasarkan gas-gas darah ini karena batas antara

insufisiensi pernafasan kronik dan kegagalan pernafasan tidak jelas dan tidak bisa berdasarkan

observasi klinis saja. Sebaliknya, harus diingat bahwa definisi berdasarkan gas-gas darah ini

tidak bersifat absolut. Makna dari angka-angka ini tergantung dari riwayat penyakit terdahulu.

Orang yang sebelumnya dalam keadaan sehat yang kemudian mengalami kelainan gas-gas darah

setelah mengalami kecelakaan hampir tenggelam dapat diperkirakan akan jatuh ke dalam

keadaan koma, sedangkan penderita PPOM dapat melakukan kegiatan fisik dalam batas tertentu

seperti dalam keadaaan gas darah yang sama.

1

Page 2: Referat Gagal Nafas Akut

Untuk lebih dapat memahami mengenai patofisiologi gagal nafas, terlebih dahulu akan

dijelaskan mengenai anatomi dan fisiologi pernapasan.

Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan

Saluran Pernafasan

Saluran pernafasan terdiri dari hidung, faring, laring, trakea bronkus, bronkus lobaris,

bronkus segmentalis, bronkiolus terminalis. Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang

merupakan unit fungsional paru-paru. Asinus terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus

alveolaris dan saccus alveolaris terminalis.

Otot-otot Pernafasan

Otot–otot pernafasan terdiri dari otot inspirasi dan otot ekspirasi. Otot pernafasan

inspirasi terdiri dari diafragma, m.intercostalis externa dan otot pernafasan tambahan

(m.scalenus dan m.sternocleidomastoideus). Otot pernafasan ekspirasi terdiri dari otot dinding

perut (m. rectus abdominis, m.obliqus internus dan externus m.transversus abdominis) dan

m.intercostalis interna. Otot pernafasan ekspirasi baru akan bekerja bila terdapat gangguan

pernafasan.

Gambar 1 Anatomi sistem pernafasan

2

Page 3: Referat Gagal Nafas Akut

Fungsi utama paru-paru dan dada adalah mengantarkan oksigen yang dihirup dari udara

ke dalam aliran darah dan secara bersamaan menghilangkan karbon dioksida dari darah

(pertukaran gas). Respirasi primer terjadi di unit terkecil paru-paru yaitu alveoli, dimana terjadi

pertukaran antara oksigen dan karbondioksida di alveoli dengan gas tersebut di darah. Kegiatan

bernapas terjadi dalam 3 proses yaitu (1). Transper oksigen ke dalam alveolus, (2). Transpor

oksigen ke jaringan dan (3). Pengeluaran karbondioksida dari darah ke lingkungan.

Setelah berdifusi ke dalam darah, oksigen akan berikatan dengan hemoglobin. Setiap

satu molekul hemoglobin mempunyai 4 tempat untuk berikatan dengan molekul oksigen, 1 g

hemoglobin dapat mengikat 1,38 mL oksigen. Jumlah oksigen yang berikatan dengan

hemoglobin tergantung dari PaO2 di dalam darah. Karbondioksida ditranspor dalam 3 bentuk

yaitu bentuk solusi sederhana, sebagai bikarbonat dan kombinasi dengan protein hemoglobin

(karbamino).

Aliran darah dan ventilasi akan selalu sesuai satu sama lain selama pertukaran gas yang

ideal, sehingga tercipta perbedaan gradien PaO2. Tidak semua alveoli diperfusi dan diventilasi

secara sempurna walaupun pada paru-paru yang normal. Beberapa alveoli akan underventilasi

dan lainnya kan overventilasi agar terjadi perfusi. Demikian jika terjadi ventilasi alveolar maka

beberapa alveoli akan ada yang underperfusi dan lainnya overperfusi. Keadaan ventilasi optimal

tetapi tidak ada perfusi disebut tinggi unit V/Q (dead space) dan perfusi optimal tanpa ventilasi

yang cukup disebut rendah unit V/Q (shunt).

Jumlah karbondioksida yang diproduksi pada kedaan stabil selalu konstan dan sesuai

dengan jumlah karbondioksida yang dikeluarkan oleh paru-paru [PaCO 2 = VCO2 x

0,862/Va]. Efisiensi pernapasan oleh paru-paru dapat dievaluasi dengan mengukur perbedaan

PaO2 arteri-alveolar, yaitu dengan persamaan:

PaO2 = FIO2 x (PB-PH2O) - PaCO2/R

PaO2 : Tekanan O2 di alveolar

FIO2 : fraksi konsentasi oksigen di dalam udara inspirasi

3

Page 4: Referat Gagal Nafas Akut

PB : tekanan barometrik

PH2O : tekanan air pada 370C

PaCO2 : tekanan karbondioksida di alveolar, diasumsikan sama dengan di arteri

R : rasio pertukaran napas, tergantung dari konsumsi oksigen dan produksi karbondioksida,

dalam keadaan istirahat VCO2/VO2 adalah 0,8.

Paru-paru yang normal juga mempunyai sedikit V/Q mismatch, sedikit shunt kanan-ke-

kiri dan PO2 alveolar yang sedikit lebih tinggi dari PO2 arteri. Hipoksemi pada penyakit paru

akan terjadi bila terjadi peningkatan PO2 alveolar-arteri sebesar 15-20 mmHg.

Fisiologi Pernafasan

Proses fisiologi pernafasan dimana oksigen dipindahkan dari udara ke dalam jaringan

dan karbondioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi menjadi 3 stadium seperti yang

dilukiskan pada gambar 2. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas

ke dalam dan ke luar paru-paru. Stadium kedua transportasi, yang terdiri dari beberapa aspek: 1)

difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksterna) dan antara darah

sistemik dan sel jaringan, 2) distribusi darah dalam sirkulasi pulmoner dan penyesuaiannya

dengan distribusi udara dalam alveolus, 3) reaksi kimia dan reaksi fisik dari oksigen dan

karbondioksida dengan darah. Stadium ketiga merupakan respirasi sel atau respirasi interna,

yaitu saat metabolit dioksidasi untuk mendapatkan energi dan karbondioksida terbentuk sebagai

sampah metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru.

