laporan mipang nata de coco

20
PEMBUATAN NATA DE COCO DENGAN VARIASI GULA (GULA PASIR, GULA AREN dan GULA SIWALAN) LAPORAN PRAKTIKUM Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Mikrobiologi Pangan yang diampu oleh Prof. Dr. Dra. Utami Sri Hastuti, M.Pd dan Agung Witjoro, S.Pd, M.Kes Oleh Kelompok 1 Amanda Sofi Rahmania 100342404661 Nur Azizah 100342400923 M. Ali Sukron 100342400942 Novitasari Anggraini 109341417208 Hidayatus Sholikhah 209341419822 Erma Yunita 100342404638

Upload: amanda-sofi-rachmania

Post on 31-Oct-2015

376 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Mipang Nata de Coco

PEMBUATAN NATA DE COCO DENGAN VARIASI GULA (GULA PASIR, GULA AREN dan GULA SIWALAN)

LAPORAN PRAKTIKUMDisusun untuk memenuhi tugas matakuliah Mikrobiologi Pangan

yang diampu oleh Prof. Dr. Dra. Utami Sri Hastuti, M.Pd dan Agung Witjoro, S.Pd, M.Kes

OlehKelompok 1

Amanda Sofi Rahmania 100342404661Nur Azizah 100342400923M. Ali Sukron 100342400942Novitasari Anggraini 109341417208Hidayatus Sholikhah 209341419822Erma Yunita 100342404638

UNIVERSITAS NEGERI MALANGFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI BIOLOGIAPRIL 2013

Page 2: Laporan Mipang Nata de Coco

A. TOPIK

Pembuatan Nata de Coco dengan Variasi Sumber Glukosa (Gula

Pasir, Gula Aren, dan Gula Siwalan)

B. HARI/ TANGGAL

Percobaan ini dilakukan di Laboratorium mikrobiologi Universitas

negeri Malang gedung biologi ruang 305. Pada hari jum’at, 22 maret 2013.

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan variasi jenis gula terhadap

ketebalan lapisan nata.

2. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan variasi jenis gula terhadap

Berat lapisan nata

3. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan variasi jenis gula terhadap

Kadar serat lapisan nata

D. DASAR TEORI

Nata de coco pertama kali berasal dari Filipina. Di Indonesia, nata

de coco mulai dicoba pada tahun 1973 dan mulai diperkenalkan pada

tahun 1975. Namun demikian, nata de coco mulai dikenal luas di

pasaran pada tahun 1981. Kata nata berasal dari bahasa Spanyol yang

berarti krim. Nata diterjemahkan ke dalam bahasa Latin sebagai 'natare'

yang berarti terapung-apung (Sutarminingsih, 2004).

Nata de coco sering disebut sari air kelapa atau sari kelapa karena

umumnya terbuat dari air kelapa (Sutarminingsih, 2004). Nata de coco

merupakan salah satu produk olahan air kelapa yang memiliki kandungan

serat tinggi dan kandungan kalori rendah sehingga cocok untuk makanan

diet dan baik untuk sistem pencernaan serta tidak mengandung

kolesterol sehingga mulai poluler di kalangan masyarakat yang

memiliki perhatian pada kesehatan (Sutarminingsih, 2004).

Nata dari air kelapa yang kemudian terkenal dengan nama nata de

coco merupakan hasil fermentasi air kelapa dengan bantuan mikroba

Page 3: Laporan Mipang Nata de Coco

Acetobacter xylinum. Jika ditumbuhkan dalam medium yang

mengandung gula, bakteri tersebut dapat mengubah 19% gula menjadi

selulosa. Selulosa ini berupa benang-benang yang bersama-sama

dengan polisakarida berlendir membentuk suatu massa dan dapat

mencapai ketebalan beberapa sentimeter. Aktivitas Acetobacter xylinum

sangat dipengaruhi oleh gula yang tersedia dalam substrat saat proses

pembuatan nata (Sutarminingsih, 2004).

