laporan praktikum mikrobiologi
DESCRIPTION
mikroba, gram postif negatif, morfologiTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI
Disusun untuk memenuhi salah satu tugasPraktikum Mata Kuliah Mikrobiologi
Disusun oleh:
Kelompok 6
Ade Nina Yuliana 2119090005
Eni Maryani 2119090070
Lusyani Faidar 2119090125
Susi Sulastri 2119090201
Kelas 4C& 4G
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGIFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS GALUH2012
1
PRAKTIKUM I
PENGAMATAN MORFOLOGI BAKTERI
I. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengamati morfologi
beberapa jenis bakteri
II. WAKTU DAN TEMPAT
Praktikum pengamatan morfologi bakteri dilaksanakan pada hari
Kamis-Jumat, 27-28 Desember 2012, pukul 09.00-12.00 WIB.
Bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Galuh Ciamis.
III. DASAR TEORI
Secara harafiah, morfologi berarti 'pengetahuan tentang bentuk'
(morphos). Morfologi dalam cabang ilmu biologi adalah ilmu tentang
bentuk organisme, terutama hewan dan tumbuhan dan mencakup
bagian-bagiannya. Morfologi bakteri dapat dibedakan menjadi dua
yaitu :
1. Morfologi makroskopik (Kolonial morfologi)
Karakteristik koloni : Pengamatan pada plate agar
Colony's Shape, Ukuran, Edge / Margin, Chromogenesis /
pigmentasi, Opacity, Ketinggian, Permukaan, Konsistensi,
Emulsifiability, Bau
Ciri-ciri morfologi makroskopis yang perlu diperhatikan adalah
sebagai berikut :
Ukuran
Pinpoint/punctiform (titik)
Small (kecil)
Moderate (sedang)
Large (besar)
2
Pigmentasi : mikroorganisme kromogenik sering
memproduksi pigmen intraseluler, beberapa jenis lain
memproduksi pigmen ekstraseluler yang dapat terlarut
dalam media
Karakteristik optik : diamati berdasarkan jumlah cahaya
yang melewati koloni.
Opaque (tidak dapat ditembus cahaya),
Translucent (dapat ditembus cahaya sebagian),
Transparant (bening)
Bentuk :
Circular (bulat)
Irregular (tak teratur)
Spindle
Filamentous (berfilamen)
Rhizoid
Elevasi :
Flat (Datar)
Raised (datar meninggi)
Convex
Umbonate (bentuk gong)
Permukaan :
Halus mengkilap
Kasar
Berkerut
Kering seperti bubuk
Margins (Pinggir) :
Entire (rata)
Lobate, Undulate
Serrate
Felamentous (berfilamen)
Curled (keriting)
IV. ALAT DAN BAHAN
3
Tabung reaksi
Alat inokulasi
Sudip
Pipet
Lempeng petri
Kasa alas, kaca tutup
Sungkup
Saringan bakteri
pH meter
Nefelometer
Pinset
Penghitung koloni
Semprit
Agar lempeng
Cotton bud
V. CARA KERJA
1. Menyediakan agar lempeng
2. Menyelupkan cotton bud kedalam larutan NaCl, kemudian
mengoleskan cotton bud ke daerah sekitar gigi (sela-sela gigi)
3. Mengoleskan cotton bud kepermukaan agar lempeng dengan cara D
yang tertera pada panduan praktikum
4. Menutup rapat kembali agar lempeng, kemudian membungkusnya
dengan kertas buram lalu beri label
5. Memasukan agar lempeng ke dalam incubator, dan disimpan selama
satu malam.
VI. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan morfologi terhadap koloni bakteri dari sela-
sela gigi yang ditanam didalam media agar lempeng adalah sebagai
berikut:
Koloni I (BESAR)Rupa : Circular (bulat)Diameter : 4 mmPinggir : Entire/smooth (rata)Elevasi : ConveksPermukaan : Concentric (ring with common centerDaya tembus cahaya : Opaque (buram)
Koloni II (KECIL)Rupa : PunctiformDiameter : 0,7 mmPinggir : Entire/smooth (rata)Elevasi : FlatPermukaan : Smooth (halus)Daya tembus cahaya : Semitransparant
VII. PEMBAHASAN
4
Berdasarkan pengamatan makroskopis diperoleh data hasil
pengamatan, bahwa dalam media agar lempeng yang ditanami bakteri
dari sela-sela gigi dengan teknik D yaitu membuat garis-garis dari
pinggir ke tengah di keempat sisi media agar lempeng. Pada hasil
goresan tersebut diketahui terdapat koloni-koloni bakteri yang tampak
seperti gambar berikut:
Secara makroskopis, koloni-koloni bakteri yang ada dibagi
menjadi 2 yaitu koloni yang besar dan koloni yang kecil. Koloni yang
besar memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Rupa : Circular (bulat)
Diameter : 4 mm
Pinggir : Entire/smooth (rata)
Elevasi : Conveks
Permukaan : Concentric (ring with common center)
5
Gb. 1.1 : Hasil Kultur Bakteri dari Sela-sela gigi
Daya tembus cahaya : Opaque (buram)
Sedangkan koloni yang kecil memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Rupa : Punctiform
Diameter : 0,7 mm
Pinggir : Entire/smooth (rata)
Elevasi : Flat
Permukaan : Smooth (halus)
Daya tembus cahaya : Semitransparant
VIII. JAWABAN PERTANYAAN
1. Apa fungsi agar-agar pada media tumbuh bakteri?
Jawab
:
Agar merupakan senyawa polisakarida yang diperoleh
dari rumput laut (algae), pada media tumbuh bakteri agar
hanya bekerja sebagai zat pemadat, oleh karena itu untuk
dijadikan media kultur harus ditambah nutrisi lain seperti
pepton, karbohidrat, mineral dan air.
2. Apakah agar tersebut dimetabolisme oleh bakteri?
Jawab
:
Agar-agar tidak dimetabolisme oleh bakteri, agar-agar
hanya memetabolisme nutrisi yang terkandung didalam
media tumbuhnya.
IX. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan koloni bakteri, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
Secara makroskopis koloni bakteri berbentuk sirkuler, dengan
pinggiran rata, elevasi konveks, permukaan konsentrik dan buram
(opaque)
Secara mikroskopis bakteri tersebut berbentuk kokus (bulat)
X. DAFTAR PUSTAKA
Jawetz, Melnick, Adelberg, 2008, Mikrobiologi Kedokteran, edisi 23, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Entjang I, 2003, Mikrobiologi dan Parasitologi Untuk Akademi Keperawatan, PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta.