4

Page 5: Referat Gagal Nafas Akut

Gambar 2 Tahap-tahap dalam proses pernafasan

Gambar 3 Difusi gas-gas melalui membran alveoli-kapiler

Kontrol terhadap Pernafasan

Otot-otot pernafasan diatur oleh pusat pernafasan yang terdiri dari neuron dan reseptor

pada pons dan medula oblongata. Pusat pernafasan merupakan bagian dari sistem saraf yang

mengatur semua aspek pernapasan. Faktor utama pada pengaturan pernafasan adalah respon dari

5

Page 6: Referat Gagal Nafas Akut

pusat kemoreseptor dan pusat pernafasan terhadap tekanan parsial karbondioksida (PaCO2) dan

pH darah arteri. Peningkatan PaCO2 atau penurunan pH merangsang pernafasan. Penurunan

parsial tekanan oksigen dalam darah arterial (PaO2) dapat juga merangsang ventilasi melalui

kemoreseptor perifer yang terdapat dalam badan karotis pada percabangan a.carotis comunis dan

dalam badan aorta dalam lengkung aorta. Akan tetapi PaO2 harus turun dari tingkat normal

sebesar 90-100 mmHg hingga mencapai sekitar 60 mmHg sebelum ventilasi mendapat

rangsangan yang cukup berarti.

Gambar 4 Kontrol terhadap pernafasan

Etiologi Gagal Nafas

Penyebab gagal napas dapat digolongkan sesuai kelainan primernya dan komponen

sistem pernapasan yaitu:

1. Gangguan sistem saraf pusat (SSP)

6

Page 7: Referat Gagal Nafas Akut

- Berbagai gangguan farmakologi, struktur dan metabolik pada SSP dapat

mendepresi dorongan untuk bernapas

- Hal ini dapat menyebabkan gagal napas hipoksemi atau hiperkapni yang akut

maupun kronis

- Contohnya adalah tumor atau kelainan pembuluh darah di otak, overdosis narkotik

atau sedatif, gangguan metabolik seperti miksedema atau alkalosis metabolik

kronis

2. Gangguan sistem saraf perifer, otot pernapasan dan dinding dada

- Gangguan pada kelompok ini adalah ketidakmampuan untuk menjaga tingkat

ventilasi per menit sesuai dengan produksi CO2

- Dapat meyebabkan hipoksemi dan hiperkapni

- Contohnya sindrom Guillan-Barre, distropi otot, miastenia gravis, kiposkoliosis

berat dan obesitas

3. Abnormalitas jalan napas

- Obstruksi jalan napas yang berat adlah penyebab umum hiperkapni akut dan kronis

- Contonhnya epiglotitis, tumor yang menenai trakea, penyakit paru obstruktif

kronis, asma dan kistik fibrosis

4. Abnormalitas alveoli

- penyakit yang ditandai oleh hipoksemi walaupun kompliksi hiperkapni dapat

terjadi

- contohnya adalah edema pulmoner kardiogenik dan nonkardiogenik, pneumonia

aspirasi, perdarahan paru yang masif

7

Page 8: Referat Gagal Nafas Akut

- gangguan ini berhubungan dengan shunt intrapulmoner dan peningkatan kerja

pernapasan

5. Penyebab umum gagal napas tipe I (hipoksemi)

- Emfisema dan bronkitis kronis (PPOK)

- Pneumonia

- Edema pulmoner

- Asma

- Pneumothorak

- Emboli paru

- Hipertensi arteri pulmoner

- Pneumokoniosis

- Penyakit paru granuloma

- Penyakit jantung kongenital sianosis

- Bronkiekstasi

- Sindrom distres pernapasan akut

- Sindrom emboli lemak

- Kiposkoliosis

- Obesitas

6. Penyebab umum gagal napas tipe II (hiperkapni)

8

Page 9: Referat Gagal Nafas Akut

- Emfisema dan bronkitis kronis (PPOK)

- Asma yang berat

- Overdosis obat

- Keracunan

- Miastenia gravis

- Polineuropati

- Kelainan otot primer

- Porphiria

- Kordotomi servikal

- Trauma kepala dan servikal

- Hipoventilasi alveolar primer

- Sindrom hipoventilasi pada obesitas

- Edema pulmoner

- Sindrom distres pernapasan akut

- Miksedema

- Tetanus

Patofisiologi Gagal Nafas

Gagal nafas dapat disebabkan oleh kelainan intrapulmoner maupun ekstrapulmoner.

Kelainan intrapulmoner meliputi kelainan pada saluran nafas bawah, sirkulasi pulmoner,

9

Page 10: Referat Gagal Nafas Akut

jaringan interstitial dan daerah kapiler alveolar. Sedangkan ekstrapulmoner berupa kelainan pada

pusat nafas, neuromuskular, pleura maupun saluran nafas atas.

Pemahaman mengenai patofisiologi gagal nafas merupakan hal yang sangat penting di

dalam hal penatalaksanaannya nanti. Secara umum terdapat 4 dasar mekanisme gangguan

pertukaran gas pada sistem respirasi, yaitu :

1. Hipoventilasi

2. Right to left shunting of blood

3. Gangguan difusi

4. Ventilation/perfusion mismatch, V/Q mismatch

Gambar 5 V/Q normal

Gambar 6 Unit pirau, tidak ada ventilasi tetapi perfusi normal, sehingga perfusi

terbuang sia-sia (V/Q=0)

Dari keempat mekanisme di atas, kelainan extrapulmoner menyebabkan hipoventilasi

sedangkan kelainan intrapulmoner dapat meliputi seluruh mekanisme tersebut.