Surtiningsih (1998) dalam Yusmarini (2004) menyatakan bahwa

pemberian sukrosa yang optimum untuk pembentukan nata de coco adalah

10-20%. Ramona (1998) dalam Yusmarini (2004) menyatakan bahwa

penambahan gula yang lebih tinggi dari 7,5% cenderung menyebabkan

penurunan berat basah nata. Gula yang ditambahkan pada konsentrasi

tertentu akan digunakan untuk kegiatan metabolisme A. xylinum dan

sisanya akan dibentuk menjadi lapisan nata. Gula yang biasa digunakan

sebagai sumber energi dalam pembuatan nata de coco secara komersial

adalah sukrosa. Namun dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa

glukosa dan laktosa dapat dijadikan sebagai sumber energi bagi A.

xylinum. Hasil penelitian Yusmarini (2004), yang mengkaji pengaruh jenis

gula terhadap hasil nata de coco menyimpulkan bahwa jenis gula yang

ditambahkan ke dalam substrat nata de coco akan memberikan pengaruh

yang sigifikan terhadap berat, tebal, dan jumlah serat yang dihasilkan.

Berbagai jenis gula dapat digunakan dalam pembuatan nata.

Beberapa diantaranya adalah gula pasir, gula Jawa atau gula merah, dan

gula siwalan. Ketiga jenis gula tersebut memiliki kadar gula yang berbeda

tiap 100 cc larutan. Gula pasir memiliki kandungan gula yang paling besar

dengan total sebesar 37,8 gr. Gula Jawa memiliki kandungan gula sebesar

26,01 gr tiap 100 cc. Sementara gula siwalan hanya mengandung 11,89 gr

gula tiap 100 cc larutan (Mustikaningrum, 2012).

E. Alat

1. Panci

2. Saringan

Page 4: Laporan Mipang Nata de Coco

3. Gelas ukur

4. Kompor

5. Botol selai

6. Sendok

7. Kertas sampul coklat

8. Mortar dan Pistile

9. Karet gelang

10. Kain kassa

11. Beaker glass

F. Bahan

1. Air kelapa

2. Gula pasir

3. Kecambah kacang hijau

4. Yeast atau ragi roti

5. Asam cuka keras

6. Starter nata

7. Air

8. Nenas

G. Cara Kerja

Penyiapan larutan Induk

Langkah kerja:

Saringlah 1000 ml air kelapa, kemudian tambahkan: 100 g gula pasir,

0,25 g ragi roti, dan ekstrak kecambah kacang hijau (100 g kecambah direbus

bersama 250 ml air, lalu disaring)

Page 5: Laporan Mipang Nata de Coco

Didihkan larutan tersebut selama 15 menit, matikan api kompor, kemudian

tambahkan 25 ml asam cuka keras.

Masukkan dalam botol selai yang telah diseterilkan, lalu tutup dengan kertas

bersih dan biarkan sampai dingin.

Tambahkan starter nata de coco dengan pebandingan antara starter nata de coco :

larutan air kelapa = 1 : 5.

Simpanlah larutan dalam tempat gelap dan tidak terguncang selama 4-5 hari.

Apabila telah terbentuk selaput tipis berwarna putih pada permukaan larutan,

berarti larutan induk telah siap digunakan .

Larutan induk, dapat pula dibuat dengan cara lain, yaitu sebagai berikut :

a. Kupaslah 2 buah nenas masak, kemudian parut sampai halus

b. Masukkan dalam botol bermult lebar (misalnya botol selai) yang bersih

c. Tambahkan 2 sendok gula pasir dan aduklah, kemudian tutuplah mulut botol

dengan kain kasa rangkap

Page 6: Laporan Mipang Nata de Coco

d. Tunggulah sampai 3-5 hari sampai terbentuk lapisan tipis berwarna putih pada

permukaan larutan nenas tersebut.

e. Lakukan seperti no.1-6, langkah 4 diubah dengan menggunakan ciran parutan

nenas sebagai pengganti biakan bakteri Acetobacter xylinum.

