laporan lengkap fisbiola_rafsanjani

35
LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM I PENGARUH SALINITAS TERHADAP BIOTA LAUT IKAN Amphiprion sp. (OSMOREGULASI) NAMA : RAFSANJANI NIM : L1 11 14 319 KELOMPOK: VI (ENAM) ASISTEN : MUSTONO LABORATURIUM EKOTOKSIKOLOGI LAUT JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

Upload: rafsanjaniar

Post on 10-Jul-2016

73 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

fisiologi biota laut

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Lengkap Fisbiola_rafsanjani

LAPORAN LENGKAP

PRAKTIKUM I

PENGARUH SALINITAS TERHADAP BIOTA LAUT IKAN

Amphiprion sp.

(OSMOREGULASI)

NAMA : RAFSANJANI

NIM : L1 11 14 319

KELOMPOK : VI (ENAM)

ASISTEN : MUSTONO

LABORATURIUM EKOTOKSIKOLOGI LAUT

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016

Page 2: Laporan Lengkap Fisbiola_rafsanjani

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Ikan badut (Amphiprion) termasuk jenis ikan hias akuarium air laut yang

mempunyai penggemar cukup banyak, salah satu jenis yang sangat umum dikenal

dan telah berhasil ditangkarkan adalah Amphiprion ocellaris. Ada 28 jenis

Amphiprion yang telah teridentifikasi, ditemukan pada perairan dangkal sampai

dalam, pada dasar yang berkarang. Ikan ini hidup secara bergerombol, habitatnya

di alam selalu berdampingan atau bersimbiosis dengan anemon laut, dimana ikan

lain tidak mampu bertahan hidup dalam ruang anemon. Simbiosis spesifik

tersebut membuat ikan hias Amphiprion ini mendapat julukan Anemonfish atau

Clownfish, selain itu juga dikenal dengan nama ikan badut karena penampilan

warna yang cerah serta gerakan lucu dan menarik (Nurul et al, 2013).

Adaptasi adalah suatu proses penyesuaian diri secara bertahap yang

dilakukan oleh suatu organisme terhadap kondisi yang baru. Faktor-faktor

lingkungan yang mempengaruhi kemampuan adaptasi dari organisme tersebut

adalah faktor abiotik yang meliputi fisika (suhu, penyinaran, densitas, tekanan,

dan kekeruhan). Faktor yang lain adalah faktor biotik yaitu kelimpahan dan

keragaman organisme, predator dan parasit. Faktor-faktor lingkungan tersebut

suatu saat mengalami fluktuasi dan kadang-kadang ditemui kondisi yang ekstrim.

Faktor tersebut dapat berubah secara harian dan musiman. Fluktuasi faktor

tersebut akan mempengaruhi kehidupan organisme, baik terhadap proses

fisiologis maupun tingkah lakunya; resisten dan kematian. Pada praktikum ini,

proses adaptasi yang dicobakan menggunakan perlakuan salinitas dalam

Page 3: Laporan Lengkap Fisbiola_rafsanjani

hubungannya dengan sistem metabolisme tubuh ikan, menuju survival ikan

tersebut (Nurul et al, 2007).

Salinitas atau kadar garam adalah jumlah kandungan bahan padat dalam satu

kilogram air laut, dalam hal mana seluruh karbonat telah diubah menjadi oksida,

brom dan yodium yang telah disetarakan dengan klor dan bahan organik yang

telah dioksidasi. Salinitas mempengaruhi kadar oksigen terlarut dalam air. Secara

langsung, salinitas 13 media akan mempengaruhi tekanan osmotik cairan tubuh

ikan. Apabila osmotik lingkungan (salinitas) berbeda jauh dengan tekanan

osmotik cairan tubuh (kondisi tidak ideal) maka osmotik media akan menjadi

beban bagi ikan sehingga dibutuhkan energi yang relatif besar untuk

mempertahankan osmotik tubuhnya agar tetap berada pada keadaan yang ideal.

Hal ini dapat menurunkan laju metabolisme dan pada akhirnya akan menurunkan

tingkat konsumsi pakan dan akhirnya akan menurunkan laju pertumbuhan. Jadi

salinitas mediaakan mempengaruhi pembelanjaan energi untuk osmoregulasi,

yang disisi lain juga akan mempengaruhi tingkat konsumsi pakan (Nurul et al,

2007).

Berdasarkan penjelasan diatas maka untuk mengetahuai pengaruh yang

ditimbulkan oleh faktor salinitas terhadap biota laut khususnya ikan Amphiprion

sp. maka perlu dilakukan praktikum ini.