10

Page 11: Referat Gagal Nafas Akut

Sesuai patofisiologinya gagal nafas dapat dibedakan dalam 2 bentuk yaitu hipoksemik

atau kegagalan oksigenasi dan hiperkapnik atau kegagalan ventilasi.

1. Kegagalan Oksigenasi (Gagal Nafas Tipe I/Hipoksemik)

Gagal nafas tipe I adalah kegagalan paru untuk mengoksigenasi darah, ditandai dengan

PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau menurun. Gagal nafas tipe I ini terjadi pada kelainan

pulmoner dan tidak disebabkan oleh kelainan ekstrapulmoner. Mekanisme terjadinya

hipoksemia terutama terjadi akibat :

- Gangguan ventilasi/perfusi (V/Q mismatch), terjadi bila darah mengalir ke bagian paru

yang ventilasinya buruk atau rendah. Keadaan ini paling sering. Contohnya adalah posisi

(terlentang di tempat tidur), ARDS, atelektasis, pneumonia, emboli paru, displasia

bronkopulmonal.

- Gangguan difusi yang disebabkan oleh penebalan membran alveolar atau pembentukan

cairan interstitial pada sambungan alveolar-kapiler. Contohnya adalah edema paru,

ARDS, pneumonia interstitial.

- Pirau intrapulmonal yang terjadi bila aliran darah melalui area paru-paru yang tidak

pernah mengalami ventilasi. Contohnya adalah malvormasi arterio-vena paru,

malvormasi adenomatoid kongenital.

Penderita dengan gagal nafas tipe hipoksik dapat dibagi ke dalam: gangguan pulmoner

non spesifik akut (ARDS), penyakit paru spesifik akut, dan penyakit paru progresif kronik.

1. Gangguan pulmoner non spesifik akut

Kelainan ini sering disebut ARDS (acute respiratory distress syndrome). Beberapa nama

lain yang dipergunakan yaitu shock lung, wet lung, white lung syndrome.

ARDS dapat terjadi pada penderita dengan penyakit paru atau paru yang normal. Paling

sering terjadi mengikuti pneumonia, trauma, aspirasi cairan lambung, overload cairan,

syok, pintasan kardiopulmoner, overdosis narkotik, inhalasi asap beracun atau kelebihan

oksigen.

Berbagai penyebab dari ARDS :

a. syok karena berbagai sebab

b. infeksi: sepsis gram negative, pneumonia viral, pneumonia bacterial.

11

Page 12: Referat Gagal Nafas Akut

c. trauma : emboli lemak, cedera kepala, kontusio paru.

d. aspirasi cairan : cairan lambung, tenggelam, cairan hidrokarbon

e. overdosis obat : heroin, metadon, propoxyphene, barbiturat.

f. inhalasi toksin, oksigen dengan konsentrasi, asap, bahan kimia korosif (NO2, Cl2,

NH3, Fosgen)

g. kelainan hematologik : koagulasi intravaskuler, transfusi masif, post

cardiopulmonary by pass

h. gangguan metabolik : pankreatitis, uremia

i. peningkatan intrakranial, eklampsia

Letak kelainan pada sindrom ini adalah pada membran alveolar kapiler, kerusakan pada

membran alveolar kapiler, kerusakan pada membran ini akan mengakibatkan terjadinya

gangguan pengambilan oksigen dengan akibatnya terjadinya hipoksemia. Kelainan terutama

berupa peningkatan permeabilitas membran tersebut sehingga terjadi kebocoran cairan yang

mula-mula mengisi jaringan interstitial antara endotelium kapiler dan epithelium alveolar,

kemudian proses berlanjut dengan pengisian cairan di ruang alveoli.

Patofisiologi ARDS dapat dibagi menjadi 4 tahapan, yaitu: 1) pada tahap ini mulai terjadi

kerusakan membran alveolar kapiler yang menimbulkan kebocoran cairan di jaringan interstitial,

2) karena kebocoran cairan berlanjut, paru menjadi lebih kaku dan compliance (kelenturan) paru

menurun, penurunan ini akan mengakibatkan terjadi penurunan ventilasi dan perbandingan

ventilasi-perfusi menurun sehingga terjadilah hipoksemia arterial, 3) akhirnya masuk dan

mengisi ruang alveoli, ventilasi sama sekali tidak terjadi, perbandingan ventilasi-perfusi menjadi

nol, maka terjadilah shunt atau pintasan, lebih banyak ruang alveoli yang terisi, lebih berat

pintasan intrapulmoner yang terjadi, dan tekanan oksigen arterial menjadi semakin menurun, 4)

terjadi penutupan ruang jalan napas terminalis dengan akibat terjadi atelektasis, penurunan

volume paru dan akan memperberat penurunan tekanan oksigen arterial. Tekanan CO2 arterial

tetap rendah disebabkan karena terjadi kompensasi berupa takipnea.

2. Penyakit paru spesifik akut

Termasuk dalam penyakit ini adalah pneumonia, edema paru dan atelektasis. Gangguan

fisiologis utama pada penyakit ini adalah pengisian alveoli (alveolar filling) dengan akibat

perbadingan V/Q menjadi nol. Pada pneumonia alveoli terisi material peradangan, sedangkan

12

Page 13: Referat Gagal Nafas Akut

pada edema terisi cairan transudat, dan pada kasus atelektasis tidak terjadinya ventilasi di unit

respirasi distal karena terjadinya kolaps jalan nafas.

3. Penyakit paru progresif kronik

Kelainan yang termasuk dalam kategori ini adalah fibrosis interstitial dan karsinoma

limfangitik. Keduanya jarang didapatkan pada anak-anak.

