pkl sella.docx

22
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan dilaksanakan dalam rangka memenuhi mata kuliah Praktik Kerja Lapangan. Dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan , penulis dapat menerapkan ilmu-ilmu yang telah penulis dapatkan selama menempuh kuliah di Jurusan Bahasa dan Sastra Asing , Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Ilmu-ilmu yang telah diterapkan selama Praktik Kerja Lapangan diantaranya ilmu yang terdapat dalam mata kuliah Communication Orale dan Civillisation Française. Penulis memilih tempat Praktik Kerja Lapangan di Himpunan Pramuwisata Indonesia Kabupaten Magelang yang bertempat di kawasan Candi borobudur yang ingin meneliti tentang bentuk-bentuk stupa yang ada di Candi Borobudur. 1.1.1 Tujuan dan Manfaat a. Tujuan Adapun tujuan pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan dunia pariwisata di Indonesia khususnya di kawasan candi Borobudur yang berlokasi di Desa 1

Upload: chella-claudya

Post on 26-Nov-2015

42 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang MasalahPraktik Kerja Lapangan dilaksanakan dalam rangka memenuhi mata kuliah Praktik Kerja Lapangan. Dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan , penulis dapat menerapkan ilmu-ilmu yang telah penulis dapatkan selama menempuh kuliah di Jurusan Bahasa dan Sastra Asing , Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Ilmu-ilmu yang telah diterapkan selama Praktik Kerja Lapangan diantaranya ilmu yang terdapat dalam mata kuliah Communication Orale dan Civillisation Franaise.Penulis memilih tempat Praktik Kerja Lapangan di Himpunan Pramuwisata Indonesia Kabupaten Magelang yang bertempat di kawasan Candi borobudur yang ingin meneliti tentang bentuk-bentuk stupa yang ada di Candi Borobudur.1.1.1 Tujuan dan Manfaata. TujuanAdapun tujuan pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan adalah:1. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan dunia pariwisata di Indonesia khususnya di kawasan candi Borobudur yang berlokasi di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah.2. Untuk mengetahui ilmu yang telah penulis peroleh di bangku kuliah.3. Untuk mengetahui jumlah wisatawan mancanegara, khususnya wisatawan prancis yang berkunjung ke Candi Borobudur.4. Untuk mendapatkan pengalaman kerja di dunia nyata.5. Untuk menambah wawasan penulis di bidang pariwisata, khususnya ilmu guiding (memandu).b. ManfaatManfaat yang diperoleh dari pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan adalah:1. Dapat mengetahui perkembangan dunia pariwisata di Indonesia khususnya di kawasan wisata Candi Borobudur.2. Dapat menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah.3. Dapat mengetahui jumlah wisatawan mancanegara khususnya wisatawan prancis yang berkunjung ke Candi Borobudur.4. Mendapatkan pengalaman kerja di dunia nyata.5. Dapat menambah wawasan penulis di bidang pariwisata, khususnya ilmu guiding (memandu).

1.2 Tempat dan Waktu PelaksanaanPraktik Kerja Lapangan ini dilaksanakan di himpunan Pramuwisata Indonesia yang bertempat di Taman Wisata Candi Borobudur yang berada di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah, dengan alamat KOPARI Catra gemilang Jl.Balaputra dewa no.5 Borobudur, Magelang. Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan ini pada tanggal 15 juli sampai dengan 28 juli 2013 dengan jumlah jam kerja 124 jam, yaitu diawali pada pukul 08.00 WIB dan berakhir pada pukul 12.00 WIB atau berawal pada pukul 12.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB.

1.3 Teknik Pengumpulan DataPengumpulan data untuk mengerjakan laporan Praktik Kerja Lapangan ini menggunakan teknik observasi dan studi pustaka. 1.3.1 Observasi Metode ini digunakan ketika penulis bermaksud untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan. Penulis melakukan observasi dengan cara mendatangi, melakukan wawancara dan pengamatan di candi Borobudur yang sekiranya dapat membantu penulis menemukan data-data mengenai bentuk-bentuk stupa yang ada di candi Borobudur dan dapat mempermudah penulis untuk menemukan data di lapangan.

