laporan trimiristin
DESCRIPTION
Laporan PraktikumTRANSCRIPT
BAB V
TRIMIRISTIN
I. Tujuan
1. Menunjukkan kemahiran dalam memisahkan senyawa bahan alam, terutama
trimiristin dari buah pala.
2. Menjelaskan prinsip dasar reaksi asam dan ester.
II. Dasar Teori
Salah satu tanaman rempah-rempah asli Indonesia adalah tanaman pala
(Myristica malaccensis Hk.f). Pada penelitian ini dilakukan isolasi trimiristin dari
biji buah pala. Isolasi dilakukan dengan refluks menggunakan eter. Trimiristin
adalah suatu gliserida, yakni ester yang terbentuk dari gliserol dan asam miristat.
Gliserida ini terdapat dalam kadar yang tinggi dalam biji buah pala, Myristica
fragrance, tetapi banyak tercampur dengan ester-ester lain yang sejenis.
Pemisahan trimiristin dari biji buah pala dapat dijadikan sebagai contoh sederhana
dalam pemisahan bahan alam, yang biasanya memakan waktu dan agak rumit.
Oleh karena trimiristin yang tinggi dalam buah pala, hasil pemisahan yang murni
dapat dicapai dengan cara ekstraksi sederhana dan penghabluran.
Minyak yang berasal dari biji, fuli dan daun banyak digunakan untuk
industri obat-obatan, parfum dan kosmetik. Buah pala berbentuk bulat berkulit
kuning jika sudah tua, berdaging putih. Bijinya berkulit tipis agak berwarna hitam
kecokelatan yang dibungkus fuli berwarna merah padam. Isi bijinya putih, bila
dikeringkan menjadi kecokelatan gelap dengan aroma khas. Buah pala terdiri atas
daging buah (77,8%), fuli (4%), tempurung (5,1%) dan biji (13,1%)
(Rismunandar, 1990). Secara komersial biji pala dan fuli (mace) merupakan
bagian terpenting dari buah pala dan dapat dibuat menjadi berbagai produk antara
lain minyak atsiri dan oleoresin. Produk lain yang mungkin dibuat dari biji pala
adalah mentega pala yaitu trimiristin yang dapat digunakan untuk minyak makan
dan industri kosmetik (Somaatmaja, 1984).
Aroma minyak pala yang khas merupakan akibat dari kandungan beberapa
komponen-komponen kimiawi, seperti monoterpen hidrokarbon ± 88% dengan
komponen utama camphene dan pinene, myristicin, dan monoterpen alcohol
seperti geraniol, lonalool, terpineol, serta komponen lain seperti eugenol dan metil
eugenol (Rismunandar, 1990). Menurut Dorman et al dalam Jukic et al (2006)
komponen utama minyak biji pala adalah terpen, terpen alcohol dan fenolik eter.
Komponen monoterpen hidrokarbon yang merupakan komponen utama minyak
pala terdiri atas β-pinene (23,9%), α-pinene (17,2%), dan limonene (7,5%).
Sedangkan komponen fenolik eter terutama adalah myristicin (16,2%), diikuti
safrole (3,9%) dan metil eugenol (1,8%).
Biji buah pala yang sudah digiling atau serbuk yang dijual di dalam kaleng,
diekstraksi dengan eter di dalam labu atau alat soxhlet, dan sisanya dihablurkan
dengan aseton. Biji pala mengandung 25%-40% lemak yang dapat diperoleh
dengan hotpress, yaitu pengepresan setelah pemanasan atau dengan ekstraksi
menggunakan pelarut. Produk ini dikenal sebagai mentega pala (oleum myristica
expresum), mempunyai warna kuning dengan berbentuk mentega pada suhu
kamar, sebagian besar kandungannya adalah trimiristin. Trimiristin dapat
ditransformasi menjadi ester, metil miristat yang berfungsi sebagai bahan
pelembab, pengemulsi, penstabil larutan standar untuk kromatografi gas dan
bumbu masak. Pada trimiristin gugus asam atau asil adalah sama, sehingga dapat
dihidrolisis menjadi asam dan gliserol menghasilkan satu jenis asam, yakni asam
miristat.