2. Kegagalan Ventilasi (Gagal Nafas Tipe II/Hiperkapnik)

Gagal nafas tipe II adalah kegagalan tubuh untuk mengeluarkan CO2, pada umumnya

disebabkan oleh kegagalan ventilasi yang ditandai dengan retensi CO2 (peningkatan PaCO2 atau

hiperkapnea) disertai dengan penurunan pH yang abnormal dan penurunan PaO2 atau

hipoksemia.

Kegagalan ventilasi biasanya disebabkan oleh hipoventilasi karena kelainan

ekstrapulmoner. Hiperkapnik yang terjadi karena kelainan extrapulmoner dapat disebabkan

karena 1) penekanan dorongan pernapasan sentral atau 2) gangguan pada respon ventilasi.

Penyakit-penyakit atau kedaan penyebab kegagalan ventilasi :

a. Ekstrapulmoner

- overdosis sedatif atau opiat

- stroke serebrovaskular

- koma

- hipotiroid

- kerusakan primer pusat nafas

- trauma dada (flail chest)

- cedera medula spinalis

- miastenia gravis

- poliomielitis

- amiotropik lateral sklerosis

- Penyakit Guillain Barre

- Sklerosis multipel

- Paralisis diafragma

- Distrofi muskuler

- Gangguan keseimbangan elektrolit (K,Ca,Mg,PO4)

13

Page 14: Referat Gagal Nafas Akut

- Neurotoksin (botulisme, difteria, tetanus)

- Obesitas

- Distensi abdominal

- Deformitas dinding dada

- Nyeri dada yang hebat

- Efusi pleura

- Obstruksi trakea

- Epiglotitis

- Hipertrofi tonsiler dan adenoid

- Peripheral sleep apnea

b. Pulmoner

- asma bronkial

- PPOK

- fibrosis kistik

- penyakit paru interstitisl

- atelektasis

- konsolidasi

- fibrosis

- edema paru

Gambaran Klinis

Manifestasi dari kegagalan pernafasan akut mencerminkan gabungan dari gambaran

klinis penyakit dasarnya, faktor-faktor pencetus, serta manifestasi hipoksemia dan hiperkapnea.

Dengan demikian gambaran klinisnya cukup bervariasi karena berbagai faktor dapat menjadi

pencetusnya. Ada atau tidaknya insufisiensi pernafasan kronik yang mendahuluinya, juga

merupakan faktor lain yang dapat memberikan perbedaan dalam gejala klinisnya.

Tanda dan gejala hipoksemia merupakan akibat langsung dari hipoksia jaringan. Tanda

dan gejala yang sering dicari untuk menentukan adanya hipoksemia seringkali baru timbul

setelah PaO2 mencapai 40 sampai 50 mmHg. Jaringan yang sangat peka terhadap penurunan

oksigen diantaranya adalah otak, jantung, dan paru-paru. Tanda dan gejala yang paling menonjol

adalah gejala neurologis, berupa sakit kepala, kekacauan mental, gangguan dalam penilaian,

14

Page 15: Referat Gagal Nafas Akut

bicara kacau, gangguan fungsi motorik, agitasi dan gelisah yang dapat berlanjut menjadi

delirium dan menjadi tidak sadar. Respons kardiovaskular yang mula-mula tehadap hipoksemia

adalah takikardi dan peningkatan curah jantung serta tekanan darah. Jika hipoksia menetap,

bradikardi, hipotensi, penurunan curah jantung dan aritmia dapat terjadi. Hipoksemia dapat

menyebabkan vasokonstriksi pada pembuluh darah paru-paru. Efek metabolik dari hipoksia

jaringan metabolisme anaerobik yang mengakibatkan asidosis metabolik. Meskipun sianosis

sering dianggap sebagai salah satu tanda hipoksia, tetapi tanda ini tidak dapat diandalkan. Gejala

klasik dispnea mungkin tidak ada, terutama bila ada penekanan pusat pernafasan seperti pada

kegagalan pernafasan akibat takar lajak narkotik.

Hiperkapnea yang tejadi dalam ruangan selalu disertai hipoksemia. Akibatnya tanda dan

gejala dari kegagalan pernafasan mencerminkan efek-efek hiperkapnea dan hipoksemia. Efek

utama dari PaCO2 yang meningkat adalah penekanan sistem s\araf pusat. Itulah sebabnya

mengapa hiperkapnea yang berat kadang-kadang disebut sebagai narkosis CO2. Hiperkapnea

mengakibatkan vasodilatasi serebral, peningkatan aliran darah serebral, dan peningkatan tekanan

intrakranial. Akibatnya timbulnya gejala yang khas, berupa sakit kepala, yang bertambah berat

sewaktu bangun tidur pada pagi hari karena PaCO2 sedikit menigkat pada waktu tidur. Tabda

dan gejala lain adalah edema papil, iritabilitas neuromuskular, alam perasan yang berubah-ubah,

dan rasa mengantuk yang terus bertambah, yang akhirnya akan menuju koma. Meskipun

peningkatan PaCO2 merupakan rangsangan yang paling kuat untuk bernafas, tetapi juga

mempunyai efek menekan pernafasan jika kadarnya melebihi 70 mmHg. Selain itu, orang

dengan PPOM dan hiperkapnea kronik akan menjadi tidak peka terhadap peningkatan PaCO2

dan menjadi tergantung pada dorongan hipoksia. Hiperkapnea menyebabkan konstriksi pada

pembuluh darah paru-paru, sehingga dapat memperberat hipertensi arteri pulmonalis. Jika

retensi CO2 sangat berat, maka dapat terjadi penurunan kontraktilitas miokardium, vasodilatasi

sistemik, gagal jantung, dan hipotensi. Hiperkapnea menyebabkan asidosis respiratorik yang

sering bercampur dengan asidosis metabolik jika terjadi hiposia. Campuran ini dapat

mengakibatkan penurunan yang serius dari pH darah. Respon kompensasi ginjal terhadap

asidosis respiratorik adalah reabsorpsi bikarbonat untuk mempertahankan pH darah tetap

normal. Respon ini memerlukan waktus ekitar 3 hari, sehingga asidosis respiratorik akan jauh

lebih berat jika awitannya cepat.

