lp otitis media akut.doc
DESCRIPTION
OMATRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN
KEPERAWATAN OTITIS MEDIA AKUT
Disusun Oleh:
DINAS KESEHATAN KABUPATEN LUMAJANG
AKADEMI KEPERAWATAN LUMAJANG
Jalan Brigjen Katamso Lumajang
Oktober, 2010
1. Ahmad Fanani
2. Mohammad Ichwanda
3. Dewi Astutik
4. Eka Tri Astutik
5. Elvida Septiana
6. Galuh Ajeng Kartika
7. Ira Mustika
8. Novalia Dwi Cahyani
9. Wida Rista Arifandini
10. Yesi Rimawati
11. Yulia Pramita
OTITIS MEDIA AKUT
A. Pengertian
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh
periosteum telinga tengah (Kapita selekta kedokteran, 1999).
OMA (Otitis Media Akut) adalah peradangan akut atau seluruh pericilium
telinga tengah (Mansjoer, 2001)
OMA adalah infeksi atau inflamasi (peradangan) di telinga tengah.
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, atrumastoid, dan sel-sel mastoid.
OMA adalah peradangan telinga bagian tengah yang disebabkan oleh pejalaran
infeksi dari tenggorok (farinitis) A sering terjadi pada anak-anak (Wikipedia
Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas).
B. Etiologi
Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis
media. Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga
pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu, ISPA
juga merupakan salah satu faktor penyebab yang paling sering. Kuman penyebab OMA adalah bakteri piogenik, sepertiStreptococcus
hemoliticus, Haemophilus Influenzae(27%), Staphylococcus aureus(2%),
Streptococcus
Pneumoniae(38%), Pneumococcus.
Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan
terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena
tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.
C. Tanda dan Gejala
Manifestasi secara umum:
1. Membrane timpani merah, sering menonjol tanpa terlihat tonjolan tulang,
tidak bergerak pada otoskopi pneumatic(pemberian tekanan positif atau
negative pada telinga tengah dengan inflator balon yang disambungkan ke
otoskop)
2. keluhan nyeri telinga (otalgia), atau rewel dan menarik-narik telinga pada
anak yang belum dapat bicara.
3. Demam antara 37,7 derrajad celcius-40 derajad celcius(pada kira-kira
separuh dari umlah anak yang terkena).
4. Anoreksia.
5. Limfadenopati servikal anterior.
6. Tuli konduktif sementara yang berakhir minimal 2 sampai 4 setelah infeksi
akut.
7. Bila terjadi rupture membrane timpani, maka sekkret mengalir ke liang
telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.
Manifestasi berdasarkan stadium:
1. Stadium oklusi tuba eustachius
Tanda adanya obstruksi tuba eustachius ialah gambaran retraksi membaran
timpani akibat terjadinya tekanan negative di dalam telinga tengah, akibat
obstruksi udara. Kadang-kadang membrane timpani tampak normal (tidak
ada kelainan) atau berwarna keruh pucat. Efusi muungkin telah terjadi, tetapi
tidak dapat di deteksi. Stadium ini sukar di bedakan dengan otitis media
serosa yang di sebabkan karena virus atau alergi
2. Stadium hiperemis
Pada stadium hiperemis, tampak pembulu darah yang melebar pada
membrane timpani atau seluruhmembran timpani tampak hiperemis serta
edema. Secret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat uksudat yang
serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superficial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di cavum timpani,
menyebabkan membrab tinpani menonjol kea rah liang telinga luar. Pada
keadaan ini pasien sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di
telinga hebat apabila tekanan nanah di cavum timpani tidak berkurang, maka
terjadi iskemia, akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul
trimboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa.
Nekrosis ini pada membrane timpani terlihat sebagai daerah yang lebih
lembek dan berwarna kekuningan di tempat ini akan terjadi rupture. Bila
tidak dilakukan membrane timpani pada stadium ini, maka kemungkinan
membrane timpani akan rupture ddan nanah keluar ke liang telinga luar.
Dengan melakukan insisi membrane timpani luka insisi akan menutup
kembali sedangkan apabila terjadi rupture, maka lubang telinga rupture tidak
mudah menutup kembali.
4. Stadium perforasi
Karena bebrapa sebab seperti terlambat pemberian antibiotic atau virulensi
kuman yang tinggi maka dpat trjadi rupture membrane timpani dan nanh
keluar dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anak yang tadinya gelisa
sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur nyenyak.
5. Stadium resolusi
Bila membrane timpani tetap utuh, maka keadaan membrane timpani
perlahan lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi maka
secret akan berkurang, dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau
virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi walaupun tana
pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan
skret yang keluar terus menerus atau hilang timbul. OMA dapet
menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa bila secret menetap di
cavum timpani tanpa terjadinya perforasi.