1.3.2 Studi pustakaMetode ini penulis lakukan ketika penulis menemukan sumber data yang berupa buku dan catatan juga media internet sehingga metode ini sangat membantu karena penulis memperoleh bukti otentik yang menunjang penulis dalam membuat laporan Praktik Kerja Lapangan ini.

1.4 Sistematika Penulisan LaporanSebagai gambaran dalam memahami laporan ini, berikut penulis sajikan secara garis besar sistematika penulisan laporan :BAB I. Pendahuluan. Bab ini membahas mengenai Latar belakang masalah , Tujuan dan Manfaat, Tempat dan Waktu Pelaksanaan, dan Teknik Pengumpulan Data.BAB II. Sekilas tentang candi borobudur. Bab ini membahas mengenai sekilas tentang candi Borobudur yang isinya membahas tentang sejarah candi Borobudur.BAB III.Pembahasan masalah,Bab ini membahas tentang bentuk-bentuk stupa di Candi Borobudur.BAB IV. Penutup. Bab ini berisi kesimpulan dari keseluruhan pembahasan dan saran penulis.

BAB 2SEKILAS TENTANG CANDI BOROBUDUR

2.1 Sejarah Candi Borobudur Candi Borobudur adalah satu dari tujuh keajaiban dunia dikarenakan kemegahan dan misteri yang terselubung di dalamnya, dan tidak ada bandinganya di muka bumi ini.Menurut Poertjaraka, nama Borobudur berasal dari kata Biara dan Bidur kata Biara berasal dari vihara yang berarti kuil. Sedangkan kata Bidur berarti tempat yang menonjol diatas bukit, jadi Borobudur berarti kuilt atau Vihara pendeta yang terletak diatas bukit Sutanto (1998: 13).Sedangkan menurut Soedirman, Borobudur salah satu keajaiban dunia. Nama Borobudur berasal dari gabungan kata kata Boro dan Budur. Boro berasal dari kata sansekerta "Vihara" yang berarti komplek candi atau juga asrama (menurut stutterheim). Sedangkan Budur dalam bahasa bali "Beduhur" yang artinya diatas. Jadi nama Borobudur berarti asrama / bihara (kelompok candi yang terletak di atas bukit) Saridal (1994: 5).Penelitian yang mendalam tentang keagamaan yang terungkap dalam prasasti dan juga rekonstruksi tersebut maka De Casparis menyimpulkan bahwa Bhumi Sambhara Budhara tidak lain adalah Borobudur.Perubahan kata Bhumi Sambhara Budhara menjadi Borobudur dapat diterangkan sebagai akibat dari gejala umum dalam bahasa sehari hari untuk menyingkat serta menyederhanakan ucapan. Sampai sekarang banyak sarjana yang keberatan terhadap penafsiran De Casparis itu. Tetapi haruslah diakui bahwa sampai sekarang belum ada keterangan atau tafsiran yang tepat mengenai nama Borobudur Soekmono, (1981: 24)2.1.1 Lokasi Candi BorobudurCandi Borobudur terletak di kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang provinsi Jawa Tengah. Candi ini dari kota Magelang terletak di sebelah selatan kurang dari 15 km. Hampir seluruhnya dikelilingi pegunungan, gunung yang mengelilingi candi Borobudur antara lain ; Gunung Merbabu dan Gunung Merapi, barat laut Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro. Diantara keempat Gunung itu hanya gunung Merapi yang masih aktif sebagai Gunung berapi. Di sebelah utara terdapat gunung tidar yang terkenal dengan sebutan "Pakuning Tanah Jawa" sedangkan sebelah selatan terdapat gunung Menoreh Nampak seperti orang yang sedang tidur terlentang membujur dari timur ke barat, lekukan lekukan menggambarkan kepala lengkap dengan hidung, bibir, dagu, juga bagian perut sampai kaki. Cerita rakyat pun berkembang bahwa yang sedang terlentang itu adalah Gunadharma yaitu ahli bangunan yang telah berhasil menciptakan candi Borobudur dan menjaga sambil mengawasi ciptaanya.2.1.2 Waktu Pendirian Candi BorobudurCandi Borobudur adalah candi agama Budha, candi Borobudur didirikan pada tahun 824 M. pada masa pemerintahan Raja Samaratungga dari Dinasti Syailendra, kerajaan Mataram Hindu.Banyak sudah buku buku yang menuliskan tentang Candi Borobudur akan tetapi kapan Candi Borobudur didirikan tidaklah dapat diketahui dengan pasti. Namun demikian suatu perkiraan dapat diperoleh dengan tulisan tulisan singkat yang dipahatkan di huruf sejenis dengan yang didapatkan pada prasasti prasasti dari akhir abad ke-8 sampai awal abad ke-9. Dari bukti bukti tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Candi Borobudur dibuat atau didirikan sekitar tahun 800 M.Kesimpulan tersebut diatas ternyata sesuai benar dengan kerangka sejarah Indonesia pada umumnya dan juga sejarah yang berada di daerah Jawa Tengah pada khususnya. Periode antara abad ke-8 dan pertengahan abad ke-9 terkenal sebagai "abad emas Wangsa Syailendra" kejayaan ini ditandai dengan dibangunnya sejumlah besar candi candi yang menggambarkan adanya semangat membangun yang luar biasa. Candi candi yang berada di lereng lereng gunung kebanyakan berciri khas bangunan Hindhu, sedangkan yang bertebaran di dataran dataran adalah khas bangunan Budha, tetapi juga ada sebagaian khas hindu.

