proposal pkl

31
DAFTAR ISI Halaman Judul.............................................. ..................................................i Halaman Pengesahan......................................... ............................................ii Daftar Isi................................................ ................................................... .....1 I.Pendahuluan...................................... ................................................... .......2 II. Landasan Kegiatan........................................... .........................................4 III.Tujuan......................................... ................................................... ...........4 1

Upload: andriyani

Post on 04-Dec-2015

15 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

PKL

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal PKL

DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................i

Halaman Pengesahan.....................................................................................ii

Daftar Isi........................................................................................................1

I.Pendahuluan................................................................................................2

II. Landasan Kegiatan....................................................................................4

III.Tujuan.......................................................................................................4

IV.Manfaat.....................................................................................................4

V. Tinjauan Pustaka.......................................................................................5

5.1 Obat..........................................................................................................5

5.2 Tablet........................................................................................................5

5.3 Antibiotik................................................................................................8

5.4 Amoksisilin..............................................................................................8

5.5 Obat Generik.........................................................................................11

5.6 Uji Disolusi.............................................................................................14

VII. Jadwal pelaksanaan PKL.......................................................................18

VIII. Penutup................................................................................................18

Daftar Pustaka..............................................................................................19

1

Page 2: Proposal PKL

UJI DISOLUSI DAN PENETAPAN KADAR TABLET AMOKSISILIN

DALAM SEDIAAN OBAT GENERIK YANG BEREDAR DIPASARAN

I. PENDAHULUAN

Obat merupakan unsur yang sangat penting dalam upaya penyelenggaraan

kesehatan. Sebagian besar hal yang berhubungan dengan medik menggunakan

obat. Oleh karena itu obat harus tersedia pada saat diperlukan dalam jenis dan

jumlah yang cukup, berkhasiat nyata dan berkualitas baik. Obat mempunyai

aeberapa sediaan seperti tablet, kapsul, suspensi, dan berbagai larutan sediaan

farmasi. Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak berbentuk rata

atau cembung rangkap, umumnya mengandung satu jenis obat atau lebih dengan

atau tanpa zat tambahan (Anief, 1987).

Pada dasarnya obat yang beredar di pasaran terbagi menjadi dua yaitu obat

innovator atau paten dan obat generik. Obat generik berlogo yang lebih umum

disebut obat generik saja adalah obat yang menggunakan nama zat berkhasiatnya

dan mencantumkan logo perusahaan farmasi yang memproduksinya pada

kemasan obat, sedangkan obat generik bermerk yang lebih umum disebut obat

bermerk adalah obat yang diberi merk dagang oleh perusahaan farmasi yang

memproduksinya. Obat Generik Berlogo (OGB) diluncurkan pada tahun 1991

oleh pemerintah yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kelas

menengah ke bawah akan obat. Jenis obat ini mengacu pada Daftar Obat Esensial

Nasional (DOEN) yang merupakan obat esensial untuk penyakit tertentu

(Kebijakan Obat Nasional, 2005).

Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri

yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan bakteri,

sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Antibiotik obat generik yang

beredar di pasaran diantaranya adalah amoksisilin. Amoksisilin yang beredar di

pasaran ada dalam berbagai bentuk sediaan, diantaranya dalam bentuk tablet.

Tablet amoksisilin yang beredar di pasaran diharapkan terjamin mutunya.

Mutu dijadikan dasar acuan untuk menetapkan kebenaran khasiat (efficacy) dan

2

Page 3: Proposal PKL

keamanan (safety). Tablet amoksisilin yang bermutu dapat ditinjau dari berbagai

aspek antara lain aspek teknologi yang meliputi stabilitas fisik dan kimia dimana

tablet harus memenuhi kriteria yang dipersyaratkan oleh Farmakope (anonim

2005; anonim 2003) Tablet amoksisilin yang beredar di pasaran dengan nama

generik memiliki harga yang terjangkau daripada obat paten. Sediaan tablet

mempunyai beberapa persyaratan antara lain uji disolusi yaitu untuk mengetahui

seberapa banyak persentase zat aktif dalam obat, yang terlarut dan terabsorbsi ke

dalam peredaran darah untuk memberikan efek terapi.

