lp sungging a.f.,
DESCRIPTION
hhTRANSCRIPT
KOMPREHENSIF 2
LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KLIEN ATRIAL FIBRILASI
LAPORAN
OlehSungging Pandu wijaya
NIM 122310101026
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS JEMBER
2015
LAPORAN PENDAHULUAN
JUDUL: Atrial Fibrilasi
Oleh: Sungging Pandu Wijaya
1. Kasus (masalah utama) (Diagnosa Medis)
Atrial Fibrilasi
2. Proses terjadinya masalah (pengertian, penyebab, Patofisiologi, tanda & gejala, Penangan)
2.1 Definisi
Atrial fibrilasi (AF) adalah suatu gangguan pada jantung yang paling umum (ritme jantung
abnormal) yang ditandai dengan ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan
frekuensi denyut jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit. Pada dasarnya atrial fibrilasi
merupakan suatu takikardi supraventrikuler dengan aktivasi atrial yang tidak terkoordinasi
sehingga terjadi gangguan fungsi mekanik atrium. Keadaan ini menyebabkan tidak efektifnya
proses mekanik atau pompa darah jantung (Beer dkk,2006). Atrial fibrilasi (AF) merupakan
suatu aritmia jantung paling umum yang melibatkan peran dari bagian-bagian jantung, terutama
atrium (Wyndham, 2000). Jadi atrial fibrilasi merupakan keadaan abnormal pada ritme jantung
dengan takikardi yang melibatkan bagian-bagian jantung terutama atrium.
2.2 Etiologi
Etiologi yang terkait dengan AF terbagi menjadi beberapa faktor-faktor, diantaranya adalah:
a. Peningkatan tekanan/resistensi atrium
1. Penyakit katup jantung
2. Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium
3. Hipertrofi jantung
4. Kardiomiopati
5. Hipertensi pulmo (chronic obstructive pulmonary disease dan cor pulmonal chronic)
6. Tumor intracardiac
b. Proses infiltratif dan inflamasi
1. Pericarditis/miocarditis
2. Amiloidosis dan sarcoidosis
3. Faktor peningkatan usia
c. Proses infeksi
1. Demam dan segala macam infeksi
d. Kelainan Endokrin
1. Hipertiroid
2. Feokromositoma
e. Neurogenik
1. Stroke
2. Perdarahan subarachnoid
f. Iskemik Atrium
1. Infark miocardial
g. Obat-obatan
1. Alkohol
2. Kafein
h. Keturunan/genetik
2.3 Patofisiologi
Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan multiple wavelet
reentry. Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses depolarisasi tunggal atau depolarisasi
berulang. Pada proses aktivasi lokal, fokus ektopik yang dominan adalah berasal dari vena
pulmonalis superior. Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari atrium kanan, vena cava
superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan sinyal elektrik yang
mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan menggangu potensial aksi yang dicetuskan oleh
nodus SA (Nasution,2006).
Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi yang berulang dan
melibatkan sirkuit atau jalur depolarisasi. Mekanisme multiple wavelet reentry tidak tergantung
pada adanya fokus ektopik seperti pada proses aktivasi lokal, tetapi lebih tergantung pada
sedikit banyaknya sinyal elektrik yang mempengaruhi depolarisasi. Pada multiple wavelet
reentry, sedikit banyaknya sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode refractory,
besarnya ruang atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini bisa dianalogikan, bahwa pada
pembesaran atrium biasanya akan disertai dengan pemendekan periode refractory dan
penurunan kecepatan konduksi. Ketiga faktor tersebutlah yang akan meningkatkan sinyal
elektrik dan menimbulkan peningkatan depolarisasi serta mencetuskan terjadinya AF (Harrison,
2000).
Aktivasi fokal fokus diawali biasanya dari daerah vena pulmonalis timbulnya gelombang
yang menetap dari Multiple wavelet reentry depolarisasi atrial atau wavelets yang dipicu oleh
depolarisasi atrial premature atau aktivitas aritmogenik dari fokus yang tercetus secara cepat.
Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan mekanisme fibrilasi ventrikel kecuali bila prosesnya
ternyata hanya di massa otot atrium dan bukan di massa otot ventrikel. Penyebab yang sering
menimbulkan fibrilasi atrium adalah pembesaran atrium akibat lesi katup jantung yang
mencegah atrium mengosongkan isinya secara adekuat ke dalam ventrikel, atau akibat
kegagalan ventrikel dengan pembendungan darah yang banyak di dalam atrium. Dinding atrium
yang berdilatasi akan menyediakan kondisi yang tepat untuk sebuah jalur konduksi yang
panjang demikian juga konduksi lambat, yang keduanya merupakan faktor predisposisi bagi
fibrilasi atrium. Fibrilasi atrium dapat juga disebabkan oleh gangguan katup jantung pada
demam reumatik, atau gangguan aliran darah seperti yang terjadi pada penderita aterosklerosis
(Noer, 1996).