2.1.3 Penemuan Kembali Candi BorobudurBorobudur yang menjadi keajaiban dunia menjulang tinggi diantara dataran rendah di sekelilingnya. Tampak tidak masuk akal mereka yang melihat karya seni besar yang merupakan hasil karya sangat mengagumkan dan lebih tidak masuk akal lagi bila dikatakan, Borobudur pernah mengalami kehancuran, Borobudur terlupakan selama waktu yang cukup lama bahkan sampai berabad abad. Bangunan yang begitu megahnya dihadapkan pada proses kehancuran.Kira kira 150 tahun Candi Borobudur digunakan sebagai pusat ziarah waktu yang sangat singkat dibandingkan dengan usianya dihitung dari saat para pekerja membangun bukit Borobudur dengan batu batu dibawah pemerintah raja yang sangat terkenal yaitu Samaratungga, sekitar tahun 800-an. Demikian berakhirnya kerajaan Mataram tahun 930, pusat kehidupan dan kebudayaan Jawa bergeser ke Timur.Demikianlah karena terbengkalai tak terurus maka lama lama disana sini tumbuh berbagai macam tumbuhan liar yang lama kelamaan menjadi rimbun dan menutupi bangunan candi Borobudur. Baru pada tahun 1814 berkat kegiatan Sir Thomas Stamford Raffles, candi Borobudur muncul dari kegelapan masa silam. Rafles adalah letnan Gubernur jenderal Inggris, ketika Indonesia dikuasai Inggris pada tahun 1811 1816.Pada tahun 1835 seluruh bangunan Candi Borobudur telah dibebaskan dari apa yang menjadi penghalang pemandangan oleh residen kedua bernama Hartmann, karena begitu tertariknya terhadap bangunan Candi Borobudur sehingga ia mengusahakan pembersihan lebih lanjut, puing puing yang masih menutupi lorong lrong dan bagian bangunan lainnya dibuang sehingga Candi Borobudur kelihatan lebih baik dari sebelumnya.Tahun 1885 Izjerman mengadakan penyelidikan dan mendapatkan di belakang batur kaki candi ada lagi kaki candi yang lain yang dihiasi denganpahatan-pahatan relief. Relief tersebut menggambarkan teks Karmawibangga, yaitu teks Budhis yang melukiskan hal-hal yang baik dan buruk, masalah hukum sebab dan akibat bagi perbuatan manusia. Tahun 1890-1891 bagian relief itu dibuka seluruhnya kemudian dibuat foto dokumentasi lalu ditutup kembali. Sekarang, dokumentasi dari relief Karmawibangga dapat diihat di Museum Karmawibangga (Madhori: 9-10).2.1.4 Pemugaran I Candi BorobudurKeadaan Borobudur kian memburuk, berdasarkan laporan yang ditulis oleh dokter J. L. A Brandes tahun 1902, Theodorus Van Erp memutuskan memugar candi Borobudur pada tahun 1907. Pemugaran ini berlangsung selama empat tahun sampai tahun 1911.Kegiatan yang dilakukan oleh Theodorus Van Erp adalah memperbaiki drainase, saluran-saluran pada bukit diperbaiki dan pembuatan canggal untuk mengarahkan aliran air hujan. Pada tingkat Arupadhatu, lantai yang melesak diratakan dengan menutup bagian yang melesak dengan campuran air dan tras atau semen sehingga air hujan mengalir melalui drawajala atau gorgoyle. Batu-batu yang runtuh dikembalikan dan beberapa bagian yang miring dan berbahaya diberi penguat. Pada tingkat Arupadhatu tujuh puluh dua stupa terus dibongkar dan disusun kembali setelah dasarnya diratakan, demikian juga pada stupa induk Madhori (1997: 12).Tahun 1929 dibentuk panitia khusus untuk mengadakan penelitian terhadap batu dan relief Candi Borobudur. Penelitian ini menyimpulkan ada tiga macam kerusakan, yaitu : 1. Korosi, yang disebabkan oleh pengaruh iklim.2. Kerja mekanis, yang disebabkan oleh tangan manusia atau kekuatan lain yang berasal dari luar.3. Kekuatan tekanan, kerusakan tertekan atau tekanan batu-batunya berupa retak-retak atau pecah Madhori (1997: 12-13).2.1.5 Pemugaran II Candi BorobudurPemugaran kali ini dilakukan oleh UNESCO yang merubah bagian Rupadhatu, yaitu empat tingkat dari bawah yang berbentuk bujur sangkar. Tanggal 10 Agustus 1973, Presiden Soeharto meresmikan dimulainya pemugaran Candi Borobudur. Persiapan pemugaran memakan waktu selama dua tahun dan kegiatan fisiknya dimulai tahun 1975 dengan mengerahkan enam ratus pekerja serta batu sebanyak satu juta buah.Kegiatan ini memakan waktu sepuluh tahun. Pada tanggal 23 Februari 1983, pemugaran Candi Borobudur dinyatakan selesai dengan diresmikan oleh Presiden Soeharto ditandai dengan penandatanganan prasasti Madhori (1997: 13-14).