Page 4: Laporan Lengkap Fisbiola_rafsanjani

B. Tujuan dan kegunaan

Tujuan praktikum ini adalah untuk untuk mengamati pengaruh salinitas yang

berbeda terhadap proses osmoregulasi pada ikan Amphiprion sp.

Kegunaan diadakannya praktikum adalah agar praktikan dapat melihat secara

langsung proses osmoregulasi ikan Amphiprion sp.pada salinitas yang berbeda.

C. Ruang lingkup

Ruang lingkup praktikum ini mencakup pengukuran berat ikan, pengamatan

adaptasi tingkah laku pergerakan organisme, serta banyaknya bukaan operculum

ikan terhadap toleransi.

Page 5: Laporan Lengkap Fisbiola_rafsanjani

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Osmoregulasi

Osmoregulasi merupakan upaya hewan air untuk mengontrol keseimbangan

air dan ion antara di dalam tubuh dan lingkungannya melalui mekanisme

pengaturan tekanan osmose. Untuk organisme akuatik, proses tersebut digunakan

sebagai langkah untuk menyeimbangkan tekanan osmose antara substansi dalam

tubuhnya dengan lingkungan melalui sel yang permeabel (Fujaya, 2004).

Dengan demikian, semakin jauh perbedaan tekanan osmotik antara tubuh dan

lingkungan, semakin banyak energi metabolisme yang dibutuhkan untuk

mmelakukan osmoregulasi sebagai upaya adaptasi, hingga batas toleransi yang

dimilikinya. Oleh karena itu, pengetahuan tentang osmoregulasi sangat penting

dalam mengelola kualitas air media pemeliharaan, terutama salinitas. Hal ini

karena dalam osmoregulasi, proses regulasi terjadi melalui konsentrasi ion dan air

di dalam tubuh dengan kondisi dalam lingkungan hidupnya (Adi et al, 2013).

Regulasi ion dan air pada ikan terjadi hipertonik, hipotonik atau isotonik

tergantung pada perbedaan (lebih tinggi, lebih rendah atau sama) konsentrasi

cairan tubuh dengan konsentrasi media. Perbedaan tersebut dapat dijadikan

sebagai strategi dalam menangani komposisi cairan ekstraselular dalam tubuh ikan

(Marshall & Grosel, 2006).

Untuk ikan-ikan potadrom yang bersifat hiperosmotik terhadap

lingkungannya dalam proses osmoregulasi, air bergerak ke dalam tubuh dan ion-

ion keluar ke lingkungan dengan cara difusi. Keseimbangan cairan tubuhnya dapat

terjadi dengan cara meminum sedikit air atau bahkan tidak minum sama sekali.

Kelebihan air dalam tubuhnya dapat dikurangi dengan membuangnya dalam

Page 6: Laporan Lengkap Fisbiola_rafsanjani

bentuk urin. Untuk ikan-ikan oseanodrom yang bersifat hipoosmotik terhadap

lingkungannya, air mengalir secara osmose dari dalam tubuhnya melalui ginjal,

insang dan kulit ke lingkungan, sedangkan ion-ion masuk ke dalam tubuhnya

secara difusi (Marshall & Grosel, 2006).

Sedangkan untuk ikan-ikan eurihalin, memiliki kemampuan 17 untuk dengan

cepat menyeimbangkan tekanan osmotik dalam tubuhnya dengan media

(isoosmotik), namun karana kondisi lingkungan perairan tidak selalu tetap, maka

proses ormoregulasi seperti halnya ikan potadrom dan oseanodrom tetap terjadi

(Marshall & Grosel, 2006).

Salinitas atau kadar garam adalah jumlah kandungan bahan padat dalam satu

kilogram air laut, dalam hal mana seluruh karbonat telah diubah menjadi oksida,

brom dan yodium yang telah disetarakan dengan klor dan bahan organik yang

telah dioksidasi. Secara langsung, salinitas media akan mempengaruhi tekanan

osmotik cairan tubuh ikan. Pengetahuan tentang metabolisme dapat juga dikaitkan

dengan beberapa cabang ilmu lain, misalnya genetika, toksikologi dan keilmuan

lain sehingga ikan yang dihasilkan dapat memiliki kualitas yang lebih unggul dari

sebelumnya. Hal ini karena ikan menginvestasikan sebesar 25-50% dari total

output metabolik dalam mengontrol komposisi cairan intra- dan ekstraselularnya

(Marshall & Grosel, 2006).

B. Pengaruh salinitas terhadap Biota Laut

Perubahan kadar salinitas mempengaruhi tekanan osmotik cairan tubuh ikan,

sehingga ikan melakukan penyesuaian atau pengaturan kerja osmotik internalnya

agar proses fisiologis di dalam tubuhnya dapat bekerja secara normal kembali.