Sebelum melakukan uji disolusi, metode analisis yang digunakan harus

ditetapkan terlebih dahulu dan dikaji dengan seksama antara lain, komposisi

media disolusi, jumlah media (dalam ml), waktu dalam menit, kecepatan

pengadukan (dalam rotasi per menit = rpm), prosedur penetapan konsentrasi dan

toleransi. Setelah pengambilan sampel uji disolusi, dilanjutkan dengan proses

analisis penetapan kadar zat aktif dalam sampel (Siregar, 2008).

Faktor yang harus diperhatikan dalam uji disolusi yaitu : ukuran dan

bentuk yang akan mempengaruhi laju dan tingkat kelarutan, selain itu sifat media

pelarutan juga akan mempengaruhi uji kelarutan. Beberapa kegunaan uji disolusi

antara lain : menjamin keseragaman satu batch, menjamin bahwa obat akan

memberikan efek terapi yang diinginkan, dan diperlukan dalam rangka

pengembangan suatu obat baru (Ditjen POM, 1995).

Obat generik yang beredar dipasaran masih sering dianggap mempunyai

mutu yang lebih rendah. Hal ini terjadi selain karena harganya murah, informasi

mengenai mutu obat generik yang didukung oleh bukti pemeriksaan laboratorium

terutama profil disolusi, uji disolusi dan penetapan kadar zat khasiat masih kurang

(Nugraheni, 2006). Oleh karena itu dilakukannya penelitian “Uji Disolusi dan

Penetapan Kadar Tablet Amoksisilin Dalam Sediaan Obat Generik yang Beredar

Dipasaran”.

3

Page 4: Proposal PKL

II. Landasan Kegiatan

II.1 Tridharma Perguruan Tinggi, yang meliputi pendidikan, penelitian, dan

pengabdian masyarakat.

II.2 Mata kuliah wajib di Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Matematika (FSM)

Universitas Diponegoro.

III. Tujuan

Tujuan Praktek Kerja Lapangan ini adalah penerapan dari kemampuan

akademik pada masalah-masalah analisis kimia yang memerlukan pemecahan

serta meningkatkan, memperluas, dan memantapkan keterampilan peserta didik

sebagai bekal memasuki lapangan kerja yang sesuai dengan kebutuhan program

pendidikan yang ditetapkan.

IV. Manfaat

IV.1 Mahasiswa kimia mampu menerapkan kemapuan akademik pada

masalah-masalah analisis kimia yang memerlukan pemecahan.

IV.2 Mahasiswa mampu mengetahui aspek-aspek usaha potensial dalam

lapangan pekerjaan, antara lain struktur organisasi perusahaan, jenjang

karier, dan manajemen perusahaan/instansi.

IV.3 Mahasiswa mampu memasyarakatkan diri pada suasana lingkungan kerja

yang sesungguhnya baik sebagai karyawan maupun pekerja mandiri,

terutama yang berkenaan dengan disiplin kerja.

IV.4 Mahasiswa memperoleh masukan, pengalaman, dan umpan balik untuk

memperbanyak serta mengembangkan ilmu sesuai dengan bidang yang

dipelajari.

IV.5 Mahasiswa mampu menambah wawasan ilmu kimia terapan yang ada di

lingkungan PT. Farma Lab Indonesia.

IV.6 Mahasiswa mampu mengetahui prinsip kerja dan penggunaan instrumen

yang digunakan dalam proses kerja sesuai izin yang diberikan oleh

perusahaan.

4

Page 5: Proposal PKL

IV.7 Mahasiswa mampu mengetahui proses kimia yang ada dalam proses kerja di

PT. Farma Lab Indonedia

IV.8 Mahasiswa mampu mengetahui peluang untuk penempatan lulusan dan

kerjasama antara Perguruan Tinggi dengan perusahaan/instansi.

