limbah cair

15
Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil Dengan Sistem Lumpur Aktif ABSTRAK Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensi. Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik menjadi CO 2 dan H 2 O, NH 4 . dan sel biomassa baru. Proses ini menggunakan udara yang disalurkan melalui pompa blower (diffused) atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki penjernihan. Kemampuan bakteri dalam membentuk flok menentukan keberhasilan pengolahan limbah secara biologi, karena akan memudahkan pemisahan partikel dan air limbah. Lumpur aktif dicirikan oleh beberapa parameter, antara lain, Indeks Volume Lumpur (Sludge Volume Index = SVI) dan Stirred Sludge Volume Index (SSVI). Perbedaan antara dua indeks tersebut tergantung dari bentuk flok, yang diwakili oleh faktor bentuk (Shape Factor = S). Sistem pengolah lumpur aktif baik untuk domestik maupun industri mengandung 1-5% padatan total dan 95-99% bulk water (liqour ?). Pembuangan kelebihan lumpur dilakukan dengan mengurangi volume lumpur melalui proses pengepresan (dewatering). Konsentrasi besi yang tinggi konsentrasi besi yang tinggi, 70- 90% dalam bentuk Fe (III), ditemukan dalam lumpur aktif. akumulasi besi dapat berasal dari influent air limbah atau melalui penambahan FeSO 4 yang digunakan untuk menghilangkan fosfor. Sebagai contoh pengolahan limbah sistem lumpur aktif adalah Unit Pengelolaan Air Limbah PT. UNITEX. Unit ini mampu mengolah limbah lebih dari 200 m2 per hari. Proses pengelolaan terbagi atas tiga tahap pemrosesan, yaitu : 1. Proses Primer, meliputi penyaringan kasar, penghilangan warna, equalisasi, penyaringan halus, pendinginan, 2. Proses Sekunder, biologi dan sedimentasi dan 3. Proses Tersier, tahap lanjutan dengan penambahan bahan kimia. Sistem yang digunakan dalam PAL PT. Unitex merupakan perpaduan antara proses fisika, kimia dan biologi. Yang paling berperan dalam hal pengurangan bahan-bahan pencemar adalah proses biologi yang menggunakan sistem lumpur aktif dengan extented aeratio. Selain limbah cair, terdapat juga limbah padat berupa lumpur yang merupakan hasil samping dari sistem pengolahan yang digunakan. Lumpur hasil olahan digunakan sebagai bahan campuran pembuatan coneblock dan batako press serta pupuk organik. Hal ini merupakan salah satu alternatif dan langkah lebih maju dari PT. Unitex dalam memanfaatkan kembali limbah padat. KATA KUNCI : Lumpur Aktif, Industri, Tekstil, Activated Sludge JENIS TEKNOLOGI : Teknologi Pengolahan Air Limbah TARGET PENGGUNAAN : Industri Menengah, Industri Besar I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensi yang pertama kali dilakukan di Ingris pada awal abad 19. Sejak itu proses ini diadopsi seluruh dunia sebagai pengolah air limbah domestik sekunder secara biologi. Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik menjadi CO 2 dan H 2 O, NH 4 . dan sel biomassa baru. Udara disalurkan melalui pompa blower (diffused) atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki penjernihan (Gariel Bitton, 1994). Anna dan Malte (1994) berpendapat keberhasilan pengolahan limbah secara biologi dalam batas tertentu diatur oleh kemampuan bakteri untuk membentuk flok, dengan demikian akan memudahkan pemisahan partikel dan air limbah. Lumpur aktif adalah ekosistem yang komplek yang terdiri dari bakteri, protozoa, virus, dan organisme-organisme lain. Lumpur aktif dicirikan oleh beberapa parameter, antara lain, Indeks Volume Lumpur ( Sludge Volume Index = SVI) dan Stirrd Sludge Volume Index (SSVI). Perbedaan antara dua indeks tersebut tergantung dari bentuk flok, yang diwakili oleh faktor bentuk (Shape Factor = S). Pada kesempatan lain Anna dan Malte (1997) menyatakan bahwa proses lumpur aktif dalam pengolahan air limbah tergantung pada pembentukan flok lumpur aktif yang terbentuk oleh mikroorganisme (terutama bakteri), partikel inorganik, dan polimer exoselular. Selama pengendapan flok, material yang terdispersi, seperti sel bakteri dan flok kecil, menempel pada permukaan flok. Pembentukan flok lumpur aktif dan penjernihan dengan pengendapan flok akibat agregasi bakteri dan mekanisme adesi. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa flokulasi dan sedimentasi flok tergantung pada hypobisitas internal dan eksternal dari flok dan material exopolimer dalam flok, dan tegangan permukaan larutan mempengaruhi hydropobisitas lumpur granular dari reaktor lumpur anaerobik. Frank et all (1996) mencoba menggambarkan bahwa dalam sistem pengolah lumpur aktif baik untuk domestik maupun industri mengandung 1- 5% padatan total dan 95-99% bulk water (liqour ?). Pembuangan kelebihan lumpur merupakan proses yang mahal, dilakukan dengan mengurangi volume lumpur melalui proses pengepresan (dewatering). Pada bagian lain dinyatakan pula bahwa konsentrasi besi yang tinggi konsentrasi besi yang tinggi, 70-90% dalam bentuk Fe (III), ditemukan dalam lumpur aktif. Akumulasi besi dapat berasal dari influent air limbah atau melalui penambahan FeSO 4 yang digunakan untuk menghilangkan fosfor. Jumlah besi dalam lumpur aktif akan berkurang setelah memasuki kondisi anaerobik dan mungkin berasosiasi dengan adanya aktifitas bakteri heterotrofik. Berkurangnya fosfor dalam lumpur aktif dapat menyebabkan fosfor terlepas kedalam air. Jika ini terjadi merupakan potensi untuk terjadinya eutrofikasi pada perairan. Enri dan Anni (1995) juga mengemukan bahwa limbah padat yang berasal dari suatu instalasi pengolah air limbah industri tekstil dapat digolongkan ke dalam limbah berbahaya karena mengandung logam berat. Mereka mengkaji kemungkinan proses solidifikasi mempergunakan tanah lempung dengan hasil yang cukup baik dari segi kekuatan tekan bebas, permeabilitas, dan hasil lindinya. 1.2. Tujuan dan Sasaran Penerapan teknologi ini dengan tujuan dapat menghilangkan limbah organik sederhana dan mudah urai, organik kompleks seperti warna, bau. Proses ini juga mengilangkan logam berat. Sasaran dari penerapan teknologi ini adalah air hasil pengolahan limbah tekstil tidak mencemari lingkungan. 1.3. Manfaat Teknologi ini dapat menurunkan total padatan tersuspensi (TSS) hingga mencapai 91%, COD 62%, Fe 96% dan BOD 5 97%. Proses ini juga menghilangkan warna dan bau dari limbah tersebut. 1.4. Kontak Personil converted by Web2PDFConvert.com