Apabila salinitas semakin tinggi, ikan berupaya terus agar kondisi homeostasi

Page 7: Laporan Lengkap Fisbiola_rafsanjani

dalam tubuhnya tercapai, hingga pada batas toleransi yang dimilikinya. Kerja

osmotik tersebut memerlukan energi yang lebih tinggi pula. Hal tersebut juga

berpengaruh kepada waktu kenyang (satiation time) dari ikan tersebut. Salinitas

yang optimal (perbedaan antara osmotik media dan osmotik tubuh ikan paling

kecil), pembelanjaan energi untuk proses adaptasi akan semakin kecil (Nurul et al,

2013).

Penurunan salinitas dari air laut menjadi air tawar dapat mempengaruhi

keseimbangan antara konsentrasi air dan ion dalam tubuh ikan, yang berkaitan

dengan proses osmoregulasi. Menurut Fujaya (2004), osmoregulasi dapat terjadi

karena adanya penyesuaian keseimbangan antara substansi tubuh dan lingkungan

(Nurul et al, 2013).

Hiperosmotik bagi ikan kakap putih dimana konsentrasi cairan tubuh lebih

tinggi dari media lingkungannya. Menyebabkan air bergerak masuk ke dalam

tubuh dan ion-ion dikeluarkan ke lingkungan secara difusi (Lantu, 2010). Ikan

mengkonsumsi air dalam jumlah sedikit, dan untuk mengurangi kelebihan air

dalam tubuh, ikan memproduksi sejumlah besar urin. Meskipun ginjal

mengabsorbsi kembali beberapa garam dari urinnya untuk tetap mempertahankan

sejumlah ion-ion dalam tubuh ikan (Fujaya, 2004). Proses tersebut menyebabkan

ikan mengeluarkan energi untuk mempertahankan daya tahan tubuhnya. Sisa

energi yang ada pada tubuh ikan dialihkan untuk pertumbuhan (Nurul et al, 2013).

Salinitas adalah salah satu penyebab penyakit non infeksi pada ikan. Pada

kondisi salinitas tinggi >20 ppt ikan rentan terkena penyakit. Hal ini disebabkan

karena kadar garam tinggi menyebabkan gas-gas kurang terlarut, sehingga terjadi

penurunan kadar oksigen dalam air. Pada air tawar dengan salinitas 0 ppt pada

Page 8: Laporan Lengkap Fisbiola_rafsanjani

suhu 300 C memiliki kelarutan oksigen sebesar 7,6 mg/liter, sedangkan pada air

laut dengan salinitas 30 ppt kelarutan oksigen sebesar 6,1 mg/liter. Pada kondisi

seperti inilah ikan rentan terkena penyakit infeksi (Irianto, 2005).

C. Fisiologi Ikan Amphiprion sp.

Ikan Amphiprion sp. atau sering disebut juga dengan anemonefish (ikan yang

hidup diantara anemon) memiliki badan berwarna dasar kuning kecoklatan dengan

tiga belang berwarna putih (white band) dan sedikit warna hitam di bagian kepala,

badan dan pangkal ekor. Tulang di muka dan di bawah mata tidak berduri

panjang, bergigi pendek, jari-jari keras sirip punggungnya tidak sama panjang,

memiliki 11 jari-jari pada sirip dorsal dan 17 jari-jari pada pectoral, dan di alam

dijumpai dapat mencapai panjang 110 mm (Allen, 1997).

Menurut Allen (1997), Ikan Amphiprion sp. merupakan ikan karang tropis

yang hidup di perairan hangat pada daerah terumbu dengan kedalaman kurang

dari 50 meter dan berair jernih. Dengan daerah penyebaran di Samudera Pasifik

(Fiji), Laut Merah, Samudra Hindia (Indonesia, Malaysia, Thailand, Maladewa,

Burma), dan Great Barrier Reef Australia. Kondisi parameter kualitas air yang

sesuai bagi ikanAmphiprion sp. adalah pada suhu air berkisar 25-33 oC, oksigen

terlarut 3,5-4,6 ppm, salinitas 26-32 ppt, pH 7, 8-8, 6 dan amonia kurang dari 1

ppm.

Secara umum ikan badut berukuran kecil, maksimalnya dapat mencapai

ukuran 10–5 cm. Berwarna cerah, tubuh lebar (tinggi), dan dilengkapi dengan

mulut yang kecil. Sisiknya relatif besar dengan sirip dorsal yang unik. Pola warna

pada ikan ini sering dijadikan dasar dalam proses identifikasi mereka, disamping

Page 9: Laporan Lengkap Fisbiola_rafsanjani

bentuk gigi, kepala dan bentuk tubuh. Variasi warna dapat terjadi pada spesies

yang sama, khususnya berkenaan dengan lokasi sebarannya (Thresher, 1984).