V. TINJAUAN PUSTAKA

5.1 Obat

Obat adalah zat aktif berasal dari nabati, hewani, kimiawi alam maupun

sintetis dalam dosis atau kadar tertentu dapat dipergunakan untuk preventif

(profilaksis), rehabilitasi, terapi, diagnosa terhadap suatu keadaan penyakit pada

manusia maupun hewan. Namun zat aktif tersebut tidak dapat dipergunakan

begitu saja sebagai obat, terlebih dahulu harus dibuat dlam bentuk sediaan seperti

pil, tablet, kapsul, sirup, suspensi, supositoria, salep dan lain-lain (Jas, 2007).

Meskipun obat dapat menyembuhkan penyakit, tetapi masih banyak juga

orang yang menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu, dapat dikatakan

bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan dapat juga bersifat sebagai racun. Obat

itu akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu

penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi, apabila obat salah digunakan

dalam pengobatan atau dengan dosis yang berlebih maka akan menimbulkan

keracunan. Dan bila dosisnya kecil maka kita tidak akan memperoleh

penyembuhan (Anief, 1991).

5.2 Tablet

Tablet adalah bentuk sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau

tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, tablet dapat digolongkan

sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Tablet cetak dibuat dengan cara menekan

massa serbuk lembab dengan tekanan rendah kedalam lubang cetakan. Tablet

kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul

menggunakan cetakan baja. Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk

dan penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan (Ditjen POM, 1995).

5

Page 6: Proposal PKL

Komposisi utama dari tablet adalah zat berkhasiat yang terkandung

didalamnya, sedangkan bahan pengisi yang sering digunakan dalam pembuatan

tablet yaitu bahan penghancur, bahan penyalut, bahan pengikat, bahan pemberi

rasa dan bahan tambahan lainnya (Ansel, 1989).

5.2.1 Syarat – Syarat Tablet

Syarat – syarat tablet menurut Syamsuni (2007) adalah sebagai berikut:

1. Keseragaman ukuran

2. Diameter tablet tidak lebih dari tiga kali dan tidak kurang dari satu

sepertiga kali tebal tablet.

3. Keseragaman bobot dan keseragaman kandungan

Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot jika zat aktif merupakan

bagian terbesar dari tablet dan cukup mewakili keseragaman

kandungan. Keseragaman bobot bukan merupakan indikasi yang cukup

dari keseragaman kandungan jika zat aktif merupakan bagian terkecil

dari tablet atau jika tablet bersalut gula. Oleh karena itu, umumnya

farmakope mensyaratkan tablet bersalut dan tablet mengandung zat

aktif 50 mg atau kurang dan bobot zat aktif lebih kecil dari 50 % bobot

sediaan, harus memenuhi syarat uji keseragaman kandungan yang

pengujiannya dilakukan pada tiap tablet.

4. Waktu hancur

Waktu hancur penting dilakukan jika tablet diberikan peroral, kecuali

tablet yang harus dikunyah sebelum ditelan. Uji ini dimaksudkan untuk

menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang ditetapkan pada

masing – masing monografi. Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa

sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna.

Pada pengujian waktu hancur, tablet dinyatakan hancur jika tidak ada

bagian tablet yang tertinggal di atas kasa, kecuali fragmen yang berasal

dari zat penyalut. Kecuali dinyatakan lain, waktu yang diperlukan untuk

menghancurkan keenam tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet

tidak bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk tablet bersalut.

6

Page 7: Proposal PKL

5. Disolusi

Disolusi adalah suatu proses perpindahan molekul obat dari bentuk

padat kedalam larutan suatu media. Uji ini dimaksudkan untuk

mengetahui banyaknya zat aktif yang terlarut dan memberikan efek

terapi di dalam tubuh. Kecepatan absorbsi obat tergantung pada

pemberian yang dikehendaki dan juga harus dipertimbangkan frekuensi

pemberian obat.