6
Iud W, 2008, Teknik dan Metode Dasar Dalam Mikrobiologi, UMM Pres, Malang.
7
PRAKTIKUM II
PEWARNAAN BAKTERI
I. TUJUAN
Membedakan bakteri gram positif dengan bakteri gram negatif.
Terampil melakukan pewarnaan gram untuk bakteri gram positif dan
negatif.
Mempelajari teknik pewarnaan gram untuk pengamatan mikroba.
Mempelajari bentuk dan struktur sel bakteri dari hasil pengamatan
dengan pewarnaan gram.
II. WAKTU DAN TEMPAT
Praktikum pengamatan pewarnaan bakteri dilaksanakan pada hari Jumat,
28 Desember 2012, pukul 12.00-14.00 WIB. Bertempat di Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Galuh
Ciamis.
III. DASAR TEORI
Mikroorganisme yang ada di alam ini mempunyai morfologi, struktur dan
sifat-sifat yang khas, termasuk bakteri. Bakteri yang hidup hampir tidak
berwarna dan kontras dengan air, dimana sel-sel bakteri tersebut
disuspensikan. Salah satu cara untuk melihat dan mengamati bentuk sel
bakteri dalam keadaan hidup sangat sulit, sehingga untuk diidentifikasi
ialah dengan metode pengecatan atau pewarnaan sel bekteri, sehingga sel
dapat terlihat jelas dan mudah diamati. Hal tersebut juga berfungsi untuk
mengetahui sifat fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding sel bakteri
melalui serangkaian pengecatan. Oleh karena itu teknik pewarnaan sel
bakteri ini merupakan salahsatu cara yang paling utama dalam penelitian-
penelitian mikrobiologi. Tujuan dari pewarnaan adalah untuk
memudahkan melihat bakteri dengan mikroskop, memperjelas ukuran dan
bentuk bakteri, untuk melihat struktur luar dan struktur dalam bakteri
seperti dinding sel dan vakuola, menghasilkan sifat-sifat fisik dan kimia
8
yang khas daripada bakteri dengan zat warna, serta meningkatkan kontras
mikroorganisme dengan sekitarnya.
Teknik pewarnaan warna pada bakteri dapat dibedakan menjadi tiga
macam yaitu pengecatan sederhana, pengecatan diferensial dan pengecatan
struktural. Pemberian warna pada bakteri atau jasad- jasad renik lain
dengan menggunakan larutan tunggal suatu pewarna pada lapisan tipis,
atau olesan, yang sudah difiksasi, dinamakan pewarnaan sederhana.
Prosedur pewarnaan yang menampilkan perbedaan di antara sel-sel
microbe atau bagian-bagian sel microbe disebut teknik pewarnaan
diferensial. Sedangkan pengecatan struktural hanya mewarnai satu bagian
dari sel sehingga dapat membedakan bagian-bagian dari sel. Termasuk
dalam pengecatan ini adalah pengecatan endospora, flagella dan
pengecatan kapsul.
Pewarnaan pada bakteri dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Pewarnaan sederhana
Pewarnaan sederhana merupakan teknik pewarnaan yang paling
banyak digunakan. Disebut sederhana karena hanya menggunakan satu
jenis zat warna untuk mewarnai organisme tersebut. Kebanyakan
bakteri mudah bereaksi dengan pewarnaan-pewarnaan sederhana
karena sitoplasamanya bersifat basofilik (suka dengan basa). Zat-zat
warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat
alkolin. Dengan pewarnaan sederhana dapat mengetahui bentuk dan
rangkaian sel-sel bakteri. Pewarna basa yang biasa digunakan untuk
pewarnaan sederhana ialah metilen biru, kristal violet, dan karbol
fuehsin yang mana pewarnaan sederhana ini dibagi lagi menjadi dua
jenis pewarnaan.
a. Pewarnaan Asam
Merupakan pewarnaan yang menggunakan satu macam zat warna
dengan tujuan hanya untuk melihat bentuk sel. Adapun zat warna
yang dipakai dalam pewarnaan positif adalah metilen biru dan air
furksin.
b. Pewarnaan Basa
9
Pewarnaan basa atau negatif merupakan metode pewarnaan untuk
mewarnai bakteri tetapi mewarnai latar belakangnya menjadi hitam
gelap. Pada pewarnaan ini mikroorganisme kelihatan transparan
(tembus pandang). Teknik ini berguna untuk menentukan
morfologi dan ukuran sel. Metode ini menggunakan cat nigrosin
atau tinta cina.
2. Pewarnaan Diferensial (Gram)
Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah suatu metode empiris
untuk membedakan spesies bakteri menjadi dua kelompok besar, yakni
gram positif dan gram negatif, berdasarkan sifat kimia dan fisik
dinding sel mereka. Metode ini diberi nama berdasarkan penemunya,
ilmuwan Denmark Hans Christian Gram (1853–1938) yang
mengembangkan teknik ini pada tahun 1884 untuk membedakan antara
pneumokokus dan bakteri Klebsiella pneumoniae. Bakteri Gram-
negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil
ungu pada metode pewarnaan Gram. Bakteri gram positif akan
mempertahankan zat warna metil ungu gelap setelah dicuci dengan
alkohol, sementara bakteri gram negatif tidak. Pada uji pewarnaan
Gram, suatu pewarna penimbal (counterstain) ditambahkan setelah
metil ungu, yang membuat semua bakteri gram negatif menjadi
berwarna merah atau merah muda. Pengujian ini berguna untuk
mengklasifikasikan kedua tipe bakteri ini berdasarkan perbedaan
struktur dinding sel mereka.
Dalam pewarnaan gram diperlukan empat reagen yaitu :
Zat warna utama (violet kristal)
Mordan (larutan Iodin) yaitu senyawa yang digunakan untuk
mengintensifkan warna utama.
Pencuci / peluntur zat warna (alcohol / aseton) yaitu solven
organic yang digunakan uantuk melunturkan zat warna utama.
Zat warna kedua / cat penutup (safranin) digunakan untuk
mewarnai kembali sel-sel yang telah kehilangan cat utama setelah
perlakuan denga alcohol.