Pembuatan Nata de Coco

1. Saringlah 1000 ml air kelapa lalu perlakukan seperti no. E1- E3.

2. Setelah larutan menjadi dingin tambahkan larutan induk dengan perbandingan

larutan induk : larutan air kelapa = 1 : 5.

3. Simpanlah di tempat gelap selama 15 hari. Usahakan agar larutan tidak

terguncang selama masa penyimpanan ini.

4. Bila lapisan berwana putih pada permukaan larutan telah terbentuk, maka

lapisan nata dapat dapat diolah lebih lanjut

5. Sebelum lapisan Nata diolah, terlebih dahulu ukurlah tebal nata dan timbanglah

lapisan nata yang terbentuk , periksalah kekenyalannya, dan kadar seratnya

6. Bandingkanlah tebal, berat, kekenyalan dan kadar serat lapisan nata yang

terbuat dari air kelapa dengan berbagai variasi gula.

H. Data Pengamatan

Page 7: Laporan Mipang Nata de Coco

Pembuatan nata dari berbagai gula

Tabel 1. Data ketebalan dan berat Nata dengan variasi gula

No

.Jenis Gula Ulangan Tebal (cm) Berat (g)

1Gula Pasir

(Kel. 1)

1 2,7 78,4

2 2,25 65,9

3 2,25 72,7

Rata2 2,4 72,33

2Gula Aren

(Kel. 4)

1 1,9 66,6

2 2,06 60,3

3 1,66 62,6

Rata2 1,87 63,17

3Gula Siwalan

(Kel. 5)

1 2,4 72,3

2 1,9 61,6

3 2,4 73,7

Rata2 2,23 69,2

Tabel 2. Data Kadar Serat Nata dengan Variasi Gula

No. Jenis Gula Ulangan Serat (%) Rata-rata (%)

1Gula Pasir

(Kel. 1)

1 6,3876,374

2 6,362

2Gula Aren

(Kel. 3)

1 6,9696,963

2 6,958

3Gula Siwalan

(Kel. 5)

1 4,4234,533

2 4,643

I. Analisis Data

Praktikum pembuatan nata kali ini menggunakan berbagai jenis gula, yang

terdiri dari gula pasir, gula aren, dan gula siwalan. Air kelapa yang dicampur

dengan masing-masing gula, yeast, air rebusan kecambah, dan asam asetat

ditambah dengan starter nata, dimasukkan ke dalam 6 botol selai dan disimpan

selama 2 minggu. Setelah 2 minggu penyimpanan akan terbentuk lapisan nata di

Page 8: Laporan Mipang Nata de Coco

permukaan atas larutan. Data yang diambil meliputi tebal, berat, dan kadar serat

dalam nata. Data hasil pengamatan nata dari gula setelah 2 minggu masa

penyimpanan diambil sebanyak 3 ulangan untuk perhitungan ketebalan dan berat

nata, sedangkan untuk data serat hanya diambil 2 ulangan.

Warna dari air rebusan kelapa yang telah diberi starter pada masing-

masing gula menunjukkan warna yang berbeda, begitu pula dengan warna lapisan

nata yang dibentuk. Warna lapisan nata yang dibentuk pada nata dengan variasi

gula pasir berwarna putih, sedangkan warna nata dan larutannya pada gula aren

dan gula siwalan berwarna coklat tua.

Ketebalan nata dari masing-masing variasi gula diukur menggunakan

penggaris dengan satuan cm, dari 3 ulangan dibuat rata-rata dari masing-masing

nata gula. Nata gula pasir memiliki tebal rata-rata 2,4 cm dari ketiga ulangan, gula

aren setinggi 1,87 cm, dan gula siwalan sebesar 2,23 cm. Dari data ketebalan nata

di atas sementara dapat disimpulkan bahwa nata gula pasir memiliki ketebalan

nata tertinggi, sedangkan nata gula aren memiliki tingkat ketebalan terendah dari

nata gula lainnya. Pengukuran berat pada nata diambil dengan menggunakan

timbangan dengan 3 ulangan penimbangan nata. Pada pengukuran berat nata,

diperoleh rata-rata berat nata tertinggi pada nata gula pasir sebesar 72,33 g,

disusul oleh berat nata gula siwalan sebesar 69,2 g, dan berat terendah yaitu nata

dari gula aren sebesar 63,17 g.