Upload: zulmas

Post on 05-Nov-2015

39 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

dari BPPT

TRANSCRIPT

  • Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil Dengan Sistem Lumpur Aktif

    ABSTRAK

    Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensi. Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobikyang mengoksidasi material organik menjadi CO2 dan H2O, NH4. dan sel biomassa baru. Proses ini menggunakan udara yang disalurkan melalui pompablower (diffused) atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki penjernihan. Kemampuan bakteri dalammembentuk flok menentukan keberhasilan pengolahan limbah secara biologi, karena akan memudahkan pemisahan partikel dan air limbah. Lumpur aktifdicirikan oleh beberapa parameter, antara lain, Indeks Volume Lumpur (Sludge Volume Index = SVI) dan Stirred Sludge Volume Index (SSVI).

    Perbedaan antara dua indeks tersebut tergantung dari bentuk flok, yang diwakili oleh faktor bentuk (Shape Factor = S). Sistem pengolahlumpur aktif baik untuk domestik maupun industri mengandung 1-5% padatan total dan 95-99% bulk water (liqour ?). Pembuangan kelebihan lumpurdilakukan dengan mengurangi volume lumpur melalui proses pengepresan (dewatering). Konsentrasi besi yang tinggi konsentrasi besi yang tinggi, 70-90% dalam bentuk Fe (III), ditemukan dalam lumpur aktif. akumulasi besi dapat berasal dari influent air limbah atau melalui penambahan FeSO4 yangdigunakan untuk menghilangkan fosfor. Sebagai contoh pengolahan limbah sistem lumpur aktif adalah Unit Pengelolaan Air Limbah PT. UNITEX. Unit inimampu mengolah limbah lebih dari 200 m2 per hari. Proses pengelolaan terbagi atas tiga tahap pemrosesan, yaitu : 1. Proses Primer, meliputipenyaringan kasar, penghilangan warna, equalisasi, penyaringan halus, pendinginan, 2. Proses Sekunder, biologi dan sedimentasi dan 3. ProsesTersier, tahap lanjutan dengan penambahan bahan kimia.

    Sistem yang digunakan dalam PAL PT. Unitex merupakan perpaduan antara proses fisika, kimia dan biologi. Yang paling berperan dalam halpengurangan bahan-bahan pencemar adalah proses biologi yang menggunakan sistem lumpur aktif dengan extented aeratio. Selain limbah cair,terdapat juga limbah padat berupa lumpur yang merupakan hasil samping dari sistem pengolahan yang digunakan. Lumpur hasil olahan digunakansebagai bahan campuran pembuatan coneblock dan batako press serta pupuk organik. Hal ini merupakan salah satu alternatif dan langkah lebih majudari PT. Unitex dalam memanfaatkan kembali limbah padat.

    KATA KUNCI : Lumpur Aktif, Industri, Tekstil, Activated SludgeJENIS TEKNOLOGI : Teknologi Pengolahan Air LimbahTARGET PENGGUNAAN : Industri Menengah, Industri Besar

    I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensi yang pertama kali dilakukan di Ingris pada awal abad 19.Sejak itu proses ini diadopsi seluruh dunia sebagai pengolah air limbah domestik sekunder secara biologi. Proses ini pada dasarnya merupakanpengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik menjadi CO2 dan H2O, NH4. dan sel biomassa baru. Udara disalurkan melalui pompa blower(diffused) atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki penjernihan (Gariel Bitton, 1994).

    Anna dan Malte (1994) berpendapat keberhasilan pengolahan limbah secara biologi dalam batas tertentu diatur oleh kemampuan bakteri untukmembentuk flok, dengan demikian akan memudahkan pemisahan partikel dan air limbah. Lumpur aktif adalah ekosistem yang komplek yang terdiri daribakteri, protozoa, virus, dan organisme-organisme lain. Lumpur aktif dicirikan oleh beberapa parameter, antara lain, Indeks Volume Lumpur ( SludgeVolume Index = SVI) dan Stirrd Sludge Volume Index (SSVI). Perbedaan antara dua indeks tersebut tergantung dari bentuk flok, yang diwakili olehfaktor bentuk (Shape Factor = S).

    Pada kesempatan lain Anna dan Malte (1997) menyatakan bahwa proses lumpur aktif dalam pengolahan air limbah tergantung padapembentukan flok lumpur aktif yang terbentuk oleh mikroorganisme (terutama bakteri), partikel inorganik, dan polimer exoselular. Selama pengendapanflok, material yang terdispersi, seperti sel bakteri dan flok kecil, menempel pada permukaan flok. Pembentukan flok lumpur aktif dan penjernihandengan pengendapan flok akibat agregasi bakteri dan mekanisme adesi. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa flokulasi dan sedimentasi flok tergantungpada hypobisitas internal dan eksternal dari flok dan material exopolimer dalam flok, dan tegangan permukaan larutan mempengaruhi hydropobisitaslumpur granular dari reaktor lumpur anaerobik.

    Frank et all (1996) mencoba menggambarkan bahwa dalam sistem pengolah lumpur aktif baik untuk domestik maupun industri mengandung 1-5% padatan total dan 95-99% bulk water (liqour ?). Pembuangan kelebihan lumpur merupakan proses yang mahal, dilakukan dengan mengurangivolume lumpur melalui proses pengepresan (dewatering). Pada bagian lain dinyatakan pula bahwa konsentrasi besi yang tinggi konsentrasi besi yangtinggi, 70-90% dalam bentuk Fe (III), ditemukan dalam lumpur aktif.

    Akumulasi besi dapat berasal dari influent air limbah atau melalui penambahan FeSO4 yang digunakan untuk menghilangkan fosfor. Jumlah besidalam lumpur aktif akan berkurang setelah memasuki kondisi anaerobik dan mungkin berasosiasi dengan adanya aktifitas bakteri heterotrofik.Berkurangnya fosfor dalam lumpur aktif dapat menyebabkan fosfor terlepas kedalam air. Jika ini terjadi merupakan potensi untuk terjadinya eutrofikasipada perairan.