6. Penetapan kadar zat aktif

Penetapan kadar zat aktif bertujuan untuk mengetahui apakah kadar zat

aktif yang terkandung didalam suatu sediaan sesuai dengan yang tertera

pada etiket dan memenuhi syarat seperti yang tertera pada masing –

masing monografi. Bila zat aktif obat tidak memenuhi syarat maka obat

tersebut tidak akan memberikan efek terapi dan juga tidak layak untuk

dikonsumsi.

5.2.1 Berbagai macam bentuk tablet

1. Tablet untuk obat luar

Tablet ini umumnya mudah larut dan digunakan sebagi obat

luar setelah dilarutkan dalam volume air tertentu untuk

mendapatkan larutan dengan konsentrasi tertentu pula.

2. Tablet untuk obat dalam Tablet ini pada hakekatnya adalah

puyer yang dibuat kompak secara kempa cetak. Suatu variasi

dari obat dalam ialah tablet effervescent yang bila dimasukkan

ke dalam air akan melarutkan serta membebaskan CO2

3. Dragee Tablet bersalut gula dengan atau tanpa penambahan zat

warna.

4. Lozenges Tablet ini diisap seperti permen, efek utamanya

adalah antiseptic pada mukosa mulut atau tenggorokan.

5. Tablet sublingual dan tablet intrabuccal Table sublingual,

diletakkan dibawah lidah, melarut relatif cepat dan bahan

obatnya diabsorbsi melalui mukosa.

7

Page 8: Proposal PKL

6. Tablet bersalut enterik Disalut dengan bahan atau zat penyalut

yang relative tidak larut ddalam suasana asam di lambung,

tetapi hancur dan larut dalam suasana relative basa di usus dan

membebaskan obat yang terkandung dalam tablet (enteric

coating).

7. Tablet sustained release Tujuan pemberian tablet sustained

release ialah untuk menghindarkan pemberian obat berulang

kali dalam sehari, cukup sekali dalam sehari.

8. Tablet yang dimasukkan kedalam rongga tubuh, khususnya

vagina.

Tablet implantasi (pellet atau implants) Penggunaannya dengan

mengimplantasi pellet di bawah kulit, penyerapan bahan obat terjadi secara sangat

perlahan dalam kurun waktu yang lama. (Zaman, N,1990).

5.3 Antibiotik

Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi,

yang dapat mnghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak

antibiotik saat ini dibuat secara semisintetik penuh. Namun dalam praktek sehari –

hari antimikroba sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba ( misalnya

sulfonamid dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibiotik. Sedangkan

Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan

manusia (Setiabudy, 2007).

5.4 Amoksisilin

Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisika dan kimia

amoksisilin adalah sebagai berikut :

8

Page 9: Proposal PKL

Rumus molekul : C16H19N3O5S.3H2O

Berat molekul : 419, 45

365, 9 dalam bentuk anhidrat

Pemerian : serbuk hablur, putih, praktis tidak berbau.

Kelarutan : sukar larut dalam air dan metanol, tidak larut

dalam benzena, dalam karbon tertraklorida dan

dalam kloroform.

5.4.1 Indikasi

Amoksisilin digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan

oleh bakteri gram negatif seperti Haemophilus Influenza, Escherichia

Amoksisilin adalah antibiotik dengan spektrum luas, digunakan untuk

pengobatan seperti yang tertera diatas, yaitu untuk infeksi pada saluran

napas, saluran empedu, dan saluran seni, gonorhu, gastroenteris,

meningitis dan infeksi karena Salmonella sp., seperti demam tipoid.

Amoxicillin adalah turunan penisilin yang tahan asam tetapi tidak tahan

terhadap penisilinase (Siswandono, 2000).

coli, Proteus mirabilis, Salmonella. Amoksisilin juga dapat

digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram

positif seperti : Streptococcus pneumoniae, enterococci, nonpenicilinase-

producing staphylococci, Listeria. Tetapi walaupun demikian,

amoksisilin secara umum tidak dapat digunakan secara sendirian untuk

pengobatan yang disebabkan oleh infeksi streprtococcus dan

staphilococcal. Amoksisilin diindikasikan untuk infeksi saluran

pernapasan, infeksi saluran kemih, infeksi klamidia, sinusitis, bronkitis,

pneumonia, abses gigi dan infeksi rongga mulut lainnya (Siswandono,

2000).