10
Menurut Karuniawati (2005) tahapan pewarnaan gram yaitu Larutan
carbol fuchsin 0,3% dituang pada seluruh permukaan sediaan,
kemudian dipanaskan diatas nyala api sampai keluar asap tetapi tidak
sampai mendidih atau kering selama 5 menit. Sediaan kemudian
dibiarkan dingin selama 5-7 menit lalu kelebihan zat warna dibuang
dan dicuci dengan air yang mengalir perlahan. Setelah itu larutan asam
alkohol 3% (hydrochloric acid-ethanol) dituang pada sediaan dan
dibiarkan 2-4 menit kemudian dicuci dengan air mengalir selama 1-3
menit, kelebihan larutan dibuang. Larutan methylene blue 0,1%
dituang sampai menutup seluruh permukaan, dibiarkan 1 menit lalu
larutan dibuang dan dicuci dengan air mengalir.
Pada proses pewarnaan gram, harus gelas obyek yang bersih.
Pembersihan ini dilakukan supaya gelas obyek bebas lemak dan debu.
Pembersihan biasanya menggunakan alkohol . Setelah di cuci
kemudian di beri satu tetes aquades pada permukaan gelas obyek.
Kultur bakteri murni diambil dan diratakan diatas kaca obyek.
Pengambilan kultur bakteri tidak diambil terlalu banyak, karena jika
terlalu banyak akan sulit diratakan dan apabila kultur bakteri tidak
dapat diratakan tipis-tipis maka bakteri akan tertimbun hal ini akan
mengakibatkan pemeriksaan bentuknya satu per satu menjadi tidak
jelas.
Apabila sudah kering, dilakukan fiksasi dengan cara melewatkan diatas
nyala api. Proses fiksasi dilakukan supaya bakteri benar-benar melekat
pada kaca obyek sehingga olesan bakteri tidak akan terhapus apabila
dilakukan pencucian. Yang perlu diperhatikan dalam proses fiksasi
adalah bidang yang mengandung bakteri dijaga agar tidak terkena
nyala api. Setelah dilakukan fiksasi kemudian ditetesi dengan kristal
violet dan dibiarkan. Kemudian dicuci dengan air mengalir dan
dibiarkan sampai kering (dengan cara dianginkan). Pencucian dengan
air bertujuan untuk mengurangi kelebihan zat warna dari violet kristal.
Setelah kelebihan zat warna dicuci dengan air kemudian diberi larutan
iodin dan dibiarkan sehingga terbentuk suatu kompleks antara violet
11
kristal dan iodin. Olesan bakteri kemudian dicuci kembali dengan air
mengalir. Kemudian dicuci dengan etanol dan dicuci kembali dengan
air mengalir. Pewarnaan selanjutnya dengan menggunakan safranin
dan diamkan. Kemudian cuci dengan air mengalir dan kering
dianginkan, kemudian diamati dibawah mikroskop.
Pemberian kristal violet pada bakteri gram positif akan meninggalkan
warna ungu muda. Perbedaan respon terhadap mekanisme pewarnaan
gram pada bakteri adalah didasarkan pada struktur dan komposisi
dinding sel bakteri. Bakteri gram positif mengandung protein dan gram
negative mengandung lemak dalam persentasi lebih tinggi dan dinding
selnya tipis. Pemberian alkohol (etanol) pada praktikum pewarnaan
bakteri, menyebabkan terekstraksi lipid sehingga memperbesar
permeabilitas dinding sel. Pewarnaan safranin masuk ke dalam sel dan
menyebabkan sel menjadi berwarna merah pada bakteri gram negatif
sedangkan pada bakteri gram positif dinding selnya terdehidrasi
dengan perlakuan alkohol, pori – pori mengkerut, daya rembes dinding
sel dan membran menurun sehingga pewarna safranin tidak dapat
masuk sehingga sel berwarna ungu.
Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada
komponen dinding selnya. Kompleks zat iodin terperangkap antara
dinding sel dan membran sitoplasma organisme gram positif,
sedangkan penyingkiran zat lipida dari dinding sel organisme gram
negatif dengan pencucian alcohol memungkinkan hilang dari sel.
Bakteri gram positif memiliki membran tunggal yang dilapisi
peptidohlikan yang tebal (25-50 nm) sedangkan bakteri negative
lapisan peptidoglikogennya tipis (1-3 nm).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan bakteri yaitu fiksasi,
peluntur warna, substrat, intensifikasi pewarnaan, dan penggunaan zat
warna penutup. Suatu preparat yang sudah meresap suatu zat warna,
kemudian dicuci dengan asam encer maka semua zat warna terhapus.
sebaliknya terdapat juga preparat yang tahan terhadap asam encer.
12
Bakteri-bakteri seperti ini dinamakan bakteri tahan asam, dan hal ini
merupakan ciri yang khas bagi suatu spesies.
a. Bakteri Gram Negatif
Bakteri gram negative adalah bakteri yang tidak mempertahankan
zat warna metil ungu pada metode pewarnaan Gram. Bakteri gram
negatif mengalami dekolorisasi oleh alkohol dan pada akhir
pengecatan terwarnai menjadi merah oleh safranin. Bakteri gram
negatif memiliki 3 lapisan dinding sel. Lapisan terluar yaitu
lipoposakarida (lipid) kemungkinan tercuci oleh alkohol, sehingga
pada saat diwarnai dengan safranin akan berwarna merah (Fitria,
2009). Ciri-ciri bakteri gram negatif yaitu:
Struktur dinding selnya tipis, sekitar 10 – 15 mm, berlapis tiga
atau multilayer.
Dinding selnya mengandung lemak lebih banyak (11-22%),
peptidoglikan terdapat didalam
lapisan kaku, sebelah dalam dengan jumlah sedikit ± 10% dari
berat kering, tidak mengandung asam tekoat.
Kurang rentan terhadap senyawa penisilin.
Pertumbuhannya tidak begitu dihambat oleh zat warna dasar
misalnya kristal violet.
Komposisi nutrisi yang dibutuhkan relatif sederhana.
Tidak resisten terhadap gangguan fisik.
Resistensi terhadap alkali (1% KOH) lebih pekat
Peka terhadap streptomisin
Toksin yang dibentuk Endotoksin
b. Bakteri Gram Positif
Bakteri gram positif adalah bakteri yang mempertahankan zat
warna metil ungu sewaktu proses pewarnaan Gram. Bakteri jenis
ini akan berwarna biru atau ungu di bawah mikroskop, sedangkan
bakteri gram negative akan berwarna merah muda. Perbedaan
klasifikasi antara kedua jenis bakteri ini terutama didasarkan pada
perbedaan struktur dinding sel bakteri (Aditya,2010).