BAB 3BENTUK-BENTUK STUPA DI CANDI BOROBUDUR3.1 Asal-Usul StupaStupa adalah salah satu bentuk penanda bangunan suci beragama Buddha. Di berbagai negara yang terpengaruh oleh agama Buddha, seperti negara-negara di Asia Selatan, Cina, dan Jepang, stupa memiliki identitas dan bentuk beragam. Namun demikian, pada dasarnya bentuk stupa tetap mengacu pada latar belakang munculnya stupa yang berasal dari India Nonogaki (2002: 22).Pendapat para ahli mengenai stupa sangat beragam, tetapi intinya tetap sama, yaitu suatu tempat yang memiliki kaitan erat dengan Sang Buddha dan orang-orang suci yang beragama Buddha Safra dan Ilan (2000: 786). Selain dikatakan berbentuk seperti lonceng, stupa merupakan lambang dari agama Buddha yang berbentuk seperti mangkuk terbalik. Di atas bentuk mangkuk tersebut terdapat bagian yang berbentuk persegi empat atau segi delapan dan diiringi dengan bentuk tongkat sebagai bentuk puncaknya BKPB, (2010: 21).Walaupun demikian, pada dasarnya bentuk stupa tetap mengacu pada latar belakang munculnya stupa yang berasal dari India, yaitu stupa yang didasarkan oleh konsep ajaran agama Buddha Kumar (2003: 5). Stupa yang didasarkan dengan konsep ajaran agama Buddha memiliki bagian yang disebut dengan dasar stupa (prasadha), belahan bola (dagob) atau lonceng (gentha), dan puncak atau mahkota (yasthi) Moertjipto (1993: 32).

