laporan patologi klinik (urinalisis)

20
URINALISIS I. PENDAHULUAN Sampel urin mudah dievaluasi untuk melihat adanya sel darah merah, protein, glukosa, dan leukosit yang dalam keadaan normal tidak di temukan atau sedikit jumlahnya dalam urin. Silinder urin, yang muncul apabila terdapat protein dalam jumlah besar di urin, juga dapat diamati pada beberapa keadaan penyakit atau cedera ginjal. Osmolalitas (berat jenis spesifik) urin dapat di ukur dan harus berada diantara 1.015 dan 1.025. Dehidrasi menyebabkan peningkatan osmolalitas urin karena lebih banyak air yang direabsorbsi kembali masuk kapiler peritubulus. Hidrasi berlebihan menyebabkan penurunan osmolalitas urin. 1 Pada sauatu diit campuran normal, biasanya urin bersifat asam, umunya bervariasi dalam pH kira-kira antara 5,5 dan 8.0. diit sayuran menyebabkan kecenderungan alkalosis, sehingga menghasilkan urina

Upload: dede-novhy

Post on 01-Jul-2015

1.580 views

Category:

Documents


95 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PATOLOGI KLINIK (urinalisis)

URINALISIS

I. PENDAHULUAN

Sampel urin mudah dievaluasi untuk melihat adanya sel darah merah,

protein, glukosa, dan leukosit yang dalam keadaan normal tidak di temukan atau

sedikit jumlahnya dalam urin.

Silinder urin, yang muncul apabila terdapat protein dalam jumlah besar di

urin, juga dapat diamati pada beberapa keadaan penyakit atau cedera ginjal.

Osmolalitas (berat jenis spesifik) urin dapat di ukur dan harus berada diantara

1.015 dan 1.025. Dehidrasi menyebabkan peningkatan osmolalitas urin karena

lebih banyak air yang direabsorbsi kembali masuk kapiler peritubulus. Hidrasi

berlebihan menyebabkan penurunan osmolalitas urin. 1

Pada sauatu diit campuran normal, biasanya urin bersifat asam, umunya

bervariasi dalam pH kira-kira antara 5,5 dan 8.0. diit sayuran menyebabkan

kecenderungan alkalosis, sehingga menghasilkan urina alkalis. pH urin pada

penyakit mencerminkan keadaan asam-basa plasma, dan fungsi tubulus-tubulus

ginjal. Ini mungkin juga berubah banyak oleh infeksi bakteri pada traktus

urinarius, atau secara sengaja dengan obat-obat pembentuk asam atau alkali. 2

Penampilan, jika ada konstituen-konstituen abnormal yang tidak berwarna

maka makin tinggi konsentrasi urin makin pekat warnanya. Kecepatan ekresi

pigmen urin normal (urokrom) adalah tetap, dan urin yang pekat mempunyai berat

jenis rendah, urin berwarna timbul pada penyakit-penyakit tertentu atau gangguan

metabolisme, dan setelah pemakaian banyak obat-obatan.1

Page 2: LAPORAN PATOLOGI KLINIK (urinalisis)

II. METODE

1. TES MAKROSKOPIS

a) Warna dan kejernihan

1.1 PRA ANALITIK

Persiapan pasien : tidak dilakukan persiapan khusus

Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus,

Prinsip tes : setiap kelainan memberi warna dan kejernihan yang

berbeda

Alat dan bahan : - Tabung yang jernih

- Gelas takar

- Carik indikator pH

1.2 ANALITIK

Cara kerja

1. Tuangkan sampel urin kedalam tabung

2. Perhatikan warnanya, catat apakah warnanya normal atau anormal

3. Perhatikan jernih keruhnya urin tersebut

4. Celupkan 1 carik indicator strip, baca berapa pH, leukosit, nitrat,

urobilinogen, protein, darah, specifik gravity, ketone, bilirubin dan

glukosa urin

Nilai Rujukan

1. Kejernihan dan warna

Normal jernih atau sedikit keruh dan berwarna kuning

2. Derajat keasaman atau pH : 4,5 – 8,0

Penetapan pH urin dilakukan memakai indicator strip

Page 3: LAPORAN PATOLOGI KLINIK (urinalisis)