13
Bakteri gram positif memiliki selapis dinding sel berupa
peptidoglikan yang tebal. Setelah pewarnaan dengan kristal violet,
pori-pori dinding sel menyempit akibat dekolorisasi oleh alkohol
sehingga dinding sel tetap menahan warna biru (Fitria, 2009).
Ciri-ciri bakteri gram positif yaitu:
Struktur dinding selnya tebal, sekitar 15-80 nm, berlapis
tunggal atau monolayer.
Dinding selnya mengandung lipid yang lebih normal (1-4%),
peptidoglikan ada yang sebagai lapisan tunggal. Komponen
utama merupakan lebih dari 50% berat ringan. Mengandung
asam tekoat.
Bersifat lebih rentan terhadap penisilin.
Pertumbuhan dihambat secara nyata oleh zat-zat warna seperti
ungu kristal.
Komposisi nutrisi yang dibutuhkan lebih rumit.
Lebih resisten terhadap gangguan fisik.
Resistensi terhadap alkali (1% KOH) larut
Tidak peka terhadap streptomisin
Toksin yang dibentuk Eksotoksin - Endotoksin
3. Pewarnaan Khusus
Pewarnaan khusus merupakan metode pewarnaan untuk mewarnai
struktur khusus atau tertentu dari bakteri seperti bagian spora, kapsul,
flagel dsb. Contoh pewarnaan khusus :Pewarnaan Endospora Anggota
dari genus Clostridium, Desulfomaculatum, dan Bacillus adalah
bakteri yang memproduksi endospora dalam siklus hidupnya.
Endospora merupakan bentuk dorman dari sel vegetatif, sehingga
metabolismenya bersifat inaktif dan mampu bertahan dalam tekanan
fisik dan kimia seperti panas, kering, dingin, radiasi, dan bahan kimia.
Tujuan dilakukannya pewarnaan endospora adalah membedakan
endospora dengan sel vegetatif, sehingga pembedaannya tampak jelas.
Endospora tetap dapat dilihat di bawah mikroskop meskipun tanpa
pewarnaan dan tampak sebagai bulatan transparan dan sangat refraktil.
14
Namun jika dengan pewarnaan sederhana, endospora sulit dibedakan
dengan badan inklusi (Aditya, 2010).
a. Pewarnaan kapsul
Pewarnaan ini menggunakan larutan kristal violet panas, lalu
larutan tembaga sulfat sebagai pembilasan menghasilkan warna
biru pucat pada kapsul, karena jika pembilasan dengan air dapat
melarutkan kapsul. Garam tembaga juga memberi warna pada latar
belakang yang berwana biru gelap.
b. Pewarnaan spora
Dinding spora relatif tidak permeable, namun zat warna
bias menembusnya dengan cara memanaskan preparat.
c. Pewarnaan flagel
Pewarnaan flagel dengan memberi suspensi koloid garam asam
tanat yang tidak stabil, sehingga terbentuk presipitat tebal pada
dinding sel dan flagel.
d. Pewarnaan nucleoid
Pewarnaan nucleoid menggunakan pewarna fuelgen yang khusus
untuk DNA (Rudi, 2010).
IV. ALAT DAN BAHAN
Alat :
1) Ose tumpul dan ose tusuk
2) Mikroskop
3) Obyek gelas
4) Deck glass
5) Bunsen
6) Kapas
7) Lampu spirtus
8) Tissue
9) Pipet
Bahan :
1) Spesimen bakteri
15
2) Alkohol 96%
3) Kristal violet
4) Lugol
5) Safranin
6) Aquades
V. CARA KERJA
1. Objek gelas dibersihkan dengan kapas yang dibasahi dengan
alkohol 96% bolak balik, kemudian di angin-angin sampai kering.
2. Meneteskan aquadest steril untuk meletakan spesimen bakteri.
3. Spesimen bakteri diambil dengan ose tumpul yang telah
disterilkan dengan dibakar terlebih dahulu menggunakan api dari
spirtus.
4. Spesimen kemudian diletakkan di tengah dan dibuat pulasan
melingkar searah jarum jam.
5. Menunggu hingga mengering dengan sendirinya lalu difiksasi di
atas nyala lampu spirtus.
6. Meneteskan kristal violet dan menunggu satu menit, lalu dicuci
dengan air yang mengalir pelan agar kelebihan zat warna dari
violet kristal dapat dikurangi
7. Menuangkan lugol, dibiarkan selama satu menit, lalu dicuci
dengan air yang mengalir pelan
8. Mencucinya dengan alkohol
9. Terakhir, meneteskan safranin, kemudian didiamkan selama dua
menit dan dicuci dengan air sampai bersih dan kering dianginkan
10. Mengamati menggunakan mikroskop yang diawali dengan
pembesaran 10x, setelah itu diperjelas dengan perbesaran 100x.
11. Menggambar hasil pengamatan
12. Membersihkan alat dan bahan yang telah digunakan, dan
menyimpannya kembali pada tempat asal.
16
Gb. 2.1 : Tahapan dari pewarnaan bakteri
VI. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan mikroskopis dari percobaan pewarnaan
gram bakteri yang berasal dari sela-sela gigi adalah sebagian besar
berwana ungu, artinya banyak terdapat bakteri gram positif yang
berbentuk kokus. Hanya sebagian kecil ditemukan bakteri berwarna
merah (bakteri gram negatif).
VII. PEMBAHASAN
Pewarnaan bakteri dilakukan dengan menggunakan 8 isolat
bakteri untuk 8 kelompok. Kelompok kami menggunakan bakteri
yang berasal dari sela-sela gigi. Proses pewarnaan dilakukan dengan
17
membersihkan objek glass dan gelas penutup agar tidak terjadi
kontaminasi. Kemudian object glass ditetesi aquadest steril untuk
meletakan bakteri dan dibuat preparat apusan dari biakan agar
lempeng supaya lebih mudah diamati dan difiksasi. Sampel
disuspensikan sampai homogen agar bakteri dapat menyebar di object
glass dan tidak menumpuk. Kemudian difiksasi diatas api bunsen
yang bertujuan untuk membunuh bakteri secara cepat dan tidak
merubah bentuk dan stuktur bakteri, serta untuk melekatkan bakteri
diatas object glass dan meningkatkan salinitas pewarna.