CH2 ( CH2 12CH3)
) CH312CH2(CH2
) CH312CH2(CH + H2O CH
CH2
CH2
OH
OH
OH
OCO
OOC
OCO ( CH2 12CH3)HOC
O+
Gambar II.1. Reaksi Pembuatan Trimiristin
Eter tidak begitu larut dalam air karena, tanpa kelompok hidroksil, mereka
tidak dapat membentuk ikatan hidrogen yang kuat dengan air. Selanjutnya, tanpa
kelompok hidroksil polar, tarikan molekul antara molekul eter relatif lemah.
Akibatnya, tidak butuh banyak energi untuk memisahkan molekul eter dari satu
sama lain. Inilah sebabnya mengapa eter memiliki titik didih yang relatif rendah
dan menguap begitu mudah.
Dietil eter, adalah salah satu anestesi pertama. Sifat anestesi senyawa ini,
ditemukan di awal 1800-an, merevolusi praktek operasi. Karena volatilitas yang
tinggi pada suhu kamar, dietil eter menghirup dengan cepat memasuki aliran
darah. Karena eter ini memiliki kelarutan yang rendah dalam air dan volatilitas
tinggi, dengan cepat meninggalkan aliran darah sekali diperkenalkan. Karena sifat
fisik, pasien bedah dapat dibawa masuk dan keluar dari anestesi (keadaan tidak
sadarkan diri) hanya dengan mengatur gas bernafas. Gas anestesi modern-hari
memiliki efek samping yang lebih sedikit dari dietil eter tetapi bekerja pada
prinsip yang sama.
Aseton, juga dikenal sebagai propanon, dimetil keton, 2-propanon, propan-2-
on, dimetilformaldehida, dan β-ketopropana, adalah senyawa berbentuk cairan
yang tidak berwarna dan mudah terbakar. Ia merupakan keton yang paling
sederhana. Aseton larut dalam berbagai perbandingan dengan air , etanol , dietil
eter . Ia sendiri juga merupakan pelarut yang penting. Aseton digunakan untuk
membuat plastik , serat, obat-obatan, dan senyawa-senyawa kimia lainnya.
Selain dimanufaktur secara industri, aseton juga dapat ditemukan secara alami,
termasuk pada tubuh manusia dalam kandungan kecil.
Aseton dibuat secara langsung maupun tidak langsung dari propena. Secara
umum, melalui proses kumena, benzena dialkilasi dengan propena dan produk
proses kumena (isopropyl benzena) dioksidasi untuk menghasilkan fenol dan
Aseton:
C6H5CH(CH3)2 + O2 → C6H5OH + OC(CH3)2
Konversi di atas terjadi melalui zat antara kumena hidroperoksida,
C6H5C(OOH)(CH3)2.
Aseton juga diproduksi melalui propena yang dioksidasi langsung dengan
menggunakan katalis Pd(II) / Cu(II), mirip seperti 'proses wacker'. Dahulu, aseton
diproduksi dari distilasi kering senyawa asetat, misalnya kalsium asetat. Selama
perang dunia I, sebuah proses produksi aseton dari fermentasi bakteri
dikembangkan oleh Chaim Weizmann dalam rangka membantu Britania dalam
usaha perang. Proses ini kemudian ditinggalkan karena rendahnya aseton butanol
yang dihasilkan.
Aseton sering kali merupakan komponen utama (atau tunggal) dari cairan
pelepas cat kuku. Etil asetat, pelarut organik lainnya, kadang-kadang juga
digunakan. Aseton juga digunakan sebagai pelepas lem super. Ia juga dapat
digunakan untuk mengencerkan dan membersihkan resin kaca serat dan epoksi. Ia
dapat melarutkan berbagai macam plastik dan serat sintetis. Aseton sangat baik
digunakan untuk mengencerkan resin kaca serat, membersihkan peralatan kaca
gelas, dan melarutkan resin epoksi dan lem super sebelum mengeras. Selain itu,
aseton sangatlah efektif ketika digunakan sebagai cairan pembersih dalam
mengatasi tinta permanen. Dalam laboratorium, aseton digunakan sebagai pelarut
aportik polar dalam kebanyakan reaksi organik, seperti reaksi SN2. Penggunaan
pelarut aseton juga berperan penting pada oksidasi Jones. Oleh karena polaritas
aseton yang menengah, ia melarutkan berbagai macam senyawa. Sehingga ia
umumnya ditampung dalam botol cuci dan digunakan sebagai untuk membilas
peralatan gelas laboratorium.