Ikan Amphiprion sp. dan anemon memiliki hubungan simbiosis mutualisme.

Mereka hidup berdampingan dan saling menguntungkan. Anemon akan

melindungi ikan Amphiprion sp. dan ikan Amphiprion sp. akan menangkal ikan

kupu-kupu (Butterfly Fish) yang suka memakan anemon. Ikan Amphiprion

sp. juga akan memakan invertebrata kecil yang melekat di tentakel anemon yang

membahayakan anemon (parasit) dan membantu membersihkan anemon dari

kotoran seperti pasir. Di sisi lain kotoran dari ikan Amphiprion sp. memberikan

nutrisi untuk anemone (Allen, 1997).

Ikan Amphiprion sp. merupakan ikan omnivora (organisme pemakan hewan

dan tumbuhan), jadi selain invertebrata kecil (crustacea & parasit yang melekat

pada tubuh anemon), alga juga diketahui memenuhi 20–25% kebutuhan nutrisinya

(Thresher, 1984).

Semua ikan Amphiprion sp. berjenis kelamin jantan ketika mereka lahir.

Setelah mereka dewasa, individu dominan akan berubah menjadi betina. Betina

biasanya berukuran lebih besar daripada jantan dan akan menjadi pemimpin

utama dari wilayah mereka. Ikan Amphiprion sp. hidup dalam kelompok kecil

dalam satu anemon yang terdiri dari pasangan induk, beberapa ikan jantan muda,

dan beberapa anakan ikan yang juga berkelamin jantan. Ketika betinanya mati,

ikan jantan dominan akan berubah kelamin menjadi betina dan akan mencari

pasangan jantan, strategi ini dikenal sebagai sequential

hermaphroditism (perubahan kelamin secara berurutan) (Thresher, 1984).

Page 10: Laporan Lengkap Fisbiola_rafsanjani

Telur ikan Amphiprion sp. bentuknya seperti kapsul. Saat musim pemijahan

(sekitar bulan purnama), telur diletakkan pada permukaan relatif datar dekat

anemon mereka. Kedua induk menjaga telur dan mengipas telur mereka dengan

air segar selama 6 - 10 hari. Biasanya penetasan terjadi saat malam hari, kurang

lebih 2 jam setelah matahari terbenam. Setelah menetas, bayi ikan akan naik ke

permukaan dan hidup dengan memakan plankton. Predator alami dari

ikanAmphiprion sp. di laut adalah Belut, Ikan Barakuda, dan Ikan Grouper

(Thresher, 1984).

D. Organ-Organ yang Berperan dalam Proses Osmoregulasi

Beberapa organ yang berperanan dalam proses osmoregulasi ikan yaitu insang,

ginjal dan usus. Organ-organ ini melakukan fungsi adaptasi di bawah kontrol

hormon osmoregulasi, terutama hormon-hormon yang diekresi oleh pituitari,

ginjal dan urofisis (Nugroho, 2013).

Beberapa organ yang berperan dalam osmoregulasi menurut Ciptani (2015):

a. Insang : pada insang, sel-sel yang berperan dalam osmoregulasi adalah sel-sel

chloride yang terletak pada dasar lembaran-lembaran insang.perubahan ion

pada sel-sel chlorida oseanodrom berbeda dengan patadrom.pada diadrom

selama migrasi antara air tawar dan air laut membran dan motokondria sel

mengalami perubahan besar sehingga dapat bersifat seperti oseadrom bila

berada di air laut dan potadrom bila berada di air tawar.

b. Ginjal : ginjal melakukan dua fungsi utama:1) mengeksekresikan sebagian

besar produk akhir metabolisme tubuh, 2) mengatur konsentrasi cairan tubuh.

Page 11: Laporan Lengkap Fisbiola_rafsanjani

c. Usus : setelah air masuk ke dalam usus, dinding usus aktif mengambil ion-ion

monovalen dan air sebaliknya membiarkan lebih banyak ion-ion divalen tetap

di dalam usus sebagai cairan rektal agar osmolaritas usus sama dengan darah.

Pemilihan insang sebagai organ yang diamati dikarenakan insang merupakan

organ respirasi yang mengalami kontak langsung dengan bahan pencemar dan

berperan dalam proses pertukaran ion dan air saat proses osmoregulasi (Soegianto

et al.,1999; Sunarto, 2012).