D. Patofisiologi
E. Pemeriksaan penujang
Otoskop pneumatik untuk melihat membran timpani yang penuh, bengkak dan
tidak tembus cahaya dengan kerusakan mogilitas.
Kultur cairan melalui mambran timpani yang pecah untuk mengetahui organisme
penyebab.
Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani
Melihat ada tidaknya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna gendang
telinga menjadi kemerahan / agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.
F. Komplikasi
Komplikasi yang serius adalah :
Infeksi pada tulang sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis).
Labirinitis (infeksi pada kanalis semisirkuler)
Tuli
Peradangan pada selaput otak (meningitis).
Abses otak.
Tanda-tanda terjadi komplikasi :
o Sakit kepala
o Tuli yang terjadi secara mendadak
o Vertigo (perasaan berputar)
o Demam dan menggigil
G. Penatalaksanaan Medis
Terapi OMA tergantung pada stadiumnya.
Pada stadium oklusi,
Tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali tuba eustachius.
Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk
anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak yang
berumur >12 thn atau dewasa.. selain itu, sumber infeksi juga harus diobati
dengan memberikan antibiotik.
Pada stadium presupurasi,
Diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgesik. Bila membran
timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Antibiotik
yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika terdapat resistensi, dapat
diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau sefalosporin. Untuk terapi
awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya adekuat di dalam darah.
Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada anak diberikan ampisilin
4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40
mg/kgBB/hari.
Pada stadium supurasi
Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk
dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain itu, analgesik
juga perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang.
Pada stadium perforasi,
Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang
adekuat sampai 3 minggu.
H. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada telinga
2. Perubahan sensori-persepsi : Auditorius R/t Gangguan penghantar bunyi pada
organ pendengaran.
I. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada telinga
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Intervensi:
Beri posisi nyaman ; dengan posisi nyaman dapat mengurangi nyeri.
Kompres panas di telinga bagian luar ; untuk mengurangi nyeri.
Kompres dingin ; untuk mengurangi tekanan telinga (edema)
Kolaborasi pemberian analgetik dan antibiotic
2. Perubahan sensori-persepsi : Auditorius R/t Gangguan penghantar bunyi pada
organ pendengaran.
Tujuan : memperbaiki komunikasi
Intervensi :
Mengurangi kegaduhan pada lingkungan klien.
Memandang klien ketika berbicara.
Berbicara jelas dan tegas pada klien tanpa perlu berteriak.
Memberikan pencahayaan yang baik bila klien bergantung pada gerak bibir.
Menggunakan tanda-tanda non-verbal (mis. Ekspresi wajah, mununjuk, atau
gerakan tubuh) dan komunikasi lainnya.
Instruksikan kepada keluarga atau orang terdekat klien tentang bagaimana
teknik komunikasi yang efektif sehingga mereka dapat saling berinteraksi
dengan klien.
Bila klien menginginkan, klien dapat menggunakan alat bantu pendengaran.
Gangguan Body Image R/t paralysis nervus fasialis.
Kaji tingkat kecemasan dan mekanisme koping klien terlebih dahulu.
Beritahukan pada klien kemungkinan terjadinya fasial palsy akibat tindak
lanjut dari penyakit tersebut.
Informasikan bahwa keadaan ini biasanya bersifat sementara dan akan
hilang dengan pengobatan yang teratur dan rutin.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pengobatan
Tujuan : tidak terjadi tanda-tanda infeksi
Intervensi:
(a) Kaji tanda-tanda perluasan infeksi, mastoiditis, vertigo ; untuk
mengantisipasi perluasan lebih lanjut.
(b) Jaga kebersihan pada daerah liang telinga ; untuk mengurangi pertumbuhan
mikroorganisme
(c) Hindari mengeluarkan ingus dengan paksa/terlalu keras (sisi) ; untuk
menghindari transfer organisme dari tuba eustacius ke telinga tengah.
(d) Kolaborasi pemberian antibiotik
4. Resiko tinggi injury berhubungan dengan penurunan persepsi sensori
Tujuan : tidak terjadi injury atau perlukaan
Intervensi:
(a) Pegangi anak atau dudukkan anak di pangkuan saat makan ; meminimalkan
anak agar tidak jatuh
(b) Pasang restraint pada sisi tempat tidur ; meminimalkan agar anak tidak jatuh.
(c) Jaga anak saat beraktivitas ; meminimalkan agar anak tidak jatuh
(d) Tempatkan perabot teratur ; meminimalkan agar anak tidak terluka