15

Page 16: Referat Gagal Nafas Akut

Kadar oksigen yang rendah dalam darah dapat menyebabkan sianosis. Kadar

karbondioksida yang tinggi dan penurunan dari pH darah dapat menyebabkan gangguan

kesadaran, antara lain bingung dan mengantuk. Kompensasi dari tubuh untuk mengatasi hal ini

dengan cara bernafas dengan dalam dan cepat. Namun bila keadaan paru tidak baik, usaha ini

tidak akan dapat mengatasi. Pada akhirnya keadaan kadar oksigen yang rendah menyebabkan

malfungsi otak dan jantung. Akibatnya terjadi penurunan kesadaran dan gangguan pada irama

jantung yang dapat menyebabkan kematian.

Gejala gagal nafas bervariasi tergantung dari penyebabnya. Pada anak dengan jalan nafas

yang tersumbat akibat aspirasi benda asing, terlihat megap-megap dan berusaha untuk bernafas.

Sedangkan pada keadaan intoksikasi, pasien terlihat lemah.

Penilaian klinis dari gagal nafas dapat digunakan kriteria sebagai berikut :

1. penggunaan otot pernafasan tambahan

2. takipnea

3. takikardia

4. keringat

5. pulsus paradoksus (jarang)

6. tidak dapat berbicara, keengganan untuk berbaring terlentang

7. agitasi, gelisah, penurunan kesadaran

8. gerakan nafas yang tidak sinkron*

9. respirasi paradoksal

10. respirasi alternan*

nb : tanda * menunjukkan tanda terjadinya kelelahan otot pernafasan

Penilaian Fungsi Pernafasan

Penilaian fungsi pernafasan tidak boleh diabaikan dalam perawatan pernafasan yang

adekuat, tidak hanya untuk keperluan mendapatkan diagnosis yang tepat tetapi juda untuk

penilaian respons terhadap pengobatan. Pemeriksaan AGD memberikan informasi yang berharga

bukan hanya untuk menentukan berat dan jenis kegagalan pernafasan tetapi juga untuk

mengenali mekanisme yang terlibat.

Suatu normogram dapat membantu untuk menentukan apakah kegagalan pernafasan

hiperkapnea timbul akut ataukronik atau apakah terjadi gangguan asam-basa campuran. Gambar

16

Page 17: Referat Gagal Nafas Akut

di bawah ini menunjukkan hubungan antara PaCO2 dan pH dan perubahan-perubahan yang

terlihat pada gangguan keseimbangan asam-basa respiratorik atau metabolik. Data yang jatuh

pada pita tertentu biasanya mencerminkan gangguan primer, dan data yang jatuh di luar pita

mencerminkan gangguan campuran. Perlu ditekankan persamaan-persamaan berikut :

- asidosis respiratorik = hiperkapnea = hipoventilasi alveolar

- alkalosia respiratorik = hipokapnea = hiperventilasi alveolar

Titik yang behuruf pada normogram menggambarkan nilai-nilai yang sering ditemukan

pada kegagalan pernafasan. Tiap penurunan mendadak yang berat pada ventilasi yang berakibat

retensi CO2 dalam darah akan menyebabkan asidosis respiratorik akut (C). Asidosis ini sering

diperberat oleh asidosis metabolik yang memang telah ada akibat kelebihan asam laktat yang

dihasilkan oleh hipoksia jaringan dan yang juga menimbulkan penurunan ventilasi (B)

Kompensasi ginjal terhadap peningkatan PaCO2 adalah retensi HCO3- untuk mempertahankan

pH darah tetap normal. Proses ini umumnya memerlukan waktu sekitar 3 hari. Dengan demikian

titik D menunjukkan hiperkapnea kronik yang sering ditemukan pada pasien-pasien PPOM.

Titik E dapat mencerminkan hiperkapnea akut yang sebagian terkompensasi atau campuran dari

hiperkapnea akut dan kronik yang tejadi jika seorang pasien PPOM mengalami infeksi

pernafasan. Titik F menunjukkan campuran hiperkapnea kronik dan alkalosis metabolik, yang

dapat disebabkan oleh koreksi cepat hiperkapnea dengan ventilasi buatan. Jika PaCO2 menurun

dengan cepat pada orang asidosis respiratorik yang terkompensasi (hiperkapnea) di mana

akibatnya HCO3- menurun, maka terdapat kelebihan bikarbonat basa (alkalosis metabolik)

samapi ginjal dapat mengekskresi kelebihannya. Titik G menunjukkan hiperventilasi kronik

(alkalosis respiratorik) yang lazim dijumpai pada kegagalan pernafan hipoksemia. Titik A

menunjukkan hiperkapnea ringan. Bentuk akut dan kronik tidak dapat dibedakan kecuali nila

PaCO2 sebelumnya pasien itu diketahui.

Diagnosis

Diagnosis gagal napas akut atau kronik dimulai jika ada gejala klinik yang muncul.

Gejala klinis pada gagal napas terdiri dari tanda kompensasi pernapasan yaitu takipneu,

penggunaan otot pernapasan tambahan, restriksi intrakostal, suprasternal dan supraklavikular.

Gejala peningkatan tonus simpatis seperti takikardi, hipertensi dan berkeringat. Gejala hipoksia

17

Page 18: Referat Gagal Nafas Akut

yaitu perubahan status mental misalnya bingung atau koma, bradikardi dan hipotensi. Gejala

desaturasi hemoglobin yaitu sianosis.