Data terakhir yang diambil yaitu data kadar serat pada masing-masing

nata. Kadar serat pada nata berbeda-beda tiap masing-masing gula tergantung dari

keberhasilan bakteri dalam mensintesis glukosa pada masing-masing jenis gula

menjadi selulosa. Glukosa yang terkandung pada gula pasir, gula aren, dan gula

siwalan berbeda-beda tergantung pada jenis gulanya. Hasil perhitungan kadar

serat tertinggi diperoleh pada nata gula aren dengan kadar serat sebesar 6,963%,

kadar serat tertinggi kedua diperoeh pada nata gula pasir sebesar 6,374%, dan nata

dengan kadar serat terendah yaitu nata gula siwalan sebesar 4,533%. Hasil dari

perhitungan kadar serat berbeda dengan data pada ketebalan dan berat nata, jika

nata gula pasir memiliki nilai tertinggi dalam pengukuran tebal dan berat, nata

gula aren memiliki nilai tertinggi dalam perhitungan kadar serat dalam nata.

Page 9: Laporan Mipang Nata de Coco

J. PEMBAHASAN

Nata berasal dari bahasa Spanyol yaitu nadar yang artinya berenang, istilah

tersebut juga berasal dari bahasa latin yaitu natere yang artinya terapung (Collade:

1986). Nata yaitu selulosa bakterial yang mengandung lebih kurang 98%

konsistensinya kokoh dan teksturnya agak kenyal. Nata dapat dibuat dari bahan-

bahan seperti : sari kelapa, air kelapa, sari nanas dan sari buah lainnya.

Starter nata merupakan mikroorganisme yang diinokulasi ke dalam

medium fermentasi pada saat fase pertumbuahan eksponensial. Starter yang baik

memenuhi kriteria sebagai sehat dan aktif, dapat digunakan dalam jumlah rendah

dibandingkan dengan jumlah medium fermentasi, bebas kontaminasi, dan dapat

membatasi kemampuannya untuk memproduksi produk akhir. Starter yang

digunakan pada pembuatan nata de coco biasanya berasal dari kultur cair yang

disimpan selama tiga sampai empat hari sejak inokulum (Collado, 1986). Mikroba

yang aktif dalam pembuatan nata adalah bakteri pembentuk asam asetat yang

tergolong dalam Genus Acetobacter yaitu Acetobacter xylinum.

Nata yang dibuat dari air kelapa dinamakan nata de coco, Sedangkan nata

de pina merupakan medium yang digunakan untuk membuat kultur murni baketri

Axetobacter xylinum. Nata diartikan sebagai bacterial celulose atau selulosa

sintesis, hasil sintesa dari gula oleh bakteri pembentuk nata, yaitu Acetobacter

xylinum. Bakteri ini adalah bakteri asam asetat, bersifat aerobik, gram negatif dan

berbentuk batang pendek. Dalam medium cair A. xylinum membentuk suatu

lapisan (massa) yang dapat mencapai ketebalan beberapa senti meter. Bakteri itu

sendiri terperangkap dalam massa fiber yang dibuatnya. Untuk dapat

menghasilkan massa yang kokoh, kenyal, tebal, putih, dan tembus pandang, perlu

diperhatikan suhu inkubasi (peraman), komposisi, dan pH (keasaman media).

Dalam pembuatan nata de coco, air kelapa sebagai bahan dasar utama

memegang peranan penting dan menentukan tingkat keberhasilan produksi nata de

coco. Air kelapa yang selama ini hanya sebagai limbah di berbagai pasar

tradisional, secara alami mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh bakteri

pembentuk nata de coco (Nurdin Elyas,2006).