1.3 PACSA ANALITIK

Interpretasi

1) Warna transudat biasanya kekuning-kuningan dan jernih seperti pada gagal

jantung kongestif

2) Warna eksudatif dapat berbeda-beda seperti :

Warna kuning : mengandung bilirubin

Warna merah tua atau coklat : mengandung darah yang bisa disebabkan oleh

pecahnya pembuluh darah (seperti pecahnya aneurisma aorta), yang

kemudian mengalirkan darah kerongga pleura atau ada gangguan

pembekuan darah

Warna putih kuning dan keruh : mengandung nanah atau pus yang bisa

terjadi jika pneumia atau abses paru menyebar kerongga pleura

Putih seperti susu atau keruh : chylus akibat terjadinya cedera saluran getah

bening utama di dada (duktus thoraci, atau oleh penyumbatan saluran

karena adanya tumor

Warna kehijauan : pyocaneus

III. HASIL

1. Kejernihan dan warna

Jernih dan warna kuning muda

2. Leukosit : 15

Nitrat : Negative (-)

Urobilinogen : 16

Protein : Negative (-)

pH : 6

darah : Negative (-)

Specifik gravity : 1,025

Ketone : Negative (-)

Bilirubin : Negative (-)

Glukosa : Tidak ada

Page 4: LAPORAN PATOLOGI KLINIK (urinalisis)

IV. KESIMPULAN

Page 5: LAPORAN PATOLOGI KLINIK (urinalisis)

2. TES MIKROSKOPI

1.1 PRA ANALITIK

Persiapan pasien : pada umumnya tidak memerlukan persiapan

Khusus

Persiapan sampel : sampel urin harus terhindar dari kontaminasi.

Wadah penampung hendaknya bersih dan kering

Alat dan bahan :

1. tabung sentrifus

2. alat sentrifus

3. corong

4. kaca obyek + kaca penutup (dekglas)

5. pipet tetes/ pipet pasteur

6. mikroskop

1.2 PRA ANALITIK

CARA KERJA

1. Masukkan 10-15 ml urin kedalam tabung sentrifus, lalu urin tersebut

disentrifus selama 5 menit pada 1500-2000 rpm

2. Buang cairan dibagian atas tabung lapisan (lapisan supernatant),

sisakan endapan urin kira-kira 1 ml

3. Sentakkan dinding tabung dengan jari untuk mencampurkan sisa urin

dengan endapan (sedimen)

4. Ambil suspensi endapan dengan pipet tetes, tempatkan 1 tetes di atas

kaca obyek kemudian tutup dengan kaca penutup

5. Periksa sedimen di bawah mikroskop dengan :

Lensa objektif 40 x (lapangan pandang besar: LPB)

NILAI RUJUKAN

- Eritrosit : <5/LPB

- Leukosit : < 5 LPB

- Epitel : normal : epitel gepeng

Page 6: LAPORAN PATOLOGI KLINIK (urinalisis)

- Torak : negatif / hialin

- Kristal : negatif

- Mikroorganisme : bakteri : < 2/ LPB

II. HASIL PERCOBAAN

Page 7: LAPORAN PATOLOGI KLINIK (urinalisis)

TES KIMIA URIN

I. PENDAHULUAN

Adanya protein terutama berasal dari protein-protein plasma. Rasio

albumin-globulin dari protein urina normal, yang relatif mengandung lebih

banyak globulin dengan berat molekul rendah dari pada dalam plasma.

Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang

diserap oleh tubulus ginjal dan diekskresikan ke dalam urin. Dengan

menggunakan spesimen urin acak (random) atau urin sewaktu, protein dalam urin

dapat dideteksi menggunakan strip reagen (dipstick). Normal ekskresi protein

biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl urin. Lebih dari 10 mg/dl

didefinisikan sebagai proteinuria.2

Tes-tes proteinuria lebih mudah mengetas urin terhadap protein yang larut

jika bening, dan kekeruhan urin biasanya dapat dihilangkan dengan menyaring

atau pemusingan. Tes-tes kalsik terhadap protein urin tergantung pada denaturasi

dan presipitasi protein. Ini biasanya dapat dilakukan dengan mendidihkan urin

setelah pengasaman, atau dengan menambahkan kedalam urin suatu asam organik

dengan berta molekul yang tinggi, paling sering digunakan asam sulfosalisilat

25%.

Penyebab proteinuria

Secara anatomi, proteinuria diklasifikasikan sebagai pre-renaldan pasca renal.

Pre renal

Ini disebabkan oleh suatu penyakit umum yang mempengaruhi ginjal, dan

merupakan indikasi kerusakan ginjal (karena pengukuran permeabilitas

glomerulus) seperti pada keadaan-keadaan hipertensi esensial dan lamsia.

Renal

Penyakit ginjal primer hampir selalu berhubungan dengan proteinuria. Dan

proteinuria yang kontinue harus dianggap disebabkan oleh kerusakan ginjal

sampai terbukti tidak benar. Proteinuria merupakan tanda dari kerusakan ginjal

dini oleh obat-obatan nefrotoksik. Taua pada penyakit diabetes melitus yang

paling sering.

Page 8: LAPORAN PATOLOGI KLINIK (urinalisis)

Pasca renal

Proteinuria yang berasal dari pasca renal selalu berhubungan dengan sel-sel

dan minimal. Ia ditemukan pada infeksi berat traktus urinarius bagian bawah

dan disertai dengan hematuria bila pelvis ginjal atau ureter dirangsang oleh

batu atau bila ada penyakit keganasan setempat.1

1. TES PROTEIN URIN

1.1 PRA ANALITIK

Persiapan pasien : pada umumnya tidak memerlukan persiapan

khusus

Persiapan sampel : sampel (urin) harus terhinda dari kontaminasi,

wadah penampung hendaknya bersih dan kering

Prinsip tes : urin direaksikan dengan asam sulfosaliisilat atau

asam asetat, kadar protein urin berdasarkan

kekeruhan yang terjadi.

Alat dan bahan :

tabung reaksi + rak

asam sulfosalisil 20%

asam asetat 10%

pembakar (bunsen / spiritus)

1.2 ANALITIK

CARA KERJA

a) Reaksi dengan Asam sulfosalisil 20%

1. siapkan 2 tabung reaksi, tandai dengan nomor 1 dan 2. Tabung

nomor 2 di pakai sebagi pembanding

2. tuangkan kemasing-masing tabung 2 mL urin

3. tambahkan ke tabung no 1 : 2 mL asam sulfosalisil 20%, kocok isi

tabung.

4. Perhatikan ada tidaknya kekeruhan pada tabung no 1, bandingkan

dengan tabung no. 2

Page 9: LAPORAN PATOLOGI KLINIK (urinalisis)

b) Reaksi dengan Asam Asetat 10% dan pemanasan

CARA KERJA

1. tuang urin jernih kedalam tabung reaksi sampai kira-kira 2/3 penuh

2. panaskan bagian ata tabung selama lebih kurang 2 menit dan

timbulnya kekeruhan. Bagian bawah tabung digunakan sebagai

pembanding (kontrol). Kekeruhan yang timbul dapa disebabkan

oleh protein, fosfat atau karbonat.