Ada beberapa keadaan di mana setiap orang dapat mengenali adanya kegagalan

pernafasan. Contohnya adalah henti jantung, obstriuksi lengakp dari saluran nafas atas, cedera

kepala yang serius sehingga menghentikan mekanisme pernafasan, atau pernafasan yang tidak

wajar pada orang sianotik. Namun demikina, pada banyak pasien, kegagalan pernafasan dapat

tidak terlihat jelas. Awitan kegagalan pernafasan terjadi perlahan-lahan pada kebanyakan orang

dengan insufisiensi pernafasan yang kronik. Tanda dan gejala mungkin tidak khas dan sangat

tidak sesuai dengan beratnya gangguan pernafasan sampai keadaan menjadi sangat gawat. Sikap

yang sangat waspada diperlukan untuk mengenali setiap kasus kegagalan pernafasan. Dengan

demikian klinisi perlu utnuk sangat mencurigai adanya kegagalan pernafasan dan siap untuk

melakukan analisa gas-gas darah arteria (AGD) merupakan satu-satunya jalan untuk membuat

diagnosis pasti. Pada umumnya, PaCO2 yang mencapai 50 mmHg atau lebih atau PaO2 mencapai

50 sampai 60 mmHg atau kurang pada ketinggian permukaan laut diterima sebagai petunjuk

adanya kegagalan pernafasan.

Kriteria Diagnosis

Kriteria diagnosis menurut Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak

adalah :

1. Anamnesa

Penurunan aktivitas dan perubahan status mental, keluhan nafas pendek, sesak atau sakit

kepala. Riwayat menelan benda asing dan infeksisaluran nafas atas sebelumnya.

2. Pemeriksaan Fisik

Peningkatan upaya nafas dan perubahan pola serta frekuensi nafas, takikardia, retraksi

dinding dada, suara nafas melemah, sianosis, letargi/kesadaran menurun. Pulsus

paradoksus > 30 mmHg. Hasil analisa gas darah PaO2 < 60 mmHg, PaCO2 > 45 mmHg,

pH < 7,3.

Gejala dan tanda pada gagal napas tidak spesifik karena tergantung pada penyebab gagal

napas dan kondisi pasien sebelumnya seperti:

18

Page 19: Referat Gagal Nafas Akut

- Edema pulmoner kardiogenik, jika ada riwayat disfungsi ventrikel kiri atau

penyakit katup jantung.

- Adanya gejala penyakit jantung seperti sakit dada, paroxysmal nocturnal

dyspneu dan orthopneu.

- Edema nonkardiogenik, dapat terjadi pada sindrom distres pernapasan akut

karena sepsis, trauma, aspirasi, pneumonia, pankreatitis, toksisitas obat dan

transfusi yang multipel.

Pemeriksaan Fisik

Tanda dan gejala pada gagal napas akut tidak spesifik, tergantung dari penyakit yang

mendasarinya dan termasuk tipe hipoksemi atau hiperkapni. Gejala lokal pada paru-paru yang

menyebabkan hipoksemi akut seperti pnemonia, edema pulmoner, asma atau PPOK dapat

muncul. Pada pasien dengan sindrom distress pernapasan akut, gejala dapat muncul dari luar

thorak seperti nyeri abdomen atau patah tulang panjang. Gejala neurologis dapat muncul seperti

gelisah, lelah, bingung, kejang, bahkan koma.

Pasien akan bernapas dengan cepat dan nadi yang cepat. Penyalit paru dapat

menimbulkan suara yang berbeda pada saat auskultasi, pada asma terdapat wheezing dan

pada penyakit paru obstruktif akan terdapat crackles. Pada pasien gagal napas karena

ganguan ventilasi terjadi gasping dan penggunaan otot leher pada saat bernapas untuk

membantu pengembangan dada.

Asterixis, terjadi pada hiperkapni berat. Takikardi dan aritmia terjadi karena hipoksemi

dan asidosis.

Sianosis, warna kebiruan pada kulit dan membran mukosa, menujukkan terjadi

hipoksemi. Sianosis akan terlihat bila kadar hemoglobin deoksigenasi di kapiler atau

jaringan kurang dari 5 g/dL.

Dyspneu, rasa sakit bila bernapas, dapat terjadi karena usaha bernapas yang berlebihan,

reflek vagal atau rangsangan kimia (hipoksemi atau hiperkapni).

19

Page 20: Referat Gagal Nafas Akut

Bingung dan somnolen dapat terjadi pada gagal napas. Kejang mioklonik dapat terjadi

pada hipoksemi berat. Polisitemia dapat terjadi sebagai komplikasi jika terjadi hipoksemi yang

lama.

Pemeriksaan Laboratorium

1. Analisis gas darah

Gejala klinis gagal napas sangat bervariasi dan tidak spesifik. Jika gejala klinis

gagal napas sudah terjadi maka analisis gas darah harus dilakukan untuk memastikan

diagnosis, membedakan gagal napas akut atau kronik. Hal ini penting untuk menilai

berat-ringannya gagal napas dan mempermudahkan pemberian terapi. Analisa gas darah

dilakukan untuk patokan terapi oksigen dan penilaian obyektif dari berat-ringan gagal

nafas. Indikator klinis yang paling sensitif untuk peningkatan kesulitan respirasi ialah

peningkatan laju pernafasan. Sedangkan kapasitas vital paru baik digunakan menilai

gangguan respirasi akibat neuromuskular, misalnya pada sindroma Guillain-Barre,

dimana kapasitas vital berkurang sejalan dengan peningkatan kelemahan. Interpretasi

hasil analisis gas darah meliputi 2 bagian, yaitu gangguan keseimbangan asam-basa dan

perubahan oksigenasi jaringan.