3.2 Gambaran Umum Mengenai Stupa di Candi BorobudurStupa yang tersebar di teras-teras Candi Borobudur berjumlah 1537 buah stupa dan mengelilingi Candi Borobudur dengan bentuk-bentuk tertentu Kempers Bernet (1976:43). Data berupa bentuk pada stupa di Candi Borobudur dapat diamati pada stupa-stupa yang berada di tingkatan teras ke-2 hingga ke-6 candi. Stupa yang berada pada tingkatan tersebut memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan stupa-stupa pada tingkatan teras ke-7 hingga ke-10 pada candi. Stupa tersebut memiliki alas bertingkat yang berbentuk bujur sangkar.Selain stupa pada tingkatan teras ke-2 hingga ke-6, pengamatan terhadap bentuk juga dilakukan pada stupa bercelah dengan bentuk celah belah ketupat pada tingkatan teras ke-7 hingga ke-8 candi, dan stupa bercelah dengan bentuk celah bujur sangkar pada tingkatan teras ke-9 candi. Data berikutnya ialah stupa induk yang berada pada puncak candi. Stupa induk tersebut berukuran paling besar di antara stupa-stupa lainnya pada Candi Borobudur. Data berupa bentuk pada objek stupa terbagi ke dalam empat bagian pengamatan, yaitu pengamatan terhadap bentuk pada bagian kaki (prasadha), bentuk pada bagian badan (anda), bentuk pada bagian leher (harmika) dan bentuk pada bagian puncak stupa (yasthi).3.3 Bentuk-Bentuk Stupa di Candi BorobudurDi Candi Borobudur dapat dijumpai sebanyak 1537 stupa. Secara umum, stupa-stupa di Candi Borobudur terdiri atas empat bagian, yaitu prasadha, anda, harmika, dan yasthi.3.3.1 PrasadhaPrasadha merupakan bagian dasar dari stupa Govinda (1976: 17). Prasadha biasanya merupakan bagian yang dapat dilihat di atas lapik atau alas stupa. Namun demikian, untuk stupa yang tidak memiliki lapik, prasadha dapat diamati dan dibedakan dengan bagian stupa lainnya dengan bentuknya yang menyerupai tingkatan-tingkatan dan sisinya yang memiliki bentuk-bentuk tertentu.Prasadha pada stupa-stupa di Candi Borobudur memiliki tingkatan yang tersusun atas ukiran dengan bentuk sisi yang berbeda-beda. Susunan dengan berbagai macam bentuk sisi yang tampak seperti tingkatan tersebut sesungguhnya merupakan suatu bentuk pelipit (perbingkaian). Pelipit atau perbingkaian tersebut adalah suatu bentuk ragam hias arsitektural yang biasanya digunakan pada bagian-bagian dari bangunan candi Munandar (2004: 181). Dalam hal ini, pelipit digunakan pula sebagai hiasan arsitektural stupa.

Bagian Prasadha (yang diarsir)3.3.2 AndaAnda merupakan bagian stupa yang berbentuk seperti setengah bulatan atau lonceng. Bentuk anda juga menyerupai kubah Govinda (1976: 17). Bagian anda pada stupa terletak di atas bagian prasadha stupa. Anda stupa-stupa di Candi Borobudur memiliki berbagai macam bentuk.Bentuk-bentuk anda yang digunakan pada stupa-stupa di Candi Borobudur terdiri atas dua macam bentuk, yaitu bentuk anda yang solid dan bentuk anda yang bercelah-celah. Anda yang berbentuk solid ialah anda yang berbentuk kubah penuh, sedangkan anda yang bercelah ialah anda berbentuk kubah yang disertai lubang-lubang pada sisi-sisinya. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar di bawah. Bentuk anda yang solidBentuk anda yang bercelah