Proses pewarnaan sediaan bakteri ditetesi dengan kristal violet
biarkan satu menit, kemudian ditetesi lugol selama satu menit. Setelah
lugol kering kemudian sediaan dicuci di dalam alkohol untuk
melunturkan pewarna sebelumnya secara sempurna, kemudian ditetesi
safranin yang berwarna merah merupakan cat sekunder atau kontras
berfungsi untuk mewarnai materi non target, dilakukan selama satu
menit agar bakteri yang warnanya telah luntur dapat terwarnai.
Selanjutnya sediaan dicuci dengan air yang mengalir dimaksudkan
agar cat dapat hilang sempurna dan tidak tersisa, kemudian
dikeringanginkan bertujuan agar warna melekat pada bakteri.
Kemudian dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000x agar
dapat melihat bentuk dan warna sel bakteri.
Bakteri gram positif akan berwarna ungu, sedangkan bakteri
gram negatif akan berwarna merah. Hal ini karena pembungkus sel
bakteri gram negatif lebih banyak mengandung lemak. Pada saat
dicuci dengan alkohol, alkohol akan melarutkan lemak pada dinding
sel bakteri sehingga warna ungunya menjadi larut dalam alkohol.
Sehingga pada saat diwarnai dengan safranin warna merah akan
menempel pada sel bakteri yang telah luntur oleh alkohol.
18
VIII. JAWABAN PERTANYAAN
1. Jelaskan fungsi alkohol pada proses pewarnaan!
Jawab
:
Fungsi alkohol pada percobaan adalah untuk
melunturkan warna ungu dari bakteri karena alkohol
dapat melarutkan lemak yang terdapat pada pembungkus
sel bakteri, sehingga pada saat pewarnaan berikutnya
warna dapat menempel pada sel bakteri.
2. Jelaskan fungsi Lugol pada proses pewarnaan!
Jawab
:
Lugol merupakan cairan yang mengandung Iodin. Fungsi
lugol dalam percobaan kali ini adalah untuk melekatkan
dan memfikasasi pewarna primer (violet) yang diserap
bakteri agar pengikatan warna oleh bakteri lebih kuat.
IX. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa:
Dengan metode pewarnaan Gram, bakteri dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu bakteri Gram positif dan Gram negatif berdasarkan reaksi atau
sifat bakteri terhadap cat tersebut.
Pewarnaan bakteri dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : fiksasi, peluntur
warna, substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna
penutup.
Pada bakteri gram positif menunjukkan warna biru ungu dan bakteri gram
negatif berwarna merah.
Dalam pewarnaan gram diperlukan empat reagen yaitu :
o Zat warna utama (violet kristal)
o Mordan (larutan Iodin) yaitu senyawa yang digunakan untuk
mengintensifkan warna utama.
o Pencuci / peluntur zat warna (alcohol / aseton) yaitu solven organic
yang digunakan uantuk melunturkan zat warna utama.
19
o Zat warna kedua / cat penutup (safranin) digunakan untuk
mewarnai kembali sel-sel yang telah kehilangan cat utama setelah
perlakuan denga alkohol.
Bakteri yang kami amati adalah bakteri dari sela-sela gigi. Setelah
diamati, sebagian besar dari bakteri tersebut berwarna unggu yang
menunjukan masuk kedalam golongan bakteri gram positif dengan
bentuk kokus.
X. DAFTAR PUSTAKA
Anonym (2011). Laporan Pewarnaan Bakteri. From http://mikrolaborat.blogspot.com/2011/10/laporan-pewarnaan-bakteri.html , 07 Januari 2013
Neny (2012). Pengamatan Morfologi Mikrobia dengan Pengecatan Bakteri. From http://denenyy.blogspot.com/2012/08/pengamatan-morfologi-mikrobia-dengan.html , 07 Januari 2013
20
PRAKTIKUM III
UJI KEPEKAAN BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK
(Metode Kirby- Baueur)
I. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui apakah suatu jenis
bakteri resisten, intermediet atau sensitif terhadap antibiotik tertentu.
II. WAKTU PRAKTIKUM
Praktikum pengamatan uji kepekaan bakteri terhadap antibiotik
dilaksanakan pada hari Jumat, 28 Desember 2012 pukul 14.00-15.00
WIB dan Sabtu, 29 Desember 2012 pukul 09.00-11.00 WIB.
Bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Galuh Ciamis.
III. DASAR TEORI
Zat antimikroba adalah senyawa yang dapat membunuh
mikroorganisme (microbicidal) atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme (microbiostatic). Antiseptik adalah zat yang biasa
digunakan untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh
mikroorganisme berbahaya (patogenik) yang terdapat pada permukaan
tubuh luar mahluk hidup. Contoh beberapa antiseptik yaitu: betadine,
senyawa kimia baik organik maupun anorganik banyak yang bersifat
racun terhadap mikroorganisme. Usaha manusia untuk mengatasi
mikroorganisme penyebab penyakit banyak menggunakan bahan
kimia (Anonim, 2009). Efisiensi dan efektivitas disinfektan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi, waktu terpapar,
jenis mikroba, dan kondisi lingkungan (seperti temperatur, pH, dan
jenis tempat hidup)
Desinfektan adalah zat kimia yang mematikan sel vegetatif
belum tentu mematikan bentuk spora mikroorganisme penyebab suatu
21
penyakit. Desinfektan digunakan untuk menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pada benda-benda mati seperti meja, lantai, objek
glass dan lain-lain. Kelompok utama desinfektan yaitu: fenol, alkohol,
aldehid, halogen, logam berat, detergen, dan kemosterilisator gas.
Cara kerja zat-zat kimia dalam mematikan atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme berbeda-beda antara lain dengan:
merusak dinding sel, mengubah permeabilitas sel, mengubah molekul
protein dan asam amino yang dimiliki mikroorganisme, menghambat
kerja enzim, menghambat sintesis asam nukleat dan protein, serta
sebagai antimetabolit (Anonim 2009).
Antibiotik adalah bahan yang dihasilkan oleh mikroorganisme
atau sintetis yang dalam jumlah kecil mampu menekan menghambat
atau membunuh mikroorganisme lainnya. Antibiotik memiliki
spektrum aktivitas antibiosis yang beragam. Antibiotik
dikelompokkan berdasarkan gugus aktifnya, misal antibiotik
macrolide, antimikroba peptida. Adapun penamaannya biasanya
berdasarkan gugus kimiawinya ataupun mikroorganisma produsernya.
