laporan praktek kerja lapangan beauveria bassiana
DESCRIPTION
teknik perbanyakan Beauveria bassiana di LPHPT YogyakartaTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
Teknik Perbanyakan Jamur Entomopatogen Beuveria bassiana Sebagai Pengendali
Serangga Hama Walang Sangit Pada Tanaman Padi Di Laboratorium Pengamatan dan
Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman Pangan Bantul, D. I. YOGYAKARTA
Dosen pembimbing : Siti Aisah M.Si
Disusun Oleh:
Rubiati Rahayu (09640028)
PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012
iii
Kata Pengantar
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji syukur bagi Allah SWT, yang
telah melimpahkan rahmad dan hidayahNYa, sehingga penyusunan naskah
laporan praktek Kerja Lapangan ini dapat terselesaikan dengan baik. Hanya
karena ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas dengan segala keterbatasan
daya pikir dan waktu.
Laporan Praktek Kerja Lapangan ini berjudul “Teknik Perbanyakan Jamur
Entomopatogen Beuveria bassiana Sebagai Pengendali Serangga Hama Walang
Sangit PadaT anaman Padi”. Kegiatan PKL dilakukan di Laboratorium
Pengamatan dan Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman Pangan Bantul, D. I.
Yogyakarta, dan telah dilaksanakan pada tanggal 02 juli sampai 31 juli 2012.
Penyusunan laporan PKL ini guna untuk memenuhi salah satu syarat
menyelesaikan mata kuliah praktek kerja lapangan progam studi Biologi Fakultas
Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam pelaksanaan PKL
dan penyusunan laporan PKL ini, tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih
kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materiil.
Ucapan terima kasih ini penulis haturkan kepada :
1. Bapak, Ibu tercinta dan adik-adik yang selalu memberikan dukungan baik secara
moril, spiritual maupun materiil dan tiada lelahnya memberikan nasehat setiap
waktu.
iv
2. Bapak Ir. Paryoto, MP. selaku Kepala LPHPT dan pembimbing lapngan yang
telah berkenan meluangkan waktu dan ilmunya guna memberikan pengarahan,
bimbingan, saran dan kritiknya sehingga laporan ini dapat terselesaikan.
3. Ibu Anti Damayanti, M.si selaku kepala program studi Biologi yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan dan dan izinnya.
4. Ibu Siti Aisah M.Si, selaku dosen pembimbing lapangan yang telah berkenan
meluangkan waktu dan ilmunya guna memberikan pengarahan, bimbingan, serta
saran dan kritiknya sehingga laporan PKL ini dapat terselesaikan.
5. Ibu Anis, Bapak Ahmadi dan seluruh staf di LPHPT Bantul yang telah membantu
kelancaran pelaksanaan rangkaian kegiatan PKL.
6. Saahabat-sahabat Prodi Biologi angkatan 2009, terutama yang melaksanakan PKL
di LPHPT Bantul (Pipit, Tika, Ida dan Syahril) yang telah mengisi hari-hari
penulis selama PKL.
7. Semua pihak yang tak mugkin penulis sebutkan satu persatu yang telah ikut
membantu dalam penulisan laporan PKL ini.
Dalam penulisan laporan praktek kerja lapangan ini, penulis menyadari
sepenuhnya bahwa didalam penulisan laporan ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari sempurna. Sehingga untuk itu segala kritik dan saran sangatlah
diharapkan penulis demi penyelsaian laporan ini.
Yogyakart,25 oktober 2012
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iii
DAFTAR ISI .............................................................................................. v
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Tujuan PKL ..................................................................................... 3
C. Waktu Dan Tempat ......................................................................... 3
BAB II. Gambaran Umum Institusi ........................................................ 4
A. Sejarah Berdiri ................................................................................. 4
B. Tugas Dan FungsiLPHPT ............................................................... 4
C. Tenaga Kerja LPHPT ...................................................................... 5
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 6
A. Tanaman Padi .................................................................................. 6
B. Walang Sangit ................................................................................. 6
C. Beauveria bassiana ......................................................................... 8
BAB IV. KEGIATAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN .................... 10
A. Judul ................................................................................................ 10
B. Alat dan Bahan ................................................................................ 10
vi
C. Prosedur Kerja ................................................................................. 11
D. Hasil ................................................................................................ 12
E. Pembahasan ..................................................................................... 13
BAB V. PENUTUP .................................................................................... 16
A. Kesimpulan ..................................................................................... 16
B. Saran ................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 17
LAMPIRAN ............................................................................................... 18
A. Kegiatan .......................................................................................... 18
B. Foto kegiatan ................................................................................... 18
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai mahasiswa biologi, untuk dapat masuk dan bersaing ke dunia kerja
tidak hanya pengetahuan secara teori saja yang harus dikuasai, melainkan
pengalaman dan “skill” juga harus dikuasai, dengan adanya PKL (Praktek Kerja
Lapangan) diharapkan mahasiswa mampu mengaplikasikan ilmu pengetahuan
yang diperoleh dibangku kuliah. Selain itu, dengan PKL juga diharapkan akan
menambah pengalaman dan “skill” dalam dunia kerja.
Mengingat pentingnya PKL dan perlunya menambah wawasan mahasiswa,
khususnya dibidang yang spesifik maka perlu diselenggarakan PKL untuk
menambah pengalaman dan “skill” dalam dunia kerja. Salah satu bidang yang
dapat dipelajari dalam PKL adalah teknik perbanyakan jamur entomopatogen
sebagai musuh alami hama tanaman padi.
Padi merupakan komoditas ekspor yang menjadi salah satu sumber devisa
penting bagi negara. Adanya gangguan dari organisme pengganggu tanaman
(OPT) seringkali menjadi faktor penghalang produktivitas. Gangguan biasanya
dimulai sejak tanaman di lapang. Salah satu OPT yang potensial menurunkan
produktivitas padi adalah serangga hama yaitu walang sangit.
Pengendalian serangga hama dengan insektisida kimia banyak menimbulkan
masalah, antara lain: meningkatnya resistensi hama terhadap insektisida kimia,
terjadinya ledakan populasi serangga hama sekunder, meningkatnya risiko
1
2
keracunan pada manusia dan hewan ternak, terkontaminasinya air tanah,
menurunnya biodiversitas, dan bahaya-bahaya lain yang berkaitan dengan
lingkungan.
Timbulnya masalah-masalah tersebut menjadi stimulan yang meningkatkan
minat terhadap upaya pengendalian hama secara terpadu (PHT) yaitu dengan
menggunakan agen hayati. Salah satu contoh agen hayati yang dapat digunakan
sebagai pemberantas hama adalah cendawan atau jamur.
Salah satu cendawan entomopatogen yang sangat potensial dalam
pengendalian beberapa spesies serangga hama adalah Beauveria bassiana.
Cendawan ini dilaporkan sebagai agensi hayati yang sangat efektif mengendalikan
sejumlah spesies serangga hama termasuk rayap, kutu putih, dan beberapa jenis
kumbang (Gillespie, 1988).
Meninjau dari permasalahan pertanian yang ada maka kegiatan PKL ini sangat
bermanfaat untuk mengtahui perbanyakan dan perananan dari Beuveria bassiana
untuk tanaman padi yang dilakukan di Laboratorium Proteksi Hama Dan Penyakit
Tanaman Pertanian dan Holtikultura Bantul Yogyakarta.
Melalui kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini mahasiswa dapat terlibat
secara langsung di lapangan dan melakukan beberapa tahapan mulai dari inokulasi
jamur, perbanyakan dan pengujian efektifitas terhadap hama walang sangit,
sehingga kegiatan ini selain dapat menambah wawasan, keterampilan mahasiswa,
dan bermanfaat bagi masyarakat luas.
3
B. Tujuan Praktek Kerja Lapangan
1. Mahasiswa dapat mengetahui langkah-langkah pada teknik perbanyakan
Beuveria bassiana.
2. Mengetahui efektifitas Beuveria bassiana terhadap walang sangit yang manjadi
hama pada tanaman padi.
C. Waktu Dan Tempat Praktek Kerja Lapangan
Praktek kerja lapangan dilaksanakan tanggal 02 juli sampai 31 juli 2012 di
Laboratorium Pengamatan dan Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman Pangan
Bantul Yogyakarta.
4
BAB II
GAMBARAN UMUM LPHPT BANTUL
A. Sejarah berdiri
Laboratorium Pengamatan dan Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman
Pangan (LPHPT) terletak di desa Kauman Wijirejo, Pandak kabupaten Bantul D.I
Yogyakarta, yang dirikan pada tahun 1986. LPHPT adalah laboratorium dari Unit
Pelaksana Teknis Dinas Balai Proteksi Tanaman Pertanian (UPTD BPTP),
merupakan salah satu unit kerja dari Dinas Pertanian Provinsi DIY yang
mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Pertanian di bidang
proteksi tanaman pangan dan holtikultura.
B. Tugas dan fungsi LPHPT
Tugas dan fungsi LPHPT sebagai berikut :
a. Pelaksanaan pengamatan terhadap OPT (organisme pengganggu Tanaman) dan
faktor yang men mpengaruhinya
b. Pelaksanaan pengkajian dan pengembangan teknologi pengamatan dan
peramalan serta pengendalian OPT
c. Pemberian pelayanan kepada masyarakat melalui karakteristik tanaman
d. Pengawasan atas peredaran, penyimpangan, penggunaan, dan dampak negatif
pestisida
e. Pengamatan terhadap OPT
4
5
f. Survey terhadap OPT
g. Rice Garden/ screening varietas
h. Uji biotik wereng batang coklat
i.Pemantauan OPT potensial dan penyakit visiologis tanaman
j. Peramalan OPT
k. Penentuan daerah serangan OPT/DPI
l. Klinik tanaman.
m. Gerakan pengendalian OPT.
C. Tenaga kerja LPHPT
Tenaga kerja LPHPT terdiri dari :
1. Kepala laboratorium.
2. Sub Bagian Tata Usaha, yang mempunyai fungsi melaksanakan tugas
kearsipan, keuangan, kepegawaian, pengelolaan barang, kerumah tanggaan,
kehumasan, kepustakaan, serta penyusun progam dan laporan kinerja.
3. Seksi Pelayanana Teknis, mempunyai tugas melaksanakan diagnosa,
peramalan, dan penyebaran informasi organisme pengganggu tanaman (OPT).
4. Seksi Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman, mempunyai tugas
melaksanakan sebagian tugas Balai di bidang pengembangan teknologi
pengendalian organisme pengganggu tanaman dan dampak fenomena iklim.
5. Kelompok Jabatan Fungsional.
6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Padi
Padi merupakan kelompok tumbuhan yang tergolong dalam kelas
Monotyledonae dan family Gramineae. Tanaman ini merupakan komoditas ekspor
yang menjadi salah satu sumber devisa penting bagi negara, merupakan sumber
karbohidrat utama yang dimanfaatkan oleh negara tertentu khususnya di
Indonesia. Faktor penghalang yang sering mengganggu produktifitas tanaman
padi adalah adanya organisme pangganggu tanaman (OPT). Salah satu OPT yang
potensial menurunkan produktifitas padi adalah serangga hama yaitu walang
sangit /Leptocoriza acuta.
Gangguan atau serangan walang sangit biasanya dimulai sejak tanaman
padi memasuki masa malai yang ditandai dengan adanya cairan seperti susu pada
biji tanaman. Cairan padi yang terus menerus dihisap oleh walang sangit apabial
tidak dilakukan pengendalian sejak dini yang akhirnya dapat mengakibatkan
turunya produktifitas tanaman padi dan menurunkan kualitas gabah.
B. Walang Sangit
Walang sangit merupakan serangga yang memiliki ciri-ciri yaitu ; tubuh
berwarna coklat, berukuran panjang sekitar 14-17 mm dan lebar 3-4 mm, serta
memiliki tungkai dan antena yang panjang pada saat dewasa. Nimfa pada
serangga ini memiliki struktur tubuh lebih kecil dari dewasa dan tidak bersayap,
pada umumnya nimfa berwarna hijau muda dan menjadi coklat kekuning-
6
7
kuningan pada bagian abdomen dan sayap coklat saat dewasa (Siwi., et al,1981).
Walang sangit merupakan hama atau musuh bagi tanaman padi karena menyerang
pada saat padi memesuki masa bermalai, sehingga apabila cairan padi terus
menerus dihisap akan mengakibatkan turunya produktifitas tanaman padi.
Hama ini tidak hanya dapat menurunkan hasil, tetapi juga menurunkan
kualitas gabah seperti; bintik-bintik coklat pada gabah akibat isapan cairan dari
hama tersebut pada saat padi matang susu, tetapi jika tanaman yang diserang pada
masa berisi cairan seperti susu maka biji padi akan hampa atau gabug (Pracaya,
2008). Kerusakan parah disebabkan oleh imago yang menyerang tepat pada masa
berbunga, sedangkan nimfa terlihat merusak secara nyata setelah pada instar
ketiga sampai fase dewasa. Serangan pada fase dewasa merupakan serangan yang
mampu menurunkan hasil atau produktifitas tanaman apabila tidak segera
dilakukan pengendalian (Willis, 2001). Klasifikasi walang sangit adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Hemiptera
Family : Alydidae
Genus : Lepticoriza
Secies : Lepticoriza acuta (Thunberg, 1870)
8
C. Beuveria bassiana
Lebih dari 700 spesies cendawan entomopatogen dilaporkan telah diisolasi
dari berbagai spesies serangga hama, tetapi baru 10 spesies di antaranya yang
berhasil dikembangkan untuk pengendalian hama, cendawan ini memiliki kisaran
sifat biologi yang luas mulai dari sebagai parasit sejati dan parasit patogen yang
dapat hidup secara saprofit tanpa inang serangga sehingga menyebabkan beberapa
spesies cendawan ini sangat patogenik terhadap serangga hama. Salah satu
cendawan entomopatogen yang telah diketahui berpotensial dalam mengendalikan
spesies serangga hama adalah Beauveria bassiana (Gillespie, 1988).
Menurut klasifikasinya, Beuveria bassiana termasuk kelas Hypomycetes,
ordo Hypocreales dari famili Clavicipitaceae (Hughes, 1971). Cendawan
entomopatogen penyebab penyakit pada serangga ini pertama kali ditemukan
oleh Agostino Bassi di Beauce, Perancis (Steinhaus, 1975). Beauveria bassiana
adalah salah satu jamur entomopatogenik yang berpotensi untuk dikembangkan
sebagai agen pengendali hayati, merupakan biopestisida ramah terhadap
lingkungan yang dapat digunakan sebagai pengganti dari penggunaan pestisida
yang berlebih yang berdampak negatif pada hasil panen dan lingkungan,
musnahnya musuh alami, dan timbulnya ketahanan OPT (Setiawati.,et al, 2004).
Penggunaan agen hayati ini, merupakan suatu upaya pencegahan secara
dini untuk mengendalikan penyebaran hama walang sangit. Beauveria bassiana
merupakan jamur patogen serangga yang memiliki beberapa keunggulan yaitu;
slektif terhadap serangga sasaran sehingga tidak membahayakan serangga lain
9
yang bukan merupakan sasaranya, seperti; predator, serangga penyerbuk dan
serangga berguna lebah madu (Departemen Pertanian, 2007).
Beberapa strain isolat Beuveria bassiana yang diketahui saat ini adalah
berasal dari berbagai spesies serangga hama yang merupakan inang spesifik
cendawan tersebut. Beuveria bassiana memproduksi toksin yang disebut
beauvericin. Antibiotik ini dapat menyebabkan gangguan pada fungsi hemolimfa
dan nukleus serangga inang, sehingga mengakibatkan pembengkakan yang
disertai pengerasan serangga inang yang terinfeksi. Selain secara kontak, Beuveria
bassiana juga dapat menginfeksi melalui kontaminasi pakan (Kucera dan
Samsinakova, 1968).
Cendawan B. bassiana juga dikenal sebagai penyakit white muscardine
karena miselia dan spora yang dihasilkan berwarna putih. Mekanisme infeksi
dimulai dari melekatnya konidia pada kutikula serangga, kemudian berkecambah
dan tumbuh di dalam tubuh inangnya, serangga hama yang terinfeksi B.bassiana
akan efektif menjadi sumber infeksi bagi serangga hama sehat yang ada di
sekitarnya (Soetopo & Indrayani. 2012).
10
BAB IV
KEGIATAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
A. Judul
Teknik Perbanyakan Jamur Entomopatogen Beuveria bassiana Sebagai
Pengendali Serangga Hama Walang Sangit Pada Tanaman Padi Di Laboratorium
Pengamatan dan Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman Pangan Bantul.
B. Alat dan Bahan
a. Alat
1. Kotak atau box inokulasi
2. Bunsen
3. Plastik
4. Dandang
5. Kompor
6. Baskom
7. Autoclave
8. Jaring rearing
9. Ember
b. Bahan
1. Bibit Beuveria bassiana
2. Jagung
3. Beras
4. Jaring rearing
5. Tanaman padi
10
11
6. Serangga (walang sangit).
C. Prosedur Kerja
1. Perbanyakan bibit Beuveria bassiana
-Hari pertama, beras dan jagung dicampur, dibersihkan dan dicuci dengan air
sampai bersih. Perbandingan media tumbuh beras dan jagung tersebut berkisar 1 :
4. Setelah bersih kemudian dimasak menggunakan dandang dengan api sedang
sampai setengah matang, selanjutnya dibiarkan sampai bahan-bahan tersebut
dingin. Setelah dingin, dibungkus dengan menggunakan plastik kurang lebih
sekitar 100gr, ditutup rapat dengan melipat ujungnya hingga seperempat bagian,
dan di autoclave dengan suhu 120o, selama 1 jam kemudian didiamkan.
-Hari kedua, disiapkan bibit Beuveria bassiana, campuran beras dan jagung yang
telah diautoclave diangkat. Langkah awal perbanyakan yaitu dipersiapkan kotak
inokulasi , bahan yang telah di autoclave dimasukan ke dalam kotak inokulasi,
selanjutnya ditanamkan bibit Beauveria bassiana secara aseptis, kemudian
disimpan pada suhu ruang dan dibiarkan sampai jamur tumbuh. Beuveria
bassiana akan tumbuh siap panen dan dapat digunakan sebagai bahan biopestisida
sekitar 4-5 hari.
-Jika setelah 4-5 hari Beuveria bassiana tidak langsung dipakai, maka diperlukan
adanya penyimpanan, yaitu menggunakan campuran dari tepung caulin dan
bentonat. Beuveria bassiana yang telah dicampur dengan tepung caulin dan
bentonat kemudian disimpan pada ruangan sampai 1 minggu.
- Setelah 1 minggu masa penyimpanan maka biopestisida ini dapat digunakan
kembali dengan diayak terlebih dahulu.
12
2. Pengujian jamur Beuveria bassiana pada serangga uji walang sangit
Langkah yang digunakan untuk melakukan pengujian B.bassiana pada walang
sangit yaitu dengan menyiapkan seperangkat alat berupa 2 buah ember untuk
menanam tanaman padi yang sedang memasuki masa malai dan 2 buah jaring
rearing. Tanaman padi yang telah ditanam di dalam ember kemudian diletakan ke
dalam jaring rearing. Pengujian dilakukan menggunakan dua perlakuan yaitu;
1). Padi dan walang sangit tanpa penyemprotan B. bassiana (kontrol).
2). Padi dan walang sangit dengan penyemprotan B. bassiana.
D. Hasil
1). Perbanyakan B. bassiana
-Berdasarkan kegiatan praktek kerja lapangan yang telah dilakukan diketahui
bahwa jamur entomopatogen B. bassiana dapat tumbuh dan digunakan sebagai
biopestisida setelah 4-5 hari penanaman pada media campuran jagung dan beras.
-B. bassiana yang tidak langsung dipakai disimpan dengan menggunakan
campuran caulin dan bentonat selama 1 minggu dan diayak terlebih dahulu
sebelum digunakan kembali.
2). Pengujian jamur Beuveria bassiana pada serangga uji walang sangit
-Walang sangit yang diberi perlakuan penyemprotan menggunakan Beauveria
bassiana, menunjukan adanya gerak yang lambat, dan akhirnya mati. Tubuh
walang sangit mengeras dengan permukaan tubuh yang putih.
-Pada perlakuan kontrol tidak menunjukan adanya perubahan pada walang sangit,
tetapi tanaman padi menunjukan perubahan yaitu pada bulir kulit biji padi
terdapat adanya jentik kehitaman.
13
E. Pembahasan
Beauveria bassiana adalah salah satu jamur entomopatogenik yang berpotensi
untuk dikembangkan sebagai agen pengendali hayati (Suharto, 1998). Teknik
perbanyakan Beuveria bassiana dapat dilakukan dengan menggunakan media
tumbuh berupa campuran jagung yang sudah digiling dan beras, perbandinganya
yaitu 4:1, bahan jagung lebih banyak daripada beras karena diketahui jagung
merupakan media tumbuh yang lebih efektif.
Pemasakan campuran beras dan jagung yang tidak terlalu matang bertujuan
agar pertumbuhan jamur lebih efektif, jika media tumbuh terlalu matang maka
dapat terjadi kebusukan karena jamur tidak mampu tumbuh pada media yang
lembek. Setelah campuran beras dan jagung dimasak maka didinginkan terlebuh
dahulu karena jamur tidak dapat tumbuh jika suhu media dalam keadaan panas.
Media yang sudah didinginkan kemudian di dibungkus dengan menggunakan
plastik kurang lebih sekitar 100gr, ditutup rapat dengan melipat ujungnya hingga
seperempat bagian, dan di autoclave dengan suhu 120oC. Penanaman bibit jamur
dilakuakan pada kotak inokualasi secara aseptis agar tidak terjadi kontaminasi
pada saat penanaman. Jamur akan tumbuh setelah 4-5 hari yang selanjutnya dapat
dipanen.
Setelah dilakukan pemanenan, agar masa aktif jamur dapat bertahan lama,
maka perlu dilakukan penyimpanan. Penyimpanan B.bassiana yang di lakukan di
LPHPT diformulasi dalam bentuk bubuk. Formulasi bubuk B. bassiana diketahui
paling efektif memicu kontak dengan hama sasaran (Stimac., et al, 1993).
Formulasi B. bassiana berupa bubuk efektif untuk meningkatkan mortalitas hama,
14
dan mengurangi kompetisi dengan mikroba lain sehingga meningkatkan daya
hidup B. bassiana (White, 1995).
Beberapa bahan pencampur telah diteliti untuk kesesuaian formulasi B.
bassiana, antara lain berupa tepung, seperti; tepung tapioka, tepung beras, dan
tepung maizena yang dikombinasikan dengan temperatur penyimpanan ideal
sehingga efektif mempertahankan viabilitas konidia B. bassiana sekurang-
kurangnya 2 bulan masa penyimpanan (Soetopo dan Indrayani, 2012).
Penyimpanan berupa formulasi bubuk B.bassiana yang dialakukan di LPHPT
Bantul yaitu dengan menggunakan campuran tepung caulin dan bentonat yang
kemudian dicampur jamur Beauveria bassiana yang telah ditumbuhkan pada
media jagung dan beras selama 4-5 hari. Masa penyimpanan dimulai dengan
mencampur B.bassiana dengan kedua tepung tersebut dan disimpan selama satu
minggu yang kemudian diayak sebelum digunakan sebagai biopestisida.
Hasil yang telah didapat pada pengujian jamur Beuveria bassiana terhadap
serangga uji walang sangit yaitu; pada kotak kontrol tidak terjadi perubahan pada
walang sangit. Walang sangit pada kotak kontrol tetap aktif dan pada bulir biji
padi terdapat bintik kehitaman hal ini dikarenakan walang sangit aktif menghisap
cairan pada bakal biji yang apabila diteruskan tanpa dilakukan pengendalian maka
biji tidak berisi (gabug).
Perlakuan dengan penyemprotan Beauveria bassiana menunjukan hasil yaitu
adanya gerak yang lambat pada walang sangit, serangga tidak aktif, dan adanya
kematian dengan perubahan struktur tubuh walang sangit yaitu berwarna putih
dan kaku. Warna putih pada walang sangit disebabkan karena adanya infeksi dari
spora B.bassiana. Mekanisme infeksi Beauveria bassiana dimulai dari
15
melekatnya konidia pada kutikula serangga, kemudian berkecambah dan tumbuh
di dalam tubuh inangnya. Pengerasan (kaku) pada walang sangit disebabakan oleh
toksin Beauveria bassiana yang disebut beauvericin. Beauvericin diketahui
menyebabkan gangguan pada fungsi hemolimfa sehingga mengakibatkan
pembengkakan yang disertai pengerasan (kaku) pada serangga yang terinfeksi
(Kucera dan Samsinakova, 1968)
16
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Teknik perbanyakan jamur Beuveria bassiana yang dilakukan di LPHPT
Bantul merupakan teknik sederhana yang dapat dikembangkan dengan
menggunakan media tumbuh berupa campuran jagung dan beras.
2. Berdasarkan pengujian Beuveria bassiana terhadap walang sangit, diketahui
bahwa B.bassiana efektif mengendalikan serangga hama walang sangit pada
tanaman padi.
B. Saran
Sebagai Perguruan tinggi yang mempunyai Program Studi Biologi maka perlu
adanya pengenalan terhadap jamur entomopatogen Beuveria bassiana agar
kemudian dapat dikembangkan sebagai sarana kreativitas mahasiswa.
16
17
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pertanian, 2007. Pedoman Rekomendasi Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Padi. Jakarta : Direktorat Jendral Produksi Tanaman Pangan.
Gillespie, A.T, 1988. Use of fungi to control pests of agricultural importance, England: Manchester University Press.
Pracaya, 2008. Pengendalian Hama & Penyakit Tanaman Secara Organik. Yogyakarta : Kanisius.
Setiawati, W., et al, 2004. Pemanfaatan Musuh Alami Dalam Pengendalian Hayati Hama Pada Tanaman Sayuran. Bandung : u.p Dewan Redaksi Penerbitan Publikasi Ilmiah.
Siwi, S.S., A. Yassin and Dandi Sukarna. 1981. Slender rice bugs and its ecology and economic threshold. Syiposium on Pest Ecology. Bogor.
Soetopo dan indrayani, 2012. Status Teknologi dan Prospek Beauveria bassiana Untuk Pengendalian Serangga Hama Tanaman Perkebunan Yang Ramah Lingkungan. Malang : Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat.
Stimac, J.I, 1993. Mortality in laboratory colonies of Solenopsis invicta (Hymenoptera: Formicidae) treated with Beauveria bassiana(Deuteromycetes). J. Econ: Entomol 86: 1083-1087.
Suharto, 1998. Kajian aspek fisiologis B. Bassiana dan virulensinya terhadap Helicoverpa armigera. Yogyakarta : Fakultas Pertanian UGM.
White, H.E, 1995. Alginate pellet formulation of Beauveria bassianapathogenic to the red imported fire ant. Texas tech University : M.S. Thesis.
Willis, 2001. Hama dan Penyakit Utama Padi di Lahan Pasang Surut. Banjarbaru : Badan Litbang Pertanian.
17
18
LAMPIRAN
A. Kegiatan :
Selain mengikuti serangkaian kegiatan perbanyakan Beauveria bassiana saya
mengikuti semua kegiatan yang ada di LPHPT antara lain :
1. Perbanyakan jamur Tricoderma harsianum sebagai agen pengendali penyakit
layu fusarium pada tanaman holtikultura.
2. Destilasi atsiri selasih ungu sebagai bahan entomopatogen lalat buah.
3. Pembuatan kultur murni Corine bacterium dan perbanyakanya, yang
digunakan untuk menekan Pekembangan Penyakit Kresek Xanthomonas
campestri pada tanaman padi.
4. Uji efektivitas kulit ari mete sebagai moluskisida alami pengendali keong mas
yang merupakan hama pengganggu tanaman padi.
5. Ikut serta dalam kegiatan lapangan, yaitu uji ketahanan varietas tanaman padi
yang dilakukan pada area persawahan.
B. Foto Kegiatan
Beras dan jagung sbg media tumbuh jamur Bibit untuk inokulasi
18
19
Proses Perbanyakan pada kotak inokulasi Penyimpanan setelah diperbanyak
B.bassiana setelah diperbanyak
Pemanenan B.bassiana Walang sangit yang terinfeksi B.bassiana