    Enri dan Anni (1995) juga mengemukan bahwa limbah padat yang berasal dari suatu instalasi pengolah air limbah industri tekstil dapatdigolongkan ke dalam limbah berbahaya karena mengandung logam berat. Mereka mengkaji kemungkinan proses solidifikasi mempergunakan tanahlempung dengan hasil yang cukup baik dari segi kekuatan tekan bebas, permeabilitas, dan hasil lindinya.

    1.2. Tujuan dan Sasaran

    Penerapan teknologi ini dengan tujuan dapat menghilangkan limbah organik sederhana dan mudah urai, organik kompleks seperti warna, bau.Proses ini juga mengilangkan logam berat. Sasaran dari penerapan teknologi ini adalah air hasil pengolahan limbah tekstil tidak mencemari lingkungan.

    1.3. Manfaat

    Teknologi ini dapat menurunkan total padatan tersuspensi (TSS) hingga mencapai 91%, COD 62%, Fe 96% dan BOD5 97%. Proses ini jugamenghilangkan warna dan bau dari limbah tersebut.

    1.4. Kontak Personil

    converted by Web2PDFConvert.com

  • Ir. Arie Herlambang, M.Sc.

    Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair, Direktorat Teknologi Lingkungan, Kedeputian Bidang Informatika, Energi dan Material.Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

    Jl. M.H. Thamrin No. 8, Jakarta PusatTel. 021-3169769, 3169770 Fax. 021-3169760Email : [email protected] Page : http://www.enviro.bppt.go.id/~Kel-1/

    II. PROSES LUMPUR AKTIF

    2.1. Sistem Lumpur Aktif Konvensional

    Proses Lumpur Aktif Konvensional dapat dilihat pada Gambar 1.

    Gambar 1. Sistem Lumpur Aktif Konvensional

    Tangki aerasi

    Oksidasi aerobik material organik dilakukan dalam tangki ini. Efluent pertama masuk dan tercampur dengan Lumpur Aktif Balik (ReturnActivated Sludge =RAS) atau disingkat LAB membentuk lumpur campuran (mixed liqour), yang mengandung padatan tersuspensi sekitar 1.500 - 2.500mg/l. Aerasi dilakukan secara mekanik. Karakteristik dari proses lumpur aktif adalah adanya daur ulang dari biomassa. Keadaan ini membuat waktutinggal rata-rata sel (biomassa) menjadi lebih lama dibanding waktu tinggal hidrauliknya (Sterritt dan Lester, 1988). Keadaan tersebut membuatsejumlah besar mikroorganisme mengoksidasi senyawa organik dalam waktu yang singkat. Waktu tinggal dalam tangki aerasi berkisar 4 - 8 jam.

    Tangki Sedimentasi

    Tangki ini digunakan untuk sedimentasi flok mikroba (lumpur) yang dihasilkan selama fase oksidasi dalam tangki aerasi. Seperti disebutkandiawal bahwa sebaghian dari lumpur dalam tangki penjernih didaur ulang kembali dalam bentuk LAB kedalam tangki aerasi dan sisanya dibuang untukmenjaga rasio yang tepat antara makanan dan mikroorganisme (F/M Ratio).

    Parameter

    Parameter yang umum digunakan dalam lumpur aktif (Davis dan Cornwell, 1985; Verstraete dan van Vaerenbergh, 1986) adalah sebagaiberikut:

    1. Mixed-liqour suspended solids (MLSS). Isi tangki aerasi dalam sistem lumpur aktif disebut sebagai mixed liqour yang diterjemahkan sebagailumpur campuran. MLSS adalah jumlah total dari padatan tersuspensi yang berupa material organik dan mineral, termasuk didalamnya adalahmikroorganisma. MLSS ditentukan dengan cara menyaring lumpur campuran dengan kertas saring (filter), kemudian filter dikeringkan padatemperatur 1050C, dan berat padatan dalam contoh ditimbang.

    2. Mixed-liqour volatile suspended solids (MLVSS). Porsi material organik pada MLSS diwakili oleh MLVSS, yang berisi material organik bukanmikroba, mikroba hidup dan mati, dan hancuran sel (Nelson dan Lawrence, 1980). MLVSS diukur dengan memanaskan terus sampel filter yangtelah kering pada 600 - 6500C, dan nilainya mendekati 65-75% dari MLSS.

    3. Food - to - microorganism ratio (F/M Ratio). Parameter ini merupakan indikasi beban organik yang masuk kedalam sistem lumpur aktif dandiwakili nilainya dalam kilogram BOD per kilogram MLSS per hari (Curds dan Hawkes, 1983; Nathanson, 1986). Adapun formulasinya sebagaiberikut :

    F/M = Q x BOD5 MLSS x V

    dimana :

    Q = Laju alir limbah Juta Galon per hari (MGD)BOD5 = BOD5 (mg/l)MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l)V = Volume tangki aerasi (Gallon)

    converted by Web2PDFConvert.com

  • Rasio F/M dikontrol oleh laju sirkulasi lumpur aktif. Lebih tinggi laju sirkulasi lumpur aktif lebih tinggi pula rasio F/M-nya. Untuk tangki aerasikonvensional rasio F/M adalah 0,2 - 0,5 lb BOD5/hari/lb MLSS, tetapi dapat lebih tinggi hingga 1,5 jika digunakan oksigen murni (Hammer, 1986).Rasio F/M yang rendah mencerminkan bahwa mikroorganisme dalam tangki aerasi dalam kondisi lapar, semakin rendah rasio F/M pengolah limbahsemakin efisien.

    4. Hidraulic retention time (HRT). Waktu tinggal hidraulik (HRT) adalah waktu rata-rata yang dibutuhkan oleh larutan influent masuk dalam tangkiaerasi untuk proses lumpur aktif; nilainya berbanding terbalik dengan laju pengenceran (D) (Sterritt dan Lester, 1988).

    HRT = 1/D = V/ Q

    dimana :

    V = Volume tangki aerasiQ = Laju influent air limbah ke dalam tangki aerasiD = Laju pengenceran.