E. Kaitan Antara Salinitas dan Proses Osmoregulasi

Karnaky Jr dan Karl., J (1998) menyatakan bahwa golongan ikan menghadapi

tantangan yang sulit dalam mempertahankan kandungan garam dalam tubuh

karena mereka hidup di lingkungan perairan dan mempunyai tendensi untuk

melepaskan air sebanyak mungkin. Konsentrasi garam pada tubuh ikan air tawar

dikeluarkan ke perairan. Untuk mengatasi hal ini ikan mempunyai beberapa cara,

diantaranya mereka akan mengkonsumsi sejumlah air yang banyak dan

konsekuensinya akan memproduksi sejumlah besar urine (10-20 kali sama seperti

hewan mamalia darat). Ginjal dari golongan ikan ini menyerap sejumlah garam

dan melepaskan garam tersebut ke aliran darah. Cara yang lain adalah golongan

ikan ini mempunyai pompa ion dibagian ginjal yang akan menanngkap garam dari

air serta melepaskan ammonia dan hasil buangan lainnya.

Ikan air laut memiliki masalah yang sama tapi kebalikannya. Untuk ikan air

laut, air laut mengandung konsentrasi garam yang lebih tinggi dibandingkan

dengan kandungan garam yang ada di tubuh ikan. Sebagai hasinya, garam

cenderung masuk ke tubuh ikan sehingga ikan harus menggunakan ginjalnya serta

Page 12: Laporan Lengkap Fisbiola_rafsanjani

pompa ionnya untuk mengeluarkan kelebihan garam. Proses osmoregulasi pada

ikan air laut dan ikan air tawar dapat dilihat pada gambar 1 (Lantu, 2010).

Gambar 1. Proses Osmoregulasi Ikan Air Tawar dan Ikan Air Laut

F. Perbandingan Antara Osmoregulasi Ikan Air Laut dan Ikan Air Tawar

1. Ikan Air Tawar

Ikan-ikan yang hidup di air tawar mempunyai cairan tubuh yang bersifat

hiperosmotik terhadap lingkungan, sehingga air cenderung masuk ketubuhnya

secara difusi melalui permukaan tubuh yang semipermiable. Bila hal ini tidak

dikendalikan atau diimbangi, maka akan menyebabkan hilangnya garam-garam

tubuh dan mengencernya cairan tubuh, sehingga cairan tubuh tidak dapat

menyokong fungsi-fungsi fisiologis secara normal (Ciptani, 2015).

Ginjal akan memompa keluar kelebihan air tersebut sebagai air seni. Ginjal

mempunyai glomeruli dalamjumlah banyak dengan diameter besar. Ini

dimaksudkan untuk lebih dapat menahan garam-garam tubuh agar tidak keluar

dan sekaligus memompa air seni sebanyak-banyaknya (Ciptani, 2015).

Ketika cairan dari badan malpighi memasuki tubulus ginjal, glukosa akan

diserap kembali pada tubulus proksimal dan garam-garam diserap kembali pada

Page 13: Laporan Lengkap Fisbiola_rafsanjani

tubulus distal. Dinding tubulus ginjal bersifat impermiable (kedap air) (Ciptani,

2015).

Air seni yang dikeluarkan ikan sangat encer dan mengandun sejumlah kecil

senyawa nitrogen, seperti (Ciptani, 2015):

• Asam urat

Asam urat merupakan sisa metabolisme yang mengandung nitrogen (sama

dengan amonia) dan mempunyai daya racun lebih rendah dibandingkan amonia,

karena daya larutnya di dalam air rendah.

Asam urat dioksidasi oleh asam nitrat pekat membentuk asam dialurat dan

aloksan. Zat-zat ini berkondensasi dengan ammonia membentuk mureksida

(ammonium purpurat) yang berwarna ungu kemerahan.

• Kreatinin

Rs = 0, 249 nm, Ru = 0, 375 nm. Kadar kreatinin = 0,249/0,375 X 1500/1 X

1/1000 = 0,996 g/24jam. Kreatinin disintesis di dalam hati dari metionin, glisin,

dan arginin. Dalam otot rangka kreatinin difosforilasi untuk membentuk

fosforilkreatin yang merupakan simpanan tenaga penting bagi sintesis ATP. ATP

yang terbentuk oleh glikolisis dan fosforilasi oksidatif bereaksi dengan kreatin

untuk membentuk ADP dan banyak fosforilkreatin.

• Amoniak

Meskipun air seni mengandung sedikit garam, keluarnya air yang berlimpah

menyebabkan jumlah kehilangan garam yang cukup besar. Garam-garam juga

hilang karena difusi dari tubuh. Kehilanan garam ini diimbangi dengan garam-

garam yang terdapat pada makanan dan penyerapan aktif melalui insang.

