laporan praktikum fisiologi

32
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI BLOK RESPIRASI SPIROMETRI Asisten : Tim Asisten Fisiologi DISUSUN OLEH KELOMPOK 7 GALIH RAKASIWI G1A008014 SABRINA ANGGRAINI G1A008019 MARISA ROSA BELLA G1A008020 VENNY TIURSANI S G1A008026 ALDIAN INDIRAWATY G1A008049 DIANA VERIFY HASTUTYA G1A008051 TRESNA WAHYUNINGSIH G1A008055 ANGGI ANGGIAN D G1A008072 AGUSTIKA NUR SETIANI G1A008101 AGENG SADENO PUTRO G1A008116 LOLA SALSABILA G1A008135 KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

Upload: dannia-riski-ariani-notodarmodjo

Post on 01-Jul-2015

5.051 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

BLOK RESPIRASI

SPIROMETRI

Asisten : Tim Asisten Fisiologi

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 7

GALIH RAKASIWI G1A008014

SABRINA ANGGRAINI G1A008019

MARISA ROSA BELLA G1A008020

VENNY TIURSANI S G1A008026

ALDIAN INDIRAWATY G1A008049

DIANA VERIFY HASTUTYA G1A008051

TRESNA WAHYUNINGSIH G1A008055

ANGGI ANGGIAN D G1A008072

AGUSTIKA NUR SETIANI G1A008101

AGENG SADENO PUTRO G1A008116

LOLA SALSABILA G1A008135

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN

2010

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

BAB I

PENDAHULUAN

I. Judul Praktikum

Praktikum spirometri

II. Tanggal Praktikum

Sabtu, 3 April 2010

III. Tujuan Praktikum

1. Tujuan instruksional umum

Setelah praktikum ini mahasiswa mampu melakukan pengukuran fungsi

paru dengan spirometer dan peakflow.

2. Tujuan instruksional khusus

Setelah menyelesaikan praktikum ini mahasiswa dapat:

a. Menjelaskan pemeriksaan spirometri

b. Melakukan pemeriksaan spirometri

c. Menganalisa hasil pemeriksaan.

IV. Dasar Teori

Proses respirasi atau pernafasan, secara harfiah berarti pergerakan

oksigen (O2) dari atmosfer menuju ke sel, dan keluarnya karbon dioksida

(CO2) dari sel ke udara bebas. Respirasi terdiri dari tiga proses, yaitu:

1. Pulmonary ventilation adalah proses pernafasan dimana gas

mengalir/bergerak antara atmosfer (udara luar) dan paru. Pergerakan udara

ini di sebabkan oleh perubahan tekanan udara dalam paru. Perbedaan

tekanan yang disebabkan oleh perubahan kapasitas paru akan memaksa

udara masuk ketika inhalasi dan keluar ketika ekshalasi.

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

Dua Proses penting dalam pulmonary ventilation :

a. Inhalasi - Proses pergerakan udara masuk ke paru.

Agar udara masuk ke dalam paru, tekanan di alveoli harus lebih

rendah daripada tekanan di atmosfer. Maka dari itu rongga thorax

(dada) mengembang untuk meningkatkan kapasitas paru dan

merendahkan tekanan udara di rongga dada. Apabila kapasiti

rongga thorax meningkat, kapasitas paru juga meningkat dan

tekanan alveolarpun menurun. Perubahan tekanan ini

menyebabkan udara bergerak dari luar ke dalam paru.

b. Ekshalasi – Proses pergerakan udara keluar paru.

Disebabkan oleh perubahan tekanan, tekanan di dalam paru lebih

tinggi daripada tekanan di atmosfer. Ekshalasi adalah hasil

daripada “elastic recoil” yang berlaku pada dinding thorax dan

paru, yaitu hal yang secara alami terjadi setelah rongga dada

mengembang. Apabila otot external intercostals relax, tulang rusuk

akan menurun. Oleh karena itu tekanan dalam paru akan

meningkat. Maka udara akan bergerak keluar dari tekanan tinggi ke

daerah tekanan rendah.