Pada AF aktivitas sitolik pada atrium kiri tidak teratur, terjadi penurunan atrial flow
velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan memudahkan terbentuknya trombus.
Pada pemeriksaan TEE, trombus pada atrium kiri lebih banyak dijumpai pada pasien AF dengan
stroke emboli dibandingkan dengan AF tanpa stroke emboli. 2/3 sampai ¾ stroke iskemik yang
terjadi pada pasien dengan AF non valvular karena stroke emboli. Beberapa penelitian
menghubungkan AF dengan gangguan hemostasis dan thrombosis. Kelainan tersebut mungkin
akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga sebagai kofaktor terjadinya tromboemboli pada AF
(Sudoyo dkk, 2007).
2.4 Tanda dan Gejala
AF dapat simptomatik dapat pula asimptomatik. Gejala-gejala AF sangat bervariasi
tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya FA, penyakit yang mendasarinya.
Fibrilasi atrium (AF) biasanya menyebabkan ventrikel berkontraksi lebih cepat dari biasanya.
Ketika ini terjadi, ventrikel tidak memiliki cukup waktu untuk mengisi sepenuhnya dengan
darah untuk memompa ke paru-paru dan tubuh. Atrial fibrilasi sering tanpa disertai gejala, tapi
kebanyakan penderita mengalami palpitasi (perasaan yang kuat dari denyut jantung yang cepat
atau "berdebar" dalam dada), nyeri dada terutama saat beraktivitas, pusing atau pingsan, sesak
napas, cepat lelah, laju denyut jantung meningkat, intoleransi terhadap olahraga, sinkop atau
gejala tromboemboli, atau dapat disertai gejala-gejala gagal jantung (seperti rasa lemah, sakit
kepala berat, dan sesak nafas), terutama jika denyut ventrikel yang sangat cepat (sering 140-
160 denyutan/menit). Pasien dapat juga disertai tanda dan gejala stroke akut atau kerusakan organ tubuh lainnya
yang berkaitan dengan emboli systemik. AF dapat mencetuskan gejala iskemik pada AF
dengan dasar penyakit jantung koroner. Fungsi kontraksi atrial yang sangat berkurang pada AF
akan menurunkan curah jantung dan dapat menyebabkan terjadi gagal jantung kongestif pada
pasien dengan disfungsi ventrikel kiri (Sudoyo dkk, 2007).
2.5 Penatalaksanaan
Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol ketidakteraturan irama jantung,
menurunkan peningkatan denyut jantung dan menghindari/mencegah adanya komplikasi
tromboembolisme. Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan
untuk AF. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri adalah suatu tata laksana yang
berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan denyut jantung. Pada
dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological
Cardioversion) dan pengobatan elektrik (Electrical Cardioversion).
a. Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme)
Pencegahan pembekuan darah merupakan pengobatan untuk mencegah adanya
komplikasi dari AF. Pengobatan yang digunakan adalah jenis antikoagulan atau
antitrombosis, hal ini dikarenakan obat ini berfungsi mengurangi resiko dari
terbentuknya trombus dalam pembuluh darah serta cabang-cabang vaskularisasi.
Pengobatan yang sering dipakai untuk mencegah pembekuan darah terdiri dari berbagai
macam, diantaranya adalah :
1. Warfarin
Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi dalam proses
pembentukan sumbatan fibrin untuk mengurangi atau mencegah koagulasi. Warfarin
diberikan secara oral dan sangat cepat diserap hingga mencapai puncak konsentrasi
plasma dalam waktu ± 1 jam dengan bioavailabilitas 100%. Warfarin di metabolisme
dengan cara oksidasi (bentuk L) dan reduksi (bentuk D), yang kemudian diikuti oleh
konjugasi glukoronidasi dengan lama kerja ± 40 jam.
2. Aspirin
Aspirin secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase dari trombosit (COX2)
dengan cara asetilasi dari asam amino serin terminal. Efek dari COX2 ini adalah
menghambat produksi endoperoksida dan tromboksan (TXA2) di dalam trombosit.
Hal inilah yang menyebabkan tidak terbentuknya agregasi dari trombosit. Tetapi,
penggunaan aspirin dalam waktu lama dapat menyebabkan pengurangan tingkat
sirkulasi dari faktor-faktor pembekuan darah, terutama faktor II, VII, IX dan X.
b. Mengurangi denyut jantung
Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan peningkatan
denyut jantung, yaitu obat digitalis, β-blocker dan antagonis kalsium. Obat-obat tersebut
bisa digunakan secara individual ataupun kombinasi.