Page 14: Laporan Lengkap Fisbiola_rafsanjani

• Kreatin

Pada golongan ikan Teleostei, gelembung air seni (urinary bladder) dapat

digunakan untuk menampung air seni. Disini dilakukan penyerapan kembali

terhadap ion-ion. Dinding gelembung air seni bersifat impermiable terhadap air.

2. Ikan Air Laut

Ikan laut hidup pada lingkungan yang hipertonik terhadap jaringan dan cairan

tubuhnya, sehingga cenderung kehilangan air melalui kulit dan insang, dan

kemasukan garam-garam. Untuk mengatasi kehilangan air, ikan ‘minum’air laut

sebanyak-banyaknya. Dengan demikian berarti pula kandungan garam akan

meningkat dalam cairan tubuh. Padahal dehidrasi dicegah dengan proses ini dan

kelebihan garam harus dihilangkan. Karena ikan laut dipaksa oleh kondisi

osmotik untuk mempertahankan air, volume air seni lebih sedikit dibandingkan

dengan ikan air tawar. Tubulus ginjal mampu berfungsi sebagai penahan air.

Jumlah glomerulus ikan laut cenderung lebih sedikit dan bentuknya lebih kecil

dari pada ikan air tawar (Ciptani, 2015).

Kira-kira 90% hasil buangan nitrogen yang dapat disingkirkan melalui

insang, sebagian besar berupa amonia dan sejumlah kecil urea. Meskipun

demikian, air seni masih mengandung sedikit senyawa tersebut. Air seni

Osteichthyes mengandung (Ciptani, 2015):

• Kreatin

Pada golongan ikan Teleostei, gelembung air seni (urinary bladder) dapat

digunakan untuk menampung air seni. Disini dilakukan penyerapan kembali

terhadap ion-ion. Dinding gelembung air seni bersifat impermiable terhadap air.

• Kreatinin

Page 15: Laporan Lengkap Fisbiola_rafsanjani

• Senyawa nitrogen

• Trimetilaminoksida (TMAO)

Page 16: Laporan Lengkap Fisbiola_rafsanjani

III. METODOLOGI

A. Waktu dan tempat

Praktikum mengenai pengaruh salinitas terhadap biota laut khususnya ikan

Amphiprion sp. dilakukan pada hari Kamis, 14 April 2016 pukul 09:00-11:00

WITA bertempat di Laboratorium Ekotoksikologi Laut, Jurusan Ilmu kelautan,

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

B. Alat dan bahan

Peralatan yang digunakan pada praktikum ini yakni akuarium kecil yang

berfungsi sebagai wadah sampel dan medianya, timbangan digital yang berfungsi

untuk menimbang sampel berupa ikan Amphiprion sp., ember yang berfungsi se-

bagai wadah, timba berfungsi untuk mengambil sampel, penyaring berfungsi un-

tuk memudahkan mengambil dan memindahkan sampel, lap berfungsi untuk

membersihkan peralatan, tissue roll berfungsi untuk mengeringkan alat, label

berfungsi untuk menandai sampel, handrefractometer berfungsi untuk mengukur

salinitas setiap media, dan stopwatch berfungsi untuk menghitung waktu yang

dibutuhkan selama praktikum berlangsung, dan handy-counter berfungsi untuk

mengukur jumlah bukaan operculum pada ikan.

Kemudian bahan yang digunakan yakni ikan Amphiprion sp. yang berfungsi

sebagai objek yang diamati, air laut sebagai media ikan, dan larutan akuades seba-

gai larutan campuran proses pengenceran.

C. Prosedur kerja

Pertama, menyiapkan akuarium kecil yang telah bersih dan diberi label

masing-masing 0ppt, 5ppt, 15ppt, 25ppt, dan 32ppt. Lalu, menyiapkan air laut

dengan konsentrasi yang diinginkan menggunakan proses pengenceran air laut

Page 17: Laporan Lengkap Fisbiola_rafsanjani

dengan salinitas tinggi. Kemudian, mengisi masing-masing akuarium dengan air

laut bersalinitas sesuai dengan label yang telah dipasang. Selanjutnya, menimbang

ikan Amphiprion sp., dengan menggunakan timbangan digital. Berikutnya,

memasukkan ikan yang telah ditimbang secara perlahan ke dalam tiap akuarium.

Terakhir, melakukan pengamatan mengenai tingkah laku; aktivitas gerak; dan

menghitung bukaan operculum menggunakan handy-counter.