9

Page 10: Proposal PKL

5.4.2 Farmakologi

Amoksisilin aktif melawan bakteri gram positif yang tidak

menghasilkan β-laktamase dan aktif melawan bakteri gram negatif

karena obat tersebut dapat menembus pori–pori dalam membran

fosfolipid luar. Untuk pemberian oral, amoksisilin merupakan obat

pilihan karena di absorbsi lebih baik daripada ampisilin, yang seharusnya

diberikan secara parenteral (Neal, 2007).

Amoksisilin merupakan turunan dari penisilin semi sintetik dan

stabil dalam suasana asam lambung. Amoksisilin diabsorpsi dengan cepat

dan baik pada saluran pencernaan, tidak tergantung adanya makanan.

Amoksisilin terutama diekskresikan dalam bentuk tidak berubah di dalam

urin. Ekskresi Amoksisilin dihambat saat pemberian bersamaan dengan

probenesid sehingga memperpanjang efek terapi (Siswandono, 2000).

Amoksisilin mempunyai spektrum antibiotik serupa dengan

ampisilin. Beberapa keuntungan amoksisilin dibanding ampisilin adalah

absorbsi obat dalam saluran cerna lebih sempurna, sehingga kadar darah

dalam plasma dan saluran seni lebih tinggi. Efek terhadap Bacillus

dysentery amoksisilin lebih rendah dibanding ampisilin karena lebih

banyak obat yang diabsorbsi oleh saluran cerna (Siswandono, 2000).

Namun, resistensi terhadap amoksisilin dan ampisilin merupakan

suatu masalah, karena adanya inaktifasi oleh plasmid yang diperantai

penisilinase. Pembentukan dengan penghambat β–laktamase seperti asam

klavunat atau sulbaktam melindungi amoksisilin atau ampisilin dari

hidrolisis enzimatik dan meningkatkan spektrum antimikrobanya

(Mycek, 2001).

10

Page 11: Proposal PKL

5.4.3 Interaksi Obat

Menurut Widodo (1993), amoksisilin dapat memberikan interaksi

dengan senyawa lain bila diberikan dalam waktu yang bersamaan.

Interaksi tersebut antara lain:

1. Eliminasi Amoksisilin diperlambat pada pemberian dengan

Uricosurika (misal Probenesid), Diuretika, dan Asam–asam

lemah ( misal asam Acetylsalicylat dan Phenilbutazon).

2. Pemberian bersamaan Antasida–Alumunium tidak

menurunkan ketersediaan biologik dari Amoksisilin.

3. Pemberian bersamaan Allopurinol dapat memudahkan

timbulnya reaksi– reaksi kulit alergik.

4. Menurunkan keterjaminan kontrasepsi preparat hormon.

5. Kemungkinan terjadi alergik silang dengan Antibiotik

Sepalosporin.

6. Antibiotik bacteriostatik mengurangi bactericidal dari

Amoksisilin.

7. Inkompabilitas dengan cairan/larutan dekstrosa.

5.5 Obat Generik

Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama

resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan INN (International

Nonpropietary Names) dari WHO (World Health Organization) untuk zat

berkhasiat yang dikandungnya. Nama generik ini ditempatkan sebagai judul dari

monografi sediaan obat yang mengandung nama generik tersebut sebagai zat

tunggal. Dalam pustaka lain, obat generik (generic name) adalah obat dengan

nama umum tanpa melanggar hak paten obat bersangkutan (Jas, 2007).