Page 10: Laporan Mipang Nata de Coco

Bakteri pembentuk nata Acetobacter xylinum dapat tumbuh dan

berkembang membentuk nata karena adanya kandungan air, protein, lemak,

karbohidrat serta abu dan beberapa mineral pada substrat sebagai nutrisinya, tidak

semua nutrisi yang ada pada substrat dapat terpenuhi, oleh karena itu ada

tambahan nutrisi yang diberikan berupa sukrosa (karbon) dan urea atau ZA

(nitrogen). Perbedaan kadar gula pada media fermentasi nata sangat berpengaruh

terhadap pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum dalam menghasilkan selulosa

ekstraseluler (Adrial, 2003). Menurut Lapuz et al. (1967) cit Hariastuti et al.

(2002), penambahan sumber nitrogen anorganik atau organik akan meningkatkan

aktivitas Acetobacter xylinum dalam memproduksi nata. Hasil nata de coco yang

terbaik, yaitu yang lebih tebal dan kukuh, diperoleh dari sukrosa sebagai sumber

karbon.

Mikroba pembentuk nata memerlukan sumber nutrisi C, H, dan N serta

mineral dan dilakukan dalam proses yang terkontrol. Air kelapa mengandung

sebagian sumber nutrisi yang dibutuhkan sehingga kekurangan nutrisi yang

diperlukan harus ditambahkan. Sebagai sumber gula dapat ditambahkan sukrosa,

glukosa, fruktosa, dan tetes molases. Sebagai sumber nitrogen dapat ditambahkan

urea atau ammonium sulfat serta ekstrak yeast (khamir). (Della Edria,dkk. 2001)

Media yang diperlukan untuk pembentukan Nata antara lain: gula yang

digunakan sebagai sumber karbon yang berperan penting pada pertumbuhan

mikroba. Menurut Suratiningsih (1994), bahwa bakteri Acetobacter mampu

mensintesis Nata dari glukosa, maltosa, maupun gliserol. Macam dan kadar gula

yang ditambahkan akan mempengaruhi ketebalan dan sifat Nata yang terbentuk.

Sukrosa sering digunakan sebagai sumber karbon menghasilkan Nata yang tebal

dan keras. Kadar sukrosa 5-10% pada media fermentasi akan menghasilkan Nata

yang tebal dan keras.

Pada percobaan pembuatan nata de co co dengan variasi gula, kadar serat

tertinggi diperoleh pada nata gula aren dengan kadar serat sebesar 6,963%. Gula

aren memiliki keunggulan dan sifat khas yang tidak dimiliki oleh gula lain ( gula

tebu dan siwalan). Hal tersebut karena kandungan sukrosa 84 %, protein 2,28 %,

kalsium 1,35 % dan fosfor 1, 37%. (Kardiono, 2001).

Page 11: Laporan Mipang Nata de Coco

`

Sumber: BPTP BANTEN

Kandungan gula yang terdapat dalam medium pertumbuhan turut

menentukan tingkat ketebalan nata de coco. Pada percobaan ini dikeahui Nata

gula pasir memiliki tebal rata-rata 2,4 cm, gula aren setinggi 1,87 cm, dan gula

siwalan sebesar 2,23 cm. Dari data ketebalan nata di atas sementara dapat

disimpulkan bahwa nata gula pasir memiliki ketebalan nata tertinggi, sedangkan

nata gula aren memiliki tingkat ketebalan terendah dari nata gula lainnya. Dengan

perbedaan kadar gula pada macam-macam variasi gula pasir, gula aren dan gula

siwalan yang ada dalam medium,maka ketebalan nata de coco juga berbeda. Hal

ini diduga karena kadar gula pada gula pasir akan menyebabkan ikatan yang

terbentuk antar serat lebih longgar dan akibatnya sebagian besar gel yang

terbentuk banyak terisi oleh air dan hanya sedikit oleh padatan. Hal tersebut

menyebabkan perhitungan kadar serat berbeda dengan data pada ketebalan dan

berat nata, jika nata gula pasir memiliki nilai tertinggi dalam pengukuran tebal dan

berat, nata gula aren memiliki nilai tertinggi dalam perhitungan kadar serat dalam

nata. Menurut Bhakti (1974) umur bakteri yang digunakan juga akan

mempengaruhi ketebalan dan sifat Nata yang dihasilkan. Semakin tua umur kultur

akan semakin menurunkan hasil bobot dan ketebalan. Umur bakteri 7 hari masih

Page 12: Laporan Mipang Nata de Coco

dapat membentuk Nata yang baik, sehingga koleksi kultur murni bakteri tersebut

dalam laboratorium perlu pemindahan untuk permudaan setiap tujuh hari.