Walaupun mudah terbakar, aseton digunakan secara ekstensif pada proses
penyimpanan dan transpor asetilena dalam industri pertambangan. Bejana yang
mengandung bahan berpori pertama-tama diisi dengan aseton, kemudian asetilena,
yang akan larut dalam aseton. Satu liter aseton dapat melarutkan sekitar 250 liter
asetilena.
III. Prinsip Kerja
1. Alat
a. Labu didih alas bulat 100ml
b. Waterbath
c. Kondensor
d. Selang dan pompa
e. Kertas saring
f. Tali
g. Gelas ukur
h. Pipet tetes
i. Klem dan statif
j. Air es
k. Aquades
l. Timbangan
m. Spatula
n. Erlenmeyer
o. Corong Buchner
p. Ekstraktor
2. Bahan
a. Serbuk pala
b. Aseton
c. Eter
d. Aquades
3. Rangkaian Alat
Labu Alas Bulat Ekstraktor Kondensor
Erlenmayer Pipet Volum Pipet Ukur
Pompa Vakum Pipet Corong Buchner
Ball Filler Kertas Saring Klem dan Statif
Oven Gelas Arloji Waterbath
4. Skema Kerja
Mortar Haluskan 15 gr Biji Pala
Kertas Saring Bungkus bubuk pala dengan kertas saring dan di ikat
Labu Alas Bulat Masukkan Eter 100 ml dan
Ekstraktor Masukkan sampel (bubuk pala)
0)
9090
9
90
Ambil sampel dan lakukan recovery dengan suhu 50°C kemudian dinginkan pada suhu kamar selama 30 menit dan dilanjutkan pendinginan dengan air es selama 30 menit
dan didinginkan
Waterbath Atur suhu pada 45°C dan lakukan ekstraksi sampai 4 siklus
0)
9090
9
90
Hasil trimiristin + eter
Residu Filtrat Oven sampai berat konstan pada suhu 50°C
IV. Hasil dan Pembahasan
1. Data Pengamatan
Tabel V. 1 Data Pengamatan
Variabel yang diamati Hasil PengamatanTetesan eter pertama Terjadi 8 menit dari awal proses
Berwarna beningSiklus pertama Terjadi 22 menit dari tetes pertama
Berwarna kuning keemasanSiklus kedua Terjadi 15 menit setelah siklus pertama
Berwarna kuning agak jernihSiklus ketiga Terjadi 16 menit setelah siklus kedua
Berwarna kuning makin jernihSiklus keempat Terjadi 14 menit setelah siklus ketiga
Berwarna kuning jernihRecovery pertama Terjadi 28 menit
Berwarna kuningRecovery kedua Terjadi 27 menit
Berwarna kuningPenambahan aseton 15 ml Warna tetap, tidak ada perubahanPendinginan suhu ruang selama 30 menit
Warna tetap, tidak ada perubahan
Pendinginan dalam air es selama 30 menit
Terbentuk banyak endapan putih kekuningan
Oven suhu 50o C selama 20 menit
Didapat berat trimiristin + kertas saring sebesar 2,68 gram
Oven suhu 50o C selama 10 menit
Didapat berat trimiristin + kertas saring sebesar 2,59 gram
Oven suhu 50OC selama 10 menit
Didapat berat trimiristin + kertas saring sebesar 2,53 gram
Oven suhu 50OC selama 10 menit
Didapat berat trimiristin + kertas saring sebesar 2,51 gram
Presentase Rendemen Hasil Trimiristin
Berat trimiristin = 2,51 - berat kertas saring
= 2,51 - 0,60
= 1,91 gram
Berat serbuk biji pala = 15 gram
% Trimiristin dalam pala = x 100 %
= x 100 %
= 12,73 %
2. Pembahasan
Pada percobaan isolasi trimiristin dari biji pala, mulanya biji pala
dihaluskan terlebih dahulu menjadi serbuk halus. Penghalusan biji pala
dilakukan dengan ditumbuk dan diblender. Penghalusan biji pala dilakukan
dua kali untuk mendapatkan serbuk biji pala yang benar-benar halus, sebab
dengan semakin halusnya serbuk maka semakin luas permukaan sentuh antara
pelarut dengan sampel sehingga akan semakin besar kontak dengan pelarut
yang digunakan. Jika kontak yang terjadi maksimal, maka zat-zat yang
terkandung dalam biji pala dapat dengan mudah terlarut dalam pelarut.