1. Digitalis
Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan
menurunkan denyut jantung. Hal ini membuat kinerja jantung menjadi lebih efisien.
Disamping itu, digitalis juga memperlambat sinyal elektrik yang abnormal dari
atrium ke ventrikel. Hal ini mengakibatkan peningkatan pengisian ventrikel dari
kontraksi atrium yang abnormal.
2. β-blocker
Obat β-blocker merupakan obat yang menghambat efek sistem saraf simpatis.
Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk meningkatkan denyut jantung dan
kontraktilitas jantung. Efek ini akan berakibat dalam efisiensi kinerja jantung.
3. Antagonis Kalsium
Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung
akibat dihambatnya ion Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam intraseluler melewati Ca2+
channel yang terdapat pada membran sel.
c. Mengembalikan irama jantung
Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk
menteraturkan irama jantung. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri adalah suatu
tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan
denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan
farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik (Electrical
Cardioversion).
1. Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia)
a. Amiodarone
b. Dofetilide
c. Flecainide
d. Ibutilide
e. Propafenone
f. Quinidine
2. Electrical Cardioversion
Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui dua pelat logam
(bantalan) ditempatkan pada dada. Fungsi dari terapi listrik ini adalah
mengembalikan irama jantung kembali normal atau sesuai dengan NSR (nodus sinus
rhythm).
3. Operatif
a. Catheter ablation
Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan dengan membuatan sayatan pada
daerah paha. Kemudian dimasukkan kateter kedalam pembuluh darah utma
hingga masuk kedalam jantung. Pada bagian ujung kateter terdapat elektroda
yang berfungsi menghancurkan fokus ektopik yang bertanggung jawab terhadap
terjadinya AF.
b. Maze operation
Prosedur maze operation hamper sama dengan catheter ablation, tetapi pada
maze operation, akan mengahasilkan suatu “labirin” yang berfungsi untuk
membantu menormalitaskan system konduksi sinus SA.
c. Artificial pacemaker
Artificial pacemaker merupakan alat pacu jantung yang ditempatkan di jantung,
yang berfungsi mengontrol irama dan denyut jantung.
3. a. Pohon masalah
Peningkatan tekanan/resistensi atrium, Proses infiltratif dan inflamasi, Proses infeksi, Kelainan Endokrin, Neurogenik, Iskemik Atrium, Obat-obatan, Keturunan/genetik
Atrial Fibrilasi
Pembesaran atrium karena pengosongan tidak adekuat
Kontraktilitas
Nyeri akut
Sesak napas
Mendesak difragma
Bendungan atrium kanan
Pompa ventrikel kanan tidak adekuat
Intoleransi
Metabolism anaerob
Suplai darah jaringan
Pompa ventrikel kiri tidak adekuat
Pola napas tidak efektif
Ansietas
Asidosis metabolik
ATP
Fatique
Tek. Vena pulmonalis
Tek. Kapiler paru
Edema paru
Gangguan pertukara
n gas
Bendungan vena sistemik
hepatomegaliMerangsang
reseptor nyeri
Suplai O2 di otak
sinkop
Risiko penurunan perfusi jaringan jantung
b. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
Data Penyebab Masalah
DS: pasien mengatakan merasa letih dan lemas
DO: Respon tekanan darah
abnormal terhadap aktivitas.
Respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
Pasien lemah Hasil EKG menunjukan
aritmia
Intoleransi aktivitas
Fatique
ATP
Asidosis metabolic
Metabolism anaerob
Suplai darah jaringan
Pompa ventrikel kiri tidak adekuat
Intoleransi aktivitas
DS: pasien mengatakan bahwa perutnya nyeri dan sakitDO:
Wajah klien tampak menyeringai.