    5. Umur lumpur (Sludge age). Umur lumpur adalah waktu tinggal rata-rata mikroorganisme dalam sistem. Jika HRT memerlukan waktu dalam jam,maka waktu tinggal sel mikroba dalam tangki aerasi dapat dalam hari lamanya. Parameter ini berbanding terbalik dengan laju pertumbuhanmikroba. Umur lumpur dihitung dengan formula sebagai berikut (Hammer, 1986; Curds dan Hawkes, 1983) :

    Umur Lumpur (Hari) = MLSS x V SSe x Qe + SSw X Qw

    dimana :

    MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l).V = Volume tangki aerasi (L)SSe = Padatan tersuspensi dalam effluent (mg/l)SSw = Padatan tersuspensi dalam lumpur limbah (mg/l)Qe = Laju effluent limbah (m3/hari)Qw = Laju influent limbah (m3/hari).

    Umur lumpur dapat bervariasi antara 5 - 15 hari dalam konvensional lumpur aktif. Pada musim dingin lebih lama dibandingkan musim panas (U.S.EPA, 1987a). Parameter penting yang mengendalikan operasi lumpur aktif adalah laju pemuatan organik, suplay oksigen, dan pengendalian danoperasi tangki pengendapan akhir. Tangki ini mempunyai dua fungsi: penjernih dan penggemukan mikroba. Untuk operasi rutin, orang harusmengukur laju pengendapan lumpur dengan menentukan indeks volume lumpur (SVI), Voster dan Johnston, 1987.

    II. PROSES LUMPUR AKTIF

    2.2. Modifikasi Proses Lumpur Aktif Konvensional

    Ada beberapa modifikasi dari proses lumpur aktif konvensional (Nathanson, 1986; US. EPA, 1977), Lihat Gambar 2.

    converted by Web2PDFConvert.com

  • Gambar 2. Modifikasi proses lumpur aktif.A. Sistem aerasi lanjutan. B. Parit oksidasi (US EPA, 1977, dalam Bitton, 1994)

    Sistem Aerasi Lanjutan

    Proses ini dipakai dalam instalasi paket pengolahan dengan cara sebagai berikut :

    1. Waktu aerasi lebih lama (sekitar 30 jam) dibandingkan sistem konvensional. Usia lumpur juga lebih lama dan dapat diperpanjang sampai 15 hari.

    2. Limbah yang masuk dalam tangki aerasi tidak diolah dulu dalam pengendapan primer.

    3. Sistem beroperasi dalam F/M ratio yang lebih rendah (umumnya

  • Survei Organisme Dalam Lumpur Aktif

    Flok dalam aktifitas lumpur mengandung sel bakteri disamping partikel anorganik dan organik. Ukuran flok bervariasi antara

  • Caulobacter, bakteri bertangkai umumnya ditemukan dalam air yang miskin bahan organik, dapat diisolasi dari kebanyakan pengolahan limbah,khususnya lumpur aktif (MacRae dan Smit, 1991).

    Gambar 4. Distribusi

    Zoogloea adalah bakteri yang menghasilkan exopolysaccharide yang membentuk proyeksi khas seperti jari tangan dan ditemukan dalam airlimbah dan lingkungan yang kaya bahan organik (Norberg dan Enfors, 1982; Unz dan Farrah, 1976; Williams dan Unz, 1983). Zoogloea diisolasi denganmenggunakan media yang mengandung m-butanol, pati, atau m-toluate sebagai sumber karbon. Bakteri ini ditemukan dalam berbagai tahappengolahan limbah tetapi jumlahnya hanya 0,1-1% dari total bakteri dalam mixed liqour (Williams dan Unz, 1983). Kepentingan relatif bakteri ini dalamair limbah membutuhkan penelitian lebih lanjut.

    Flok lumpur aktif juga merupakan tempat berkumpulnya bakteri autotrofik seperti bakteri nitrit (Nitrosomonas, Nitrobacter), yang dapatmerubah amonia menjadi nitrat dan bakteri fototrofik seperti bakteri ungu non sulfur (Rhodospilrillaceae), yang dapat dideteksi pada konsentrasisekitar 105 sel/ml. Bakteri ungu dan hijau ditemukan dalam jumlah yang sangat kecil. Barangkali, bakteri fototrofik hanya sedikit berperan dalampenurunan nilai BOD dalam lumpur aktif (Madigan, 1988; Siefert et al., 1978).

    Fungi

    Lumpur aktif biasanya tidak mendukung kehidupan fungi walaupun beberapa fungi berfilamen kadang-kadang ditemukan dalam flok lumpuraktif. Fungi dapat tumbuh pesat dibawah kondisi pH yang rendah, toksik, dan limbah yang kekurangan nitrogen. Genus yang dominan ditemukan dalamlumpur aktif adalah Geotrichum, Penicillium, Cephalosporium, Cladosporium, dan Alternaria (Pipes dan Cooke, 1969; Tomlinson dan Williams, 1975).Lumpur ringan (Sludge Bulking) dapat dihasilkan oleh pertumbuhan yang pesat Geotrichum candidum, yang dirangsang oleh pH rendah dari limbahyang asam.

    Protozoa

    Protozoa adalah significant predator dalam lumpur aktif seperti dalam lingkungan akuatik alam (Curds, 1982; Drakides, 1980; Fenchel danJorgensen, 1977; LaRiviere, 1977). Pemakanan bakteri oleh protozoa dapat ditentukan dengan eksperimen pemakanan bakteri yang telah diberi 14Catau 35C atau flouresen (Hoffmann dan Atlas, 1987; Sherr et al, 1987). Pemakanan bakteri tersebut dapat mereduksi toksikan. Contoh, Aspidiscacostata yang memakan bakteri dalam lumpur aktif dapat menurunkan Kadmium (Hoffmann dan Atlas, 1987). Protozoa paling sering ditemukan dalamlumpur aktif adalah Carchesium, Paramecium sp, Opercularia sp, Chilodenella sp, Vorticella sp, Apidisca sp (Dart dan Stretton, 1980, Edeline, 1988;Eikelboom dan van Buijsen, 1981).

    Cilliata. Siliata atau bulu getar digunakan untuk pergerakan dan mendorong partikel makanan kedalam mulut . Siliata dibagi menjadi tiga, yaitu: Siliata bebas (free), merayap (creeping), dan bertangkai (stalked). Siliata bebas (tidak terikat) memakan bakteri bebas yang terbang. Genus yangpaling penting sering ditemukan dalam lumpur aktif adalah Chilodonella, Colpidium, Blepharisma, Euplotes, Paramecium, Lionotus, Trachelophyllum,dan Spirostomum. Siliata merayap memakan bakteri yang berada dipermukaan flok lumpur aktif. Dua genus penting, yaitu : Aspidisca dan Euplotes.Cilitas bertangkai menempel tangkainya pada flok. Tangkai mempunyai myoneme untuk menangkap mangsa. Contoh siliata bertangkai adalahVorticella, Carchesium, Opercularia, dan Epistylis.