5.5.1 Peraturan Pemerintah Yang Mengatur Tentang Obat Generik

1. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

HK.02.02/Menkes/068/I/2010 tentang Kewajiban Obat Generik di

FasilitasPelayanan Kesehatan Pemerintah

11

Page 12: Proposal PKL

Menimbang:

bahwa ketersediaan obat generik dalam jumlah dan jenis yang cukup,

terjangkau oleh masyarakat serta terjamin mutu keamanannya,

perludigerakkan dan didorong penggunaannya di fasilitas pelayanan

kesehatan pemerintah.

bahwa agar dapat berjalan efektif perlu mengatur kembali ketentuan

Kewajiban Menuliskan resep dan/atau Menggunakan Obat Generik di

Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah dengan Peraturan Menteri

Kesehatan.

2. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

HK.03.01/Menkes/146/I/2010 tentang Harga Obat Generik

Menimbang:

bahwa dalam rangka menjamin ketersediaan dan pemerataan obat

untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan, perlu dilakukan

penilaian kembali harga obat generik yang telah ditetapkan dalam

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 302/Menkes/SK/III/2008

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaiman dimaksud dalam

huruf a, perlu menetapkan kembali harga obat generik dengan

Keputusan Menteri Kesehatan.

3. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

HK.03.01/Menkes/159/I/2010 tentang Pedoman Pembinaan dan

Pengawasan Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan

Kesehatan Pemerintah

Menimbang:

bahwa dalam rangka penggunaan obat generik di fasilitas

pelayanan kesehatan pemerintah, telah ditetapkan Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/068/I/2010 tentang

Kewajiban Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Pemerintah

12

Page 13: Proposal PKL

bahwa agar penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan

kesehatan pemerintah dapat berjalan dengan efektif, perlu

dilakukan pembinaan dan pengawasan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang dimaksud

pada huruf a dan huruf b, perlu disusun Pedoman Pembinaan dan

Pengawasan Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan

Kesehatan Pemerintah yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri

Kesehatan.

Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan untuk

menjamin ketersediaan obat yang lebih merata dan terjangkau oleh

masyarakat, pemerintah telah menyusun Daftar Obat Esensial Nasional

(DOEN). DOEN merupakan daftar obat yang menggunakan obat-obat

generik, sehingga ketersedian obat generik di pasar dalam jumlah dan jenis

yang cukup (Depkes, 2008).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.791/MENKES/SK/VIII/2008 tentang Daftar Obat Esensial Nasional

2008, Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), menerangkan bahwa Daftar

Obat Esensial Nasional (DOEN) merupakan daftar berisikan obat terpilih

yang paling dibutuhkan dan diupayakan tersedia di unit pelayanan

kesehatansesuai dengan fungsi dan tingkatnya. Obat esensial adalah obat

terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, mencakup

upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi, yang diupayakan

tersedia pada unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan

tingkatnya. DOEN merupakan standar nasional minimal untuk pelayanan

kesehatan (Depkes, 2008).

Penerapan DOEN dimaksudkan untuk meningkatkan ketepatan,

keamanan, kerasionalan penggunaan dan pengelolaan obat yang sekaligus

meningkatkan daya guna dan hasil guna biaya yang tersedia sebagai salah

satu langkah untuk memperluas, memeratakan dan meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Penerapan DOEN harus

13

Page 14: Proposal PKL

dilakukan secara konsisten dan terus menerus di semua unit pelayanan

kesehatan (Depkes, 2008).

Bentuk sediaan, kekuatan sediaan dan besar kemasan yang

tercantum dalam DOEN adalah mengikat. Besar kemasan untuk masing-

masing unit pelayanan kesehatan didasarkan pada efisiensi pengadaan dan

distribusinya dikaitkan dengan penggunaan (Depkes, 2008).