Page 18: Laporan Lengkap Fisbiola_rafsanjani

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh hasil pengamatan

1. Perhitungan Pengenceran

a. Pengenceran 35 ppt ke 25 ppt b. Pengenceran 35 ppt ke 15 ppt

N1V1 = N2V2 N1V1 = N2V2

35.2 = 25. V2 35.1 = 15. V2

V2 = liter V2 = liter

V2 = 2,8 liter V2 = 2,33 liter

V2 = 2,8 – 2 liter V2 = 2,33 – 2 liter

V2 = 0,8 liter V2 = 0,33 liter

c. Pengenceran 35 ppt ke 5 ppt

N1V1 = N2V2

35.0,5 = 5. V2

V2 = liter

V2 = 3,5 liter

V2 = 3,5 – 2 liter

V2 = 1,5 liter

2. Pengamatan Bobot ikan Amphiprion sp.

Tabel 1. Hasil pengamatan bobot ikan Amphiprion sp.

Salinitas

(Ppt)

B0

(Berat Awal)

B1

(Berat Akhir)

0 2,74 3,57

5 3,32 3,67

15 3,07 3,74

25 3,39 3,40

32 3,80 3,66

Page 19: Laporan Lengkap Fisbiola_rafsanjani

3. Pengamatan tingkah Laku, aktifitas gerak, dan bukaan operculum ikan Amphiprion sp.

Tabel 2. Hasil Pengamatan tingkah Laku, aktifitas gerak, dan bukaan operculum ikan Amphiprion sp.

ppt FisiologiWaktu pengamatan

0 15 30 45

0

TL + + + + + + + +

AG + + + + + + + +

BO 192 132 100 93

5

TL + + + + + +

AG + + + + + + +

BO 165 148 142 124

15

TL + + + +

AG + + + +

BO 94 87 78 70

25

TL + + + + + + + +

AG + + + + + + + +

BO 80 97 80 84

32 TL + + + + + +

AG + + + + + + +

BO 135 123 86 63

Keterangan :

TL = Tingkah Laku

AG = Aktivitas Gerak

BO = Bukaan Operculum

+ = Pasif

++ = Normal

+++ = Aktif

Page 20: Laporan Lengkap Fisbiola_rafsanjani

4. Hasil pengamatan lendir pada ikan Amphiprion sp.

Tabel 3. Pengamatan lendir ikan Amphiprion sp.

Salinitas (ppt) lendir Keterangan

0 + Sangat sedikit

5 + Sangat Sedikit

15 + Sangat Sedikit

25 + Sangat Sedikit

32 + + Sedikit

Keterangan :

+ = Sangat Sedikit

++ = sedikit

+++ = Banyak

B. Pembahasan

Pada praktikum ini dilakukan pengamatan terhadap beberapa aspek fisiologi

ikan Amphiprion sp. berupa perubahan bobot ikan, sekresi kelenjar mucor (lendir)

dan, tingkah laku ikan. Pada pengamtan ini dilakukan dengan tingkat salinitas

yang berbeda dari tingkatan 0, 5, 15, 25 dan, 32 pada setiap biota yang diberi

perlakuan.

Pada salinitas 0 ppt atau air tawar maka didapatkan tingkah laku 0 - 15 menit

aktif bergerak naik turun dari permukaan ke dalam kolom air. Pada aktifitas gerak

yang juga aktif dengan pegerakan sirip ikan. Dengan jumlah bukaan operkulum

sebanyak 192. Pada waktu 15 - 30 menit didaptkan tingkah laku yang aktif.

Aktifitas gerak yang aktif dengan bukaan operculum 192 kali. Perubahan tingkah

laku ikan berubah pada saat menit ke 30 menuju 45 menit di ikuti dengan aktifitas

Page 21: Laporan Lengkap Fisbiola_rafsanjani

gerak yang menurun menjadi normal. Pada menit ini bukaan operculum melambat

100 kali. Kemudian tingkah laku dan aktifitas gerak menjadi pasif pada pukul 45 -

60 menit. Dengan bukaan operkulum sebanyak 93 kali. Kemungkinan

menurunnya fisiologis ikan ini disebabkan gagalnya adaptasi pada salinitas 0 ppt

atau air tawar.

Pada salinitas 5 ppt didapatkan tingkah laku yang aktif pada waktu 0 - 15

menit dengan bukaan operculum 165 kali. Selanjutnya keadaan fisiologi ikan

mulai menuju pasif pada waktu 15 - 30 menit dengan bukaan operculum 148.