2. Respirasi Eksternal

Proses resapan oksigen (O2) dalam udara di alveoli ke dalam darah di

kapiler alveoli serta proses resapan karbon dioksida (CO2) dalam arah

sebaliknya. Darah yang dating dari ventrikulus dextra (berasal dari

sistemik tubuh) kaya akan kandungan CO2 berdifusi dan “bertukar tempat”

dengan O2. PO2 dalam alveolar = 105 mmHg sedangkan PO2 dalam kapiler

pulmonary = 40 mmHg, karena itu oksigen akan terus meresap ke dalam

kapiler pulmonary sehingga PO2 dalam kapiler pulmonary meningkat.

3. Respirasi Internal

Merupakan pertukaran CO2 dan O2 antara kapiler sistemik dengan sel

jaringan. PO2 dalam kapiler darah = 105 mmHg sedangkan PO2 dalam sel

jaringan = 40 mmHg. Perbedaan tekanan ini akan menyebabkan oksigen

akan meresap keluar dari kapiler darah ke dalam sel sehingga PO2 dalam

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

kapiler darah menurun ke 40 mmHg. Saat O2 meresap ke dalam sel. CO2

akan meresap ke arah yang bertentangan.

Frekuensi pernafasan rata-rata pada orang dewasa normal berkisar antara

16-24 kali per menit yang mengangkut kurang lebih 5 liter udara masuk

dan keluar paru. Beberapa factor seperti peningkatan PCO2 atau

konsentrasi H+ dapat mempengaruhi pusat pernafasan di pons dan di

medulla untuk meningkatkan frekuensi ataupun menurunkan frekuensi

pernafasan. Jika konsentrasi CO2 dalam melebihi kadar normal maka

tubuh akan bereaksi dengan hiperventilasi untuk mengeluarkan CO2

tersebut dan mengambil O2 dari udara luar, begitupun sebaliknya.

Volume paru yang lebih rendah daripada kisaran normal seringkali

menunjukan malfungsi system paru. Untuk mengetahui volume dan

kapasitas paru digunakan alat ukur berupa spirometer atau respirometer.

Hasil perekamannya disebut spirogram. Pada kurva hasil spirogram

digambarkan defleksi ke bawah saat ekspirasi.

Udara yang keluar dan masuk saluran pernafasan saat inspirasi dan

ekspirasi sebanyak 500 cc di sebut volume tidal (VT). Volume tidal setiap

orang bervariasi tergantung pada saat pengukuran. Rata rata pada orang

dewasa 75% (350 ml) dari volume tidal secara nyata dapat masuk ke

bronkiolus, duktus alveolus, kantong alveoli dan alveoli yang aktif dalam

proses pertukaran gas. Sedang sisanya 25% (150 ml) menetap di ruang

rugi.

Volume total udara yang diperlukan dalam satu menit disebut minute

volume of respiration (MVR) atau minute ventilation. MRV didapat dari

perkalian antara volume tidal dan frekuensi pernafasan total permenit.

Rata rata MRV dari 500 ml volume tidak sebanyak 12 kali pernafasan

permenit adalah 6000 ml/menit. Dengan mengambil nafas lebih dalam

maka akan mendapatkan volume pernafasan melebihi volume tidal 500 ml.

Penambahan volume ini disebut volume cadangan inspirasi sebesar 3100

ml dari volume tidal sebelumnya. Sehingga volume tidal total sebesar

3600 ml. Udara ekspirasi juga dapat lebih banyak dikeluarkan (1200 ml)

dari volume tidal yang ada, udara tersebut merupakan volume cadangan

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

ekspirasi. Meskipun paru kosong setelah ekspirasi maksimal,

sesungguhnya paru tersebut masih memiliki udara sisa yang disebut

dengan volume residu yang mepertahankan paru dari keadaan kolaps yang

besarnya sekitar 1200 cc.

FEV1 adalah volume ekspirasi paksa dalam satu detik dengan pengertian

volume yang masih dapat di keluarkan oleh paru setelah ekspirasi

maksimal dalam satu detik. Pada penderita emphysema didapatkan nilai

FEV1 menurun.

Salah satu metode untuk melakukan pengukuran volume dan kapasitas

dinamis paru adalah dengan spirometri. Tujuannya adalah untuk mengukur

efektivitas dan kecepatan paru dalam mengisi dan mengosongkan udara.