Antibiotik dapat pula digolongkan berdasarkan organisme yang
dilawan dan jenis infeksi. Berdasarkan keefektifannya dalam melawan
jenis bakteri, dapat dibedakan antibiotik yang membidik bakteri gram
positif atau gram negatif saja, dan antibiotik yang berspektrum luas,
yaitu yang dapat membidik bakteri gram positif dan negatif (Gupte,
1990).
Zona hambat adalah daerah untuk menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pada media agar oleh antibiotik. Contohnya:
tetracycline, erytromycin, dan streptomycin. Tetracycline merupakan
antibiotik yang memiliki spektrum yang luas sehingga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri secara luas (Pelczar, 1986).
Mekanisme kerja antibiotik antara lain :
Menghambat sintesis dinding sel
Merusak permeabilitas membran sel.
Menghambat sintesis RNA (proses transkripsi)
22
Menghambat sintesis protein (proses translasi).
Menghambat replikasi DNA.
Prosedur difusi-kertas cakram-agar yang distandardisasikan
(metode Kirby-Bauer) merupakan cara untuk menentukan sensitivitas
antibiotik untuk bakteri. Sensitivitas suatu bakteri terhadap antibiotik
ditentukan oleh diameter zona hambat yang terbentuk. Semakin besar
diameternya maka semakin terhambat pertumbuhannya, sehingga
diperlukan standar acuan untuk menentukan apakah bakteri itu
resisten atau peka terhadap suatu antibiotik.
Faktor yang mempengaruhi metode Kirby-Bauer :
Konsentrasi mikroba uji
Konsentrasi antibiotik yang terdapat dalam cakram
Jenis antibiotik.
pH medium
TABEL 3. 1
Standar Uji Kepekaan Bakteri Staphylococcus Aureus terhadap Antibiotik
Antibiotik Zona Hambat (mm)R I S
23
Gb. 3.1 Tahapan penyimpanan cakram antibiotik pada biakan bakteri
AML ≤ 28 - ≥29C ≤ 12 13 – 17 ≥18
TE ≤ 14 15 – 18 ≥19AZM ≤ 13 14 – 12 ≥18MET ≤ 9 10 – 13 ≥14
Sumber : Standar Internasional Metode Kirby-Bauer
TABEL 3. 2
Standar Uji Kepekaan Bakteri Escherichia coli terhadap Antibiotik
Antibiotik Zona Hambat (mm)R I S
AML ≤ 13 14 - 16 ≥17C ≤ 12 13 – 17 ≥18
TE ≤ 14 15 – 18 ≥19AZM ≤ 13 14 – 17 ≥18MET ≤ 13 14 – 16 ≥17
Sumber : Standar Internasional Metode Kirby-Bauer
IV. ALAT DAN BAHAN
1. Cawan petri
2. Tugal/ Jarum Inokulasi
3. Kapas Bertangkai/Lidi Kapas Steril
4. Standar Mc-Farland 0,5
5. Inkubator
6. Bakteri Uji (Staphylococcus aureus)
7. Cakram Antibiotik
8. NaCl fisiologis
9. Muller hinton agar
10. Pembakar spirtus
V. CARA KERJA
1. Membuat inokulum bakteri, dengan cara mengambil 3-5 koloni
bakteri yang akan diuji dari cawan petri dengan menggunakan
tugal/ jarum inokulasi
24
2. Koloni yang diambil tadi, lalu dimasukkan pada sebuah tabung
reaksi yang berisi NaCl fisiologis steril sehingga terbentuk
suspensi bakteri yang akan diuji
3. Suspensi tersebut lalu dibandingkan dengan standar Mc- farland
0,5, kalau terlalu keruh ditambahkan NaCl fisiologis steril, kalau
terlalu encer ditambah koloni bakteri sampai dicapai kekeruhan
yang sama dengan standar Mc-Farland 0,5
25
4. Suspensi bakteri tersebut diambil dengan menggunakan lidi kapas
steril. Supaya tidak terlalu banyak suspensi yang terambil, setelah
dicelupkan lidi kapas tersebut ditekan-tekan pada dinding tabung
reaksi, di atas permukaan suspensi bakteri.
5. Lidi kapas tersebut lalu diapuskan pada semua media. Inokulum
dibiarkan mengering selama 3-5 menit pada temperatur kamar
dengan tertutup
6. Cakram antibiotik diletakan pada inokulum di atas permukaan
Muller-Hinton agar dengan menggunakan pinset steril
7. Diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 37 C selama 24-48 jam
8. Mengukur zona hambat yang terbentuk dengan dengan
menggunakan kalifer
9. Menentukan apakah bakteri tersebut resisten, intermediet atau
sensitif terhadap antibiotik tertentu, dengan cara membandingkan
zona hambat hasil pengukuran pada tabel yang tersedia.
VI. HASIL PENGAMATAN
TABEL 3.3
Hasil Pengamatan Uji Kepekaan Bakteri E. Coli dan S. Aureus Menggunakan Lima Macam Antibiotik
E.coli
Kel. AML C TE AZM MET1 13,60 (R) 16,95(I) 19,80(S) 18,10(S) 5,60(S)2 14,40(R) 15,65(I) 17,25(I) 23,70(S) 6,10(R)3 14,40(R) 15,20(I) 17,80(I) 26,10(S) 6,10(R)4 15,70 (I) 15,50(I) 17,70(I) 10,50(R) 6,10(R)
Rata-Rata 14,53(I) 15,83(I) 18,14 (I) 19,60(S) 5,98(R)
S.aureus
26
Kel. AML C TE AZM MET5 14,5(R) 13,15(I) 16,30(I) 23,45(S) 9,60(R)6 13,60(R) 12,70(I) 18,50(I) 20,85(R) 6,10(R)7 14,30(R) 12,15(R) 17,40(I) 19,60(S) 6,10(R)8 14,10(R) 14,15(R) 20,50(S) 17,10(S) 5,60(R)
Rata-Rata 14,13(R) 13,04(I) 18,18(I) 20,00(S) 5,85(R)
Sumber : Hasil Pengamatan Kelas 4CG pada praktikum Mikrobiologi 2013
VII. PEMBAHASAN
Metode Kirby-Bauer merupakan cara untuk menentukan
sensitivitas antibiotik untuk bakteri dengan menggunakan cakram
antibiotik. Sensitivitas suatu bakteri terhadap antibiotik ditentukan
oleh diameter zona hambat yang terbentuk. Semakin besar
diameternya maka semakin terhambat pertumbuhannya, sehingga
diperlukan standar acuan untuk menentukan apakah bakteri itu
resisten atau peka terhadap suatu antibiotik. Pada percobaan kali ini
Metode Kiby-Baueur diaplikasikan pada koloni bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
27
Gb. 3.2 Hasil penanaman antibiotik pada bakteri S. Auerus Kel. 6
Berdasarkan pengukuran kelompok enam, diameter zona
hambat antibiotik Metisilin (MET) pada bakteri Staphylococcus
aureus memiliki diameter zona hambat 6,10 dan tidak tampak adanya
zona bening pada koloni bakteri. Dari data kelompok enam sampai
delapan, diperoleh rata-rata diameter zona hambat untuk S. Aureus
adalah 5,85. Setelah dicocokan dengan tabel ternyata diameter zona
hambat tersebut tergolong Resisten. Artinya daerah di sekitar
antibiotik Metisilin masih tetap ditumbuhi bakteri yang resisten
terhadap antibiotik metisilin (MET). Hal ini karena S. Aureus
memiliki gen pengkode resisten terhadap Metisilin.