Keadaan ini terus berlanjut hingga pengamatan selama 1 jam dengan bukaan

operkulum pada waktu 45 - 60 menit 124 kali. Pengaruh ini juga dapat

disebabkan terlalu ekstremnya lingkungan yang didapatkan ikan saat memasuki

lingkungan air 5 ppt.

Pada perlakuan salinitas 15 ppt ini didaptkan semua aktifitas gerak dan

tingkah laku yang pasif kejadian. Kemudian bukaan operculum yang mulai

melambat pada waktu 0 - 15 menit terdapat 94 kali dan terus menurun pada waktu

45 - 60 menit hanya terdapat bukaan operkulum sebanyak 70. Kejadian ini karena

tingginya osmoregulasi ikan yang harus dilakukan. Maka dari itu kerena kegiatan

osmoregulasi ini memerluka energi kemungkinan ikan tersebut memakai seluruh

energi untuk beradaptasi dengan lingkungan baru.

Pada perlakuan salinitas 25 ppt didapatkan tingkah laku yang normal dengan

bukaan operculum yang rata – rata 85 kali. Hal ini sesuai denganoleh Ari et al.

(2007) bahwa kondisi parameter kualitas air yang sesuai bagi ikan Badut pada air

laut yaitu suhu air berkisar 25 - 33 oC, oksigen terlarut 3,5 - 4,6 ppm, salinitas 26 -

35 ppt, pH 7,8- 8,6 dan amonia kurang dari 1 ppm.

Page 22: Laporan Lengkap Fisbiola_rafsanjani

Pada perlakuan salintas 32 ppt ini didaptkan hasil yang berbeda denga tingkat

aktivitas gerak dan tingkah laku pada menit pertama termasuk aktif dan berada di

permukaan. Dengan bukaan operculum sebanyak 135 kali. Selanjutnya tingkah

laku dan aktivitas gerak mulai meurun higga pada saat waktu 45 - 60 menit diikuti

bukaan operculum yang menurun hanya sebanyak 62 kali.

Page 23: Laporan Lengkap Fisbiola_rafsanjani

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil praktikum di atas dapat dilihat bahwa semakin rendah salinitas

maka proses adaptasi yang dilakukan oleh ikan Amphiprion sp. untuk bertahan

akan semakin tinggi, ini terlihat dari bukaan operkulum yang berbanding terbalik

dengan penurunan salinitas. Semakin rendah salinitas maka bukaan operkulum

akan tinggi.

Bobot ikan Amphiprion sp. bertambah setelah ditempatkan pada air yang

memiliki salinitas rendah, hal ini terjadi karena cairan yang ada diluar memasuki

sel dari ikan sehingga berat ikan Amphiprion sp. bertambah.

Perbedaan salinitas dapat mempengaruhi fisiologi suatu biota (ikan) baik

secara tingkah laku, aktifitas gerak, maupun proses metabolisme didalam tubuh.

B. Saran

Sebaiknya dalam praktikum ini disediakan alat alat yang lengkap sehingga

praktikum akan berjalan lancar.

Page 24: Laporan Lengkap Fisbiola_rafsanjani

DAFTAR PUSTAKA

Adi et al. 2013. Pengaruh Salinitas dalam Proses Osmoregulasi. Fisiologi Hewan Air. Pdf.

Aji, R. S., E. Aditya P., A. Sahidin. 2007. Diversifikasi Produk Olahan Belut (Monoptherus albus) Sebagai alternative Bahan Pangan Berprotein Tinggi. Makalah PKM (Pekan Kreativitas Mahasiswa). Universitas Padjadjaran.

Allen, G.R. 1997. Marine Fishes of South East Asia. Kaleidoscope Print and Prepress Periplus Edition, Perth, Western Australia

Ciptani, 2015. Sistem Osmoregulasi pada Ikan. Document.

Fujaya , Y. 2004. Fisiologi Ikan, dasar pengembangan teknik perikanan. Penerbit Rineka Cipta. 179 hal.

Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Lantu, 2010. Osmoregulasi Pada Hewan Akuatik. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Nugroho, 2013. Organ Osmoregulasi. Osmoregulasi. http://staff.unila.ac.id /gnugroho/files/2013/10/Osmoregulasi-Ikan.pdf

Nurul et al. 2013. Adaptasi Fisiologis Terhadap Salinitas. Fisiologi Hewan Air. Pdf.

Marshall, W.S., and Grosell, M. 2006. ion transport, osmoregulation, and acid-base balance. In the Physiology of Fishes, Evans, D.H., and Claiborne, J.B. (eds.). taylor and Francis Group. 601 pp

Thresher, R. 1984. Reproduction in Reef Fishes. T.F.H. Publications, Neptune City, N.J.