    Rotifers

    Rotifers adalah metazoa (organisme bersel banyak) dengan ukuran bervariasi dari 100 mm - 500 m m. Tubuhnya menancap pada partikel flokdan sering tercabut dari permukaan flok (Doohan, 1975; Eikelboom dan van Buijsen, 1981). Rotifers ditemukan dalam instalasi pengolahan air limbahtermasuk dua orde pertama, Bdelloidea (contoh : Philodina spp., Habrotrocha spp.) dan Monogononta (contoh : Lecane spp., Notommata spp.).Peranan rotifers dalam lumpur aktif adalah : (1) menghilangkan bakteri tersuspensi (contoh : bakteri yang tidak membentuk flok; (2) memberikontribusi terhadap pembentukan flok melalui pelet kotoran yang dikelilingi oleh mukus. Kehadiran rotifers dalam tahap akhir pengolahan limbah sistemlumpur aktif dikarenakan kenyataan bahwa hewan ini mempunyai siliata yang kuat yang menolong dalam mencari makan dan menurunkan jumlahbakteri tersuspensi (membuat air lebih jernih) dan aksi siliatanya lebih kuat dibandingkan protozoa.

    2.4. Oksidasi Bahan Organik Dalam Tangki Aerasi

    Air limbah domestik mempunyai rasio C:N:P sebesar 100 : 5 : 1, yang mencukupi untuk kebutuhan sebagian besar mikroorganisme. Bahanorganik dalam air limbah terdapat dalam bentuk terlarut, koloid, dan fraksi partikel. Bahan organik terlarut sebagai sumber makanan bagimikroorganisme heterotrophik dalam mixed liquor. Bahan organik ini cepat hilang oleh adsorpsi dan proses flokulasi, dan juga oleh absorpsi dan oksidasioleh mikroorganisme. Aerasi dalam beberapa jam dapat membuat perubahan dari BOD terlarut menjadi biomassa mikrobial. Aerasi mempunyai duatujuan : (1) memasok oksigen bagi mikroorganisme aerobik, dan (2) menjaga lumpur aktif agar selalu konstan teragitasi untuk melaksanakan kontsakyang cukup antara flok dengan air limbah yang baru datang pada sistem pengolahan limbah. Konsentrasi oksigen yang cukup juga diperlukan untukaktifitas mikroorganisme heterotrophik dan autotrophik, khususnya bakteri nitrit. Tingkat oksigen terlarut harus antara 0,5 - 0,7 mg/l. Proses nitrifikasiberhenti jika oksigen terlarut dibawah 0,2 mg/l (Dart dan Stretton, 1980). Curds dan Hawkes (1983) membuat ringkasan reaksi degradasi danbiosintesis yang terjadi dalam tangki aerasi dalam proses lumpur aktif (Gambar 5).

    converted by Web2PDFConvert.com

  • Gambar 5. Penghilangan Bahan Organik Dalam Proses Lumpur Aktif(Curds dan Hawkes, 1983 dalam Gabriel Bitton, 1994.

    2.5. Pengendapan Lumpur

    Campuran air dan lumpur (mixed liqour) dipindahkan dari tangki aerasi ke tangki pengendapan, tempat lumpur dipisahkan dari air yang telahdiolah. sebagian lumpur aktif dikembalikan ke tangki aerasi dan sebagian lagi dibuang dan dipindahkan ke pengolahan aerobik. Sel mikrobial terjadidalam bentuk agregat atau flok, densitasnya cukup untuk mengendap dalam tangki penjernih. Pengendapan lumpur tergantung ratio F/M dan umurlumpur. Pengendapan yang baik dapat terjadi jika lumpur mikroorganisme berada dalam fase endogeneous, yang terjadi jika karbon dan sumber energiterbatas dan jika pertumbuhan bakteri rendah. Pengendapan lumpur yang baik dapat terjadi pada rasio F/M yang rendah (contoh : tingginyakonsentrasi MLSS). Sebaliknya, Rasio F/M yang tinggi mengakibatkan pengendapan lumpur yang buruk.

    Dalam airlimbah pemukiman, rasio F/M yang optimum antara 0,2 dan 0,5 (Gaudy dan Gaudy, 1988; Hammer, 1986). Rata-rata waktu tinggalsel yang diperlukan untuk pengendapan yang efektif adalah 3 - 4 hari (Metcalf dan Eddy, 1991). Pengendapan yang tidak baik dapat terjadi akibatgangguan yang tiba-tiba pada parameter fisik (suhu dan pH), kekurangan makanan (contoh N, suhu, mikronutrien), dan kehadiran zat racun (sepertilogam berat) yang dapat menyebabkan hancurnya sebagian flok yang sudah terbentuk (Chudoba, 1989). Cara konvensional untuk monitoringpengendapan lumpur adalah dengan menentukan Indeks Volume Sludge (Sludge Volume Index = SVI). Caranya adalah sebagai berikut : Lumpurcampuran dari tangki aerasi dimasukkan dalam silinder volume 1 liter dan dibiarkan selama 30 menit. Volume sludge dicatat. Volume lumpur yangmengendap adalah SV, MLSS adalah mixed liqour suspended solid (mg/l). Dalam pengolahan lumpur yang konvensional (MLSS < 3 500 mg/l) nilai SVIberkisar 50 - 150 ml/g.

    SVI (ml/g) = SV x 1.000 MLSS

    2.6. Pengolah Limbah Tekstil P.T. Unitek, Bogor

    Indonesia dalam satu dasa warsa ini dikenal sebagai penghasil tekstil yang besar disamping India dan Pakistan. Dalam proses produksi industritekstil banyak menggunakan bahan kimia dan air. Bahan kimia yang digunakan antara lain untuk proses pencucian, pemutihan, dan pewarnaan. Akibatdari itu pencemaran lingkungan menjadi masalah bagi masyarakat yang tinggal disekitar industri tekstil. Mengingat pentingnya industri tekstil sebagaipenghasil devisa negara dan perlunya perlindungan lingkungan, maka diperlukan adanya teknologi pengolah limbah tekstil yang handal. Salah satucontoh pengolahan limbah tekstil yang hingga saat ini beroperasi adalah pengolahan limbah tekstil milik P.T. Unitex di Bogor.