Spirometri adalah suatu teknik pemeriksaan untuk mengetahui fungsi/faal

paru, di mana pasien diminta untuk meniup sekuat-kuatnya melalui suatu alat

yang dihubungkan dengan mesin spirometer yang secara otomatis akan

menghitung kekuatan, kecepatan dan volume udara yang dikeluarkan,

sehingga dengan demikian dapat diketahui kondisi faal paru pasien.

Pemeriksaan spirometri digunakan untuk mengetahui adanya gangguan di

paru dan saluran pernapasan. Alat ini sekaligus digunakan untuk mengukur

fungsi paru. Pasien yang dianjutkan untuk melakuakan pemeriksaan ini antara

lain: pasien yang mengeluh sesak napas, pemeriksaan berkala bagi pekerja

pabrik, penderita PPOK, penyandang asma, dan perokok.

Indikasi dan kontra indikasi pemeriksaan spirometri:

Tabel 1: Indikasi dan kontraindikasi penggunaan spirometri

INDIKASI KONTRA INDIKASI

Deteksi penyakit paru Hemoptisis

Riwayat penyakit paru Pneumotoraks

Sakit dada atau ortopneu Status kardiovaskuler tidak stabil

Kelainan dinding dada Infark miokard

Sianosis Emboli paru

Clubbing finger Aneurisma serebri

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

Penderita batuk kronik dan produktif

Pasca bedah mata

Evaluasi perokok >40 tahun Aneurisma toraks

Penderajatan asma akut Kecemasan (mual, muntah, vertigo)

Pasien yang akan menjalani pembedahan

Pemeriksaan berkala untuk progresivitas penyakit

Pasien yang akan melakukan reseksi paru

V. Alat dan Bahan

1. Spirometri

2. Tissue

3. Tinta spirometri

4. Mouth piece dispposible

5. Penjepit hidung

VI. Cara Kerja

1. Pemeriksaan kapasitas vital paru

a. Siapkan alat pencatat atau spirometri

b. Jelaskan tujuan dan cara kerja pemeriksaan kepada probandus, posisi

probandus menghadap alat

c. Nyalakan alat (power on). Masukan/ atur data probandus berupa nama

dan umur

d. Hubungkan probandus dengan alat dengan cara menyuruh probandus

memasukan mouth piece ke dalam mulutnya dan tutuplah hidung

probandus dengan penjepit hidung

e. Instruksikan probandus untuk bernafas tenang terlebih dahulu untuk

beradaptasi dengan alat

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

f. Tekan tombol start alat spirometri untuk memulai pengukuran

g. Mulai dengan pernafasan tenang sampai timbul perintah dari alat untuk

ekspirasi mekasimal (tidak terputus). Bila dilakukan dengan benar

akan keluar data dan kurva di layar spirometri

h. Bila perlu tanpa melepaskan mouth piece, ulangi pengukuran dengan

inspirasi dalam dan ekspirasi maksimal

i. Setelah selesai lepaskan mouth piece, periksa data dan kurva

dilanjutkan dengan mencetak hasil rekaman (tekan tombol print)

2. Pemeriksaan kapasitas vital paksa paru (FVC = Force Vital Capacity)

a. Siapkan alat pencatat atau spirometri

b. Jelaskan tujuan dan cara kerja pemeriksaan kepada probandus, posisi

probandus menghadap alat

c. Nyalakan alat (power on). Masukan/ atur data probandus berupa nama

dan umur

d. Instruksikan probandus untuk inspirasi dalam dari luar alat

e. Hubungkan probandus dengan alat dengan cara menyuruh probandus

memasukan mouth piece ke dalam mulutnya dan tutuplah hidung

probandus dengan penjepit hidung

f. Bila perlu tanpa melepaskan mouth piece, ulangi pengukuran dengan

inspirasi dalam dan ekspirasi maksimal

g. Setelah selesai melepaskan mouth piece, periksa data dan kurva

dilanjutkan dengan mencetak hasil rekaman (tekan tombol print)

Page 8: LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

VII. Nilai Normal

1. Kapasitas vital paru

Gambar 1. Gambaran kapasitas paru normal

2. Kapasitas vital paksa paru

Gambar 2. Gambaran kapasitas vital paksa paru normal

Page 9: LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. Hasil

1. Pemeriksaan kapasitas vital paru

Dari pemeriksaan spirometri didapatkan data sebagai berikut.

NAME : Galih

Y/M/D : 10/03/11

IDCODE :1

AGE :20

SEX :MALE

H(CM) :166

W(KG) :82

PRED :EUROPE

Pred. Act %

VC 4,92 3,57 73

TV ----

IRV ----

ERV ----

IC ----

Page 10: LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

Gambar 3. Hasil pengukuran pemeriksaan kapasitas vital paru

2. Pemeriksaan kapasitas vital paksa paru

PRED ACT %

FVC 4,70 3,19 68

FEV1.0 4,07 2,31 57

FEV1.0% ---- 72,4

FEV1.0%t 83,6 64,7

PEF 9,48 5,15 54

FEF25-75 5,06 1,66 33

MEF75 8,01 4,97 62

MEF50 5,32 1,72 32

MEF25 2,47 0,72 29

Page 11: LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

Gambar 4. Hasil pemeriksaan kapasitas vital paksa paru

II. Pembahasan

Hasil Grafik Pemeriksaan Kapasitas Vital Paru menunjukkan:

Pred. Act %

VC 4,92 3,57 73

TV ----

IRV ----

ERV ----

IC ----

Data spirogram menunjukkan adanya penurunan kapasitas vital paru

yaitu 3,57 L. Sehingga presentase nya hanya sebesar 73%. Pada hasil

spirogram yang normal menunjukkan banyaknya kapasitas vital paru yaitu

80% dari total kapasitas paru, atau pada orang dewasa laki-laki sebesar 4800cc

atau 4,8 L. Penurunan kapasitas vital paru dapat disebabkan karena adanya

penurunan volume tidal, volume cadangan inspirasi maupun volume cadangan

ekspirasi. Karena kapasitas vital paru diperoleh dari hasil penambahan ketiga

variable tersebut. Penurunan kapasitas vital paru pada probandus disebabkan

oleh penurunan:

Volume tidal = 1 L

Page 12: LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

Volume cadangan inspirasi = 1,57 L

Volume cadangan ekspirasi = 1L

Sehingga didapatkan :

VC=VT+IRV+ERV

VC= 1+ 1,57+1

VC=3,57 L

Hasil Grafik Pemeriksaan Kapasitas Vital Paksa Paru menunjukkan:

PRED ACT %

FVC 4,70 3,19 68

FEV1.0 4,07 2,31 57

FEV1.0% ---- 72,4

FEV1.0%t 83,6 64,7

PEF 9,48 5,15 54

FEF25-75 5,06 1,66 33

MEF75 8,01 4,97 62

MEF50 5,32 1,72 32

MEF25 2,47 0,72 29

Rasio FEV1/FVC yaitu:

FEV1 = 3,19 = 1,38

FVC 2,31

Rasio FEV1/FVC meningkat tajam yaitu 1,38. Pada kondisi normal

rasio FEV1/FVC yaitu 0,8. Data spirogran tersebut menunjukkan adanya

kelainan restriktif dimana adanya penurunan FEV1 dan FVC, tetapi volume

udara yang terhirup dan terhembus lebih kecil dibandingkan normal.

Hasil spirogram menunjukkan bahwa pasien mengalami kelainan

restriktif pada system penafasannya, namun hasil spirogram ini dapat saja salah

karena grafik tersebut seharusnya tidak layak dibaca dan nilai atau hasilnya

tidak dapat diterima karena tidak memenuhi kriteria penilaian, seperti :

1. Waktu ekspirasi minimal 6 detik. Sedangkan probandus hanya melakukan

ekspirasi kurang dari 6 detik.

Page 13: LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

2. Awal uji harus cukup baik. Prosedur awal melakukan pemeriksaan sudah

tidak tepat, seperti posisi probandus yang duduk, tinggi badan dan

beratbadan yang dimasukkan dala spirometer kurang valid, dan lain

sebagainya, sehingga tidak memenuhi criteria penilaian pada point ini.

3. Ekspirasi tidak ragu-ragu dan cepat mencapai puncak tajam. Sedangkan

probandus tidak memenuhi syarat tersebut karena ketika sedang inspirasi

probandus mendadak tertawa dan melakukan ekspirasi secada spontan dan

terputus-putus atau ragu-ragu.

Hasil spirogram yang menunjukkan adanya kesalahan hasil yang

diperoleh sehingga tidak layak untuk dinilai disebabkan karena kesalahan

melakukan prosedur pada saat pemeriksaan sedang berlangsung, seperti:

1. Ukur tinggi dan berat badan hanya mengira-ngira tanpa mengukurnya

secara langsung. Hal ini dapat menyebabkan perbadaan hasil spirogram

karena tinggi badan dan berat badan mempengaruhi asupan O2 yang

dibutuhkan oleh tubuh dan secara tidak langsung dapat mempengaruhi

kapasitas vital paru maupun kapasitas total paru.

2. Posisi probandus duduk pada saat pemeriksaan dapat menekan

pengembangan paru dan kontraksi otot-otot diafragma dan dinding dada

sehingga volume yang dapat masuk kedalam paru akan berkurang

sehingga akan menurunkan kapasitas vital paru dan kapasitas vital paksa

paru.

3. Bibir pasien tidak melingkupi seluruh mouthpiece karena pasien sempat

tertawa saat pemeriksaan sedang berlangsung. Hal ini mempengaruhi

volume udara yang dapat terukur oleh spirometer pada saat pasien

melakukan inspirasi dan ekspirasi. Adanya celah yang terbuka (mulut

tidak melungkupi mouth piece) akan mengurangi volume udara yang

terukur oleh spirometer karena masih ada udara yg dapat masuk dan keluar

lewat celah mulut tersebut.

4. Probandus terlambat menarik nafas (terlambat memulai)

5. Udara yang dikeluarkan melalui mouthpiece tidak menggunakan tenaga

maksimal karena probandus tertawa ketika inspirasi dan hendak ekspirasi

sehingga volume yang dihirup dan di keluarkan tidak maksimal

Page 14: LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

III. Aplikasi Klinis

1. Penyakit paru obstruktif kronik

a. Asma

Merupakan serangan berulang dispnea paroksimal, dengan radang

jalan nafas dan mengakibatkan kontraksi spasmodic bronkus.

(Dorland, 2002)

Patofisiologi asma dapat dijelaskan dengan bagan di bawah ini.

Alergen

Terbentuk Antibodi dalam tubuh (IgE)

Alergen dan IgE berikatan

Menyebabkan Sel mast melepaskan mediator primer (Histamin)

dan mediator sekunder (Leukotrien/SRSA)

Efek segera (dalam 5-10 menit); Kontriksi bronkiolus,

Hipersekresi dan Edema dinding bronkiolus

Penyempitan lumen bronkiolus

Udara sulit keluar dari bronkiolus

Udara terperangkap pada bagian distal

Hiperinflasi progresif paru (timbul mengi ekspirasi memanjang),

mengalami sesak; Asma

(Halim, 2000, Silbernagl dan Lang, 2006)

Page 15: LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

b. Bronkhitis Kronis

Penyakit ini mempunyai berbagai definisi tergantung dari

penulis yang mengemukakannya. Brinkman mendefinisikan penyakit

ini sebagai suatu gangguan batuk berdahak yang terjadi tiap hari

selama paling kurang enam bulan dan jumlah dahak minimal satu

sendok teh. (Yunus, 1999)

Definisi yang banyak dipakai adalah definisi dari American

Thoracic Society, yaitu penyakit dengan gangguan batuk kronik

dengan dahak yang banyak terjadi hampir tiap hari minimal tiga bulan

dalam setahun selama dua tahun berturut-turut. (American Thoracic

Society, 1987)

Produksi dahak yang berlebihan ini tidak disebabkan oleh

penyakit tuberkulosis atau bronkiektasis. Penyakit bronkitis kronik

sering terdapat bersama-sama emfisema dan dikenal dengan nama

bronchitis emfisema. (Yunus, 1999)

Iritasi bronkus (Asap rokok, polusi)

Bronkospasme Hipertrofi

Hperplasi

Kelenjar Mukus

Paralisis silia

Statis mukusObstruksi saluran napas

yang reversibel

Produksi mucus bertambah

Infeksi kuman (sekunder)

Erosi epitel, pembentukan jaringan parut, metaplasi skuamosa serta penebalan lapisan mukosa

Obstruksi saluran napas yang irreversible (stenosis)

Page 16: LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

c. Emfisema

Terkumpulnya udara secara patologik dalam jaringan atau organ,

sehingga menyebabkan paru-paru menjadi membesar, penampakan di

dalam foto rontgen Nampak paru hiperluchen dengan pembesaran kea

rah lateral dan menurunkan diafragma.

Patofisiologi emfisema dijelaskan melalui bagan di bawah ini.

Infeksi dan Alergi

Terjadi Inflamasi & pelepasan Histamin dan Leukotrien (SARS)

Sekresi mukus Edema mukosa Kontraksi otot

Peningkatan resistensi pernafasan

Ekspirasi memerlukan peningkatan tekanan

Penekanan bronkus

Ekspirasi menjadi sulit

Pengembangan paru berlebihan

Emfisema

(Halim, 2000, Silbernagl dan Lang, 2006)

Page 17: LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

2. Penyakit restriktif

a. Pneumonia

Peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus

terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta

menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas

setempat.

Patofisilogi penyakit ini dapat dijelaskan melalui bagan di bawah ini:

Kuman patogen masuk

Terjadi infeksi

Alveolus-alveolus mulai terisi sekrit

Sel-sel leukosit terutama PMN sampai alveolus

menjadi penuh dan padat

Lobus yang terserang ikut menjadi padat (tidak bedanya dengan hati)

Lobus tidak dapat lagi menjalankan fungsi pernapasan

Peradangan juga mengenai Pleura visceralis (pembungkus lobus)

Timbul rasa nyeri dada

Menyebabkan sesak nafas (Halim, 2000)

Page 18: LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

b. Atelektasis

Terminologi atelektasis berasal dari bahasa Yunani ateles dan ektasis

yang berarti pengembangan yang tidak sempurna. Atelektasis sendiri

adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna

dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang

tidak mengandung udara dan kolaps. Terdapat dua penyebab utama

kolaps yaitu atelektasis absorpsi sekunder dari obstruksi bronkus atau

bronkiolis, dan atelektasis yang disebabkan oleh penekanan.

(Maddapa, 2009)

Secara fisiologi atelektasis dapat dibedakan menjadi dua, atelektasis

obstruktif dan atelektasis non obstruktif. Obstruktif atelektasis adalah

tipe yang paling sering dijumpai. Merupakan hasil dari reabsorpsi gas

dari alveoli ketika hubungan antara alveoli dan trachea terhambat atau

tersumbat. Sedangkan atelektasis non obstruktif disebabkan dari

hilangnya kontak antara pleura parietalis dan pleura visceralis,

kompresi, penurunan kadar surfaktan, dan jaringan parenkim yang

digantukan oleh penyakit yang menimbulkan luka atau yang bersifat

infiltrative. (Maddapa, 2009)

c. Penyakit-penyakit pleura

Pleura seringkali mengalami patogenesis seperti terjadinya efusi

cairan, misalnya hidrotoraks dan pleuritis eksudativa karena infeksi,

hemotoraks bila rongga pleura terisi darah, kilotoraks (cairan limfe),

piotoraks, atau emphiema thoracis bila berisi nanah, pneumotoraks bila

berisi udara. (Rubin, 2009)

Dalam keadaan normal, rongga pleura berisi kurang lebih 1mL cairan,

yang merepresentasikan keseimbangan antara;

1) Tekanan hidrostatik dan tekanan osmotic pada pembuluh pleura

visceralis dan pleura parietalis

2) Dan, aliran pembuluh limfe (Rubin, 2009)

Efusi pleura adalah keadaan dimana terjadi kekacauan atau gangguan

pada keseimbangan tersebut. (Rubin, 2009)