3. Tambahkan 3-5 tetes asam asetat 10% untuk melarutkan fosfat dan

karbonat

4. Panaskan lagi bagian atas tabung, kekeruhan yang timbul adala

presipitasi protein

5. Penilaian dilakukan seperti pada percobaan dengan sulfosalisil

20%

1.3 PASCA ANALITIK

Interpretasi

NEG : tidak ada kekeruhan

± : kekeruhan sangat halus, terlihat bila diberikan latar

belakang hitam (protein < 0,01 gr%)

1+ : ada kekeruhan tetapi tidak tampak berbutir-butir

(protein0,01-0,05 gr%)

2+ : ada kekeruhan dan tampak berbutir-butir

(protein 0,05-0,2 gr%)

3+ : amat keruh dengan gumpalan berkeping-keping

(protein 0,2-0,5 gr%)

4+ : kekeruhan tebal dan bergumpal-gumpal

(protein > 0,5 gr%)

Page 10: LAPORAN PATOLOGI KLINIK (urinalisis)

III. HASIL PERCOBAAN

Page 11: LAPORAN PATOLOGI KLINIK (urinalisis)

1. PENDAHULUAN

pada keadaan norma, tidak lebih dari 1 gramglukosa diekskresikan dalam

24 jam. Bila kadar glukosa dalam urin tinggi disebut glukosuria.

Pada keadaan fisiologik, glukosuria dapat terjadi setelah makan banyak

karbohidrat (alimentary glukosuria). Sedangkan, pada keadaan patologik

glukosuria dapat disebabkan oleh:

- ambang ginjal untuk glukosa menurun. Pada keadaan ini, gula darah dalam

batas-batas normal. Hal ini terjadi pada beberapa kelainan ginjal dan

disebut renal diabetes

- gangguan metabolisme karbohidrat. Ini menyebabkan kadar glukosa darah

meningkat sehingga ambang ginjal dilampaui dan glukosa dikeluarkan

kedalam urin. Misalnya, terdapat penyakit diabetes melitus, hipotuitarisme

dan hiperadreanilsme.

4. TES GLUKOSA URIN

1.1 PRA ANALITIK

Persiapan pasien : pada umumnya tidak memerlukan persiapan

Khusus

Persiapan sampel : sampel urin harus terhindar dari kontaminasi.

Prinsip tes : urin direaksikan dengan larutan benedict,

Kadar glukosa urin berdasarkan perubahan

warna urin

Alat dan bahan :

1. Tabung reaksi + rak

2. Larutan Benedict kualitatif

3. Pembakar bunsen

Page 12: LAPORAN PATOLOGI KLINIK (urinalisis)

1.2 ANALITIK

CARA KERJA

1. Tuangkan 5 ml larutan benedict ke dalam tabung reaksi

2. Tambahkan sampel urin sebanyak 5-8 tetes

3. Didihkan diatas nyala api bunsen selama 2 menit

4. Perhatikan adanya perubahan warna setelah isi tabung dikocok

1.3 PASCA ANALITIK

Interpretasi :

Negatif, cairan tetap biru , jernih, bisa agak hijau atau sedikit keruh

1+ : hijau kekuningan (glukosa 0,5-1,0 gr%)

2+ : kuning kehijauan (glukosa 1,0-1,5 gr%)

3+ : kuning (glukosa 1,5-2,5 gr%)

4+ : jingga/merah (glukosa 2,5-4,0 gr%)

III. HASIL PERCOBAAN

DAFTAR PUSTAKA

Page 13: LAPORAN PATOLOGI KLINIK (urinalisis)

1. Elizabeth J. Corwin, Patofisiologi, penerbit buku kedokteran EGC.

2. Baron D.N, kapita selekta patologi klinik, 4thed, penerbit buku kedokterran

EGC.1990

TUGAS INDIVIDU

LAPORAN PRAKTIKUM

Page 14: LAPORAN PATOLOGI KLINIK (urinalisis)

PATOLOGI KLINIK

“ URINALISIS ”

DI SUSUN OLEH

Nama : Novitasari

No. Stambuk : 10 777 019

Kelompok : I (satu)

Pembimbing : dr. Ahmad Syaifulah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS ALKHAIRAAT

PALU

2011

Page 15: LAPORAN PATOLOGI KLINIK (urinalisis)