Kemudian pelarut yang digunakan adalah eter. Pelarut eter dipilih
karena eter dapat digunakan untuk melarutkan trimiristin yang merupakan
gliseraldehid yang bersifat non polar. Selain itu, titik didih eter (34o C) lebih
rendah dari titik didih trimiristin (55o C), dibandingkan pelarut lain yang titik
didihnya lebih tinggi dari trimiristin. Jika memakai pelarut lain yang titik
didihnya lebih tinggi dari trimiristin, trimiristin dapat rusak. Jika memakai
eter, diharapkan eter dapat menguap terlebih dahulu dan melarutkan
trimiristin.
Adapun pada penggunaan metode ekstraksi trimiristin, metode yang
digunakan pada percobaan ini adalah ekstraksi menggunakan soxhlet. Soxhlet
tersusun dari labu didih yang disusun pada bagian bawah, kemudian di
atasnya dipasang ekstraktor dan kondensor. Labu didih digunakan untuk
mendidihkan eter sehingga menghasilkan uap eter, kemudian ekstraktor
berfungsi untuk mengambil trimiristin yang ada dalam biji pala dengan
mempertemukan uap eter dengan dengan biji pala yang dibungkus dalam
kertas saring. Kondensor berfungsi mendinginkan uap yang mengandung
trimiristin. Air yang dialirkan pada kondensor ditambahkan es batu untuk
memperbesar pertukaran panas, sehingga panas dari uap eter dapat segera
diubah menjadi zat cair, sehingga proses kondensasi lebih cepat.
Digunakannya metode ini karena dalam percobaan ini sampel yang digunakan
berupa padatan yaitu serbuk biji pala. Selain itu, penggunaan soxhlet juga
dilihat dari faktor kemudahan untuk ekstraksi dibandingkan dengan metode
lain, yaitu tidak perlu dilakukan penyaringan hasil ekstraksi karena sudah
dibungkus di kertas saring. Ukuran bungkusan serbuk pala disesuaikan
dengan lebar ekstraktor terlebih dahulu dan diikat dengan tali agar mudah saat
bungkusan diletakkan dan diambil.
Dalam proses pengambilan trimiristin, pemanasan eter menggunakan
waterbath karena suhu pemanasan lebih mudah dikontrol bila dibandingkan
dengan menggunakan kompor listrik. Waterbath diatur pada suhu 45o C yaitu
suhu dimana eter sudah menguap namun masih di bawah titik didih
trimiristin.
Proses ekstraksi dimulai dengan mencelupkan labu didih yang berisi
eter ke dalam waterbath. Labu didih dipanaskan hingga terbentuk uap yang
mengenai serbuk biji pala. Uap yang telah mengandung trimiristin kemudian
didinginkan oleh kondensor sehingga berbentuk cair dan menetes. Tetesan
pertama terjadi setelah 8 menit dari awal proses. Tetesan tersebut semakin
banyak dan memenuhi ekstraktor. Jika sudah penuh, maka cairan akan
kembali pada labu didih melalui pipa kecil pada ekstraktor. Peristiwa
kembalinya pelarut pada labu didih yang dinamakan siklus.