5.5.2 Obat Generik Berlogo

Obat Generik Berlogo Obat generik berlogo (OGB) adalah obat yang

memiliki komposisi yang sama dengan obat patennya, namun tidak memiliki

merek dagang. OGB dipasarkan dengan menggunakan nama zat aktif atau

nama senyawa obatnya sebagai nama produknya. Contoh: Amoksisilin 500

mg, Simvastatin 10 mg, Glimepiride 2 mg, dan lain-lain. OGB mudah

dikenali, dari logonya yaitu berupa lingkaran hijau berlapis-lapis dengan

tulisan GENERIK di tengahnya. Logo OGB terdapat di kemasan luar (box

obat), di strip obat atau di label botol obat. OGB memiliki harga yang sangat

terjangkau oleh masyarakat, karena kebijakan harganya ditetapkan oleh

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Raini,2010).

5.5.3 Obat Generik Bermerk

Obat Generik Bermerek adalah obat yang dibuat sesuai dengan

komposisi obat paten setelah masa patennya berakhir. Obat Generik bermerek

dipasarkan dengan merek dagang yang ditentukan oleh masing-masing

produsennya dan telah disetujui oleh BPOM. Tanda dari obat jenis ini adalah

di bungkusannya terdapat huruf r besar di dalam lingkaran, contoh

Klorpropamid (Diabenese®), 8 Glipizid (Minidiab® ,GlukotrolXL®)

,Glibenclamid (Daonil®, Euglucon®) Umumnya harga produk ini lebih

murah dibandingkan harga obat patennya (Raini,2010).

5.6 Disolusi

Disolusi didefenisikan sebagai proses suatu zat padat masuk ke dalam

pelarut menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah proses zat

padat melarut. Secara prinsip, proses ini dikendalikan oleh afinitas antara zat

padat dan pelarut (Ansel, 1989).

14

Page 15: Proposal PKL

Obat yang telah memenuhi persyaratan kekerasan, waktu hancur,

keregasan, keseragaman bobot, dan penetapan kadar, belum dapat menjamin

bahwa suatu obat memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi harus dilakukan

pada setiap produksi tablet atau kapsul. Disolusi adalah proses pemindahan

molekul obat dari bentuk padat kedalam larutan pada suatu medium. Disolusi

menunjukkan jumlah bahan obat yang terlarut dalam waktu tertentu. Disolusi

menggambarkan efek obat secara invitro, jika disolusi memenuhi syarat maka

diharapkan obat akan memberikan khasiat secara invitro (Syukri, 2002).

5.6.1 Metode Uji Disolusi

Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan

persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk

sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet

harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul gelatin

lunak kecuali bila dinyatakan dalam masing-masing monografi. Dari jenis

alat penggunaannya dari salah satu sesuai dengan yang tertera dalam

masing-masing monografi yaitu:

1. Tipe keranjang

Alat terdiri dari sebuah wadah bertutup yang terbuat dari

kaca atau bahan transparan lain yang inert, suatu motor, suatu

batang logam yang digerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk

silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang

sesuai berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu

dalam wadah pada 37° ± 0,5°C selama pengujian berlangsung dan

menjaga agar gerakan air dalam tangas air halus dan tetap.

2. Tipe dayung

Bedanya pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari

dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi

sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap

titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus tanpa

goyangan yang berarti. Daun melewati diameter batang sehingga

dasar daun dan batang rata.

15

Page 16: Proposal PKL

Dayung memenuhi spesifikasi. Jarak 25 mm ± 2 mm antara

daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama

pengujian berlangsung. Daun dan batang logam yang merupakan

satu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut inert yang

sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum

dayung mulai berputar. Sepotong kecil bahan yang tidak bereaksi

seperti gulungan kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk

mencegah mengapungnya sediaan (Ditjen POM, 1995).

Alat untuk menguji karakteristik disolusi dan sediaan padat

kapsul atau tablet terdiri dari :

1. Motor pengaduk dengan kecepatan yang dapat diubah.

2. Keranjang baja stainless berbentuk silinder atau dayung

untuk ditempelkan ke ujung batang pengaduk.

3. Bejana dari gelas, atau bahan lain yang inert dan transparan

dengan volume 1000 ml, bertutup sesuai dengan di tengah-

tengahnya ada tempat untuk menempelkan pengaduk, dan

ada lubang tempat masuk pada 3 tempat, dua untuk

memindahkan contoh dan satu untuk menempatkan

termometer.