3.3.3 HarmikaHarmika merupakan bagian stupa yang terletak di antara anda dan yasthi, atau terletak di atas anda. Bentuknya seperti kubus atau prisma (tergantung dari jumlah segi yang menyertainya). Hampir semua stupa di Candi Borobudur menggunakan satu bentuk harmika dalam bagiannya. Namun demikian, terdapat satu stupa yang menggunakan dua jenis harmika dalam bagiannya. Bentuk harmika3.3.4 YasthiYasthi merupakan puncak menara Govinda (1976: 17). Pada stupa, bagian yasthi terletak di atas bagian harmika. Di Candi Borobudur, stupa-stupa yang memiliki bentuk yasthi yang terbagi menjadi dua, yaitu yasthi dengan bentuk kerucut tanpa segi berujung tumpul dan yasthi berbentuk limas segi delapan dengan ujung yang tumpul. Untuk lebih jelasnya, dapat diamati pada gambar berikut.

Bentuk yasthi berkerucut tumpul (kiri) dan yasthi limas segi delapan (kanan) dengan ujung tumpul.

BAB 4PENUTUP

4.1 KesimpulanStupa-stupa di Candi Borobudur mempunyai beberapa bentuk fitur yang berbeda sesuai dengan kedudukannya pada teras candi, baik dilihat secara horizontal (dari sisi candi ke arah pusat/tengah) atau secara vertikal (dari bawah ke arah atas atau puncak). Secara horizontal, stupa terletak mulai dari sisi teras segi empat paling luar (dari teras tingkat 2 sampai teras tingkat 6, sebagai teras pagar langkan), kemudian di sekeliling teras lingkar (dari teras tingkat 7 sampai teras tingkat 9), dan di teras 10 atau teras puncak (pusat).Jumlah keseluruhan stupa sebanyak 1537 buah dengan sebaran letak dari teras paling bawah sampai ke puncak (teras 2 sampai teras 10) secara berurutan masing-masing sebesar 116, 416, 352, 316, 264, 32, 24, 16, dan 1 buah. Setiap stupa tersusun dari beberapa bagian, yaitu prasadha, anda, harmika, dan yasthi. Setiap stupa tersusun dari beberapa bagian, yaitu prasadha, anda, harmika, dan yasthi, dengan ukuran masing-masing dari yang kecil, sedang, dan besar. Bentuk masing-masing bagian ini bervariasi.

4.2 SaranSelain menyimpulkan isi dari laporan Praktik Kerja Lapangan ini, penulis juga memberikan saran kepada berbagai pihak. Pengelola dan petugas candi harus lebih sering memantau keadaan candi, karena banyak patung patung dalam stupa candi yang rusak. Untuk para wisatawan juga harus ikiut serta dalam pelestarian candi. Contohnya membuang sampah pada tempatnya agar lingkungan candi tetap bersih dan jangan mencoret-coret stupa yang ada di candi brobudur.Demikian laporan Praktik Kerja Lapangan ini dibuat, semoga bermanfaat bagi semua pihak.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Konservasi Peninggalan Borobudur. (2010). Kearsitekturan Candi Borobudur. Magelang: Balai Konservasi Peninggalan Borobudur.Govinda, Lama Anagarika. (1976). Psycho-cosmic Symbolism of the Buddhist Stupa. California: Dharma Press.Madhori. 1997. Candi Borobudur Sepanjang Masa: Hikmah Borobudur Moertjipto, Bambang Prasetyo. (1993). Borobudur, Pawon, dan Mendut. Yogyakarta: Kanisius.

Munandar, Agus Aris. (2004). Kesinambungan Unsur Arsitektur Candi Abad ke-815 M dalam Laku. Ed. Prapto Yuwono, Dkk. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya.

Nonogaki, Atsushi. (2002). Sanchi: Design of Stupa No. 1 As an Expression of Traditional Indian Architecture. Japan: Nagoya University Press.Safra, E. Jacob dan Ilan Yoshua. (1786). Britannica Concise Encyclopedia. USA: Britannica Encyclopedia.Saridal, dkk. 1994. Sejarah Indonesia Dan Dunia Jogjakarta : Kanisus. Sutanto. 1998. Candi Borobudur. Semarang : Hikmah Borobudur Wahyu, Muhammadi. 2997. Ilmu Pengetahuan Sosial. Klaten : Intan Pariwara.

8