2. Pulse oximetry

Alat ini mengukur perubahan cahaya yang ditransmisikan melalui aliran darah

arteri yang berdenyut. Informasi yang didapatkan berupa saturasi oksigen yang kontinyu

dan non-invasif yang dapat diletakkan baik di lobus bawah telinga atau jari tangan

maupun kaki. Hasil pada keadaan perfusi perifer yang kecil, tidak akurat. Hubungan

antara saturasi oksigen dan tekanan oksigen dapat dilihat pada kurva disosiasi

oksihemoglobin. Nilai kritisnya adalah 90%, dibawah level itu maka penurunan tekanan

oksigen akan lebih menurunkan saturasi oksigen.

3. Capnography

Alat yang dapat digunakan untuk menganalisa konsentrasi kadar karbondioksida

darah secara kontinu. Penggunaannya antara lain untuk konfirmasi intubasi trakeal,

mendeteksi malfungsi aparatus serta gangguan fungsi paru.

4. Pemeriksaan apus darah untuk mendeteksi anemia yang menunjukkan terjadinya

hipoksia jaringan. Adanya polisitemia menunjukkan gagal napas kronik.

20

Page 21: Referat Gagal Nafas Akut

5. Pemeriksaan kimia untuk menilai fungsi hati dan ginjal, karena hasil pemeriksaan yang

abnormal dapat menjadi petunjuk sebab-sebab terjadinya gagal napas. Abnormalitas

elektrolit seperti kalium, magnesium dan fosfat dapat memperberat gejala gagal napas.

6. Pemeriksaan kadar kreatinin serum daan troponin I dapat membedakan infark miokard

dengan gagal napas, Kadar kreatinin serum yang meningkat dengan kadar troponin I

yang normal menunjukkan terjadinya miositis yang dapat menyebabkan gagal napas.

7. Pada pasien dengan gagal napas hiperkapni kronik, kadar TSH serum perlu diperiksa

untuk membedakan dengan hipotiroid, yang dapat menyebabkan gagal napas

reversibel.

8. Pemeriksaan laboratorium untuk menilai status nutrisi adalah pengukuran kadar

albumin serum, prealbumin, transferin, total iron-binding protein, keseimbangan

nitrogen, indeks kreatinin dan jumlah limfosit total.

Pemeriksaaan Radiologi

Radiografi dada.

o Penting dilakukan untuk membedakan penyebab terjadinya gagal napas tetapi

kadang sulit untuk membedakan edema pulmoiner kardiogenik dan

nonkardiogenik.

Ekokardiografi .

o Tidak dilakukan secara rutin pada pasien gagal napas, hanya dilakukan pada

pasien dengan dugaan gagal napas akut karena penyakit jantung.

o Adanya dilatasi ventrikel kiri, pergerakan dinding dada yang abnormal atau

regurgitasi mitral berat menunjukkan edema pulmoner kardiogenik.

o Ukuran jantung yang normal, fungsi sistolik dan diastolic yang normal pada

pasien dengan edema pulmoner menunjukkan sindrom distress pernapasan akut.

o Ekokardiografi menilai fungsi ventrikel kanan dan tekanan arteri pulmoner

dengan tepat untuk pasien dengan gagal napas hiperkapni kronik.

21

Page 22: Referat Gagal Nafas Akut

Pulmonary Function Tests (PFTs), dilakukan pada gagal napas kronik

o Nilai forced expiratory volume in one second (FEV1) dan forced vital capacity

(FVC) yang normal menunjukkan adanya gangguan di pusat kontrol napas.

o Penurunan rasio FEV1 dan FVC menunjukkan obstruksi jalan napas, penurunan

nilai FEV1 dan FVC serta rasio keduanya yang tetap menunjukkan penyakit paru

restriktif.

o Gagal napas karena obstruksi jalan napas tidak terjadi jika nilai FEV1 lebih dari 1

L dan gagal napas karena penyakit paru restriktif tidak terjadi bila nilai FVC

lebih dari 1 L.

Penatalaksanaan

Tujuan utama dari terapi gagal nafas ialah mengembalikan pertukaran gas yang adekuat

dengan komplikasi sekecil mungkin. Penatalaksanaan awal untuk semua pasien gagal nafas

adalah sama yaitu oksigenasi yang adekuat. Pada keadaan hipoksemia pemberian terapi oksigen

sangat membantu. Namun pada keadaan hiperkarbia, penggunaan ventilasi mekanik lebih

diutamakan. Pemberian oksigen ini tentu saja memperhatikan prinsip jalan nafas, nafas, dan

sirkulasi. Sehingga diperlukan tindakan-tindakan suportif untuk membebaskan jalan nafas serta

mengusahakan pernafasan dan sirkulasi yang adekuat.

Penatalaksanaan yang efektif dari gagal nafas tergantung pada identifikasi dan

penatalaksanaan faktor-faktor yang mengganggu sistem respirasi. Misalnya menyedot kelebihan

sekret pada saluran nafas, mengobati infeksi dengan antibiotika yang efektif, meredakan

inflamasi dengan agen antiinflamasi atau imunosupresan, pemberian bronkodilator, dan lain

sebagainya. Pada keadaan gagal nafas kronik yang berat, tindakan transplantasi paru dapat

meningkatkan kualitas hidup pasien.

Penatalaksanaan standar pasien dengan gagal nafas adalah sebagai berikut : pemberian

terapi oksigen, penatalaksanaan obstruksi jalan nafas, pengobatan infeksi pulmonal, pengaturan

jumlah sekret, dan membatasi terjadinya edema pulmonal. Selain itu, beban otot pernafasan

harus dikurangi dengan meningkatkan mekanik dari paru. Koreksi abnormalitas yang dapat

menyebabkan kelemahan otot pernafasan, seperti misalnya hipofosfatemia dan malnutrisi.