    Gagasan unit pengolah limbah tekstil di PT. Unitek lahir dari Presiden Direktur Mr. S. Okabe karena pada tahun tersebut belum ada perusahaanyang dapat dijadikan contoh dalam pengolahan air limbah. Kemudian rancang bangunnya dilaksanakan oleh perusahaan induknya di Jepang, yaituUnitika Ltd. Dalam perkembangan selanjutnya terus mengalami perbaikan dan penambahan sejalan dengan peningkatan produksi. PT. Unitek merupakanpabrik tekstil terpadu. Proses produksinya meliputi pemintalan (spinning), pertenunan (weaving), pencelupan (dyeing) dan penyelesaian akhir(finishing). Pada umumnya polutan yang terkandung dalam limbah industri tekstil dapat berupa padatan tersuspensi, padatan terlarut serta gasterlarut. Karakteristik limbah pada umumnya bersifat alkalis (pH = 7), suhunya tinggi serta berwarna pekat. Untuk menghilangkan polutan tersebut,diperlukan pengolahan yang dapat memisahkan dan menghancurkan polutan yang terkandung didalamnya.

    III. TAHAPAN

    Instalasi Pengelolaan Air Limbah PT. Unitek dibangun Tahun 1988 di atas tanah seluas 4000 m2, dan mampu mengolah limbah tekstil lebih dari2000 m3/hari. Proses pengolahan air limbah PT. Unitek terbagi atas tiga tahap pemrosesan, yaitu :

    1. Proses primer yang meliputi penyaringan kasar, penghilangan warna, ekualisasi, penyaringan halus, pendinginan.2. Proses sekunder yang meliputi proses biologi dan sedimentasi.3. Proses tersier yang merupakan tahap lanjutan dengan penambahan bahan kimia.

    Melalui upaya pengelolaan yang telah dilakukan, maka air limbah yang dibuang tidak akan mencemari lingkungan. Biaya investasi pembangunaninstalasi ini hanya sekitar 2% dari total investasi atau sekitar 2,5 milyard rupiah. Sistem pengolah limbah yang digunakan merupakan perpaduan antaraproses fisika, kimia, dan biologi. Proses yang berperan dalam pengurangan bahan pencemar adalah proses biologi yang menggunakan sistem lumpuraktif dengan aerasi lanjutan (extended aeration).

    converted by Web2PDFConvert.com

  • Selain limbah cair terdapat pula limbah padat yang berupa lumpur, hasil samping dari sistem pengolahan yang digunakan. Lumpur hasil olahandigunakan sebagai bahan campuran pembuatan conblock dan batako press serta pupuk organik. Hal ini merupakan salah satu alternatif dan langkahlebih maju dari PT. Unitek dalam memanfaatkan kembali limbah padat.

    Gambar 6. Unit Pengolah Limbah Tekstil Kapasitas 200 m3/hari.

    Gambar 7. Bak penampung yang masih panas.

    Gambar 8. Bak pengendap pertama

    converted by Web2PDFConvert.com

  • Gambar 9. Pemberian koagulan (ferro sulfat) untuk menghilangkan warna.

    Gambar 10. Bak pengendap (clarifier) setelah diberi koagulan ferro sulfat.

    Gambar 11. Menara pendingin (Colling Tower) sebelum air masuk ke dalam bak aerasi.

    converted by Web2PDFConvert.com

  • Gambar 12. Bak aerasi tahap petama

    Gambar 13. Lumpur aktif dari bak pengendap akhir dikembalikan ke bak aerasi tahap pertama.

    Gambar 14. Bak pengendap akhir

    converted by Web2PDFConvert.com

  • Gambar 15. Contoh air di bak pengendap akhir.

    Gambar 16. Air hasil olahan sebelum dibuang ke lingkungan.

    Gambar 17. Bioassay

    converted by Web2PDFConvert.com

  • Gambar 18. Contoh air baku sampai dengan air hasil olahan.

    IV. CARA PEMBUATAN

    Urutan proses pengolahan limbah di PT. Unitek secara garis besar dibagi dalam 5 unit proses yang meliputi proses primer, sekunder, dantersier, yaitu :

    Unit 1 : adalah proses penghilangan warna dengan sistem koagulasi dan sedimentasi.Unit 2 : adalah proses penguraian bahan organik yang terkandung di dalam air limbah dengan sistem lumpur aktif.Unit 3 : adalah proses pemisahan air yang telah bersih dengan lumpur aktif dari kolam aerasi.Unit 4 : adalah proses penghilangan padatan tersuspensi setelah pengendapan.Unit 5 : adalah proses pemanfaatan lumpur padat setelah pengepresan di belt press.

    Untuk jelasnya lihat Gambar 19. Sistem Pengolah Limbah Lumpur Aktif PT. UNITEX.

    4.1. Proses Pengolahan Limbah

    Proses pengolahan air limbah PT. Unitek terbagi menjadi tiga tahap pemrosesan, yaitu :

    1. Proses primer, Proses primer merupakan perlakuan pendahuluan yang meliputi : a). Penyaringan kasar, b). Penghilangan warna, c). Ekualisasi, d). Penyaringan halus, dan e). Pendinginan.

    2. Proses sekunder, Proses biologi dan sedimentasi.3. Proses tersier, merupakan tahap lanjutan setelah proses biologi dan sedimentasi.

    Adapun waktu yang dibutuhkan untuk tiap-tiap proses dapat dilihat pada Tabel 2.

    Tabel 2. Dimensi, Debit Air Masuk, dan Waktu Tinggaldari masing-masing Unit Pengolah Limbah Cair PT. UNITEX.