4. Penangas air yang sesuai untuk menjaga temperatur pada

media disolusi (seperti yang dicantumkan dalam masing-

masing monografi) ditempatkan dalam bejana dan biarkan

mencapai temperatur 37°C ± 0,5°C.

Kemudian satu tablet atau satu kapsul yang diuji

dicelupkan ke dalam bejana atau ditempatkan dalam keranjang dan

pengaduk diputar dengan kecepatan seperti yang ditetapkan dalam

monografi. Pada waktu-waktu tertentu contoh dari media diambil

untuk analisis kimia dari bagian obat yang terlarut. Tablet atau

kapsul harus memenuhi persyaratan seperti yang tertera dalam

monografi untuk kecepatan disolusi (Ansel, 1989).

16

Page 17: Proposal PKL

5.6.2 Media Disolusi

1. Air Suling

Pelarut air digunakan untuk uji penetapan pelarutan beberapa tablet.

Pengujian menggunakan cairan air memberikan hasil yang sangat

berbeda dengan cairan fisiologik, terutama untuk senyawa ionik yang

sangat dipengaruhi oleh pH.

2. Larutan Ionik Larutan ionik banyak digunakan untuk menyesuaikan

pH organ tubuh :

o Larutan asam (pH 1,2) dibuat dari asam klorida encer baik

ditambah atau tidak ditambah dengan larutan natrium atau kalium

klorida, sehingga pH cairan mendekati komposisi cairan lambung.

o Larutan dapar alkali (pH 7-8) paling sering digunakan untuk

meniru pH usus dalam pengujian sediaan dengan aksi

diperpanjang atau aksi terjaga setelah melewati cairan yang asam

(Ditjen POM, 1995).

17

Page 18: Proposal PKL

VI. Jadwal Pelaksanaan PKL

Waktu : Januari –Februari 2016

Tempat : PT. Farma Lab Indonesia

Lama waktu : 1 Bulan

NO KEGIATANMINGGU KE-

1 2 3 4

1. Pengenalan dan pengarahan

2. Praktik kerja

VII. Penutup

Demikianlah Proposal Praktek Kerja Lapangan yang kami ajukan, semoga

dapat memberikan penjelasan maksud dan tujuan Praktek Kerja Lapangan ini

kepada PT. Farma Lab Indonesia. Besar harapan kami dapat diterima

melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di PT. Farma Lab Indonesia . Atas

perhatian Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih.

18

Page 19: Proposal PKL

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. (1995). Prinsip Umum Dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal. 45.

Ansel, C.H. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta: UI Press. Hal. 103, 104, 105, 118, 119, 112.

Depkes., 2008. Profil Kesehatan Indonesia. Departemen Republik Indonesia. Jakarta

Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 1083, 1084.

Jas, A., 2007. Perihal Resep & Dosis Serta Latihan Menulis Resep. 1st ed. Medan, Indonesia, Universitas Sumatera Utara Press, 1-13

Mycek, M.J., Harvey, R.A., dan Champe C.C. (2001). Farmakologi Ulasan Bergambar. Lippincottt’s Illustrated Reviews: Farmacology. Penerjemah Azwar Agoes. Edisi II. Jakarta. Widya Medika. Halaman 259

Neal, M. J., 2007, Farmakologi Medis, Penerbit Erlangga, Jakarta, 70-71.

Setiabudy, R., Gan, V. H. 2007. Pengantar Antimikroba. Dalam: Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Gaya Baru, Jakarta. Halaman 571-578.

Siswandono. (2000). Kimia Medicinal. Surabaya: Airlangga University Press. Halaman 124.

Widodo, dan Widharto. (1993). Kumpulan Data Klinik Farmakologik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 40.

Zaman, N., dan Joenes., (1990), Ars Prescribendi Resep Yang Rasional, jilid 2, Surabaya, airlangga university Press, hal. 142-146.

19