22

Page 23: Referat Gagal Nafas Akut

Indikasi pemasangan ventilasi mekanik pada anak adalah pertukaran gas yang

memburuk. Pemasangan ventilasi mekanik penting dilakukan pada pasien pneumonia yang

mengalami hipoksemia dan hiperkarbia berat. Karena pengobatan dengan antibiotika untuk

mengatasi infeksi paru memerlukan waktu untuk memperbaiki keadaan pertukaran gasnya.

Hipoksemi sangat mengganggu fungsi organ sehingga tujuan utama terapi pada gagal

napas adalah mencegah atau memperbaiki hipoksemi jaringan. Hiperkapni tanpa hipoksemi

masih dapat ditoleransi karena tidak mengganggu perfusi jaringan kecuali ada asidosis berat.

Pasien dengan gagal napas akut harus dirawat di ruang intensif atau ruang respiratory care.

Gagal napas adalah kasus kegawatdaruratan medis sehingga penanganannya harus cepat

dan tepat. Pembukaan jalan napas dilakukan dengan pemasangan endotrakeal tube (ETT).

Pemberian oksigen dengan sungkup hidung atau wajah dilakukan untuk menghilangkan hipoksi.

Tujuannya adalah untuk meningkatkan perfusi ke seluruh jaringan, terapi berhasil jika PaO2 > 60

mmHg atau saturasi oksigen arterial (SaO2) > 90%. Pemberian oksigen akan memberikan

tekanan positif yang akan membantu usaha napas dan meringankan kerja otot pernapasan. Efek

samping pemberian oksigen adalah toksisitas oksigen dan narkosis karbondioksida. Toksisitas

oksigen tidak terjadi bila FiO2 (fraksi konsentasi oksigen di dalam udara inspirasi) <0,6.

Narkosis karbondioksida terjadi bila pasien yang mengalami hiperkapni diberi oksigen yang

menyebabkan vasokonstriksi arteri pulmonal dan peningkatan dead space. PaCO2 akan

meningkat dengan cepat kemudian terjadi asidosis respiratori, somnolen dan koma.

Pasien yang sangat sulit bernapas yang disertai dengan hiperkapni dan asidosis

respiratorik.memerlukan ventilator untuk membantu pernapasan. Tujuannya adalah

meningkatkan PaO2 dan menurunkan PaCO2. Tube plastik yang dimasukkan melalui hidung atau

wajah dan menuju trakea dihubungkan dengan mesin yang akan mengalirkan udara ke paru-

paru. Pasien dengan ventilator dapat mengalami agitasi maka perlu diberikan obat penenang

seperti lorazepam, midazolam, morfin atau fentanil.

Penanganan penyakit yang mendasari gagal napas perlu dilakukan dengan tepat agar

prognosis baik.

- Pasien dengan penyakit paru karena infeksi diberikan antibiotik dan steroid seperti

metilprednisolon. Steroid dapat membantu dengan menghambat inflamasi tetapi juga

dapat melemahkan otot pernapasan.

23

Page 24: Referat Gagal Nafas Akut

- Pasien asma diberikan obat untuk melebarkan jalan napas seperti bronkodilator yaitu

golongan beta-adrenergik, metilxantin dan antikolinergik. Obat-obatan yang termasuk

golongan tersebut adalah terbutalin (brethaire,bricanil), albuterol (proventil), teofilin

(Theo-Dur, Slo-bid, Theo-24) dan ipratropium bromida (atrovent).

Tindakan terapi untuk memulihkan kondisi pasien gagal napas:

- Penghisapan paru untuk mengeluarkan sekret agar tidak menghambat saluran napas.

- Postural drainage, juga untuk mengeluarkan sekret.

- Latihan napas, jika kondisi pasien sudah membaik

Prognosis

Hasil akhir pada pasien gagal napas sangat tergantung dari etiologi/penyakit yang

mendasarinya, serta penanganan yang cepat dan adekuat. Jika penyakit tersebut diterapi dengan

benar maka hasilnya akan baik. Jika gagal napas berkembang dengan perlahan maka dapat

timbul hipertensi pulmoner, hal ini akan lebih memperberat keadaan hipoksemi. Adanya

penyakit ginjal dan infeksi paru akan memperburuk prognosis. Terkadang transplantasi paru

diperlukan.

Pencegahan

Karena gagal napas bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan hasil akhir dari

suatu penyakit maka tindakan pencegahannya adalah terapi pada penyakit yang mendasarinya.

Pasien yang telah mempunyai kelainan paru perlu menghindari terpapar oleh polutan agar tidak

terjadi infeksi. Jika telah terjadi gagal napas maka pasien harus dirawat di ruang intensif.

24

Page 25: Referat Gagal Nafas Akut

DAFTAR PUSTAKA

Bagian Ilmu Kesehatan Anak. 2005. Gagal Nafas pada Anak. Dalam Pedoman Diagnosis dan

Terapi edisi 3. Bagian Ilmu Kedehatan Anak FK Unpad RSHS.

Guyton, Arthur C dan Hall, John E. 1997. Fisiologi Kedokteran edisi 9. EGC

Haddad, Gabriel G dan Fontan, Julio P. 2000. Kegagalan Pernapasan. Dalam Nelson Ilmu

Kesehatan Anak edisi 15. EGC

Rai, Ida BN. 1999. Gagal Napas Akut. Dalam Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. EGC.

Sukadi, Abdurachman, dkk. 2002. Perinatologi. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unpad RSHS.

Wilson, Lorraine M. 1995. Patofisiologi Pernapasan. Dalam Patofisiologi edisi 4. EGC.

Wilson, Lorraina M. 1995. Kegagalan Pernafasan. Dalam Patofisiologi edisi 4. EGC.

25