    Unit Penanganan Jumlah Vol Tangki (m3) Total Vol (m3) Debit(m3/hari)

    WaktuRetensi

    Kolam equalisasi

    Limbah air warna

    2

    59 + 56

    115

    1200

    2.3 jam

    Limbah air umum 1 653 653 1800 8.7 jam

    Tangki Koagulasi I 1 3.1 3.6 720 7.2menit

    Tangki Sedimentasi I 2 14.2 28.4 720 25menit

    Kolam Aerasi 3 2(1250) + 925 3425 3000 27.4jam

    Tangki Sedimentasi II 1 407 407 3394 2.9 jam

    Tangki Koagulasi II 1 6 6 3394 2.5menit

    Tangki Intermeadiat 1 57 57 3394 24menit

    Tangki Sedimentasi III 1 178 178 3394 1.26jam

    converted by Web2PDFConvert.com

  • Kolam Ikan 1 15 15 3394 6.4menit

    Gambar 19. Sistem Pengolah Limbah Lumpur Aktif PT. UNITEX

    4.2. Proses Primer

    a. Penyaringan Kasar

    Air limbah dari proses pencelupan dan pembilasan dibuang melalui saluran pembuangan terbuka menuju pengolahan air limbah. Salurantersebut terbagi menjadi dua bagian, yakni saluran air berwarna dan saluran air tidak berwarna. Untuk mencegah agar sisa-sisa benang atau kaindalam air limbah terbawa pada saat proses, maka air limbah disaring dengan menggunakan saringan kasar berdiameter 50 mm dan 20 mm.

    b. Penghilangan Warna

    Limbah cair berwarna yang berasal dari proses pencelupan setelah melewati tahap penyaringan ditampung dalam dua bak penampungan,masing-masing berkapasitas 64 m3 dan 48 m3, air tersebut kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi pertama (volume 3,1 m3) yang terdiri atastiga buah tangki, yaitu : Pada tangki pertama ditambahkan koagulasi FeSO4 (Fero Sulfat) konsentrasinya 600 - 700 ppm untuk pengikatan warna.Selanjutnya dimasukkan ke dalam tangki kedua dengan ditambahkan kapur (lime) konsentrasinya 150 - 300 ppm, gunanya untuk menaikkan pH yangturun setelah penambahan FeSO4. Dari tangki kedua limbah dimasukkan ke dalam tangki ketiga pada kedua tangki tersebut ditambahkan polimerberkonsentrasi 0,5 - 0,2 ppm, sehingga akan terbentuk gumpalan-gumpalan besar (flok) dan mempercepat proses pengendapan.

    Setelah gumpalan-gumpalan terbentuk, akan terjadi pemisahan antara padatan hasil pengikatan warna dengan cairan secara gravitasi dalamtangki sedimentasi. Meskipun air hasil proses penghilangan warna ini sudah jernih, tetapi pH-nya masih tinggi yaitu 10, sehingga tidak bisa langsungdibuang ke perairan. Untuk menghilangkan unsur-unsur yang masih terkandung didalamnya, air yang berasal dri koagulasi I diproses dengan sistemlumpur aktif. Cara tersebut merupakan perkembangan baru yang dinilai lebih efektif dibandingkan cara lama yaitu air yang berasal dari koagulasi Idigabung dalam bak ekualisasi.

    Tabel 3. Hasil pengamatan konsentrasi, debit, dan laju penambahan koagulandan flokulan terhadap limbah air warna (Rapto, 1996)

    Agent Konsentrasi (kg/l) Debit (l/jam) Laju Penambahan(kg/jam)

    Fe SO4 0.21 13.28 2.84

    Lime 0.11 806.76 86.44

    Polimer ANP-10 2. 10-4 561.60 0.11

    Tabel 4. Efisiesi removal proses koagulasi dan flokulasi air limbah warnaTahun 1994 (Rapto, 1996)

    Parameter Inlet (mg/l) Outlet (mg/l) Efisiensi removal (%)

    converted by Web2PDFConvert.com

  • TSS 132.33 17.33 86.9

    BOD5 266.12 54.92 79.4

    COD 432.33 112.00 74.1

    DO 0.4 0.25 37.5

    c. Ekualisasi

    Bak ekualisasi atau disebut juga bak air umum memiliki volume 650 m3 menampung dua sumber pembuangan yaitu limbah cair tidak berwarnadan air yang berasal dari mesin pengepres lumpur. Kedua sumber pembuangan pengeluarkan air dengan karakteristik yang berbeda. Oleh karena ituuntuk memperlancar proses selanjutnya air dari kedua sumber ini diaduk dengan menggunakan blower hingga mempunyai karakteristik yang sama yaitupH 7 dan suhunya 32oC. Sebelum kontak dengan sistem lumpur aktif, terlebih dahulu air melewati saringan halus dan cooling tower, karena untukproses aerasi memerlukan suhu 32oC. Untuk mengalirkan air dari bak ekualisasi ke bak aerasi digunakan dua buah submerble pump atau pompa celup(Q= 60 m3/jam).

    d. Saringan Halus (Bar Screen f = 0,25 in)

    Air hasil ekualisasi dipompakan menuju saringan halus untuk memisahkan padatan dan larutan, sehingga air limbah yang akan diolah bebas daripadatan kasar berupa sisa-sisa serat benang yang masih terbawa.

    e. Cooling Tower

    Karakteristik limbah produksi tekstil umumnya mempunyai suhu antara 35-40oC, sehingga memerlukan pendinginan untuk menurunkan suhuyang bertujuan mengoptimalkan kerja bakteri dalam sistem lumpur aktif. Karena suhu yang diinginkan adalah berkisar 29-30oC.

    4.3. Proses Sekunder

    a. Proses Biologi

    Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. Unitek memiliki tiga bak aerasi dengan sistem lumpur aktif, yang pertama berbentuk ovalmempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan bentuk persegi panjang. Karena pada bak oval tidak memerlukan blower sehingga dapatmenghemat biaya listrik, selain itu perputaran air lebih sempurna dan waktu kontak bakteri dengan limbah lebih merata serta tidak terjadi pengendapanlumpur seperti layaknya terjadi pada bak persegi panjang. Kapatas dari ketiga bak aerasi adalah 2175 m3. Pada masing-masing bak aerasi ini terdapatsparator yang mutlak diperlukan untuk memasok oksigen ke dalam air bagi kehidupan bakteri. Parameter yang diukur dalam bak aerasi dengan sistemlumpur aktif adalah DO, MLSS, dan suhu. Dari pengalaman yang telah dijalani, parameter-parameter tersebut dijaga sehingga penguraian polutan yangterdapat dalam limbah dapat diuraikan semaksimal mungkin oleh bakteri. Oksigen terlarut yang diperlukan berkisar 0,5 2,5 ppm, MLSS berkisar 4000 6000 mg/l, dan suhu berkisar 29 30oC.

    b. Proses Sedimentasi

    Bak sedimentasi II (volume 407 m3) mempunyai bentuk bundar pada bagian atasnya dan bagian bawahnya berbentuk kronis yang dilengkapidengan pengaduk (agitator) dengan putaran 2 rph. Desain ini dimaksudkan untuk mempermudah pengeluaran endapan dari dasar bak. Pada baksedimentasi ini akan terjadi settling lumpur yang berasal dari bak aerasi dan endapan lumpur ini harus segera dikembalikan lagi ke bak aerasi (returnsludge=RS), karena kondisi pada bak sedimentasi hampir mendekati anaerob. Besarnya RS ditentukan berdasarkan perbandingan nilai MLSS dan debitRS itu sendiri. Pada bak sedimentasi ini juga dilakukan pemantauan kaiment (ketinggian lumpur dari permukaan air) dan MLSS dengan menggunakanalat MLSS meter.