Berdasarkan pengukuran, diameter zona hambat antibiotik
Azitromycin (AZM) untuk S. Aureus memiliki diameter zona hambat
20,85 dan tampak adanya zona bening pada koloni bakteri. Bagian
bening pada koloni bakteri menunjukkan media agar lempeng tidak
ditumbuhi bakteri. Setelah dicocokan dengan tabel ternyata diameter
zona hambat tersebut tergolong Sensitif. Hal ini karena S. Aureus
tidak memiliki gen pengkode resisten terhadap Azitromycin. Akan
tetapi dari hasil pengukuran kelompok enam samapi delapan rata-rata
diameter yang diperoleh adalah 20,00 dan tergolong resisten. Hal
tersebut bisa saja karna ketidaktelitian kelompok kami atau kelompok
lainnya dalam pengukuran diameter zona hambat sehingga diperoleh
data yang tidak homogen.
Berdasarkan pengukuran, diameter zona hambat antibiotik
Amoxilin (AML) untuk S. Aureus memiliki diameter zona hambat
13,60 dan tampak adanya zona bening pada koloni bakteri. Bagian
bening pada koloni bakteri menunjukkan media agar lempeng tidak
ditumbuhi bakteri. Dari data kelompok enam sampai delapan,
diperoleh rata-rata diameter zona hambat untuk S. Aureus adalah
14,13. Setelah dicocokan dengan tabel, ternyata diameter zona hambat
tersebut tergolong Resisten. Artinya daerah di sekitar antibiotik
Amoxilin masih tetap ditumbuhi bakteri yang resisten terhadap
antibiotik Amoxilin (AML).
28
Berdasarkan pengukuran, diameter zona hambat antibiotik
Chorampenicol (C) untuk S. Aureus memiliki diameter zona hambat
12,70 dan tampak adanya zona bening pada koloni bakteri. Bagian
bening pada koloni bakteri menunjukkan media agar lempeng tidak
ditumbuhi bakteri. Dari data kelompok enam sampai delapan,
diperoleh rata-rata diameter zona hambat untuk S. Aureus adalah
13,04. Setelah dicocokan dengan tabel ternyata diameter zona hambat
tersebut tergolong Intermediet. Walaupun tampak zona bening, namun
ketahanan terhadap antibiotik masih tergolong intermediet, artinya S.
Aureus memiliki ketahanan terhadap Chorampenicol akan tetapi tidak
terlalu tinggi.
Berdasarkan pengukuran, diameter zona hambat antibiotik
Tetracylin (TE) untuk S. Aureus memiliki diameter zona hambat
18,850 dan tampak adanya zona bening pada koloni bakteri. Bagian
bening pada koloni bakteri menunjukkan media agar lempeng tidak
ditumbuhi bakteri. Dari data kelompok enam sampai delapan,
diperoleh rata-rata diameter zona hambat untuk S. Aureus adalah
18,18. Setelah dicocokan dengan tabel ternyata diameter zona hambat
tersebut tergolong Intermediet. Walaupun tampak zona bening, namun
ketahanan terhadap antibiotik masih tergolong intermediet, artinya S.
Aureus memiliki ketahanan terhadap Tetracylin akan tetapi tidak
terlalu tinggi.
Berdasarkan pengukuran kelompok satu sampai lima, diameter
zona hambat antibiotik Tetracylin (TE) untuk Escherichia coli
memiliki rata-rata diameter zona hambat 18,14 dan tampak adanya
zona bening pada koloni bakteri. Bagian bening pada koloni bakteri
menunjukkan media agar lempeng tidak ditumbuhi bakteri. Setelah
dicocokan dengan tabel ternyata diameter zona hambat tersebut
tergolong Intermediet. Walaupun tampak zona bening, namun
ketahanan terhadap antibiotik masih tergolong intermediet, artinya
Escherichia coli memiliki ketahanan terhadap Tetracylin akan tetapi
tidak terlalu tinggi.
29
Berdasarkan pengukuran kelompok satu sampai lima, diameter
zona hambat antibiotik Amoxilin (AML) untuk Escherichia coli
memiliki rata-rata diameter zona hambat 14,53 dan tampak adanya
zona bening pada koloni bakteri. Bagian bening pada koloni bakteri
menunjukkan media agar lempeng tidak ditumbuhi bakteri. Setelah
dicocokan dengan tabel ternyata diameter zona hambat tersebut
tergolong Intermediet. Walaupun tampak zona bening, namun
ketahanan terhadap antibiotik masih tergolong intermediet, artinya
Escherichia coli memiliki ketahanan terhadap Amoxilin akan tetapi
tidak terlalu tinggi.
Berdasarkan pengukuran kelompok satu sampai lima, diameter
zona hambat antibiotik Chorampenicol (C) untuk Escherichia coli
memiliki rata-rata diameter zona hambat 15,83 dan tampak adanya
zona bening pada koloni bakteri. Bagian bening pada koloni bakteri
menunjukkan media agar lempeng tidak ditumbuhi bakteri. Setelah
dicocokan dengan tabel ternyata diameter zona hambat tersebut
tergolong Intermediet. Walaupun tampak zona bening, namun
ketahanan terhadap antibiotik masih tergolong intermediet, artinya
Escherichia coli memiliki ketahanan terhadap Chorampenicol akan
tetapi tidak terlalu tinggi.
Berdasarkan pengukuran kelompok satu sampai lima, diameter
zona hambat antibiotik Azitromycin (AZM) untuk Escherichia coli
memiliki rata-rata diameter zona hambat 19,60 dan tampak adanya
zona bening pada koloni bakteri. Bagian bening pada koloni bakteri
menunjukkan media agar lempeng tidak ditumbuhi bakteri. Setelah
dicocokan dengan tabel ternyata diameter zona hambat tersebut
tergolong Sensitif. Hal ini karena Escherichia coli tidak memiliki gen
pengkode resisten terhadap Azitromycin.
Berdasarkan pengukuran kelompok satu sampai lima, diameter
zona hambat antibiotik Metisilin (MET) pada bakteri Escherichia coli
memiliki rata-rata diameter zona hambat 5,89 dan tidak tampak
adanya zona bening pada koloni bakteri. Setelah dicocokan dengan
30
tabel ternyata diameter zona hambat tersebut tergolong Resisten.
Artinya daerah di sekitar antibiotik Metisilin masih tetap ditumbuhi
bakteri yang resisten terhadap antibiotik metisilin (MET). Hal ini
karena Escherichia coli memiliki gen pengkode resisten terhadap
Metisilin.
VIII. JAWABAN PERTANYAAN
1. Apa materi genetik diluar kromosom yang dapat bereplikasi secara
autonom, yang membawa sifat-sifat khusus bakteri?
Jawab
:
Materi genetik diluar kromosom yang dapat bereplikasi
secara autonom adalah plasmid. Plasmid membawa
sifat-sifat khusus bakteri yang dapat diturunkan.
2. Apa perbedaan sifat antara plasmid dan transposom?
Jawab
:
Plasmid merupakan elemen genetik yang dapat
bereplikasi secara bebas dari kromosom hospes,
mengandung gen yang mempunyai fungsi khusus
dan berbentuk sirkuler
Transposom merupakan elemen genetik yang dapat
berpindah-pindah dari satu tempet ke tempat lain
dalam genom, terdiri dari Transposom, Insersi
Sequens dan virus khusus.
3. Apa makna yang bisa saudara simpulkan mengenai terbentuknya
zona hambat (daerah bening di sekitar cakram antibiotik)?
Jawab
:
Zona hambat di sekitar bakteri yang berupa daerah
bening di sekitar cakram antibiotik artinya di sekitar
cakram antibiotik tidak ditumbuhi bakteri atau
pertumbuhan bakterinya dihambat.
IX. KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
Bakteri Staphylococcus aureus resisten terhadap antibiotik
Amoxilin (AML) dan Meticilin (MET), intermediet terhadap
31
antibiotik Chorampenicol (C) dan Tetracilin (TE) serta Seneitif
terhadap antibiotik Azitromycin (AZM).
Bakteri Escherichia coli resisten terhadap antibiotik Meticilin
(MET), intermediet terhadap antibiotik Amoxilin (AML),
Chorampenicol (C), dan Tetracilin (TE) serta Seneitif terhadap
antibiotik Azitromycin (AZM).
Ternyata setiap bakteri memliki ketahanan yang berbeda pada
lima jenis antibiotik yang diamati. Selain itu pada spesies bakteri
yang berbeda menunjukan ketahanan yang berbeda pula
walaupun diberi antibiotik yang sama.
X. DAFTAR PUSTAKA
Anonym (2010). Laporan Praktikum Uji Sensitifitas. From http://informasi-budidaya.blogspot.com/2010/06/laporan-praktikum-uji-sensitifitas.html , 07 Januari 2013.
Anonim. 2009. Kegiatan Belajar 1 Bakteri. http://www.edukasi.net/mo1/mofull.php? moid=86&fname=kb17. Diakses pada tanggal 07 Januari 2013.
32
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur tercurah ke hadirat Allah SWT., karena berkat
rahmat dan ridhonya penyusun dapat menuliskan sebuah goresan kecil
yang akan selalu menjadi pengalaman berharga di kehidupan mendatang.
Sholawat dan salam terlimpah kepada baginda agung Nabi Muhammad
SAW sebagai sumber inspirasi penyusun dalam setiap langkah yang
penyusun jalani.
Penyusunan laporan ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Mikrobiologi FKIP Biologi Universitas Galuh Ciamis.
Penyusun telah berusaha secara optimal dan mempersembahkan
yang terbaik namun bukan sesuatu yang sempurna. Itu semua karena
kedangkalan dan keterbatasan ilmu pengetahuan yang penyusun miliki.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca,
penyusun harapkan demi perbaikan di masa yang akan datang.
Dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak halangan dan
rintangan yang penyusun hadapi. Tetapi berkat kerja keras, keuletan,
motivasi, dan bantuan dari berbagai pihak akhirnya penyusun dapat
menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati
penyusun ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada :
1. Euis Erlin, Dra., M.Kes. selaku dosen mata kuliah Mikrobiologi yang
telah memberikan tugas ini, semoga tugas ini menjadi bermanfaat
kedepanya.
2. Ruhana A., S.Pd selaku Asisten Dosen Mikrobiologi yang telah sangat
membantu dalam praktikum yang dilaksanakan dan dengan sabarnya
membimbing kami.
3. Kedua orang tua yang senantiasa memberikan dukungan dan doanya
untuk keberhasilan dalam segala hal.
33i
4. Rekan-rekan FKIP Universitas Galuh Ciamis Program Studi Pendidikan
Biologi kelas 2C dan 2G atas kekompakannya dalam pelaksanaan
praktikum, sehingga dapat berjalan dengan lancar.
5. Semua pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu yang
telah membantu penyusun baik berupa moril maupun materil dalam
penyusunan laporan ini. Semoga dorongan, bimbingan, bantuan, dan
dukungan yang telah diberikan mendapat imbalan yang sesuai dari
Allah SWT.
Terselip kata dan sedikit harapan semoga laporan ini dapat
bermanfaat untuk penyusun khususnya, pembaca pada umumnya, dan apa
yang telah kita lakukan mendapat balasan dan ridho serta berkah dari
Allah SWT.
Amiin.
Ciamis, Januari 2013
Penyusun
34ii
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar.................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................. iii
Praktikum I : Pengamatan Morfologi Bakteri.................................... 1
Praktikum II : Pewarnaan Bakteri...................................................... 6
Praktikum III : Uji Kepekaan terhadap Antibiotik............................. 19
35iiI