Pada percobaan ini, siklus pertama terjadi 22 menit setelah tetesan
pertama dengan warna pelarut kuning keemasan. Siklus pertama merupakan
siklus dimana pelarut dapat melarutkan trimiristin secara maksimal sehingga
dapat dikatakan kandungan trimiristin pada siklus ini paling banyak dibanding
siklus setelahnya . Pada percobaan ini, siklus dilakukan sampai empat kali,
dengan siklus kedua terjadi setelah 15 menit dari setelah siklus pertama, siklus
ketiga terjadi 16 menit setelah siklus kedua, dan siklus keempat terjadi setelah
14 menit setelah siklus ketiga. Warna yang ditunjukkan dari siklus kedua
hingga siklus keempat adalah warna yang semakin jernih dari siklus pertama,
yaitu kuning jernih yang menunjukkan adanya trimiristin. Semakin jernih
warna pelarut dikarenakan trimiristin yang terlarut dalam eter semakin lama
akan semakin sedikit seiring dengan semakin banyaknya siklus yang terjadi.
Kandungan trimiristin yang semakin sedikit juga terlihat dari waktu siklus
yang semakin lama semakin singkat.
Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah recovery. Recovery
bertujuan untuk memisahkan pelarut dengan trimiristin sehingga pelarut dapat
diambil kembali. Proses recovery juga menggunakan soxhlet. Mula – mula,
bungkusan serbuk pala dalam ekstraktor diambil. Kemudian, masukkan labu
didih yang berisi hasil ekstraksi ke dalam waterbath. Suhu waterbath diatur
pada 50o C. Fungsinya agar eter yang titik didihnya lebih rendah dari suhu
waterbath dapat menguap terlebih dahulu dan terpisah dari trimiristin.
Recovery dilakukan selama dua kali dengan waktu recovery pertama selama
28 menit dan recovery kedua selama 27 menit. Hasil yang didapat adalah
trimiristin kotor dalam labu didih yang berwarna kuning
Kemudian trimiristin kotor yang masih hangat dipindahkan ke
dalam beaker glass dan ditambahkan aseton sebanyak 15 ml. Penambahan
aseton bertujuan untuk memurnikan trimiristin. Penambahan aseton tidak
menghasilkan perubahan warna. Kemudian trimiristin didinginkan pada suhu
ruang selama 30 menit. Pendinginan suhu ruang bertujuan untuk melarutkan
trimiristin sehingga membentuk kristal (rekristalisasi). Pemilihan aseton
sebagai pelarut karena titik didihnya (54o C) lebih rendah dari titik didih
trimiristin. Sesuai dengan prinsip rekristalisasi, aseton yang masih hangat
dicampurkan pada trimiristin kotor berfungsi untuk mendapatkan larutan
jenuh atau mencapai jenuh. Ketika campuran perlahan didinginkan, kristal
akan mengendap karena kelarutan padatan akan menurun bila suhu
didinginkan. Diharapkan pengotor tidak ikut mengkristal karena
konsentrasinya dalam larutan tidak terlalu tinggi untuk mencapai jenuh.
Namun pendinginan pada suhu ruang tidak menyebabkan perubahan dalam
beaker glass, dilihat dari warnanya yang tetap dan tidak membentuk kristal.
Hal itu dapat disebabkan karena suhu pendinginan yang kurang dingin,
sehingga dilakukan pendinginan pada air es selama 30 menit. setelah
dilakukan pendinginan pada air es, di dalam beaker glass terbentuk banyak
kristal halus berwarna putih kekuningan. Kristal tersebut adalah trimiristin.
Karena masih terdapat sedikit pelarut pada kristal, maka dilakukan
penyaringan dengan menggunakan corong Buchner. Sebelumnya, kertas
saring yang digunakan untuk penyaringan ditimbang dulu agar memudahkan
perhitungan massa setelah dioven. Hasil penyaringan corong Buchner yaitu
kristal putih kekuningan kemudian dioven.