Skala nyeri 5-7 (sedang)
Perubahan frekuensi jantung
Perubahan frekuensi pernapasan
Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
Nyeri akut
Merangsang reseptor nyeri
Hepatomegali
Bendungan vena sistemikuterus
Nyeri akut
DS: pasien mengatakan bahwa perutnya nyeri dan sakitDO:
Takipnea Pernapasan cupung
hidung Penggunaan otot bantu
pernapasan Perubahan kedalaman
napas Penurunan kapasitas
vital
Pola napas tidak efektif
Sesak napas
Mendesak difragma
Hepatomegali
Bendungan vena sistemik
Pola napas tidak efektif
DS: pasien mengatakan sesak dan saat bangun pusing. DO:
pH arteri abnormal sianosis dispnea takikardi napas cuping hidung warna kulit abnormal
pucat atau kehitaman
Gangguan pertukaran gas
Edema paru
Tek. Kapiler paru
Tek. Vena pulmonalis
Pompa ventrikel kiri tidak adekuat
Gangguan pertukaran gas
DS: pasien mengatakan kwatir dengan kondisinya.DO:
Hipoksia Spasme arteri koroner Riwayat penyakit arteri
koroner pada keluarga Hipertensi hipovolemi
Risiko penurunan perfusi jaringan jantung
sinkop
Suplai O2 di otak
Pompa ventrikel kiri tidak adekuat
Risiko penurunan perfusi jaringan jantung
DS: pasien mwengatakan kwatir dengan kondisinya.DO:
Klien tampak gelisah Klien khawatir dengan
kondisinya. Rasa nyeri yang
meningkatkan rasa ketidakberdayaan.
Wajah tegang. Peningkatan keringat.
Ansietas
Sesak napas
Mendesak difragma
Hepatomegali
Bendungan vena sistemik
Ansietas /cemas
4. Diagnosis keperawatan
1) Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
2) Pola napas tidak efektif b/d hiperventilasi
3) Nyeri akut b/d penekanan saraf nyeri oleh hembesaran hati
4) Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membrane alveolar paru
5) Risiko penurunan perfusi jaringan jantung b/d hipoksemia
6) Ansietas b/d perubahan dalam status kesehatan
5. Rencana tindakan keperawatan
No Diagnosa keperawatan
NOC NIC
1 Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
NOC Self Care :ADLs Toleransi aktivitas Konservasi eneergiKriteria Hasil : Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri Keseimbangan aktivitas dan istirahat
1) Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
2) Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan3) Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
dalam merencanakan progran terapi yang tepat.4) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan5) Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang
sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial
6) Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan mengembangkan motivasi diri dan penguatan
7) Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual2 Pola napas tidak
efektif b/d hiperventilasi
NOC: Respiratory status :Ventilation Respiratory status : Airway patency Vital sign Statuskriteria hasil: Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidakada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dg mudah, tidakada pursed lips)Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,
NIC:1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan2) ventilasi3) Lakukan fisioterapi dada jika perlu4) Keluarkan sekret dengan batuk atau5) suction6) Auskultasi suara nafas, catat adanya7) suara tambahan8) Berikan bronkodilator :
pernafasan)
3 Nyeri akut b/d penekanan saraf nyeri oleh hembesaran hati
NOC : Pain Level, pain control, comfort levelkriteria hasil:· Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)· Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri · Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)· Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang · Tanda vital dalam rentang normal· Tidak mengalami gangguan tidur
NIC :1) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
2) Kurangi faktor presipitasi nyeri3) Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas
dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin4) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri:5) Tingkatkan istirahat6) Berikan informasi tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
7) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
4 Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membrane alveolar paru
NOC: Respiratory Status : Gas exchange Keseimbangan asam Basa, Elektrolit Respiratory Status : ventilation Vital Sign Status
kriteria hasi: Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasiyang adekuat Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) Tanda tanda vital dalam rentang normal AGD dalam batas normal
NIC :1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 3. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan4. Berikan bronkodilator 5. Monitor respirasi dan status O26. Observasi sianosis khususnya membran
Mukosa
Status neurologis dalam batas normal
5 Risiko penurunan perfusi jaringan jantung b/d hipoksemia
NOC Cardiac pump effectiveness Circulation status Vital sign status
Kriteria hasilo Tekanan sytol dan siastol dalam rentang normal
o CVP dalam batas
o Nadi perifer kuat dan simetris
o Tidak ada udem perifer dan asites
o Nyeri dada tidak ada
1) Catat adanya aritmia jantung2) Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
antiaritmia3) Pertahankan catatan intake dan output4) Monitor sianosis perifer5) Monitor bunyi jantung
6 Ansietas b/d perubahan dalam status kesehatan
NOC Anxiety self control Anxiety level Coping
Kriteria Hasilo KLien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan
gejala cemaso KLien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan
teknik engontrol cemaso Vital sign dalam batas normal
o Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan aktivitas
menunjukan berkurangnya kecemasan
1) Gunakan pendekatan yang menenangkan 2) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
selama prosedur3) Lakukan back rub atau neck rub4) Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan
ketakutan5) Instruksikan pasien untuk menggunakan teknik
relaksasi
7. Daftar pustaka
Guyton. 1995. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. EGC: Jakarta
Harrison. 2000. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13. Jakarta: EGC
Nasution SA, Ismail D. 2006.Fibrilasi Atrial. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Ed.3. Jakarta: EGC
Noer S. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia