laporan pkl c-organik

113
LAPORAN PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) JAWA TENGAH VALIDASI METODE PENETAPAN C-ORGANIK DALAM PUPUK ORGANIK Oleh: Nama : Eka Rusadi NIM : 4311413067 Program Studi : Kimia JURUSAN KIMIA i

Upload: eka-rusadi

Post on 10-Jul-2016

191 views

Category:

Documents


32 download

TRANSCRIPT

LAPORAN

PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP)

JAWA TENGAH

VALIDASI METODE PENETAPAN C-ORGANIK

DALAM PUPUK ORGANIK

Oleh:

Nama : Eka Rusadi

NIM : 4311413067

Program Studi : Kimia

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2016i

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan hasil Praktik Kerja Lapangan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa

Tengah 01 Februari 2016 sampai 01 Maret 2016 telah diselesaikan dan disahkan untuk

memenuhi salah satu syarat perkuliahan di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

(MIPA) Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang pada :

Hari :

Tanggal :

Dosen Pembimbing PKL Pembimbing Lapangan

Jurusan Kimia FMIPA Unnes BPTP Jawa Tengah

Nuni Widiarti, S.Pd, M.Si Endah Winarni, S.T

NIP.19781028 200604 2 001 NIP 19691102 199403 2 003

Mengetahui,

Ketua Jurusan Kimia FMIPA Kepala BPTP Jawa Tengah

Dr. Nanik Wijayanti, M. Si Dr. Ir. Moh. Ismail Wahab, M.Si

NIP. 19691023 199603 2 002 NIP. 19650617 199103 1 002

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan

Rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan laporan Praktek Kerja

Lapangan ini sesuai dengan waktu yang direncanakan. Laporan Praktek Kerja Lapangan ini

disusun untuk melengkapi syarat dalam menyelesaikan mata kuliah Praktek Kerja Lapangan

(PKL) di Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri

Semarang.

Laporan ini merupakan hasil dari kegiatan Praktek Kerja Lapangan yang telah

dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah tanggal 01

Februari 2016 sampai 01 Februari 2016.

Laporan ini dapat terselesaikan tidak lepas dari bantuan semua pihak, maka pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih pada:

1.Dr. Nanik Wijayanti, M. Si selaku Ketua Jurusan Kimia.

2.Dr. Jumaeri, M.Si selaku Koordinator Program Studi Kimia yang telah membantu dan

membimbing penulis dalam perizinan PKL.

3.Nuni Widiarti, S.Pd, M.Si selaku dosen pembimbing PKL yang telah memberikan

bimbingan dan pengarahan kepada penulis.

4.Dr. Ir. Moh Ismail Wahab, M.Si selaku Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa

Tengah.

5.Endah Winarni, S.T selaku pembimbing lapangan yang telah mengarahkan, mendampingi,

dan membimbing penulis dalam melaksanakan PKL di Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Jawa Tengah.

6.Para staf dan karyawan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, Ibu Yulis, Ibu

Indra, Ibu Yatmi, Bapak Sutrisno, Bapak Rifai, dan masih banyak lagi yang tidak dapat

disebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu membimbing dan memberikan

informasi selama PKL.

7.Bapak, Ibu, dan keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan baik moril maupun

materil.

8.Teman satu kelompok PKL Aden, Ayang, Lala, dan Titis atas kerjasama dan bantuan

selama PKL berlangsung.

iii

9.Seseorang yang selalu memberi semangat selama pelaksanaan PKL dan membantu dalam

penyelesaian laporan PKL ini.

10.Sahabat dan teman-teman satu angkatan Kimia 2013 yang tidak bisa saya sebutkan satu

per satu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan Praktik Kerja

Lapangan ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun senantiasa penulis terima

agar laporan ini menjadi lebih baik dan bisa bermanfaat untuk kita semua.

Semarang, Februari 2016

Penulis

iv

ABSTRAK

VALIDASI METODE PENETAPAN C-ORGANIK

DALAM PUPUK ORGANIK

Eka Rusadi, Praktik Kerja Lapangan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, Bukit Tegalepek Ungaran

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang

Pupuk adalah substansi atau bahan yang mengandung satu atau lebih zat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Material pupuk dapat berupa bahan organik ataupun non-organik (mineral). Pupuk berbeda dari suplemen. Pupuk mengandung bahan baku yang diperlukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sementara suplemen seperti hormon tumbuhan membantu kelancaran proses metabolisme. Menurut bahan bakunya pupuk diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu pupuk anorganik (buatan) dan pupuk organik.

Penetapan kadar C-organik dalam contoh pupuk organik dilakukan untuk mengetahui jumlah kandungan C-organik dalam pupuk organik. Dasar pengujiannya, karbon sebagai senyawa organik akan mereduksi Cr6+ yang berwarna jingga menjadi Cr3+ yang berwarna hijau yang terbentuk setara dengan kadar karbon dan dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 561 nm. Validasi metode merupakan salah satu upaya laboratorium untuk membuktikan bahwa suatu metode uji yang digunakan senantiasa memberikan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan, benar dan dapat dipercaya. Dalam validasi metode uji, parameter-parameter unjuk kerja metode yang dievaluasi dalam percobaan ini yaitu linearitas, limit deteksi, presisi, dan akurasi.

Dari hasil pengujian validasi metode penetapan C-organik pada sampel pupuk organik diperoleh linearitas C-organik dengan nilai regresi y = 0,0016x + 0,0037 dengan nilai linearitas koefisien korelasi (r) sebesar 0,9993 dan dari analisis uji diperoleh kandungan C-organik sebesar 6.713%, uji limit deteksi sebesar 59,8897 mg/L, uji presisi melalui repitabilitas dengan nilai pressentase RSD sebesar 4,2565% dan uji akurasi melalui persentase recovery dengan nilai sebesar 103,75%. Serta estimasi ketidakpastian kadar air sebesar 1,268375%; massa contoh 0,004110 gram; volume labu takar 0,085020 mL; spektrofotometer 0,013294 Abs; recovery 0,06748; dan presisi metode 0,042565. Semua parameter validasi telah memenuhi syarat yang ditetapkan.

Kata Kunci: Pupuk, C-Organik, Spektrofotometer, Validasi Metode.

v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii

ABSTRAK ......................................................................................................... v

DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... x

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

B. Perumusan Masalah ......................................................................... 2

C. Tujuan ............................................................................................. 2

D. Tempat dan Waktu PKL .................................................................. 3

E. Metode Pelaksanaan PKL ............................................................... 3

F. Sistematika Laporan ........................................................................ 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum BPTP Jawa Tengah ............................................ 5

B. Pupuk ............................................................................................... 9

C. C-Organik ........................................................................................ 11

D. Spektrofotometer ............................................................................. 12

E. Validasi Metode Analisis ................................................................ 14

F. Estimasi Ketidakpastian Pengukuran .............................................. 17

G. Sumber-Sumber Ketidakpastian ...................................................... 18

H. Klasifikasi Komponen Ketidakpastian ............................................ 19

vi

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu ................................................................................. 21

B. Alat dan Bahan ....................................................................................... 21

C. Metode Percobaan .................................................................................. 22

D. Penetapan Kadar Air (Metode Gravimetri) ............................................ 25

E. Pengukuran ............................................................................................. 25

F. Perhitungan dan Olah Data .................................................................... 26

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Linieritas ................................................................................................ 29

B. Limit Deteksi .......................................................................................... 29

C. Presisi (Repitabilitas) ............................................................................. 30

D. Akurasi ................................................................................................... 31

E. Estimasi Ketidakpastian Pengukuran ..................................................... 31

BAB V. PENUTUP

A. Simpulan ................................................................................................ 37

B. Saran ....................................................................................................... 38

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 39

LAMPIRAN ....................................................................................................... 41

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel.1 SDM BPTP Jateng Menurut Jenjang Fungsional .......................................... 7

Tabel.2 SDM BPTP Jateng Menurut Kelompok Golongan ....................................... 8

Tabel.3 SDM BPTP Jateng Menurut Jenjang Fungsional Peneliti ............................ 8

Tabel.4 SDM BPTP Jateng Menurut Jenjang Fungsional Penyuluh Pertanian ....... 8

Tabel.5 SDM BPTP Jateng Menurut Jenjang Fungsional Litkayasa ......................... 8

Tabel.6 Nilai ketidakpastian Baku Gabungan ............................................................ 36

Tabel.7 Linearitas C-Organik ..................................................................................... 51

Tabel.8 Data Hasil Perhitungan Limit Deteksi .......................................................... 48

Tabel.9 Data Repitabilitas C-Organik ........................................................................ 50

Tabel.10 Hasil Perhitungan Recovery C-Organik (%) ................................................. 52

Tabel.11 Penetapan Kadar Air dan Faktor Koreksi BKM ........................................... 55

Tabel.12 Sumber-sumber Ketidakpastian .................................................................... 57

Tabel.13 Sumber-sumber Ketidakpastian Kadar Air ................................................... 58

Tabel.14 Ringkasan Ketidakpastian Kadar Air ............................................................ 60

Tabel.15 Data Hasil Ringkasan Recovery .................................................................... 62

Tabel.16 Daftar Data Sumber Ketidakpastian x C3 ..................................................... 63

Tabel.17 Ringkasan Nilai Ketidakpastian Konsentrasi Spike Larutan Baku ............... 65

Tabel.18 Data Hasil Presisi Metode ............................................................................. 66

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar.1 Kantor BPTP Jawa Tengah ...................................................................... 5

Gambar.2 Struktur Organisasi BPTP Jawa Tengah .................................................. 7

Gambar.3 Cause and Effect Diagram atau Fish Bone C-Organik ............................ 31

Gambar.4 Cause and Effect Diagram atau Fish Bone kadar air sampel ................... 32

Gambar.5 Diagram Alir Penetapan Kadar Air .......................................................... 41

Gambar.6 Diagram Alir Pembuatan Larutan Standar C-Organik ............................. 42

Gambar.7 Diagram Alir Pembuatan Larutan Sampel ............................................... 43

Gambar.8 Diagram Alir Pembuatan Larutan Spike 1000 mg/L ................................ 44

Gambar.9 Diagram Alir Pembuatan Larutan Sampel + Spike .................................. 45

Gambar.10 Grafik Linearitas C-Organik ..................................................................... 46

Gambar.11 Cause and Effect Diagram atau Fish Bone x C3 ..................................... 63

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran. 1 Diagram Alir Kerja ................................................................................... 41

Lampiran. 2 Data dan Contoh Perhitungan Lineritas C-Organik ................................. 46

Lampiran. 3 Data dan Contoh Perhitungan Limit Deteksi C-Organik ......................... 48

Lampiran. 4 Data dan Contoh Perhitungan Repitabilitas C-Organik ........................... 50

Lampiran. 5 Data dan Contoh Perhitungan Recovery C-Organik ................................. 52

Lampiran. 6 Data dan Contoh Perhitungan Kadar Air .................................................. 55

Lampiran. 7 Data dan Perhitungan Estimasi Ketidakpastian ........................................ 57

Lampiran. 8 Dokumentasi ............................................................................................. 69

x

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas

maupun kuantitaas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan

secara berkelanjutan. Penggunaaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat

meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degredasi lahan.

Sumber bahan untuk pupuk organik sangat beranekaragam, dengan karakteristik

fisik dan kandungan kimia yang sangat beragam sehingga pengaruh dari penggunaan

pupuk organik terhadap lahan dan tanaman dapat bervariasi. Selain itu, peranannya cukup

besar terhadap perbaikan sifat kimia biologi tanah serta lingkungan (Basriman. MP, 2011).

Di dalam pupuk organik terdapat berbagai macam bahan organik yang dapat

dimanfaatkan oleh tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Akan tetapi tidak semua pupk

cocok untuk semua jenis tanaman. Kemungkinan ada juga bahan di dalam pupuk yang

dapat merusak atau bahkan mematikan suatu tanaman.

Oleh karena itu mengetahui kandungan bahan organik di dalam pupuk organik

adalah hal yang penting untuk mengetahui tindakan apa yang tepat untuk mengolah pupuk

organik tersebut. Peneitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kandungan C-

organik yang terdapat di dalam pupuk organik. Pengujian kandungan C-organik dalam

pupuk organik dilakukan dengan cara yang mengacu pada Buku Petunjuk Teknis Analisis

Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk Organik. Namun dalam perkembangan metode

analisis tersebut telah dimodifikasi oleh laboratorium untuk menyesuaikan dengan kondisi

laboratorium. Untuk mengevaluasi metode tersebut perlu dilakukan validasi metode dan

estimasi ketidakpastian pengukuran.

Validasi metode adalah konfirmasi bahwa suatu metode dapat memenuhi

persyaratan tujuan penggunaannya, yaitu melalui uji petunjuk (unjuk) kerja metode yang

bersangkutan dan mengumpulkan bukti atau hasilnya. Validasi metode merupakan slah

satu upaya laboratorium untuk membuktikan bahwa suatu metode uji yang digunakan

senantiasa memberikan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan, benar dan dapat

dipercaya. Dalam validasi metode uji, parameter-parameter unjuk kerja metode yang

2

dievaluasi dalam percobaan ini yaitu linieritas, limit deteksi, presisi, dan akurasi (Sumardi,

2002).

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana uji validasi penetapan kandungan C-organik dalam pupuk organik?

2. Bagaimana cara menentukan estimasi ketidakpastian pengukuran penetapan kandungan

C-organik di dalam pupuk organik?

C. Tujuan PKL

Tujuan dilakukannya validasi penetapan C-organik dalam pupuk organik adalah

untuk mengetahui kandungan C-organik dalam pupuk organik, untuk memvalidasi metode

penetapan C-organik, dan untuk menetapkan nilai ketidakpastian pengukuran metode

pengukuran penetapan C-organik dan pengoprasian instrumen spektrofotometer. PKL ini

diharapkan dapat memberi manfaat:

1. Bagi Peneliti

Mampu mengembangkan kemampuan dalam memvalidasi metode-metode uji,

khususnya pengukuran C-organik dalam pupuk organik.

2. Bagi Universitas Negeri Semarang

Memberikan pengalaman kerja langsung kepada para mahasiswa Universitas Negeri

Semarang, khususnya mahasiswa Kimia Universitas Negeri Semarang.

3. Bagi Instansi (BPTP Jawa Tengah)

Mampu meningkatkan kepercayaan lebih dari instansi-instansi luar terhadap uji-uji

yang dilakuakan di BPTP Jawa Tengah dengan tervalidasinya metode uji.

D. Tempat dan Waktu PKL

Kegiatan PKL bertempat di laboratorium Balai Pengkaji Teknologi Pertanian

(BPTP) Jawa Tengah yang berlokasi di Bukit Tegalepek Ungaran. Kegiatan PKL ini

dilaksanakan pada tanggal 01 Ferbuari 2016 sampai dengan 01 Maret 2016.

E. Metode Pelaksanaan PKL

Pelaksanaan PKL di Laboratorium BPTP Jawa Tengah, antara lain:

1. Pengambilan Sampel

3

Sampel yang diuji adalah pupuk organik yang diambil dari arsip BPTP yang berlokasi

di bukit Tegalepek Ungaran.

2. Preparasi

Preparasi dilakukan pada tanggal 05 sampai 09 februari 2016 meliputi persiapan

sampel, penipangan sampel, pembuatan larutan standar C-organik, pembuatan

Recovery larutan.

3. Penetapan

Penetapan uji dilakukan pada tanggal 10 sampai 13 Februari 2016 meliputi penetapan

kadar C-organik pupuk organik, dan pengukuran absorbansi larutan menggunakan

instrumen spektrofotometer merk spektronik 21D.

4. Analisis Data

Analisis data dilakukan setelah semua pengukuran dilaksanakan dengan menggunakan

program statistika.

5. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan keterangan dan informasi mengenai proses

penentuan kandungan C-organik dalam pupuk organik. Studi pustaka diperoleh dari

literatur-literatur yang terdapat di BPTP Jawa Tengah serta buku-buku yang

berhubungan dengan penentuan kandungan C-organik daam pupuk organik.

F. Sistematika Laporan

Laporan Praktik Kerja Lapangan ini tersusun dalam sistematika penyusunan sebagai

berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bagian pendahuluan memuat Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat,

Tempat dan Waktu Pelaksanaan, Metode Pelaksanaan dan Sistematika penyusunan

laporan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang gambaran umum perusahaan dan tinjauan-tinjauan pustaka atau

landasan teori yang berhubungan dengan kegiatan Praktik Kerja Lapangan.

BAB III METODE PENELITIAN

4

Bab ini berisi tentang subyek penelitian, metode pengumpulan data, prosedur penelitian

dan metode analisis data.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bagian ini berisi tentang hasil dan pembahasan dari kegiatan Praktik Kerja Lapangan yang

telah dilakukan.

BAB V PENUTUP

Bagian ini berisi tentang simpulan dan saran.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum BPTP Jawa Tengah

Gambar 1. Kantor BPTP Jawa Tengah

1. Sejarah BPTP

BPTP Jawa Tengah dahulu bernama BPTP Ungaran dibentuk berdasarkan

Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 798/Kpts/OT.210/1994 tanggal 13 Desember

1994. BPTP Ungaran merupakan gabungan (merger) dari Balai Informasi Pertanian

Ungaran, Balai Informasi Pertanian Yogyakarta, Sub Balai Penelitian Ternak Klepu,

Sub Balai Penelitian Perikanan Laut Semarang, Kebun Percobaan Muktiharjo, Kebun

Percobaan Ngemplak, Kebun Percobaan Batang, Stasiun Penelitian Tanah dan

Laboratorium Hortikultura Yogyakarta serta Proyek Penelitian Penyelamatan Hutan

Tanah dan Air (P3HTA) Badan Litbang Pertanian. Wilayah kerja BPTP Ungaran

meliputi Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Bersamaan dengan

kebijakan nasional tentang otonomi daerah, BPTP Ungaran berubah nama menjadi

BPTP Jawa Tengah yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Mentan Pertanian

No.350/Kpts/OT. 210/6/2001 tanggal 14 Juni 2001. Implikasi dan perubahan tersebut

antara lain adalah wilayah kerja BPTP Jawa Tengah menjadi hanya Provinsi Jawa

Tengah. Sedangkan unit-unit yang berada di DIY menjadi BPTP DIY.

Bersamaan dengan kebijakan nasional tentang otonomi daerah, BPTP Ungaran

berubah nama menjadi BPTP Jawa Tengah yang ditetapkan dengan Surat Keputusan

Menteri Pertanian No.350/Kpts/OT.210/6/2001 tanggal 14 Juni 2001. Implikasi dan

perubahan tersebbut antara lain adalah wilayah kerja BPTP Jawa Tengah menjadi

hanya di Provinsi Jawa Tengah.

6

2. Tugas Pokok dan Fungsi BPTP Jawa Tengah

Berdasar Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 16/permentan/OT.140/3/2006

a. Tugas Pokok

Melaksanakan pengkajian, perakitan dan pengembangan teknologi pertanian

tepat guna spesifik lokasi.

b. Fungsi

1) Pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi kebutuhan teknologi pertanian tepat

guna spesifik lokasi.

2) Pelasanaan penelitian, pengkajian dan perakitan teknologi pertanian tepat guna

spesifik lokasi.

3) Pelaksanaan pengembangan teknologi dan diseminasi hasil pengkajian serta

perakitan materi penyuluhan.

4) Penyiapan kerjasama, informasi, dokumentasi, serta penyebarluasan dan

pendayagunaan hasil pengkajian, perakitan dan pengembangan teknologi

pertanian tepat guna spesifik lokasi.

5) Pemberian pelayanan teknik kegiatan pengkajian, perakitan dan

pengembangan teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi.

6) Melaksanakan urusan tata usaha dan rumah tangga balai.

3. Program BPTP Jawa Tengah

1. Inventarisasi, pengelolaan dan pengembangan sumberdaya pertanian spesifik

lokasi.

2. Pengkajian teknologi inovatif spesifik lokasi dan agribisnis unggulan daerah.

3. Pengkajian komunikasi, diseminasi dan penjaringan umpan balik teknologi

pertanian spesifik lokasi.

4. Pengembangan model agribisnis berbasis inovasi pertanian.

5. Penelitian dan pengkajian berbasis kemitraan dan keperluan pembangunan

pertanian spesifik lokasi berdasar permintaan.

6. Analisis dan sintesa kebijakan pembangunan pertanian daerah.

7. Pengembangan kapasitas kelembagaan litbang pertanian.

8. Pengembangan sumberdaya informasi, komunikasi, diseminasi dan penjaringan

umpan balik IPTEK.

7

4. Stuktur Organisasi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah

Gambar 2. Struktur Organisasi BPTP Jawa Tengah

5. Sumber Daya Manusia BPTP Jawa Tengah

Berikut ini jumlah pegawai BPTP Jateng pada tahun 2016

Tabel 1. SDM BPTP Jateng Menurut Jenjang Fungsional

Jabatan Jumlah (orang)

Peneliti 53

Penyuluh 16

Teknisi Litkayasa 23

Pustakawan 2

Pengawas Mutu Pakan 1

(Sumber: http://jateng.litbang.deptan.go.id/, 2016)

8

Tabel 2. SDM BPTP Jateng Menurut Kelompok Golongan

Jabatan Jumlah (orang)

IV 35

III 120

II 43

I 4

Jumlah 202

(Sumber: http://jateng.litbang.deptan.go.id/, 2016)

Tabel 3. SDM BPTP Jateng Menurut Jenjang Fungsional Peneliti

Jabatan Jumlah (orang)

Utama 11

Madya 12

Muda 19

Pertama 11

Jumlah 53

(Sumber: http://jateng.litbang.deptan.go.id/, 2016)

Tabel 4. SDM BPTP Jateng Menurut Jenjang Fungsional Penyuluh Pertanian

Jabatan Jumlah (orang)

Ahli Utama 2

Ahli Madya 5

Ahli Muda 5

Ahli Pertama 4

Jumlah 16

(Sumber: http://jateng.litbang.deptan.go.id/, 2016)

Tabel 5. SDM BPTP Jateng Menurut Jenjang Fungsional Litkayasa

Jabatan Jumlah (orang)

Litkayasa Penyedia 5

Litkayasa Pelaksana Lanjutan 10

Litkayasa Pelaksana 7

Litkayasa Pemula 1

Jumlah 23

(Sumber: http://jateng.litbang.deptan.go.id/, 2016)

9

B. Pupuk

Pupuk adalah material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk

mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu berproduksi

dengan baik. Material pupuk dapat berupa bahan organik ataupun non-organik (mineral).

Pupuk berbeda dari suplemen, pupuk mengandung bahan baku yang diperlukan

pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sementara suplemen seperti hormon tumbuhan

membantu kelancaran proses metabolisme. Meskipun demikian ke dalam pupuk,

khususnya pupuk buatan dapat ditambahkan sejumlah material suplemen.

Menurut bahan bakunya pupuk diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu pupuk

anorganik (buatan) dan pupuk organik.

1. Pupuk Anorganik

Pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik-pabrik pupuk dengan

meramu bahan-bahan kimia anorganik berkadar hara tinggi. Misalnya urea berkadar N

45-46% (setiap 100 kg urea terdapat 45-46 kg hara nitrogen) (Lingga dan Marsono,

2000).

Pupuk anorganik atau pupuk buatan dapat dibedakan menjadi pupuk tunggal dan

pupuk majemuk. Pupuk tunggal adalah pupuk yang hanya mengandung satu unsur

hara misalnya pupuk N, pupuk P, pupuk K, dan sebagainya. Pupuk majemuk adlah

pupuk yangmengansung lebih dari satu unsur hara misalnya N + P, P + K, N + K, N +

P + K, dan sebagainya (Hardjowigeno, 2004).

Ada beberapa keuntungan dari pupuk anorganik, yaitu:

a. Pemberiannya dapat terukur dengan tepat;

b. Kebutuhan tanaman akan hara dapat dipenuhi dengan perbandingan yang tepat;

c. Pupuk anorganik tersedia dalam jumlah cukup; dan

d. Pupuk anorganik mudah diangkat karena jumlahnya relatif sedikit dibandingkan

dengan pupuk organik. Pupuk anorganik mempunyai kelemahan, yaitu selain

hanya mempunyai unsur makro, pupuk anorganik ini sangat sedikit ataupun

hampir tak mengandung unsur hara mikro (Lingga dan Marsono, 2000).

2. Pupuk organik

Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materia makhluk hidup, seperti

pelapukan sisa-sisa tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk organik dapat berbentuk

padat atau cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi

10

tanah. Pupuk organik mengandung banyak bahan organik daripada kadar haranya.

Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen

(jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak,

limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota (sampah).

Berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan

pertanaian intensif menurun produktivitasnya dan telah mengalami degradasi lahan,

terutama terkait dengan sangat rendahnya kandunan karbon organik dalam tanah, yaitu

2%. Psdahal untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan karbon organik

sekitar 2,5% (Basriman. MP, 2011).

Pupuk oraganik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik

kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan

kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang

dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan

(Basiman. MP, 2011).

Sumber bahan untuk pupuk organik sangat beranekaragam, dengan

karakteristik fisik dan kandungan kimia yang snagt beragam sehingga pengaruh dari

penggunaan pupuk organik terhadap lahan dan tanaman dapat bervariasi. Selain itu,

peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisik, kimia, kimia, iologi tanah, serta

lingkungan (Basriman. MP, 2011).

Pupuk organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami beberapa

kalli fase perombakan oleh mikroorganisme tanah untuk menjadi humus. Bahan

organik juga berperan sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah sehinggga

dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman.

Penambahan bahan organik disamping sebagai hara bagi tanaman, juga sebagai

sumber energi dan hara bagi mikroba (Basriman. MP, 2011).

Bahan dasar pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman sedikit mengandung

bahan berbahaya. Penggunaan pupuk kandang, limbah industri dan limbah kota

sebagai bahan dasar kompos berbahaya karena banyak mengandung logam berat dan

asam-asam organik yang dapat mencemari lingkungan. Selama proses pengomposan,

beberapa bahan berbahaya ini akan terkonsentrasi dalam produk akhir pupuk

(Basriman. MP, 2011).

Untuk itu diperlukan seleksi bahan dasar kompos yang mengandung bahan-bahan berbahaya dan beracun (B3). Pupuk organik dapat berperan sebagai pengikat butiran primer menjadi butir sekunder tanah dalam pembentukan pupuk. Keadaan ini

11

mempengaruhi penyimpanan, penyediaan air, aerasi tanah, dan suhu tanah. Bahan organik dengan karbon dan nitrogen yang banyak, seperti jerami atau sekam lebih besar pengaruhnya.pasda perbaikan sifat-sifat fisik tanah dibanding dengan bahan organik yang terdekomposisi seperti kompos (Basriman. MP, 2011).

Menurut Basriman (2011) pupuk organik memiliki fungsi kimia yang sangat penting seperti:

1. Penyediaan hara makro (nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, dan sulfur)

dan mikro seperti zink, tembaga, kobalt, barium, mangan, dan besi, meskipun

jumlahnya relatif sedikit;

2. Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah;

3. Membentuk senyawa kompleks dengan ion logam yang meracuni tanaman seperti

magnesium, besi, dan mangan.

C. C-Organik

C-organik penting untuk mikroorganisme tidak hanya sebagai unsur hara tetapi

juga sebagai pengkondisi sifat fisik tanah yang memperngaruhi karakteristik agregat

dan air tanah. Seringkali ada hubungan langsung antara persentase C-organik total dan

karbon daRi biomassa mikroba yang ditemukan dalam tanah pada zona iklim yang

sama. C-organik juga berhubungan dengan aktivitas enzim tanah. Di perkebunan teh

Gembung, C-organik tanah juga digunakan untuk menetukan dosis asam-asam organik

dan apabila ditambahkan ke dalam tanah akan meningkatkan kandungan senyawa

organik dan tanah yang dicirikan dengan meningkatnya kadar C-organik tanah.

Tanaman mengambil unsur karbon berupa CO2 dari udara bebas (atmosfer). Kegiatan

ini dilakukan oleh organ tanaman yang memiliki klorofil, umumnya bagian tanaman

yang berwarna hijau dan erdapat di atas tanah. Klorofil mampu menyerap energi

cahaya (terutama sinar matahari) dan mengubahnya menjadi energi kimia. Energi

tersebut digunakan untuk menghasilkan CO2 menjadi senyawa organik termasuk

karbohidrat (Fauzi, 2008).

Menurut Fauzi (2008), kadar CO2 dalam atmosfer relatif stabil yakni 0,03%

volume atau 0,05 mg/L udara. Tanpa adanya CO2 di udara, maka kehidupan tanaman

akan terhenti. Jika kehidupan tanaman terhenti, maka kehidupan makhluk lain

termasuk manusia dan hewan juga akan terhenti.

Afandi (2002) menyebutkan bahwa sumber utama CO2 di alam berasal dari

dekomposisi bahan organik berupa sisa-sisa tanaman ataupun hewan dan dari respirasi

invertebrata, abakteri, serta fungi. Berdasarkan perhitungan Unspenkii cit, jumlah CO2

12

yang dihasilkan oleh penapasan populasi heterotrof per tahun diperkirakan sebagai

berikut:

Binatang invertebrata : 3,7 x 109 ton

Bakteri : 51,4 x 109 ton

Fungi/jamur : 8,8 x 109 ton

Akar tanaman :71,5 x 109 ton

Jumlah CO2 : 135,4 x 109 ton

Keperluan seluruh tanaman yang hidup diperkirakan 80 x 109 ton karbon per

tahun. Dengan persediaan CO2 dalam udara sebesar 0,03% volume, maka CO2 tersebut

akan habis diserap tanamn dalam waktu beberapa dekade saja. Berkat adanya daur

(siklus) yang menghasilkan CO2 maka kadar gas tersebut relatif stabil (Afandi, 2002).

Karbon penting sebagai bahan pembangun bahan organik, karena sebagian

besar bahan kering tanaman terdiri dari bahan organik, sumber karbon dapat dikatakan

banyak, dalam ruangan tertutup yang berisi CO2, fotosintesa tetap aktif (Fauzi, 2008).

D. Spektrofotometer

Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur absorbansi dengan

cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu pada suatu obyek kaca atau

kuarsa yanng disebut kuvet. Sebagian dari cahaya tersebut akan diserap dan sisanya akan

dilewatkan. Nilai aabsorbansi dari cahaya yang dilewatkan akan sebanding dengan

konsentrasi larutan di dalam kuvet (Day & Underwood, 1994).

Spektrofotometer sangat berhubungan dengan pengukuran jauhnya pengabsorbansian

energi cahaya oleh suatu sistem kimia sebagai fungsi panjang gelombang dengan

absorbansi maksimum dari suatu sistem kimia sebagai fungsi panjang gelombang dengan

absorben maksimum dari suatu unsur atau senyawa. Konsenrasi unsur atau senyawa dapat

dihitung dengan menggunakan kurva standar yang diiukur pada panjang gelombang

absorban tersebut, yaitu panjang gelombang yang diperoleh dari hasil nilai absorbansi

yang tertinggi (Day & Underwood, 1994).

Spektrum absorben selain tergantung pada sifat unsur kimia, juga bergantung pada

faktor-faktor lain. Perubahan pelarut sering menghasilkan pergeseran dari pita absorbansi.

Larutan pembanding dalam spektrofotometri pada umumnya adalah pelarut murni atau

suatu larutan blanko yang mengandung sedikit zat yang akan ditetapkan atau tidak sama

sekali (Day & Underwood, 1994).

Secara garis besar spektrofotometer terdiri dari 4 bagian penting yaitu:

13

1. Sumber cahaya, pada spektrofotometer sumber cahaya haruslah memiliki pancaran

radiasi yang stabil dan intensitas tinggi.

2. Monokromator adalah alat yang berfungsi untuk menguraikan cahaya polikromatis

menjadi beberapa komponen panjang gelombang tertentu.

3. Kuvet spektrofotometer adalah suatu alat yang digunakan sebagai tempat contoh atau

cuplikan yang akan dianalisis

4. Detektor, peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada

berbagai panjang gelombang. Detektor akan mengubah cahaya menjadi sinyal listrik

yang selanjutnya akan ditampilkan oleh penampil data dalam bentuk jarum penunjuk

atau angka digital.

Menurut Ghozali (2010) dalam Ardana (2012), dalam analisis menggunakan

spektrofotometer dikenal adanya trasmitansi dan absorbansi, adapaun hubungan dari

keduanya adalah sebagai berikut:

1. Transmitansi

Apabila suatu berkas sinar radiasi dengan intensitas Io dilewatkan melalui suatu

larutan dalam wadah transparan maka sebagian radiasi akan diserap sehingga

intensitas radiasi yang diteruskan It menjadi lebih kecil dari Io.

Transmitansi dengan simbol T dari larutan merupakan fraksi dari radiasi yang

diteruskan atau ditransmisikan oleh larutan, yaitu:

T = ¿Io Transmitansi biasanya dinyatakan dalam persen (%).

2. Absorbansi

Absorbansi dengan simbol A dari suatu larutan merupakan logaritma dari 1/T atau

logaritma Io/It.

A = log 1T atau A = - log T

Absorbansi berbanding langsung dengan tebal larutan dan konsentrasi larutan (hukum

Beer), yaitu: A = a.b.C

Harga a tergantung pada satuan yang digunakan untuk b dan c. Apabila konsentrasi

dinyatakan dalam mol/liter dan tebal sel dalam cm, maka absorbtivitas disebut

absorbtivitas molar dan diberi simbol ԑ. Jadi, persamaannya dapat ditulis yaitu:

A = ԑ.b.c (ԑ merupakan satuan Lcm-1mol-1)

Harga absorbansi (A), absorbtivitas molar (ԑ), tebal larutan (b) dalam cm dan

konsentrasi larutan (c) dalam mol/L.

Menurut Hendayana (1994), beberapa persyaratan yang harus diperhadikan

supaya Hukum Lambert-Beer dapat dipakai, yaitu:

14

a. Konsentrasi harus rendah;

b. Zat yang diukur harus stabil;

c. Cahaya yang dipakai harus monokromatik;

d. Larutan yang diukur harus jernih.

E. Validasi Metode Analisis

Seperti yang tertuang dalam ISO/IEC, validasi diartikan sebagai kegiatan

konfirmasi melalui pengujian dan pengadaan bukti yang objektif bahwa persyaratan

tertentu untuk suatu maksut harus dipenuhi.

Validasi metode analisis adalah suatu proses penilaian terhadap metode analisis

tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa metode tersebut

memenuhi persyaratan untuk digunakan (Harmita, 2004). Selain itu, validasi metode

dilakukan jika terjadi perubahan kondisi antara kondisi analisis dan kondisi pada saat

validasi metode, atau terjadi perubahan metode dari metode standar. Beberapa manfaat

validasi metode metode analisis adalah untuk mengevaluasi unjuk kerja suatu metode

analisis, menjamin prosedur analisis, menjamin keakuratan dan kedapatulangan hasil

prosedur analisis, dan mengurangi resiko penyimpangan yang mungkin timbul

(Wulandari, 2007).

Validasi metode bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penyimpangan yang

tidak dapat dihindari dari suatu metode pada kondisi normal dimana seluruh elemen

terkait telah dilaksanakan dengan baik dan benar. Penggunaan metode pengujian yang

benar sangat diperlukan untuk mengetahui tingkat akurasi dan presisi dari suatu data hasil

pengujian. Sebagai konsekuensinya, laboratorium harus memvalidasi metode pengujian

sebelum metode ini digunakan. Laboratorium harus memvalidasi metode tidak baku,

metode yang didesain atau dikembangkan oleh laboratorium, dan modifikasi dari metode

baku untuk mengkonfirmasi bahwa metode itu sesuai untuk penggunaan yang

dimaksudkan. Secara sederhana hasil uji yang abash dapat digambarkan sebagai hasil uji

yang mempunyai akurasi dan presisi yang baik (Sumardi, 2002).

Dalam proses validasi metode, parameter-parameter unjuk kerja metode ditentukan

dengan menggunakan peralatan yang memenuhi spesifikasi, bekerja dengan baik dan

terkalibrasi secara memadai. Secara umum, validasi metode mancakup penentuan yang

berkaitan dengan alat dan metode (Wulandari, 2007).

Prosedur analisis yang harus divalidasi meliputi beberapa jenis pengujian, yaitu

adanya pengotor, uji limit untuk mengendalikan keberadaan pengotor, serta uji kuantitatif

15

komponen aktif atau komponen lain. Selain itu, terdapat beberapa parameter dalam

validasi analisis, dimana pemilihan parameter yang akan diuji tergantung dari jenis dan

metode pengujian yang akan divalidasi.

Dalam validasi metode ini, parameter-parameter unjuk kerja metode yang

dievaluasi dalam percobaan ini, yaitu:

1. Linieritas

2. Limit deteksi

3. Presisi (repitabilitas)

4. Akurasi (Recovery).

1. Lineritas

Linieritas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang

secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proporsional

terhadap konsentrasi analit dalam sampel dalam rentang yang ditentukan. Lineritas

suatu metode harus diuji untuk membuktikan adanya hubungan yang linear antara

konsentrasi analit dan respon alat. Hubungan lineritas dinyatakan dalam koefisien

korelasi (r). Dalam suatu analis, harga koefisien korelasi (r) ini sebaiknya >0.99 (Miller

dan Miller, 1991).

r=ƩXY −ƩXY

n

√ Ʃ X2−(ƩX )2

n √ƩY 2−(ƩY )2

n

Keterangan:

n : Jumlah ulangan

X : Konsentrasi

Y : Absorbans

2. Limit deteksi

Limit deteksi dari suatu metode analisis adalah nilai parameter uji batas, yaitu

konsentrasi analit terendah yang dapat dideteksi, tetapi tidak dikuantitasi pada kondisi

percobaan yang dilakukan. Limit deteksi dinyatakan dalam konsentrasi terendah analit

(persen, bagian per milyar) dari suatu contoh yang masih dapat dideteksi oleh alat

(Sumardi, 2002). Limit kuantitasi dari suatu metode analisis adalah nilai parameter

penentuan kuantitatif senyawa yang terdapat dalam konsentrasi rendah dalam matriks.

Limit kuantitasi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan

dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi eksperimen yang

16

ditentukan. Limit kuantitasi dinyatakan dalam konsentrasi analit (persen, bagian per

milyar) dalam sampel.

Menurut Harmita (2004), penentuan limit deteksi instrument (LDI) dapat dihitung

berdasarkan pada standar deviasi (SD) respon dan kemiringan (slope) linieritas baku

dengan rumus:

LDI = Nilai rata-rata konsentrasi terkecil + 3 SD

SD = Standar Deviasi

3. Presisi (repitabilitas)

Cisca (2009), keseksamaan menyatakan seberapa dekat suatu hasil pengukuran

satu dengan yang lainnya. Semakin dekat nilai-nilai hasil pengulangan pengukuran

maka semakin presisi pengukuran tersebut.

Presisi menggambarkan kesalahan acak dari suatu hasil pengukuran. Kesalahan

acak berasal dari pengaruh-pengaruh yang tidak dapat diperkirakan, bervariasi terhadap

ruang, dan bersifat sementara. Kesalahan acak sulit untuk dihindari, banyak

berhubungan dengan instrumen ukur, peralatan contoh yang diukur, prosedur, dan

lingkungan (Harmita, 2004).

Penentuan presisi dapat dilakukan dengan uji repitabilitas, presisi antara, dan

reprodusibillitas. Repitabilitas atau keterulangan dilakukan dalam kondisi yang sama

dalam interval waktu yang singkat. Kondisi sama ini dapat diartikan dengan

penggunaan laboratorium yang sama, analisis yang sama, dan pereaksi serta peralatan

yang sama. Presisi antara menyatakan variasi dalam laboratorium yang sama dengan

melakukan pengujian pada hari yang berbeda, oleh analis yang berbeda, dan

menggunakan pereaksi serta peralatan yang berbeda. Reprodusibiltas menyatakan

presisi antar laboratorium sehingga dilakukan pada kondisi yang telah ditentukan di

laboratorium yang berbeda, pada hari yang berbeda, dan menggunakan peralatan serta

pereaksi yang berbeda pula (Sumardi, 2002).

Menurut Harmita (2004), presisi antara menyatakan variasi dalam laboratorium

yang sama dengan melakukan pengujian pada hati yang berbeda. Reprodusibilitas

menyatakan presisi antar laboratorium sehingga dilakukan pada kondisi yang telah

ditentukan laboratorium yang berbeda, pada hari yang berbeda dan menggunakan

peralatan serta pereaksi yang berbeda pula. Presisi dinyatakan sebagai presentase

Relative Standar Deviation (% RSD) dari suatu seri pengukuran.

SD = √∑ (xi−x )2

n−1

17

% RSD = SDx x 100%

Keterangan:

xi : nilai data pengukuran

x : rata-rata pengukuran

n : jumlah ulangan

RSD menunjukkan ketelitian dari metode uji:

RSD ≤ 1 % : sangat teliti

1% < RSD ≤ 2% : teliti

2% < RSD ≤ 5% : ketelitian sedang

RSD > 5% : tidak teliti

4. Akurasi (Recovery)

Akurasi menunjukkan kedekatan pengukuran terhadap nilai sebenarnya. Akurasi

menyatakan kesesuaian antara hasil dengan nilai sebenarnya. Akurasi menggambarkan

systematic error. Sumber kesalahan dapat berasal dari kelembaban, bahan referensi,

ketidakpastian yang diberikan sertifikat, metode analisis, dan lain-lain

.

Suatu metode dikatakan valid jika nilai presentasi Recovery suatu standar antara

90-110% dengan perhitungan sebagai berikut (Sumardi, 2002)

% Recovery=C 2−C 1C 3

x 100 %

Keterangan:

C1 = Konsentrasi contoh tanpa analit (mg/L)

C2 = Konsentrasi contoh yang ditambah analit (mg/L)

C3 = Konsentrasi analit (spike) (mg/L)

F. Estimasi Ketidakpastian Pengukuran

Menurut SNI 19-17025-2000 (2000), laboratorium pengujian harus

mempunyai dan menerapkan prosedur untuk mengestimasi ketidakpastian pengukuran.

Estimasi yang wajar harus berdasarkan pada pengetahuan atas unjuk kerja metode pada

lingkup pengukuran dan harus menggunaka, sebagai contoh, pengalaman sebelumnya dan

data validasi.

Pengukuran bertujuan untuk menentukan besaran nilai yang diukur. Pada

umumnya hasil pengukuran hanya merupakan nilai dugaan terhadap nilai benar besaran

18

yang diukur. Nilai dugaan mengandung banyak faktor kesalahan atau ketidakpastian yang

mempengaruhi hasil pengukuran. Oleh karena itu, indikator pengukur kualitas hasil

pengukuran diperlukan untuk mengetahui sumber - sumber yang mempengaruhi hasil

pengukuran dan memenuhi persyaratan yaitu universal, konsisten, dapat diukur, dan dapat

ditransfer dari suatu pengukuran ke pengukuran yang lain. Indikator tersebut dikenal

dengan nama ketidakpastian. Oleh karena itu, hasil pengukuran hanya lengkap apabila

disertai dengan nilai ketidakpastian pengukurannya (Sumardi, 2002).

Menurut Sumardi (2002), ketidakpastian didefinisikan sebagai suatu parameter

yang menetapkan rentang nilai dugaan yang didalamnya diperkirakan terletak nilai benar

berada. Ketidakpastian ditunjukkan dengan tanda (±) yang dihubungkan dengan hasil

pengukuran yang mencirikan dispersi (penyebaran) nilai untuk dicantumkan dalam nilai

yang diukur. Konsep ketidakpastian berdasarkan pada besaran teramati yang diperoleh

dengan pengukuran. Hal ini berbeda dengan konsep ideal kesalahan yang berdasarkan

pada besaran yang tidak dapat diketahui. Estimasi ketidakpastian pengukuran dilakukan

apabila pengujian memberikan hasil numerik (kuantitatif), sedangkan untuk pengujian

yang bersifat kualitatif (misalnya: lulus/tidak, positif/negatif) atau berdasarkan pada visual

atau dapat diraba (tactile) tidak dipersyaratkan untuk mengestimasi ketidakpastian

pengukurannya.

Ketidakpastian dan kesalahan mempunyai kaitan satu sama lain.

Ketidakpastian menggunakan semua kesalahan yang diketahui menjadi suatu rentang

tunggal. Ketidakpastian berupa rentang atau kisaran dan tidak perlu nilai benar, sedangkan

kesalahan berupa pengamatan tunggal dan perlu nilai benar (Sumardi, 2002).

G. Sumber - Sumber Ketidakpastian

Dalam praktik, terdapat berbagai kemungkinan sumber ketidakpastian

pengukuran seperti definisi besaran ukur yang tidak lengkap, realisasi definisi besaran

ukur yang tidak sempurna, pengambilan sampel yang tidak mewakili keseluruhan besaran

ukur yang didefinisikan, pengetahuan yang tidak memadai tentang pengaruh kondisi

lingkungan terhadap proses pengukuran atau pengukuran kondisi lingkungan yang tidak

sempurna, bisa personal dalam membaca peralatan analog, resolusi atau diskriminasi

peralatan, nilai yang diberikan pada standar pengukuran atau bahan acuan, nilai konstanta

dan parameter lain yang diperoleh dari sumber luar dan digunakan dalam algoritma

reduksi data, pendekatan dan asumsi yang tercakup dalam metode dan prosedur

pengukuran, dan variasi pengamatan berulang terhadap besaran ukur dalam kondisi yang

tampak sama (Sumardi, 2002).

19

Interpretasi dari sumber ketidakpastian pengukuran dalam aplikasinya untuk

proses pengujian dapat mencakup tetapi tidak terbatas pada pengambilan sampel yang

tidak representatif, ketidakhomogenan asal sampel, kontaminasi selama pengambilan dan

penyiapan sampel, kemurnian pereaksi dan larutan, pengaruh dan interferensi matriks dan

koreksi blank (Komite Akreditasi Nasional, 2003).

H. Klasifikasi Komponen Ketidakpastian

Menurut Komite Akreditasi Nasional (2003), ketidakpastian pengukuran terdiri

dari beberapa komponen yang dapat diklasifikasikan menurut metode yang digunakan

untuk menaksir nilai numeriknya, yaitu:

1. Komponen tipe A yang bersumber pada kesalahan acak dari hasil pengukuran

berulang dan dinyatakan dalam bentuk SD, kemudian dievaluasi dengan analisis

statistika dari serangkaian pengamatan. Evaluasi tipe A dapat diterapkan untuk

mengestimasi ketidakpastian dari efek personal (pengulangan penimbangan,

pemipetan, titrasi, pengujian, pengukuran dengan alat, dan sebagainya), kinerja alat

(presisi hasil pengukuran), dan kinerja metode (presisi hasil uji menggunakan metode

terkait).

2. Komponen tipe B yang bersumber pada pengalaman atau informasi yang tersedia

(berasal dari kesalahan acak dan sistematik) dan dinyatakan dalam bentuk SD,

kemudian dievaluasi dengan analisis nonstatistika dari serangkaian pengamatan.

Evaluasi tipe B dapat digunakan untuk mengestimasi ketidakpastian baku, misalnya

nilai acuan dari standar, alat ukur gelas, variasi suhu ruang pengujian, dan hasil

kalibrasi alat pengukuran. Proses evaluasi tipe B menggunakan data atau informasi

sertifikasi kalibrasi alat, sertifikasi bahan acuan, spesifikasi pabrik, data dari

handbook, data dari katalog, dan data dari manual alat yang berupa Quoted

Uncertainty (QU) yang diubah menjadi µ yang dihitung dari nilai QU yaitu dengan

membaginya dengan faktor pencakupan (k). Nilai k bergantung pada asumsi

probabilitas ketidakpastian tersebut. Ketidakpastian baku tipe ini berdasarkan atas

sebaran atau distribusi kejadiannya. QU memiliki salah satu dari distribusi:

a. Distribusi Normal

Sebaran nilai ukur yang berada di sekitar suatu harga dan sebaran nilai ukurnya

dibatasi oleh µc ± k (bergantung pada tingkat kepercayaan yang dipilih). Bila tingkat

kepercayaan:

68 % maka faktor k = 1

90 % maka faktor k = 1,6

95 % maka faktor k = 1,96 = 2

20

99 % maka faktor k = 2,6

99,73 % maka faktor k = 3

Untuk menghitung ketidakpastian distribusi digunakan rumus:

µ = QUk

b. Distribusi Rektanguler (Segi Empat)

Distribusi ini dipakai jika kita yakin bahwa kesalahan yang lebih besar lebih

mungkin terjadi. Untuk menghitung ketidakpastian dari distribusi ini digunakan rumus

sebagai berikut:

µ = QU√3

c. Distribusi Trianguler (Segi Tiga)

Distribusi ini dipakai jika kita yakin bahwa kesalahan yang lebih kecil lebih

mungkin terjadi. Untuk menghitung ketidakpastian dari distribusi ini digunakan rumus

sebagai berikut:

µ = QU√6

Untuk evaluasi ketidakpastian tipe B, apabila tidak ada informasi tambahan

mengenai spesifikasi suatu alat atau bahan, maka diasumsikan distribusinya segi

empat. Komponen ketidakpastian masing-masing diestimasi sehingga ekuivalen

dengan SD. Komponen ini disebut sebagai ketidakpastian baku (µ) (Sumardi, 2002).

21

BAB III

METODE PENELITIAN

Percobaan ini bertujuan untuk memvalidasi dan menetapkan nilai ketidakpastian

pengukuran metode penetapan C-organik yang terkandung di dalam pupuk organik

menggunakan instrumen Spektronik 21D sehingga metode ini valid digunakan sebagai

analisis rutin di laboratorium kimia Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.

A. Tempat dan Waktu

Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini dilaksanakan mulai tanggal 01 Februari 2016

sampai dengan 01 Maret 2016 di laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

Jawa Tengah yang berlokasi di Bukit Tegalepek Sidomulyo Ungaran, Semarang.

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat-alat yang digunakan yaitu spektronik 21D merk Milton Roy, neraca analitik,

cawan porselin, cawan porselin, oven listrik mek Memmert, desikator, labu takar volume

100 mL, dispenser skala 20 mL, pipet ukur 1, 2, 5, dan 10 mL.

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam PKL ini meliputi bahan uji dan bahan pereaksi. Bahan

uji yang diguanakan sebagai contoh dalam percobaan ini adalah conth pupuk organik

yang diambil dari arsip di BPTP Jawa Tengah yang berlokasi di Bukit Tegalepek

Ungaran dengan kode PO-02. Bahan pereaksi yang digunakan yaitu larutan standar C-

Organik 5000 mg/L, H2SO4 pa. 98%, BJ 1,84, K2Cr2O7 1 N, dan air bebas ion.

22

C. Metode Percobaan

Percobaan yang dilakukan terdiri dari preparasi, pengukuran, dan pengolahan

data. Dalam tahap preparasi dilakukan persiapan contoh, pembuatan larutan standar,

dan penetapan kadar air (metode gravimetri). Tahap berikutnya adalah pengukuran

contoh dan deret standar dengan menggunakan Spektronik 21D pada panjang

gelombang 561 nm nm. Parameter validasi meliputi linieritas, limit deteksi, presisi

melalui repitabilitas, dan akurasi melalui uji perolehan kembali (Recovery). Nilai

ketidakpastian pengukuran diperoleh dengan memperhitungkan berbagai sumber

ketidakpastian. Estimasi ketidakpastian pengukurannya terdiri dari penetapan kadar air

(metode gravimetri), massa contoh, volume labu takar, faktor pengenceran,

konsentrasi contoh, konsentrasi baku, Recovery, dan presisi metode. Berdasarkan hasil

percobaan diolah dengan menggunakan teknik statistika.

1. Persiapan Sampel / Contoh

a. Pencatatan Contoh

Contoh dari lapangan yang disertai dengan surat permintaan analisis yang

berisi daftar contoh dan jenis analisis yang diperlukan, diterima oleh

administrasi laboratorium. Dalam buku administrasi dicatat nomor permintaan

analisis, jumlah dan nomor contoh. Untuk setiap contoh dibuat nomor

laboratorium yang ditulis pula pada label karton. Administrasi laboratorium

juga membuat hasil analisis yang telah selesai dikerjakan. Surat permintaan

dan daftar hasil analisis didokumentasikan.

b. Menyebarkan contoh di atas tampah yang dialasi kertas sampul kemudian label

karton yang berisi nomor laboratorium contoh diselipkan di bawah kertas.

Kemudian bongkahan pupuk organik yang besar dikecilkan dengan tangan.

Sampel disimpan pada rak di ruangan khusus bebeas konaminan yang

terlindungi dari sinar matahari atau sampel dimasukkan ke dalam oven dengan

suhu 40°C.

2. Cara Kerja Penetapan Kadar C-Organik

a. Dasar penetapan

Karbon sebagai senyawa organik akan mereduksi Cr6+ yang berwarna jingga

menjadi Cr3+ yang berwarna hijau dalam suasana asam. Inensitas warna hijau

yang terbentuk setara dengan kadar karbon dan dapat diukur dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 561 nm.

Berikut adalah reaksi yang terjadi:

23

C-organik + 2K2Cr2O7 + 8H2SO4 2Cr(SO4)3 + 2K2SO4 + 8H2O + 3CO2

b. Persiapan Contoh

1) Menimbang secara teliti 0,050 gram contoh pupuk organik yang telah

halus ke dalam labu takar volume 100 mL. Menambahkan 5 mL larutan

K2Cr2O7 1 N (dikocok) dan 7 mL H2SO4 pekat (dikocok), membiarkan

larutan samapai dingin dan jika perlu sekali-kali dikocok. Mengencerkan

larutan sampai tanda tera setelah larutan dingin dengan air bebas ion,

kocok bolak-balik hingga homogen dan larutan diidamkan selama

semalam. Mengukur larutan dengan spektrofotometer pada panjang

gelombang 561 nm esok harinya (dilakukan sepuluh kali pengulangan).

2) Pembuatan larutan dikromat (K2Cr2O7) 1 N

Melarutkan 98,1 gram kalium dikromat dengan 600 mL air bebas ion

dalam gelas piala, dan menambahkan 100 mL asam sulfat pekat, kemudian

memanaskan larutan hingga larut sempurna, mengencerkan larutan dalam

labu takar 1 liter dengan air bebas ion sampai tanda batas setelah larutan

dingin.

c. Pembuatan larutan standar

1) Standar 0 ppm C

Memipet 5 mL larutan K2Cr2O7 1 N dan menambahkan 7 mL H2SO4 pa.

98% (dikocok) membiarkan larutan sampai dingin jika perlu sekali-kali

dikocok. Kemudian larutan diencerkan dengan air bebas ion dan setelah

dingin volume ditepatkan hingga tanda tera 100 mL, kocok bolak-balik

hingga homogen dan biarkan semalam.

2) Standar 50 ppm C

Memipet 1 mL larutan standar baku 5000 ppm C dimasukkan ke dalam

labu takar volume 100 mL, menambahkan 5 mL larutan K2Cr2O7 1 N dan

menambahkan 7 mL H2SO4 pa. 98% (dikocok) membiarkan larutan sampai

dingin jika perlu sekali-kali dikocok. Kemudian larutan diencerkan dengan

air bebas ion dan setelah dingin volume ditepatkan hingga tanda tera 100

mL, kocok bolak-balik hingga homogen dan biarkan semalam.

3) Standar 100 ppm C

Memipet 2 mL larutan standar baku 5000 ppm C dimasukkan ke dalam

labu takar volume 100 mL, menambahkan 5 mL larutan K2Cr2O7 1 N dan

menambahkan 7 mL H2SO4 pa. 98% (dikocok) membiarkan larutan sampai

24

dingin jika perlu sekali-kali dikocok. Kemudian larutan diencerkan dengan

air bebas ion dan setelah dingin volume ditepatkan hingga tanda tera 100

mL, kocok bolak-balik hingga homogen dan biarkan semalam.

4) Standar 150 ppm C

Memipet 3 mL larutan standar baku 5000 ppm C dimasukkan ke dalam

labu takar volume 100 mL, menambahkan 5 mL larutan K2Cr2O7 1 N dan

menambahkan 7 mL H2SO4 pa. 98% (dikocok) membiarkan larutan sampai

dingin jika perlu sekali-kali dikocok. Kemudian larutan diencerkan dengan

air bebas ion dan setelah dingin volume ditepatkan hingga tanda tera 100

mL, kocok bolak-balik hingga homogen dan biarkan semalam.

5) Standar 200 ppm C

Memipet 4 mL larutan standar baku 5000 ppm C dimasukkan ke dalam

labu takar volume 100 mL, menambahkan 5 mL larutan K2Cr2O7 1 N dan

menambahkan 7 mL H2SO4 pa. 98% (dikocok) membiarkan larutan sampai

dingin jika perlu sekali-kali dikocok. Kemudian larutan diencerkan dengan

air bebas ion dan setelah dingin volume ditepatkan hingga tanda tera 100

mL, kocok bolak-balik hingga homogen dan biarkan semalam.

6) Standar 250 ppm C

Memipet 5 mL larutan standar baku 5000 ppm C dimasukkan ke dalam

labu takar volume 100 mL, menambahkan 5 mL larutan K2Cr2O7 1 N dan

menambahkan 7 mL H2SO4 pa. 98% (dikocok) membiarkan larutan sampai

dingin jika perlu sekali-kali dikocok. Kemudian larutan diencerkan dengan

air bebas ion dan setelah dingin volume ditepatkan hingga tanda tera 100

mL, kocok bolak-balik hingga homogen dan biarkan semalam.

Esok harinya standar diukur dengan spektrofotometer pada panjang

gelombang 561 nm (dilakukan sepuluh kali pengulangan). Pengukuran ini

menghasilkan hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi dalam

bentuk kurva kalibrasi standar C.

d. Pembuaatan spike 1000 ppm

Memipet larutan standar baku 5000 ppm C sebanyak 10 mL ke dalam labu

takar volume 50 mL, kemudian menghimpitkan larutan sampai tanda batas

dengan akuades, lalu dihomogenkan (1000 ppm).

e. Preparasi contoh + spike (C2)

25

Menimbang secara teliti 0,050 gram contoh pupuk organik yang telah halus ke

dalam labu takar volume 100 mL. Menambahkan 2 mL spike, kemudian

berturut-turut menambahkan 5 mL laruutan K2Cr2O7 1 N, dikocok, dan 7 mL

H2SO4 pa. 98% , dikocok lagi, membiarkan larutan sampai dingin jikaa perlu

sekali-kali dikocok. Setelah dingin volume ditepatkan hingga tanda tera 100

mL dengan air bebas ion, kemudian larutan dihomogenkan. Esoknya mengukur

absorbansi larutan dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang

gelombang 561 nm (dilakukan sepuluh kali pengulangan).

D. Penetapan Kadar Air (Metode Gravimetri)

1. Dasar penetapan

Air dalam sampel tanah diuapkan dengan cara pengeringan oven pada suhu

105 ºC selama 3 jam untuk menghilangkan kadar air. Kadar air dari contoh

diketahui dari perbedaan bobot contoh sebelum dan setelah dikeringkan. Faktor

koreksi kelembapan dihitung dari kadar air contoh.

2. Cara Kerja

Timbang teliti 10 g contoh dalam cawan porselin bertutup yang sudah

diketahui bobotnya. Masukan ke dalam oven dan dikeringkam selama 3 jam pada

suhu 105 oC. Dinginkan dalam desikator dan timbang. Kemudian masukkan ke

dalam oven dan dikeringkan selama 30 menit dan didinginkan lalu timbang hingga

mendapatkan berat yang konstan.

Perhitungan

Kadar air (%) = (M 2−M 3)(M 2−M 1) x 100

Dimana:

M1 = Bobot cawan kosong (gram)

M2 = Bobot cawan + sampel sebelum dioven (gram)

M3= Bobot cawan + sampel setelah dioven (gram)

fk (faktor koreksi kadar air) = 100/(100 - % kadar air)

(dihitung dari kadar air contoh tanah dan digunakan sebagai faktor koreksi dalam perhitungan hasil analisis selain kadar air dan bahan ikutan)

.

E. Pengukuran

26

Larutan standar dan larutan berisi sampel diukur dengan Spektronik 21D dengan

panjang gelombang 561 nm.

F. Perhitungan dan Olah Data

Berdasarkan data hasil analisis yang diperoleh, lalu diolah secara statistika dengan

menggunakan persamaan-persamaan di bawah ini, yaitu:

a. Linieritas

Linieritas ditentukan dengan cara mengukur deret standar campuran.

Berdasarkan data yang diperoleh dibuat kurva kalibrasi standar C-organik. Dari

persamaan garis regresi yang diperoleh dari masing-masing kurva dapat ditentukan

koefisien korelasi (r) dengan rumus :

a = [∑ Y −(b∑ X )]/ n

b = ∑ XY −[ (∑ XY ) /n ]∑ x2−[∑ x2 /n ]

r = ∑ XY −[ (∑ XY )

n ]∑ x2−

(∑ x2)n √∑ y2−

(∑ y2 )n

Keterangan:

a = intersep X = konsentrasi

b = slope Y = absorbansi

n = jumlah pengulangan

b. Limit Deteksi dan Limit Kuantitasi

Limit deteksi ditentukan dengan cara mengukur konsentrasi standar

campuran terkecil sebanyak sepuluh kali pengulangan. Berdasarkan data yang

diperoleh maka ditentukan Limit Deteksi Instrumen (LDI) dengan rumus :

LDI = A standar terendah + 3 SD

LoQ = A standar terendah + 10 SD

Keterangan:

A : Absorbansi

SD : Standard Deviation (standar deviasi)

c. Presisi (Repitabilitas)

27

Repitabilitas ditentukan dengan pengulangan perlakuan contoh sebanyak

sepuluh kali pengulangan. Berdasarkan data yang diperoleh dihitung rata-rata (x),

standar deviasi (SD), dan % RSD.

x = ∑ xin

SD = √∑ (xi−x )2

n−1

% RSD = SDx x 100%

Keterangan :

xi = nilai data pengukuran

x = rata-rata pengukuran

n = jumlah ulangan

d. Akurasi

Penetapan akurasi dilakukan melalui uji perolehan kembali (Recovery) dengan

rumus:

% Recovery = C 2−C 1

C 3 x 100%

Keterangan:

C1 = Konsentrasi larutan sampel + spike

C2 = Konsentrasi laarutan sampel

C3 = Konsentrasi larutan spike

e. Estimasi Ketidakpastian Pengukuran

Pengolahan data dilakukan berdasarkan teknik statistika yaitu dengan

menentukan rata-rata (x) dan standar deviasi (SD). Setelah itu, dilanjutkan dengan

perhitungan estimasi ketidakpastian. Hal ini dilakukan untuk menentukan nilai

ketidakpastian dari suatu percobaan.

Tahapan estimasi ketidakpastian adalah sebagai berikut :

1) Menetukan spesifikasi yang diukur dengan formula / persamaan

2) Mengidentifikasi sumber ketidakpastian

a) Membuat daftar dari semua sumber ketidakpastian

b) Membuat daftar cause and effect diagram atau fish bone

3) Ketidakpastian baku (µ)

28

Mengkuantisasikan masing-masing komponen ketidakpastian, yaitu

nilai yang dikontribusikan oleh masing-masing sumber ketidakpastian dengan

tipe A atau tipe B.

a) Tipe A (dengan perhitungan statistika)

SD = µ

b) Tipe B (dengan cara nonstatistika)

i. Distribusi Normal

µ = QU

k

Nilai faktor cakupan (k) tergantung pada tingkat kepercayaannya.

ii. Distribusi rektangular (segi empat)

µ = QU√3

iii. Disttribusi triangular (segi tiga)

µ = QU√6

Keterangan:

QU = Quoted Uncertainty

k = faktor cakupan

4) Ketidakpastian gabungan (µc)

Ada tiga aturan gabungan, yaitu:

a) Aturan 1

Penjumlahan

Y = a + b + c +...

Ketidakpastian gabungannya

µc (Y) = √ ((µ(a))2+(µ(b))2+(µ(c))2+…)b) Aturan 2

Perkalian atau pembagian

Y = a.b.c atau Y= ab/c

Ketidakpastian gabungannya

µc (Y) = Y √ {( µ (a ) /a )2+(µ (b ) /b )2+( µ (c ) /c )2+…}c) Aturan 3

Pangkat

Y = an

29

Ketidakpastian gabungannya

µc (Y) = [nY µ (a ) ] /a5) Ketidakpastian diperluas/expanded uncertainty (U)

U = ketidakpastian gabungan x k

U = µc (Y) x k

Nilai k = 1.96 atau 2 apabila tingkat kepercayaan 95 %.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil percobaan dan pengolahan data maka diperoleh hasil

validasi dan estimasi ketidakpastian metode penetapan C-organik dalam contoh pupuk

organik di daerah BPTP Jawa Tengah yang berlokasi di Bukit Tegalepek Ungaran

dengan instrumen spektronik 21D. Parameter validasi yang diuji meliputi linieritas,

limit deteksi, presisi melalui repitibilitas, dan akurasi melalui uji perolehan kembali

(Recovery). Nilai pelaporan hasil uji disertai dengan ketidakpastian pengukurannya.

A. Linieritas

Uji linieritas suatu metode bertujuan membuktikan adanya hubungan yang

linier antara konsentrasi analit yang sebenarnya dengan respon alat. Parameter

menunjukkan adanya hubungan yang linier antara absorbansi dengan konsentrasi

analit dinyatakan dalam koefisien korelasi (r). Uji linieritas dari pengukuran deret

standar diperoleh data dan kurva kalibrasi standar C yang terdapat dalam lampiran 2.

Berdasarkan hasil analisis yang terdapat pada Gambar 8, diperoleh nilai regresi

y = 0,0016x + 0,0037 dan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,9993. Didapatkan nilai

r = 0,9993, kurva berbentuk garis linier yang terdiri dari enam titik pengukuran yaitu

konsentrasi 0 mg/L, 50 mg/L, 100 mg/L, 150 mg/L, 200 mg/L, 250 mg/L. Penggunaan

30

enam konsentrasi cukup mewakili dalam proses validasi, karena pada cara kerja yang

digunakan dalam menetapkan kadar C-organik menggunakan enam standar

konsentrasi. Nilai r = 0,9993 yang diperoleh telah memenuhi syarat yang ditetapkan,

dengan ketentuan r = 0,99.

B. Limit Deteksi

Limit deteksi dilakukan dengan cara mengukur larutan standar C-organik terkecil

yaitu 50mg/L. Pengukuran dilakukan sebanyak sepuluh kali pengulangan. Data yang

dihasilkan ditentukan standar deviasinya. Karena pada konsentrasi terendah (0 mg/L) hasil

pengukuran menunjukkan absorbansi yang bernilai nol, maka penghitungan limit deteksi

dilakukan pada konsentrasi 50 mg/L. Hasil pengukuran limit deteksi instrumen dapat dillihat

pada Tabel 8, beserta contoh penghitungannya yang terdapat pada lampiran 3.

Parameter limit deteksi instrumen menunjukkan konsenrasi terkecil yang dapat

terbaca karena sinyal pengganggu dari instrumen. Pada konsentrasi terkecil alat sangat

terbatas dalam membedakan sinyal. Hasil pengukuran pada Tabel 8 diperoleh nilai

limit deteksi yang merupakan penjumlahan antara nilai rata-rat konsentrasi terkecil

ditambah dengan hasil perkalian tiga kali standar deviasi, pada pengukuran

konsentrasi terendah adalah 51,375 mg/L maka niali limit deteksinya sebesar 59,8897

mg/L. Berdasarkan nilai tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan instrumen pada

penetapan C-organik dalam contoh pupuk organik dengan konsentrasi ≥ 59,8897 mg/L

dapat dipercaya sebagai sinyal alat terhadap analit, tetapi untuk konsentrasi analit <

59,8897 mg/L sinyal yang dihasilkan tidak dipercaya analit, melainkan noise. Nilai

59,8897 mg/L merupakan konsentrasi terendah yang masih dapat dipercaya pada

pengukuran dengan menggunakan instrumen tersebut.

C. Presisi

Uji presisi dilakukan melaui uji repirepettibilitas untuk variabilitas dan yang

dihasilkan dari suatu pengujian yang dilakukan pada kondisi yang sama. Presisi hasil

pengukuran digambarkan dalam bentuk persentase Relative Standard Deviation

(%RSD). Berdasarkan hasil pengukuran contoh pupuk organik dengan sepuluh kali

pengulangan diperoleh data seperti terddapat pada Tabel 9 dalam lampiran 4.

31

Pada Tabel 9 diperoleh nilai presentase RSD C-Organik sebesar 4,2565%.

Nilai yag diperoleh memenuhi syarat yang ditetapkan, yaitu 2% < RSD ≤ 5%

ketelitian sedang. Nilai persentase RSD yang diperoleh tersebut dikategorikan ke

dalam tingkat keterulangan hasil pengukuran yang baik dan termasuk ke dalam

pengukuran ketelitian yang sedang sehingga nilai dari kesalahan acak dari metode

tersebut kecil, sehingga hasil uji memberikan presisi yang baik. Kesalahan pada

penetapan persentase RSD bisa diakibatkan oleh ketidakpastian alat atau instrumen

yang digunakan, selain itu juga dapat berasal dari kesalahan pembacaan skala oleh

praktikan.

D. Akurasi

Penetapan akurasi dilakukan untuk mengetahui keakuratan suatu metode oleh

karena itu, dilakukan evaluasi akurasi metode melalui uji perolehan kembali

(Recovery). Nilai persentase Recovery yang mendekati 100% menunjukkan bahawa

metode tersebut mempunyai ketepatan yang baik dalam menunjukkan tingkat

kesesuaian nilai rata-rata dari suatu pengukuran yang sebanding dengan nilai

sebenarnya.

Akurasi dapat dilihat dari nilai Recovery spike yaitu dengan cara

menambahkan sejumlah analit (standar) ke dalam contoh yang telah diketahui

konsentrasinya. Nilai %Recovery beserta contoh perhitungan dapat dilihat pada Tabel

10 dalam lampiran 5.

Pada Tabel 10 lampiran 5 diperoleh nilai rata-rata persentase Recovery untuk

spike C-organik yang ditambahkan sebesar 103,75%. Nilai kisaran persentase

Recovery yang baik disyaratkan berada pada rentang 90-110% untuk konsentrasi

rendah. Nilai Recovery yang diperoleh untuk spike C-organik memenuhi persyaratan

maka metode ini dapat dikatakan akurat.

E. Estimasi Ketidakpastian Pengukuran

Recovery Mc

Kal

KA VLT

Kal

ET

Karbon Organik

Kurva KalibrasiPM

Oven

Massa C3

32

Evaluasi dari setiap sumber ketidakpastiannya adalah sebagai berikut:

Gambar 3. Cause and effect diagram atau fish bone C-organik

Massa Teruapkan

Kadar Air(%)

Massa Basah Oven

M2

M2

Ka

Ka

M3

Ka

KaM1 Ka

ET

33

Gambar 4. Cause and effect diagram atau fish bone kadar air sampel

Keterangan:

Ka : Kalibrasi

PM : Presisi Metode

KA : Kadar Air

VLT : Volume Labu Takar

ET : Efek Temperatur

IS : Instrumen Spektrofotometer

C3 : Konsentrasi spike

Evaluasi dari setiap sumber ketidakpastian adalah sebagai berikut:

1. Perhitungan ketidakpastian baku dari penetapan C-organik

34

Ketidakpastian baku dari lima sumber ketidakpastian dapat dikuantifikasi sebagai

berikut:

a. Ketidakpastian baku kadar air (metode gravimetri) (µc KA)

Ketidakpastian baku kadar air bersumber dari massa teruapkan, massa basah,

oven, homogenitas, dan repetibilitas. Diperoleh sebesar 1,268375%.

1) Ketidakpastian baku dari masing-masing massa teruapkan dan massa basah

diperoleh dari kalibrasi, sensitivitas, dan repetibilitas.

a) Kalibrasi timbangan yang diterbitkan oleh laboratorium kalibrasi yang

telah terakreditasi, tertulis perbedaan antara berat yang sebenarnya

dengan berat yang terbaca pada skala adalah ± 0,00582 gram dengan

tingkat kepercayaan 95% dengan faktor cakupan dua. Evaluasi

ketidakpastian berdasarkan tipe B dengan asumsi distribusi normal. Nilai

ketidakpastian bakunya yaitu 0,00291 gram. Ketidakpastian kalibrasi

harus dihitung dua kali penimbangan contoh. Nilai ketidakpastian baku

dari massa basah yaitu 0,00411 gram.

b) Sensitivitas Timbangan diabaikan karena penimbangan berat dilakukan

pada timbangan yang sama dan perbedaan nilai yang kecil dari

penimbangan wadah sebelum dan sesudah ditambahkan contoh sehingga

sensitivitas timbangan boleh dianggap sama pada kedua skala neraca

yang berdekatan.

c) Repitabilitas digabungkan karena termasuk ke dalam presisi metode.

2) Ketidakpastian Baku Oven Diperoleh dari Kalibrasi Oven dan Efek Ruang

a) Kalibrasi Oven

Sertifikasi kalibrasi oven diperoleh data ± 6,18°C dengan tingkat

kepercayaan 95% dengan faktor cakupan dua. Evaluasi

ketidakpastiannya berdasarkan tipe B dengan asumsi distribusi normal.

Nilai ketidakpastian baku dari oven sebesar 3,09°C.

b) Ketidakpastian Efek Ruang

Ketidakpastian dari efek ruang dilakukan dengan percobaan kecil yaitu

contoh ditentukan kadar airnya pada suhu 105°C. Evaluasi

ketidakpastiannya berdasarkan tipe B. Nilai ketidakpastian baku dari efek

ruang oven sebesar 0,41009523%/°C. Hasil kalibrasi oven dan efek

ruang diperoleh ketidakpastian baku gabungannya adalah 1,267194%

c) Repitabilitas

35

Repitabilitas digabungakn karena termasuk ke dalam presisi metode.

Ketidakpastian baku kadar air (metode gravimetri) merupakan gabungan dari

komponen ketidakpastian baku di atas yaitu sebesar 1,268375%.

b. Ketidakpastian Baku Penimbangan (µc Mc)

Ketidakpastian baku penimbangan diperoleh 0,00411 gram dari kalibrasi,

sensitivitas, dan repitabilitas.

1) Kalibrasi Timbangan

Sertifikat kalibrasi timbangan yang diterbitkan oleh laboratorium kalibrasi yang

telah terakreditasi, tertulis perbedaan antara antara berat yang sebenarnya dengan

berat yang terbaca pada skala adalah ± 0,00582 gram dengan tingkat kepercayaan

95% dengan faktor cakupan dua. Evaluasi ketidakpastiannya berdasarkan tipe B

dengan asumsi distribusi normal. Nilai ketidakpastian kalibrasi harus dihitung dua

kali penimbangan contoh. Nilai ketidakpastian baku massa contoh yaitu 0,00114

gram.

2) Sensitivitas Timbangan

Sensitivitas timbangan diabaikan karena penimbangan berat dilakukan pada

timbangan yang sama dan perbedaan nilai yang kecil dari penimbangan wadah

sebelum dan sesudah ditambahkan contoh sehingga sensitivitas timbangan dapat

dianggap sama pada kedua skala neraca yang berdekatan.

3) Repitabilitas

Repitabilitas digabungkan karena termasuk ke dalam presisi metode.

c. Ketidakpastian Baku Volume Labu Takar (µc VLT)

Ketidakpastian baku volume labu akar diperoleh dari kalibrasi labu takar,

temperatur, dan repitabilitas. Hasil yang didapatkan sebesar 0,085020 mL.

1) Kalibrasi Labu Takar

Sertifikasi kalibrasi labu takar 100 mL grade A pabrikan Pyrex adalah ± 0,01 mL,

dengan tingkat kepercayaan 95% dengan faktor cakupan dua. Evaluasi

ketidakpastiannya berdasarkan tipe B dengan asumsi distribusi normal. Nilai

ketidakpastian bakunya adalah 0,005 mL.

2) Efek Temperatur

3) Temperatur laboratorium pada saat labu takar digunakan berbeda dengan

temperatur kalibrasi. Oleh karena itu, ketidakpastiannya efek temperatur harus

36

diperhitungkan. Menurut spesifikasi pabrik, labu takar dikalibrasi pada suhu 20°C.

Sedangkan variasi suhu di laboratorium ± 7°C. Ketidakpastian baku efek

temperatur dapat dihitung dari perbedaan antara temperatur laboratorium, volume

contoh, dan Koefisien Muai amonium asetat. Larutan amonium asetat 1 M

merupakan larutan encer sehingga untuk Koefisien Muai amonium asetat 1 M

dianggap sama dengan koefisien muai air (KMA) = 0,00021°C-1 dengan asumsi

distribusi segi empat berdasarkan evaluasi tipe B. Ketidakpastian baku efek

temperatur adalah 0,084873 mL.

4) Repitabilitas

Repitabilitas digabungkan termasuk ke dalam presisi metode. Hasil kalibrasi labu

takar dan efek diperoleh ketidakpastian baku gabungannya adalah 0,08502 mL.

d. Ketidakpastian Baku Recovery (µc Recovery)

Ketidakpastian baku Recovery harus diperhatikan untuk melihat apakah analit

terekstrak 100% dari matriks contoh. Untuk menghitung ketidakpastian Recovery dai

suatu metode diperlukan data Recovery yang dilakukan berulangkali dari suatu matriks

menggunakan meode tersebut. Nilai persentase Recovery diperoleh sebesar 103% dari

sepuluh kali pengulangan pengukuran sehingga diperoleh nilai Recovery sebesar

1,0375 dan nilai ketidakpastian bakunya diperoleh sebesar 0,06748. Adapun data

perhitungan ketidakpastian baku recovery dapat dilihat pada lampiran 7.

e. Ketidakpastian Baku Presisi Metode (µc PM)

Ketidakpastian presisi metode diperoleh dari pengukuran contoh sebanyak

sepuluh kali pengulangan, dihitung dalam bentuk Relative Standard Deviation (RSD).

Metode evaluasi ketidakpastiannya berdasarkan klasifikasi tipe A (metode statistika),

yaitu nilai standar deviasi yang diperoleh sama dengan nilai ketidakpastian bakunya.

Nilai ketidakpastian tersebut merupakan gabungan dari beberapa komponen

ketidakpastian dari repitabilitas, yaitu kadar air (metode gravimetri) penimbangan,

volume contoh, dan faktor pengenceran. Dalam penelitian ini diperoleh %RSD sebesar

4,2565% sehingga diperoleh nilai ketidakpastian baku presisi metode sebesar

0,042565. Adapun data perhitungan ketidakpastian baku presisi metode dapat dilihat

pada Tabel 19 lampiran 7.

Tabel 6. Nilai Ketidakpastian Baku Gabungan

Simbol Uraian Satuan Nilai (x) µ(x) µ(x)/(x)

KA Kadar Air % 43,06 1,268375 0,0294559

37

Mc Massa contoh gram 0,05 0,004110 0,0822000

VLT Volume Labu Takar mL 100 0,085020 0,0008502

Recovery Recovery - 1,0375 0,06748 0,0655194

PM Presisi Metode - - 0,042565 -

f. Ketidakpastian Diperluas (U)

Ketidakpastian diperluas merupakan hasil kali ketidakpastian gabungan dengan

faktor cakupan (k). Faktor cakupan (coverage factor) adalah faktor numerik yang

digunakan sebagai pangali terhadap ketidakpastian baku gabungan untuk memperoleh

ketidakpastian diperluas. Nilai k yang digunakan adalah 2 dengan selang kepercayaan

95%. Berdasarkan perhitungan ketidakpastian diperluasnya sebesar 1,4785%.

g. Pelaporan Hasil Uji

Penyajian pelaporan hasil uji dinyatakan dalam bentuk Y ± U. Y merupakan

nilai dari perhitungan kadar C-organik dalam pupuk organik dan U merupakan

ketidakpastiannya. Tingkat kepercayaan yang digunakan dalam pelaporan hasil uji

adalah 95% dengan faktor cakupannya 2. Pelaporan hasil uji yang diperoleh adalah

sebesar (6,7130 ± 1,4785)%. Rentang nilai ketidakpastiannya yang diperkirakan di

dalamnya terdapat nilai sebesar (8,1915 s/d 5,2345)%. Berdasarkan nilai

ketidakpastian yang diperoleh kontributor terbesar ketidakpercayaan penetapan kadar

C-organik dalam pupuk berasal dari recovery. Selain itu, kesalahan-kesalahan ini

dapat juga disebabkan oleh lingkungan. Untuk mendapatkan nilai ketidakpastian yang

kecil, sumber-sumber kesalahan tersebut harus diperkecil dengan lebih memperhatikan

efek-efek yang berpengaruh terhadapnya, yaitu efek suhu, kelembaban, getaran,

kompetensi, dari analis, homogenitas contoh, penggunaan instrumen, dan kalibrasi

dari peralatan yang digunakan. Menurut Komite Akreditasi Nasional (2003),

komponen yang lebih kecil dari satu per lima atau satu per tiga dari nilai

ketidakpastian baku nilainya tinggi dapat diabaikan.

BAB V

PENUTUP

38

A. Simpulan

Berdasarkan hasil validasi dan estimasi ketidakpastian metode penetapan C-organik

dalam pupuk organik menggunakan metode spektrofotometer diperoleh hasil sebagai

berikut:

1. Uji linieritas C-organik diperoleh persamaan regresi y = 0,0016x + 0,0037 dengan

nilai koefisien korelasi (r) sebesar = 0,9993.

2. Uji limit deteksi C-organik sebesar 59,8897 mg/L, jadi konsentrasi terkecil yang

dapat terbaca oleh alat instrumen adalah 59,8897 mg/L dan bila konsentrasi analit <

4,04 mg/L sinyal yang dihasilkan adalah noise.

3. Diperoleh kadar C-organik dalam sampel pupuk PO-02 BPTP Ungaran sebesar

7,6713%. Hasil kadar C-organik lebih dari 5% jadi pupuk organik koe PO-13 BPTP

Ungaran baik untuk digunakan sebagai pupuk tanaman yang dapat membuat lahan

menjadi produktif.

4. Uji presisi melalui repitabilitas C-organik dengan nilai persentase RSD sebesar

4,2565%.

5. Uji akurasi melalui persentase Recovery memperoleh nilai 104,44%.

6. Semua parameter validasi telah memenuhi syarat yang ditetapkan, jadi metode

penetapan C-organik dalam pupuk organik dengan metode spektrofotometer

dinyatakan valid sehingga dapat digunakan sebagai analisis rutin di laboratorium

tanah BPTP Jawa Tengah.

7. Estimasi ketidakpastian pada penetapan C-organik diperoleh persentase nilai

ketidakpastian pengukuran kadar air 1,268375; massa contoh 0,004110 gram;

volume labu takar 0,00085020 mL; Recovery 0,06748; dan presisi metode

0,042565.

8. Pelaporan hasil uji yang diperoleh adalah sebesar (6,7130 ± 1,4785)%. Rentang

nilai ketidakpastiannya yang diperkirakan di dalamnya terdapat nilai sebesar 8,1915

s/d 5,2345)%.

B. Saran

1. Praktikan hendaknya memahami terlebih dahulu tentang materi praktikum yang

akan dilakukan

39

2. Praktikan harus mengutamakan keselamatan kerja saat melakukan praktikum

seperti memakai jas laboratorium, sarung tangan, dan masker.

3. Sebisa mungkin saat pembacaan absorbansi C-organik dilakukan pada pagi hari,

karena pada siang hari kadar C-organiknya akan berubah.

4. Praktikan harus lebih teliti dan hati-hati dalam setiap langkah kerja.

5. Waktu yang digunakan saat pengovenan dan pendiaman larutan diusahakan sesuai

dengan yang ada di modul.

6. Perhatikan dengan cermat skala pada saat pengukuran.

DAFTAR PUSTAKA

40

Afandi, R.. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta: Kanisus.

Ardana, Seta Kahardian. 2012. Validasi Metode Penetapan C-Organik Pada Pupuk Organik.

Laporan Prkatek Kerja Lapangan. Semarang: Kimia FMIPA Universitas Negeri

Semarang.

Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. 2010. Peranan Unsur Hara N, P, K dalam

Proses Metabolisme Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Bogor. 22 hal.

Basriman. 2011. Manfaat Pupuk Organik. http://distan.riau.go.id/index.php/

component/content/article/53-pupuk/149-manfaat-pupuk-organik. (Diakses pada

tanggal 20 Februari 2016).

Day, R. A. dan A. L. Underwood. 1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Diterjemahkan oleh

Aloysios Hadyana Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.

Fauzi, Ahmad. 2008. Analisis Kadar Unsur Hara Karbon Organik dan Nitrogen di Dalam

Tanah Perkebunan Kelapa Sawit Bengkalis Riau. Medan: Univesitas Sumatera Utara

Press.

Hardjowigeno. 2004. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta: Akademia Pressido

Hanolo.

Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Pelaksanaannya. Jakarta:

Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol.1. Departemen Farmasi FMIPA-UI.

Hendayana, Sumar dkk.. 1994. Kimia Analitik Instrumen. Semarang: IKIP Semarang Press.

Komite Akreditasi Nasional. 2003. Pedoman Evaluasi dan Pelaporan Ketidakpastian

Pengukuran. Komite Akreditasi Nasional. Jakarta.

Lingga, P. dan Marsono. 2000. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta: Penebar Swadaya.

Miller, J.C. dan J.N. Miller. 1991. Statistika untuk Kimia Analitik. Edisi Kedua.

Diterjemahkan oleh Drs. Suroso, M.Sc. Bandung: ITB.

Natalia, Cisca. 2009. Akurasi dan Presisi. http://hardipurba.com/2009/06/30/akurasi-dan-

presisi.html . (diakses pada tanggal 20 Februari 2016).

SNI 19-17025-2000. 2000. Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Penguji dan

Laboratorium Kalibrasi. Badan Standarisasai Nasional. Jakarta.

Eviati dan Sulaeman. 2012. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk.

Bogor: Balai Penelitian Tanah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Sumardi. 2002. Validasi Metode Pengujian. Bogor: Pusat Standarisasi dan Akreditasi

Seketariat Jenderal Departemen Pertanian.

Wulandari, Indah. 2007. Ilmu Tanah. Jepara: Nusa Perdana.

41

Lampiran 1

1. Diagram Alir Penetapaan Kadar Air (Metode Gravimetri)

Mulai

Sampel Pupuk Organik Kode

PO-02

Cawan Porselin (Diketahui beratnya)

5,000 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan

Dioven pada suhu 105°C selama 3 jam

Cawan+sampel diangkat dengan penjepit dan

dimasukkan desikator 15 menit

Ditimbang dengan neraca analitik

Tabel Data Pengamatan Kadar

Air

Selesai

42

Gambar 5. Diagram Alir Penetapaan Kadar Air (Metode Gravimetri)

2. Diagram Alir Pembuatan Larutan Standar C-Organik

Mulai

Larutan Standar baku 5000 mg/L

Larutan K2Cr2O7 1 N

H2SO4 pa 98%

Dipipet Larutan standar 0 mL, 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL, dan 5 mL masing-masing untuk 0 ppm, 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm, dan 250

dalam labu takar 100 mL ppm

Masing-masing ditambahkan 5 mL larutan Larutan K2Cr2O7 1 N,

dikocok

Aquades

Masing-masing ditambahkan 7,5 mL H2SO4 pa 98%, dikocok

Didiamkan sampai dingin

Ditambah aquades sampai tanda batas

Selesai

43

Gambar 6. Diagram Alir Pembuatan Larutan Standar C-Organik

Mulai

Sampel Pupuk Organik 0,05 gram

Larutan K2Cr2O7 1 N

H2SO4 pa 98%

Sampel dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL

Masing-masing ditambahkan 5 mL larutan Larutan K2Cr2O7 1 N,

dikocok

Aquades

Masing-masing ditambahkan 7,5 mL H2SO4 pa 98%, dikocok

Didiamkan sampai dingin

Ditambah aquades sampai tanda batas

Selesai

44

3. Diagram Alir Pembuatan Larutan Sampel C-Organik

Gambar 7. Diagram Alir Pembuatan Larutan Sampel C-Organik

Mulai

Dipipet 10 mL standar baku C ke dalam labu takar 50 mL

Larutan Standar Baku C 5000 ppm Aquades

Dihipitkan larutan sampai tanda batas dengan aquades

Selesai

45

4. Diagram Alir Pembuatan Larutan Spike 1000 mg/L

Gambar 8. Diagram Alir Pembuatan Larutan Spike 1000 mg/L

Mulai

Sampel Pupuk Organik 0,05 gram

Larutan K2Cr2O7 1 N

H2SO4 pa 98%

Sampel dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL

Masing-masing ditambahkan 5 mL larutan Larutan K2Cr2O7 1 N,

dikocok

Aquades

Masing-masing ditambahkan 7,5 mL H2SO4 pa 98%, dikocok

Didiamkan sampai dingin

Ditambah aquades sampai tanda batas

Selesai

Ditambahkan larutan spike 2 mL

Larutan Spike

46

5. Diagram Alir Pembuatan Larutan Contoh + Spike

Gambar 9. Diagram Alir Pembuatan Larutan Contoh + Spike

47

Lampiran 2

Data Linieritas C-Organik

Tanggal pembuatan deret standart : 10 Februari 2016

Tanggal Pengukuran : 11 februari 2016

Tabel 7. Linearitas C-Organik

UlanganAbsorbansi Standart

slope R2

0 ppm 50 ppm 100 ppm 150 ppm 200 ppm 250 ppm

1 0 0,085 0,162 0,245 0,318 0,391 0,0016 0,9992

2 0 0,073 0,158 0,238 0,316 0,391 0,0016 0,9996

3 0 0,080 0,160 0,241 0,307 0,390 0,0015 0,9993

4 0 0,084 0,162 0,241 0,320 0,387 0,0016 0.9991

5 0 0,085 0,162 0,244 0,326 0,393 0,0016 0,9991

6 0 0,085 0,168 0,248 0,323 0,391 0,0016 0,9984

7 0 0,085 0,165 0,245 0,323 0,390 0,0016 0,9988

8 0 0,087 0,165 0,245 0,323 0,387 0,0016 0,9983

9 0 0,076 0,154 0,238 0,316 0,383 0,0016 0.9992

10 0 0,082 0,160 0,241 0,307 0,390 0,0016 0,9992

x 0 0,082 0,162 0,243 0,318 0,389 0,0016 0,9993

Gambar 10. Grafik Linearitas

C-organik

0 50 100 150 200 250 3000

0.050.1

0.150.2

0.250.3

0.350.4

0.45

f(x) = 0.00156228571428571 x + 0.0037142857142857R² = 0.999309618284688

Kurva Kalibrasi Standar C-Organik

Konsentrasi (ppm)

Abso

rban

si

Konsentrasi

standar (ppm)

Absorbansi

0 0

50 0,082

100 0,162

150 0,243

200 0,318

250 0,389

48

Perhitungan linearitas standar C-organik,

Persamaan regresi: y = a + bx

a = [∑ Y −(b∑ X )]/ n

b = ∑ XY −[ (∑ XY ) /n ]∑ x2−[∑ x2 /n ]

r = ∑ XY −[(∑ XY )/n ]

∑ x2−(∑ x2)

n √∑ y2−(∑ y2 )

n

Hasil dari perhitugan dari kurva kalibrasi:

y = 0,0037 + 0,0016x

slope = 0,0016

intersep = 0,0037

r = 0,9993

49

Lampiran 3

Data dan Contoh Perhitungan Limit Deteksi C-Organik

Tanggal pembentukan ekstrak : 10 Februari 2016

Tanggal pengukuran : 11 Februari 2016

Contoh : Pupuk Organik Kode PO-2

Intersep : 0,0037

Slope : 0,0016

Tabel 8. Data Perhitungan Limit Deteksi

Ulangan

Absorbansi Konsentrasi (ppm) Konsentrasi

Standar C-Organik

(ppm)BlankoStandar

TerendahBlanko

Standar

Terendah

1 0 0,085 -2,3125 50,8125 53,125

2 0 0,073 -2,3125 43,3125 45,625

3 0 0,080 -2,3125 47,6875 50,000

4 0 0,084 -2,3125 50,1875 52,500

5 0 0,085 -2,3125 50,8125 53,125

6 0 0,085 -2,3125 50,8125 53,125

7 0 0,085 -2,3125 50,8125 53,125

8 0 0,087 -2,3125 52,0625 54,375

9 0 0,076 -2,3125 45,1875 47,500

10 0 0,082 -2,3125 48,9375 51,250

N 10

x 51,375

SD 2,8382

LOD 8,5147

LD 59,8897

50

Contoh perhitungan:

Ulangan 1

Konsentrasi yang diperoleh:

Konsentrasi Blanko

y = 0,0016x + 0,0037

0 = 0,0016x + 0,0037

-0,0037 = 0,0016x

x = -2,3125

Konsentrasi Standar Terendah

y = 0,0016x + 0,0037

0,085 = 0,0016x + 0,0037

0,085 - 0,0037 = 0,0016x

0,0813 = 0,0016x

x = 50,8125 mg/L

Konsentrasi rata-rata = (53,125 + 45,625 + 50,000 + 52,500 + 53,125 + 53,125

+ 53,125 + 54,375 + 47,500 + 51,250) mg/L

7 = 51,375 mg/L

SD = 2,8382

LOD = 3SD

= 8,5147

Limit Deteksi Instrumen = Nilai

rata-rata konsentrasi terkecil + 3SD

= 51,375 mg/L + 8,5147 mg/L

51

= 59,8897 mg/L

Lampiran 4

Data dan Contoh Perhitungan Repitabilitas C-Organik

Tanggal pembuatan ekstrak : 10 Februari 2016

Tanggal pengukuran : 11 Februari 2016

Tabel 9. Data repitabilitas C-Organik

UlanganMassa Contoh

(mg)

Absorbansi

Contoh (Abs)

Konsentrasi

Contoh (ppm)C-Organik (%)

1 50,4 0,036 20,1875 7,0344

2 50,9 0,034 18,9375 6,5339

3 50,1 0,032 17,6875 6,2002

4 50,1 0,034 18,9375 6,6383

5 50,1 0,039 22,0625 7,7338

6 50,5 0,034 18,9375 6,5857

7 50,1 0,035 19,5625 6,8574

8 50,6 0,033 18,3125 6,3558

9 50,2 0,034 18,9375 6,6251

10 50,3 0,036 20,1875 7,0484

N 10

x 6,7613

SD 0,2878

%RSD 4,2565

Contoh Perhitungan

Ulangan 1:

Konsentrasi ekstrak

y = bx + a

y = 0,0016x + 0,0037

0,033 = 0,0016x + 0,0037

52

x = 18,3125 mg/L

Kadar C-Organik (%) = ppm kurva x (100/mg contoh) x (100 mL/1000 mL) x fk

= 20,1875 x (100/50,4) x (0,1) x 1,7562

= 7,0344%

SD = √∑ (xi−x )2

n−1

SD = 0,2878

% RSD = SDx x 100%

= 0,28786,7613 x 100%

= 4,2565%

53

Lampiran 5

Data dan Contoh Perhitungan Recovery C-Organik

Tanggal pembuatan ekstrak : 10 Februari 2016

Tanggal pengukuran : 11 Februari 2016

Contoh : Pupuk Organik PO-2

Berat contoh : 0,05 gram

Spike yang ditambahkan : 2 mL 1000 ppm C

Berat spike sebagai C : 2 mg C

Data dari linearitas : slope = 0,0016 dan intersep = 0,0037

Tabel 10. Hasil Perhitungan Recovey C-Organik (%)

No.

Absorbansi Kadar C-Organik%

RecoveryConto

h

Contoh

+Spike

Contoh Contoh + Spike

mg ppm % mg ppm %

10,036

0,07250,4 20,1875

7,034

4

50,3 42,687514,9041

112,50

20,034

0,06550,9 18,9375

6,533

9

50,3 38,312513,3766

96,87

30,032

0,07050,1 17,6875

6,200

2

50,1 41,437514,5254

118,75

40,034

0,06450,1 18,9375

6,638

3

50,1 37,687513,2109

93,75

50,039

0,06550,1 22,0625

7,733

8

50,1 38,312513,4300

81,25

60,034

0,06950,5 18,9375

6,585

7

50,2 40,812514,2779

109,37

70,035

0,06950,1 19,5625

6,857

4

50,8 40,812514,1092

106,25

8 0,033 0.065 50,6 18,3125 6,355 50,7 38,3125 13,2711 100,00

54

8

90,034

0,06850,2 18,9375

6,625

1

50,9 40,187513,8659

106,25

100,036

0,07250,3 20,1875

7,048

4

50,6 42,687514,8158

112,50

x 0,0347 0,0679 50,3 19,3750 6,761

3

50,4 40,1250 13,9816 103,75

Contoh perhitungan

x C3 = CBFp

= 1000

50

= 20 mg/L

Ulangan 1

Konsentrasi Contoh

y = bx + a

0,036 = 0,0016x + 0,0037

x = 0,03230,0016

x = 20,1875 mg/L .......................................................... (C1)

Kadar C-Organik (%) Contoh + spike = ppm kurva x (100/mg contoh) x (100

mL/1000 mL) x fk

= 42,6875 x (100/50,3) x 0,1 x 1,7562

= 14,9041%

Konsentrasi Contoh + Spike

y = bx + a

55

0,088 = 0,0016x + 0,0037

x = 0,08430,0016

x = 52,6875 mg/L .......................................................... (C2)

Konsentrasi Spike = 20 mg/L ........................................... (C3)

Perhitungan Akurasi

% Recovery = C 2−C 1

C 3 x 100%

= 42,6875−20,1875

20 x 100%

= 112,5%

56

Lampiran 6

Penentuan Kadar Air dan Faktor Koreksi BKM

Tanggal Penetapan : 11 Februari 2016

Sampel : Pupuk Organik PO-2

Berat contoh : 10 gram

Tabel 11. Penetapan Kadar Air dan Faktor Koreksi BKM

No

Berat

cawan

kosong

(M1)

Berat

cawan+s

ampel

(M2)

Berat

setelah

dioven

(M3)

Bobot

sampel

Bobot yang

hilang

Kadar

Air

(KA)%

Faktor

koreksi

BKM

1 22,41 32,41 28,14 10 4,27 42,7 1,7452

2 21,99 31,99 27,69 10 4,30 43,0 1,7544

3 21,12 31,12 26,81 10 4,31 43,1 1,7575

4 21,72 31,72 27,50 10 4.22 42,2 1,7301

5 21,93 31,93 27,62 10 4,31 43,1 1,7575

6 21,02 31,02 26,70 10 4,32 43,2 1,7606

7 22,09 32,09 27,83 10 4,26 42,6 1,7422

57

8 22,10 32,10 27,71 10 4,39 43,9 1,7825

9 21,38 31,38 27,02 10 4,36 43,6 1,7730

10 22,27 32,27 27,95 10 4,32 43,2 1,7606

x 21,803 31,803 27,497 10 4,306 43,06 1,7562

Perhitungan Kadar Air

KA (%) = (M2-M3)(M2-M1) x 100%

= (31,803 -27,497)(31,803-21,803) x 100%

= 4,306

10 x 100%

= 43,06%

Perhitungan faktor koreksi BKM

fk = 100100-%kadar air

= 100100-43,06

= 1,7562

58

Lampiran 7

Data dan Perhitungan Estimasi Ketidakpastian Penetapan C-Organik dalam Contoh

Pupuk Organik

1. Formula atau persamaaan

Kadar C-Organik (%) = ppm kurva x (100/mg contoh) x (100 mL/1000 mL) x fk

= 20,1875 x (100/50,4) x (0,1) x 1,7562

= 20,1875 x 1,9841 x 0,1 x 1,7562

= 7,0344%

Keterangan:

ppm kurva : kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara

kadar deret standar dengan pembacaannya setelah di-

koreksi blanko

fk : faktor koreksi kadar air – {100/(100-%kadar air)}

2. Daftar sumber ketidakpastian

Tabel 12. Sumber-sumber ketidakpastian

Simbol Uraian Nilai Satuan

KA Kadar Air 43,06 %

Recovery Mc

Kal

KA VLT

Kal

ET

Karbon Organik

Kurva KalibrasiPM

Oven

Massa C3

59

Mc Massa contoh 0,05 Gram

VLT Volume Labu Takar 100 Gram

Recovery Recovery 1,0375 -

PM Presisi Metode - -

3. Cause and effect diagram atau fish bone

Gambar 3. Cause and effect diagram atau fish bone C-organik

4. Sumber-sumber estimasi ketidakpastian

a. Ketidakpastian Baku Kadar Air (Metode Gravimetri) (µc KA)

1) Formula atau persamaan

KA (%) = (M2-M3)(M2-M1) x 100%

Massa Teruapkan

Kadar Air(%)

Massa Basah Oven

M2

M2

Ka

Ka

M3

Ka

KaM1 Ka

ET

60

= (31,803-27,497)(31,803-21,803) x 100%

= 4,306

10 x 100%

= 43,06%

2) Daftar Data Sumber Ketidakpastian

Tabel 13. Sumber ketidakpastian kadar air

Simbol Uraian Nilai Satuan

M1 Bobot Kosong 21,803 Gram

M2 Bobot Kosong + Contoh

Sebelum Dipanaskan

31,803 Gram

M3 Bobot Kosong + Contoh

Setelah Dipanaskan

27,497 Gram

KA Kadar Air 43,06 %

3) Cause and effect diagram atau fish bone

Gambar 4. Cause and effect diagram atau fish bone Kadar Air Sampel

Keterangan:

61

Ka : Kalibrasi

M1 : Bobot Kosong

M2 : Bobot Kosong + Contoh Sebelum Dipanaskan

M3 : Bobot Kosong + Contoh Setelah Dipanaskan

ET : Efek Temperatur

4) Sumber Estimasi Ketidakpastian Baku (µc)

a) Ketidakpastian Baku Massa Teruapkan (µc M2-M3)

Sertifikasi kalibrasi neraca ± 0,00582 gram, pada tingkat kepercayaan

95%.

Evaluasi tipe B, k=2

µc Kal = Qk =

0,00582 ggram2 = 0,00291 gram

b) Ketidakpastian Baku Massa Basah (µc M2-M1)

Sertifikasi kalibrasi neraca ± 0,00582 gram, pada tingkat kepercayaan

95%.

Evaluasi tipe B, k=2

µ Kal = Qk =

0,00582 gram2 = 0,00291 gram

µc Mc = √2 x (µ Kal )2 = √2 x (0,00291 )2 = 0.00411 gram

c) Ketidakpastian Baku Efek Suhu Oven (µc efek suhu/ruang)

Sertifikasi kalibrasi ± 6,18°C pada tingkat kepercayaan 95%.

Evaluasi tipe UM 400/E496.0679, k=2

µ Kal = Qk =

6,18° C2 = 3,09°C

Evaluasi tipe B

µc efek ruang = KA %

Suhu °C = 43,06105 = 0,41009523%/°C

Ketidakpastian baku efek ruang

µ (efek/ruang) = µ Kal x µ efek ruang

= 3,09°C x 0,41009523%/°C

= 1,267194%

5) Ringkasan Nilai Ketidakpastian Kadar Air

Tabel 14. Ringkasan Ketidakpastian Kadar Air

Sumber Satuan Nilai (x) µ(x) µ(x)/(x)

62

Massa Teruapkan Gram 4,306 0.00411 0,000954

Massa Basah Gram 10 0.00411 0,000411

Oven % 43,06 1,267194 0,029428

6) Ketidakpastian Gabungan dari Kadar Air

µc (KA) = KA% x

√( µ Massa teruapkanMassateruapkan

)2

+( µ Massa basahMassa basah

)2

+( µOvenOven

)2

= 43,06% x √(0,000954 )2+(0,000411)2+(0,029428)2

= 43,06% x √(0,910)−7+(0,168)−7+(0,86659 )−4

= 43,06% x √0,0008676738

= 43,06 x 0,029456

= 1,268375%

b. Ketidakpastian Baku Massa Contoh (µc Mc)

Sertifikasi kalibrasi neraca ± 0,00582 gram, pada tingkat kepercayaan 95%.

Evaluasi tipe B, k=2

µ Kal = Qk =

0,00582 gram2 = 0,00291 gram

µc Mc = √2 x (µ Kal )2 = √2 x (0,00291 )2 = 0.00411 gram

c. Ketidakpastian Baku Volume Labu Takar (µc VLT)

Ketidakpastian labu takar 100 mL

1) Sertifikasi kalibrasi ± 0,01 mL pada tingkat kepercayaan 95%

Evaluasi tipe B, k=2

µ Kal = Qk =

0,01 mL2 = 0,005 mL

2) Efek Temperatur (ET)

Evaluasi tipe B, k = √3Variasi suhu = 27°C-20°C = 7°C

Koefisien Muai Air = 0,00021°C-1

µ ET = Variasi xVLT xkoefisien muai air

k

= 7 °C x 100 mL x0,00021 °C−1

√3

63

= 0,147

1,7320

= 0,084873 mL

Ketidakpastian baku gabungan dari volume labu takar

µ (VLT) = √(µKal)2+(µET )2

= √(0,005)2+(0,084873)2

= √0,000025+0,007203

= √0,007228

= 0,08502 mL

d. Ketidakpastian Baku Recovery (µc Recovery)

Tabel 15. Data Hasil Ringkasan Recovery

Ulangan

Konsentrasi

Contoh (mg/L)

Konsentrasi Spike

(mg/L)

Konsentrasi Contoh+Spike

(mg/L)

C1 C3 C2

1 20,1875 20,00 42,6875

2 18,9375 38,3125

3 17,6875 41,4375

4 18,9375 37,6875

5 22,0625 38,3125

6 18,9375 40,8125

7 19,5625 40,8125

8 18,3125 38,3125

64

9 18,9375 40,1875

10 20,1875 42,6875

x 19,3750 40,1250

SD 1,21630 1,87270

(SD)2 1,47930 3,50700

Recovery = C 2−C 1

C 3

= 50,2500−19,3750

29,5625

= 30,875

29,5625

= 1,044

Ketidakpastiaan baku konsentrasi spike larutan baku (μ xC 3¿

1) Formula dan persamaan

xC 3=CBFp

=¿ 100050 = 20 mg/L Fp= VLT

V std=100 ml

2 ml = 50

Keterangan :

V std : Volume standar spike yang ditambahkan (mL)

VLT : Volume Labu Takar (mL)

2) Daftar Data Sumber Ketidakpastian

Tabel 16. Daftar Data Sumber Ketidakpastian x C3

Simbol Uraian Nilai Satuan

CB Konsentrasi Baku 1000 mg/L

Fp Faktor Pengenceran 50 -

x C 3 Rata-rata konsentrasi spike larutan baku 29,5625 mg/L

3) Cause and Effect Diagram atau Fish Bone

65

Gambar 11. Cause and Effect Diagram atau Fish Bone x C3

Keterangan :

ET : Efek Temperatur

Kal : Kalibrasi

Rep : Repitabilitas

4) Sumber Estimasi Ketidakpastian Baku

Ketidakpastiaan Baku Faktor Pengenceran (Fp) dan Konsentrasi Baku (CB)

a) Ketidakpastiaan Baku Volume Standar (μc V stdr ¿

i. Ketidakpastian baku pipet ukur 2 ml

Sertifikat kalibrasi ± 0,0029 mLpada tingkat kepercayaan 95 %

Evaluasi tipe B, k = 2

μ Kal=Quk

=0,00292

=0,00145 ml

ii. Efek Temperatur (ET)

Evaluasi tipe B, k = √3

Variasi suhu = 7℃Koefisien Muai Air (KMA) = 0,00021 ℃-1

μ ET=Variasi suhu xV std X KMAk

μ ET=7℃ x2ml x 0,00021℃−1

√3

μ ET=0,001699mL

iii. Repitabilitas (Rep)

66

Standar deviasi pengukuran volume 2 ml = 0,00878 ml

μ Rep=0,00878 ml

Ketidakpastian baku gabungan dari volume labu takar 1

μc (V stdr )=√¿¿

μc (V stdr )=√¿¿

μc (V stdr )=0,0090546 mL

b) Ketidakpastiaan Baku Volume Labu Takar (μcVLT ¿

Ketidakpastian baku labu takar 100 ml

i. Sertifikat kalibrasi ± 0,01 mlpada tingkat kepercayaan 95 %

Evaluasi tipe B, k = 2

μ Kal=Quk

=0,012

=0,005 ml

ii. Efek Temperatur (ET)

Evaluasi tipe B, k = √3

Variasi suhu = 7℃Koefisien Muai Air (KMA) = 0,00021 ℃-1

μ ET=Variasi suhu xVLT X KMAk

μ ET=7℃ x100 ml x 0,00021℃−1

√3

μ ET=0,0848729m l

iii. Repitabilitas (Rep)

Standar deviasi pengukuran volume 100 ml = 0,0234 ml

μ Rep=0,0234 ml

Ketidakpastian baku gabungan dari volume labu takar 1

μc (VLT )=√¿¿

μc (VLT )=√¿¿

μc (VLT )=0,0881476 mL

Ketidakpastian baku gabungan faktor pengenceran

μc ( Fp )=Fp x √( μ V stdV std )

2

+( μVLTVLT )

2

= 50 x√( 0,0090546 ml2ml )

2

+( 0,0881476 ml100 ml )

2

67

= 50 x 0,004611

= 0,23058

Ketidakpastian Gabungan Konsentrasi Baku

μc (CB )=1000 mgL

x √¿¿

μc (CB )=1000 mgL

x √¿¿

μc (CB )=1000 mgL

x √0,000000777+0,00002126

μc (CB ) = 1000 mgL x 0,004694

μc (CB )=4,694 mg / L

5) Ringkasan dari Nilai Ketidakpastian Konsentrasi Spike Larutan Baku

Tabel 17. Ringkasan Nilai Ketidakpastian Konsentrasi Spike Larutan Baku

Simbol Uraian Satuan Nilai (x) μ(x ) μ(x )/(x)

CB Konsentrasi baku mg/L 1000 4,694 0,004694

Fp Faktor Pengenceran - 50 0,23058 0,004612

6) Ketidakpastiaan gabungan konsentrasi spike larutan baku

μc ( x C 3 )=Konsentrasi Spike x√( μCBCB )

2

+( μ FpFp )

2

= 20 mg/L x √(0,004694 )2+(0,004612)2

= 20 mg/L x 0,0065215

= 0,13043 mg/L

µ Recovery = Recovery x √ SD2C 2n

+SD 2C 1

(C 2−C 1)2 +( µC 3C 3

)2

= 1,03 x √ 3,50710

+1,4793

(20,75)2 +( 0,1304320

)2

= 1,03 x √ 0,3507+1,4793430,5625

+0,00004253

= 1,03 x √0,0042503+0,00004253

68

= 1,03 x √0,0042928

= 1,03 x 0,0655

= 0,06748

e. Ketidakpastian Baku Presisi Metode (µc PM)

Tabel 18. Data Hasil Presisi Metode

Ulangan Bobot

Contoh

(mg)

Absorbans

i Contoh

(Abs)

Absorbansi

Blanko

(Abs)

Konsentras

i (mg/L) C-Organik (%)

1 50,4 0,036 0 20,1875 7,0344

2 50,9 0,034 0 18,9375 6,5339

3 50,1 0,032 0 17,6875 6,2002

4 50,1 0,034 0 18,9375 6,6383

5 50,1 0,039 0 22,0625 7,7338

6 50,5 0,034 0 18,9375 6,5857

7 50,1 0,035 0 19,5625 6,8574

8 50,6 0,033 0 18,3125 6,3558

9 50,2 0,034 0 18,9375 6,6251

10 50,3 0,036 0 20,1875 7,0484

x 50,3 0,0347 0 19,3750 6,7613

SD 0,2878

%RSD 4,2565

Evaluasi tipe A

µc (PM) = RSD = %RSD

100 = 0,042565

f. Nilai Ketidakpastian Baku Gabungan

Tabel 6. Nilai Ketidakpastian Gabungan

Simbol Uraian Satuan Nilai (x) µ(x) µ(x)/(x)

KA Kadar Air % 43,06 1,268375 0,0294559

Mc Massa contoh gram 0,05 0,004110 0,0822000

69

VLT Volume Labu Takar mL 100 0,085020 0,0008502

Recovery Recovery - 1,0375 0,06748 0,0655194

PM Presisi Metode - - 0,042565 -

g. Ketidakpastian baku gabungan penetapan C-Organik dalam contoh pupuk

secara Spektrofotometer (tanpa memperhitungkan presisi mode)

y = 6,7613%

µ (C-Organik) = y x √( µKAKA

)2

+( µMcMc

)2

+( µVLTVLT

)2

+( µRecoveryRecovery

)2

= 6,7613% x

√(0,0294559)2+(0,0822)2+(0,0008502)2+(0,0655194 )2

= 6,7613% x √0,0119172

= 6,7613% x 0,109165

= 0,7381%

h. ketidakpastian baku gabungan penetapan C-organik dalam contoh pupuk secara

Spektrofotometer (dengan memperhitungkan presisi mode)

µc (C-Organik) = √(µC−Organik)2+(µ PM )2

= √ (0,7381 )2+ (0,042565 )2

= √0,5466

= 0,7393%

i. Ketidakpastian diperluas (U)

Pada tingkat kepercayaan 95% k=1

U = µc (C-Organik) mg/L x 2

U = 0,7393% x 2

U = 1,4785%

j. Pelaporan hasil uji

Pada tingkat kepercayaan 95%

(Y ± U)%

(6,7130 ± 1,4785)%

70

Lampiran 8

DOKUMENTASI

71

Kantor BPTP Jawa Tengah Laboratorium Kimia BPTP Jawa Tengah

Sampel Pupuk Organik PO-02 Deksikator

72

Penimbangan Sampel Kadar Air Pupuk Organik

Pengovenan Sampel Kadar Air Pupuk Organik

Penimbangan Sampel Pupuk Organik Untuk Larutan

Penambahan K2Cr2O7 Pada Larutan Standar dan Sampel Pupuk Organik

73

Penambahan H2SO4

Pengenceran Larutan Standar dan Larutan Sampel Pupuk Organik

Larutan Standar 250 ppm, 200 ppm, 150 ppm, 100 ppm, 50 ppm, dan 0 ppm

Larutan Sampel Pupuk Organik

Kuvet Berisi Larutan Standar Pembacaan Absorbansi dengan Spektrofotometer