Page 19: LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

Dipsneu adalah gejala utama yang berhubungan dengan efusi pleura,

yang juga behubungan dengan distorsi dari diafragma dan dindin

thorax selama respirasi. Pada kebanyakan kasus, drainase dari cairan

pleura mengurangi gejala dan memperbaiki pertukaran gas yang

terhambat. (Rubin, 2009, Halim, 2006)

Gejala-gejala lain yang terjadi dapat berupa batuk non produktif yang

ringan atau nyeri dada. Sedangkan gejala lainnya menunjukkan

etiologi dari efusi pleura yang terjadi. Batuk produktif yang berat dan

purulen atay batuk darah menunjukkan kemungkinan pneumonia atau

adanya lesi endobronchial. Nyeri dinding dada yang konstan

merefleksikan adanya invasi pada dinding dada akibat karsinoma

bronkogenik atau mesothelioma maligna. Nyeri dada pleuritis bisa

diakibatkan karena emboli paru atau bisa juga disebabkan adanya

proses inflamasi pada pleura. Sedankan toksisitas sitemik yang

ditunjukkan dengan demam, penurunan berat badan mengarah pada

kemungkinan empyema (Halim, 2006)

Dari pemeriksaan fisik, biasanya ditemukan pada efusi pleura yang

telah mencapai 300mL, patologis dapat berupa:

1) Penurunan suara nafas

2) Perkusi redup

3) Penurunan fremitius taktil

4) Egofoni (perubahan suara E menjadi A) (Halim, 2006)

Page 20: LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

I. Kesimpulan

1. Respirasi pada manusia meliputi 3 tahap penting yaitu ventilasi , respirasi

eksternal dan respirasi internal.

2. Spirometri adalah suatu teknik pemeriksaan untuk mengetahui fungsi

paru-paru , dimana pasien diminta sekuat-kuatnya melalui suatu alat yang

dihubungkan dengan mesin spirometer yang akan menghitung kekuatan,

kecepatan dan volume udara yang dikeluarkan ,sedangkan alatnya

bernama spirometer, dan hasil perekamannya bernama spirogram.

3. Dengan menggunakan spirometer ini, maka kami dapat mengukur volume

tidal, volume cadangan inspirasi, volume cadangan ekspirasi, kapasitas

vital, kapasitas total paru, dan volume residu, dan kapasitas vital paksa.

4. Ventilasi patoogis terdiri dari ventilasi obstruktif, ventilasi restriktif, dan

ventilasi campuran yaitu gabungan dari ventilasi obstruktif dan ventilasi

restriktif.

5. Perhitungan dengan spirometer kepada probandus, didapatkan hasil FEV

1/ FVC 1,38. Hal tersebut menandakan diagnosa kerusakan paru restriktif,

namun diagnosis tersebut tidak bisa ditegakkan dikarenakan proses

pemeriksaan yang salah

II. Saran

1. Sebaiknya alat-alat laboratorium yang digunakan dalam praktikum lebih

dilengkapi agar praktikum dapat berjalan dengan lancar.

2. Probandus yang melakukan praktikum sebaiknya mengikuti instruksi yang

diberikan oleh spirometer secara tepat, sehingga interpretasi hasilnya lebih

signifikan.

Page 21: LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

DAFTAR PUSTAKA

American Thoracic Society. Medical section of the American Lung Association.

Standards for the diagnosis and care of patients with chronic obstructive

pulmonary disease (COPD) and asthma. Am Rev Respir Dis 1987; 136:

22543.

Dahlan, Zul. 2006. Pneumonia. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.

Edisi IV. Jakarta: FKUI.

Danusantoso, Halim. 2000. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates

Dorland, W. A Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta:

EGC.

Halim, Hadi. 2006. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid II. Edisi IV. Jakarta: FKUI.

Maddapa, Tarun. 2009. Atelectasis. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/296468-overview (9 April 2010).

Rubins, Jeffrey. 2009. Pleural Effusion. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/299959-overview (9 April 2010).

Silbernagl, Stefan and Lang, Florian. 2006. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi.

Jakarta: EGC.

Yunus, Faisal. 1999. Penatalaksanaan Bronkhitis Khronik. Bagian Pulmonologi

Kedokteran Universitas Indonesia Unit Paru RSUP Persahabatan: Jakarta.