Pengovenan dilakukan untuk mendapatkan kristal trimiristin yang
kering sempurna. Pengovenan dilakukan sampai massa kristal konstan (tidak
berubah) yang menandakan telah berkurangnya kandungan air dari kristal.
Pada percobaan ini, pengovenan dilakukan sebanyak 4 kali pada suhu 50o C.
Pengovenan pertama dilakukan selama 20 menit mendapatkan massa
campuran (massa kertas saring + massa trimiristin) sebanyak 2,68 gram,
dilanjutkan pada pengovenan kedua selama 10 menit dengan massa campuran
sebanyak 2,59 gr. Pengovenan ketiga berlangsung selama 10 menit dengan
massa campuran 2,53 gr dan pengovenan keempat selama 10 menit
menghasilkan massa campuran sebesar 2,51 gr. Pada pengovenan keempat,
massa kristal sudah konstan sehingga dapat dihitung massa trimiristin yaitu
massa campuran dikurangi massa kertas saring sehingga diperoleh massa
trimiristin sebanyak 1,91 gram. Hitung pula rendemennya dan dihasilkan
sebesar 12,73 % .
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Masyitah (2006), isolasi
trimiristin pada biji pala menghasilkan rendemen sebanyak 21,60 %. Bila
dibandingkan dengan rendemen pada percobaan ini, maka hasil yang
didapatkan masih kurang maksimal. Hal ini dapat disebabkan karena saat akan
mencampurkan trimiristin kotor dengan aseton, suhu trimiristin mengalami
penurunan sehingga saat dicampur dengan aseton, pelarut dan trimiristin
belum terlalu larut (larutan tidak terlalu jenuh) dan saat didinginkan, belum
terbentuk kristal sehingga perlu dilakukan pendinginan dengan air es.
Seharusnya, saat pendinginan pada suhu ruang sudah dapat terbentuk kristal
dan dilakukan pendinginan dengan air es untuk mempercepat terbentuknya
kristal sehingga kristal yang terbentuk dapat lebih banyak. Faktor lain yang
dapat menyebabkan kurangnya rendemen yang dihasilkan adalah jumlah
siklus yang dilakukan saat ekstraksi. Semakin banyak siklus yang dilakukan
maka semakin banyak trimiristin yang terlarut dan dapat diambil.
V. Simpulan dan Saran
1. Simpulan
a. Metode pengambilan trimiristin yang digunakan adalah ekstraksi dengan
pelarut menggunakan alat soxhlet.
b. Massa trimiristin kotor yang dihasilkan adalah 1,91 gram.
c. Rendemen yang dihasilkan adalah 12,73 %.
2. Saran
a. Sebelum memulai praktikum, dianjurkan agar setiap praktikan mempelajari
dan memahami prosedur kerja, alat dan bahan agar tidak mengalami
kesulitan saat praktikum.
b. Pastikan alat soxhlet tersusun dengan baik, jangan sampai ada celah yang
dapat menyebabkan uap keluar.
c. Sesuaikan ukuran kertas saring dengan ekstraktor terlebih dahulu, agar
mudah saat memasukkan dan mengambil bungkusan kertas saring.
d. Pembagian tugas saat praktikum mutlak dilakukan agar efektif dan efisiensi
waktu.
VI. Daftar Pustaka
Tim Dosen Praktikum Kimia Organik-Biokimia 2013 Buku Petunjuk
Praktikum Kimia Organik–Biokimia Teknik Kimia FT UNNES Semarang.
http://itatsorganik-h402.tripod.com/Trimiristin.html
diakses pada hari Senin, 25 November 2013 pukul 16.11 WIB
http://win-007.blogspot.com/2012/07/isolasi-trimiristin-dari-bii-pala.html
diakses pada hari Senin, 25 November 2013 pukul 16.16 WIB
http://perkebunan.litbang.deptan.go.id/wp-content/uploads/2013/09/
perkebunan_jurnal-littriVol19213_4_-MAMUN..pdf
diakses pada hari Senin, 25 November 2013 pukul 16.21 WIB