Nata merupakan hasil olahan pangan secara fermentasi dengan bantuan

bakteri Acetobacter xylinum, bakteri ini akan menghasilkan suatu lapisan putih

yang terapung di atasnya. Lapisan putih ini merupakan hasil perubahan gula,

dalam hal ini sukrosa menjadi selulosa secara ekstraseluler. Selulosa tersebut

berbentuk partikel yang tebal. Berat felikel Nata yang dihasilkan akan

dipengaruhi oleh aktivitas bakteri tersebut. Berat nata de coco dipengaruhi oleh

kadar gula dan lama fermentasi dari aktivitas bakteri.

K. Kesimpulan

Dari percobaan ini diperoleh beberapa kesimpulan, yakni:

1. Nata gula pasir memiliki tebal rata-rata 2,4 cm dari ketiga ulangan, gula

aren setinggi 1,87 cm, dan gula siwalan sebesar 2,23 cm. Dari data

ketebalan dapat disimpulkan bahwa nata gula pasir memiliki ketebalan

nata tertinggi, sedangkan nata gula aren memiliki tingkat ketebalan

terendah dari nata gula lainnya.

2. Pada pengukuran berat nata, diperoleh rata-rata berat nata tertinggi pada

nata gula pasir sebesar 72,33 g, disusul oleh berat nata gula siwalan

sebesar 69,2 g, dan berat terendah yaitu nata dari gula aren sebesar 63,17

g.

3. serat tertinggi diperoleh pada nata gula aren dengan kadar serat sebesar

6,963%, kadar serat tertinggi kedua diperoeh pada nata gula pasir sebesar

6,374%, dan nata dengan kadar serat terendah yaitu nata gula siwalan

sebesar 4,533%.

Page 13: Laporan Mipang Nata de Coco

DAFTAR RUJUKAN

Adrial. 2003. Pengaruh Penambahan Nira Tebu sebagai Sumber Gula dalamFermentasi Nata de Coco. [Skripsi]. Padang: Fakultas Pertanian UNAND

Collado, L.S. 1986. Nata : Processing and problems of the industry in the Phillipines.Di dalam Procending Seminar on Traditional Foods and Their Processing in Asia. Nov 13-15,1086. Tokyo Japan.

Hariastuti, M., Suranto. dan Setyaningsih, R. 2002. Pembuatan Nata de Cashew dengan Variasi Konsentrasi Sukrosa dan Amonium Fosfat [(NH4)2PO4]. [Skripsi].Surakarta. FMIPA UNS. http://www.unsjournals.com/E/E0202/E020203.pdf . [3April 2011].

Suratiningsih, S. (1994). Pengaruh penambahan kadar gula terhadap ketebalan felikel Nata de Pina

dari Kulit Nanas. Semarang: Duta Farming. 29 (XII).

Mustikaningrum, Dhina. 2012. Siwalan, Berkah Si Tanah Merah. (Online). http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2012/10/10/siwalan-berkah-si-tanah-merah-500120.html. Diakses pada 13 April 2013.

Sutarminingsih. 2004. Industri Pengolahan Nata De Coco. Jakarta: Direktorat Kredit, BPR, dan UMKM Bank Indonesia.

Yusmarini, Usman Pato, dan Vonny Setiaries Johan. 2004. Pengaruh Pemberian Beberapa Jenis Gula dan Sumber Nitrogen terhadap Produksi Nata de Pina. Sagu, 3 (1): 20-27.

Kardiono. 2001. Menuai berkah aren. Banten : BPTP

Page 14: Laporan Mipang Nata de Coco