    4.4. Proses Tersier

    Pada proses pengolahan ini ditambah bahan kimia, yaitu Alumunium Sulfat (Al2(SO4)3), Polimer dan Antifoam (Silicon Base); untuk mengurangipadatan tersuspensi yang masih terdapat dalam air. Tahap lanjutan ini diperlukan untuk memperoleh kualitas air yang lebih baik sebelum air tersebutdibuang ke perairan.

    Air hasil proses biologi dan sedimentasi selanjutnya ditampung dalam bak interdiet (Volume 2m3) yang dilengkapi dengan alat yang disebutinverter untuk mengukur level air, kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi (volume 3,6 m3) dengan menggunakan pompa sentrifugal. Padatangki koagulasi ditambahkan alumunium sulfat (konsentrasi antara 150 300 ppm) dan polimer (konsentrasi antara 0,5 2 ppm), sehingga terbentukflok yang mudah mengendap. Selain kedua bahan koagulan tersebut juga ditambahkan tanah yang berasal pengolahan air baku (water teratment)yang bertujuan menambah partikel padatan tersuspensi untuk memudahkan terbentuknya flok.

    Pada tangki koagulasi ini terdapat mixer (pengaduk) untuk mempercepat proses persenyawaan kimia antara air dan bahan koagulan, jugaterdapat pH kontrol yang berfungsi untuk memantau pH effluent sebelum dikeluarkan ke perairan. Setelah penambahan koagulan dan proses flokulasiberjalan dengan sempurna, maka gumpalan-gumpalan yang berupa lumpur akan diendapkan pada tangki sedimentasi III (volume = 178 m3). Hasilendapan kemudian dipompakan ke tangki penampungan lumpur yang selanjutnya akan diolah dengan belt press filter machine.

    VI. HASIL YANG PERNAH DICAPAI

    Sebagai gambaran hasil proses dari Unit Pengolah Limbah Tekstil tersebut adalah sebagai berikut :

    Tabel 5. Hasil Pengamatan Konsentrasi, Debit, dan Laju Penambahan Koagulan dan Flokulan Pada Tangki Koagulasi II, tahun 1994 (Rapto, 1996).

    Agent Kosentrasi (kg/l) Debit (l/jam) Laju Penambahan(kg/jam)

    Al2(SO4)3 0.30 128.95 38.69

    Polimer ANP-10 5. 10-4 53.21 0.03

    converted by Web2PDFConvert.com

  • Tabel 6. Efisiensi Removal Proses Koagulan dan Flokulasi Air LimbahPada Penanganan Tersier, Tahun 1994 (Rapto, 1996).

    Parameter Inlet (mg/l) Outlet (mg/l) Efisiensi Removal (%)

    TSS 22.00 9.00 59.10

    BOD5 46.69 25.09 46.30

    COD 93.33 50.09 46.30

    Parameter Pantau

    A. Kimia

    1. COD (Chemical Oxygen Demand) : Jumlah oksigen (ppm O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi K2Cr2O7 yang digunakan sebagai sumberoksigen (oxidizing agent).

    2. BOD (Biochemical Oxygen Demand) : Suatu analisis empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologi yang benar-benarterjadi didalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen (ppm O2) yang dibutuhkan oleh bakteri untuk mengoksidasi hampir semua zat organis yangterlarut dan sebagian zat organis yang tersuspensi dalam limbah cair.

    3. DO (Dissolved Oksigen) : Jumlah oksigen (ppm O2) yang terlarut dalam air dan merupakan kebutuhan mutlak bagi mikroorganisma (khususnyabakteri) dalam menguraikan zat organik.

    4. pH (Derajat Keasaman) : Didefinisikan sebagai pH = - log (H+) yang menunjukkan tingkat keasaman atau kebasaan.

    B. Fisika

    1. MLSS (Mixed Liqour Suspended Solid) : Jumlah seluruh padatan tersuspensi dalam suatu cairan (ppm) yang menggambarkan kepekatan lumpurpada kolam aerasi khususnya.

    2. SV30 (Sludge Volume = 30) : Lumpur yang mengendap secara gravitasi selama 30 menit (%) yang menunjukkan tingkat kelarutan oksigen dalamlumpur aktif.

    C. Biologi

    Parameter biologi yang diamati berupa mikroorganisme predator bakteri, diantaranya prozoa dan avertebrata lainnya.

    Kualitas Influen dan Efluen IPAL PT UNITEX

    Efisiensi sistem IPAL PT. Unitex cuiup tinggi, terutama untuk TSS, BOD dan FE. Hanya sayang dalam analisis keberhasilan sistem lumpur aktifmenjadi sulit karena parameter MLSS, MVSS, SVI dan mikrobiologinya kurang banyak diteliti.

    Tabel 7. Efisiensi Total Rata-Rata IPAL PT. UNITEX (RIPTO, 1996)

    Parameter Inlet (air umum) Outlet Efisiensi

    Air UmumpH 11.35 7.26 36.03

    TSS (mg/l) 84.00 7.00 91.66

    BOD5 (mg/l) 97.50 2.70 97.00

    COD (mg/l) 428.50 162.70 62.03

    Fe (mg/l) 2.33 0.07 96.99

    VII. LOKASI

    Pengolahan limbah tektil ini diterapkan di PT Unitek, Jalan Pajajaran Tajur, Bogor. Jawa Barat.

    VIII. PERMASALAHAN

    Teknologi ini cukup mahal investasinya. Penerapannya harus seimbang dengan investasi industri utamanya. Walaupun hasilnya memuaskan, biayaoperasinya cukup tinggi.

    INFORMASI SELENGKAPNYA HUBUNGI :

    Ir. Arie Herlambang, M.Sc.

    Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah CairDirektorat Teknologi LingkunganKedeputian Bidang Teknologi Informasi, Energi dan MaterialBadan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

    Jl. M.H. Thamrin No. 8, Jakarta PusatTelp. 3169769,3169770Fax. 3169760

    Email : [email protected]

    converted by Web2PDFConvert.com